536 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUA RAYA KOTA MAKASSAR *Hermin Husaini * Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makasssar ABSTRAK Salah satuindikatortingkatkesejahtraansuatumasyarakatadalahdenganmengetahui status kesehatannya.Berbagaifaktordapatmempengaruhiderajatkesehatanmasyarakat, antara lain program danpelayanankesehatan, sikapdanperilakuhidupsehat (gayahidup), faktorketurunandanfaktorlingkunganterutamapengendalianpenyakitinfeksi. Infeksisalurannapasatasadalahinfeksi yang di sebabkanolehmikroorganisme.Infeksitersebutterbataspadastruktursalurannapasbagianatastermasukron ggahidunghinggalaring. mempengaruhi Kejadian Penyakit Penelitianinibertujuanuntukmengetahuifaktor InfeksiSaluranPernafasanAtas di Wilayah Kerja PuskesmasBatua Raya Kota Makassar.Variabel yang ditelitiyaknifaktorpengetahuan, variabelsikapdanfaktorlingkungan. Penelitianinimerupakandalambentukdeskriptif. Populasi yang diambiladalahsemuapasien yang datangberobatdalamkurunwaktu 25 Agustus sampai 28Agustus 2014. Sampel yang digunakanberjumlah60responden, pengambilansampeldenganmetodeTotal Sampling. Teknikpengambilan data menggunakankuisionerdanlembarobservasimeliputipertanyaantentangpengetahuan, sikap Analisa data dengan univariat dari 60 responden sebanyak 39 responden (65%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang Kejadian ISPA, dan sebanyak 21 responden (35%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang kejadian ISPA, sedangkan yang memiliki sikap positif tentang kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 10(17%) tentang kejadian ISPA Padahasilpenelitiandisimpulkansebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik tentang kejadian ISPA di Wilayah kerja puskesmas Batua Raya Kota Makassar. Disarankepadapihakinstansipelayanankesehatan agar melakukanpromosikesehatan yang lebihbaik. Kata Kunci Daftar Pustaka : Pengetahuan dan Sikap : 17 ( 2008-2014) PENDAHULUAN A. LatarBelakang Salah satu indikator tingkat kesejahtraan suatu masyarakat adalah dengan mengetahui status kesehatannya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, antara lain program dan pelayanan kesehatan, sikap hidup sehat (gaya hidup / life style), faktor keturunan dan faktor lingkungan terutama pengendalian penyakit infeksi. Menurut Departemen kesehatan RI, (2008). Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal, melalui upaya pelayanan kesehatan, diharapkan akan menciptakan tatanan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat serta memiliki k kemampuan untuk meninjau pelayanan kesehatan yang bermutu baik itu yang dilakukan di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan kesehatan masyarakat yang majemuk yang meliputi berbagai aspek kehidupan (Bio, psiko, sosial dan spiritual), maupun yang dilakukan oleh puskesmas sebagai suatu pelayanan kesehatan pertama terhadap masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat, (2015) dan tahun seterusnya bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal demi terciptanya masyarakat, bangsa dan 537 negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan sikap dan lingkungan sehat. Selain itu, masyarakat diharapkan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kebijaksanaan dan strategi pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015 dan tahun seterusnya melalui salah satu sasaran adalah program kesehatan masyarakat dengan penurunan penyakit infeksi (Notoatmojo, 2009 ).\ Untuk daerah Sulawesi Selatan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun (2008), ISPA menduduki tempat pertama (30,5%), sedangkan Infeksi akut pernafasan bawah pada urutan ke empat belas yaitu 1,0%. Di perkotaan seperti Makassar jumlah kasus ISPA cukup besar dan tersebar diseluruh pelayanan kesehatan. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Makassartahun 2013 dari sepuluh pola penyakit yang paling tinggi adalah infeksi pada saluran pernafasan bagian atas sebesar 20,47% penderita sedangkan paling rendah adalah gangguan gigi sebesar 3,09% penderita sedangkan untuk penyakit lainnya sebanyak 16,93 % penderita. Hal ini pola penyakit dapat berubah dari tahun ketahun pola penyakit penderita rawat jalan di puskesmas untuk semua golongan umur di kota Makassar. Dalam kasus yang sama terjadi di Puskesmas Puskesmas Batua Raya Kota Makassar, menunjukkan bahwa infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), menempati urutan pertama, penyakit yang dilaporkan pada tahun2012 jumlah kasus infeksi saluran pernapasan atas sejumlah 11071 kasus dan pada tahun2013 ditemukan 10860 kasus yang terdapat di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. dan ini masih di kategori sejumlah kasus yang besar pada tahun2013 dengan menduduki peringkat ke 2 dari sepuluh penyakit lainnya. Menurut Soegeng, (2009) diantara penyebab