536 PENDAHULUAN A. LatarBelakang Salah satu indikator tingkat

advertisement
536
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN ATAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUA RAYA
KOTA MAKASSAR
*Hermin Husaini *
Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makasssar
ABSTRAK
Salah satuindikatortingkatkesejahtraansuatumasyarakatadalahdenganmengetahui status
kesehatannya.Berbagaifaktordapatmempengaruhiderajatkesehatanmasyarakat, antara lain program
danpelayanankesehatan,
sikapdanperilakuhidupsehat
(gayahidup),
faktorketurunandanfaktorlingkunganterutamapengendalianpenyakitinfeksi.
Infeksisalurannapasatasadalahinfeksi
yang
di
sebabkanolehmikroorganisme.Infeksitersebutterbataspadastruktursalurannapasbagianatastermasukron
ggahidunghinggalaring.
mempengaruhi
Kejadian
Penyakit
Penelitianinibertujuanuntukmengetahuifaktor
InfeksiSaluranPernafasanAtas di Wilayah Kerja PuskesmasBatua Raya Kota Makassar.Variabel yang
ditelitiyaknifaktorpengetahuan, variabelsikapdanfaktorlingkungan.
Penelitianinimerupakandalambentukdeskriptif. Populasi yang diambiladalahsemuapasien
yang datangberobatdalamkurunwaktu 25 Agustus sampai 28Agustus 2014. Sampel yang
digunakanberjumlah60responden,
pengambilansampeldenganmetodeTotal
Sampling.
Teknikpengambilan
data
menggunakankuisionerdanlembarobservasimeliputipertanyaantentangpengetahuan, sikap
Analisa data dengan univariat dari 60 responden sebanyak 39 responden (65%) memiliki
tingkat pengetahuan yang baik tentang Kejadian ISPA, dan sebanyak 21 responden (35%) memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang kejadian ISPA, sedangkan yang memiliki sikap positif
tentang kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak
10(17%) tentang kejadian ISPA
Padahasilpenelitiandisimpulkansebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dan
sikap yang baik tentang kejadian ISPA di Wilayah kerja puskesmas Batua Raya Kota Makassar.
Disarankepadapihakinstansipelayanankesehatan agar melakukanpromosikesehatan yang lebihbaik.
Kata Kunci
Daftar Pustaka
: Pengetahuan dan Sikap
: 17 ( 2008-2014)
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Salah satu indikator tingkat kesejahtraan
suatu masyarakat adalah dengan mengetahui
status kesehatannya. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
antara lain program dan pelayanan kesehatan,
sikap hidup sehat (gaya hidup / life style),
faktor keturunan dan faktor lingkungan
terutama pengendalian penyakit infeksi.
Menurut Departemen kesehatan RI,
(2008). Terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, melalui upaya
pelayanan kesehatan, diharapkan akan
menciptakan tatanan masyarakat yang hidup
dalam lingkungan sehat serta memiliki k
kemampuan untuk meninjau pelayanan kesehatan
yang bermutu baik itu yang dilakukan di rumah
sakit sebagai bentuk pelayanan kesehatan
masyarakat yang majemuk yang meliputi berbagai
aspek kehidupan (Bio, psiko, sosial dan spiritual),
maupun yang dilakukan oleh puskesmas sebagai
suatu pelayanan kesehatan pertama terhadap
masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah.
Pembangunan kesehatan menuju Indonesia
sehat, (2015) dan tahun seterusnya bertujuan
meningkatkan
kesadaran,
kemauan
dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal demi terciptanya masyarakat, bangsa dan
537
negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidup dengan sikap dan lingkungan sehat.
Selain itu, masyarakat diharapkan memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di
seluruh
wilayah
Republik
Indonesia.
Kebijaksanaan
dan
strategi
pembangunan
kesehatan menuju Indonesia sehat 2015 dan tahun
seterusnya melalui salah satu sasaran adalah
program kesehatan masyarakat dengan penurunan
penyakit infeksi (Notoatmojo, 2009 ).\
Untuk daerah Sulawesi Selatan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun (2008), ISPA
menduduki tempat pertama (30,5%), sedangkan
Infeksi akut pernafasan bawah pada urutan ke
empat belas yaitu 1,0%. Di perkotaan seperti
Makassar jumlah kasus ISPA cukup besar dan
tersebar diseluruh pelayanan kesehatan.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan
Kota Makassartahun 2013 dari sepuluh pola
penyakit yang paling tinggi adalah infeksi pada
saluran pernafasan bagian atas sebesar 20,47%
penderita sedangkan paling rendah adalah
gangguan gigi sebesar 3,09% penderita sedangkan
untuk penyakit lainnya sebanyak 16,93 %
penderita.
Hal ini pola penyakit dapat berubah dari
tahun ketahun pola penyakit penderita rawat jalan
di puskesmas untuk semua golongan umur di kota
Makassar.
Dalam kasus yang sama terjadi di Puskesmas
Puskesmas Batua Raya Kota Makassar,
menunjukkan bahwa infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA), menempati urutan pertama, penyakit
yang dilaporkan pada tahun2012 jumlah kasus
infeksi saluran pernapasan atas sejumlah 11071
kasus dan pada tahun2013 ditemukan 10860 kasus
yang terdapat di Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar. dan ini masih di kategori sejumlah
kasus yang besar pada tahun2013 dengan
menduduki peringkat ke 2 dari sepuluh penyakit
lainnya.
