PENGARUH AIR REBUSAN DAUN SUPIT KIJANG (Tetracera indica

advertisement
PENGARUH AIR REBUSAN DAUN SUPIT KIJANG (Tetracera indica)
TERHADAP GERAK MOTORIK MENCIT Swiss webster JANTAN
Regina1,
Oleh
Zico Fakhrur Rozi, M.Pd.Si.2, Dian Samitra, M.Pd.Si.3
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STKIP-PGRI
Lubuklinggau
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian air rebusan daun supit
kijang terhadap gerak mencit Swiss webster jantan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 5 pengulangan. Hewan percobaan adalah
mencit Swiss webster jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu P0 kontrol
negatif (aquadest), P1 (2 gram supit kijang), P2 (5 gram daun supit kijang), P3 (10
gram daun supit kijang) dan P4 (14 gram ekstra joss blend). Perlakuan dilakukan
dengan metode gavage, pemberian air rebusan supit kijang selama 7 hari berturutturut yang dilakukan pada pagi hari. Penghitungan gerak motorik dilakukan
dengan melakukan serangkaian pengujian dengan masing-masing 3 kali
pengulangan, yang terdiri dari uji menghindari jurang, uji bidang miring, uji
bergelantung dan uji berenang. Berdasarkan uji Kruskall Wallis menunjukkan
bahwa air rebusan daun supit kijang tidak berpengaruh signifikan terhadap gerak
motorik mencit Swiss webster jantan.
Kata kunci: air rebusan, supit kijang, gerak motorik mencit
PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora maupun
faunanya, sebagai negara tropis Indonesia memiliki beraneka ragam tumbuhan
yang banyak dimanfaatkan manusia untuk beberapa kepentingan. Sejak zaman
dahulu, masyarakat Indonesia kerap kali memanfaatkan tanaman yang ada di
hutan untuk dijadikan ramuan obat-obatan tradisional. Pemanfaatan tanaman obat
tersebut 78% masih diperoleh melalui pengambilan langsung di hutan (Nugroho,
2010:78).
Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di
Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan
modernya dikenal masyarakat (Wijayanti 2008:1). Pengetahuan masyarakat
mengenai tanaman obat adalah hasil warisan turun-temurun oleh nenek moyang
mereka. Selain murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari
tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya
dibandingkan obat-obatan kimia (Fauziah, 2005:95).
Penggunaan tumbuhan alam yang berkhasiat sebagai obat tradisional
merupakan suatu keahlian yang sudah jarang dijumpai saat ini, bahkan pada
beberapa tempat hanya menjadi sebuah kearifan oleh masyarakat setempat. Di
kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan
terdapat tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk obat.
Masyarakat setempat menyebut tanaman tersebut dengan nama supit kijang.
Tanaman supit kijang banyak mengandung senyawa kimia, salah satunya adalah
senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang
kuat dan merupakan pendonor hidrogen yang sangat baik (Prakash dan Gupta,
2009:20-35). Oleh sebab itu, masyarakat memanfaatkan tanaman supit kijang
sebagai obat tradisional. Untuk melihat apakah daun supit kijang juga
berpengaruh atau tidak terhadap aktivitas motorik maka penelitian ini dilakukan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Air Rebusan Daun Supit Kijang (Tetracera
indica) Terhadap Gerak Motorik Mencit Swiss webster Jantan”.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh air rebusan daun supit kijang terhadap gerak motorik mencit
Swiss webster jantan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Rancang Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 5
pengulangan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2017 bertempat di
laboratorium Biologi STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain, yaitu; kandang mencit,
nampan sekam padi, botol minuman, timbangan, kamera, stopwatch, panci, tali,
alat gavage, ember, meja, dan bidang miring. Sedangkan bahan-bahan yang akan
digunakan antara lain, yaitu; daun supit kijang, mencit jantan, extra joss blend,
pakan mencit dan aquades.
