makna hidup pada pekerja seks komersial the meaning of life

advertisement
MAKNA HIDUP PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL
(Studi Kasus 4 Pekerja Seks Komersial yang Menjalani Rehabilitasi
di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”)
Imma Hapsari Putri
Departmen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*) Email : [email protected]
ABSTRAK
Pelacuran tergolong masalah sosial yang sudah lama terjadi. Di dunia pelacuran kita juga mengenal
istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). PSK yang terjaring oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) kemudian dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Dalam masa rehabilitasi mereka diberikan
berbagai kegiatan bertujuan agar tidak kembali menjadi PSK. Dalam hal ini ada proses pencarian
makna hidup saat menjalani masa rehabilitasi. Makna hidup ini berkaitan dengan konsistensi akan
pencapaian tujuan yang diinginkan, sehingga dapat dikatakan keinginan untuk hidup bermakna
menjadikan motivasi utama bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang positif.
Kata kunci: pekerja seks komersial; rehabilitasi; makna hidup; sumber-sumber makna hidup.
THE MEANING OF LIFE AMONG COMMERCIAL SEX WORKERS
(Case study of 4 Commercial Sex Workers who Underwent Rehabilitation
at Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”)
ABSTRACT
Prostitution is considered as social problem that has occured for long time. The prostitution is also
familiar with the term of Commercial Sex Workers (CSWs). CSW arrested by the municipal police
are sent into rehabilitation centre. During the rehabilitation they obtain good knowladge in order not
to go back into the prostitution world. In this case there is a process of finding the meaning of life
while undergoing a period of rehabilitation. The meaning of life is related to the consistency of
meeting the desired objectives. The desire to make life meaningful is primarily a motivation for
them to do something positive.
Key words: commercial sex worker; rehabilitation, the meaning of life; sources of meaning of life.
1. Pendahuluan
Pelacuran merupakan salah satu bentuk dari
masalah sosial yang sudah lama terjadi, pelacuran
sendiri berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau prostauree, pro-stauree, yang berarti membiarkan diri
berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan
pergedakan (Kartini, 2003, hal.177). Di Indonesia,
pelacuran sudah dikenal sejak lama bahkan sejak jaman
kerajaan. Rukmini (1964) menyatakan bahwa hal
tersebut berakar pada adanya kelas dalam masyarakat.
1
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Selain itu kita juga mengenal dengan istilah lain
berkaitan didalam pelacuran yakni Pekerja Seks
Komersial (PSK). Menurut Kartono istilah PSK
diperkenalkan akhir-akhir ini oleh kalangan feminis
karena lebih mengangkat posisi sosial pelacur menjadi
setara dengan orang pencari nafkah lainnya (1998,
hal.109).
Tidak ada data akurat mengenai jumlah PSK di
Indonesia. Menurut data dari UNDP mengestimasikan
tahun 2003 di Indonesia terdapat 190 ribu hingga 270
ribu PSK dengan 7 hingga 10 juta pelanggan.
Bila diperhatikan pasal demi pasal dari KUHP
tidak ada satu pun yang mengatur secara khusus
mengenai PSK, dengan demikian tidak adanya pasal
yang mengatur dalam KUHP, perbuatan melacur dari
PSK bukan dianggap kejahatan menurut pandangan
hukum (legal definition of crime) (Alam, 1984, hal. 66).
Dalam rancangan KUHP 2006, Bab XVI
mengenai ”Tindak Pidana Kesusilaan”. Pasal-pasal
tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang
membantu dan menyediakan pelayanan seks secara
illegal, artinya larangan hanya diberikan untuk
mucikari atau germo.
Adapun alasan seseorang bekerja sebagai Pekerja
Seks Komersial sebagaian besar dikarenakan atas dasar
pemenuhan ekonomi atau untuk mencari nafkah.
Sementara terdapat UU Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial, mengartikan
Kesejahteraan Sosial sebagai: “kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
Dalam peraturan tersebut jelas sekali bahwa PSK
dalam menjalankan pekerjaannya tidak mencapai
kondisi yang dikatakan sejahtera, hal ini dikarenakan
sebagian besar mereka hanya manjalankan pekerjaan
mereka untuk memenuhi kebutuhan material, tanpa
memperhatikan kebutuhan spiritual dan sosial mereka.
Maka dari itu mereka memerlukan adanya
rehabilitasi sosial untuk mengembalikan keberfungsian
sosialnya. Menurut UU No.11 tahun 2009 yang
dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah: “proses
refungsionalisasi
dan
pengembangan
untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar delam kehidupan
bermasyarakat”.
Upaya penanganan PSK yang dilakukan oleh
pemerintah antara lain melalui pelayanan rehabilitasi
sosial dalam bentuk panti dan sasana. Maka tak jarang
kita bisa menemukan program-program keterampilan,
etika dan keagamaan dalam rehabilitasi sosial yang
memiliki tujuan untuk merubah sikap mereka agar
dapat sesuai dengan norma-norma masyarakat. Dengan
berubahnya sikap mereka dapat membantu mereka
untuk menemukan makna hidupnya, karena menurut
Bastaman perubahan sikap merupakan salah satu
komponen penting bagi seseorang untuk menemukan
makna hidupnya (1996, hal. 132). Makna hidup
menjadi pedoman terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan yang seakan-akan mengundang (inviting)
dan menantang (challenging) manusia untuk
memenuhinya sehingga kegiatan-kegiatan yang
dilakukan menjadi terarah (Bastaman, 1996, hal. 196).
Apabila sudah berhasil menemukan makna hidupnya
akan menimbulkan perasaan-perasaan bahagia pada
kehidupan seseorang (Bastaman, 2007, hal. 55). Tidak
dapat dipungkiri bahwa PSK sama seperti manusia
pada umumnya. Tentunya mereka memiliki keinginan
untuk dapat hidup bahagia sebagai tujuan hidupnya.
Upaya pemerintah dalam mengembalikan
keberfungsian sosial dari PSK dalam hal ini
Kementrian Sosial RI, membuat satu institusi yang
memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PSK
yakni Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya
Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur. Berdasarkan
Kepmensos RI. Nomor : 59/HUK/2003, PSKW
memiliki tugas untuk memberikan program pelayanan
dan rehabilitasi sosial kepada Pekerja Seks Komersial
melalui pembinaan fisik dan mental, sosial mengubah
sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan dan
resosialisasi, serta pembinaan lanjutan kepada pekerja
seks komersial agar mampu berfungsi kembali dalam
kehidupan bermasyarakat.
Program rehabilitasi yang dikhususkan bagi
PSK di PSKW Mulya Jaya dilaksanakan dalam jangka
pendek yakni dalam waktu enam bulan karena
disesuaikan dengan APBN. Melalui jangka waktu
tersebut, program-program rehabilitasi yang diberikan
diharapkan dapat mencapai tujuan dimana program ini
dapat membantu peserta didiknya sehingga mampu
berfungsi sosial di dalam masyarakat dengan tidak
kembali pada aktivitas sebelumnya. Akan tetapi,
banyak kasus-kasus yang terjadi bahwa PSK yang
keluar dari tempat rehabilitasi kembali lagi melakukan
pekerjaannya semula yaitu menjadi PSK atau kabur
dari panti. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
di PSKW ditemukan ada beberapa PSK yang belum
menemukan makna hidup. Berdasarkan dari
wawancara Pak AR selaku Pekerja Sosial, beliau
mengatakan bahwa kemungkinan ada siswa binaan
yang kembali ke pekerjaannya sebagai PSK, pihak
panti hanyalah memberikan bantuan kepada PSK agar
saat keluar dari masa rehabilitasi dapat bertindak sesuai
dengan norma-norma yang ada, namun terlepas dari itu
semua, siswa binaan itu sendiri yang memutuskan
kehidupannya (Wawancara Pribadi, 2 Juni 2011).
Ditambah lagi kasus kaburnya siswa binaan pada hari
Minggu pagi tanggal 31 Juli 2012, berdasarkan
informasi dari Web page Ditjen Rehsos Kemensos,
sekitar pukul 6.45 WIB diserang sekitar 60 orang tak
dikenal, ketidakseimbangan antara personil keamanan
membuat para preman dengan leluasa dapat memasuki
kompleks panti milik Kementerian Sosial ini, dari aksi
tersebut 45 siswa binaan dinyatakan kabur.