Menurut Soegeng, (2009) diantara penyebab
terjadinya peningkatan ISPA dimasyarakat adalah
pengaruh lingkungan, sikap dan perilaku serta
rendahnya pengetahuan masyarakat untuk mencari
solusi terbaik dalam menanggulangi kejadian
ISPA. Tindakan antisipasi masalah kesehatan oleh
masyarakat tanpa menunggu jumlah korban.
Menurut H.Blum (2008). Bahwa faktor yang
dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat,
antara lain program dan pelayanan kesehatan,
sikap dan perilaku hidup sehat , faktor keturunan
dan faktor lingkungan terutama pengendalian
penyakit infeksi.
Berkaitan dengan beberapa hal di atas maka
penulis tertarik menulis karya tulis ilmiah dengan
judul “gambaran tingkat pengetahuan dan sikap
ibu tentang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
di wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar”.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam
karya tulis ilmiah ini perumusan masalah yang
penulis ambil yaitu: Bagaimana Tingkat
pengetahuan dan Sikap ibu tentang Kejadian
Penyakit Insfeksi Saluran Pernafasan Atas Di
Wilayah Kerja Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar.
C. TujuanPenelitian
Adapun tujuan penulisan ini sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Tingkat
pengetahuan dan Sikap ibu tentang
Kejadian Penyakit Insfeksi Saluran
Pernafasan Atas Di Wilayah Kerja
Puskesmas Batua Raya Kota Makassar
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui
tingkat
pengetahuan ibu tentang terjadinya
Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA)di Wilayah Kerja Puskesmas
Batua Raya Kota Makassar.
b.
Untuk mengetahuisikap ibu tentang
terjadinya
Infeksi
Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) di Wilayah
Kerja Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Memberikan masukan pada Puskesmas
Batua Raya Kota Makassar, dalam
pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan penderita penyakit ISPA
di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar.
2. Manfaat Teoritis
Sebagai pengalaman berharga bagi
peneliti dalam rangka memperluas dan
meningkatkan pengetahuan mengenai
tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang
terjadinya penyakit ISPA.
538
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA
1. Pengertian ISPA
Infeksi
saluran
napas
atas
adalahinfeksi yang di sebabkan oleh
mikro-organisme. Infeksi-infeksi tersebut
terbatas pada struktur-struktur saluran
napas bagian atas termasuk rongga
hidung, faring hingga laring (Widjaya
Anton, 2010 ).
Istilah ISPA merupakan singkatan dari
Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan
pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah
masuknya Mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit. Saluran
pernapasan adalah organ mulai dari
hidung hingga Alveoli beserta organ
Adneksanya seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura. Infeksi akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan
14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa
penyakit
yang
dapat
digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan
Pneumonia adalah proses infeksi akut
yang mengenai jaringan paru-paru
(Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak
seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada Bronkus disebut
Broncho pneumonia (Justin,2007)
Berdasarkan pengertian di atas, maka
ISPA adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau
lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura (Karna, 2006).
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300
jenis bakteri, jamur dan kebanyakan
adalah virus. Bakteri penyebabnya antara
lain
dari
genus
Streptokokus,
Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus,
Bordetella dan Korinebakterium. Virus
penyebabnya antara lain golongan
Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.
Diagnosis yang termasuk dalam keadaan
ini adalah sinusitis, common cold,
influenza, faringitis, dan laryngitis (Gede
Niluh, 2010 ).
3.
4.
5.
Gambaran klinis
ISPA secara khas timbul dengan hidung
tersumbat dan rinorea
(terus mengeluarkan sekret dari hidung).
Sakit tenggorokan dan rasa tidak nyaman
saat menelan, bersin, dan batuk nyaring
dan kering. Malaise umum dan demam .
ISPA biasanya berlangsung selama
beberapa hari hingga 1 sampai 2 minggu
dan sembuh secara spontan. Adanya rabas
hidung purulen, nyeri pada sinus dan
telinga, dan mukus tenggorok dalam
merupakan tanda lazim dari infeksi
bakteri ( Brunner, 2009 ).
Patofisiologi
Saluran napas atas secara langsung
terpajan ke lingkungan, terdapat banyak
mekanisme protektif di sepanjang saluran
napas untuk mencegah infeksi. Refleks
batuk mengeluarkan benda asing dan
mikroorganisme, dan membuang mucus
yang tertimbun. Terdapat lapisan
mukosiliris yang terdiri dari sel-sel dan
berlokasi dari bronkus ke atas yang
menghasilkan mucus, dan sel-sel silia
yang melapisi sel-sel penghasil mukus,
dan semua mikro-organisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas ke
nasofaring tempat mucus tersebut dapat di
keluarkan sebagai sputum, di keluarkan
melalui hidung, atau di telan. Proses
kompleks ini kadang-kadang di sebut
sebagai system eksalator mukosiliaris
(Nursalam, 2009 ).
Apabila dapat lolos dari mekanisme
pertahanan tersebut dan mengkoloni
saluran napas atas, maka mikroorganisme akan di hadang oleh lapisan
pertahanan ketiga yang penting, system
imun. Respon ini di perantarai oleh
limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel
darah putih lain-nya misalnya makrofag,
neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke
daerah tempat proses peradangan
berlangsung.
Apabila
terjadi
gangguan
mekanisme pertahanan di system
pernapasan,
atau
apabila
mikroorganismenya sangat virulen maka dapat
timbul infeksi saluran napas bagian atas (
Widjaya Anton, 2010 ).
Jenis ISPA
Infeksi saluran pernapasan atas
adalah infeksi yang mengenai bagian
manapun saluran pernapasan atas, mulai
dari hidung, faring (tenggorokan), hingga
539
kotak suara (laring)
( Soegeng
Soegijanto, 2008 ).
