UJI ANTIMIKROBA ISOLAT KAPANG TANAH WONOREJO SURABAYA Septia Arisanti *), Nengah Dwianita Kuswytasari1), Maya Shovitri1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antimikroba 34 isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya terhadap bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan kelompok bakteri Coliform), bakteri Gram positif (Bacillus subtilis), dan yeast (Saccharomyces cerevisiae). Kemampuan antimikroba dideteksi dengan modifikasi uji antagonisme dual culture pada medium Potato Dextrose Agar (PDA). Hasil menunjukkan bahwa genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Fusarium, dan Trichoderma menghambat E. coli; genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Exophiala, Stachybotrys, dan Acremonium menghambat B. subtilis; hanya genus Aspergillus yang menghambat kelompok bakteri Coliform; dan genus Scopulariopsis, Penicillium, Trichoderma, dan Absidia menghambat yeast S. cerevisiae. Kata kunci: uji antimikroba, zona bening, kapang tanah ABSTRACT This study was aimed to an examine antimicrobial activity of 34 soil molds isolates from the Wonorejo Surabaya on the growth of Gram negatif bacteria (Escherichia coli and Coliform), Gram positif bacteria (Bacillus subtilis) and yeast (Saccharomyces cerevisiae). The result showed that genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Fusarium, and Trichoderma were able to inhibit E. coli; while genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Exophiala, Stachybotrys, and Acremonium inhibit B. subtilis; further on only genus Aspergillus could inhibit group of Coliform bacteria); and genus Scopulariopsis, Penicillium, Trichoderma, and Absidia inhibited the growth of yeast S. cerevisiae. Key word : antimicrobial assay, clearing zone, soil mold *Corresponding Author Phone: 08563005989 1 Alamat sekarang : Jurusan Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya I. PENDAHULUAN Mikroba adalah organisme berukuran mikroskopis yang antara lain terdiri dari bakteri, fungi dan virus (Waluyo, 2009). Dalam interaksinya dengan manusia, mikroba tersebut ada yang bersifat merugikan. Contohnya bakteri patogen Escherichia coli dan kelompok bakteri Coliform dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (Waluyo, 2009). Kapang dan khamir menyebabkan penyakit karena menghasilkan racun (mikotoksin) dan menginfeksi permukaan tubuh serta menyerang jaringan dalam tubuh (Gandjar, 2006). Salah satu upaya untuk melawan mikroba tersebut adalah dengan menggunakan mikroba lain yang mempunyai sifat antagonis (antimikroba) sebagai pengganggu atau penghambat metabolisme mikroba lainnya. Mikroba antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba tersebut dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lainlain (Baker dan Cook, 1974). Senyawa antimikroba tersebut dapat digolongkan sebagai antibakteri atau antifungi (Pelczar dan Chan, 2005). Mikroba yang memiliki kemampuan antimikroba dan menghasilkan senyawa antimikroba adalah bakteri, aktinomycetes, dan kapang (Radji, 2005; Tortora et al., 2002). Aktinomycetes dan kelompok bakteri, seperti kelompok bakteri asam laktat dan bakteri Gram positif telah banyak diteliti dan dikenal sebagai sumber berbagai senyawa antimikroba (Hoover and Chen 2003). Kapang tanah yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah genus Aspergillus, Penicillium, Paecilomyces, Trichoderma (Gandjar, 2006), dan Fusarium (Nemec et al., 1963). Genus-genus kapang tanah lainnya yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba masih belum banyak diteliti. Sehingga, sesuai dengan pendapat Gandjar (2006), skrining isolat-isolat kapang tanah baru terutama dari berbagai daerah di Indonesia masih harus terus dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai agen antimikroba. Dalam penelitian Kuswytasari et al. (2011), telah berhasil diisolasi dan dipurifikasi isolat kapang tanah dari Wonorejo Surabaya. Isolat tersebut telah menjadi koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi ITS. Wonorejo