Cara Kerja Penelitian
1. Penyediaan Mencit Swiss webster Jantan
Mencit Swiss webster jantan diperoleh dari peternak mencit yang berada di
kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Mencit yang sudah tersedia kemudian
diletakkan satu persatu kedalam kandang, dimana setiap kandang terdiri dari satu
ekor mencit.
2. Penyediaan Air Rebusan
Ambil daun supit kijang yang berada pada baris ke-4 sampai baris ke-6.
Setelah itu daun ditimbang, yang terdiri dari 2 gr, 5 gr, dan 10 gr. Kemudian daun
direbus dengan air 600 mL, biarkan air rebusan sampai menyusut menjadi 50 mL.
3. Konversi Dosis
Belum ada literatur yang menyatakan jumlah persentase dosis efektif
flavonoid penggunaan air rebusan daun supit kijang. Berdasarkan hal tersebut
dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 gr, 5 gr dan 10 gr, sehingga
dapat dikonversikan sebagai berikut:
a) Dosis untuk 2 gr supit kijang
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
x Jumlah air (ml)
2 𝑔𝑟
b) Dosis untuk 5 gr supit kijang
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
x Jumlah air (ml)
5 𝑔𝑟
c) Dosis untuk 10 gr supit kijang
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
x Jumlah air (ml)
10𝑔𝑟
4. Pengelompokkan Hewan Uji
Dalam penelitian ini hewan yang diberi perlakuan adalah mencit jantan
berumur 8-10 minggu dengan berat antara 20-30 gr. Mencit di kelompokkan
secara acak menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok 5 kali
pengulangan.
5. Pemberian Perlakuan
Perlakuan dilakukan pada pagi hari dengan metode gavage selama 1
minggu. Sebelum pemberian perlakuan, mencit terlebih dahulu ditimbang untuk
menentukan jumlah dosis yang akan diberikan kepada mencit.
6. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setelah 1 minggu pada sore harinya sekitar
pukul 17.30 WIB. Sebelum melakukan pengambilan data di sore hari, pagi
harinya mencit Swiss webster harus diberikan air rebusan supit kijang sesuai dosis
yang telah ditentukan. Berikut ini adalah beberapa data yang diambil dalam
penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:
1) Uji Kemampuan Refleks Menghindari Jurang (Cliff Avoidance Reflex)
Siapkan meja dengan ketinggian tertentu, letakkan mencit dengan posisi
ujung jari kaki, depan dan mulut sejajar dengan tepi meja, tahan sebentar
kemudian lepas, catat waktu yang diperlukan mencit untuk memutar badannya
menjauhi meja/tepi meja, lakukan uji ini sebanyak 3 kali berturut-turut, hitung
rata-rata waktunya.
2) Refleks Geotaksis Negatif (Negative Geotaxis Reflex)
Mencit yang akan di uji diletakkan pada suatu tempat/bidang miring dengan
sudut kemiringan 25%, kemudian amati reaksi mencit dan cocokkan dengan skor :
a)
Skor 0 : mencit tidak dapat menahan berat tubuhnya dan menukik turun ke
bagian dasar tempat miring.
b) Skor 1 : mencit diam saja di posisinya.
c)
Skor 2: mencit berhasil menahan berat tubuhnya dan memutar posisi
tubuhnya.
3) Lokomosi Berenang
Isi akuarium dengan air hingga ketinggian air sekitar 6-7 cm, jatuhkan
mencit di sisi ujung akuarium, biarkan mencit berenang selama mungkin.
Lakukan uji ini 3 kali berturut-turut, hitung rata-rata waktunya.
4) Lokomosi Bergelantung
Ikat tali pada ketinggian 1 meter, letakkan kedua kaki depan mencit pada
tali. Kemudian lepaskan mencit secara perlahan. Catat berapa lama waktu mencit
dapat bergelantung. Ulangi sebanyak 3 kali dan hitung rata-ratanya.
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya akan diuji dengan
perhitungan uji Normalitas, perhitungan uji Homogenitas dan perhitungan uji
Kruskall Wallis.
