1 Emosi Bukan Sekedar Marah Oleh

advertisement
Emosi Bukan Sekedar Marah
Oleh : Wahyu Suprapti
A. Apakah emosi Itu?
“Kamu mah emosian sih”. Kata-kata itu sering diucapkan ketika seseorang
sedang marah. Emosi sering dikaitkan dengan orang yang pemarah. Pengertian
tersebut secara awam dikenali dan dipakai oleh banyak orang. “Jangan emosian
dong”. Pengertian emosi
yang dikaitkan dengan marah, malah terkadang
diidentikkan dengan sifat suku, misalnya suku tertentu berasal dari Sumatera.
Emosi melekat pada setiap orang, namun apakah setiap orang pemarah? Emosi
tidak sekedar menunjukkan orang yang pemarah apalagi merujuk kepada streotip
untuk suku tertentu. Apabila emosi ditilik dari bahasa Inggris, kata emosi adalah
‘emotion’.
Emotion
merujuk
pada
sesuatu
dan
perasaan
yang
sangat
menyenangkan atau sangat mengganggu. Misalnya, Seseorang merasakan situasi
yang menyenangkan ketika bersama pacar, rasa bahagia, saling senyum, dan
dunia serasa milik berdua. Keadaan itu mungkin dikatakan “emosi cinta”. Lalu
apakah sebenarnya yang dimaksud dengan emosi ? Kajian tenang emosi telah
dibahas oleh beberapa ahli. Berikut ini dikutipkan beberapa pengertin emosi
sebagai berikut : Emosi (emotion) adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap (Oxford
English Dictionary). Emosi (emotion) merupakan istilah deskriptif general yang
diterapkan untuk mengamati perilaku, perubahan kejiwaan (psikologis) dan
perasaan subyektif yang semuanya diasosiasikan serta dinyatakan sebagai
penggerak tinggi di dalam diri orang (Dictionary of Education).
Sedangkan menurut Jeanne Segal (2000:32-33) emosi berasal dari
bahasa Latin movere (bergerak). Emosi merangsang ingatan dengan sangat baik
tentang berbagai kejadian dan memotivasi diri orang untuk melakukan sesuatu
secara emosional. Dengan berpegang pada sumber motivasi, sehingga
emotional intelligence (EI) dapat memperteguh tekad untuk bersungguhsungguh. Searah dengan pandangan Segal, selanjutnya Arno F. Wittig dan
1
Gurneys Williams (1984: 389) berpendapat bahwa emosi berasal dari bahasa
Latin yang berarti memindahkan (to move out) atau merangsang (to excite).
Bahkan Wittig dan Williams menyatakan bahwa dalam penggunaannya secara
umum, emosi berarti perasaan subyektif (subjective feelings). Dengan kata lain
mengandung arti sama yaitu affect (pengaruh). Ranah perasaan merupakan
kebalikan dari ranah kognitif atau aksi. Terdapat lima dasar kondisi emosi antara
lain ketakutan (geri, gugup, takut, cemas, khawatir, was-was, tidak tenang),
kerinduan, marah (beringas, benci, kesal hati, terganggu, kebencian dsb), cinta (
penerimaan, persahabatan, mabuk kepayang,rasa dekat dsb) dan rasa sedih.
B. Apakah Kecerdasan Emosi Itu?
Gary Sutton (2005:150) mendefinisikan Emotional
intelligence (EI)
sebagai kemampuan tertentu dalam diri seseorang untuk membaca
perasaan-perasaan dalam hati dan perasaan orang lain yang bekerja sama
dengan dirinya, sehingga orang mampu menangani hubungan-hubungan ini
secara efektif dan strategis. Selanjutnya Emotional Quotient (EQ) di sini
disebut saja sebagai kecerdasan emosional yang terdapat dalam diri seseorang
dan dapat ditunjukkan berupa kemampuannya berinteraksi, berkomunikasi,
beradaptasi, dan bersosialisasi dengan lingkungan jasmani. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi emosi antara lain: (1) Kurang tidur; (2) Pekerjaan belum
terselesaikan; (3) Ada problem pribadi/2iker2a; (4) Sedang stress; (5) Kurang
sehat/sedang sakit; (6) Dikejar waktu/terburu-buru; (7) Lagi jengkel dan lainnya.