Surabaya merupakan salah satu kawasan mangrove di Indonesia dan termasuk ke dalam area Pantai Timur Surabaya dengan jenis substrat berlumpur (Hawatofat, 2006), yang kaya bahan organik yang dibutuhkan kapang tanah untuk melangsungkan metabolismenya (Rao, 1994). Sebagai perbandingan, Gandjar (2006) melaporkan bahwa pada daerah hutan mangrove di Jakarta terdapat kapang tanah genus Aspergillus, Paecilomyces, Penicillium, dan Trichoderma yang memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri dan yeast Namun potensi isolat-isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya khususnya sebagai antimikroba belum diketahui, sehingga pada penelitian ini dilakukan uji kemampuan antimikroba. II. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2011 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi FMIPA ITS Surabaya. Subkultur Isolat 1. Isolat Kapang Tanah Wonorejo Surabaya dan Yeast Saccharomyces cerevisieae Tiga puluh empat isolat murni kapang tanah dari kawasan Wonorejo Surabaya (koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS) yang terdiri dari 17 genus kapang, yaitu Aspergillus, Fusarium, Penicillium, Paecilomyces, Verticillium, Trichoderma, Scopulariopsis, Curvularia, Stachybotrys, Gliocladium, Gliomastix, Acremonium, Chaetomium, Mortierella, Absidia, Exophiala dan Cephaliophora diinokulasi ke dalam 1 tabung reaksi berisi medium padat Potato Dextrose Agar (PDA) miring dan 1 cawan Petri berisi medium padat Potato Dextrose Agar (PDA) secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar (30°C) selama 3 hari. Selanjutnya tabung biakan kapang tanah disimpan dalam lemari es pada suhu 4°C untuk kultur stok. Biakan kapang tanah dalam cawan Petri sebagai kultur kerja, diinkubasi kembali hingga 7 hari. Isolat murni S. cerevisieae diinokulasi ke dalam 2 tabung reaksi berisi medium padat Potato Dextrose Agar (PDA) miring secara duplo secara aseptis dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya satu tabung biakan digunakan untuk kerja, sedangkan satu tabung lainnya untuk sediaan biakan juga disimpan dalam lemari es pada suhu 4°C 2. Isolat Bakteri Lawan Escherichia coli dan Bacillus subtilis Isolat bakteri E. coli dan B. subtilis (koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Biologi ITS) diinokulasi ke dalam 2 tabung reaksi berisi medium padat Nutrient Agar (NA) miring secara duplo dan aseptis, kemudian diinkubasi dalam inkubator (Memmert, BE-300®, Jerman) pada suhu 37°C selama 24 jam. Selanjutnya satu tabung digunakan untuk kerja, sedangkan satu tabung lainnya untuk sediaan biakan yang disimpan dalam lemari es pada suhu 4°C. Persiapan Kultur Uji 1. Inokulum Bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis Secara aseptis satu ose isolat bakteri dari kultur kerja yang berumur 24 jam diinokulasikan pada 50 ml medium nutrient broth (NB) dalam erlenmeyer 100 ml. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang (± 30°C) dengan goyangan 100 rpm di atas rotary shaker (Health, H-M-SR®) selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat pada tiap bakteri lawan dalam akuades steril. Kemudian kedua starter inokulum bakteri E. coli dan B. subtilis dihitung jumlah selnya dengan menggunakan Haemacytometer Improved Neubauer hingga didapatkan jumlah sel sebesar 106 sel/ml . 2. Inokulum Kelompok Bakteri Coliform Secara aseptis sebanyak 1 ml sampel air sungai Kali Mas yang diambil dari Kawasan Taman Prestasi Surabaya, diinokulasikan dalam 9 ml medium BGLBB secara duplo sebagai kultur stok dan kultur kerja. Kemudian diinkubasi pada inkubator (Memmert, BE-300®, Jerman) pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian untuk kultur stok kelompok bakteri Coliform disimpan dalam lemari es pada suhu 4°C, dan untuk kultur kerja kelompok bakteri Coliform dihitung jumlah selnya dengan menggunakan Haemacytometer Improved Neubauer hingga didapatkan jumlah sel sebesar 106 sel/ml. 3. Inokulum Yeast (Saccharomyces cereviciae) Suspensi S. cerevisiae disiapkan dengan menginokulasi 1 