HASIL
Berikut ini merupakan rata-rata hasil pengamatan terhadap gerak motorik
mencit Swiss webster jantan yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
Kelompok
Perlakuan
P0 (-)
Tabel 4.1
Rata-rata Hasil Pengamatan Gerak Motorik
Rata-rata
Menghindari
Bidang Miring Bergelantung Berenang
Jurang
(Skor) ± SD
(Detik) ± SD
(Detik) ±
(Detik) ± SD
SD
10 ± 4,2
1 ± 0,5
14 ± 15,1
29 ± 9,4
P1 (2 gr)
6 ± 2,8
2 ± 0,5
14 ± 10,4
26 ± 19,8
P2 (5 gr)
3 ± 0,0
2 ± 0,5
10 ± 3,9
18 ± 2,6
P3 (10 gr)
6 ± 3,9
2 ± 0,4
9 ± 8,6
27 ± 22,7
P4 (+)
2 ± 1,1
2 ± 0,0
23 ± 17,7
38 ± 11,2
1. Uji Kemampuan Refleks Menghindari Jurang
Hasil pengamatan antara perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 menunjukan data
tidak normal ketika diuji Normalitas dengan uji Liliefors dimana dalam
perhitungan Liliefors menghasilkan Lo > Ltabel (0,2589 > 0,173). Hal tersebut
menyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, maka data disimpulkan
berdistribusi tidak normal terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Ringkasan Normalitas Kemampuan Refleks Menghindari Jurang
Jumlah n
Α
L0
Ltabel
25
0,05
0,2589
0,173
Hasil perhitungan data sistem motorik menghindari jurang pada mencit
jantan melalui uji homogenitas menggunakan uji F (Fishers) menghasilkan Fhitung
> Ftabel (17,75 > 6,39), sehingga disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak
homogen dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Ringkasan Homogen Kemampuan Refleks Menghindari Jurang
Db
X2hitung
X2tabel
4
17,75
6,39 5%
17,75
15,98 1%
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Hhitung < Htabel (1,6154 < 9,49) ,
sehingga dapat disimpulkan data yang diperoleh tidak berpengaruh signifikan
secara analisis statistik berdasarkan uji Kruskall Wallis yang dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4
Ringkasan Kruskall Wallis Kemampuan Refleks Menghindari Jurang
N
Hhitung
Htabel
4
1,6154
9,49
2. Uji Refleks Geotaksis Negatif (Uji Bidang Miring)
Hasil pengamatan antara perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 menunjukan data
tidak normal ketika diuji Normalitas dengan uji Liliefors. Hasil perhitungan
Liliefors menunjukkan Lo > Ltabel (0,2451 > 0,173), maka data disimpulkan
berdistribusi tidak normal terlihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Ringkasan Normalitas Refleks Bidang Miring
Jumlah n
Α
L0
Ltabel
25
0.05
0,2451
0,173
Hasil perhitungan data sistem motorik uji bidang miring pada mencit jantan
melalui uji homogenitas menggunakan uji F (Fishers) menghasilkan Fhitung > Ftabel
(0,3 > 6,39). Dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi homogen. Dapat dilihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Ringkasan Homogen Refleks Bidang miring
X2hitung
X2tabel
0,3
6,39 5%
0,3
15,98 1%
Db
4
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa Hhitung < Htabel (0,6923 < 9,49)
sehingga dapat disimpulkan data yang diperoleh tidak berpengaruh signifikan
secara analisis statistik berdasarkan uji Kruskall Wallis yang dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.7
Ringkasan Kruskall Wallis Refleks Bidang Miring
N
4
Hhitung
0,6923
Htabel
9,49
3. Lokomosi Bergelantung
Adapun data hasil perhitungan pengaruh air rebusan daun supit kijang
terhadap gerak motorik mencit jantan pada uji bergelantung menunjukan data
tidak normal ketika diuji Normalitas dengan uji Liliefors dimana dalam
perhitungan Liliefors menghasilkan Lo > Ltabel (-0,2129< 0,173). Dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal. Dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Ringkasan Normalitas Lokomosi Bergelantung
Jumlah n
Α
L0
Ltabel
25
0,05
0,2129
0,173
Pada uji homogenitas menggunakan uji F (Fishers) menghasilkan Fhitung >
Ftabel (20,4> 6,39). Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak homogen. Dapat dilihat pada
tabel 4.9.