Jenis penyakit yang termasuk dalam
infeksi saluran pernapasan bagian atas
antara lain :
a. Sinusitis
1) Pengertian
Sinusitis adalah radang mukosa
sinus paranasal. Sesuai anatomi
sinus yang terkena, dapat dibagi
menjadi
sinusitis
maksila,
sinusitis etmoid, sinusitis frontal,
dan sinusitis sfenoid.
Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan
bila mengenai semua sinus
paranasal disebut parasinusitis
( Brunner, 2009 ).
2) Etiologi
Penyebab
sinusitis
ialah
streptococcus
pneumoniae,
haemophilus influenzae dan
stafilococcus aureus.
3) Gejala
Nyeri diatas area sinus, sekresi
nasal yang purulen.
4) Terapi medis
Pemberian
antibiotik
dan
dekongestan oral seperti drxoral
dan dimetapp atau topical ( Heri
Purwanto, 2009 ).
b. Faringitis (RadangTenggorokan)
1) Definisi
Faringitis
adalah
suatu
peradangan pada tenggorokan
(faring).
2) Penyebab
Faringitis bisa disebabkan oleh
virus
maupun
bakteri.
Kebanyakan disebabkan oleh
virus, termasuk virus penyebab
common cold, flu, adenovirus,
mononukleosis . Bakteri yang
menyebabkan faringitis adalah
streptokokus , korinebakterium,
arkanobakterium,
Neisseria
gonorrhoeae atau Chlamydia.
3) Gejala
Baik pada infeksi virus maupun
bakteri, gejalanya sama yaitu
nyeri tenggorokan dan nyeri
menelan.
Selaput lendir yang melapisi
faring mengalami peradangan
berat atau ringan dan tertutup
oleh selaput yang berwarna
keputihan atau mengeluarkan
nanah.
Gejala lainnya adalah:
a) Demam
b) Pembesaran kelenjar getah
bening di leher
c) Peningkatan jumlah sel
darah putih.
Gejala
tersebut
bisa
ditemukan pada infeksi
karena
virus
maupun
bakteri,
tetapi
lebih
merupakan gejala khas
untuk infeksi karena bakteri
( Corwin, 2009 ).
4) Dua jenis faringitis
a) Faringitis Virus
Biasanya tidak ditemukan
nanah
di
tenggorokan,
demam ringan atau tanpa
demam, jumlah sel darah
putih normal atau agak
meningkat , kelenjar getah
bening normal atau sedikit
membesar,
tes
apus
tenggorokan
memberikan
hasil negative, pada biakan
di
laboratorium
tidak
tumbuh bakteri.
b) Faringitis Bakteri
Sering ditemukan nanah di
tenggorokan, demam ringan
sampai sedang, jumlah sel
darah putih
meningkat
ringan
sampai
sedang,
pembengkakan
ringan
sampai sedang pada kelenjar
getah bening, tes apus
tenggorokan
memberikan
hasil positif untuk strep
throat, bakteri tumbuh pada
biakan di laboratorium (
Gede Niluh, 2010 ).
5) Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Jika diduga
suatu strep throat, bisa dilakukan
pemeriksaan
terhadap
apus
tenggorokan.
6) Pengobatan
Untuk
mengurangi
nyeri
tenggorokan diberikan obat
pereda nyeri (analgetik), obat
hisap atau berkumur dengan
larutan garam hangat. Jika
diduga penyebabnya adalah
bakteri, diberikan antibiotik.
540
c.
Untuk mengatasi infeksi dan
mencegah komplikasi (misalnya
demam
rematik),
jika
penyebabnya
streptokokus,
diberikan tablet penicillin. Jika
penderita
memiliki alergi
terhadap penicillin bisa diganti
dengan
erythromycin
atau
antibiotik lainnya ( Nursalam,
2010 ).
Common Cold
1) Pengertian
Adalah istilah yang di gunakan
untuk menunjukan gejala-gejala
infeksi saluran napas atas.
2) Etiologi
Penyebab penyakit ini virus.
Masa menular penyakit ini
beberapa jam sebelum gejala
timbul sampai 1-2 hari sesudah
hilangnya gejala. Komplikasi
timbul akibat invasi bakteri
pathogen
biasanya
Pneumococcus, Streptococcus
dan H.influenza dan
staphylococcus.
3) Manifestasi Klinik
Berupa gejala nasofaringitis
dengan pilek, batuk dan kadangkadang bersin. Dari hidung
keluar sekret cair dan jernih yang
dapat kental dan purulen bila
terjadi infeksi sekunder oleh
kokus.
Sumbatan
hidung
(kongesti)
menyebabkan
bernafas
melalui
mulut.
Sumbatan hidung (kongesti)
disertai
selaput
lendir
tenggorokan
yang
kering
menambah rasa nyeri.
4) Patologi Anatomis
Submukosa hidung adematous
disertai vasodilatasi pembuluh
darah. Terdapat infiltrasi leukosit
mula-mula sel mononukleus,
kemudian polimorfonukleus. Sel
epitel superficial banyak yang
lepas. Regenerasi sel epitel baru
terjadi setelah lewat stadium
akut ( Sunaryo, 2010 ).