terjadinya peningkatan ISPA dimasyarakat adalah pengaruh lingkungan, sikap dan perilaku serta rendahnya pengetahuan masyarakat untuk mencari solusi terbaik dalam menanggulangi kejadian ISPA. Tindakan antisipasi masalah kesehatan oleh masyarakat tanpa menunggu jumlah korban. Menurut H.Blum (2008). Bahwa faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat, antara lain program dan pelayanan kesehatan, sikap dan perilaku hidup sehat , faktor keturunan dan faktor lingkungan terutama pengendalian penyakit infeksi. Berkaitan dengan beberapa hal di atas maka penulis tertarik menulis karya tulis ilmiah dengan judul “gambaran tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar”. B. RumusanMasalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam karya tulis ilmiah ini perumusan masalah yang penulis ambil yaitu: Bagaimana Tingkat pengetahuan dan Sikap ibu tentang Kejadian Penyakit Insfeksi Saluran Pernafasan Atas Di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. C. TujuanPenelitian Adapun tujuan penulisan ini sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran Tingkat pengetahuan dan Sikap ibu tentang Kejadian Penyakit Insfeksi Saluran Pernafasan Atas Di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. b. Untuk mengetahuisikap ibu tentang terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Memberikan masukan pada Puskesmas Batua Raya Kota Makassar, dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penderita penyakit ISPA di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. 2. Manfaat Teoritis Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka memperluas dan meningkatkan pengetahuan mengenai tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang terjadinya penyakit ISPA. 538 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA 1. Pengertian ISPA Infeksi saluran napas atas adalahinfeksi yang di sebabkan oleh mikro-organisme. Infeksi-infeksi tersebut terbatas pada struktur-struktur saluran napas bagian atas termasuk rongga hidung, faring hingga laring (Widjaya Anton, 2010 ). Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin,2007) Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006). 2. Etiologi Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, jamur dan kebanyakan adalah virus. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Diagnosis yang termasuk dalam keadaan ini adalah sinusitis, common cold, influenza, faringitis, dan laryngitis (Gede Niluh, 2010 ). 3. 4. 5. Gambaran klinis ISPA secara khas timbul dengan hidung tersumbat dan rinorea (terus mengeluarkan sekret dari hidung). Sakit tenggorokan dan rasa tidak nyaman saat menelan, bersin, dan batuk nyaring dan kering. Malaise umum dan demam . ISPA biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga 1 sampai 2 minggu dan sembuh secara spontan. Adanya rabas hidung purulen, nyeri pada sinus dan telinga, dan mukus tenggorok dalam merupakan tanda lazim dari infeksi bakteri ( Brunner, 2009 ). Patofisiologi Saluran napas atas secara langsung terpajan ke lingkungan, terdapat banyak mekanisme protektif di sepanjang saluran napas untuk mencegah infeksi. Refleks batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun. Terdapat lapisan mukosiliris yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronkus ke atas yang menghasilkan mucus, dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mukus, dan semua mikro-organisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas ke nasofaring tempat mucus tersebut dapat di keluarkan sebagai sputum, di keluarkan melalui hidung, atau di telan. Proses kompleks ini kadang-kadang di sebut sebagai system eksalator mukosiliaris (Nursalam, 2009 ). Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas, maka mikroorganisme akan di hadang oleh lapisan pertahanan ketiga yang penting, system imun. Respon ini di perantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lain-nya misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di system pernapasan, atau apabila mikroorganismenya sangat virulen maka dapat timbul infeksi saluran napas bagian atas ( Widjaya Anton, 2010 ). Jenis ISPA Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran pernapasan atas, mulai dari hidung, faring (tenggorokan), hingga 539 kotak suara (laring) ( Soegeng Soegijanto, 2008 ). Jenis penyakit yang termasuk dalam infeksi saluran pernapasan bagian atas antara lain : a. Sinusitis 1) Pengertian Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut parasinusitis ( Brunner, 2009 ). 2) Etiologi Penyebab sinusitis ialah streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae dan stafilococcus aureus. 3) Gejala Nyeri diatas area sinus, sekresi nasal yang purulen. 4) Terapi medis Pemberian antibiotik dan dekongestan oral seperti drxoral dan dimetapp atau topical ( Heri Purwanto, 2009 ). b. Faringitis (RadangTenggorokan) 1) Definisi Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring). 