Tabel 4.9
Ringkasan Homogen Lokomosi Bergelantung
Db
X2hitung
X2tabel
4
20,4
6,39 5%
20,4
15,98 1%
Data pengamatan pengaruh air rebusan daun supit kijang antara kelompok
perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4 menunjukkan bahwa Hhitung < Htabel (6,5557 <
9,49), sehingga dapat disimpulkan data yang diperoleh tidak berpengaruh
signifikan secara analisis statistik berdasarkan uji Kruskall Wallis yang dapat
dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10
Ringkasan Kruskall Wallis Lokomosi Bergelantung
N
Hhitung
Htabel
4
6,5557
9,49
4. Lokomosi Berenang
Data hasil pengamatan antara P0, P1, P2, P3 dan P4 menunjukkan data yang
tidak normal ketika di uji dengan uji normalitas dengan menggunakan uji Liliefors
dimana dalam perhitungan tersebut memperlihatkan L0>Ltabel (0,2114>0,173).
Hal tersebut menyatakan bahwa H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi tidak normal sebagaimana terlihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11
Ringkasan Normalitas Lokomosi Berenang
Jumlah n
Α
L0
Ltabel
25
0,05
0,2114
0,173
Hasil perhitungan data uji bergelantung melalui uji homogenitas
menggunakan uji F (Fishers) menghasilkan Fhitung > Ftabel (76,14> 6,39). Oleh
karena Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa
data berdistribusi tidak homogen. Dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Ringkasan Homogen Lokomosi Berenang
Db
4
X2hitung
76,14
76,14
X2tabel
6,39 5%
15,98 1%
Data pengamatan pengaruh air rebusan daun supit kijang terhadap gerak
motorik uji berenang pada mencit jantan antara kelompok perlakuan P0, P1, P2,
P3, dan P4 menunjukkan Hhitung < Htabel (8,7138 < 9,49), sehingga dapat
disimpulkan data yang diperoleh tidak berpengaruh signifikan secara analisis
statistik berdasarkan uji Kruskall Wallis yang dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13
Ringkasan Kruskall Wallis Lokomosi Berenang
N
Hhitung
Htabel
4
8,7138
9,49
PEMBAHASAN
Senyawa kimia yang terkandung dalam air rebusan daun supit kijang
merupakan hasil metabolisme berupa metabolit primer dan sekunder. Ahli kimia
menyatakan bahwa senyawa kimia dari tumbuhan yang berkaitan dengan
metabolit sekunder saja yang pada umumnya senyawa bioaktif seperti alkaloid,
flavonoid, steroid (sikloartenol pada tumbuhan), terpenoid, saponin, dan tanin
(Rizal, 2011:43). Secara umum fungsi dari alkaloid adalah sebagai racun, steroid
sebagai hormon, flavonoid sebagai antioksidan, terpenoid dapat digunakan
sebagai antiseptic dan untuk penyakit diabetes, saponin berperan menghasilkan
rasa pahit.
1. Uji Kemampuan Refleks Menghindari Jurang
Hasil analisis statistik penelitian dengan uji Kruskall Wallis menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh air rebusan daun supit kijang (Tetracera indica)
terhadap gerak motorik menghindari jurang. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak
adanya pergerakan yang abnormal terhadap mencit jantan saat dilakukan uji
menghindari jurang dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing mencit.
Hasil penelitian uji menghindari jurang menunjukan bahwa persentase gerak
motorik tercepat mencapai 2 pada perlakuan P4 dengan suplemen Ekstra Joss.