2
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Dalam sebuah studi mengenai pelacuran yang
dilakukan Cecile Hoigard dan Liv Finstand di
Norwegia, para PSK melaporkan disosiasi yang mereka
alami ketika melakukan pekerjaannya. Seorang PSK
mengatakan “ Anda harus mematikan perasaan Anda,
itu adalah suatu keharusan,” yang lain mengatakan “
Saya telah mengajari diri saya sendiri untuk mematikan
dan membuang seluruh perasaan saya jauh-jauh. Saya
tidak memperdulikannya selama ada uang. Itu sama
sekali tidak ada kaitannya dengan perasaan.” (Barry,
1995, hal. 31-32). Dari penelitian yang dilakukan
Cecile Hoigard dan Liv Finstand tersebut serta dengan
kasus-kasus yang terjadi di PSKW Mulya Jaya dapat
terlihat seorang PSK bersikap tidak peduli mengenai
tanggung jawab pada dirinya maupun dengan
lingkungan sehingga membiarkan dirinya berbuat
susila. Hal ini dikarenakan mereka tidak mencoba
menyelesaikan persoalan hidup yang mereka alami,
sehingga timbul perasaan pada diri meraka dengan
merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengambil
prakarsa yang diperlukan untuk memecahkan persoalan
yang mereka hadapi. Munculnya perasaan tersebut
dapat membawa seseorang kedalam kehidupan tanpa
makna. Tindakan PSK tersebut menurut May (1953)
merupakan perasaan tidak berdaya pada diri seseorang
karena ketidakmampuannya mempengaruhi situasi
sosial dan personal sehingga mengalami kehampaan
dan kekosongan.
Dalam proses makna hidup, menurut Lukas
dalam bukunya yang berjudul meaningful living,
ketidakberhasilan seseorang dalam menemukan makna
hidupnya menyebabkan individu yang hidup masih
dalam keragu-raguan dan individu yang tidak
mengalami pertumbuhan (Lukas, 1985, hal. 4).
Ketidakberhasilan menemukan makna hidup juga
menyebabkan hidup hampa, tidak memiliki tujuan
hidup, merasa hidupnya tidak berarti, apatis dan bosan
(Bastaman, 2007, hal. 80). Sebaliknya bila seseorang
telah berhasil menemukan makna hidupnya maka
mereka akan menunjukan corak kehidupan penuh
semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan
hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kalaupun mereka pada suatu saat berada dalam situasi
yang tak menyenangkan atau mereka sendiri
mengalami penderitaan, mereka akan menghadapinya
dengan sikap tabah serta sadar bahwa senantiasa ada
hikmah yang “ tersembunyi” di balik penderitaannya
itu (Bastaman, 2007, hal. 49).
Dalam masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya
seorang PSK akan mendapatkan pembelajaran berupa
pengetahuan dan keterampilan, hal tersebut menjadi hal
yang membantu PSK dalam menemukan makna
hidupnya. Hal ini dikarenakan makna hidup dapat
ditemukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat
mendorong seseorang untuk bertindak positif
(Bastaman, 2007, hal. 215). Maka dari itu dalam
penelitian ini akan
menfokuskan pada proses
penemuan makna hidup PSK pada rehabilitasi yang
disediakan oleh PSKW Mulya Jaya sampai realisasinya
ditengah masyarakat. Melihat hal tersebut, rumusan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penemuan makna hidup
pada PSK yang menjalani rehabilitasi di Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya?
2.
Sumber-sumber makna hidup apa saja yang
mempengaruhi PSK dalam menemukan
makna hidup ?
2.
Metode Penelitian
Pendekatan dan Jenis Penelitian. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975)
menyebutkan pendekatan kualitatif adalah “Pendekatan
yang sifatnya menyeluruh dan mendetail serta lebih
kepada penekanan menfaat dan pengumpulan informasi
dengan cara mendalami fenomena yang diteliti” (dalam
Moleong, 1990, hal. 5). Penelitian kualitatif dipilih
oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran yang lebih
dalam dan menyeluruh mengenai makna hidup yang
didapat pekerja seks komersial saat mengikuti program
yang diberikan PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) dan
realisasinya saat terjun kembali ke masyarakat.
Informasi yang dikumpulkan adalah informasi
deskriptif yang berupa ucapan, tulisan, dan prilaku
informan yang dapat diamati khususnya informasi
mengenai makna hidup pada Pekerja Seks Komersial
yang menjalani rehabilitasi di PSKW “Mulya Jaya”.
Dengan kondisi tersebut, maka diperlukan pendekatanpendekatan tertentu dan menjalin hubungan baik
dengan informan agar dapat mempermudah
memperoleh dan menggali informasi yang lebih
mendalam. Seperti yang diungkapkan oleh Soehartono
yang menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang menggambarkan karakteristik suatu
masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu (1995,
hal. 35). Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki
definisi yang jelas mengenai subyek penelitiannya,
yaitu PSK yang pernah mengalami rehabilitasi di
PSKW Mulya Jaya. Fenomena yang dideskripsikan
disini adalah makna hidup PSK saat mereka
direhabilitasi dengan jalan mendeskripsikan sejumlah
variabel seperti latar belakang kehidupan, pengalaman
bekerja menjadi PSK, proses menemukan makna hidup
saat direhabilitasi, dan sumber-sumber yang
mempengaruhi mereka menemukan makna hidupnya.
Penelitian menggunakan tipe penelitian studi
kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam
penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus
dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan
komprehensif; berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri,
termasuk juga kemungkinan hubungan antar variabel
(Faisal, 2007, hal. 22). Karenannya dalam penelitian ini,
bisa jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang
bersifat eksplanasi, akan tetapi tidak dapat diangkat
sebagai suatu generalisasi.
3
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di
Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, jalan Tat
Twam Asi, Komplek Depsos, Pasar Rebo, Jakarta
13730. Panti ini merupakan unit pelaksana teknis dari
Kementrian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan
rehabilitasi kepada PSK. Penelitian ini dilakukan di
PSKW Mulya Jaya karena merupakan panti rehabilitasi
pertama yang menangani PSK dibawah Kementrian
Sosial RI serta menjadi percontohan bagi lembaga
rehabilitasi PSK lainnya.
Teknik
Pemilihan
Informan.
Penelitian
menggunakan purposive sampling maka penelitian ini
tidak membatasi jumlah subjek yang akan diteliti.
Penelitian ini melakukan penyeleksian terhadap
informan penelitian yang tersedia dilapangan sesuai
dengan kriteria sample dan melakukan pengumpulan
data dengan informan-infroman yang memenuhi
pengumpulan kriteria tersebut. Kemudian penelitian
dihentikan ketika sudah tidak mendapat informasi baru
kembali atau telah mencapai titik saturnasi (saturned).
lebih baik. Hal ini dikarenakan seseorang
dianggap memiliki hidup bermakna ketika mampu
merealisasikan tujuan yang didambakan.

Selain itu untuk mencapai kelengkapan dan
keakuratan data mengenai makna hidup pada PSK
pada masa rehabilitasi, juga dipilih informan
pendukung yaitu:

Keluarga dari Pekerja Seks Komersial. Mereka
adalah orang yang memahami keseharian
Informan sehingga membantu penelitian dalam
mencari keakuratan data. Adapun data informasi
yang diperoleh dari lingkungan tempat tinggal
Informan berjumlah 2 orang yakni dari adik ipar
Ita (Informan 1) dan ibu kandung Sherly
(Informan 3).

Pekerja Sosial (Peksos) sebagai pembimbing
keseharian dari Pekerja Seks Komersial saat masa
rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya. Pekerja sosial
yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah
pekerja sosial yang menjadi pembimbing
keseharian PSK (informan). Pekerja sosial
tersebut berjumlah 4 orang terdiri dari Bu Y
( Peksos untuk Ita) , Bu J (Peksos untuk Sherly),
Bu H (Peksos untuk Indah), dan Pak H (Peksos
untuk Ratih). Masing-masing pekerja sosial
tersebut
bertanggung
jawab
memberikan
bimbingan kepada masing-masing informan.
Pemilihan informan dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Pekerja Seks Komersial yang
rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya.
pernah
2.
Keluarga dari Pekerja Seks Komersial
3.
Pekerja Sosial sebagai pembimbing keseharian
dari PSK selama menjalani masa rehabilitasi di
PSKW Mulya Jaya.
di
Jenis penentuan kelompok sasaran dalam
penelitian ini menggunakan teknik non-probability
sampling, karena di dalam penelitian ini, tidak semua
orang yang berada dalam studi penelitian ini dapat
dijadikan kelompok sasaran. Non Probability sampling
yang digunakan dalam penelitian ini disusun
berdasarkan pendapat Faisal yang menyatakan bahwa
“non Probability sampling itu bersifat nonrandom
yakni rancangan pengambilan sampel tidak
menggunakan teknik random, dan karena itu, tidak
didasarkan atas hukum probabilitas. Sehingga informan
yang terpilih lebih mewakili dari populasi yang ada”
(2007, hal. 67).
Untuk itu yang menjadi informan Pekerja Seks
Komersial yang menjalani rehabilitasi sosial di PSKW
Mulya Jaya, dalam penelitian ini ada dua kriteria yang
berbeda yang dijabarkan sebagai berikut:
 Pekerja Seks Komersial yang sudah menjalani
rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya
sebelumnya. Pada kriteria ini informan yang
diambil berjumlah 2 orang. Ex-PSK ini sudah
meninggalkan pekerjaan lamanya menjadi PSK
dan memiliki pekerjaan lain yang sesuai dengan
norma masyarakat atau bisa dikatakan sudah
sukses merubah dirinya menjadi individu yang
lebih baik. Dapat dikatakan bahwa ex-PSK
tersebut sudah menemukan makna hidup karena
sudah ada realisasi nyata untuk berubah menjadi
Pekerja Seks Komersial yang sudah menjalani
rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya namun kembali
menjalani masa rehabilitasi di PSKW Mulya Jaya
karena kembali pada pekerjaan semula yakni
manjadi PSK. Informan kedua ini dijadikan
sebagai informan yang belum menemukan makna
hidupnya karena belum adanya relisasi nyata
untuk berubah atau menjadi individu yang sesuai
dengan norma masyarakat. Pada kriteria ini
informan yang diambil berjumlah 2 orang.