ose isolat murni ke dalam 100 ml YEMES broth dan diinkubasi pada suhu ruang (± 30°C) dengan goyangan 100 rpm di atas rotary shaker (Health, H-M-SR®) selama 24 jam (Petersson, et al.,1995). Jumlah sel S. cerevisiae dihitung dengan enumerasi pada Haemacytometer Improved Neubauer hingga diperoleh jumlah sel sebesar 106 sel per ml. Uji Penghambatan Pertumbuhan Uji ini dilakukan dengan metode modifikasi antagonisme dual culture. Uji ini untuk mendeteksi sekresi senyawa antimikroba dari isolat kapang dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri dan yeast lawan. Bakteri Gram negatif digunakan E. coli dan kelompok bakteri Coliform, sedangkan Bakteri Gram positif digunakan B. subtilis, untuk perwakilan fungi digunakan S. cerevisiae. Cotton bud steril dicelupkan ke dalam suspensi E. coli, B. subtilis, kelompok bakteri Coliform, dan S. cerevisiae.dengan konsentrasi sel masingmasing sebesar 106 sel/ml. Kemudian dengan menggunakan metode usap (swab method) diinokulasikan pada medium padat PDA dalam cawan Petri. Diinokulasikan pula 1 koloni isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya berdiameter 1 cm di tengah cawan Petri. Cawan Petri diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Kontrol perlakuan berupa satu cawan Petri yang hanya diinokulasi dengan isolat bakteri uji dan satu cawan Petri yang diinokulasi kapang tanah Wonorejo Surabaya saja. Pengamatan tentang ada tidaknya zona bening, diameter zona bening dan diameter koloni pada tiap kapang dilakukan setiap 24 jam selama 7 hari. Rasio antara diameter zona bening dan diameter koloni kapang disebut sebagai rasio penghambatan pertumbuhan isolat mikroba lawan sebagai indikator sekresi senyawa antimikroba dari isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya. Rancangan Penelitian dan Analisa Data Setiap isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya diuji antimikroba terhadap empat mikroba lawan, masingmasing dilakukan tiga kali ulangan dan data dianalisa secara deskriptif. Parameter yang diamati adalah ada tidaknya zona bening di sekitar koloni kapang tanah, diameter koloni kapang, diameter zona bening, dan rasio zona bening yang dihitung setiap 24 jam selama 7 hari masa inkubasi. II. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan parameter zona bening terlihat bahwa ada 23 isolat kapang tanah Wonorejo yang bersifat menghambat pertumbuhan keempat mikroba lawan. Tabel 1 menunjukkan nilai rasio zona bening. Semakin besar nilai rasio zona bening, diasumsikan semakin besar pula kemampuan kapang tanah dalam menghambat pertumbuhan mikroba lawan. Menurut Kumala (2008) dan Chareprasert et al. (2005), zona bening merupakan indikasi tidak adanya atau terhambatnya pertumbuhan mikroba lawan akibat ekskresi senyawa antimikroba oleh mikroba lain yang bersifat antagonis. Zona bening terlihat di sekeliling koloni kapang tanah sejak hari pertama atau 24 jam masa inkubasi, kemudian pada hari berikutnya tertutup oleh pertumbuhan koloni kapang tanah yang semakin besar. Pertumbuhan koloni kapang tanah selama masa inkubasi bervariasi, bergantung dari kecepatan tumbuh tiap isolat kapang tanah tersebut. Dari 34 isolat kapang tanah Wonorejo yang diuji antimikroba, terdapat 11 isolat yang tidak mampu menghambat pertumbuhan keempat mikroba lawan. Hal ini bukan disebabkan karena 11 isolat kapang tersebut tidak berpotensi menghambat semua spesies bakteri dan yeast, tetapi dapat disebabkan oleh faktor spesies mikroba lawan. Menurut Pelczar dan Chan (2005), setiap spesies mikroba menunjukkan kerentanan yang berbeda terhadap senyawa antimikroba. Sehingga pada spesies bakteri dan yeast selain yang digunakan dalam uji ini, dapat berbeda responnya, yaitu mungkin dapat terhambat pertumbuhannya akibat tidak tahan terhadap senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat kapang tanah tersebut. a) b) c) d) Gambar 1. Grafik nilai rasio zona bening (cm) (pada sumbu x) dari setiap isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya (pada sumbu y) dalam