5) Terapi Medik
a) Pemberian cairan yang
adekuat
b) Istirahat
c) Dekongestan nasal aqueous
d) Vitamin C
e) Ekspectoran sesuai
kebutuhan
f)
Kumur air garam hangat
untuk mengurangi nyeri
tenggorok
g) Aspirin/asetaminofen.
d. Flu atau influenza
1) Pengertian
Flu atau influenza adalah infeksi
virus dengan gejala atau keluhan
sebagai berikut : demam, nyeri
kepala, nyeri di otot, pilek,
hidung tersumbat atau berair,
batuk,
rasa
kering
di
tenggorokan
( Wijaya Anton, 2010 ).
2) Penanggulangan :
Terapi non-obat: Flu umumnya
dapat sembuh sendiri oleh daya
tahan tubuh. Beberapa tindakan
yang
dianjurkan
untuk
meringankan gejala flu adalah
seperti untuk keadaan batuk dan
pilek dengan ditambah :
Beristirahat 2 – 3 hari,
mengurangi
kegiatan
fisik
berlebihan. Meningkatkan gizi
makanan. Makanan dengan
kalori dan protein yang tinggi
akan menambah daya tahan
tubuh. Makan buah-buahan segar
yang
banyak
mengandung
vitamin ( Gede Niluh, 2010 ).
Terapi obat : Obat flu sebagai
berikut,
antipiretik/analgetik,
antihistamin,
ekspektoran,
antitusif, dekongestan.
Fenilpropanolamin,
fenilefrin,
efedrin
dan
pseudoefedrin
merupakan nasal dekongestan
yang harus digunakan secara
hati-hati pada penderita atau
yang
mempunyai
potensi
tekanan darah tinggi maupun
usia lanjut.
Dextrometorfan HBr merupakan
antitusif yang harus digunakan
secara hati-hati pada penderita
asma. Klorfeniramin maleat,
deksklorfeniramin
maleat
merupakan antihistamin yang
pada
umumnya
dapat
menyebabkan
rasa
kantuk,
sehingga tidak diperbolehkan
untuk mengemudikan kendaraan
bermotor atau menjalankan
mesin ( Widjaya Anton, 2010 ).
541
e.
Laringitis
1) Pengertian
Laryngitis adalah peradangan
yang terjadi pada pita suara
(larynx) karena iritasi atau
karena adanya infeksi. Pita suara
adalah suatu susunan yang terdiri
dari tulang rawan, otot dan
membran
mukosa
yang
membentuk pintu masuk dari
batang tenggorok anda (trachea).
Di dalam kotak suara anda
terdapat pita suara dua buah
membran mukosa yang terlipat
dua membungkus otot dan tulang
rawan ( Soegeng, 2008 ).
Laringitis dapat berlangsung
dalam waktu singkat (akut) atau
berlansung
lama
(kronis).
Meskipun
laringitis
akut
biasanya hanya karena terjadinya
iritasi dan peradangan akibat
virus, suara serak yang sering
terjadi dapat menjadi tanda
adanya masalah yang lebih
serius ( Chandra, B , 2008 ).
2) Tanda-tanda dan gejala
Tanda dan gejala laringitis
adalah sebagai berikut:
a) Suara serak
b) Suara pelan
c) Rasa gatal dan kasar di
tenggorokan
d) Sakit tenggorokan
e) Tenggorokan kering
f) Batuk kering
3) Penyebab
Biasanya
infeksi
virus
menyebabkan laringitis akut.
Infeksi bakteri seperti difteri
juga
dapat
menjadi
penyebabnya, tapi hal ini jarang
terjadi. Laringitis akut dapat juga
terjadi saat
menderita suatu
penyakit atau setelah sembuh
dari suatu penyakit, seperti flu
atau
radang
paru-paru
(pneumonia).
Kasus yang sering terjadi pada
laringitis kronis termasuk juga
iritasi yang terus menerus terjadi
karena penggunaan alkohol yang
berlebihan, banyak merokok atau
asam dari perut yang mengalir
kembali ke dalam kerongkongan
dan tenggorokan, suatu kondisi
yang disebut gastroesophageal
reflux disease (GERD)
( Chandra, B ,2008 ).
Penyebab lain terjadinya suara
serak yang kronis adalah:
a) Perlukaan (sariawan) pada
pita suara
b) Bisul (polip atau nodules)
pada pita suara
c) Pita suara yang kendur
karena faktor usia
d) Kelumpuhan pada pita
suara, yang merupakan
akibat dari suatu cedera,
serangan stroke atau adanya
tumor pada paru-paru
4) Faktor Risiko
Faktor-faktor berikut ini akan
membuat anda memiliki risiko
yang lebih besar untuk mengidap
laringitis:
a) Adanya infeksi pada saluran
pernapasan, seperti selesma,
influensa, bronkhitis atau
sinusitis.
b) Keterpaparan terhadap zatzat yang membuat iritasi,
seperti asap rokok, alkohol
yang
berlebihan,
asam
lambung atau zat-zat kimia
yang terdapat pada tempat
kerja anda.
c) Terlalu
banyak
menggunakan suara anda,
dengan
terlalu
banyak
bicara, berbicara terlalu
keras atau menyanyi.
5) Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan
tergantung
pada
penyebab
terjadinya laringitis. Pengobatan
terbaik untuk laringitis yang
diakibatkan oleh sebab-sebab
yang umum, seperti virus, adalah
dengan mengistirahatkan suara
anda sebanyak mungkin dan
tidak
membersihkan
tenggorokan dengan berdehem.
Bila penyebabnya adalah zat
yang dihirup, maka hindari zat
penyebab iritasi tersebut ( Gede
Niluh, 2010 ).