Teknik Pengumpulan Data. Adapun cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data, antara lain:
1.
Studi Literatur dan Dokumen
Studi literatur ini dilakukan terhadap berbagai jenis
bacaan terkait dengan tema penelitian, yaitu mengenai
pekerja seks komersial, definisi makna hidup, proses
makna hidup, sumber-sumber makna hidup dan
sebagainya.
2.
Wawancara mendalam (In depth Interview)
Dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan
teknik wawancara sebagai cara utama untuk
mengumpulkan data atau informasi. Hal ini setidaktidaknya karena dua alasan. Pertama dengan
wawancara pada penelitian ini dapat menggali tidak
saja apa yang diketahui dan dialami oleh seseorang
yang diteliti tapi juga yang tersembunya jauh di dalam
diri subjek penelitian (explicit knowledge maupun tacit
4
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
knowledge). Kedua apa yang ditanyakan kepada
informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas
waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa
sekarang, dan juga masa mendatang (Faisal, 1990, hal.
61).
Teknik Analisis Data. Analisis data pada tahap
pertama dilakukan dengan memfokuskan kepada
analisis data yang dilakukan terhadap satu per satu
informan, untuk kemudian tahap kedua dilanjutkan
dengan analisis data antar kasus. Cara seperti ini
diambil karena penulis menginginkan gambaran yang
lebih mendalam dan komprehensif tentang isu yang
diteliti serta memfokuskan pada penelitian itu sendiri
yang
melihat
perbandingan
antar
individu
(Poerwandari, 1998,
hal. 198-109). Setelah
melakukam data-data yang berupa non angka, langkah
pertama adalah membuat transkip secara verbatim atau
kata demi kata dari hasil wawancara dengan informan.
Laporan hasil wawancara secara verbatim ini dibuat
per individu sedemikian rupa sehingga ada cukup
tempat disisi kiri dan kanan untuk melakukan
pencatatan-pencatatan (Smith dalam Poerwandari,
1988 hal. 94). Kemudian laporan-laporan tersebut
dibaca berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman
tentang kasus atau masalah.
Setelah melakuan seluruh proses diatas pada
setiap laporan hasil wawancara mendalam, penelitian
ini dilakukan dengan analisa antar kasus pada
keseluruhan informan. Adapan individu ini memiliki
kondisi yang bertentangan satu-sama lain sehingga
penelitian ini melakukan perbandingan antar individu.
Perbandingan tersebut nantinya kan dibuat dalam
bentuk tabel. Tabel-tabel tersebut disamping untuk
memetakan
data,
juga
untuk
memudahkan
pengkonstruksian di dalam rangka menuturkan,
menyimpulkan dan menginterpretasikan data, dan
dapat pula berfungsi sebagai daftar yang bisa secara
cepat menunjukkan cakupan data yang telah
dikumpulkan, sehingga bila dianggap masih kurang
relevan atau belum lengkap dapat segera dicari kembali
dari sumber-sumber yang relevan.
Teknik Meningkatkan Kualitas Penelitian. Untuk
meningkatkan kualitas penelitian dalam penelitian ini
menggunakan triangulasi. Metode triangulasi yakni
kebenaran data yang diperoleh dari suatu metode yang
digunakan dan sumber dapat di cek kembali dengan
data yang diperoleh dengan menggunakan metode dan
sumber data yang lain. (Faisal, 1990, hal. 31). Teknik
ini juga akan memaksimalkan rentang data untuk
melengkapi pemahaman terhadap seluruh konsep. Hal
ini berdasarkan pada pentingnya keragaman wakktu,
ruang dan orang dalam wawancara.
3. Hasil dan Pembahasan
Dari data mengenai riwayat hidup, analisis kasus yang
dijabarkan terlebih dahulu memberikan analisis pada
masing-masing 4 PSK, setelah itu kemudian
membandingkan kedua kriteria PSK tersebut.
3.1 Analisis Kasus Informan 1 (Ita)
3.1.1 Proses Penemuan Makna Hidup
a) Tahap Derita
Dari hasil data wawancara pada Ita,
ditemukan bahwa Ita bekerja menjadi PSK disebabkan
karena adanya penderitaan akibat kemiskianan, namun
ditemukan pula penderitaan Ita sebelumnya yakni dari
pengalaman masa kecil mengenai kondisi keluarga Ita
yang broken home, dan kurang mendapatkan pola kasih
sayang yang utuh atau dukungan sosial dari
keluarganya, serta kenyataan pahit yang dirasakan Ita
ketika ia dikhianati oleh suami pertamanya ditambah
dengan kematian anak pertamanya.
Reaksi yang ditimbulkan Ita yakni the way me
reaction,
adalah
reaksi
yang
seolah-olah
mempertanyakan mangapa hal ini terjadi pada diri
seseorang. Reaksi ini biasanya terjadi bila memberikan
penderitaan yang luar biasa pada seseorang yang
biasanya terungkap dalam bentuk kemarahan,
mengasihani diri sendiri, tidak peduli, apatis atau
mencari kesalahan orang lain.
Pada masa rehabilitasi awalnya Ita merasa
syok berada di lingkungan baru yang memiliki
kedisplinan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut keterangan dari Bu Y selaku Pekerja
Sosialnya mengatakan bahwa Ita sudah berkali-kali
berada di PSKW Mulya Jaya, hanya saja ia baru dua
kali mengikuti masa rehabilitasi. Sebelumnya Ita belum
pernah menjalankan masa rehabilitasi karena selalu
berontak dan kabur.
Ita sendiri sudah menyadari bahwa apa yang
ia lakukan adalah salah. Terlebih kesadaran tersebut ia
dapat ketika mendengarkan ceramah dari Ustad
mengenai balasan dari Tuhan terhadap orang-orang
yang berbuat dosa. Namun Ita mengaku bosan dengan
kegiatan yang diberikan oleh panti seperti kegiatan
etika, bimbingan hafalan Al-Quran & doa, bimbingan
kedisiplinan PBB, bimbingan rohani, dan bimbingan
mental islam. Hal ini dikarenakan pesan yang
disampaikan membuat Ita menjadi imun (jenuh) akan
pesan tersebut, sehingga pesan tersebut diacuhkan
begitu saja. Ita lebih senang dengan kegiatan yang
sifatnya sebagai hiburan seperti olahraga, dan hiburan
musik.
Tidak ada pengembangan minat dan upaya
positif ini atau dalam makna hidup disebut kegiatan
terarah (directed activities) yakni segala upaya yang
dilakukan demi meraih makan hidup dengan berbagai
pengembangan minat, potensi, dan kemampuan positif
(Bastaman, 1996, hal. 132). Sehingga Ita tidak
mencapai tahap penerimaan diri. Dimana pada tahap
penerimaan diri terdapat komponen meliputi
pemahaman diri yang diikuti dengan perubahan sikap
(Bastaman, 1996, hal. 203). Ita masih terbelenggu
dengan penghayatan hidup tanpa makna sehingga ia
cenderung melarikan diri (flighting) atau serba bingung
5
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
dan tak berdaya (freezing) sehingga ia harus
mendapatkan nilai-nilai berharga yang membuatnya
berinsiatif untuk berubah.
Begitu pula seperti yang dikatakan oleh Bu Y
selaku Pekerja Sosialnya yang mengatakan bahwa Ita
secara langsung mengatakan kepadanya bahwa ia akan
kembali lagi menjadi PSK
Disamping itu Ita tidak mendapatkan
dukungan sosial yang mendorongnya untuk
menemukan makna hidup terlebih dari pihak keluarga.
Dari keluarganya sendiri yakni suaminya yang tidak
mampu memberikan dukungan dan bantuan yang
mampu merubah kondisi Ita untuk tidak bekerja
menjadi PSK, hal ini dikarenakan kondisi
perekonomian yang menyebabkan suami Ita tidak
dapat memungkiri bahwa pekerjaan Ita sebagai PSK
dapat membantu perekonomian keluarga. Begitu pun
dari keluarganya yang sudah tidak mempedulikan
kehidupan Ita. Seperti yang dikatakan oleh adik
iparnya bahwa Ita menjadi tulang punggung keluarga
karena penghasilan suaminya yang hanya cukup untuk
membayar kontrakkan.
Sedangkan di panti sendiri, Ita tidak dekat
dengan pembimbingnya yakni seseorang yang paling
berpotensi memberikan perubahan pada Ita. Ita
mengaku jarang menceritakan masalahnya atau sekedar
berbincang-bincang dengan pembimbingnya. Ia
menganggap tidak senang kalau membicarakan
masalahnya kepada orang lain, dan ia merasa terlabel
menjadi orang yang ‘kotor’. Dimana menurut Lukas
pada umumnya seseorang yang menjalani kehidupan
tanpa makna merasakan kebingungan dan kehampaan
serta mempersepsikan kehidupan secara negatif (Lukas,
1985, hal. 4)
3.2 Analisi Kasus Informan 2 (Ratih)
3.2.1 Proses Penemuan Makna Hidup
a). Tahap Derita
Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19).
