TINJAUAN PUSTAKA Leucocytozoon caulleryi Leucocytozoon merupakan parasit darah dan jaringan yang telah ditemukan pada unggas sejak 200 tahun yang lalu oleh Danilewsky pada tahun 1884. Pertama kalinya, Leucocytozoon ditemukan pada burung hantu dengan hanya gametosit yang terlihat pada bagian perifer pembuluh darah. Khusus parasit Leucocytozoon terdapat perbedaan dengan parasit darah lainnya dimana dapat ditemukan parasit pada sel darah putih (Fallis dan Desser 1977). Transmisi parasit disebabkan oleh vektor Simulidae dan Cullicidae. Kejadian penyakit umumnya terjadi pada peternakan yang terletak di dekat danau, rawa, maupun sungai. Penyakit ini juga seringkali terjadi ketika perubahan suhu udara menjadi lebih hangat (Stadller dan Carpenter 1996). Gejala klinis yang diakibatkan dari infestasi parasit Leucytozoon meliputi anorexia, penurunan produksi, lethargy, dan hilangnya keseimbangan. Gejala klinis lainnya yaitu anemia dan leukositosis. Kejadian yang bersifat akut umumnya terjadi pada unggas muda, sedangkan kejadian kronis terjadi pada unggas tua (Whiterman dan Bickford 1989). Kontrol kejadian penyakit umumnya dilakukan pencegahan yang dilakukan dengan membatasi populasi dari paparan vektor. Diagnosa leucocytozoonosis dilakukan dengan deteksi keberadaan parasit fase gametosit pada darah perifer melalui ulas darah (Campbell 1995). Morfologi Morfologi pada inang definitif fase gametosit Leucocytozoon yang terlihat pada hasil ulas darah perifer merupakan cara yang dilakukan untuk membedakan dan melakukan identifikasi spesies Leucocytozoon. Umumnya Leucocytozoon menghasilkan gametosit dalam 2 tipe yang berbeda yaitu parasit yang tampak mengelilingi lingkaran sel darah dengan nukleus yang terdorong ke sisi sehingga tampak terjepit dan mengecil, serta parasit yang dengan penampakan berbentuk lingkaran, oval, ataupun elips dengan sitoplasma mengalami perpanjangan yang merupakan perkembangan dari parasit (Fallis dan Khan 1974). Namun terdapat 6 perbedaan morfologi pada spesies L. caulleryi yang menginfeksi ayam, gametosit pada spesies ini berbentuk melingkar dan nukleus sel terdorong keluar dengan sedikit perubahan bentuk dan terkadang terdorong keluar dari sel darah (Fallis dan Desser 1977). Siklus hidup Siklus hidup Leucocytozoon terdiri dari 2 siklus yaitu siklus aseksual dan siklus seksual. Siklus aseksual terjadi pada inang seperti ayam, bebek, atau unggas lainnya. Sedangkan siklus seksual terjadi pada vektor yaitu Cullicidae dan Simulidae (Tampubolon 1992). Perkembangan parasit aseksual terjadi ketika masuknya sporozoit dari gigitan vektor Simulidae atau Cullicidae pada unggas. Sporozoit yang masuk melalui luka gigitan vektor akan masuk ke dalam sel jaringan dan berkembang dalam fase aseksual yang disebut skizon. Skizogoni merupakan fase terbentuknya ribuan merozoit. Fase skizogoni terjadi di dalam sel parenkim hati, sel epitel ginjal, dan sel retikuloendotel tubuh seperti ginjal dan kelenjar limfe. Terdapat perbedaan proses skizogoni pada tiap-tiap spesies parasit, namun umumnya skizogoni terjadi pada sel parenkim hati (Fallis dan Desser 1977). Merozoit terbentuk setelah 4 hari pasca-infeksi yang dimulai dari pembelahan inti secara berulang pada skizon. Skizon dengan pembelahan inti yang berulang akan mengalami invaginasi sitoplasma dan membentuk sitomer dengan banyak inti, lalu pembelahan inti dan sitoplasma akan dilanjutkan hingga sitomer dan dihasilkan ribuan merozoit tak berinti sebesar 1 mikron. Beberapa spesies, skizon dapat mengalami ruptur sebelum terjadinya pembentukan merozoit secara lengkap. Ruptur dari skizon dengan beberapa inti pada sitomer disebut dengan sinsitia. Hal ini juga menunjukan bahwa parasit kurang beradaptasi pada tubuh inang. Merozoit yang keluar dari skizon akan masuk ke dalam aliran darah, dan masuk ke dalam eritrosit dan eritroblas, serta mengalami perubahan menjadi gametosit. Umumnya proses pematangan merozoit menjadi gametosit akan terjadi selama 48 jam. 7 Proses