B. Tinjauan
Umum
Tentang
Tingkat
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan resultan dari
akibat proses penginderaan terhadap suatu
objek. Proses pengindraan tersebut sebagian
besar
berasal
dari
penglihatan
dan
542
pendengaran. Pengetahuan merupakan suatu
kemampuan seseorang dalam mengingat dan
memahami serta penilaian keseluruhan suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya
sehingga mampu menjelaskan, menjabarkan
dan menghubungkan bagian-bagian materi
dalam satu bentuk keseluruhan yang masih
terstruktur berdasarkan kriteria yang sudah
ada atau yang ditemukan sendiri.
Pengetahuan ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber media, misalnya media
massa, media elektronik, buku petunjuk,
media poster dan lain sebagainya (Yasmin
Asih, Dkk, 2008 ).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu
yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya sikap
terbuka. Sikap yang didasari pengetahuan
umumnya bersifat langgeng. Pengetahuan
adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai
hasil panca inderanya, yang berbeda sekali
dengan
kepercayaan
(belief),
takhyul
(superstition) dan penerangan-penerangan
yang keliru (misinformations).
Pengetahuan
pada
dasarnya
menunjukkan pada suatu yang diketahui, jadi
ada sesuatu pokok soal yang mengharuskan
orang mempunyai pengetahuan, tidaklah
mungkin ada pengetahuan mengenai sesuatu
yang tidak diketahui.
1. Macam pengetahuan :
a. Pengetahuan analitis a priori : hal-hal
yang diketahui lepas dari pengalaman
dan karena itu bersifat pasti, namun
tidak informative atau tak berisi
sebab ia hanya menjelaskan apa yang
sudah terdapat dalam makna kata.
b. Pengetahuan sintesis a posteriori
yaitu pengetahuan yang diperoleh
lepas dari pengalaman.
c. Pengetahuan sintesis a priori :
pengetahuan yang dapat diperoleh
lepas dari pengalaman. Jadi bersifat
pasti, namun pada saat yang sama
berisi.
Pengetahuan
jenis
ini
diperolah dengan merefleksikan
pengalaman rasional sedemikian
rupa, dan mengungkapkan adanya
kategori-kategori dalam pemikiran
yang manata hasil cerapan indera itu
menjadi pengalaman rasional. (
Kasdu D. Meislasari )(Sunaryo, 2009
.
2. Tingkatan pengetahuan
Tingkatan pengetahuan di dalam domain
kognitif, mencakupenam tingkatan yaitu:
a. Tahu
Tahu
merupakan
tingkatan
pengetahuan paling rendah. Tahu
artinya dapat mengingat atau
mengingat kembali suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Ukuran
bahwa klien itu tahu, adalah klien
dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan dan menyatakan.
b. Memahami
Memahami artinya kemampuan
untuk
menjelaskan
dan
menginterprestasikan dengan benar
tentang objek yang diketahui.
Seseorang yang telah paham tentang
sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan
contoh,
dan
menyimpulkan.
c. Penerapan
Penerapan yaitu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi
nyata atau dapat mengguanakn
hukum-hukum,
rumus,
metode,
dalam situasi nyata.
d. Analisis
Analisis artinya kemampuan untuk
menguraikan objek kedalam bagianbagian lebih kecil, tetapi masih di
dalam suatu struktur objek tersebut
dan masih terkait satu sama lain.
Ukuran kemampuan ialah klien dapat
menggambarkan, membuat bagian,
membedakan, memisahkan, membuat
bagan proses adopsi sikap, dan dapat
membedakan pengertian psikologi
dengan fisiologi.
e. Sintesis
Sintesis yaitu suatu kemampuan
untuk menghubungkan bagia-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi-formulasinya.
Ukuran kemampuan ialah klien dapat
menyusun,
meringkas,merencanakan,
dan
menyusaikan suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi yaitu kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Evaluasi dapat menggunakan
kriteria yang telah ada atau dususun
sendiri ( Sunaryo, 2009 ).
543
C. Tinjaun Umum Tentang Sikap
1. Pengertian.
Definisi sikap adalah derajat afek
positif atau afek negatif yang dikaitkan
dengan suatu obyek psikologis. Sikap
adalah keadaan mental dan syaraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman
yang memberikan pengaruh dinamik atau
terarah terhadap respon individu pada
semua obyek dan situasi yang berkaitan
dengannya. Dari sini sikap dapat
digambarkan sebagai kecenderungan
subyek merespon suka atau tidak suka
terhadap suatu obyek (Wismato.B, 2009).
Sikap ini ditunjukkkan dalam berbagai
kualitas dan intensitas yang berbeda dan
bergerak secara kontinyu dari positif
melalui areal netral ke arah negatif.
Kualitas sikap digambarkan sebagai
valensi positif menuju negatif, sebagai
hasil penilaian terhadap obyek tertentu.
Sedangkan intensitas sikap digambarkan
dalam kedudukan ekstrim positif atau
negatif. Kualitas dan intensitas sikap
tersebut menunjukkkan suatu prosedur
pengukuran yang menempatkan sikap
seseorang dalam sesuatu dimensi
evaluatif yang bipolar dari ekstrim positif
menuju ekstrim negatif
(Wismato.B,
2009).
Menyimak uraian sikap di atas dapat
dipahami bahwa sikap merupakan suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan
terhadap suatu obyek. Seseorang bersikap
terhadap suatu obyek dapat diketahui dari
evaluasi perasaannya terhadap obyek
tersebut. Evaluasi perasaan ini dapat
berupa perasaan senang-tidak senang,
memihak-tidak memihak, favorit–tidak
favorit, positif–negatif.
