MAKNA HIDUP PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Kasus 4 Pekerja Seks Komersial yang Menjalani Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”) Imma Hapsari Putri Departmen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *) Email : [email protected] ABSTRAK Pelacuran tergolong masalah sosial yang sudah lama terjadi. Di dunia pelacuran kita juga mengenal istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). PSK yang terjaring oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kemudian dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Dalam masa rehabilitasi mereka diberikan berbagai kegiatan bertujuan agar tidak kembali menjadi PSK. Dalam hal ini ada proses pencarian makna hidup saat menjalani masa rehabilitasi. Makna hidup ini berkaitan dengan konsistensi akan pencapaian tujuan yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan keinginan untuk hidup bermakna menjadikan motivasi utama bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang positif. Kata kunci: pekerja seks komersial; rehabilitasi; makna hidup; sumber-sumber makna hidup. THE MEANING OF LIFE AMONG COMMERCIAL SEX WORKERS (Case study of 4 Commercial Sex Workers who Underwent Rehabilitation at Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”) ABSTRACT Prostitution is considered as social problem that has occured for long time. The prostitution is also familiar with the term of Commercial Sex Workers (CSWs). CSW arrested by the municipal police are sent into rehabilitation centre. During the rehabilitation they obtain good knowladge in order not to go back into the prostitution world. In this case there is a process of finding the meaning of life while undergoing a period of rehabilitation. The meaning of life is related to the consistency of meeting the desired objectives. The desire to make life meaningful is primarily a motivation for them to do something positive. Key words: commercial sex worker; rehabilitation, the meaning of life; sources of meaning of life. 1. Pendahuluan Pelacuran merupakan salah satu bentuk dari masalah sosial yang sudah lama terjadi, pelacuran sendiri berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau prostauree, pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergedakan (Kartini, 2003, hal.177). Di Indonesia, pelacuran sudah dikenal sejak lama bahkan sejak jaman kerajaan. Rukmini (1964) menyatakan bahwa hal tersebut berakar pada adanya kelas dalam masyarakat. 1 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Selain itu kita juga mengenal dengan istilah lain berkaitan didalam pelacuran yakni Pekerja Seks Komersial (PSK). Menurut Kartono istilah PSK diperkenalkan akhir-akhir ini oleh kalangan feminis karena lebih mengangkat posisi sosial pelacur menjadi setara dengan orang pencari nafkah lainnya (1998, hal.109). Tidak ada data akurat mengenai jumlah PSK di Indonesia. Menurut data dari UNDP mengestimasikan tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270 ribu PSK dengan 7 hingga 10 juta pelanggan. Bila diperhatikan pasal demi pasal dari KUHP tidak ada satu pun yang mengatur secara khusus mengenai PSK, dengan demikian tidak adanya pasal yang mengatur dalam KUHP, perbuatan melacur dari PSK bukan dianggap kejahatan menurut pandangan hukum (legal definition of crime) (Alam, 1984, hal. 66). Dalam rancangan KUHP 2006, Bab XVI mengenai ”Tindak Pidana Kesusilaan”. Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinya larangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo. Adapun alasan seseorang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial sebagaian besar dikarenakan atas dasar pemenuhan ekonomi atau untuk mencari nafkah. Sementara terdapat UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, mengartikan Kesejahteraan Sosial sebagai: “kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Dalam peraturan tersebut jelas sekali bahwa PSK dalam menjalankan pekerjaannya tidak mencapai kondisi yang dikatakan sejahtera, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka hanya manjalankan pekerjaan mereka untuk memenuhi kebutuhan material, tanpa memperhatikan kebutuhan spiritual dan sosial mereka. Maka dari itu mereka memerlukan adanya rehabilitasi sosial untuk mengembalikan keberfungsian sosialnya. Menurut UU No.11 tahun 2009 yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah: “proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar delam kehidupan bermasyarakat”. Upaya penanganan PSK yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui pelayanan rehabilitasi sosial dalam bentuk panti dan sasana. Maka tak jarang kita bisa menemukan program-program keterampilan, etika dan keagamaan dalam rehabilitasi sosial yang memiliki tujuan untuk merubah sikap mereka agar dapat sesuai dengan norma-norma masyarakat. Dengan berubahnya sikap mereka dapat membantu mereka untuk menemukan makna hidupnya, karena menurut Bastaman perubahan sikap merupakan salah satu komponen penting bagi seseorang untuk menemukan makna hidupnya (1996, hal. 132). Makna hidup menjadi pedoman terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan yang seakan-akan mengundang (inviting) dan menantang (challenging) manusia untuk memenuhinya sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi terarah (Bastaman, 1996, hal. 196). Apabila sudah berhasil menemukan makna hidupnya akan menimbulkan perasaan-perasaan bahagia pada kehidupan seseorang (Bastaman, 2007, hal. 55). Tidak dapat dipungkiri bahwa PSK sama seperti manusia pada umumnya. Tentunya mereka memiliki keinginan untuk dapat hidup bahagia sebagai tujuan hidupnya. Upaya pemerintah dalam mengembalikan keberfungsian sosial dari PSK dalam hal ini Kementrian Sosial RI, membuat satu institusi yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PSK yakni Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur. Berdasarkan Kepmensos RI. Nomor : 59/HUK/2003, PSKW memiliki tugas untuk memberikan program pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Pekerja Seks Komersial melalui pembinaan fisik dan mental, sosial mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi, serta pembinaan lanjutan kepada pekerja seks komersial agar mampu berfungsi kembali dalam kehidupan bermasyarakat. Program rehabilitasi yang dikhususkan bagi PSK di PSKW Mulya Jaya dilaksanakan dalam jangka pendek yakni dalam waktu enam bulan karena disesuaikan dengan APBN. Melalui jangka waktu tersebut, program-program rehabilitasi yang diberikan diharapkan dapat mencapai tujuan dimana program ini dapat membantu peserta didiknya sehingga mampu berfungsi sosial di dalam masyarakat dengan tidak kembali pada aktivitas sebelumnya. Akan tetapi, banyak kasus-kasus yang terjadi bahwa PSK yang keluar dari tempat rehabilitasi kembali lagi melakukan pekerjaannya semula yaitu menjadi PSK atau kabur dari panti. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di PSKW ditemukan ada beberapa PSK yang belum menemukan makna hidup. Berdasarkan dari wawancara Pak AR selaku Pekerja Sosial, beliau mengatakan bahwa kemungkinan ada siswa binaan yang kembali ke pekerjaannya sebagai PSK, pihak panti hanyalah memberikan bantuan kepada PSK agar saat keluar dari masa rehabilitasi dapat bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada, namun terlepas dari itu semua, siswa binaan itu sendiri yang memutuskan kehidupannya (Wawancara Pribadi, 2 Juni 2011). Ditambah lagi kasus kaburnya siswa binaan pada hari Minggu pagi tanggal 31 Juli 2012, berdasarkan informasi dari Web page Ditjen Rehsos Kemensos, sekitar pukul 6.45 WIB diserang sekitar 60 orang tak dikenal, ketidakseimbangan antara personil keamanan membuat para preman dengan leluasa dapat memasuki kompleks panti milik Kementerian Sosial ini, dari aksi tersebut 45 siswa binaan dinyatakan kabur. 