Sphrintal dan Sphrintal mendefinisikan kecerdasan emosional seseorang dapat
diperlihatkan dari kemampuannya untuk beradaptasi (size up) dengan situasi
baru, belajar dari kesalahan di masa lampau, dan berkreasi dengan pola 2iker
baru. Kecerdasan emosional dapat menunjukkan nilai-nilai yang ada di dalam
suatu masyarakat agar dapat bertahan secara terus menerus (survival).
Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,
2
serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut
seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah
kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper dan Sawaf (1998)
mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,
memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Selanjutnya Howes dan Herald
(1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen
yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati,
naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati,
kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan
lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Harmoko (2005)
Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan
mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain.
Bagaimanakah pengertian kecerdasan emosi dalam konteks pekerjaan? Menurut
Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat
untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meliputi
atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan
seringkali individu tidak mampu menangani masalah–masalah emosional di
tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan
diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita.
Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi. Ilustrasi
berikut ini agaknya dapat menggambarkan pemanfaatan kecerdasan emosi di
lingkungan pekerjaan. Mengapa ada orang yang cerdas secara emosi, namun
banyak juga yang tidak cerdas? Kadang-kadang kita memiliki niat untuk berubah,
namun mengapa sulit juga berubah? Hambatan-hambatan apakah yang dijumpai
dalam mengelola emosi?
3
C. Hambatan dalam Mengelola Emosi
Hambatan tersebut bisa merupakan hambatan internal dan eksternal.
1. Hambatan Internal
Adalah hambatan-hambatan yang ditimbulkan karena terjadinya konflik
dalam diri kita terhadap informasi yang datang dan sangat tergantung pada
jalur-jalur koneksi yang telah terbentuk sebelumnya (proses belajar pada
otak) (rangkuman dari beberapa sumber). Hambatan internal ini antara lain
terjadi karena perasaan takut, terpengaruh, cemburu, menipulasi, intimidasi
dan membenci diri. Sesorang yang menunjukkan sikap dan prilaku hidup ini
berada dalam pusaran pertentangan dan kesengsaraan diri. Perasaan
negatif ini menimbulkan bayangan tak terlihat dalam kehidupan kita dan
seringkali menjadi nyata dalam bentuk tindakan yang menyimpang
•
Kendali diri; ketika kita menghadapi tekanan menjadi bermuka masam
atau mengumbar kemarahan
•
Kehati-hatian; Mereka yang tidak bertanggung jawab dengan tidak
mengakui
kesalahan,
menutup-nutupi
kesalahan
dan
melempar
kesalahan pada orang lain.
•
Dapat dipercaya; Mereka terlau ambisius, sehingga terlalu ingin maju
walaupun mengorbankan orang lain. Ingin menonjolkan diri didepan
pimpinan.
Hambatan-hambatan ini menurut beberapa sumber dikatakan akan muncul
dalam prilaku atau sikap-sikap sebagai berikut:
• Mudah tersinggung. Dalam pengelolaan emosi ini sangat dibutuhkan
kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya.
•
Mengumbar kemarahan. Emosi amarah diakibatkan oleh kendali diri yang
kurang diasah, sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain yang
mendengarkan.
•
Mudah tertekan. Tidak kuat dalam menerima tekanan-tekanan pekerjaan,
yang megakibatkan rasa putus asa, menyendiri dan menarik diri, atau
sebaliknya dapat memicu kemarahan yang tak terkendali
4
•
Curiga. Rasa tidak percaya diri, menimbulkan kurang dapat bekerjasama
dengan orang lain
•
Rasa bersalah atau malu; Perasaan ini sangat mengganggu seseorang,
karena sering menyelahkan diri sendiri dan tidak mempunyai keberanian
untuk mengemukakan pendapatnya
•
Keraguan
mendalam
atau
penyesalan;
Prilaku
ini
biasanya
menghambat yang bersangkutan dalam pengambilan keputusan.