Walgito
(2001)
mengemukakan
bahwa sikap adalah faktor yang ada
dalam diri manusia yang dapat
mendorong atau menimbulkan perilaku
tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu:
tidak dibawa sejak lahir, selalu
berhubungan dengan obyek sikap, dapat
tertuju pada satu obyek saja maupun
tertuju pada sekumpulan obyek-obyek,
dapat berlangsung lama atau sebentar, dan
mengandung faktor perasaan dan
motivasi.
Selanjutnya
Walgito
(2001)
mengemukakan tiga komponen yang
membentuk struktur sikap yaitu :
1. Komponen kognitif (komponen
perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan
dengan
pengetahuan,
pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal
yang berhubungan dengan bagaimana
orang mempersepsi terhadap obyek
sikap.
2. Komponen
afektif
(komponen
emosional), yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang
atau tidak senang terhadap obyek
sikap. Rasa senang merupakan hal
yang positif, sedangkan rasa tidak
senang adalah hal negatif.
3. Komponen
konatif
(komponen
perilaku, atau action component),
yaitu komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak atau
berperilaku terhadap obyek sikap.
Perilaku yang nampak terhadap suatu
obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan
melalui sikap yang diungkapkan oleh
seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang
bisa menentukan tindakan dan perilakunya.
Menurut Baltus, sikap kadang-kadang bisa
diungkapkan secara terbuka melalui berbagai
wacana atau percakapan, namun sering sikap
ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa
muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga
merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.
2. Tingkatan Sikap
a. Menerima (receiving)
Bahwa seseorang atau subyek mau
dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek)
b.
c.
d.
Merespon (responding)
Subyek memberikan jawaban apabila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyelesaikan tugas yang diberikan
yang berarti orang tersebut menerima
ide sebagai stimulus.
Menghargai (valuing)
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah.
BertanggungJawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah diperolehnya
dengan segala resiko. Adapun sikap
yang simaksud pada penelitian ini
adalah
sikap
perawat
dalam
pelaksanaan
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
yang
dikategorikan baik, cukup, kurang.
544
D.
KerangkaTeori
Kerangka teori yang dipergunakan dalam
penelitian ini dikembangkan berdasarkan
tinjauan pustaka, yaitu bahwa tingkat
pengetahuan
dan
Sikapibu
tentang
terjadinya ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Batua Kota Makassar.
2.
METODE PENELITIAN
A. DesainPenelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan
untuk
mengetahui
gambaran
tingkat
pengetahuan dan sikap ibu tentang terjadinya
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di
wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar.
B. Waktudan Tempat Penelitian
1. Tempat
Penelitiandilaksanakan di wilayah kerja
Puskesmas Batua Raya Kota Makassar.
2. Waktu
Penelitianini dilakukan pada tanggal 25
Agustus s/d 28 Agustus 2014.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin
dicapai, maka populasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang datang berobat dan
yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Batua Raya Kota Makassar, sebanyak 60
orang
2.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi berdasarkan penelitian.
Jumlah sampel 60 responden. Penarikan
sampel menggunakan teknik total
sampling.
D. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan
merupakan masalah yang sngat penting dalam
penelitian, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan lansung dengan manusia, maka
segi etika penelitian harus diperhatikan.
Dalam penelitian ini peneliti menekankan
masalah etika yang harus diperhatiakn sebagai
berikut :
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini akan diberikan
kepada pasien yang datang dipuskesmas.
Responden yang diiteliti yang memenuhi
dan diberikan kesempatan untuk terlebih
3.
dahulu
membaca,
mengeti,
dan
memahami isi lembar persetujuan
tersebut, apabila responden bersedia maka
di persilahkan untuk menandatangani
lembar
persetujuan
tersebut,
bila
responden menolak maka peneliti tidak
memaksa dan tetap menghargai hak
responden.
Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan,
peneliti tidak akan mencantumkan nama
lengkap responden tetapi hanya akan
mencantumkan inisial responden.
Kerahasiaan (confidentialitity)
Peneliti menjamin kerahasiaan identitas
dan informasi yang didapatkan dari
responden. Peneliti hanya melaporkan
data tertentu sebagai hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian dengan metode deskriptif yang
bertujuan untuk melihat beberapa variable
dalam waktu tertentu dimana. Setelah data
terkumpul
dilakukan
pemeriksaan
kelengkapan dan kemudian data diolah, maka
berikut ini peneliti akan menyajikan analisa
data univariat setiap variabel dengan
menggunakan distribusi frekuensi dan
presentasi.
1. Karakteristik demografi responden
Tabel IV.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur
Frekuensi
Persentase
20 – 29 Tahun
37
62 %
30 – 39 Tahun
18
30 %
40 – 49 Tahun
5
8%
Total
60
100%
Sumber: Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari
total 60 responden terdapat jumlah responden
dengan umur 20-29 tahunsebanyak 37 responden
(62%), responden yang berumur 30-39 tahun
sebanyak 18 responden (30%) dan responden yang
berumur 40-49 tahun sebanyak 5 orang (8%).
545
Tabel IV.2
Distribusi responden menurut tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
≥ D III
25
42 %
< D III
35
58 %
Total
60
100%
Sumber:Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
dari total 60 responden terdapat jumlah responden
dengan tingkat pendidikan ≥ DIII sebanyak 25
responden (42%), sedangkan yang mempunyai
latar belakang <DIII sebanyak 35 responden (58%)
2. Analisa Univariate
Tingkat pengetahuan
Tabel IV.3
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang
terjadinya ISPA di Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah
Persen
Baik
39
65%
Kurang Baik
21
35%
Jumlah
60
100%
Sumber: Data primer diolah
Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 39
responden (65%) memiliki tingkat pengetahuan
yang baik tentang Kejadian ISPA, dan sebanyak 21
responden (35%) memiliki tingkat pengetahuan
yang kurang baik tentang kejadian ISPA.
a. Sikap
Tabel IV.4
Distribusi frekuensi Sikap Tentang
Kejadian ISPA di Puskesmas Batua Raya
Kota Makassar.