2) Penyebab Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis . Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus , korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia. 3) Gejala Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah. Gejala lainnya adalah: a) Demam b) Pembesaran kelenjar getah bening di leher c) Peningkatan jumlah sel darah putih. Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri ( Corwin, 2009 ). 4) Dua jenis faringitis a) Faringitis Virus Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan, demam ringan atau tanpa demam, jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat , kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar, tes apus tenggorokan memberikan hasil negative, pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri. b) Faringitis Bakteri Sering ditemukan nanah di tenggorokan, demam ringan sampai sedang, jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang, pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening, tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat, bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium ( Gede Niluh, 2010 ). 5) Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika diduga suatu strep throat, bisa dilakukan pemeriksaan terhadap apus tenggorokan. 6) Pengobatan Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri (analgetik), obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat. Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. 540 c. Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya demam rematik), jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan erythromycin atau antibiotik lainnya ( Nursalam, 2010 ). Common Cold 1) Pengertian Adalah istilah yang di gunakan untuk menunjukan gejala-gejala infeksi saluran napas atas. 2) Etiologi Penyebab penyakit ini virus. Masa menular penyakit ini beberapa jam sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah hilangnya gejala. Komplikasi timbul akibat invasi bakteri pathogen biasanya Pneumococcus, Streptococcus dan H.influenza dan staphylococcus. 3) Manifestasi Klinik Berupa gejala nasofaringitis dengan pilek, batuk dan kadangkadang bersin. Dari hidung keluar sekret cair dan jernih yang dapat kental dan purulen bila terjadi infeksi sekunder oleh kokus. Sumbatan hidung (kongesti) menyebabkan bernafas melalui mulut. Sumbatan hidung (kongesti) disertai selaput lendir tenggorokan yang kering menambah rasa nyeri. 4) Patologi Anatomis Submukosa hidung adematous disertai vasodilatasi pembuluh darah. Terdapat infiltrasi leukosit mula-mula sel mononukleus, kemudian polimorfonukleus. Sel epitel superficial banyak yang lepas. Regenerasi sel epitel baru terjadi setelah lewat stadium akut ( Sunaryo, 2010 ). 5) Terapi Medik a) Pemberian cairan yang adekuat b) Istirahat c) Dekongestan nasal aqueous d) Vitamin C e) Ekspectoran sesuai kebutuhan f) Kumur air garam hangat untuk mengurangi nyeri tenggorok g) Aspirin/asetaminofen. d. Flu atau influenza 1) Pengertian Flu atau influenza adalah infeksi virus dengan gejala atau keluhan sebagai berikut : demam, nyeri kepala, nyeri di otot, pilek, hidung tersumbat atau berair, batuk, rasa kering di tenggorokan ( Wijaya Anton, 2010 ). 2) Penanggulangan : Terapi non-obat: Flu umumnya dapat sembuh sendiri oleh daya tahan tubuh. Beberapa tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu adalah seperti untuk keadaan batuk dan pilek dengan ditambah : Beristirahat 2 – 3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi akan menambah daya tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung vitamin ( Gede Niluh, 2010 ). Terapi obat : Obat flu sebagai berikut, antipiretik/analgetik, antihistamin, ekspektoran, antitusif, dekongestan. Fenilpropanolamin, fenilefrin, efedrin dan pseudoefedrin merupakan nasal dekongestan yang harus digunakan secara hati-hati pada penderita atau yang mempunyai potensi tekanan darah tinggi maupun usia lanjut. Dextrometorfan HBr merupakan antitusif yang harus digunakan secara hati-hati pada penderita asma. Klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat merupakan antihistamin yang pada umumnya dapat menyebabkan rasa kantuk, sehingga tidak diperbolehkan untuk mengemudikan kendaraan bermotor atau menjalankan mesin ( Widjaya Anton, 2010 ). 541 e. Laringitis 1) Pengertian Laryngitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara (larynx) karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok anda (trachea). Di dalam kotak suara anda terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan ( Soegeng, 2008 ). Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius ( Chandra, B , 2008 ). 