•
Rasa muak atau benci; Diliputi dengan perasaan bermusuhan, sehingga
mengakibatkan prilakunya tidak efisien
•
Tidak pernah menyadari kekurangan-kekurangan dan kelemahannya.
Selalu merasa benar dan lebih pandai dari orang lain. Biasanya tidak
banyak teman, tetapi banyak musuh
•
Tidak mau belajar dari pengalaman; Sering membuat kesalahan yang
sama, tidak berkembang dan kurang inisiatif
• Tidak terbuka terhadap umpan balik; Merasa dirinya sudah pandai dan
tidak memerlukan bantuan orang lain
•
Tidak mampu menunjukkan rasa humor dan berpikiran kerdil. Kurang
wawasan dan sangat serius terhadap suatu masalah
2. Hambatan Eksternal
Adalah hambatan-hambatan yang ditimbulkan karena masalah
diluar diri sendiri. Misalnya situasi kerja, situasi lingkungan dan situasi
keluarga
semua
membuat
rangsangan-rangsangan
yang
dapat
menimbulkan suatu tindakan yang tidak terkontrol. Aliran perasaan kita
bergerak secara paralel dengan aliran pikiran. Sedikit kesal bila
menghadapi kemacetan lalu lintas, perasaan ceria pada waktu bangun
pagi karena udara yang sangat terasa nyaman, atau karena satu hari ini
tidak dimarahi oleh bos, sehingga membuat Anda berdendang, dan
bahkan ribuan emosi besar dan kecil yang datang dan pergi bersamaan
dengan bergesernya matahari. Hambatan eksternal ini berkaitan dengan
5
kecakapan emosi empati dan kecakapan emosi ketrampilan sosial.. Ada
beberapa hal yang menjadi hambatan dalam mengelola emosi kita terkait
dengan hambatan dari luar diri kita, diantaranya adalah:
• Tidak menjadi pendengar yang baik; Mendengar adalah salah satu
jalinan
komunikasi
yang
sangat
dibutuhkan.
Bagaimana
kita
memahami orang lain dengan mau mendengarkannya.
• Tidak peka terhadap perspektif orang lain; Perspektif orang lain adalah
khasanah
pengembangan
wawasan
yang
sangat
diperlukan,
Ketidakpekaan ini akan mengakibatkan mandegnya pola pemikiran
yang bersangkutan
•
Tidak memahami perasaan orang lain; Memahami perasaan orang lain
tidak berarti harus ikut menjadi, akan tetapi ikut merasakan. Hambatan
ini akan berakibat buta emosi, tuli nada emosi, tak dapat tergerakkan
oleh penderitaan/masalah yang diderita orang lain
• Kurang memahami kebutuhan orang lain; Menghambat terbentuknya
komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat menghambat
pencapaian tujuan sesuai yang diinginkan
• Tidak berorientasi pada pengembangan orang lain. Apa yang
diharapkan kelompok tidak tercapai karena tidak ada pengaruh yang
diberikan oleh seseorang terhadap anggota kelompok yang lain
•
Tidak bisa membaca emosi kelompok. Tidak mendukung dinamika
kerja kelompok tersebut,
• Tidak mempunyai taktik dalam melakukan persuasi; Ini akan
mengakibatkan tidak nyaman dan tidak harmonis hubungan dengan
orang lain
•
Kurang mampu berkomunikasi. Tentunya tidak mendukung tujuan dan
misi yang setidaknya telah kita gariskan dalam diri kita
•
Takut perubahan; Setiap kegiatan adalah perubahan, ketakutan
terhadap perubahan dapat mengakibatkan tidak tercapainya apa yang
diinginkan
6
• Tidak mampu mengatasi konflik. Membiarkan sebuah konflik terjadi
berkepanjangan
akan
berakibat
tidak
terselesainya
sebuah
permasalahan
D. Teknik Mengelola Emosi Diri
Bagaimanakah teknik mengelola emosi diri ? beberapa teknik dapat kita
lakukan, dalam artikel ini haya dibatasi pada tiga teknik mengelola emosi
sbagai berikut :
1. Relaksasi Fisik dan Emosi
Relaksasi ini dapat dilakukan sebelum emosi datang maupun sesudah
emosi datang. Relaksasi berasal dari bahasa Inggris relaxation artinya
kembalinya satu otot pada keadaan istirahat setelah mengalami
konsentrasi atau peregangan, atau satu keadaan tegangan rendah tanpa
emosi yang kuat. ( J.P. Chanplin , Kamus Lengkap Psikologi ). Melakukan
relaksasi terbukti dapat membuat seseorang menjadi tenang dalam
menghadapi berbagai situasi yang kurang menyenangkan atau penuh
tekanan. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai variasi, misalnya
menarik nafas dalam-dalam, melakukan latihan-latihan ringan untuk
mengendurkan otot-otot, atau pun dengan kata-kata: "relaks; tenang aja;
take it easy; gak apa-apa kok".
