BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. ShiftKerja a. Pengertian shift kerja Menurut Setyawati (2010) menyatakan pekerja dengan shiftadalah seseorang yang bekerja di luar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Pengertian lain dari shift kerja adalah pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai tambahan kerja pagi dan siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Nurmianto (2004) mendefinisikan pekerja shift adalah seseorang yang bekerja di luar jam normal dalam seminggu. b. Pembagian shift kerja Setyawati (2010) mendapati lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam penetuan shift kerja, yaitu: 1) Jenis shift kerja pagi, siang, dan malam. 2) Panjang waktu tiap shift kerja. 3) Waktu dimulai dan diakhrinya suatu shift kerja. 4) Distribusi waktu istirahat. 5) Arah perubahan shift kerja. Macam shift kerja ada dua macam, yaitu shift kerja berputardan shift kerja tetap. Merancang shift harus diperhatikan bahwa kekurangan istirahat atau tidur ditekan sekecil mungkin sehingga dapat mengurangi kelelahan kerja disamping menyediakan waktu untuk keharmonisan kehidupan keluarga maupun kontak sosial di masyarakat (Setyawati, 2010). 2. Jam Kerja Jam kerja adalah waktu yang ditentukan untuk melakukan pekerjaan (Hurriyati, 2013). Harrington (2001) menyatakan bahwa lamanya jam kerja berlebih dapat meningkatkan human error atau kesalahan kerja karena kelelahan yang meningkat dan jam tidur yang berkurang. Pengemudi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya memegang kemudi untuk mengatur arah perjalanan perahu, mobil, pesawat terbang, dan sebagainya. Pemerintah mengatur perihal pengemudi dan pengemudi cadangan pada bus atau angkutan umum yang mempunyai trayek lebih dari 300 km dan atau lebih dari 6 jam perjalanan sesuai waktu kerja, waktu istirahat dan pergantian pengemudi. Hal tersebut tercantum pada peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, Pasal 240 dan 241yang isinya sebagai berikut: a. Pasal 240 1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi kendaraan umum. 2) Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah 8 (delapan) jam sehari. 3) Pengemudi kendaraan umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut, harus diberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam. 4) Dalam hal-hal tertentu pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dipekerjakan menyimpang dari waktu kerja 8 (delapan) jam sehari, tetapi tidak boleh lebih dari 12 (dua belas) jam sehari termasuk istirahat 1 (satu) jam. 5) Penyimpangan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku bagi pengemudi kendaraan umum yang mengemudikan kendaraaan umum angkutan antar kota. 6) Pengemudi kendaraan umum wajib mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). b. Pasal 241 1) Pengusaha angkutan umum yang mengoperasikan kendaraannya lebih dari waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) harus menyediakan pengemudi pengganti. 2) Pengusaha angkutan umum harus melakukan penggantian pengemudi dengan pengemudi pengganti setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) dilampaui Dalam pelaksanaannya, peraturan mengenai waktu kerja untuk trayek yang menengah atau pendek selama delapan jam dapat ditaati. Namun ketaatan untuk trayek panjang sangat kurang, diperburuk oleh kurangnya kontrol dari aparat. Berbagai studi menyebutkan, terjadi kesalahan pemahaman terhadap perundangan tersebut, misalnya untuk bus antar kota, antar propinsi dan antar pulau. Contohnya bus SurabayaYogyakarta-Surabaya yang perjalanannya dilakukan selama sedikitnya 16 jam, sehingga seharusnya ada dua shift sepanjang perjalanan antar dua kota tersebut. Dalam pelaksanaannya terdapat dua pengemudi, tetapi mereka bekerja secara bersamaan, setiap empat jam istirahat kemudian dilanjutkan pengemudi kedua pada jam kesembilan, pengemudi pertama istirahat di bangku paling depan atau tidur di bangku paling belakang. Di lapangan juga ditemukan perusahaan yang hanya menggunakan satu sopir bekerja sepanjang perjalanan (Christwoyanto, 2015). 3. Tekanan darah a. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan dinding pembuluh darah tersebut. Bila orang mengatakan bahwa tekanan darah 50 mmHg, ini menunjukkan bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mmHg (Guyton dan Hall, 2007). Menurut Palmer dan William (2007) tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah tergantung pada curah jantung dan resistensi perifer total (Sherwood, 2001). Curah jantung atau jumlah darah yang dipompa oleh jantung tiap menit dipengaruhi oleh denyut jantung, isi sekuncup, dan aliran balik vena. Pengaruh denyut jantung terhadap curah jantung tergantung dari keseimbangan rangsangan simpatis dan parasimpatis. Rangsang simpatis dapat meningkatkan denyut jantung sedangkan rangsang parasimpatis memberikan pengaruh sebaliknya. Isi sekuncup adalah jumlah darah yang dapat dikeluarkan oleh ventrikel di tiap denyutnya. Isi sekuncup dipengaruhi oleh volume akhir diastolik, total tahanan perifer dan kekuatan kontraksi ventrikel (Guyton dan Hall, 2007). Resistensi perifer merupakan tahanan pembuluh darah (terutama arteriol) terhadap tekanan darah. Resistensi ini terutama dipengaruhi oleh jari-jari pembuluh darah dan viskositas darah. Apabila viskositas darah meningkat akan menyebabkan peningkatan resistensi dan apabila jari-jari pembuluh darah semakin kecil maka resistensi semakin besar. Panjang pembuluh darah pada persamaan diatas tidak mempunyai pengaruh yang besar karena pembuluh darah didalam tubuh relatif konstan (Guyton dan Hall, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi jari-jari pembuluh darah yaitu faktor intrinsik (berupa perubahan metabolik lokal dan pengeluaran histamin) dan faktor ekstrinsik (berupa kontrol saraf dan hormon). Perubahan metabolik yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos arteriol (vasodilatasi) adalah peningkatan karbondioksida (CO2) dan asam serta osmolaritas, penurunan oksigen (O2), pengeluaran prostaglandin dan adenosin. Peningkatan aktifitas simpatis menimbulkan vasokonstriksi arteriol di mana serat-serat saraf ini mempersarafi otot polos arteriol di seluruh tubuh, kecuali di otak. Hormon yang berpengaruh terhadap jari-jari pembuluh adalah norepinefrin dan epinefrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal yang dirangsang oleh adanya perangsangan simpatis. Selain itu, hormon angiotengsin II dan vasopressin menyebabkan adanya resistensi garam serta air dan vasokontriksi pembuluh darah (Silbenagi dan Lang, 2007). b. Klasifikasi Tekanan Darah Tabel 1.Klasifikasi Tekanan Darah Joint National Committee VII Klasifikasi Tekanan sistole Tekanan diastole (mmHg) (mmHg) Normal < 120 < 80 Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89 Stadium I 140 – 159 90 – 99 Stadium II ≥ 160 ≥ 100 The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Bickley dan Szilagyi (2013) mengelompokkan tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi stadiumI dan stadium II. c. Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah 1) Usia Kondisi kardiovaskuler mengalami penurunan pada usia lanjut sehingga mudah mengalami gangguan fungsi (Bickley dan Szilagyi, 2013). Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya usia maka tekanan darah semakin tinggi, sebagain oleh karena timbulnya arteriosklerosis. 2) Jenis kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiostensin. Secara umum tekanan darah laki-laki lebih tinggi dari perempuan (Purwanto, 2012). 3) Indeks Massa Tubuh (IMT) Orang dengan IMT lebih dari 25 kg/m2,termasuk dalam kategori overweight, cenderung memiliki resiko hipertensi yang lebih tinggi (Bickley dan Szilagyi, 2013). 4) Aktivitas Fisik Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktivitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik membantu mengontrol tekanan darah. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah (Purwanto, 2012). 5) Merokok Merupakan faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler. Zat-zat kimia dalam asap rokok terserap ke dalam aliran darah dan membuat pebuluh darah menyempit serta membuat sel darah merah menjadi lebih lengket sehingga mudah membentuk gumpalan. Jumlah rokok yang dihisap juga berpengaruh, risikonya meningkat sesuai tingkat konsumsi, yaitu ringan (<10 batang sehari), sedang (10-20 batang sehari), dan perokok berat (>20 batang sehari) (Davidson, 2003). 6) Konsumsi Alkohol Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi (Bickley dan Szilagyi, 2013). 7) Keturunan Faktor genetik dalam hipertensi termasuk golongan multifaktor, yaitu interaksi sejumlah gen dengan faktor lingkungan(Murray, 2003). Secara umum bila dalam satu keluarga ada yang menderita hipertensi pada anggota keluarga yang lainnya di masa mendatang juga dapat meningkat (Kusmana,2009). 