2) Tanda-tanda dan gejala Tanda dan gejala laringitis adalah sebagai berikut: a) Suara serak b) Suara pelan c) Rasa gatal dan kasar di tenggorokan d) Sakit tenggorokan e) Tenggorokan kering f) Batuk kering 3) Penyebab Biasanya infeksi virus menyebabkan laringitis akut. Infeksi bakteri seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis akut dapat juga terjadi saat menderita suatu penyakit atau setelah sembuh dari suatu penyakit, seperti flu atau radang paru-paru (pneumonia). Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD) ( Chandra, B ,2008 ). Penyebab lain terjadinya suara serak yang kronis adalah: a) Perlukaan (sariawan) pada pita suara b) Bisul (polip atau nodules) pada pita suara c) Pita suara yang kendur karena faktor usia d) Kelumpuhan pada pita suara, yang merupakan akibat dari suatu cedera, serangan stroke atau adanya tumor pada paru-paru 4) Faktor Risiko Faktor-faktor berikut ini akan membuat anda memiliki risiko yang lebih besar untuk mengidap laringitis: a) Adanya infeksi pada saluran pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. b) Keterpaparan terhadap zatzat yang membuat iritasi, seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja anda. c) Terlalu banyak menggunakan suara anda, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau menyanyi. 5) Pengobatan Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laringitis. Pengobatan terbaik untuk laringitis yang diakibatkan oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara anda sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut ( Gede Niluh, 2010 ). B. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Pengetahuan Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap suatu objek. Proses pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan 542 pendengaran. Pengetahuan merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengingat dan memahami serta penilaian keseluruhan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya sehingga mampu menjelaskan, menjabarkan dan menghubungkan bagian-bagian materi dalam satu bentuk keseluruhan yang masih terstruktur berdasarkan kriteria yang sudah ada atau yang ditemukan sendiri. Pengetahuan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber media, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, media poster dan lain sebagainya (Yasmin Asih, Dkk, 2008 ). Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap terbuka. Sikap yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhyul (superstition) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Pengetahuan pada dasarnya menunjukkan pada suatu yang diketahui, jadi ada sesuatu pokok soal yang mengharuskan orang mempunyai pengetahuan, tidaklah mungkin ada pengetahuan mengenai sesuatu yang tidak diketahui. 1. Macam pengetahuan : a. Pengetahuan analitis a priori : hal-hal yang diketahui lepas dari pengalaman dan karena itu bersifat pasti, namun tidak informative atau tak berisi sebab ia hanya menjelaskan apa yang sudah terdapat dalam makna kata. b. Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan yang diperoleh lepas dari pengalaman. c. Pengetahuan sintesis a priori : pengetahuan yang dapat diperoleh lepas dari pengalaman. Jadi bersifat pasti, namun pada saat yang sama berisi. Pengetahuan jenis ini diperolah dengan merefleksikan pengalaman rasional sedemikian rupa, dan mengungkapkan adanya kategori-kategori dalam pemikiran yang manata hasil cerapan indera itu menjadi pengalaman rasional. ( Kasdu D. Meislasari )(Sunaryo, 2009 . 2. Tingkatan pengetahuan Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakupenam tingkatan yaitu: a. Tahu Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa klien itu tahu, adalah klien dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan. b. Memahami Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterprestasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat mengguanakn hukum-hukum, rumus, metode, dalam situasi nyata. d. Analisis Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagianbagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan ialah klien dapat menggambarkan, membuat bagian, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi sikap, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi. e. Sintesis Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagia-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasinya. Ukuran kemampuan ialah klien dapat menyusun, meringkas,merencanakan, dan menyusaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau dususun sendiri ( Sunaryo, 2009 ). 