2. Reframing (Tehnik Membingkai Kembali)
Dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa sadari kita telah melakukan teknik
Reframing ini. Apabila ada suatu musibah yang menimpa salah satu dari
kita, tanpa sadar kita mengucapkan “Untung hanya bagian ini saja yang
kena” atau mungkin kita berucap “Untung saya masih selamat”.
Ungkapan-ungkapan di atas sebenarnya apabila kita telaah merupakan
sebuah Reframing yang bagus.
7
Lalu apakah sebenarnya Reframing itu?
Sebelum kita menjawab apa itu definisi reframing, kita semua tentu
mengenal sebuah frame atau bingkai bukan? Dalam konteks ini frame
atau bingkai yang dimaksud adalah bagaimana kita memandang dunia di
sekeliling kita dan pelajaran apa yang dapat kita ambil dari dunia dimana
kita hidup. Frame atau bingkai apa yang kita pakai ketika melihat suatu
kejadian, hal itulah yang membuat manusia makhluk yang unik karena kita
mempunyai frame yang berbeda antara satu manusia dan manusia
lainnya karena PETA BUKANLAH DAERAH YANG SEBENARNYA. Oleh
karena itu, bingkai kita dalam memandang sesuatu berbeda-beda.
Frame dapat berarti pula bagaimana konflik dijelaskan atau proposal di
jabarkan. Reframing itu sendiri adalah sebuah proses merubah pikiran kita
yang merespon terhadap segala yang terjadi diluar. Respon yang terjadi
terhadap dunia luar ada yang positif dan ada juga yang negatif. Teknik
reframing ini dibutuhkan untuk membingkai kembali respon yang negatif
tadi menjadi yang lebih bermanfaat untuk diri kita dan sekeliling kita.
Secara mudahnya Reframing dapat berarti membingkai kembali frame
yang kita punya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pikiran kita selalu
merepresentasikan setiap kejadian yang kita jumpai dalam hidup ini
dengan berbagai cara. Representasi itu bisa merupakan gambaran ,
suara-suara atau perasaan yang positif bisa juga hal yang sebaliknya.
Pikiran kita adalah sebuah frame, bingkai yang selalu kita pakai dalam
melihat dunia. Terkadang bingkai itu merupakan hal yang positif. Akan
tetapi, bingkai itu terkadang menampilkan hal yang negatif. Kita tidak ingin
hal yang negatif tersebut mengganggu pikiran kita bukan? Oleh sebab itu,
teknik reframing ini sangat kita butuhkan.
Sebagai contoh, ada sebuah pernyataan negatif yang dilemparkan rekan
kerja kita “Kamu malas sekali jadi orang”. Lalu bagaimana kita
menanggapi pernyataan rekan kita tadi, apakah kita langsung marah atau
kita hanya tersenyum saja? Apabila kita memasteri teknik Reframing ini
kita akan membalasnya dengan berbicara “Malas merupakan hal yang
8
positif bagi saya, karena saya bekerja disini karena kemalasan saya. Saya
ditempatkan di bagian inovasi dimana kemalasan saya dibutuhkan dalam
menemukan hal-hal yang baru yang hanya bisa ditemukan oleh orang
yang malas.”