Penderitaan dari Ratih ini berawal sejak Ratih masih
kecil dimana ia dididik dengan kedisplinan oleh
bapaknya yang seorang TNI. Ratih merasa tertekan
hidup dengan pengawasan bapaknya. Sehingga pada
saat lulus Aliyah (setara SMA) memutuskan untuk
pergi dari rumah dan menginap di rumah keluarga
kekasihnya.
Tindakan Ratih tersebut merupakan suatu
reakasi atas penderitaan yang ia alami yang masuk
kedalam tipe the way me reaction. Rekasi ini biasanya
terjadi bila pengalaman tersebut memberikan
penderitaan yang luar biasa pada seseorang yang
biasanya terungkap dalam bentuk-bentuk; kemarahan,
mengasihani diri sendiri, tidak peduli, apatis atau
mencari-cari kesalahan pada orang lain (Bastaman,
1996). Reaksi yang ditimbulkan Ratih ini merupakan
bentuk ‘berontak’ dari pengekangan bapaknya
sehingga ia mengeluarkan kemarahannya dengan cara
pergi dari rumah..
Terjunnya Ratih kedunia pelacuran berawal
dari perpisahannya dengan suaminya yang kedua.
Setelah berpisah akhirnya ia memutuskan untuk
bekerja menjadi seorang PSK karena masalah
perekonomian. Kehidupan Ratih tersebut terlihat jelas
bahwa Ratih tidak memiliki tujuan hidup yang terarah
semenjak ia bercerai dengan suaminya, Ratih menjalani
hidup apa adanya tanpa prakarsa atau apatis ditambah
dengan pudarnya nilai-nilai tradisi (agama) didalam
dirinya.
Perilaku Ratih tersebut seperti yang dikatakan
Frankl (1977) fenomena lain di era modern ini adalah
mendangkalnya penghayatan agama dan melunturnya
nilai-nilai tradisi serta terhapusnya fungsi insting akibat
dominasi pemikiran rasional.
Ketika Ratih tertangkap oleh Satpo PP dan
menjalani masa rehabilitasi selama 6 bulan 10 hari.
Awalnya ia sempat berontak dan tidak mau ikut
kegiatan. Namun selanjutnya ia terpaksa mengikuti
kegiatan karena hal tersebut merupakan kewajiban
yang harus diikuti oleh siswa binaan. Walaupun
demikian ada kegiatan yang disukainya yakni ketika ia
mengikuti kegiatan bimbingan agama yang diisi oleh
Bu R. Menurutnya ceramah yang diisi oleh Bu R
membuat hatinya menjadi tenang.
Namun walaupun demikian hal tersebut tidak
merubah sikap pada Ratih sendiri. Terbukti setelah
keluar dari masa rehabilitasi tidak adanya rasa keikatan
diri (self commitment) pada diri Ratih ketika terjun ke
masyarakat. Ia pun kembali menjadi PSK hanya saja
berbeda lokasi dari tempat sebelumnya. Dimana Ratih
menjadi PSK di daerah Tambun, Bekasi. Ratih
tertangkap kembali setelah 3 minggu menyelesaikan
masa rehabilitasinya, saat ia kembali tertangkap, ia
mendapat teguran keras dari pekerja di PSKW Mulya
Jaya.
Perilaku Ratih yang belum merubah tabiatnya
menjadi baik juga didasarkan juga atas kurangnya
dukungan sosial (social support) yang kuat dari pihak
panti pada saat direhabilitasi maupun dari orang
terdekatnya yang mampu memberikan dukungan dan
bantuan jika diperlukan sampai mampu untuk
menyadarkannya untuk tidak menjadi PSK. Menurut
Bastaman dukungan sosial (social support) juga sangat
diperlukan pada tahap pemenuhan makna hidup,
khususnya pada saat menghadapi kendala dan
tantangan dalam melakukan kegiatan memenuhi makna
hidup.
Menurut penuturan Pak H selaku Pekerja
Sosial yang membimbingnya selama ini mengatakan
bahwa faktor penderitaan masa lalu merupakan faktor
utama yang menyebabkan Ratih memutuskan menjadi
PSK. Tidak adanya dukungan keluarga dikarenakan
hubungan keluarga terutama dari bapaknya yang
memutuskan hubungan sejak Ratih menikah selain itu
6
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
saudaranya yang sudah tidak peduli lagi dengan Ratih,
membuat Ratih merasa bahwa semua orang seperti
menyalahkan dirinya, ia merasa tidak termaafkan
sehingga merasa apatis untuk melakukan perubahan
bulan awal. Awal mula Sherly merasakan adanya
perasaan bahwa menjadi bekerja menjadi seorang PSK
adalah pilihan yang salah ketika ia mendengarkan
ceramah dari Ustad AB.
Gambaran sikap Ratih setelah diberikan
rehabilitasi tidak dapat melangkah pada tahap
penerimaan diri. Pada tahap penerimaan diri, awalnya
seseorang harus mendapatkan pemahaman diri (self
insight) untuk memahami akan potensi-potensi diri dan
dapat menerima penderitaan yang diiringi dengan
mengurangi hal-hal yang bersifat negatif. Ratih tidak
memiliki motivasi diri untuk mengubah sikapnya dan
masih terbelenggu dalam penghayatan tanpa makna.
Ia memandang bahwa saat ia bekerja menjadi
seorang PSK ia mengabaikan hati nuraninya yang
mengatakan bahwa pekerjaan tersebut adalah pekerjaan
yang salah. Namun setelah berubah ia konsekuean
dengan dirinya yang menyatakan bahwa ia tidak ingin
bekerja menjadi PSK. Dalam proses pemahaman diri
ini menurut Bastaman (1996) individu menyadari
kondisi diri dan ingin mengubah kondisi dirinya
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dalam tahap pemahaman diri ini seseorang
mengenali secara objektif kekuatan dan kelemahan diri
sendiri (dan lingkungan), baik yang masih merupakan
potensi maupun yang telah teraktualisasi untuk
kemudian kekuatan-kekuatan itu dikermbangkan dan
kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi
(Bastaman, 2007, hal. 215).
Pada proses pemahaman diri ini Sherly mulai
memahami potensi-potensi yang ada dalam dirinya.
Potensi tersebut ia dapat melalui kegiatan keterampilan
jahit manual. Melalui kegiatan keterampilan tersebut
Sherly memiliki harapan saat keluar dari PSKW akan
menggunakan keterampilannya menjahit, harapan
tersebut pun didorong oleh dukungan ibunya.
Sikap Sherly yang awalnya bersikap acuh tak
acuh dengan lingkungannya berubah menjadi lebih
peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini juga
didorong dengan tanggung jawabnya sebagai seorang
ketua unit. Ketua unit bertanggung jawab atas siswa
binaan diunitnya, tugasnya adalah memastikan jumlah
siswa binaan di unit saat apel pagi dan sore, dan
membantu absen, serta membantu menyuruh siswa
binaan untuk mengikuti kegiatan
Menurut Bu J yang merupakan pekerja sosial
yang membimbingnya selama masa rehabilitasi
mengatakan ada motivasi yang kuat dari Sherly untuk
berubah. Maka dari itu ia aktif mengikuti kegiatan
rehabilitasi dan bimbingan.
c). Tahap Penemuan Makna Hidup
3.3 Analisis Kasus Informan 3 (Sherly)
Proses Penemuan Makna Hidup
a). Tahap Derita
Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19).
Pada kasus Sherly saat kecil, dia merasakan
penderitaan dalam segi ekonomi. Adanya penyadaran
bahwa keluarganya memiliki keterbatasan ekonomi,
Shlerly kecil telah berinisiatif sendiri bagaimana ia
dapat memperoleh uang agar dapat membantu
orangtuanya dengan cara bekerja, sikap Sherly tersebut
reaksi yang ia timbulkan atas penderitaan yang dialami
adalah reaksi dengan tipe the acceptance reaction
adalah reaksi menerima dengan penuh kesabaran akan
penderitaan yang dialami (Bastaman, 1996).
Namun budaya pada keluarga Sherly yang
memberikan kebebasan sejak kecil justru membuat
Sherly tidak mendapatkan pendalaman nilai-nilai
agama dan sosial. Hal ini berdampak pada cara
pandang Sherly yang mengabaikan rasa tanggung
jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
Ketika ia bercerai dengan suaminya yang
pertama, Sherly merasa ia perlu mencari uang untuk
kebutuhan anaknya yang masih berumur empat tahun.
Tekanan ekonomi yang kuat membuat Sherly harus
bekerja. Setelah ia bekerja di Billiard, ia melihat
peluang bekerja sebagai PSK jauh lebih besar
penghasilannya dengan mendapatkan 200 ribu sekali
main. Ketika menjadi seorang PSK ia mengabaikan
nurani dan anggapan orang lain bahwa pekerjaan itu
salah dan hanya berpikir untuk kebutuhan hidup
anaknya tanpa harus bergantung dengan orang tuanya.