543 C. Tinjaun Umum Tentang Sikap 1. Pengertian. Definisi sikap adalah derajat afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai kecenderungan subyek merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek (Wismato.B, 2009). Sikap ini ditunjukkkan dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif. Kualitas sikap digambarkan sebagai valensi positif menuju negatif, sebagai hasil penilaian terhadap obyek tertentu. Sedangkan intensitas sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif atau negatif. Kualitas dan intensitas sikap tersebut menunjukkkan suatu prosedur pengukuran yang menempatkan sikap seseorang dalam sesuatu dimensi evaluatif yang bipolar dari ekstrim positif menuju ekstrim negatif (Wismato.B, 2009). Menyimak uraian sikap di atas dapat dipahami bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek. Seseorang bersikap terhadap suatu obyek dapat diketahui dari evaluasi perasaannya terhadap obyek tersebut. Evaluasi perasaan ini dapat berupa perasaan senang-tidak senang, memihak-tidak memihak, favorit–tidak favorit, positif–negatif. Walgito (2001) mengemukakan bahwa sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selanjutnya Walgito (2001) mengemukakan tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu : 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. 3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus, sikap kadang-kadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya. 2. Tingkatan Sikap a. Menerima (receiving) Bahwa seseorang atau subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) b. c. d. Merespon (responding) Subyek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan yang berarti orang tersebut menerima ide sebagai stimulus. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. BertanggungJawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah diperolehnya dengan segala resiko. Adapun sikap yang simaksud pada penelitian ini adalah sikap perawat dalam pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dikategorikan baik, cukup, kurang. 544 D. KerangkaTeori Kerangka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka, yaitu bahwa tingkat pengetahuan dan Sikapibu tentang terjadinya ISPA di wilayah kerja Puskesmas Batua Kota Makassar. 2. METODE PENELITIAN A. DesainPenelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. B. Waktudan Tempat Penelitian 1. Tempat Penelitiandilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. 2. Waktu Penelitianini dilakukan pada tanggal 25 Agustus s/d 28 Agustus 2014. C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang berobat dan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Batua Raya Kota Makassar, sebanyak 60 orang 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi berdasarkan penelitian. Jumlah sampel 60 responden. Penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. D. Etika Penelitian Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sngat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan lansung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Dalam penelitian ini peneliti menekankan masalah etika yang harus diperhatiakn sebagai berikut : 1. Informed consent Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada pasien yang datang dipuskesmas. Responden yang diiteliti yang memenuhi dan diberikan kesempatan untuk terlebih 3. dahulu membaca, mengeti, dan memahami isi lembar persetujuan tersebut, apabila responden bersedia maka di persilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut, bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghargai hak responden. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama lengkap responden tetapi hanya akan mencantumkan inisial responden. Kerahasiaan (confidentialitity) Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang didapatkan dari responden. Peneliti hanya melaporkan data tertentu sebagai hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk melihat beberapa variable dalam waktu tertentu dimana. Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kemudian data diolah, maka berikut ini peneliti akan menyajikan analisa data univariat setiap variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi dan presentasi. 1. Karakteristik demografi responden Tabel IV.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Persentase 20 – 29 Tahun 37 62 % 30 – 39 Tahun 18 30 % 40 – 49 Tahun 5 8% Total 60 100% Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari total 60 responden terdapat jumlah responden dengan umur 20-29 tahunsebanyak 37 responden (62%), responden yang berumur 30-39 tahun sebanyak 18 responden (30%) dan responden yang berumur 40-49 tahun sebanyak 5 orang (8%). 545 Tabel IV.2 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase ≥ D III 25 42 % < D III 35 58 % Total 60 100% Sumber:Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari total 60 responden terdapat jumlah responden dengan tingkat pendidikan ≥ DIII sebanyak 25 responden (42%), sedangkan yang mempunyai latar belakang <DIII sebanyak 35 responden (58%) 2. Analisa Univariate Tingkat pengetahuan Tabel IV.