2 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Dalam sebuah studi mengenai pelacuran yang dilakukan Cecile Hoigard dan Liv Finstand di Norwegia, para PSK melaporkan disosiasi yang mereka alami ketika melakukan pekerjaannya. Seorang PSK mengatakan “ Anda harus mematikan perasaan Anda, itu adalah suatu keharusan,” yang lain mengatakan “ Saya telah mengajari diri saya sendiri untuk mematikan dan membuang seluruh perasaan saya jauh-jauh. Saya tidak memperdulikannya selama ada uang. Itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan perasaan.” (Barry, 1995, hal. 31-32). Dari penelitian yang dilakukan Cecile Hoigard dan Liv Finstand tersebut serta dengan kasus-kasus yang terjadi di PSKW Mulya Jaya dapat terlihat seorang PSK bersikap tidak peduli mengenai tanggung jawab pada dirinya maupun dengan lingkungan sehingga membiarkan dirinya berbuat susila. Hal ini dikarenakan mereka tidak mencoba menyelesaikan persoalan hidup yang mereka alami, sehingga timbul perasaan pada diri meraka dengan merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengambil prakarsa yang diperlukan untuk memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Munculnya perasaan tersebut dapat membawa seseorang kedalam kehidupan tanpa makna. Tindakan PSK tersebut menurut May (1953) merupakan perasaan tidak berdaya pada diri seseorang karena ketidakmampuannya mempengaruhi situasi sosial dan personal sehingga mengalami kehampaan dan kekosongan. Dalam proses makna hidup, menurut Lukas dalam bukunya yang berjudul meaningful living, ketidakberhasilan seseorang dalam menemukan makna hidupnya menyebabkan individu yang hidup masih dalam keragu-raguan dan individu yang tidak mengalami pertumbuhan (Lukas, 1985, hal. 4). Ketidakberhasilan menemukan makna hidup juga menyebabkan hidup hampa, tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, apatis dan bosan (Bastaman, 2007, hal. 80). Sebaliknya bila seseorang telah berhasil menemukan makna hidupnya maka mereka akan menunjukan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kalaupun mereka pada suatu saat berada dalam situasi yang tak menyenangkan atau mereka sendiri mengalami penderitaan, mereka akan menghadapinya dengan sikap tabah serta sadar bahwa senantiasa ada hikmah yang “ tersembunyi” di balik penderitaannya itu (Bastaman, 2007, hal. 49). Dalam masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya seorang PSK akan mendapatkan pembelajaran berupa pengetahuan dan keterampilan, hal tersebut menjadi hal yang membantu PSK dalam menemukan makna hidupnya. Hal ini dikarenakan makna hidup dapat ditemukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong seseorang untuk bertindak positif (Bastaman, 2007, hal. 215). Maka dari itu dalam penelitian ini akan menfokuskan pada proses penemuan makna hidup PSK pada rehabilitasi yang disediakan oleh PSKW Mulya Jaya sampai realisasinya ditengah masyarakat. Melihat hal tersebut, rumusan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penemuan makna hidup pada PSK yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya? 2. Sumber-sumber makna hidup apa saja yang mempengaruhi PSK dalam menemukan makna hidup ? 2. Metode Penelitian Pendekatan dan Jenis Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975) menyebutkan pendekatan kualitatif adalah “Pendekatan yang sifatnya menyeluruh dan mendetail serta lebih kepada penekanan menfaat dan pengumpulan informasi dengan cara mendalami fenomena yang diteliti” (dalam Moleong, 1990, hal. 5). Penelitian kualitatif dipilih oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran yang lebih dalam dan menyeluruh mengenai makna hidup yang didapat pekerja seks komersial saat mengikuti program yang diberikan PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) dan realisasinya saat terjun kembali ke masyarakat. Informasi yang dikumpulkan adalah informasi deskriptif yang berupa ucapan, tulisan, dan prilaku informan yang dapat diamati khususnya informasi mengenai makna hidup pada Pekerja Seks Komersial yang menjalani rehabilitasi di PSKW “Mulya Jaya”. Dengan kondisi tersebut, maka diperlukan pendekatanpendekatan tertentu dan menjalin hubungan baik dengan informan agar dapat mempermudah memperoleh dan menggali informasi yang lebih mendalam. Seperti yang diungkapkan oleh Soehartono yang menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan karakteristik suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu (1995, hal. 35). Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki definisi yang jelas mengenai subyek penelitiannya, yaitu PSK yang pernah mengalami rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya. Fenomena yang dideskripsikan disini adalah makna hidup PSK saat mereka direhabilitasi dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel seperti latar belakang kehidupan, pengalaman bekerja menjadi PSK, proses menemukan makna hidup saat direhabilitasi, dan sumber-sumber yang mempengaruhi mereka menemukan makna hidupnya. Penelitian menggunakan tipe penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif; berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antar variabel (Faisal, 2007, hal. 22). Karenannya dalam penelitian ini, bisa jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi, akan tetapi tidak dapat diangkat sebagai suatu generalisasi. 3 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, jalan Tat Twam Asi, Komplek Depsos, Pasar Rebo, Jakarta 13730. Panti ini merupakan unit pelaksana teknis dari Kementrian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi kepada PSK. Penelitian ini dilakukan di PSKW Mulya Jaya karena merupakan panti rehabilitasi pertama yang menangani PSK dibawah Kementrian Sosial RI serta menjadi percontohan bagi lembaga rehabilitasi PSK lainnya. Teknik Pemilihan Informan. Penelitian menggunakan purposive sampling maka penelitian ini tidak membatasi jumlah subjek yang akan diteliti. Penelitian ini melakukan penyeleksian terhadap informan penelitian yang tersedia dilapangan sesuai dengan kriteria sample dan melakukan pengumpulan data dengan informan-infroman yang memenuhi pengumpulan kriteria tersebut. Kemudian penelitian dihentikan ketika sudah tidak mendapat informasi baru kembali atau telah mencapai titik saturnasi (saturned). lebih baik. Hal ini dikarenakan seseorang dianggap memiliki hidup bermakna ketika mampu merealisasikan tujuan yang didambakan. Selain itu untuk mencapai kelengkapan dan keakuratan data mengenai makna hidup pada PSK pada masa rehabilitasi, juga dipilih informan pendukung yaitu: Keluarga dari Pekerja Seks Komersial. Mereka adalah orang yang memahami keseharian Informan sehingga membantu penelitian dalam mencari keakuratan data. Adapun data informasi yang diperoleh dari lingkungan tempat tinggal Informan berjumlah 2 orang yakni dari adik ipar Ita (Informan 1) dan ibu kandung Sherly (Informan 3). Pekerja Sosial (Peksos) sebagai pembimbing keseharian dari Pekerja Seks Komersial saat masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya. Pekerja sosial yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah pekerja sosial yang menjadi pembimbing keseharian PSK (informan). Pekerja sosial tersebut berjumlah 4 orang terdiri dari Bu Y ( Peksos untuk Ita) , Bu J (Peksos untuk Sherly), Bu H (Peksos untuk Indah), dan Pak H (Peksos untuk Ratih). Masing-masing pekerja sosial tersebut bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada masing-masing informan. Pemilihan informan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Pekerja Seks Komersial yang rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya. pernah 2. Keluarga dari Pekerja Seks Komersial 3. Pekerja Sosial sebagai pembimbing keseharian dari PSK selama menjalani masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya. di Jenis penentuan kelompok sasaran dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, karena di dalam penelitian ini, tidak semua orang yang berada dalam studi penelitian ini dapat dijadikan kelompok