Sikap
Jumlah
Persen
Positif
50
83 %
Negatif
10
17 %
60
100 %
Jumlah
Sumber: Data primer diolah
Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 60
responden yang memiliki sikap positif tentang
kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden
yang memiliki sikap negatif 10 responden (17%)
tentang kejadian ISPA.
B. Pembahasan
Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan untuk
mencari gambaran Tingkat Pengetahuan dan
SikapIbu Tentang terjadinya ISPA yang
dilakukan di Puskesmas Batua Raya Kota
Makassar. Adapun distribusi masing-masing
variable tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan tabel IV.1 diatas dapat
dilihat bahwa dari 60 responden dengan
tingkat pengetahuan tentang terjadinya
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di
Puskesmas Batua Raya Kota Makassar,
diperoleh 39 orang (65%) yang memiliki
tingkat pengetahuan baik terhadap
penyakit infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA) dan 21 (35%) responden memiliki
pengetahuan kurang tentang infeksi
saluran pernafasan atas. Pengetahuan
yang kurang tentang ISPA oleh responden
tersebut karena kurang melihat, membaca,
mendengar atau mendapat penjelasan
langsung tentang penyakit infeksi saluran
pernafasan
atas
(ISPA)
sehingga
responden tidak mampu menjawab
pertanyaan dalam bentuk kuisioner
dengan benar.
Hal ini sejalan dengan teori
Soekidjo Notoatmodjo (2009) yang
mengatakan
bahwa
pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan
pengetahuan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu
objek
tertentu,
sebagain
besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga dan di dapatkan melalui
lingkungannya, \oleh karena itu seseorang
yang sebelumnya tidak tahu dan tidak
mengerti karena suatu proses belajar
maka orang tersebut menjadi tahu dan
mengerti.
Terdapat
21orang
(31%)
responden yang memiliki pengetahuan
baik terhadap penyakit infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) ini disebabkan
karena adanya motivasi, minat dan rasa
ingin tahu terhadap penyakitnya sehingga
terjadi proses belajar dalam diri individu
tersebut yang pada akhirnya responden
menjadi sadar akan penyakitnya dan
mampu beradaptasi terhadap penyakit
yang dialami oleh responden. Hal ini
sejalan
dengan
teori
Soekidjo
Notoatmodjo (2009) yang mengatakan
bahwa belajar adalah kegiatan yang
menghasilkan perubahan perilaku pada
diri individu yang sedang belajar, baik
aktual maupun potensial, meskipun
demikian masih ditemukan 47 (69%)
responden yang pengetahuannya kurang
ini
disebabkan karena kurangnya
kesadaran, motivasi, minat dan perhatian,
serta
dukungan
sosial
(social
546
2.
support)dalam mengenal penyakitnya
sehingga tidak terjadi proses belajar
secara efektif dan tidak menimbulkan
perubahan perilaku kearah adaptif
sementara stressor semakin mendesak
sehingga
menyebabkan
timbulnya
perubahan perilaku yang tidak adaptif.
Hal ini sejalan dengan teori
Cobb (2006) dalam Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Vol I yang
mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah sumber daya eksternal utama
dalam penyelesaian masalah, disamping
itu dalam Soekidjo Notoadmodjo (2009)
mengatakan bahwa social support adalah
salah satu faktor yang mendorong
terjadinya perubahan perilaku kesehatan.
Dari data tersebut terlihat bahwa
responden yang memiliki pengetahuan
yang baik maka persentase untuk
mengerti dan atau memahami penyakit
ISPA lebih besar, sebaliknya semakin
kurang pengetahuan responden maka
semakin kecil persentase untuk mengerti
atau
memehami
materi
tersebut.
Rendahnya
tingkat
pengetahuan
responden di karenakan kurang informasi
yang diterima dan sebagian besar
responden mempunyai pendidikan yang
rendah.
Dengan keadaan tersebut di atas
dapat diasumsikan bahwa dengan
pengetahuan yang baik tentang penyakit
ISPA maka kecenderungan untuk
bertindak dan melaksanakan pencegahan
penyakit ISPA lebih besar. Hal ini bisa di
pahami karena yang berpengetahuan baik
memiliki kesadaran dan wawasan yang
luas.
Berdasarkan pendapat tersebut
dapat dikatakan bahwa seseorang
melakukan suatu hal dengan baik jika ia
mengetahui dan memahami secara
mendasar tentang hal tersebut. Dengan
demikian responden dengan memiliki
pengetahuan yang baik dapat memahami
atau mengerti tentang penyakit ISPA.
Sikap
Berdasarkan tabel. IV.2 diatas dapat
dilihat bahwa dari 60 responden, yang
memiliki sikap positif tentang kejadian ISPA
50 (83%),sedangkan responden yang memiliki
sikap negatif 10 responden (17%) tentang
kejadian ISPA. Sikap seseorang tentang suatu
penyakit sangat ditentukan oleh lingkungan
disekitarnya hal ini sejalan dengan teori
H.Blum (2008) bahwa salah satu indikator
tingkat kesehatan adalah environmental
(lingkungan).