seksual terjadi setelah masuknya gametosit pada tubuh vektor melalui hisapan nyamuk atau lalat dari darah unggas yang terinfeksi Leucocytozoon. Awal dari fase seksual yaitu terbentuknya gametosit jantan dan betina yang disebut juga fase gametogoni. Pembentukan makrogametosit dan mikrogametosit terjadi di saluran pencernaan vektor dan lebih distimulasi oleh perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dibandingkan perubahan temperatur pada saat perpindahan parasit dari unggas ke tubuh vektor. Proses pendewasaan gametosit terjadi setelah parasit keluar dari darah dan distimulasi oleh lepasnya membran sel darah merah unggas. Proses pendewasaan pada mikrogamet terjadi ketika inti sel megalami kondensasi dan berubah menjadi massa yang lebih padat. Proses tersebut mengawali pembentukan flagella yang merupakan alat gerak untuk menuju makrogamet. Zigot terbentuk setelah proses fertilisasi antara makrogamet dan mikrogamet berflagella dan dalam beberapa jam berubah bentuk menjadi ookinet motil dengan ukuran mencapai 30 mikron. Ookinet melakukan migrasi menembus dinding saluran cerna untuk menghindari proses pencernaan darah pada saluran cerna vektor. Ookinet yang tidak dapat menembus dinding saluran cerna akan mengalami ruptur 3-4 hari sesudahnya. Ookinet yang mampu menembus dinding usus vektor, akan mematangkan diri menjadi ookista dan melakukan migrasi ke saluran air liur (Fallis dan Desser 1977). Telur Embrio Tertunas Pembentukan embrio Unggas memiliki perbedaan dalam sistem perkembangan embrio dengan mamalia. Perkembangan embrio pada unggas terjadi pada telur (in ovo) yang berada diluar tubuh induk. Kondisi perkembangan embrio yang terjadi diluar tubuh sehingga memungkinkan dilakukan intervensi pada embrio unggas (Ricks et al. 2003). Proses perkembangan pada unggas terutama ayam terjadi secara cepat dan membutuhkan waktu 21 hari inkubasi hingga menjadi individu. Perkembangan telur embrio tertunas didahului dengan pembuahan sperma dan ova pada tubuh induk betina. Induk betina dapat juga menghasilkan telur walaupun tanpa proses perkawinan. Namun telur yang dihasilkan bersifat infertil 8 sehingga tidak terdapat embrio yang berkembang dan menetas menjadi individu. Fertilisasi pada unggas terjadi di infundibulum saluran telur (oviduct). Induk ayam betina umumnya menghasilkan telur dari 1 buah ovarium aktif. Ovarium pada telur pada masa perkembangannya memiliki sepasang namun hanya satu buah yang aktif menghasilkan telur. Ovarium induk dewasa berbentuk seperti gerombol anggur yang merupakan kumpulan ova hingga mencapai 2000 buah yang nantinya berkembang menjadi kuning telur (yolk) (Setijanto 1998). Kuning telur dibentuk dari kantung folikuler yang merupakan kumpulan lapisan-lapisan secara terus-menerus dari bahan pembentuk kuning telur. Umumnya bahan pembentuk kuning telur dibentuk sejak 7-9 hari sebelum induk bertelur. Kuning telur yang berkembang juga terdapat germinal disc yang mengandung satu sel telur dimana ketika proses fertilisasi akan menjadi calon embrio. Germinal disc terletak di lapisan terluar kuning telur dan terbentuk dari proses pembentukan kuning telur (Smith 2010). Gambar 1 Struktur anatomi saluran reproduksi ayam betina (Smith 2010) Kuning telur pada ovarium dibungkus dengan membran tipis dan halus yang disebut dengan folikel. Membran folikel merupakan suatu anyaman kapiler yang halus serta banyak yang ditautkan pada ovarium dan batang folikel. Kapilerkapiler tersebut membawa zat makanan yang meresap melalui dinding membran ke dalam kuning telur yang sedang tumbuh. Ketika kuning telur matang, maka 9 folikel-folikel mengalami ruptur dan membentuk garis yang disebut dengan stigma, daerah yang tidak mengandung pembuluh darah dan folikelnya sangat tipis. Proses ini menyebabkan kuning telur keluar dari ovarium dan prosesnya disebut dengan ovulasi (Setijanto 1998). Kuning telur yang telah keluar dari ovarium akan ditangkap oleh infundibulum. Kuning telur akan berada di dalam infundibulum