BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan sampai yang parah dan mematikan. Tingkat keparahan gejalanya tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pada diri pasiennya. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Penyakit ini juga dapat diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih dari gejala-gejala seperti tenggorokan sakit atau nyeri saat menelan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak1. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, parainfluenza virus, severe acute respiratory syndrome- associated coronavirus (SARS-CoV), dan influenza virus2. ISPA juga dapat disebabkan oleh bakteri1. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyebab dari kesakitan dan kematian pada penyakit infeksi di dunia. Angka kematian tertinggi terjadi pada anak-anak dan orang tua di negara yang pendapatannya rendah. Hampir 4 juta orang di dunia meninggal setiap tahunnya karena ISPA, dimana penyebab 1 repository.unisba.ac.id 2 terbanyak kematiannya dikarenakan ISPA saluran pernapasan bagian bawah. Faktor yang dapat membuat seseorang terkena penyakit ISPA adalah faktor dari pelayanan kesehatannya, faktor dari dalam diri pasien, dan terakhir adalah faktor yang berasal dari lingkungan seperti polusi udara, kepadatan penduduk, higienitas, cuaca, dan suhu lingkungan. Proses terjadinya penyakit disebabkan karena adanya interaksi antara “agen” atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung sehingga ketiga faktor ini dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit3. Faktor yang berasal dari pelayanan kesehatan seperti vaksin dan pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau. Faktor yang berasal dari dalam diri pasien adalah usia, perokok, status imun, dan status nutrisi. Faktor yang berasal dari penyebabnya adalah faktor virulensinya2. Teori segitiga epidemiologi berperan dalam menerangkan penyebab penyakit infeksi, dimana ada tiga komponen yang tidak seimbang sehingga terjadi penyakit 4. Tiga komponen itu adalah agen, pejamu dan lingkungan4. ISPA di Indonesia masih menempati urutan pertama penyebab kematian di Indonesia. Proporsi kematian Balita yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% 30% dari seluruh kematian anak Balita. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan sebanyak 15% - 30 % kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit disebabkan oleh ISPA5. Ditinjau dari prevalensinya pada tahun 1999 di Indonesia, diketahui bahwa penyakit saluran pernafasan menempati urutan pertama dari 10 penyakit rawat jalan dan menjadi urutan kedua pada tahun 2007 dan menjadi pertama kembali pada tahun 2008. Berdasarkan hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) pada tahun 2008 repository.unisba.ac.id 3 menunjukkan kematian bayi akibat ISPA sebesar 28%, artinya ada 28 bayi dari 100 bayi dapat meninggal akibat penyakit ISPA. Tahun 2009 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia mencapai 46%, artinya ada 46 bayi dari 100 bayi dapat meninggal akibat penyakit ISPA6. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah ke bawah1. Indonesia sebagai daerah tropis menjadi daerah endemik untuk beberapa penyakit infeksi seperti ISPA. Asap dari kebakaran hutan, gas buangan kendaraan bermotor, polusi udara dalam rumah karena asap dapur, asap rokok, perubahan suhu, kelembaban dan curah hujan menjadi faktor-faktor yang meningkatkan kejadian ISPA7. ISPA dapat menjadi epidemi disaat musim hujan8. Penyakit infeksi merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia karena penyakit ini paling sering diderita berbagai kalangan masyarakat. Di antara berbagai penyakit infeksi, flu dan diare merupakan penyakit infeksi yang paling sering ditemukan. Penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian utama bayi dan balita terutama pada keluarga miskin9. Data KepMenKes menunjukkan bahwa penyakit ISPA di Indonesia sepanjang 2007 sampai 2011 mengalami tren kenaikan. Pada tahun 2007 jumlah kasus ISPA berkategori batuk bukan Pneumonia sebanyak 7.281.411 kasus dengan 765.333 kasus Pneumonia, kemudian pada tahun 2011 menjadi 18.790.481 juta kasus untuk batuk bukan pneumonia dan 756.577 pneumonia. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap kejadian penyakit. Blum (1974) menyatakan bahwa repository.unisba.ac.id 4 lingkungan merupakan salah satu faktor penentu terjadinya penyakit. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan dengan kejadian penyakit. Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan iklim secara bermakna. Perubahan tersebut akan berpengaruh pula terhadap kemungkinan terjadinya penyakit10. Status sosial ekonomi rendah, buta huruf ibu, status gizi buruk, kepadatan penduduk, polusi udara dalam ruangan dan perilaku merokok pada orangtua adalah faktor risiko sosiodemografi yang menjadi faktor risiko terkena ISPA11. Berdasarkan Riskesdas 2013, terlihat prevalensi gizi kurang dan gizi buruk meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Gizi merupakan unsur yang penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, mengingat zat gizi berfungsi menghasilkan energi, membangun dan memilihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Selain itu gizi berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini akan berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak. Pada kasus gizi kurang, individu akan lebih rentan terhadap infeksi akibat menurunnya kekebalan tubuh terhadap invasi patogen. Pertumbuhan yang baik dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan tingkat kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang terhambat biasanya disertai dengan status imunologi yang rendah sehingga balita mudah terkena penyakit12. Dikarenakan dari data laporan tahunan Puskesmas Plered didapatkan jumlah pasien ISPA yang banyak, belum pernah dilakukan penelitian mengenai repository.unisba.ac.id 5 ISPA, dan penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara gizi dengan ISPA, maka penulis membuat penelitian dengan judul "HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN ISPA PADA BALITA DI KECAMATAN PLERED TAHUN 2015" 1.2 Rumusan Masalah 1. Berapakah jumlah kejadian penyakit ISPA di Puskesmas Plered Bulan Maret Tahun 2015? 2. Berapakah jumlah dan persentase balita yang mengalami ISPA dengan gizi tidak baik? 3. Berapakah jumlah dan persentase balita yang mengalami ISPA dengan gizi baik? 4. Apakah terdapat hubungan antara status gizi pada balita di Kecamatan Plered dengan ISPA Bulan Maret Tahun 2015? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk menganalisis ada tidaknya hubungan antara status gizi dengan ISPA pada balita di Puskesmas Plered periode Maret 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisis jumlah balita dengan gizi kurang dan buruk di Puskesmas Plered pada periode bulan April tahun 2015. repository.unisba.ac.id 6 2. Untuk menganalisis proporsi status gizi baik dan buruk pada penderita ISPA yang balita. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai jumlah dan persentase status gizi dan ISPA Bulan Maret Tahun 2015 di Puskesmas Plered bagi peneliti lainnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Dengan hasil yang didapat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai perlunya pemberian gizi yang cukup pada balita, bagi masyarakat di Kecamatan Plered. repository.unisba.ac.id