Contoh kasus diatas adalah bagaimana kita mereframe sesuatu. Semakin
hebat kita mereframe sesuatu, semakin sedikit pula kita mengalami
stress.
3. Tehnik Emotional Freedom Therapy (EFT)
Teknik Emotional Freedom Therapy adalah salah satu varian dari
Meridian
Based Therapy (MBT). Tehnik ini untuk mengatasi masalah
yang berhubungan dengan emosi negatif yang muncul akibat dari limiting
belief atau belief yang tidak mendukung. Limiting belief disebut juga
mental block. Dengan menyelesaikan emosi, belief yang mengakibatkan
munculnya emosi negatif akan berhasil di atasi. Bagaimana cara kerja
EFT ? Setiap peristiwa yang kita alami bersifat netral, namun pikiran kita
yang memberikan makna untuk kejadian tersebut. Karena itu bisa positif
dan bisa negatif. Makna positif akan menimbulkan bilief positif yang
selanjutnya muncul emosi positif. Sebaliknya , makna negatif akan
menimbulkan belief negatif yang mengakibatkan munculnya emosi
negatif. Namun sebelum emosi negatif muncul
menurut teori EFT
terlebih dahulu akan terjadi gangguan listrik pada jalur meridian. EFT ini
bertujuan mengatasi gangguan lisrik itu. Ketika gangguan teratasi, secara
otomatis emosi negatifnya juga teratasi. Emosi negatif berasal dari belief
/kepercayaan negatif, begitu emosinya berhasil diselesaikan secara
otomatis beliefnya juga berhasil di selesaikan. Jadi yang diotak-atik bukan
emosinya atau belief-nya melainkan listriknya.
Mengapa mental block atau limiting belief
perlu diperbaiki? Hal ini
disebabkan limiting belief menghambat kinerja seseorang sehingga akan
mengganggu kinerja organisasi. Di samping itu
9
limiting belief bekerja
seperti virus di dalam komputer yaitu menganggu program. Teknik
pengendalian emosi dengan EFT akan dibahas dalam bagian tulisan ini.
E Penutup
Sebagai penutup artikel ini renungkan kata-kata bijak sebagai berikut :
Melihat ke atas : memperoleh semangat untuk maju.
Melihat ke bawah : bersyukur atas semua yang ada.
Melihat ke samping : semangat kebersamaan.
Melihat ke belakang : sebagai pengalaman berharga.
Melihat ke dalam : untuk instropeksi &
Melihat ke depan : untuk menjadi lebih baik …
Dari air kita belajar ketenangan…..
Dari batu kita belajar ketegaran…..
Dari tanah kita belajar kehidupan…..
Dari kupu-kupu kita belajar merubah diri …
Dari padi kita belajar rendah hati … dan
Dari TUHAN kita belajar kesempurnaan.
KARENA TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA
Daftar Pustaka :
1) Bandler, Licensed Master Practitioner of Neuro-Linguistic Programming,
Copyright 2008, PT Inspirasi Indonesia
2) Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Gramedia, Pustaka Utama,
1997.
3) Tri Akosa, Winarno, Andreas, Modul pim IV, Kecerdasan Emosi, Lembaga
Administrasi Negara
4) Robert K. cooper, PhD, dan Ayman Sawaf, Executive EQ, Kecerdasan
Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Jakarta, 1998.
5) Lawrence E. Shapiro, PhD, Mengajarkan Emotional Intellegence, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
6) Wahyu Suprapti 2006,
Kepemimpinan dalam Organisasi,Modul III,
Lembaga Administrasi Negara, Jakarta
7) Wahyu Suprapti, Mensinergikan EQ,IQ dan SQ dalam mendukung
kesuksesan Pemimpin, Modul SMART and Leadership, LAN
10
Download