sasaran. Non Probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan pendapat Faisal yang menyatakan bahwa “non Probability sampling itu bersifat nonrandom yakni rancangan pengambilan sampel tidak menggunakan teknik random, dan karena itu, tidak didasarkan atas hukum probabilitas. Sehingga informan yang terpilih lebih mewakili dari populasi yang ada” (2007, hal. 67). Untuk itu yang menjadi informan Pekerja Seks Komersial yang menjalani rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya, dalam penelitian ini ada dua kriteria yang berbeda yang dijabarkan sebagai berikut: Pekerja Seks Komersial yang sudah menjalani rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya sebelumnya. Pada kriteria ini informan yang diambil berjumlah 2 orang. Ex-PSK ini sudah meninggalkan pekerjaan lamanya menjadi PSK dan memiliki pekerjaan lain yang sesuai dengan norma masyarakat atau bisa dikatakan sudah sukses merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Dapat dikatakan bahwa ex-PSK tersebut sudah menemukan makna hidup karena sudah ada realisasi nyata untuk berubah menjadi Pekerja Seks Komersial yang sudah menjalani rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya namun kembali menjalani masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya karena kembali pada pekerjaan semula yakni manjadi PSK. Informan kedua ini dijadikan sebagai informan yang belum menemukan makna hidupnya karena belum adanya relisasi nyata untuk berubah atau menjadi individu yang sesuai dengan norma masyarakat. Pada kriteria ini informan yang diambil berjumlah 2 orang. Teknik Pengumpulan Data. Adapun cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, antara lain: 1. Studi Literatur dan Dokumen Studi literatur ini dilakukan terhadap berbagai jenis bacaan terkait dengan tema penelitian, yaitu mengenai pekerja seks komersial, definisi makna hidup, proses makna hidup, sumber-sumber makna hidup dan sebagainya. 2. Wawancara mendalam (In depth Interview) Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi. Hal ini setidaktidaknya karena dua alasan. Pertama dengan wawancara pada penelitian ini dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh seseorang yang diteliti tapi juga yang tersembunya jauh di dalam diri subjek penelitian (explicit knowledge maupun tacit 4 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 knowledge). Kedua apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang (Faisal, 1990, hal. 61). Teknik Analisis Data. Analisis data pada tahap pertama dilakukan dengan memfokuskan kepada analisis data yang dilakukan terhadap satu per satu informan, untuk kemudian tahap kedua dilanjutkan dengan analisis data antar kasus. Cara seperti ini diambil karena penulis menginginkan gambaran yang lebih mendalam dan komprehensif tentang isu yang diteliti serta memfokuskan pada penelitian itu sendiri yang melihat perbandingan antar individu (Poerwandari, 1998, hal. 198-109). Setelah melakukam data-data yang berupa non angka, langkah pertama adalah membuat transkip secara verbatim atau kata demi kata dari hasil wawancara dengan informan. Laporan hasil wawancara secara verbatim ini dibuat per individu sedemikian rupa sehingga ada cukup tempat disisi kiri dan kanan untuk melakukan pencatatan-pencatatan (Smith dalam Poerwandari, 1988 hal. 94). Kemudian laporan-laporan tersebut dibaca berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus atau masalah. Setelah melakuan seluruh proses diatas pada setiap laporan hasil wawancara mendalam, penelitian ini dilakukan dengan analisa antar kasus pada keseluruhan informan. Adapan individu ini memiliki kondisi yang bertentangan satu-sama lain sehingga penelitian ini melakukan perbandingan antar individu. Perbandingan tersebut nantinya kan dibuat dalam bentuk tabel. Tabel-tabel tersebut disamping untuk memetakan data, juga untuk memudahkan pengkonstruksian di dalam rangka menuturkan, menyimpulkan dan menginterpretasikan data, dan dapat pula berfungsi sebagai daftar yang bisa secara cepat menunjukkan cakupan data yang telah dikumpulkan, sehingga bila dianggap masih kurang relevan atau belum lengkap dapat segera dicari kembali dari sumber-sumber yang relevan. Teknik Meningkatkan Kualitas Penelitian. Untuk meningkatkan kualitas penelitian dalam penelitian ini menggunakan triangulasi. Metode triangulasi yakni kebenaran data yang diperoleh dari suatu metode yang digunakan dan sumber dapat di cek kembali dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode dan sumber data yang lain. (Faisal, 1990, hal. 31). Teknik ini juga akan memaksimalkan rentang data untuk melengkapi pemahaman terhadap seluruh konsep. Hal ini berdasarkan pada pentingnya keragaman wakktu, ruang dan orang dalam wawancara. 3. Hasil dan Pembahasan Dari data mengenai riwayat hidup, analisis kasus yang dijabarkan terlebih dahulu memberikan analisis pada masing-masing 4 PSK, setelah itu kemudian membandingkan kedua kriteria PSK tersebut. 3.1 Analisis Kasus Informan 1 (Ita) 3.1.1 Proses Penemuan Makna Hidup a) Tahap Derita Dari hasil data wawancara pada Ita, ditemukan bahwa Ita bekerja menjadi PSK disebabkan karena adanya penderitaan akibat kemiskianan, namun ditemukan pula penderitaan Ita sebelumnya yakni dari pengalaman masa kecil mengenai kondisi keluarga Ita yang broken home, dan kurang mendapatkan pola kasih sayang yang utuh atau dukungan sosial dari keluarganya, serta kenyataan pahit yang dirasakan Ita ketika ia dikhianati oleh suami pertamanya ditambah dengan kematian anak pertamanya. Reaksi yang ditimbulkan Ita yakni the way me reaction, adalah reaksi yang seolah-olah mempertanyakan mangapa hal ini terjadi pada diri seseorang. Reaksi ini biasanya terjadi bila memberikan penderitaan yang luar biasa pada seseorang yang biasanya terungkap dalam bentuk kemarahan, mengasihani diri sendiri, tidak peduli, apatis atau mencari kesalahan orang lain. Pada masa rehabilitasi awalnya Ita merasa syok berada di lingkungan baru yang memiliki kedisplinan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut keterangan dari Bu Y selaku Pekerja Sosialnya mengatakan bahwa Ita sudah berkali-kali berada di PSKW Mulya Jaya, hanya saja ia baru dua kali mengikuti masa rehabilitasi. Sebelumnya Ita belum pernah menjalankan masa rehabilitasi karena selalu berontak dan kabur. Ita sendiri sudah menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah salah. Terlebih kesadaran tersebut ia dapat ketika mendengarkan ceramah dari Ustad mengenai balasan dari Tuhan terhadap orang-orang yang berbuat dosa. Namun Ita mengaku bosan dengan kegiatan yang diberikan oleh panti seperti kegiatan etika, bimbingan hafalan Al-Quran & doa, bimbingan kedisiplinan PBB, bimbingan rohani, dan bimbingan mental islam. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan membuat Ita menjadi imun (jenuh) akan pesan tersebut, sehingga pesan tersebut diacuhkan begitu saja. Ita lebih senang dengan kegiatan yang sifatnya sebagai hiburan seperti olahraga, dan hiburan musik. Tidak ada pengembangan minat dan upaya positif ini atau dalam makna hidup disebut kegiatan terarah (directed activities) yakni segala upaya yang dilakukan demi meraih makan hidup dengan berbagai pengembangan minat, potensi, dan kemampuan positif (Bastaman, 1996, hal. 132). Sehingga Ita tidak mencapai tahap penerimaan diri. Dimana pada tahap penerimaan diri terdapat komponen meliputi pemahaman diri yang diikuti dengan perubahan sikap (Bastaman, 1996, hal. 203). Ita masih terbelenggu dengan penghayatan hidup tanpa makna sehingga ia cenderung melarikan diri (flighting) atau serba bingung 5 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 dan tak berdaya (freezing) sehingga ia harus mendapatkan nilai-nilai berharga yang membuatnya berinsiatif untuk berubah. Begitu pula seperti yang dikatakan oleh Bu Y selaku Pekerja Sosialnya yang mengatakan bahwa Ita secara langsung mengatakan kepadanya bahwa ia akan kembali lagi menjadi PSK Disamping itu Ita tidak mendapatkan dukungan sosial yang mendorongnya untuk menemukan makna hidup terlebih dari pihak keluarga. Dari keluarganya sendiri yakni suaminya yang tidak mampu memberikan dukungan dan bantuan yang mampu merubah kondisi Ita untuk tidak bekerja menjadi PSK, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian yang menyebabkan suami Ita tidak dapat memungkiri bahwa pekerjaan Ita sebagai PSK dapat membantu perekonomian keluarga. Begitu pun dari keluarganya yang sudah tidak mempedulikan kehidupan Ita. Seperti yang dikatakan oleh adik iparnya bahwa Ita menjadi tulang punggung keluarga karena penghasilan suaminya yang hanya cukup untuk membayar kontrakkan. Sedangkan di panti sendiri, Ita tidak dekat dengan pembimbingnya yakni seseorang yang paling berpotensi memberikan perubahan pada Ita. Ita mengaku jarang menceritakan masalahnya atau sekedar berbincang-bincang dengan pembimbingnya. Ia menganggap tidak senang kalau membicarakan masalahnya kepada orang lain, dan ia merasa terlabel menjadi orang yang ‘kotor’. Dimana menurut Lukas pada umumnya seseorang yang menjalani kehidupan tanpa makna merasakan kebingungan dan kehampaan serta mempersepsikan kehidupan secara negatif (Lukas, 1985, hal. 4) 3.2 Analisi Kasus Informan 2 (Ratih) 3.2.1 Proses Penemuan Makna Hidup a). Tahap Derita Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19). Penderitaan dari Ratih ini berawal sejak Ratih masih kecil dimana ia dididik dengan kedisplinan oleh bapaknya yang seorang TNI. Ratih merasa tertekan hidup dengan pengawasan bapaknya. Sehingga pada saat lulus Aliyah (setara SMA) memutuskan untuk pergi dari rumah dan menginap di rumah keluarga kekasihnya. Tindakan Ratih tersebut merupakan suatu reakasi atas penderitaan yang ia alami yang masuk kedalam tipe the way me reaction. Rekasi ini biasanya terjadi bila pengalaman tersebut memberikan penderitaan yang luar biasa pada seseorang yang biasanya terungkap dalam bentuk-bentuk; kemarahan, mengasihani diri sendiri, tidak peduli, apatis atau mencari-cari kesalahan pada orang lain (Bastaman, 1996). Reaksi yang ditimbulkan Ratih ini merupakan bentuk ‘berontak’ dari pengekangan bapaknya sehingga ia mengeluarkan kemarahannya dengan cara pergi dari rumah.. Terjunnya Ratih kedunia pelacuran berawal dari perpisahannya dengan suaminya yang kedua. Setelah berpisah akhirnya ia memutuskan untuk bekerja menjadi seorang PSK karena masalah perekonomian. Kehidupan Ratih tersebut terlihat jelas bahwa Ratih tidak memiliki tujuan hidup yang terarah semenjak ia bercerai dengan suaminya, Ratih menjalani hidup apa adanya tanpa prakarsa atau apatis ditambah dengan pudarnya nilai-nilai tradisi (agama) didalam dirinya. Perilaku Ratih tersebut seperti yang dikatakan Frankl (1977) fenomena lain di era modern ini adalah mendangkalnya penghayatan agama dan melunturnya nilai-nilai tradisi serta terhapusnya fungsi insting akibat dominasi pemikiran rasional. Ketika Ratih tertangkap oleh Satpo PP dan menjalani masa rehabilitasi selama 6 bulan 10 hari. Awalnya ia sempat berontak dan tidak mau ikut kegiatan. Namun selanjutnya ia terpaksa mengikuti kegiatan karena hal tersebut merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh siswa binaan. Walaupun demikian ada kegiatan yang disukainya yakni ketika ia mengikuti kegiatan bimbingan agama yang diisi oleh Bu R. Menurutnya ceramah yang diisi oleh Bu R membuat hatinya menjadi tenang. Namun walaupun demikian hal tersebut tidak merubah sikap pada Ratih sendiri. Terbukti setelah keluar dari masa rehabilitasi tidak adanya rasa keikatan diri (self commitment) pada diri Ratih ketika terjun ke masyarakat. Ia pun kembali menjadi PSK hanya saja berbeda lokasi dari tempat sebelumnya. Dimana Ratih menjadi PSK di daerah Tambun, Bekasi. Ratih tertangkap kembali setelah 3 minggu menyelesaikan masa rehabilitasinya, saat ia kembali tertangkap, ia mendapat teguran keras dari pekerja di PSKW Mulya Jaya. Perilaku Ratih yang belum merubah tabiatnya menjadi baik juga didasarkan juga atas kurangnya dukungan sosial (social support) yang kuat dari pihak panti pada saat direhabilitasi maupun dari orang terdekatnya yang mampu memberikan dukungan dan bantuan jika diperlukan sampai mampu untuk menyadarkannya untuk tidak menjadi PSK. Menurut Bastaman dukungan sosial (social support) juga sangat diperlukan pada tahap pemenuhan makna hidup, khususnya pada saat menghadapi kendala dan tantangan dalam melakukan kegiatan memenuhi makna hidup. Menurut penuturan Pak H selaku Pekerja Sosial yang membimbingnya selama ini mengatakan bahwa faktor penderitaan masa lalu merupakan faktor utama yang menyebabkan Ratih memutuskan menjadi PSK. Tidak adanya dukungan keluarga dikarenakan hubungan keluarga terutama dari bapaknya yang memutuskan hubungan sejak Ratih menikah selain itu 6 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 saudaranya yang sudah tidak peduli lagi dengan Ratih, membuat Ratih merasa bahwa semua orang seperti menyalahkan dirinya, ia merasa tidak termaafkan sehingga merasa apatis untuk melakukan perubahan bulan awal. Awal mula Sherly merasakan adanya perasaan bahwa menjadi bekerja menjadi seorang PSK adalah pilihan yang salah ketika ia mendengarkan ceramah dari Ustad AB. Gambaran sikap Ratih setelah diberikan rehabilitasi tidak dapat melangkah pada tahap penerimaan diri. Pada tahap penerimaan diri, awalnya seseorang harus mendapatkan pemahaman diri (self insight) untuk memahami akan potensi-potensi diri dan dapat menerima penderitaan yang diiringi dengan mengurangi hal-hal yang bersifat negatif. Ratih tidak memiliki motivasi diri untuk mengubah sikapnya dan masih terbelenggu dalam penghayatan tanpa makna. Ia memandang bahwa saat ia bekerja menjadi seorang PSK ia mengabaikan hati nuraninya yang mengatakan bahwa pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang salah. Namun setelah berubah ia konsekuean dengan dirinya yang menyatakan bahwa ia tidak ingin bekerja menjadi PSK. Dalam proses pemahaman diri ini menurut Bastaman (1996) individu menyadari kondisi diri dan ingin mengubah kondisi dirinya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam tahap pemahaman diri ini seseorang mengenali secara objektif kekuatan dan kelemahan diri sendiri (dan lingkungan), baik yang masih merupakan potensi maupun yang telah teraktualisasi untuk kemudian kekuatan-kekuatan itu dikermbangkan dan kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi (Bastaman, 2007, hal. 215). Pada proses pemahaman diri ini Sherly mulai memahami potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Potensi tersebut ia dapat melalui kegiatan keterampilan jahit manual. Melalui kegiatan keterampilan tersebut Sherly memiliki harapan saat keluar dari PSKW akan menggunakan keterampilannya menjahit, harapan tersebut pun didorong oleh dukungan ibunya. Sikap Sherly yang awalnya bersikap acuh tak acuh dengan lingkungannya berubah menjadi lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini juga didorong dengan tanggung jawabnya sebagai seorang ketua unit. Ketua unit bertanggung jawab atas siswa binaan diunitnya, tugasnya adalah memastikan jumlah siswa binaan di unit saat apel pagi dan sore, dan membantu absen, serta membantu menyuruh siswa binaan untuk mengikuti kegiatan Menurut Bu J yang merupakan pekerja sosial yang membimbingnya selama masa rehabilitasi mengatakan ada motivasi yang kuat dari Sherly untuk berubah. Maka dari itu ia aktif mengikuti kegiatan rehabilitasi dan bimbingan. c). Tahap Penemuan Makna Hidup 3.3 Analisis Kasus Informan 3 (Sherly) Proses Penemuan Makna Hidup a). Tahap Derita Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19). Pada kasus Sherly saat kecil, dia merasakan penderitaan dalam segi ekonomi. Adanya penyadaran bahwa keluarganya memiliki keterbatasan ekonomi, Shlerly kecil telah berinisiatif sendiri bagaimana ia dapat