menghambat pertumbuhan (a) bakteri E. coli, (b) bakteri B. subtilis, (c) kelompok bakteri Coliform dan (d) yeast S. cerevisiae. Isolat kapang tanah Wonorejo lebih Secara umum terlihat bahwa menghambat pertumbuhan bakteri E. coli bakteri B. subtilis paling besar dihambat dan B. subtilis. Ada 11 isolat kapang pertumbuhannya oleh isolat kapang tanah Exophiala sp. (T3.8), Acremonium sp. bersifat antimikroba terhadap E. coli dan 20 isolat kapang terhadap B. subtilis. Dari (T3.9), A. fumigatus (T1.a6), dan A. Tabel 1 juga terlihat bahwa hanya ada 2 versicolor (T1.p3). Nilai rasio zona bening isolat kapang yang mampu menghambat terbesar pada setiap isolat kapang tanah terjadi pada hari pertama masa inkubasi. pertumbuhan 3 bakteri lawan sekaligus (E. coli, B. subtilis, dan kelompok bakteri Hal ini disebabkan karena diameter koloni Coliform), yaitu isolat A. niger (T2.1) dan kapang pada hari pertama masa inkubasi A. versicolor (T1.p3). masih berukuran ±1 cm. Selanjutnya diameter koloni kapang membesar 2 2 2 mengikuti lama masa inkubasi. Sedangkan 3 3 3 3 di sisi lain diameter zona bening yang 1 terbentuk dari hari pertama sampai dengan 1 1 1 hari terakhir masa inkubasi relatif tetap, sehingga memperkecil nilai rasio zona a. b. c. d. beningnya. Gambar 2. A. versicolor (T1.p3) melawan (a.) bakteri E.coli, (b.) bakteri B. subtilis, (c.) kelompok bakteri Coliform, (d.) yeast S. cerevisiae pada hari pertama masa inkubasi dengan keterangan: 1. mikroba lawan, 2. zona bening, 3. isolat kapang A. versicolor. Secara umum genus Aspergillus dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan B. subtilis, tetapi tidak mampu menghambat yeast S. cerevisiae. Namun khusus untuk isolat kapang A. niger (T2.1) dan A. versicolor (T1.p3) mampu menghambat kelompok bakteri Coliform. Zona bening yang terlihat di sekeliling koloni isolat kapang A. versicolor (T1.p3) saat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, B. subtilis dan kelompok bakteri Coliform ditunjukkan pada Gambar 1a, b, c, sedangkan saat A. versicolor (T1.p3) diuji melawan yeast S. cerevisiae terlihat tidak terbentuk zona bening (Gambar 1d). Terdapat beberapa isolat kapang yang memiliki kemampuan terbesar dalam menghambat pertumbuhan bakteri lawan yang ditandai dengan nilai rasio zona bening terbesar di antara isolat spesies lain. Rasio zona bening isolat kapang A. versicolor (T1.p3) terhadap bakteri E. coli adalah 2,5 cm, isolat kapang A. fumigatus terhadap B. subtilis sebesar 3,24 cm, serta isolat kapang A. niger (T2.1) dan A. versicolor (T1.p3) terhadap bakteri Coliform sama yaitu sebesar 1,4 cm. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jain et al. (2011) dan Kasanah et al. (2008), yang melaporkan bahwa kapang Aspergillus yang diisolasi dari tanah mampu menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif. Pravenaa dan Padmini (2011); Cole dan Schweikert (2003), menyebutkan bahwa A. flavus menghasilkan senyawa antimikroba aflatoksin, A. niger menghasilkan malformin dan A. fumigatus menghasilkan asam helvolik atau fumigasin. Selain itu menurut Kasanah et al. (2008), secara umum senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh Aspergillus bersifat netral, polar, dan memiliki gugus fenol. Fenol ini mampu mendenaturasikan protein pada dinding dan membran sel bakteri (Singh dan Bharate, 2005). Penelitian tentang penghambatan kapang tanah terhadap pertumbuhan kelompok bakteri Coliform belum banyak dilakukan sehingga belum diperolehnya informasi mengenai hal tersebut. Menurut Supardi (1999) Coliform sebagai suatu kelompok bakteri yang berbentuk batang, Gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasikan laktosa dan menghasilkan asam dan gas pada waktu 48 jam pada suhu 35°C. Sedikitnya isolat kapang tanah Wonorejo yang mampu menghambat kelompok bakteri Coliform dimungkinkan oleh adanya berbagai jenis bakteri (tidak terdiri dari 1 spesies bakteri) yang hidup bersama dalam kelompok ini, sehingga senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang tanah Wonorejo sulit untuk menghambat pertumbuhan mereka yang hidup bersama dalam satu kelompok. Isolat Scopulariopsis sp. 1 (T2.19) menghambat bakteri B. subtilis dan yeast S. cerevisiae, sedangkan Scopulariopsis sp. 2 (T3.2) menghambat bakteri E. coli dan B. subtilis. Tidak satupun isolat dari genus Scopulariopsis yang mampu menghambat kelompok bakteri Coliform. Perbedaan kemampuan menghambat jenis mikroba lawan ini, mungkin disebabkan oleh perbedaan spesies pada kedua isolat Scopulariopsis tersebut. Ketika dibandingkan dengan Aspergillus, Scopulariopsis terlihat lebih lambat pertumbuhannya. Hal ini terlihat dari tidak terjadinya penutupan zona bening oleh pertumbuhan koloni isolat kapang hingga hari ketujuh inkubasi. Kumar, et al. (2010). Menyatakan bahwa Scopulariopsis sp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun negatif. Hal ini disebabkan oleh Scopulariopsis sp. mampu memproduksi senyawa antimikroba trichothecenes (Nielsen, et al., 1999), yang memiliki mekanisme menghambat sintesis protein dan DNA sel bakteri (Lagauskas, 2005). Tiga isolat kapang Penicillium yaitu Penicillium sp. 2 (T1.a2), Penicillium sp. 3 (T1.q1) dan Penicillium sp. 4 (T3.f2) mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan B. subtilis. Semua isolat genus Penicillium tidak mampu menghambat kelompok bakteri Coliform, dan Penicillium sp.4 (T3.f2) yang mampu menghambat yeast S. cerevisiae. Sedangkan Penicillium sp. 1 (T4.e3) sama sekali tidak mampu menghambat semua mikroba lawan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan spesies mempengaruhi kemampuan menghambat suatu mikroba lawan. Penicillium mampu menghasilkan antibiotik penisilin yang dapat menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri (Deacon, 2006; Cole dan Schweikert, 2003). Penisilin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim untuk mensintesis peptidoglikan yang merupakan komponen penting dinding sel bakteri. Terhambatnya sintesis peptidoglikan menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel bakteri lisis (Suwandi, 1992). Selain itu, Makut (2011) menyatakan bahwa Penicillium sp. menghasilkan senyawa antimikroba griseofulvin yang bersifat menghambat pertumbuhan fungi (Wright, 1955), dengan cara mengganggu fungsi benang spindel dan mikrotubulus sitoplasma, sehingga menghambat mitosis sel fungi (Panda et al., 2005). Dari 5 isolat Paecilomyces terlihat bahwa ada 4 isolat yaitu Paecilomyces sp. 1 (T2.11), Paecilomyces sp. 2 (T2.8), Paecilomyces sp. 3 (T2.20) dan Paecylomyces sp. 5 (T4.6) yang menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis. Hanya Paecilomyces sp. 5 (T4.6) selain menghambat pertumbuhan B. subtilis, juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Semua isolat Paecilomyces sp. tidak mampu menghambat pertumbuhan kelompok bakteri Coliform dan yeast S. cerevisiae. Sedangkan isolat Paecilomyces yaitu Paecilomyces sp. 4 (T3.1) tidak mampu menghambat semua mikroba lawan. Paecilomyces dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri terhadap E. coli (Lillo et al., 2011), serta menghasilkan Paecilospirone yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis (Cole dan Schweikert, 2003). Paecilomyces juga dapat menghasilkan antibiotik cephalosporin C yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dan positif (Pisano dan Vellozi, 1974). Cephalosporin C ini memiliki mekanisme aksi yang sama dengan Penisilin dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Suwandi, 1992). Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa isolat kapang tanah Wonorejo Fusarium sp. (T1.p2) hanya mampu menghambat pertumbuhan E. coli. Rasio zona bening terbesar terlihat hanya pada hari pertama masa inkubasi. Selanjutnya karena pertumbuhan koloni Fusarium sangat cepat, maka zona bening tidak dapat teramati. Kumar (2010) menyebutkan bahwa Fusarium yang telah diisolasi dari tanah memiliki kemampuan antibakteri. Fusarium menghasilkan senyawa antimikroba trichothecenes, yang memiliki mekanisme menghambat sintesis protein dan DNA sel bakteri (Lagauskas, 2005). Isolat kapang tanah Wonorejo Trichoderma sp. 2 (T3.b1) mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan yeast Saccharomyces cerevisiae, tetapi tidak untuk bakteri B. subtilis dan kelompok bakteri Coliform. Isolat Trichoderma sp. 1 (T2.13) tidak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan semua mikroba lawan. Trichoderma sp. dapat menghasilkan isocyanide-3-(isocyanocyclopent- 2-enylidene) propionic acid (Verma et al., 2007) dan Gliotoksin (Waksman et. al., 1952) untuk menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Menurut Verma et al. (2007), Trichoderma sp. menghasilkan enzim 1,3glukanase dan khitinase yang bersifat antibiosis. Kedua enzim tersebut mampu menghancurkan glukan dan kitin yang merupakan komponen dinding hifa fungi. Berdasarkan pengamatan, isolat kapang tanah Wonorejo Exophiala sp. (T3.8) hanya mampu menghambat pertumbuhan B. subtilis. Rasio zona bening dihasilkan sebesar 5,52 cm terdapat pada hari pertama masa inkubasi, dan zona bening tetap terlihat hingga ketujuh masa inkubasi karena kecepatan pertumbuhan dari genus ini relatif lambat apabila dibandingkan dengan genus Aspergillus dan Fusarium. 3 3 1 1 1 a. b. 3 3 2 1 c. d. Gambar 3. Exophiala sp. (T3.8) melawan (a.) bakteri E.coli, (b.) bakteri B. subtilis, (c.) kelompok bakteri Coliform, (d.) yeast S. cerevisiae pada hari pertama masa inkubasi dengan keterangan: 1. mikroba lawan, 2. zona bening, 3. isolat kapang Exophiala sp. (T3.8). Exophiala sp. mampu menghambat bakteri Gram positif dengan menghasilkan senyawa antimikroba Chlorohydroaspyrones A dan B (Zhang et al., 2008), maupun Exophilin (Doshida et al., 1996). Akan tetapi mekanisme aksi penghambatan senyawa-senyawa tersebut terhadap bakteri Gram positif masih belum diketahui. Isolat kapang tanah Wonorejo Stachybotrys sp. 1 (T2.7) dan Stachybotrys sp. 2 (T2.10) hanya mampu menghambat pertumbuhan B. subtilis dan tidak terhadap mikroba lawan lainnya. Zona bening hanya terlihat saat Stachybotrys sp. 1 (T2.7) diuji melawan B. subtilis. Rasio zona terbesar terdapat pada hari pertama masa inkubasi. Pertumbuhan koloni genus Stachybotrys tergolong cepat. Hal ini terlihat dari zona bening pada isolat Stachybotrys sp. 1 (T2.7) terlihat pada hari pertama masa inkubasi saja dan isolat Stachybotrys sp. 2 (T2.10) terlihat sejak hari pertama hingga kedua masa inkubasi. Menurut Taylor (2002), genus Stachybotrys berpotensi sebagai agen pengendali hayati terhadap bakteri Gram positif. Stachybotrys sp. dapat memproduksi senyawa antimikroba berupa trichothecenes (Goyarts, 2006), yang memiliki mekanisme menghambat sintesis protein dan DNA sel bakteri (Lagauskas, 2005). Isolat kapang tanah Wonorejo Gliomastix sp. 1 (T3.6) dan Gliomastix sp. (T3.7) mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis. Namun semua isolat Gliomastix ini tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba lawan lainnya. Pertumbuhan koloni genus Stachybotrys tergolong cepat. Zona bening pada isolat Gliomastix sp. 2 (T3.6) terlihat pada hari pertama masa inkubasi saja dan isolat Gliomastix sp. 1 (T3.7) terlihat sejak hari pertama hingga kedua masa inkubasi. Sehingga rasio zona terbesar terdapat pada hari pertama masa inkubasi. Zhao, et al. (2009) melaporkan bahwa Gliomastix mampu menghambat bakteri patogen dengan menghasilkan minyak volatil. Namun jenis minyak volatil dan bagaimana mekanisme penghambatannya terhadap bakteri Gram positif masih belum diketahui akibat masih sedikitnya penelitian tentang hal tersebut. Isolat kapang tanah Wonorejo Acremonium sp. (T3.9) hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan tidak mampu menghambat pertumbuhan ketiga mikroba lawan yang lainnya (Gambar 11). Pertumbuhan koloni Acremonium relatif lambat, karena zona bening terukur sejak hari pertama hingga hari ketujuh masa inkubasi. Tollnick (2004) menyebutkan bahwa Acremonium menghasilkan cephalosporin C yang memiliki mekanisme yang sama dengan Penisilin dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (Suwandi, 1992). Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa isolat Absidia sp. (T3.k2) hanya mampu menghambat pertumbuhan yeast S. cerevisiae (Gambar 4.11). Zona bening terbesar pada hari pertama masa inkubasi. Selanjutnya karena pertumbuhan koloni Absidia sangat cepat, sehingga zona bening tidak dapat teramati pada akhir masa inkubasi. Makut (2011) melaporkan bahwa Absidia sp. yang diisolasi dari tanah mampu menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan yeast. Namun belum didapatnya informasi senyawa apakah yang dihasilkan dan bagaimana mekanismenya dalam menghambat pertumbuhan yeast. IV. KESIMPULAN 1. Isolat-isolat kapang tanah Wonorejo Surabaya memiliki kemampuan antimikroba. Dari 34 isolat yang diuji, ada 11 yang isolat bersifat antimikroba terhadap E. coli (bakteri Gram negatif), 20 isolat terhadap B. subtilis (bakteri Gram positif), 2 isolat terhadap kelompok bakteri Coliform (bakteri Gram negatif) dan 4 isolat terhadap S. cerevisiae (yeast). 2. Kapang tanah Wonorejo yang bersifat menghambat E.coli adalah genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Fusarium, dan Trichoderma dengan nilai rasio zona bening terbesar berasal dari genus Aspergillus, yaitu isolat A. versicolor (T1.p3) sebesar 2,5 cm. 3. Kapang tanah Wonorejo yang bersifat menghambat B. subtilis adalah genus Aspergillus, Scopulariopsis, Penicillium, Paecilomyces, Exophiala, Stachybotrys, dan Acremonium dengan nilai rasio zona bening terbesar berasal dari genus Exophiala yaitu isolat Exophiala sp. (T3.8) sebesar 5,52 cm. 4. Kapang tanah Wonorejo yang bersifat menghambat kelompok bakteri Coliform hanyalah berasal dari genus Aspergillus yaitu isolat A. niger (T2.1) dan A. versicolor (T1.p3) dengan nilai rasio zona bening yang sama yaitu 1,4 cm. 5. Kapang tanah Wonorejo yang bersifat menghambat yeast S. cerevisiae adalah genus adalah Scopulariopsis, Penicillium, Trichoderma, dan Absidia dengan nilai rasio zona bening terbesar berasal dari genus Penicillium yaitu isolat Penicillium sp. 4 (T3.f2) sebesar 1,88 cm. IV. DAFTAR PUSTAKA Baker dan Crok. 1974 .The Nature dan Practice of Biological Control of Plant Pathogens. 3rd Edition: The American Phytopathological Society. Chareprasert, S., Piapukiew, J., Thienhirun, S., Whalley, A. J. S., dan Sihanonth, P. 2005. Endophytic fungi of teak leaves Tectona grdanis L. dan rain tree leaves Samanea saman Merr. Research Centre for Bioorganic Chemistry. Department of Microbiology, Faculty of Science, Chulalongkorn University, Bangkok. Cole, R.J dan Schweikert, M. A. 2003. Handbook of Secondary Fungal Metabolites. Academic Press Elsevier Science, California : 491, 778, 941. Deacon, J. W. 2006. Fungal Biology. Blackwell Publishing, Malden: 123. Doshida, J., Hasegawa, H., Onuki, H., dan Shimidzu, N. 1996. Exophilin A, a new antibiotic from a marine microorganism Exophiala pisciphila. J.Antibiot. 49(11):1105-1109. Gandjar, I., Sjamsuridzal, W. dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 10-16, 57-65, 69, 72, 92, 108-110, 119, 139-140. Hawatofat, F. 2006. Struktur Komunitas Mangrove Di Daerah Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abstrak Skripsi. UNAIR. Surabaya. Hoover, D. G. dan Chen, H. 2003. Bacteriocin Dan Their Food Applications. Compherensive Reviews Food Science dan Food Safety. 2: 82-100. Kasanah, N., Amini dan Wahyono. 1998. Karakterisasi Senyawa Antimikroba Isolat Aspergillus sp. Hasil Isolasi dari Tanah. Majalah Farmasi. 9(4) : 166-173. Kumala, S., Agustina, E., dan Wahyu, P. 2008. Uji Aktivitas Antimikroba Metabolit Sekunder Kapang Endofit Tanaman Trengguli (Cassia futula L ) (Antimicrobialaciivi Tets Of Secondary Metabolite Of Endophytic Fungi From Cassia futula L ). Jurnal Bahan Alam Indonesia. 6(2): 46-48. Kumar, G. C., Mongolla, P., Joseph, J., Nageswar, Y. V. D., dan Kamal, A. 2010. Antimicrobial Activity From the Extracts of Fungal Isolates Of Soil dan Dung Samples from Kaziranga National Park, Assam, India. Journal de Mycologie Médicale. 