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang terjadinya ISPA di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. Tingkat Pengetahuan Jumlah Persen Baik 39 65% Kurang Baik 21 35% Jumlah 60 100% Sumber: Data primer diolah Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 39 responden (65%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang Kejadian ISPA, dan sebanyak 21 responden (35%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang kejadian ISPA. a. Sikap Tabel IV.4 Distribusi frekuensi Sikap Tentang Kejadian ISPA di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. Sikap Jumlah Persen Positif 50 83 % Negatif 10 17 % 60 100 % Jumlah Sumber: Data primer diolah Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 60 responden yang memiliki sikap positif tentang kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden yang memiliki sikap negatif 10 responden (17%) tentang kejadian ISPA. B. Pembahasan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan untuk mencari gambaran Tingkat Pengetahuan dan SikapIbu Tentang terjadinya ISPA yang dilakukan di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar. Adapun distribusi masing-masing variable tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan tabel IV.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 60 responden dengan tingkat pengetahuan tentang terjadinya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di Puskesmas Batua Raya Kota Makassar, diperoleh 39 orang (65%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan 21 (35%) responden memiliki pengetahuan kurang tentang infeksi saluran pernafasan atas. Pengetahuan yang kurang tentang ISPA oleh responden tersebut karena kurang melihat, membaca, mendengar atau mendapat penjelasan langsung tentang penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sehingga responden tidak mampu menjawab pertanyaan dalam bentuk kuisioner dengan benar. Hal ini sejalan dengan teori Soekidjo Notoatmodjo (2009) yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan pengetahuan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagain besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga dan di dapatkan melalui lingkungannya, \oleh karena itu seseorang yang sebelumnya tidak tahu dan tidak mengerti karena suatu proses belajar maka orang tersebut menjadi tahu dan mengerti. Terdapat 21orang (31%) responden yang memiliki pengetahuan baik terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) ini disebabkan karena adanya motivasi, minat dan rasa ingin tahu terhadap penyakitnya sehingga terjadi proses belajar dalam diri individu tersebut yang pada akhirnya responden menjadi sadar akan penyakitnya dan mampu beradaptasi terhadap penyakit yang dialami oleh responden. Hal ini sejalan dengan teori Soekidjo Notoatmodjo (2009) yang mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial, meskipun demikian masih ditemukan 47 (69%) responden yang pengetahuannya kurang ini disebabkan karena kurangnya kesadaran, motivasi, minat dan perhatian, serta dukungan sosial (social 546 2. support)dalam mengenal penyakitnya sehingga tidak terjadi proses belajar secara efektif dan tidak menimbulkan perubahan perilaku kearah adaptif sementara stressor semakin mendesak sehingga menyebabkan timbulnya perubahan perilaku yang tidak adaptif. Hal ini sejalan dengan teori Cobb (2006) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah sumber daya eksternal utama dalam penyelesaian masalah, disamping itu dalam Soekidjo Notoadmodjo (2009) mengatakan bahwa social support adalah salah satu faktor yang mendorong terjadinya perubahan perilaku kesehatan. Dari data tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik maka persentase untuk mengerti dan atau memahami penyakit ISPA lebih besar, sebaliknya semakin kurang pengetahuan responden maka semakin kecil persentase untuk mengerti atau memehami materi tersebut. Rendahnya tingkat pengetahuan responden di karenakan kurang informasi yang diterima dan sebagian besar responden mempunyai pendidikan yang rendah. Dengan keadaan tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang penyakit ISPA maka kecenderungan untuk bertindak dan melaksanakan pencegahan penyakit ISPA lebih besar. Hal ini bisa di pahami karena yang berpengetahuan baik memiliki kesadaran dan wawasan yang luas. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa seseorang melakukan suatu hal dengan baik jika ia mengetahui dan memahami secara mendasar tentang hal tersebut. Dengan demikian responden dengan memiliki pengetahuan yang baik dapat memahami atau mengerti tentang penyakit ISPA. Sikap Berdasarkan tabel. IV.2 diatas dapat dilihat bahwa dari 60 responden, yang memiliki sikap positif tentang kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden yang memiliki sikap negatif 10 responden (17%) tentang kejadian ISPA. Sikap seseorang tentang suatu penyakit sangat ditentukan oleh lingkungan disekitarnya hal ini sejalan dengan teori H.Blum (2008) bahwa salah satu indikator tingkat kesehatan adalah environmental (lingkungan). Penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang penularannya oleh mikroorganisme sangat besar pengaruhnya oleh faktor lingkungan sekitar dimana lingkungan dapat diartikan sebagai segala benda, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi segala hal-hal yang hidup, termasuk manusia Kesejahteraan manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, lingkungan yang kurang baik, atau sama sekali tidak menguntungkan akan memberikan dampak negatif, sedangkan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan. Upaya antisipatif agar hal-hal yang bersifat negatif dapat dikendalikan, sedangkan hal-hal yang positif dapat dikembangkan. Sikap sesorang terhadap lingkungan yang selalu berinteraksi dengan manusia dan seringkali mengalami perubahan akibat adanya kegiatan manusia seperti : air, udara, dan manusia itu sendiri. Perubahan yang harus diwaspadai, pada dasarnya karena berbagai komponen lingkungan seperti air, udara, dan vektor tersebut yang mengandung agen penyakit. Bagaimna kita bersikap ramah dengan lingkungan yang padat dan kumuh sangat besar resiko terjadinya penyakit ISPA. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah” sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Berperilaku hidup bersih dan sehat sangat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran ISPA dimasyarakat antara lain mencakup: perumahan, kepadatan rumah, lokasi lingkungan, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk 547 terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik antara lain: 1. Dari 60 responden sebanyak 39 responden (65%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang Kejadian ISPA, dan sebanyak 21 responden (35%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang kejadian ISPA 2. Dari 60 responden yang memiliki sikap positif tentang kejadian ISPA 50 (83%),sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 10(17%) tentang kejadian ISPA B. Saran Berdasarkan karya tulis ilmiah yang telah dilakukan penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Untuk mencegah terjadinya peningkatan penyakit infeksi saluran Pernapasan atas, (ISPA). Diharapakan kepada pihak instansi pelayanan kesehatan agar melakukan promosi kesehatan yang lebih baik. 2. Walaupun Pengetahuan dan sikap yang relatif baik terhadap terjadinya penyakit insfeksi saluran pernafasan atas, (ISPA) hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk mempertimbangkan faktor lain yang bisa mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi saluran atas. 3. Saran untuk peneliti mendatang adalah agar bisa menambah faktor yang akan diteliti, sehingga hasil penelitian selanjutnya bisa lebih membantu baik bagi peneliti sendiri maupun bagi institusi pendidikan dan instansi pelayanan kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. (2009). “ Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah”. EGC. Jakarta. Corwin, E. (2009).”Buku Saku Patofisiologi”. EGC. Jakarta. Chandra, B. (2008). “Pengantar statistik Kesehatan”, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Departemen Kesehatan RI, (2008). “Indonesia sehat 2013, visi, misi, kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan”. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. ( 2010 ), “Petunjuk Pengelolaan Perawatan Kesehatan Masyarakat,”.Jakarta. Dinkes Sulsel. (2013). “Profil Kesehatan Provinsi Sulsel”. Makassar Dinkes Kota Makassar. (2013). “Profil Kesehatan Kota Makassar” Gede Niluh. (2010). “ Keperawatan Medikal Bedah; Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan “. EGC. Jakarta. Gie, T.L. (2009). “Pengantar Filsafat Ilmu” Liberty. Jogjakarta. Heri Purwanto. (2010). “ Pengantar Statistik Kesehatan”. EGC. Jakarta Ilmu Kesehatan Masyarakat dan kedokteran. Available from http:// www. Medicastro. Accessed Juni 20/2014. Kasdu D. Meilasari M. (2008). “Ilmu Perilaku Manusia”, 3G Publiser Jakarta, Notoatmojo. S (2008). “Ilmu Kesehatan Masyarakat”.Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmojo. S (2009).” Pengantar Pendidikan & Ilmu Perilaku Kesehatan”. Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam. (2010). “ Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Puskesmas Batua Raya Kota Makassar (2012). Profil Kesehatan Puskesmas Batua Raya Kota Makassar Poerwadarmita. (2009). “KamusumumBahasa Indonesia”. Balai Pustaka Jakarta. R.Hartono,(2012), Gangguan Pernafasan Pada Anak: Ispa, Nuha Medika: Yogyakarta Soegeng Soegijanto. (2008). “Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. Sunaryo. (2008). “Psikologi Untuk Keperawatan”. EGC. Jakarta Sumijatun, dkk. (2010). “ Konsep Dasar Keperawatan Komunitas”. EGC. Jakarta