memperoleh uang agar dapat membantu orangtuanya dengan cara bekerja, sikap Sherly tersebut reaksi yang ia timbulkan atas penderitaan yang dialami adalah reaksi dengan tipe the acceptance reaction adalah reaksi menerima dengan penuh kesabaran akan penderitaan yang dialami (Bastaman, 1996). Namun budaya pada keluarga Sherly yang memberikan kebebasan sejak kecil justru membuat Sherly tidak mendapatkan pendalaman nilai-nilai agama dan sosial. Hal ini berdampak pada cara pandang Sherly yang mengabaikan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Ketika ia bercerai dengan suaminya yang pertama, Sherly merasa ia perlu mencari uang untuk kebutuhan anaknya yang masih berumur empat tahun. Tekanan ekonomi yang kuat membuat Sherly harus bekerja. Setelah ia bekerja di Billiard, ia melihat peluang bekerja sebagai PSK jauh lebih besar penghasilannya dengan mendapatkan 200 ribu sekali main. Ketika menjadi seorang PSK ia mengabaikan nurani dan anggapan orang lain bahwa pekerjaan itu salah dan hanya berpikir untuk kebutuhan hidup anaknya tanpa harus bergantung dengan orang tuanya. Pada kondisi seperti ini informan mengalami tahap penghayatan tanpa makna dimana menurut Frankl (1977) mendangkalnya penghayatan agama dan melunturnya nilai-nilai tradisi serta terhapusnya fungsi insting akibat dominasi pemikiran rasional. b). Tahap Penerimaan Diri Tahap penerimaan diri ini biasayan juga diikuti dengan tahap pemahaman diri (self insight) dan pengubahan sikap (changing attitude) (Bastaman, 1996, hal. 203). Sherly mulai menyadari perbuatan itu buruk adalah ketika ia menjalani masa rehabilitasi pada dua Pada tahap ini Sherly sudah mulai menemukan makna hidupnya, ia memandang penderitaan yang dialaminya adalah sebagai suatu ujian yang harus ia hadapi. Bagi Sherly penderitaan tersebut merupakan sarana untuk memperbaiki diri. Dalam tahap penemuan makna hidup tercakup pula tahap penetapan tujuan hidup. Pada masa rehabilitasi Sherly memperoleh berbagai kegiatan yang menurutnya hal tersebut merupakan sesuatu yang baru yang membuat ia menemukan tujuan hidup dan harapan hidupnya. Harapan ini terkait dengan tujuan hidupnya, yaitu untuk kembali mencari nafkah untuk menghidupi anaknya dan selain itu ia membutuhkan pendamping hidup untuk membantu membesarkan anaknya. Tujuan tersebut membantu Sherly untuk tidak merasa terpuruk oleh keadaan. Goal orientation 7 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 adalah hal yang paling mendukung dalam menemukan kebahagiaan (happiness) yang dicari oleh orang-orang yang memiliki tujuan positif atau menghindari tujuan negatif (Diener dan Dean, 2007, hal. 65-67). Saat menjalani proses rehabilitasi Sherly juga mendapatkan dukungan sosial dari pihak PSKW seperti dipercaya bekerja menjadi buruh cuci di rumah salah satu staf dan dukungan dari pembimbingnya sehingga ia sering berkonsultasi untuk mengatasi masalahnya. Adanya dukungan dari orang tua dan keluarga juga turut membantu Sherly agar tidak kembali menjadi PSK. Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (Happiness). Setelah mendapatkan seseuatu sesuai dengan harapannya, Sherly menemukan makna dalam hidupnya. Pada saat direhabilitai harapan Sherly adalah mempunyai usaha dan berkeluarga. Saat ini, ia sudah memiliki usaha jahit walaupun usaha kecil-kecilan dan sudah menikah dan tengah mengandung anak keduanya. Sherly pun merasa cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang. Analisis Kasus Subyek 4 (Indah) Proses Penemuan Makna Hidup a). Tahap Derita d). Tahap Realisasi Makna Tahap realisasi dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah (directed activities) guna memenuhi makna hidupnya (Bastaman, 1996, hal. 198-199). Pada kasus Sherly, ia telah melakukan berbagai usaha ketika ia sudah menjalani masa rehabilitasi. Diawali dengan mencoba berdagang pop ice dan makanan ringan, walaupun akhirnya dalam dua bulan usahanya bangkrut. Kemudian ia juga berusaha untuk melamar kerja di salah satu pabrik dengan mengandalkan sertifikat dari PSKW. Namun ia ditolak karena sertifikat tersebut mengatasnamakan depsos. Walaupun ia sudah gagal untuk mencoba bekerja secara positif, hal ini tidak membuat Sherly berpikir untuk bekerja kembali menjadi PSK. Adanya rasa keikatan diri (self commitment) untuk tidak kembali ke pekerjaan asalnya dan adanya kegiatan terarah (directed activities) membuat Sherly tetap berusaha mencari pekerjaan yang lain. Sekarang dirinya sudah bekerja menjadi buruh cuci dan gosok selain itu ia juga bekerja menjadi penjahit yang lokasinya berada di Wisma Asri tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Ia juga membuka usaha lain yakni menjual sarung bantal, sarung bantal tersebut hasil dari karya jahitnya yang kemudian ia dagangkan ke para tetangga. Upaya yang dilakukannya dikarenakan adanya internalisasi bahwa pekerjaan PSK adalah pekerjaan yang salah sehingga bila dihadapkan pada kondisi yang sulit ia tidak akan kembali lagi pada perbuatan yang sama yakni menjadi PSK. Internalisasi sendiri menurut Kohlberg (dalam Santrock, 2002:371) merupakan perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. e). Tahap Kehidupan Bermakna Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19). Perasaan menderita yang Indah rasakan adalah ketika ia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Indah sudah menikah dengan suaminya tersebut selama 12 tahun dan dikarunia tiga orang anak. Setelah itu Indah berusaha untuk bekerja demi menghidupi dirinya dan anak keduanya. Perceraian tersebut membuat Indah mengalami tekanan ekonomi. Penderitaan akibat tekanan ekonomi membuat Indah hidup tidak menentu. Tindakan Indah akibat penderitaannya membuat dirinya memutuskan untuk nikah kontrak selama 10 hari dan nekat membawa uang 250 dollar didasarkan atas keputusannya yang sangat membutuhkan uang kala itu. Reaksi Indah dari penderitaan yang dialaminya tersebut merupakan tipe the way me reaction, adalah reaksi yang seolah-olah mempertanyakan mengapa hal ini terjadi pada diri seseorang. Rekasi ini biasanya terjadi bila pengalaman tersebut memberikan penderitaan yang luar biasa pada seseorang yang biasanya terungkap dalam bentukbentuk; kemarahan, mengasihani diri sendiri, tidak peduli, apatis atau mencari-cari kesalahan pada orang lain. Indah nekat membawa uang pada saat itu tanpa memperdulikan resiko yang akan ia timbulkan, hal ini disebabkan Indah tidak tahan lagi dengan tekanan ekonomi yang dirasakannya. Indah mengalami kebingungan dalam mengatasi masalah perekonomiannya sehingga dampaknya mempengaruhi pola pikir dan tindakannya yang negatif. Seperti keputusan Indah untuk bekerja di billiard yang awalnya dari ajakan teman kosannya. Berawal dari itu Indah mulai memasuki dunia pelacuran. Ia terpengaruh oleh ajakan temannya kosannya dengan iming-iming mendapatkan penghasilan yang lebih disamping hanya bekerja di billiard. Keputusan Indah yang akhirnya terjun menjadi PSK dikarenakan adanya perasaan ingin mendapatkan uang dengan cara yang instant demi mengatasi persoalan ekonomi yang membelenggunya. Kesenangan untuk mengumpulkan uang (the will to money),kesenangan untuk bekerja (the will to work), dan kesenangan untuk mencari kepuasan (the will to pleasure), kesenangan tersebut dimana menurut 8 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Frankl (1973) merupakan salah satu upaya kompensasi akibat dari penghayatan hidup tanpa makna atau dengan kata lain, dalam prilaku yang berlebihan itu tersirat penghayatan-penghayatan hidup tanpa makna. b). Tahap Penerimaan diri Tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri (self insight), dan terjadinya perubahan sikap (changing attitude) (Bastaman, 1996, hal. 203). Penerimaan diri dapat dicapai berawal dari adanya pemahaman diri (self insight). Dalam tahap pemahaman diri diri (self insight) ini seseorang mengenali secara objektif kekuatan dan kelemahan diri sendiri (dan lingkungan), baik yang masih merupakan potensi maupun yang telah teraktualisasi untuk kemudian kekuatan-kekuatan itu dikermbangkan dan kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi (Bastaman, 2007, hal. 215). Indah mulai sadar atas kesalahan yang ia perbuat selama ini, kesadaran tersebut ketika ia tertangkap dan masuk kedalam PSKW Mulya Jaya. Perasaan bersalah datang ketika Indah termenung memikirkan kesalahan yang ia perbuat. Pemahaman diri pada Indah pun diiringi dengan perubahan sikap (changing attitude), Indah pun mencoba melakukan pendekatan dengan Tuhan untuk memohonkan ampunan dosa dengan cara menjalankan ibadah. Menurut Edward dan Leola biasanya seseorang mendeskripsikan pengalaman spiritual ketika mereka terlibat adanya perasaan yang berhubungan dengan kontak dan makna kepada sesuatu yang memiliki kekuatan besar (1999, hal. 51). Begitu pun yang dikatakan oleh Bu H selaku pekerja sosialnya yang mengatakan ada kesadaran yang muncul dari diri Indah sendiri sehingga ia menyesali perbuatannya selama ini. Saat menjalani masa rehabilitasi Indah dipercaya menjadi ketua unit dan ketua musola oleh pihak PSKW Mulya Jaya. Ketua unit bertanggung jawab atas siswa binaan diunitnya, tugasnya adalah memastikan jumlah siswa binaan di unit saat apel pagi dan sore, dan membantu absen, serta membantu menyuruh siswa binaan untuk mengikuti kegiatan. Sedangkan tanggung jawab sebagai ketua musola adalah membantu pekerja PSKW Mulya Jaya untuk mengumpulkan siswa binaan bila ada kegiatan di musola baik itu berupa ibadah maupun non ibadah. Tanggung jawab Indah sebagai ketua musola ternyata salah satu faktor juga yang memperngaruhi perubahan Indah. Indah merasa ia harus menjadi contoh yang baik untuk siswa binaan yang lain sebagai ketua musola. c). Tahap Penemuan Makna Hidup Dalam makna hidup seseorang mempunyai tujuan yang dijadikan alasan yang menyebabkan hidupnya menjadi berarti. Pada tahap ini bila seseorang mendapatkan suatu masalah maka akan cenderung berontak (fighting)dan melarikan diri (flighting) atau serba bingung dan tak berdaya (freezing) berubah menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis menghadapinya (facing) (Bastaman, 1996, hal. 135). Indah sendiri melihat penderitaan yang ia alami dan berbagai kejadian masa lalu sebagai suatu teguran dan dan sedang diuji sebagai pelajaran baginya agar tidak terulang kembali. Saat menjalani masa rehabilitasi harapan dari Indah sendiri adalah berharap ingin kerja namun tidak ingin kembali ke pekerjaan semula, selain itu ia juga menginginkan berkumpul bersama anakanaknya, karena ia merasa bersalah kepada mereka atas penelantaran yang ia lakukan sebelumnya. Harapan sangat diperlukan sabagai bentuk motivasi seseorang dimana menurut Bastaman harapan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme (Bastaman, 2007, hal. 50). Dukungan sosial (Social Support) juga sangat diperlukan pada tahap pemenuhan makna hidup, khususnya pada saat menghadapi kendala dan tantangan dalam melakukan kegiatan memenuhi makna hidup (Bastaman, 1996, hal. 201-202). Indah juga mendapat dukungan sosial dari anak-anaknya yang datang membesuk. Awalnya anak-anaknya tidak mengetahui keberadaan Indah selama masa rehabilitasi, Indah pun sempat khawatir kalau anaknya membencinya karena sempat ia telantarkan, namun ternyata anak-anak Indah memberikan dukungan kepada Indah untuk bersikap sabar hal tersebut memotivasi Indah untuk berubah. Dukungan juga Indah dapat dari Ustad S, Ustadzah KA dan Bu H sebagai pembimbing, ia pun juga berteman dengan pendeta yang juga memberikan motivasi bagi dirinya untuk berubah. d). Tahap Realisasi Makna Tahap realisasi makna yakni dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya (Bastaman, 1996, hal. 201). Ia berjualan seprai buatannya sendiri. Bermodalkan keterampilan jahit yang ia pelajari sebelumnya di PSKW Mulya Jaya, ia mencoba peruntungan menjual seprai yang perbuahnya dihargai 60 ribu. Setelah itu Indah pindah ke Bogor tahun 2010 bersama anak keduanya. Di Bogor, Indah mencoba berjualan sayuran untuk menghidupi dirinya dan anaknya. Indah juga berkomtimen untuk tidak ingin mengulangi perbuatannya yang dahulu. Komitmen yang dimiliki oleh Indah sehingga tidak kembali menjadi seorang PSK dikarenakan adanya internalisasi dari diri Indah bahwa bila ia kembali menjadi PSK adalah keputusan yang salah. 9 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 e). Tahap Kehidupan Bermakna Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (Happiness) (lihat Bab 2, hal. 37). Perasaan bahagia yang dialami oleh Indah adalah adanya perasaan tenang merasa diberikan kesempatan oleh Tuhan ketika ia sudah memiliki usaha dan dapat tinggal bersama anaknya walaupun hanya anaknya yang kedua yang bisa menemaninya. Tabel 3.1Proses Penemuan Makna Hidup pada Pekerja Seks Komersial PSK yang Belum Menemukan Makna Hidup Ita Ratih PSK yang Sudah Menemukan Makna Hidup Sherly Indah *Kemiskinan * Kemiskinan *Kemiskinan *hidup dari * sikap keras dari keluarga bapaknya yang broken home. dirasakan subyek *hidup tanpa sejak kecil kasih sayang *mendapat atau tidak perlakuan buruk adanya dari mantan- dukungan mantan suaminya, sosial dari seperti berbicara orang terdekat kasar, sampai seperti terjadinya peristiwa keluarga. KDRT. *dikhianati *tidak ada suami pertama dukungan sosial dan kematian dari orang terdekat anak setelah bercerai. PROSES PENEMUAN MAKNA HIDUP 1.Penderitaan Sumber Penderitaan *kemiskinan. *tidak ada dukungan sosial dari orang terdekat setelah bercerai. pertamanya 10 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Tabel 3.1 (Sambungan) Reaksi Terhadap Penderitaan * the way me * the way me reaction reaction *the acceptance reaction * the way me *Memahami *memahami perbuatan buruk perbuatan buruk selama ini (self setelah awal masuk insight) dan ke PSKW Mulya melakukan Jaya (self insight) perubahan sikap dan melakukan (changing attitude) perubahan sikap reaction 2.Penerimaan diri Kompoen (self insight) dan (changing attitude) - . (changing attitude) Sebab munculnya kesadaran - - *berawal dari zikir *berawal dari kalbu yang diisi perenungan sendiri oleh Ustad AB dengan mengingat diikuti dengan kesalahan yang rajinnya diperbuatnya selama berkonsultasi denga ini. ustad. 11 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Tabel 3.1 (Sambungan) 3.Penemuan Makna Hidup - - *melihat *melihat kehidupan kehidupan masa masa lalunya sebagai lalunya sebagai suatu teguran untuk suatu teguran memperbaiki diri. untuk *adanya tujuan hidup memperbaiki diri. yang diinginkan *ada tujuan hidup subyek yakni yang diinginkan berkumpul dengan subyek ketika anak-anaknya dan berada dalam bekerja mendirikan masa rehabilitasi usaha. yakni *adanya dukungan menjalankan sosial (social usaha atau kerja support) dari anak- dan berkeluarga. anaknya, *adanya ustad/ustadzah, dukungan sosial pendeta, dan (social support) pembimbing. dari keluarga, suami dan pembimbing. 4.Realisasi Hidup Makna - - *sempat *sempet berjualan berjualan pop ice seprai di Bandung dan melamar dari hasil buatannya pekerjaan di sendiri, namun pabrik namun setelah pindah ke gagal. Sampai Bogor ia akhirnya memutuskan sekarang menjadi berjualan sayuran. tukang cuci dan *adanya self gosok serta commitment tukang jahit sehingga memiliki sebagai pekerjaan komitment yang kuat sampingan. untuk tidak kembali ke pekerjaan asalnya walaupun dihadapi dengan masalah kemiskinan 12 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Tabel 3.1 (Sambungan) - - *adanya self *adanya kegiatan commitment terarah (directed sehingga memiliki activities) sehingga komitmen yang tetap termotivasi kuat untuk untuk melakukan berubah dan tidak segala upaya demi kembali ke mencapai makna pekerjaan asalnya hidup. walaupun dihadapkan dengan masalah kemiskinan. *adanya kegiatan terarah (directed Activities) sehingga tetap termotivasi untuk melakukan segala upaya demi mencapai makna hidup 5.Kehidupan Bermakna - - *setelah *adanya perasaan mendapatkan tenang karena sesuatu sesuai merasa diberikan dengan kesempatan oleh harapannya yakni Tuhan ketika ia memiliki usaha sudah memiliki dan berkeluarga usaha dan dapat Sherly merasa tinggal bersama dirinya lebih keluarga. berharga. 