20: 283289. Kuswytasari, N. D., Shovitri, M., dan Andriyadi, R. D. 2011. Soil Mold Diversity in the Coastal Wonorejo, Surabaya. Prosiding International Conference on Mathematics and Science (ICOMSc) Mathematic and Science for Improving Human Welfare. Lugauskas, A. 2005. Potential Toxin Producing Micromycetes On Food Raw Material and Products of Plant Origin. Botanica Lithuanica.Suppl 7: 3– 16. Lillo, L., Julio, A., Carlos, L. C., Gerardo, C. Patroisia, C., dan Claudia, C. 2011. Antibacterial Activity of an Oligosaccharide of Native Paecilomyces sp. dan Its Aminoglycosylated Derivative. Z. Naturforsch. 66: 123 – 128. Makut, M. D. dan Owolewa, O. A. 2011. Antibiotic-Producing Fungi Present In The Soil Environment Of Keffi Metropolis, Nasarawa State, Nigeria. Trakia Journal Of Sciences. 9(2): 33-39. Nemec, P., Barath, Z., Betina, V., dan Kutkova, M. 1963. Antibiotic Activity of Fungi Isolated From Soil Samples From Indonesia. Slovak Academy of Science: Bratislava. Nielsen, K. F., Hansen, M.O., Larsen, T.O., dan Thrane, U. 1999. Production Of Trichothecene Mycotoxins On Water Damaged Gypsum Boards In Danish Buildings. International Biodeterioration dan Biodegradation.42(1): 1-7. Panda, D., Rathinasamy, K., Santra, M. K., dan Wilson, L. 2005. Kinetic suppression of microtubule dynamic instability by griseofulvin: Implications for its possible use in the treatment of cancer. PNAS.102(28): 98789883. Pelczar dan Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press, Jakarta : 100-101, 107-108, 139-142, 193196, 219. Pisano, M. A. dan Vellozzi, E. M. 1974. Production of Cephalosporin C by Paecilomyces persicinus P10. Antimicrobial Agents And Chemotherapy. 6(4): 447-451. Praveena Y. S. N. dan Padmini, P. 2011. Antibacterial Activities of Mycotoxins from Newly Isolated Filamentous Fungi. International Journal of Plant, Animal, and Enviromental Science. 1(1) : 8-13. Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 113 – 126. Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. UI Press: Jakarta. Schlegel, G. H. 1993. General Microbiology. Cambridge University Press: England. Singh, I. P. dan Bharate, S. B. 2005. AntiHIV Natural Products. Journal Current Science. 89(2): 269290. Supardi, I. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Jakarta : 184. Suwandi, U. 1992. Mekanisme Kerja Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 76. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan. P.T. Kalbe Farma. Taylor, G., Wang, X., dan Jabaji-Hare, S. H. 2002. Detection of the mycoparasite Stachybotrys elegans, using primers with sequence-characterized amplification regions in conventional dan real-time PCR. The Canadian Journal of Plant Pathology - Revue Canadienne de Phytopathologie. 25 (1): 4961. Tollnick, C., Seidel, G. , Beyer, M., dan Schügerl, K. 2004. Investigations of the Production of Cephalosporin C by Acremonium chrysogenum. Journal Biotechnology 86: 1–45. Tortora, G.J., B.R. Funke, dan C.L. Case. 2002. Microbiology an Introduction 8th ed. Pearson, New York : 559-560. Verma, M., Brar, S.K., Tyagi, R.D., Surampalli, R.Y., Valero, J.R. 2007. Antagonistic Fungi, Trichoderma spp.: Panoply of Biological Control. Biochemical Engineering Journal. 3(7): 1– 20. Waksman, S. A., Romano, A. H., Hubert Lechevallier, Frederic, N. J., dan Raubitschek, M. D. 1952. Antifungal Antibiotics. Journal Series Paper. 6: 163-172. Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press, Malang: 1-9. Zhang, D., Yang, X., Kang, J.S., Choi, H.D. dan Son, W.H. 2008. Chlorohydroaspyrones A dan B, Antibacterial Aspyrone Derivatives from the MarineDerived Fungus Exophiala sp. J. Nat. Prod. 71(8): 1458–1460. Zhao, J., Shan,T., Huang, Y., Liu, X., Xiwu, G., Mingan, W., Weibo J., dan Ligang Z. 2009. Chemical composition dan in vitro antimicrobial activity of the volatile oils from Gliomastix murorum dan Pichia guilliermondii, two endophytic fungi in Paris polyphylla var. yunnanensis. Nat Prod Commun. 4(11):1491-1496.