Penyakit infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA)
yang
penularannya
oleh
mikroorganisme sangat besar pengaruhnya
oleh faktor lingkungan sekitar dimana
lingkungan dapat diartikan sebagai segala
benda, keadaan dan pengaruh yang terdapat
dalam ruang yang kita tempati dan
mempengaruhi segala hal-hal yang hidup,
termasuk manusia Kesejahteraan manusia
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya,
lingkungan yang kurang baik, atau sama sekali
tidak menguntungkan akan memberikan
dampak negatif, sedangkan lingkungan yang
baik akan meningkatkan kesehatan.
Upaya antisipatif agar hal-hal yang bersifat
negatif dapat dikendalikan, sedangkan hal-hal
yang positif dapat dikembangkan. Sikap
sesorang terhadap lingkungan yang selalu
berinteraksi dengan manusia dan seringkali
mengalami perubahan akibat adanya kegiatan
manusia seperti : air, udara, dan manusia itu
sendiri. Perubahan yang harus diwaspadai,
pada dasarnya karena berbagai komponen
lingkungan seperti air, udara, dan vektor
tersebut yang mengandung agen penyakit.
Bagaimna kita bersikap ramah dengan
lingkungan yang padat dan kumuh sangat
besar resiko terjadinya penyakit ISPA.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang
sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan
itu sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan
masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi
kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari
seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap
masalah” sehat-sakit” atau kesehatan tersebut.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,
baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat.
Berperilaku hidup bersih dan sehat sangat
berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan
pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga
berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum pula. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan yang dapat
mempengaruhi
penyebaran
ISPA
dimasyarakat
antara lain mencakup:
perumahan,
kepadatan
rumah,
lokasi
lingkungan, dan sebagainya. Adapun yang
dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan
adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia
agar merupakan media yang baik untuk
547
terwujudnya kesehatan yang optimum bagi
manusia yang hidup di dalamnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, ada
beberapa kesimpulan yang dapat ditarik antara
lain:
1. Dari 60 responden sebanyak 39
responden (65%) memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang Kejadian
ISPA, dan sebanyak 21 responden (35%)
memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang baik tentang kejadian ISPA
2. Dari 60 responden yang memiliki sikap
positif tentang kejadian ISPA 50
(83%),sedangkan
responden
yang
memiliki sikap negatif
sebanyak
10(17%) tentang kejadian ISPA
B. Saran
Berdasarkan karya tulis ilmiah yang telah
dilakukan penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk mencegah terjadinya peningkatan
penyakit infeksi saluran Pernapasan atas,
(ISPA). Diharapakan kepada pihak
instansi pelayanan kesehatan agar
melakukan promosi kesehatan yang lebih
baik.
2. Walaupun Pengetahuan dan sikap yang
relatif baik terhadap terjadinya penyakit
insfeksi saluran pernafasan atas, (ISPA)
hal tersebut juga tidak menutup
kemungkinan bagi masyarakat untuk
mempertimbangkan faktor lain yang bisa
mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi
saluran atas.
3. Saran untuk peneliti mendatang adalah
agar bisa menambah faktor yang akan
diteliti,
sehingga
hasil
penelitian
selanjutnya bisa lebih membantu baik
bagi peneliti sendiri maupun bagi institusi
pendidikan dan instansi pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2009). “ Buku Saku
Keperawatan Medikal Bedah”. EGC.
Jakarta.
Corwin, E. (2009).”Buku Saku Patofisiologi”.
EGC. Jakarta.
Chandra, B.
(2008).
“Pengantar statistik
Kesehatan”, Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, (2008). “Indonesia
sehat 2013, visi, misi, kebijakan dan
strategi
pembangunan
kesehatan”.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. ( 2010 ), “Petunjuk
Pengelolaan
Perawatan
Kesehatan
Masyarakat,”.Jakarta.
Dinkes Sulsel. (2013). “Profil Kesehatan Provinsi
Sulsel”. Makassar
Dinkes Kota Makassar. (2013). “Profil Kesehatan
Kota Makassar”
Gede Niluh. (2010). “ Keperawatan Medikal
Bedah; Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan “. EGC. Jakarta.
Gie, T.L. (2009). “Pengantar Filsafat Ilmu”
Liberty. Jogjakarta.
Heri Purwanto. (2010). “ Pengantar Statistik
Kesehatan”. EGC. Jakarta
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan kedokteran.
Available from http:// www. Medicastro.
Accessed Juni 20/2014.
Kasdu D. Meilasari M. (2008). “Ilmu Perilaku
Manusia”, 3G Publiser Jakarta,
Notoatmojo. S (2008). “Ilmu Kesehatan
Masyarakat”.Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmojo. S (2009).” Pengantar Pendidikan &
Ilmu Perilaku Kesehatan”. Rineka Cipta,
Jakarta.
Nursalam. (2010). “ Konsep dan Penerapan
Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika. Jakarta.
Puskesmas Batua Raya Kota Makassar (2012).
Profil Kesehatan Puskesmas Batua Raya
Kota Makassar
Poerwadarmita. (2009). “KamusumumBahasa
Indonesia”. Balai Pustaka Jakarta.
R.Hartono,(2012), Gangguan Pernafasan Pada
Anak: Ispa, Nuha Medika: Yogyakarta
Soegeng Soegijanto. (2008). “Kumpulan Makalah
Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.
Sunaryo. (2008). “Psikologi Untuk Keperawatan”.
EGC. Jakarta
Sumijatun, dkk. (2010). “ Konsep Dasar
Keperawatan Komunitas”. EGC. Jakarta
Download