13 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Tabel 3.2 sumber-sumber penemuan makna hidup 4 informan: Subyek yang Belum Menemukan Makna Hidup Subyek 1 (Ita) Subyek 2 (Ratih) Subyek yang Sudah Menemukan Makna Hidup Subyek 3 (Sherly) Subyek 4 (Indah) *tidak ditemukan Merasa puas dengan Merasa puas dengan pekerjaan yang dilakukan pekerjaan yang sekarang. dilakukan sekarang Sumber-sumber makna hidup 1. Nilai-nilai Kreatif (Creative Values) 2. pada kasus *tidak ditemukan pada kasus Nilai-nilai *tidak ditemukan pada *Memiliki perasaan cinta Perasaan cinta pada Perasaan cinta kepada Pengahayatan kasus kepada anak namun belum keluarga anak-anak dan rasa (Experiental mengembangkan rasa keimanan kepada Values) tanggung jawab kepada Tuhan diri sendiri dan tidak ada rasa keimanan kepada Tuhan 3. 4. Nilai-nilai bersikap *tidak ditemukan pada *tidak ditemukan pada *Adanya komitmen yang *Dari tidak taat (Attitudinal Values) kasus kasus kuat dari subyek untuk beribadah menjadi tidak mengulangi lebih taat dan perbuatan yang sama, mengembangkan sikap walaupun nanti sabar dan adanya dihadapkan dengan komitmen untuk tidak masalah yang sama yakni mengulangi perbuatan ekonomi yang sama Nilai-nilai harapan *tidak ditemukan pada *tidak ditemukan pada *adanya harapan untuk *adanya harapan untuk (Hope value) kasus kasus berkeluarga dan mencoba bertemu dengan anak- usaha (kerja) anaknya dan mencoba *Optimisme untuk usaha (kerja) mencapai harapan tersebut *Optimisme untuk mencapai harapan tersebut. 14 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 Pada tabel diatas kita dapat melihat bahwa ada dua kriteria pada PSK terkait dengan proses penemuan makna hidup maupun sumber-sumber makna hidup. Yakni dua PSK yang belum menemukan makna hidupnya dan dua PSK yang sudah menemukan makna hidupnya. Pada PSK yang belum menemukan makna hidup yakni pada Ita dan Ratih sama-sama belum mencapai tahap kehidupan bermakna, hal ini dikarenakan belum ditemukannya kesadaran yang membuat mereka konsisten untuk tidak menjadi PSK dan belum terinternalisasi untuk tidak berpikiran kembali menjadi PSK, menurut Bastaman, biasanya, munculnya kesadaran dalam diri seseorang di dorong oleh keanekaragam sebab misalnya karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan lain-lain (lihat Bab 2, hal. 33). Pada Ita dan Ratih ditemukan bahwa mereka masih terbelenggu pada penghayatan hidup tanpa makna. Ketidakberhasilan menemukan dan memahami makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis.Ketidakberhasilan dari kedua informan tersebut dikarenakan tidak adanya pengembangan minat dan upaya positif atau dalam makna hidup disebut kegiatan terarah (directed activities) yakni segala upaya yang dilakukan demi meraih makan hidup dengan berbagai pengembangan minat, potensi, dan kemampuan positif.Ditambah lagi sikap mereka yang menolak nilai-nilai yang diberikan oleh panti melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi. Kedua PSK tersebut pun dilatarbelakangi oleh faktor kuat yang sama yakni kemiskinan sehingga berpikir tidak ada pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan selain bekerja menjadi PSK. Disinilah mereka mengabaikan tanggung jawab mereka berkaitan aspek spiritual dan sosial termasuk didalmnya norma-norma masyarakat karena tidak ada pengembangan minat dan upaya positif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.Tidak adanya pengembangan minat ini dikarenakan mudahnya mendapatkan penghasilan dengan menjadi PSK. Kesenangan untuk mengumpulkan uang (the will to money),kesenangan untuk bekerja (the will to work), dan kesenangan untuk mencari kepuasan (the will to pleasure), kesenangan tersebutdimana menurut Frankl merupakan salah satu upaya kompensasi akibat dari penghayatan hidup tanpa makna atau dengan kata lain, dalam prilaku yang berlebihan itu tersirat penghayatan-penghayatan hidup tanpa makna (lihat Bab 2, hal. 26).Selain itutidak adanya dukungan sosial (Social Support) yang kuat baik dari keluarga maupun orang lain turut mempengaruhi kedua Informan sehingga tidak ada penguat yang turut mendorong informan untuk memiliki keinginan untuk berubah. Pada PSK yang sudah menemukan makna hidup yakni pada Sherly dan Indah sudah mencapai tahap tertinggi pada tahapan pencarian makna hidup.Kedua Informan tersebut memiliki kesadaran dan komitmen untuk tidak kembali menjadi PSK.Kesadaran yang mereka dapat tidak didasarkan pada hal yang sama, pada Sherly, ia mendapat kesadaran melalui kegiatan terapi zikir kalbu yang merupakan salah satu kegiatan di PSKW Mulya Jaya. Sedangkan pada Indah, ia mendapat kesadaran yang awalnya dari perenungan diri atas kesalahan yang ia perbuat. Adanya pengaruh dari kegitan-kegiatan di panti sehingga mereka menyadari kesalahannya sampai akhirnya dapat menemukan makna hidup, seperti kegiatan keterampilan dan kegiatan keagaman. Kesadaran yang mereka perbuat pun juga dilakukan dengan mengurangi perbuatan negatif.Seperti pada Sherly, merubahnya dari cara bersikap, dimana dari yang awalnya bersikap acuh tak acuh terhadap lingkungan manjadi lebih peduli dan bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan ia merasa harus menjadi contoh bagi siswa binaan ketika ia dipercaya menjadi ketua unit. Bagitu pun dengan Indahia mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara merubah penampilannya menjadi lebih sopan, ia pun mulai meningkatkan kualitas ibadahnya. Selain itu ia pun juga dipercaya menjadi ketua unit dan ketua musola, sehingga sama dengan Sherly, ia pun juga merasa harus menajadi contoh terhadap siswa binaan yang lainnya. Pada PSK yang sudah menemukan makna hidup jelas bahwa adanya dukungan sosial yang turut mempengaruhi mereka sehingga termotivasi melakukan perubahan sikap.Seperti pada Sherly, ia mendapatkan dukungan dari keluarga, suami, dan pembimbingnya. Begitupun dengan Indahia juga mendapatkan dukungan dari anak-anaknya, pembimbing, ustad/ustadzah, dan pendeta sebagaai temannya.Menurut Bastaman dukungan sosial menjadi salah satu komponen penting bagi seseorang untuk menemukan makna hidupnya.Dukungan sosial (social support) merupakan seseorang atau sejumlah orang yang dipercaya dan bersedia serta mampu memberikan dukungan dan bantuan jika diperlukan (lihat Bab 2, hal. 35). Saat Sherly dan Indah terjun ke dalam masyarakat, mereka bisa meyakinkan dirinya untuk tidak kembali lagi ke dunia pelacuran walaupun mereka dihadapkan dengan permasalahan yang sama yakni permasalahan ekonomi. Adanya internalisasi pada diri mereka bahwa pekerjaan tersebut adalah salah karena mengabaikan harga diri mereka sebagai perempuan. Melihat dari hasil penelitian dan analisis tersebut dapat dilihat bahwa perlunya programprogram yang dapat mendukung siswa binaan dalam menemukan makna hidupnya.Dukungan sosial (social 15 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 support) baik dari pihak PSKW Mulya Jaya maupun keluarga menjadi kompponen penting yang dapat membantu siswa binaan untuk menemukan makna hidupnya karena dengan adanya dukungan sosial selain adanya sejumlah bantuan yang diperlukan oleh siswa binaan untuk melakukan perubahan sikap (changing attitude) juga dapat membuat seseoarang merasa berharga karena memperoleh cinta kasih. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. 