selama 10-20 menit dan proses fertilisasi akan terjadi di infundibulum jika ayam betina dikawinkan dengan pejantan. Setelah berada di infundibulum dan terjadi proses fertilisasi, kuning telur akan masuk dan bergerak ke dalam magnum dan menerima albumin tebal (putih telur). Setelah 2-3 jam di dalam magnum, telur akan bergerak ke arah istmush selama 1-1,5 jam untuk mendapatkan lapisan membran-membran kulit telur. Selanjutnya telur akan berpindah ke dalam uterus dan mendapatkan lapisan kerabang yang berbahan dasar kalsium karbonat, serta pigmen oofin yang memberikan warna pada kulit telur. Lapisan tali tipis pada kuning telur yang disebut juga kalaza akan tampak di uterus. Kalaza berfungsi untuk menjaga kuning telur tetap berada di tengah serta menjaga posisi germinal disc untuk selalu di lapisan terluar kuning telur. Proses di dalam uterus terjadi hingga 20 jam lamanya dan telur yang telah berkembang penuh akan masuk ke dalam vagina selama 5-10 menit sebelum telur dikeluarkan dari tubuh induk melalui kloaka. Telur juga mendapatkan substansi yang berlendir dan tipis yang disebut dengan kutikula. Lapisan kutikula akan melapisi pori-pori kulit telur dan melindungi kulit telur dari bakteri. Telur akan berubah posisi menjadi horizontal sehingga telur dari vagina akan masuk ke kloaka dan dikeluarkan secara sekaligus. Kulit telur akan segera mengeras setelah berada di udara bebas. Perkembangan Embrio Telur Perkembangan embrio pada telur terjadi pada 3 tahapan waktu yang berbeda yaitu (1) sebelum telur dikeluarkan dari tubuh induk, (2) waktu antara pengeluran telur hingga inkubasi, dan (3) selama proses inkubasi berlangsung. Pembelahan sel berlangsung sesaat setelah proses fertilisasi hingga prosses pembentukan telur selesai, dan pembelahan akan berlanjut setelah telur diletakkan 10 pada lingkungan dengan suhu kisaran 38°C-39°C. Pembelahan pertama selesai pada saat telur telah mencapai istmush. Pembelahan lainnya akan berlanjut setiap 20 menit hingga membentuk gastrula. Sesaat setelah telur dikeluarkan dari tubuh induk yaitu waktu antara bertelur hingga inkubasi, telur mengalami perubahan suhu dari suhu tubuh induk ke suhu lingkungan. Perubahan suhu menyebabkan perkembangan embrio terhenti hingga suhu lingkungan stabil kembali dalam suhu inkubasi sekitar 38°C -39°C (Grimes 2002). Awal dari masa inkubasi, embrio akan mengalami perkembangan seluler yang diawali dengan diferensiasi sel. Beberapa sel akan berkembang menjadi organ vital dan sel-sel lainnya. Hari pertama pasca-inkubasi, germinal disc akan berkembang menjadi prekursor pembentukan organ viscera yaitu foregut. Selain itu, terbentuk juga blood islands atau pulau darah yang nantinya akan membentuk sistem sirkulasi darah, prekursor pembentukan jaringan syaraf, dan pembentukan mata. Hari kedua masa inkubasi, pulau-pulau darah yang terbentuk akan saling berikatan satu sama lain dan membentuk sistem vaskular, disertai pembentukan organ jantung. Setelah 44 jam inkubasi, organ jatung dan jaringan vaskular akan berhubungan sehingga jantung mulai berdetak. Sistem sirkulasi pernafasan juga terbentuk menjadi 2 sistem sirkulasi, yaitu sistem embrionik bagi embrio dan sistem viteline yaitu sistem sirkulasi pada telur (Smith 2010). Akhir dari masa perkembangan embrionik, terbentuk 2 jenis sistem vaskular darah ekstra-embrionik, yaitu sistem viteline sebagai transpor nutrisi dari kuning telur ke embrio. Sebelum hari ke-4, sistem tersebut mengalirkan darah beroksigen. Sistem vaskular darah lainya berasal dari sirkulasi alantois yang berfungsi sebagai sistem sirkulasi respirasi dan penyimpanan produk eksresi ke alantois. Ketika telur menetas, kedua sistem tersebut tidak berfungsi kembali. Perkembangan syaraf juga berkembang dan terbentuk otak bagian depan, pembentukan telinga, dan awal pembentukan lensa mata. Hari ketiga inkubasi, bakal pembentukan ektremitas telah terbentuk yang nantinya akan membentuk sayap dan kaki. Pembentukan bagian komplek kepala, telinga, muka, dan