8) Kondisi Psikis Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis seseorang yang mengalami stress atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ditandai dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan otot. Selain itu stres juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot-otot angka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan (Guyton dan Hall, 2007). 9) Asupan a) Asupan Natrium Natrium (Na) adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg/L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan konraksi otot (Purwanto,2012). b) Asupan kalium Kalium (K) merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium kebalikan dengan Na. Konsumsi K yang banyak akan meningkatkan konsentrasi di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah (Purwanto, 2012). d. Pengukuran tekanan darah Menurut Siauw (1994) pengukuran tekanan darah dapat diukur dengan alat pengukur tekanan darah elektronik dari sejumlah merk yang banyak digunakan di rumah-rumah. Pada umumnya alat pengukur tekanan darah dapat digolongkan dalam dua macam : 1) Alat mekanik yaitu yang memerlukan pemakai mendengarkan bunyi melalui stetoskop dan kemudian melihat pengukur presure gauge, alat pengukur ini bisanya disebut aneroid dan pengukur yang menggunakan kolom air raksa disebut sphygmomanometer. 2) Alat elektronik yang memakai baterai dan penunjukkannya secara digital . Tekanan darah perorangan dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik/diastolik, contohnya 120/80. Tekanan darah sistolik mewakili tekanan di arteri-arteri ketika otot jantung berkontraksi dan memompa darah ke dalamnya. Tekanan darah diastolik mewakili tekanan di arteri-arteri ketika otot jantung mengendur setelah ia berkontraksi (Ningsih, 2012). 4. Hipertensi a. Definisi Hipertensi Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat (Staessen et al., 2003). Tekanan darah normal tinggi (prehipertensi) yaitu sistolik 130 – 139 mmHg, diastolik 85 – 89mmHg mempunyai resiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah optimal sistolik < 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika sistolik/diastolik 140/90 mmHg (Suyono, 2001). b. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai kurang lebih 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi (Lany, 2005). 1) Hipertensi Primer Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambah umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan termasuk kategori ini. 2) Hipertensi Sekunder Hipertensi yang diketahui penyebabnya yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti hipertensi karena penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Kaplan, 2004). c. Gejala Hipertensi Penyempitan pembuluh nadi atau arteriosklerosis merupakan gejala awalyang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam arteriosklerosis, darah dipaksa melewati jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Wirakusumah, 2002). Hipertensi akan memberi gejala lanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pada pembuluh darah jantung), serta penyempitan ventrikel kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain itu dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes melitus, dan sebagainya (Yundini, 2006). Menurut Corwin (2001), sebagian besar orang hipertensi tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestesi klinis timbul setelah bertahun-tahun, yang berupa; 1) nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah; 2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina; 3) ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf; 4) nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus; 5) edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. d. Faktor Risiko Hipertensi Faktor resiko hipertensi dibedakan atas faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol dan faktor yang dapat diubah atau dikontrol. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol adalah; 1) umur; 2) jenis kelamin; 3) riwayat keluarga; 4) genetik (Staessen, 2003; Sheps, 2005). Sedangkan faktor yang dapat diubah/dikontrol adalah 1) Kebiasaan merokok, 2) Konsumsi garam, 3) Konsumsi lemak jenuh, 4) Konsumsi minum beralkohol, 5) Obesitas, 6) Aktifitas fisik, dan 7) Stress (Nurkhalida, 2003; Sheps, 2005; Kaplan, 2004; Yundini, 2006). e. Diagnosis Hipertensi 1) Anamnesis Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyaklit jantung koroner,penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain-lain) (Mansjoeret al, 2006). 2) Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral (Mansjoeret al, 2006). 