Selanjutnya tercepat kedua mencapai 3 pada perlakuan P2 dengan 5 gram supit
kijang. Kemudian tercepat ketiga dan keempat mencapai 6 pada perlakuan P1 dan
P3 dengan dosis daun supit kijang 2 dan 10 gram. Sedangkan pergerakan paling
lambat mencapai 10 pada perlakuan P0 tanpa dosis daun supit kijang dan Ekstra
Joss.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa air rebusan daun supit kijang yang
mengandung flavonoid akan meningkatkan c-AMP pada mencit jantan untuk
mempengaruhi kinerja motorik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini tidak
menunjukkan pengaruh yang bermakna terhadap sistem gerak motorik
menghindari jurang pada mencit jantan. Dalam hal ini, senyawa flavonoid
mempunyai bioaktivitas stimulan yang dapat mempengaruhi aktivitas motorik
(Robinson, 1995:68). Flavonoid tersebut dapat meningkatkan c-AMP yang
menyebabkan semakin banyak impuls yang dikirimkan maka akan mempengaruhi
kinerja sistem gerak motorik. Namun, berdasarkan kemungkinan dosis yang
digunakan dalam penelitian ini tidak melebihi ambang batas yang tidak baik jika
digunakan sehingga tidak mempengaruhi gerak motorik pada mencit jantan.
2. Uji Refleks Geotaksis Negatif (Uji Bidang Miring)
Dari hasil analisis penelitian uji bidang miring menunjukan hasil yang tidak
signifikan pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4. Hasil penelitian menunjukan
bahwa persentase gerak motorik terendah mencapai 1 pada perlakuan P0 tanpa
dosis supit kijang dan obat Ekstra Joss. Sedangkan tertinggi mencapai 2 pada
perlakuan P1, P2, P3 dan P4 dengan dosis daun supit kijang dan Ekstra Joss.
Dari penelitan uji bidang miring diketahui bahwa air rebusan daun supit
kijang tidak berpengaruh terhadap gerak motorik mencit, yang mana ditunjukkan
dengan pergerakan normal pada refleks geotaksis negatif mencit jantan. Hal ini
dimungkinkan karena kandungan flavonoid yang bersifat antioksidan yang dapat
mengendalikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh (Nababan, 2015:275).
Pada hasil penelitian bidang miring memang menunjukkan hasil yang kurang
signifikan. Akan tetapi dari data yang diperoleh juga memperlihatkan bahwa
dengan meningkatnya jumlah dosis yang diberikan maka semakin meningkat pula
pergerakan mencit menaiki papan dibandingkan perlakuan kontrol negatif.
3. Lokomosi Bergelantung
Berdasarkan hasil analisis penelitian uji bergelantung pada mencit
menunjukan hasil yang tidak signifikan pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4. Hasil
penelitian menunjukan bahwa persentase gerak motorik terendah mencapai 9 pada
perlakuan P3 (10 gram supit kijang). Terendah kedua mencapai 10 pada perlakuan
P2 (5 gram supit kijang). Terendah keempatmencapai 14 pada P0 (aquades) dan
P2(2 gram supit kijang). Dan yang tertinggi mencapai 23 pada perlakuan P1 (extra
joss).
Dari penelitan uji bergelantung diketahui bahwa air rebusan daun supit
kijang tidak berpengaruh signifikan terhadap gerak motorik mencit yang ditandai
dengan pergerakan normal. Hal ini disebabkan karena kandungan flavonoid yang
terdapat dalam air rebusan daun supit kijang. Senyawa flavonoid yang bersifat
antioksidan mampu mengikat senyawa radikal bebas (toksis) dan mampu
mendetoksifikasi senyawa berbahaya serta mampu menghambat kerusakan
jaringan sistem motorik (Nababan, 2015:280). Hasil penelitian uji bergelantung
menunjukkan bahwa kelompok P4 (extra joss) sangat berpengaruh terhadap
ketahanan lamanya mencit bergelantung. Namun pada kelompok perlakuan
lainnya belum menunjukkan pengaruh yang signifikan.