beberapa organ kelenjar. Cairan amnion akan mengelilingi embrio sebagai proteksi dari proses perkembangan embrio. Kantung alantois telah 11 terbentuk yang akan menjadi organ respirasi dan ekskresi selama perkembangan embrio di dalam telur. Nutrisi dari albumin dan kalsium dari cangkang telur juga ditransportasikan melalui alantois. Hari keempat inkubasi, semua organ yang dibutuhkan telah terbentuk dan dapat diidentifikasi sehingga perkembangan terus berlanjut secara cepat. Gambar 2 Perkembangan embrio hari ke-5 dan ke-10 (Smith 2010) Hari ketujuh inkubasi, telah terbentuk digit pada bagian kaki dan sayap, jantung secara lengkap telah terbentuk dan telah masuk keseluruhan pada rongga thorax. Hari kesepuluh inkubasi, telah terbentuk bulu dan paruh yang lebih kokoh. Hari keempat-belas inkubasi, embrio telah berotasi ke posisi yang diperlukan saat menetas. Suplai nutrisi yang berasal dari albumin akan habis pada hari keenambelas sehingga sumber nutrisi hanya berasal dari kuning telur. Pada hari keduapuluh, embrio akan berada di posisi menetas dimana paruh akan mendekati kantung udara dan sistem pernafasan berganti menjadi sistem pulmonal. 12 Gambar 3 Perkembangan embrio hari ke-15 dan ke-20 (Smith 2010) Hari ke-21, ayam akan keluar dari cangkang telur dengan memecah cangkang pada bagian kantung udara. Kantung alantois yang sebelumnya sebagai alat respirasi selama proses inkubasi akan mengering dan pernafasan berlangsung menggunakan paru-paru. Setelah menetas, ayam dapat bertahan hingga 72 jam tanpa makan dikarenakan cadangan nutrisi yang berasal dari kuning telur yang menempel pada tubuh ayam pada hari ke-19. Kuning telur mengandung cadangan nutrisi yang cukup tinggi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, dan air untuk beberapa jam setelah menetas. Kuning telur akan dikonsumsi secara bertahap hingga hari kesepuluh setelah menetas (Smith 2010). Leukosit Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut plasma. Sebagain besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, namun leukosit dapat menembus dinding pembuluh darah untuk mengatasi terjadinya infeksi. Leukosit atau sel darah putih merupakan suatu unit aktif dari pertahanan tubuh hewan dan manusia. Sel darah putih menurut tempat berkembang dan diferensiasi dibagi menjadi unsur mieloid dan unsur limfoid (Frandson 1986). Unsur mieloid terdiri dari granulosit yang dalam kondisi normal dihasilkan di dalam sumsum tulang (jaringan mieloid). Unsur limfoid terdiri dari limfosit dan monosit yang berkembang pada jaringan limfoid seperti timus, limpa, dan bursa fabricius pada unggas (Ganong 2002). Hewan yang terpapar oleh bakteri, virus, parasit, dan benda asing akan mengaktifkan sistem pertahanan yang akan melawan berbagai macam patogen toksik dan infeksius. Sistem ini terdiri dari sel darah putih dan sel jaringannya. Semua sel akan bekerja secara bersama dengan merusak patogen dengan cara fagositosis, membentuk antibodi, dan mengaktifkan limfosit untuk menghancurkan patogen (Guyton dan Hall 2008). Sel darah putih terdiri dari 5 jenis yaitu limfosit, monosit, netrofil, basofil, dan eosinofil. Netrofil, basofil, dan eosinofil termasuk dalam golongan granulosit yang memiliki granula di dalam sitoplasmanya. Limfosit dan monosit termasuk dalam agranulosit. Sel darah putih memiliki perbedaan dengan sel darah merah 13 karena memiliki nukelus dan memiliki kemampuan untuk bergerak secara independen. Selain itu, sel-sel darah putih memiliki masa hidup yang bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, hingga beberapa bulan untuk monosit, bahkan beberapa tahun untuk limfosit. Sel darah putih juga bersifat nonfungsional di dalam aliran arah dan hanya diangkut menuju jaringan ketika dibutuhkan (Frandson 1986). Menurut Morita et al. (2010), nilai diferensial leukosit pada ayam yang baru menetas adalah sebagai berikut: Tabel 1 Nilai persentase diferensial leukosit pada ayam yang baru menetas Diferensial Leukosit Persentase (%) Limfosit 