Pada kondisi seperti ini informan mengalami
tahap penghayatan tanpa makna dimana menurut
Frankl (1977) mendangkalnya penghayatan agama dan
melunturnya nilai-nilai tradisi serta terhapusnya fungsi
insting akibat dominasi pemikiran rasional.
b). Tahap Penerimaan Diri
Tahap penerimaan diri ini biasayan juga diikuti
dengan tahap pemahaman diri (self insight) dan
pengubahan sikap (changing attitude) (Bastaman, 1996,
hal. 203). Sherly mulai menyadari perbuatan itu buruk
adalah ketika ia menjalani masa rehabilitasi pada dua
Pada tahap ini Sherly sudah mulai menemukan
makna hidupnya, ia memandang penderitaan yang
dialaminya adalah sebagai suatu ujian yang harus ia
hadapi. Bagi Sherly penderitaan tersebut merupakan
sarana untuk memperbaiki diri. Dalam tahap penemuan
makna hidup tercakup pula tahap penetapan tujuan
hidup. Pada masa rehabilitasi Sherly memperoleh
berbagai kegiatan yang menurutnya hal tersebut
merupakan sesuatu yang baru yang membuat ia
menemukan tujuan hidup dan harapan hidupnya.
Harapan ini terkait dengan tujuan hidupnya,
yaitu untuk kembali mencari nafkah untuk
menghidupi anaknya dan selain itu ia membutuhkan
pendamping hidup untuk membantu membesarkan
anaknya. Tujuan tersebut membantu Sherly untuk
tidak merasa terpuruk oleh keadaan. Goal orientation
7
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
adalah hal yang paling mendukung dalam
menemukan kebahagiaan (happiness) yang dicari
oleh orang-orang yang memiliki tujuan positif atau
menghindari tujuan negatif (Diener dan Dean, 2007,
hal. 65-67).
Saat menjalani proses rehabilitasi Sherly juga
mendapatkan dukungan sosial dari pihak PSKW seperti
dipercaya bekerja menjadi buruh cuci di rumah salah
satu staf dan dukungan dari pembimbingnya sehingga
ia sering berkonsultasi untuk mengatasi masalahnya.
Adanya dukungan dari orang tua dan keluarga juga
turut membantu Sherly agar tidak kembali menjadi
PSK.
Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia (Happiness). Setelah
mendapatkan seseuatu sesuai dengan harapannya,
Sherly menemukan makna dalam hidupnya. Pada saat
direhabilitai harapan Sherly adalah mempunyai usaha
dan berkeluarga. Saat ini, ia sudah memiliki usaha jahit
walaupun usaha kecil-kecilan dan sudah menikah dan
tengah mengandung anak keduanya. Sherly pun merasa
cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang.
Analisis Kasus Subyek 4 (Indah)
Proses Penemuan Makna Hidup
a). Tahap Derita
d). Tahap Realisasi Makna
Tahap realisasi dimana individu akan
mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya,
kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self
commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan
nyata yang lebih terarah (directed activities) guna
memenuhi makna hidupnya (Bastaman, 1996, hal.
198-199).
Pada kasus Sherly, ia telah melakukan berbagai
usaha ketika ia sudah menjalani masa rehabilitasi.
Diawali dengan mencoba berdagang pop ice dan
makanan ringan, walaupun akhirnya dalam dua bulan
usahanya bangkrut. Kemudian ia juga berusaha untuk
melamar kerja di salah satu pabrik dengan
mengandalkan sertifikat dari PSKW. Namun ia ditolak
karena sertifikat tersebut mengatasnamakan depsos.
Walaupun ia sudah gagal untuk mencoba
bekerja secara positif, hal ini tidak membuat Sherly
berpikir untuk bekerja kembali menjadi PSK. Adanya
rasa keikatan diri (self commitment) untuk tidak
kembali ke pekerjaan asalnya dan adanya kegiatan
terarah (directed activities) membuat Sherly tetap
berusaha mencari pekerjaan yang lain. Sekarang
dirinya sudah bekerja menjadi buruh cuci dan gosok
selain itu ia juga bekerja menjadi penjahit yang
lokasinya berada di Wisma Asri tak jauh dari lokasi
tempat tinggalnya. Ia juga membuka usaha lain yakni
menjual sarung bantal, sarung bantal tersebut hasil dari
karya jahitnya yang kemudian ia dagangkan ke para
tetangga.
Upaya yang dilakukannya dikarenakan adanya
internalisasi bahwa pekerjaan PSK adalah pekerjaan
yang salah sehingga bila dihadapkan pada kondisi yang
sulit ia tidak akan kembali lagi pada perbuatan yang
sama yakni menjadi PSK. Internalisasi sendiri menurut
Kohlberg (dalam Santrock, 2002:371) merupakan
perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang
dikendalikan secara internal.
e). Tahap Kehidupan Bermakna
Penderitaan adalah suatu perasaan dan reaksirekasi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitankesulitan yang dialami oleh seseorang (1996, hal. 19).
Perasaan menderita yang Indah rasakan adalah ketika
ia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Indah
sudah menikah dengan suaminya tersebut selama 12
tahun dan dikarunia tiga orang anak. Setelah itu Indah
berusaha untuk bekerja demi menghidupi dirinya dan
anak keduanya. Perceraian tersebut membuat Indah
mengalami tekanan ekonomi. Penderitaan akibat
tekanan ekonomi membuat Indah hidup tidak menentu.
Tindakan Indah akibat penderitaannya
membuat dirinya memutuskan untuk nikah kontrak
selama 10 hari dan nekat membawa uang 250 dollar
didasarkan
atas
keputusannya
yang
sangat
membutuhkan uang kala itu. Reaksi Indah dari
penderitaan yang dialaminya tersebut merupakan tipe
the way me reaction, adalah reaksi yang seolah-olah
mempertanyakan mengapa hal ini terjadi pada diri
seseorang. Rekasi ini biasanya terjadi bila pengalaman
tersebut memberikan penderitaan yang luar biasa pada
seseorang yang biasanya terungkap dalam bentukbentuk; kemarahan, mengasihani diri sendiri, tidak
peduli, apatis atau mencari-cari kesalahan pada orang
lain. Indah nekat membawa uang pada saat itu tanpa
memperdulikan resiko yang akan ia timbulkan, hal ini
disebabkan Indah tidak tahan lagi dengan tekanan
ekonomi yang dirasakannya.
Indah mengalami kebingungan dalam mengatasi
masalah perekonomiannya sehingga dampaknya
mempengaruhi pola pikir dan tindakannya yang negatif.
Seperti keputusan Indah untuk bekerja di billiard yang
awalnya dari ajakan teman kosannya. Berawal dari itu
Indah mulai memasuki dunia pelacuran. Ia terpengaruh
oleh ajakan temannya kosannya dengan iming-iming
mendapatkan penghasilan yang lebih disamping hanya
bekerja di billiard. Keputusan Indah yang akhirnya
terjun menjadi PSK dikarenakan adanya perasaan ingin
mendapatkan uang dengan cara yang instant demi
mengatasi persoalan ekonomi yang membelenggunya.
Kesenangan untuk mengumpulkan uang (the
will to money),kesenangan untuk bekerja (the will to
work), dan kesenangan untuk mencari kepuasan (the
will to pleasure), kesenangan tersebut dimana menurut
8
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Frankl (1973) merupakan salah satu upaya kompensasi
akibat dari penghayatan hidup tanpa makna atau
dengan kata lain, dalam prilaku yang berlebihan itu
tersirat penghayatan-penghayatan hidup tanpa makna.
b). Tahap Penerimaan diri
Tahap penerimaan diri, dimana individu mulai
menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman
diri (self insight), dan terjadinya perubahan sikap
(changing attitude) (Bastaman, 1996, hal. 203).
Penerimaan diri dapat dicapai berawal dari
adanya pemahaman diri (self insight). Dalam tahap
pemahaman diri diri (self insight) ini seseorang
mengenali secara objektif kekuatan dan kelemahan diri
sendiri (dan lingkungan), baik yang masih merupakan
potensi maupun yang telah teraktualisasi untuk
kemudian kekuatan-kekuatan itu dikermbangkan dan
kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi
(Bastaman, 2007, hal. 215). Indah mulai sadar atas
kesalahan yang ia perbuat selama ini, kesadaran
tersebut ketika ia tertangkap dan masuk kedalam
PSKW Mulya Jaya. Perasaan bersalah datang ketika
Indah termenung memikirkan kesalahan yang ia
perbuat. Pemahaman diri pada Indah pun diiringi
dengan perubahan sikap (changing attitude), Indah pun
mencoba melakukan pendekatan dengan Tuhan untuk
memohonkan ampunan dosa dengan cara menjalankan
ibadah. Menurut Edward dan Leola biasanya seseorang
mendeskripsikan pengalaman spiritual ketika mereka
terlibat adanya perasaan yang berhubungan dengan
kontak dan makna kepada sesuatu yang memiliki
kekuatan besar (1999, hal. 51). Begitu pun yang
dikatakan oleh Bu H selaku pekerja sosialnya yang
mengatakan ada kesadaran yang muncul dari diri Indah
sendiri sehingga ia menyesali perbuatannya selama ini.