4. Lokomosi Berenang
Berdasarkan hasil analisis penelitian uji berenang menunjukan hasil yang
tidak signifikan pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4. Hasil penelitian menunjukan
bahwa persentase gerak motorik tertinggi mencapai 18 pada perlakuan P2 (5 gram
supit kijang). Tertinggi kedua mencapai 26 pada perlakuan P1 (2 gram supit
kijang). Tertinggi ketiga mencapai 27 pada perlakuan P3(10 gram supit kijang).
Tertinggi keempatmencapai 29 pada perlakuan P0 tanpa dosis daun supit kijang
dan ekstra joss.. Dan yang paling tinggi mencapai 38 pada perlakuan P4 (ekstra
joss).
Dari uraian diatas diketahui bahwa air rebusan daun supit kijang tidak
berpengaruh signifikan terhadap motorik uji berenang terhadap mencit jantan. Hal
ini disebabkan karena kandungan flavonoid yang bersifat antioksidan sehingga
tidak berpengaruh terhadap motorik mencit (Nababan, 2015:283). Hasil penelitian
uji berenang menunjukkan bahwa kelompok P4 (14 gram extra joss) memiliki
kemampuan yang baik. Namun pada kelompok perlakuan lainnya tidak
menunjukkan pengaruh yang berarti, hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan
berenang yang masih normal. Namun, dari data yang diperoleh memperlihatkan
semakin naik dosis yang diberikan maka semakin lama pula mencit dapat
bertahan berenang di permukaan air.
Dari semua pengamatan gerak motorik yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa semua hewan uji tidak mengalami gangguan motorik yang ditandai dengan
pergerakan normal dari setiap kelompok hewan uji. Berdasarkan beberapa asumsi
tersebut dapat disimpulkan bahwa flavonoid baik apabila digunakan sebagai obat
dengan efek samping yang tidak terlalu berarti terhadap gerak motorik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai pengaruh air rebusan
daun supit kijang (Tetracera indica) terhadap gerak motorik mencit yang telah
diuji menggunakan Uji Kruskall Wallis menyatakan bahwa air rebusan daun supit
kijang tidak pengaruh terhadap gerak motorik mencit Swiss webster jantan.
Namun, jika dilihat dari perbandingan rata-rata perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4,
yang paling tinggi adalah perlakuan P4 dan paling rendah adalah perlakuan P0.
SARAN
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu:
1. Bagi Masyarakat
Pemanfaatan daun supit kijang (Tetracera indica) sebagai tanaman obat
tidak boleh terlalu berlebihan agar tidak menimbulkan gangguan pada gerak
motorik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya perlu digunakan metode pengekstraksian daun
supit kijang (Tetracera indica) yang lebih baik agar kandungan zat dalam daun
supit kijang (Tetracera indica) dapat tersari dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Muslihah. 2005. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Nababan, Nova C. Dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak daun Honje Hutan
Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M.Sm Terhadap Gejala Parkinsonisme
Pada Mencit Mus musculus L (1758) Swiss webster Yang Telah Disuntik
Paraquat. UNIB.
Nugroho, L.A. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Apforgen
NewsLetter Edisi 2 Tahun 2010. http://www.forplan.or.id. Diakses 10 Nov
2016-11-15.
Prakash, D., dan Gupta, K.R. 2009. The Antioxidant Phytochemicals of
Nutraceutical Importance. The Open Nutraceuticals Journal 2 : 20-35.
Rizal, S. 2011. Metabolit Sekunder. http://www.kutipanbuku.com. Diakses 28
November 2017.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi Edisi
Keempat. Bandung: ITB Press.
Wijayanti. 2008. Uji Aktivitas Mukolitik Infusa Daun Pare (Momordica charantia
L.) Pada Mukus Usus Sapi Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Farmasi
UMS. Tidak diterbitkan.
Download