4. Kesimpulan Fenomena pelacuran memang tidak ada habisnya bahkan sampai sekarang. Ditambah lagi masih adanya faktor pendukung yang menyebabkan masih eksisnya pelacuran hingga saat ini seperti, masih banyaknya konsumen yang masih suka menggunakan jasa PSK untuk melakukan hubungan seksual, rendahnya hukum yang mengikat tindak pelacuran, dan banyaknya lokasilokasi seperti diskotik, cafe, lokasi billiard, dll yang memperbolehkan praktek pelacuran. Masalah ini sebagian besar disebabkan karena tekanan ekonomi yang tinggi sehingga melakukan tindak pelacuran merupakan jalan pintas untuk menyelesaikannya masalah tersebut, sehingga mereka mencoba ‘bekerja’ dengan menjadi PSK. Diantara PSK banyak sekali yang dilakukan oleh kaum perempuan. Banyak dari mereka berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah, mereka bahkan menjadi tulang punggung keluarga sehingga kebutuhan ekonomi sangat bergantung dari hasil kerja keras mereka dengan bekerja menjadi PSK. Dari hasil penelitian ada penderitaan yang dialami 4 PSK terebut sehingga mereka memutuskan untuk terjun ke dunia pelacuran. Tiga dari empat PSK memberikan tipe reaksi the way me reaction terhadap penderitaan yang mereka hadapi. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman-pengalaman penderitaan yang luar biasa yang dirasakan informan sehingga mereka bereaksi baik dalam bentuk kemarahan, apatis, acuh tak acuh terhadap lingkungannya, dan mencari kesalahan orang lain. Saat PSK terazia oleh Satpol PP, mereka dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Salah satu lokasi rehabilitasi untuk PSK adalah PSKW “Mulya Jaya”. Pennemuan makna hidup pada masa rahabilitasi yang dilakukan oleh PSK sangat beragam. Berdasarkan hasil penelitian dari ke empat informan, hanya dua diantaranya yang berhasil mencapai tahap tertinggi dalam pencapaian makna hidup. Siswa binaan yang berhasil menemukan makna hidup dan mencapai tahap tertinggi dalam proses penemuan makna hidup. Hasil penelitian ditemukan bahwa dari kegiatan-kegiatan yang berada di PSKW Mulya Jaya hanya kegiatan keagamaan seperti terapi zikir kalbu dan bimbingan agama serta kegiatan keterampilan kerja yang bisa menjadi sumber bagi siswa binaan tersebut untuk menemukan makna hidupnya. Sehingga dapat dikatakan tidak semua kegiatan di PSKW Mulya Jaya cocok untuk siswa binaan dalam menemukan makna hidupnya. Namun ternyata adanya dukungan sosial (social support) juga membantu mereka untuk menemukan makna hidupnya. Social support tidak saja didapat dari keluarga namun juga dari pihak PSKW Mulya Jaya itu sendiri seperti dari pembimbing dan instruktur yang mengisi kegiatan melalui bentuk konsultasi. Namun kegiatan bimbingan baik dari pekerja sosial maupun dari instruktur kegiatan ternyata bukan kegiatan yang sifatnya wajib diikuti oleh siswa binaan. Berdasarkan hasil temuan lapangan ditemukan bahwa kegiatan bimbingan tersebut bergantung dari inisiatif dari siswa binaan sendiri untuk menemui pekerja sosial dan instruktur kegiatan untuk melakukan bimbingan. Saat siswa binaan kembali terjun ke masyarakat, disini mereka kembali diuji untuk merealiasasikan makna hidupnya. Pada mantan siswa binaan yang berhasil merealisasikan makna hidupnya sehingga tidak kembali menjadi PSK memiliki rasa keikatan diri (self commitment) yang kuat. Keikatan diri tersebut disebabkan adanya internalisasi nilai-nilai yang ada didalam diri mereka, dimana awalnya mereka merubah diri mereka karena adanya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi seperti kegiatan-kegiatan saat menjalani masa rehabilitasi menjadi terserap dalam kognitif mereka sehingga mereka bisa mengendalikan diri mereka sendiri bahwa PSK adalah pekerjaan yang buruk. Lain halnya pada siswa binaan yang masih terbelenggu pada kehidupan tak bermakna. Mereka tidak mendapatkan makna hidup saat menjalani masa rehabilitasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya kemauan untuk melakukan perubahan sikap (change attitude) ketika menjalani masa rehabilitasi. Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab mereka tidak memiliki keinginan untuk merubah sikap adalah tidak ada dukungan sosial (social support) baik dari pihak panti maupun dari pihak keluarga. Alasan mereka tidak mendapat dukungan dari pihak panti adalah karena ditemukan ternyata untuk proses bimbingan untuk siswa binaan yang dilakukan oleh pekerja sosial sebagai pembimbing, sifatnya bebas atau inisiatif dari siswa binaan sendiri sehingga tidak ada, sedangkan dari pihak keluarga sendiri dikarenakan keluarga acuh tak acuh terhadap dirinya. Perlu adanya hal-hal berharga yang dapat dijadikan sumber makna hidup bagi seseorang yang belum mencapai makna hidupnya, bila tidak mereka akan terus melarikan diri (flighting) atau tidak tahu lagi 16 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013 apa yang diinginkan dan tidak jelas apa yang seharusnya dilakukan, dan tak berdaya (freezing) yang pada akhirnya berdampak negatif dalam kehidupan personal dan sosialnya. Terkait dengan hasil temuan lapangan dan analisis pada penellitian mengenai makna hidup pada pekerja seks komersial yang menjalani rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya, adapun rekomendasi untuk PSKW Mulya Jaya yakni: Program konseling yang dikhususkan kepada keluarga siswa binaan. Program jalinan kerjasama dengan pengusahapengusaha atau lembaga swadaya masyarakat yang dapat membantu menyalurkan siswa binaan ke lapangan pekerjaan. Peran pekerja sosial selayaknya ditingkatkan dengan diberikan tugas membimbing aktif kepada siswa binaan. Pengadaan program peer education dengan mengajak alumni siswa binaan. Memberikan kegiatan-kegiatan yang lebih menarik Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan: Penelitian yang memfokuskan kepada dukungan sosial yang didapat oleh pekerja seks komersial. Penelitian yang memfokuskan kepada peran dari pekerja sosial dalam membantu menemukan makna hidup dari pekerja seks komersial. 5. Daftar Pustaka Buku: Adi, Isbandi Rukminto. (2005). Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.Jakarta: Rajawali Press. Alam, S,A. (1984).Pelacuran dan Pemerasan:Studi Sosiologis Tentang Eksploitasi Manusia oleh Manusia.Bandung: Alumni. Bastaman, H.D. (1996).Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta: Paramadina. _____________. (2007).Logoterapi:Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Canda, Edward R dan Leola Dyrud Furman. (1999). Spiritual Diversity in Social Work Practice: The Heart of Practing.New York: The Free Press A Division of Simon & Schuter Inc. Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif: dasardasar dan aplikasinya. Malang: YA3 Malang. Frankl, Victor E. ( 1977). Man’s Search for Meaning: an Introduction to Logotherapy. New York: New American Library. Jones, GW. E. Sulityaningsih dan Terrance H. Hull. (1997). Pelacuran di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kartini, Kartono.(2005). Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lukas, Elisabeth.(1985). Meaningful Living: logotherapeutic guide to health. Cambridge: Schenkman. Mohamad, Kartono.(1998). Kontradiksi dalam kesehatan reproduksi. Jakarta: pustaka sinar harapan bekerja sama dengan PT Citra Putra Bangsa dan The Ford Foundation. Moleong, Lexy. (1990). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Poerwandari, E Kristi. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Robert Biswas-Diener dan Ben Dean. (2007). Positive Psychology: Coaching Putting the Science of Happiness to Work for Your Clients.USA: Jhon Willey & Sons, Inc. Santrock, Jhon.W. (2002). Live Span Development (PerkembanganMasa Hidup).Jakarta.Erlangga. Website: Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI (2012, 31 Juli). Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Diserang 60 Orang Tak Dikenal. 23 September 2012. http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?name =News&file=print&sid=1564 Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. (n.d). Sejarah Berdirinya. 14September,2012. http://mulyajaya.depsos.go.id/modules.php?na me=pskw&kategori=profil. 17 Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013