Saat menjalani masa rehabilitasi Indah
dipercaya menjadi ketua unit dan ketua musola oleh
pihak PSKW Mulya Jaya. Ketua unit bertanggung
jawab atas siswa binaan diunitnya, tugasnya adalah
memastikan jumlah siswa binaan di unit saat apel pagi
dan sore, dan membantu absen, serta membantu
menyuruh siswa binaan untuk mengikuti kegiatan.
Sedangkan tanggung jawab sebagai ketua musola
adalah membantu pekerja PSKW Mulya Jaya untuk
mengumpulkan siswa binaan bila ada kegiatan di
musola baik itu berupa ibadah maupun non ibadah.
Tanggung jawab Indah sebagai ketua musola ternyata
salah satu faktor juga yang memperngaruhi perubahan
Indah. Indah merasa ia harus menjadi contoh yang baik
untuk siswa binaan yang lain sebagai ketua musola.
c). Tahap Penemuan Makna Hidup
Dalam makna hidup seseorang mempunyai
tujuan yang dijadikan alasan yang menyebabkan
hidupnya menjadi berarti. Pada tahap ini bila seseorang
mendapatkan suatu masalah maka akan cenderung
berontak (fighting)dan melarikan diri (flighting) atau
serba bingung dan tak berdaya (freezing) berubah
menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis
menghadapinya (facing) (Bastaman, 1996, hal. 135).
Indah sendiri melihat penderitaan yang ia alami dan
berbagai kejadian masa lalu sebagai suatu teguran dan
dan sedang diuji sebagai pelajaran baginya agar tidak
terulang kembali. Saat menjalani masa rehabilitasi
harapan dari Indah sendiri adalah berharap ingin kerja
namun tidak ingin kembali ke pekerjaan semula, selain
itu ia juga menginginkan berkumpul bersama anakanaknya, karena ia merasa bersalah kepada mereka atas
penelantaran yang ia lakukan sebelumnya. Harapan
sangat diperlukan sabagai bentuk motivasi seseorang
dimana menurut Bastaman harapan memberikan
sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang
menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan
optimisme (Bastaman, 2007, hal. 50).
Dukungan sosial (Social Support) juga sangat
diperlukan pada tahap pemenuhan makna hidup,
khususnya pada saat menghadapi kendala dan
tantangan dalam melakukan kegiatan memenuhi makna
hidup (Bastaman, 1996, hal. 201-202). Indah juga
mendapat dukungan sosial dari anak-anaknya yang
datang membesuk. Awalnya anak-anaknya tidak
mengetahui keberadaan Indah selama masa rehabilitasi,
Indah pun sempat khawatir kalau anaknya
membencinya karena sempat ia telantarkan, namun
ternyata anak-anak Indah memberikan dukungan
kepada Indah untuk bersikap sabar hal tersebut
memotivasi Indah untuk berubah. Dukungan juga
Indah dapat dari Ustad S, Ustadzah KA dan Bu H
sebagai pembimbing, ia pun juga berteman dengan
pendeta yang juga memberikan motivasi bagi dirinya
untuk berubah.
d). Tahap Realisasi Makna
Tahap realisasi makna yakni dimana individu
akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya,
kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self
commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata
yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya
(Bastaman, 1996, hal. 201).
Ia berjualan seprai buatannya sendiri.
Bermodalkan keterampilan jahit yang ia pelajari
sebelumnya di PSKW Mulya Jaya, ia mencoba
peruntungan menjual seprai yang perbuahnya dihargai
60 ribu. Setelah itu Indah pindah ke Bogor tahun 2010
bersama anak keduanya. Di Bogor, Indah mencoba
berjualan sayuran untuk menghidupi dirinya dan
anaknya. Indah juga berkomtimen untuk tidak ingin
mengulangi perbuatannya yang dahulu.
Komitmen yang dimiliki oleh Indah sehingga
tidak kembali menjadi seorang PSK dikarenakan
adanya internalisasi dari diri Indah bahwa bila ia
kembali menjadi PSK adalah keputusan yang salah.
9
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
e). Tahap Kehidupan Bermakna
Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia (Happiness) (lihat Bab
2, hal. 37). Perasaan bahagia yang dialami oleh Indah
adalah adanya perasaan tenang merasa diberikan
kesempatan oleh Tuhan ketika ia sudah memiliki usaha
dan dapat tinggal bersama anaknya walaupun hanya
anaknya yang kedua yang bisa menemaninya.
Tabel 3.1Proses Penemuan Makna Hidup pada
Pekerja Seks Komersial
PSK yang Belum Menemukan Makna
Hidup
Ita
Ratih
PSK yang Sudah Menemukan Makna
Hidup
Sherly
Indah
*Kemiskinan
* Kemiskinan
*Kemiskinan
*hidup dari
* sikap keras dari
keluarga
bapaknya yang
broken home.
dirasakan subyek
*hidup tanpa
sejak kecil
kasih sayang
*mendapat
atau tidak
perlakuan buruk
adanya
dari mantan-
dukungan
mantan suaminya,
sosial dari
seperti berbicara
orang terdekat
kasar, sampai
seperti
terjadinya peristiwa
keluarga.
KDRT.
*dikhianati
*tidak ada
suami pertama
dukungan sosial
dan kematian
dari orang terdekat
anak
setelah bercerai.
PROSES
PENEMUAN
MAKNA HIDUP
1.Penderitaan
Sumber
Penderitaan
*kemiskinan.
*tidak ada dukungan
sosial dari orang
terdekat setelah
bercerai.
pertamanya
10
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Tabel 3.1 (Sambungan)
Reaksi Terhadap
Penderitaan
* the way me
* the way me
reaction
reaction
*the acceptance
reaction
* the way me
*Memahami
*memahami
perbuatan buruk
perbuatan buruk
selama ini (self
setelah awal masuk
insight) dan
ke PSKW Mulya
melakukan
Jaya (self insight)
perubahan sikap
dan melakukan
(changing attitude)
perubahan sikap
reaction
2.Penerimaan diri
Kompoen (self insight)
dan (changing attitude)
-
.
(changing attitude)
Sebab munculnya
kesadaran
-
-
*berawal dari zikir
*berawal dari
kalbu yang diisi
perenungan sendiri
oleh Ustad AB
dengan mengingat
diikuti dengan
kesalahan yang
rajinnya
diperbuatnya selama
berkonsultasi denga
ini.
ustad.
11
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Tabel 3.1 (Sambungan)
3.Penemuan Makna
Hidup
-
-
*melihat
*melihat kehidupan
kehidupan masa
masa lalunya sebagai
lalunya sebagai
suatu teguran untuk
suatu teguran
memperbaiki diri.
untuk
*adanya tujuan hidup
memperbaiki diri.
yang diinginkan
*ada tujuan hidup
subyek yakni
yang diinginkan
berkumpul dengan
subyek ketika
anak-anaknya dan
berada dalam
bekerja mendirikan
masa rehabilitasi
usaha.
yakni
*adanya dukungan
menjalankan
sosial (social
usaha atau kerja
support) dari anak-
dan berkeluarga.
anaknya,
*adanya
ustad/ustadzah,
dukungan sosial
pendeta, dan
(social support)
pembimbing.
dari keluarga,
suami dan
pembimbing.
4.Realisasi
Hidup
Makna
-
-
*sempat
*sempet berjualan
berjualan pop ice
seprai di Bandung
dan melamar
dari hasil buatannya
pekerjaan di
sendiri, namun
pabrik namun
setelah pindah ke
gagal. Sampai
Bogor ia
akhirnya
memutuskan
sekarang menjadi
berjualan sayuran.
tukang cuci dan
*adanya self
gosok serta
commitment
tukang jahit
sehingga memiliki
sebagai pekerjaan
komitment yang kuat
sampingan.
untuk tidak kembali
ke pekerjaan asalnya
walaupun dihadapi
dengan masalah
kemiskinan
12
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Tabel 3.1 (Sambungan)
-
-
*adanya self
*adanya kegiatan
commitment
terarah (directed
sehingga memiliki
activities) sehingga
komitmen yang
tetap termotivasi
kuat untuk
untuk melakukan
berubah dan tidak
segala upaya demi
kembali ke
mencapai makna
pekerjaan asalnya
hidup.
walaupun
dihadapkan
dengan masalah
kemiskinan.
*adanya kegiatan
terarah (directed
Activities)
sehingga tetap
termotivasi untuk
melakukan segala
upaya demi
mencapai makna
hidup
5.Kehidupan Bermakna
-
-
*setelah
*adanya perasaan
mendapatkan
tenang karena
sesuatu sesuai
merasa diberikan
dengan
kesempatan oleh
harapannya yakni
Tuhan ketika ia
memiliki usaha
sudah memiliki
dan berkeluarga
usaha dan dapat
Sherly merasa
tinggal bersama
dirinya lebih
keluarga.
berharga.