3) Pemeriksaan Penunjang penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi yang bertujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pemeriksaan yang mungkin dibutuhkan seperti urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, guia darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakuakan pemeriksaan lain, sperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardografi (Mansjoeret al, 2006). 5. Hubungan Jam Kerja dan Shift Kerja dengan Tekanan Darah Menurut Nasri dan Moazenzadeh (2006), kelompok populasi yang memiliki resiko hipertensi yang besar salah satunya adalah sopir bus. Jam kerja yang tinggi dan shift kerja yang tidak teraturdiduga menjadi faktor terjadinya hipertensi. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Yang et al. (2006) menunjukkan bahwa lama jam kerja mempengaruhi pada kejadian hipertensi yang disebabkan stress kerja. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat bekerja, seperti paparan panas, debu, ataupun asap, sehingga jika terpapar dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan stres kerja, sedangkan stresmerupakan salah satu faktor risiko penyakit hipertensi. Shift kerja yang tidak teratur juga berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dan dalam hal ini berhubungan dengan irama circandian rhythm. Circandian rhytm berasal dari bahasa latin, yaitu circa yang berarti putaran dan dies yang berarti hari (circandian = kira-kira dalam satu hari). Secara praktis, semua fungsi fisiologis dan psikologis manusia digambarkan sebagai sebuah irama selama periode waktu 24 jam, dan menunjukkan adanya fluktuasi harian. Fungsi tubuh yang ditandai oleh circardian adalah tidur, kesiapan untuk kerja, temperatur tubuh, detak jantung dan tekanan darah. Semua fungsi manusia tersebut menunjukkan siklus harian yang teratur.Shift kerja yang tidak teratur atau shift kerja malam dapat menimbulkan akibat yang cukup menggangu, khususnya apabilamengalami kurang tidur(Setyawati,2010). Menurut Nurmianto (2004) mempertegas dalam artikelnya yang berjudul Shift Work and IIIHealthmenyebutan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circandian Learning Center di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa para pekerja shift, terutama bekerja di malam hari, dapat terkena berbagai permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan ini antara lain: gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Menurut Setyawati (2010), mengutarakan beberapa pengaruh shift kerja terhadap tubuh sebagai berikut : a. Ada pengaruh pada kualitas tidur. Tidur pada siang hari tidak seefektif tidur pada malam hari biasanya dibutuhkan dua hari istirahat sebagai kompensasi kerja pada malam hari. b. Kapasitas kerja fisik saat bekerja pada malam hari kurang. c. Shift kerja pada malam hari juga mempengaruhi kapasitas mental. d. Gangguan kejiwaan dapat terjadi pada pekerja shift malam. e. Ganguan pencernaan dapat terjadi pada pekerja shift malam hari. Selain jam kerja dan shift kerja, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada sopir bus. Penelitian Chiron (1989) yang menemukan bahwa hipertensi, obesitas, dan merokok adalah masalah kesehatan bagi para sopir truk. Penelitian Yasushi (2000) di Jepang menyebutkan bahwa faktor-faktor resiko terjadinya hipertensi pada supir truk adalah umur, merokok, minuman alkohol, dan IMT. Disamping itu, kebiasan sopir bus minum minuman yang mengandung kafein juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit hipertensi. B. Kerangka Pemikiran Status gizi Shift kerja Lama Kerja Kelelahan Kebiasaan merokok Alkohol dan kafein Tingkat Stress Perubahan Aktifitas Hypotalamus Resistensi Leptin Eksresi Vasopressin dan CRF Saraf Simpatis Mengaktifkan Sekresi Adrenalin Mengaktifkan Modula Adrenal Hiperleptinia Konsumsi garam Nikotin Gangguan Metabolisme lemak usia RetensiNatrium+Air Penyempitan pembuluh darah VolumePlas ma Naik Sistem Vasomotor Curah Jantung Sistem Hemodinamik Tahanan Perifer Status Tekanan Darah Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran. Keterangan : : Di teliti : Tidak di teliti Konsumsi lemak C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara lama kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota. Semakin lama jam kerja, semakin tinggi rata–rata tekanan darah sopir bus antar kota. 2. Ada hubungan antara shift kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota. Sopir bus antar kota yang bekerja di malam hari rata–rata memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada yang bekerja di siang hari.