13
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Tabel 3.2 sumber-sumber penemuan makna hidup
4 informan:
Subyek yang Belum Menemukan Makna Hidup
Subyek 1 (Ita)
Subyek 2 (Ratih)
Subyek yang Sudah Menemukan Makna Hidup
Subyek 3 (Sherly)
Subyek 4 (Indah)
*tidak ditemukan
Merasa puas dengan
Merasa puas dengan
pekerjaan yang dilakukan
pekerjaan yang
sekarang.
dilakukan sekarang
Sumber-sumber makna
hidup
1.
Nilai-nilai
Kreatif
(Creative Values)
2.
pada kasus
*tidak ditemukan pada
kasus
Nilai-nilai
*tidak ditemukan pada
*Memiliki perasaan cinta
Perasaan cinta pada
Perasaan cinta kepada
Pengahayatan
kasus
kepada anak namun belum
keluarga
anak-anak dan rasa
(Experiental
mengembangkan rasa
keimanan kepada
Values)
tanggung jawab kepada
Tuhan
diri sendiri dan tidak ada
rasa keimanan kepada
Tuhan
3.
4.
Nilai-nilai bersikap
*tidak ditemukan pada
*tidak ditemukan pada
*Adanya komitmen yang
*Dari tidak taat
(Attitudinal Values)
kasus
kasus
kuat dari subyek untuk
beribadah menjadi
tidak mengulangi
lebih taat dan
perbuatan yang sama,
mengembangkan sikap
walaupun nanti
sabar dan adanya
dihadapkan dengan
komitmen untuk tidak
masalah yang sama yakni
mengulangi perbuatan
ekonomi
yang sama
Nilai-nilai harapan
*tidak ditemukan pada
*tidak ditemukan pada
*adanya harapan untuk
*adanya harapan untuk
(Hope value)
kasus
kasus
berkeluarga dan mencoba
bertemu dengan anak-
usaha (kerja)
anaknya dan mencoba
*Optimisme untuk
usaha (kerja)
mencapai harapan tersebut
*Optimisme untuk
mencapai harapan
tersebut.
14
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Pada tabel diatas kita dapat melihat bahwa ada
dua kriteria pada PSK terkait dengan proses penemuan
makna hidup maupun sumber-sumber makna hidup.
Yakni dua PSK yang belum menemukan makna
hidupnya dan dua PSK yang sudah menemukan makna
hidupnya.
Pada PSK yang belum menemukan makna hidup
yakni pada Ita dan Ratih sama-sama belum mencapai
tahap kehidupan bermakna, hal ini dikarenakan belum
ditemukannya kesadaran yang membuat mereka
konsisten untuk tidak menjadi PSK dan belum
terinternalisasi untuk tidak berpikiran kembali menjadi
PSK, menurut Bastaman, biasanya, munculnya
kesadaran dalam diri seseorang di dorong oleh
keanekaragam sebab misalnya karena perenungan diri,
konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari
seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain,
dan lain-lain (lihat Bab 2, hal. 33).
Pada Ita dan Ratih ditemukan bahwa mereka
masih terbelenggu pada penghayatan hidup tanpa
makna. Ketidakberhasilan menemukan dan memahami
makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan
hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang,
merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya
tak berarti, bosan, dan apatis.Ketidakberhasilan dari
kedua informan tersebut dikarenakan tidak adanya
pengembangan minat dan upaya positif atau dalam
makna hidup disebut kegiatan terarah (directed
activities) yakni segala upaya yang dilakukan demi
meraih makan hidup dengan berbagai pengembangan
minat, potensi, dan kemampuan positif.Ditambah lagi
sikap mereka yang menolak nilai-nilai yang diberikan
oleh panti melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi.
Kedua PSK tersebut pun dilatarbelakangi oleh
faktor kuat yang sama yakni kemiskinan sehingga
berpikir tidak ada pekerjaan lain yang bisa mereka
lakukan selain bekerja menjadi PSK. Disinilah mereka
mengabaikan tanggung jawab mereka berkaitan aspek
spiritual dan sosial termasuk didalmnya norma-norma
masyarakat karena tidak ada pengembangan minat dan
upaya positif dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.Tidak adanya pengembangan minat ini
dikarenakan mudahnya mendapatkan penghasilan
dengan
menjadi
PSK.
Kesenangan
untuk
mengumpulkan uang (the will to money),kesenangan
untuk bekerja (the will to work), dan kesenangan untuk
mencari kepuasan (the will to pleasure), kesenangan
tersebutdimana menurut Frankl merupakan salah satu
upaya kompensasi akibat dari penghayatan hidup tanpa
makna atau dengan kata lain, dalam prilaku yang
berlebihan itu tersirat penghayatan-penghayatan hidup
tanpa makna (lihat Bab 2, hal. 26).Selain itutidak
adanya dukungan sosial (Social Support) yang kuat
baik dari keluarga maupun orang lain turut
mempengaruhi kedua Informan sehingga tidak ada
penguat yang turut mendorong informan untuk
memiliki keinginan untuk berubah.
Pada PSK yang sudah menemukan makna
hidup yakni pada Sherly dan Indah sudah mencapai
tahap tertinggi pada tahapan pencarian makna
hidup.Kedua Informan tersebut memiliki kesadaran
dan komitmen untuk tidak kembali menjadi
PSK.Kesadaran yang mereka dapat tidak didasarkan
pada hal yang sama, pada Sherly, ia mendapat
kesadaran melalui kegiatan terapi zikir kalbu yang
merupakan salah satu kegiatan di PSKW Mulya Jaya.
Sedangkan pada Indah, ia mendapat kesadaran yang
awalnya dari perenungan diri atas kesalahan yang ia
perbuat. Adanya pengaruh dari kegitan-kegiatan di
panti sehingga mereka menyadari kesalahannya sampai
akhirnya dapat menemukan makna hidup, seperti
kegiatan keterampilan dan kegiatan keagaman.
Kesadaran yang mereka perbuat pun juga
dilakukan
dengan
mengurangi
perbuatan
negatif.Seperti pada Sherly, merubahnya dari cara
bersikap, dimana dari yang awalnya bersikap acuh tak
acuh terhadap lingkungan manjadi lebih peduli dan
bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan ia merasa
harus menjadi contoh bagi siswa binaan ketika ia
dipercaya menjadi ketua unit. Bagitu pun dengan
Indahia mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
cara merubah penampilannya menjadi lebih sopan, ia
pun mulai meningkatkan kualitas ibadahnya. Selain itu
ia pun juga dipercaya menjadi ketua unit dan ketua
musola, sehingga sama dengan Sherly, ia pun juga
merasa harus menajadi contoh terhadap siswa binaan
yang lainnya.
Pada PSK yang sudah menemukan makna hidup
jelas bahwa adanya dukungan sosial yang turut
mempengaruhi
mereka
sehingga
termotivasi
melakukan perubahan sikap.Seperti pada Sherly, ia
mendapatkan dukungan dari keluarga, suami, dan
pembimbingnya. Begitupun dengan Indahia juga
mendapatkan
dukungan
dari
anak-anaknya,
pembimbing, ustad/ustadzah, dan pendeta sebagaai
temannya.Menurut Bastaman dukungan sosial menjadi
salah satu komponen penting bagi seseorang untuk
menemukan makna hidupnya.Dukungan sosial (social
support) merupakan seseorang atau sejumlah orang
yang dipercaya dan bersedia serta mampu memberikan
dukungan dan bantuan jika diperlukan (lihat Bab 2, hal.
35).
Saat Sherly dan Indah terjun ke dalam masyarakat,
mereka bisa meyakinkan dirinya untuk tidak kembali
lagi ke dunia pelacuran walaupun mereka dihadapkan
dengan permasalahan yang sama yakni permasalahan
ekonomi. Adanya internalisasi pada diri mereka bahwa
pekerjaan tersebut adalah salah karena mengabaikan
harga diri mereka sebagai perempuan.
Melihat dari hasil penelitian dan analisis
tersebut dapat dilihat bahwa perlunya programprogram yang dapat mendukung siswa binaan dalam
menemukan makna hidupnya.Dukungan sosial (social
15
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
support) baik dari pihak PSKW Mulya Jaya maupun
keluarga menjadi kompponen penting yang dapat
membantu siswa binaan untuk menemukan makna
hidupnya karena dengan adanya dukungan sosial selain
adanya sejumlah bantuan yang diperlukan oleh siswa
binaan untuk melakukan perubahan sikap (changing
attitude) juga dapat membuat seseoarang merasa
berharga karena memperoleh cinta kasih. Cinta kasih
dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan
berarti dalam hidupnya.Dengan mencintai dan merasa
dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh
dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
4. Kesimpulan
Fenomena pelacuran memang tidak ada habisnya
bahkan sampai sekarang. Ditambah lagi masih adanya
faktor pendukung yang menyebabkan masih eksisnya
pelacuran hingga saat ini seperti, masih banyaknya
konsumen yang masih suka menggunakan jasa PSK
untuk melakukan hubungan seksual, rendahnya hukum
yang mengikat tindak pelacuran, dan banyaknya lokasilokasi seperti diskotik, cafe, lokasi billiard, dll yang
memperbolehkan praktek pelacuran.
Masalah ini sebagian besar disebabkan karena
tekanan ekonomi yang tinggi sehingga melakukan
tindak pelacuran merupakan jalan pintas untuk
menyelesaikannya masalah tersebut, sehingga mereka
mencoba ‘bekerja’ dengan menjadi PSK. Diantara PSK
banyak sekali yang dilakukan oleh kaum perempuan.
Banyak dari mereka berasal dari golongan ekonomi
menengah kebawah, mereka bahkan menjadi tulang
punggung keluarga sehingga kebutuhan ekonomi
sangat bergantung dari hasil kerja keras mereka dengan
bekerja menjadi PSK.
Dari hasil penelitian ada penderitaan yang
dialami 4 PSK terebut sehingga mereka memutuskan
untuk terjun ke dunia pelacuran. Tiga dari empat PSK
memberikan tipe reaksi the way me reaction terhadap
penderitaan yang mereka hadapi. Hal ini dikarenakan
adanya pengalaman-pengalaman penderitaan yang luar
biasa yang dirasakan informan sehingga mereka
bereaksi baik dalam bentuk kemarahan, apatis, acuh tak
acuh terhadap lingkungannya, dan mencari kesalahan
orang lain.
Saat PSK terazia oleh Satpol PP, mereka
dimasukkan kedalam panti rehabilitasi. Salah satu
lokasi rehabilitasi untuk PSK adalah PSKW “Mulya
Jaya”. Pennemuan makna hidup pada masa rahabilitasi
yang dilakukan oleh PSK sangat beragam. Berdasarkan
hasil penelitian dari ke empat informan, hanya dua
diantaranya yang berhasil mencapai tahap tertinggi
dalam pencapaian makna hidup. Siswa binaan yang
berhasil menemukan makna hidup dan mencapai tahap
tertinggi dalam proses penemuan makna hidup. Hasil
penelitian ditemukan bahwa dari kegiatan-kegiatan
yang berada di PSKW Mulya Jaya hanya kegiatan
keagamaan seperti terapi zikir kalbu dan bimbingan
agama serta kegiatan keterampilan kerja yang bisa
menjadi sumber bagi siswa binaan tersebut untuk
menemukan makna hidupnya. Sehingga dapat
dikatakan tidak semua kegiatan di PSKW Mulya Jaya
cocok untuk siswa binaan dalam menemukan makna
hidupnya.
Namun ternyata adanya dukungan sosial
(social support) juga membantu mereka untuk
menemukan makna hidupnya. Social support tidak saja
didapat dari keluarga namun juga dari pihak PSKW
Mulya Jaya itu sendiri seperti dari pembimbing dan
instruktur yang mengisi kegiatan melalui bentuk
konsultasi. Namun kegiatan bimbingan baik dari
pekerja sosial maupun dari instruktur kegiatan ternyata
bukan kegiatan yang sifatnya wajib diikuti oleh siswa
binaan. Berdasarkan hasil temuan lapangan ditemukan
bahwa kegiatan bimbingan tersebut bergantung dari
inisiatif dari siswa binaan sendiri untuk menemui
pekerja sosial dan instruktur kegiatan untuk melakukan
bimbingan.
Saat siswa binaan kembali terjun ke
masyarakat, disini mereka kembali diuji untuk
merealiasasikan makna hidupnya. Pada mantan siswa
binaan yang berhasil merealisasikan makna hidupnya
sehingga tidak kembali menjadi PSK memiliki rasa
keikatan diri (self commitment) yang kuat. Keikatan
diri tersebut disebabkan adanya internalisasi nilai-nilai
yang ada didalam diri mereka, dimana awalnya mereka
merubah diri mereka karena adanya faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi seperti kegiatan-kegiatan
saat menjalani masa rehabilitasi menjadi terserap dalam
kognitif mereka sehingga mereka bisa mengendalikan
diri mereka sendiri bahwa PSK adalah pekerjaan yang
buruk.
Lain halnya pada siswa binaan yang masih
terbelenggu pada kehidupan tak bermakna. Mereka
tidak mendapatkan makna hidup saat menjalani masa
rehabilitasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya kemauan
untuk melakukan perubahan sikap (change attitude)
ketika menjalani masa rehabilitasi. Salah satu faktor
utama yang menjadi penyebab mereka tidak memiliki
keinginan untuk merubah sikap adalah tidak ada
dukungan sosial (social support) baik dari pihak panti
maupun dari pihak keluarga. Alasan mereka tidak
mendapat dukungan dari pihak panti adalah karena
ditemukan ternyata untuk proses bimbingan untuk
siswa binaan yang dilakukan oleh pekerja sosial
sebagai pembimbing, sifatnya bebas atau inisiatif dari
siswa binaan sendiri sehingga tidak ada, sedangkan
dari pihak keluarga sendiri dikarenakan keluarga acuh
tak acuh terhadap dirinya.
Perlu adanya hal-hal berharga yang dapat
dijadikan sumber makna hidup bagi seseorang yang
belum mencapai makna hidupnya, bila tidak mereka
akan terus melarikan diri (flighting) atau tidak tahu lagi
16
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
apa yang diinginkan dan tidak jelas apa yang
seharusnya dilakukan, dan tak berdaya (freezing) yang
pada akhirnya berdampak negatif dalam kehidupan
personal dan sosialnya.
Terkait dengan hasil temuan lapangan dan analisis pada
penellitian mengenai makna hidup pada pekerja seks
komersial yang menjalani rehabilitasi di PSKW Mulya
Jaya, adapun rekomendasi untuk PSKW Mulya Jaya
yakni:
 Program konseling yang dikhususkan kepada
keluarga siswa binaan.
 Program jalinan kerjasama dengan pengusahapengusaha atau lembaga swadaya masyarakat
yang dapat membantu menyalurkan siswa
binaan ke lapangan pekerjaan.
 Peran pekerja sosial selayaknya ditingkatkan
dengan diberikan tugas membimbing aktif
kepada siswa binaan.
 Pengadaan program peer education dengan
mengajak alumni siswa binaan.
 Memberikan kegiatan-kegiatan yang lebih
menarik
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat
melakukan:
 Penelitian yang memfokuskan kepada
dukungan sosial yang didapat oleh pekerja
seks komersial.
 Penelitian yang memfokuskan kepada peran
dari pekerja sosial dalam membantu
menemukan makna hidup dari pekerja seks
komersial.
5. Daftar Pustaka
Buku:
Adi, Isbandi Rukminto. (2005). Ilmu Kesejahteraan
Sosial dan Pekerjaan Sosial.Jakarta: Rajawali
Press.
Alam, S,A. (1984).Pelacuran dan Pemerasan:Studi
Sosiologis Tentang Eksploitasi Manusia oleh
Manusia.Bandung: Alumni.
Bastaman, H.D. (1996).Meraih Hidup Bermakna:
Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis.
Jakarta: Paramadina.
_____________. (2007).Logoterapi:Psikologi untuk
Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Canda, Edward R dan Leola Dyrud Furman. (1999).
Spiritual Diversity in Social
Work
Practice: The Heart of Practing.New York:
The Free Press A Division of Simon &
Schuter Inc.
Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif: dasardasar dan aplikasinya. Malang: YA3 Malang.
Frankl, Victor E. ( 1977). Man’s Search for Meaning:
an Introduction to Logotherapy. New York:
New American Library.
Jones, GW. E. Sulityaningsih dan Terrance H. Hull.
(1997). Pelacuran di Indonesia: Sejarah dan
Perkembangannya. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kartini, Kartono.(2005). Patologi Sosial. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Lukas,
Elisabeth.(1985).
Meaningful
Living:
logotherapeutic
guide
to
health.
Cambridge: Schenkman.
Mohamad, Kartono.(1998). Kontradiksi dalam
kesehatan reproduksi. Jakarta:
pustaka
sinar harapan bekerja sama dengan PT Citra
Putra Bangsa dan The
Ford Foundation.
Moleong, Lexy. (1990). Metodologi penelitian
kualitatif.
Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Poerwandari, E Kristi. (1998). Pendekatan Kualitatif
dalam Penelitian Psikologi. Depok: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan
Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Robert Biswas-Diener dan Ben Dean. (2007). Positive
Psychology: Coaching Putting the Science of
Happiness to Work for Your Clients.USA:
Jhon Willey & Sons, Inc.
Santrock, Jhon.W. (2002). Live Span Development
(PerkembanganMasa Hidup).Jakarta.Erlangga.
Website:
Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI (2012,
31 Juli). Panti Sosial Karya Wanita Mulya
Jaya Diserang 60 Orang Tak Dikenal. 23
September 2012.
http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?name
=News&file=print&sid=1564
Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. (n.d).
Sejarah
Berdirinya.
14September,2012.
http://mulyajaya.depsos.go.id/modules.php?na
me=pskw&kategori=profil.
17
Makna hiduo..., Imma Hapsari Putri, FISIP-UI, 2013
Download