70.1 – 83.3 Monosit 2.6 – 4.4 Heterofil 12.3 – 25.2 Basofil 1.0 – 2.0 Eosinofil 0.1 – 0.5 Limfosit Limfosit merupakan leukosit yang tidak bergranul atau agranulosit. Limfosit memiliki variasi ukuran dan memiliki nukleus yag relatif besar yang dikelilingi sejjumlah sitoplasma. Limfosit terdiri dari 2 jenis yaitu limfosit besar dengan diameter 12-16 m dan limfosit kecil dengan diameter 9-12 m. Limfosit besar memiliki lebih banyak sitoplasma, berinti besar, dan pucat. Limfosit kecil memiliki inti besar dan menyerap warna, dan sitoplasmanya biru pucat. Gambar 4 Limfosit unggas (Phillips 2010) Linfosit merupakan unsur kunci dalam proses kekebalan (Ganong 2002). Limfosit memiliki peran utama dalam pembentukan antibodi sebagai respon terhadap antigen yang masuk dalam tubuh. Limfosit memiliki peran utama dalam 14 mekanisme kekebalan spesifik dengan 3 tipe sel meliputi limfosit B, limfosit T, dan null cells (McBride 2002). Monosit Monosit merupakan sel darah putih yang tidak bergranul dan memiliki sitoplasma yang besar. Monosit berbentuk sel mononuklear dengan jumlah normal lebih sedikit dibandingkan dengan limfosit. Monosit mempunyai ukuran sel yang besar dan memiliki variasi bentuk berupa lingkaran hingga rhomboit (Phillips 2010). Gambar 5 Monosit unggas (Phillips 2010) Monosit memiliki kemampuan fagositik, yaitu memakan benda asing seperti bakteri, sebagaimana heterofil. Apabila heterofil berperan dalam mengatasi infeksi akut, maka monosit bekerja dalam keadaan infeksi yang tidak terlalu akut. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang yang nantinya akan disebarkan dan beredar di dalam darah hingga 72 jam. Sel-sel monosit selanjutnya akan masuk ke dalam jaringan dan membentuk makrofag. Makrofag akan mampu berada di jaringan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun hingga musnah akibat kemampuan fagositiknya (Frandson 1986). Heterofil Heterofil merupakan sel darah putih yang memiliki granul pada unggas. Heterofil memiliki kesamaan fungsi seperti netrofil mamalia (Campbell 1995). Bentuk heterofil bulat dengan sitoplasma transparan, bersifat eosinofilik, serta memiliki granul yang berbentuk batang hingga lonjong yang terletak di tengah sel. 15 Granul dari heterofil sedikit tersamarkan dengan nukleus dengan wana biru yang kuat (Phillips 2010). Gambar 6 Heterofil unggas (Phillips 2010) Heterofil termasuk dalam jajaran pertama sistem kekebalan tubuh ketika melawan infeksi dengan cara migrasi menuju daerah-daerah yang sedang mengalami infeksi dengan menembus dinding endotel dan menghancurkan agen. Jumlah heterofil yanng meningkat menunjukan kejadian infeksi akut. Heterofil memiliki masa hidup yang singkat, dimana setelah melakukan tugasnya akan mati dan melepas faktor kemotaktik untuk menarik heterofil lainnya. Masa hidup normal dalam sirkulasi darah mencapai 4-8 jam, kemudian 4-5 jam berikutnya berada pada jaringan. Masa hidup heterofil mampu beredar dalam aliran darah hingga 12 jam (Tizard 1988). Eosinofil Eosinofil merupakan sel darah putih yang berbentuk lingkaran dan memiliki granul. Sitoplasma eosinofil bersifat basofilik dengan banyak granul yang bersifat eosinofilik. Granul eosinofil tampak lebih terang dibandingkan dengan heterofil pada ulas darah yang sama. Pewarnaan inti sel eosinofil berwarna ungu kebiru-biruan dan memiliki kemiripan dengan inti sel heterofil (Phillips 2010). Gambar 7 Eosinofil unggas (Phillips 2010) 16 Eosinofil dalam kondisi normal hanya mencapai 2% dari jumlah leukosit darah. Eosinofil dibentuk di dalam sumsum tulang belakang dan memiliki waktu hidul relatif singkat. Eosinofil mempunyai sifat fagositik yang lemah dan kemotaksis. Eosinofil akan meningkat dalam aliran darah ketika terjadi infeksi parasit dan eosinofil akan bermigrasi ke bagian jaringan yang terinfeksi parasit. Tizard (1988) menyatakan bahwa eosinofil tidak seefisien dalam fagositosis, namun eosinofil cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing. Meskipun banyak parasit yang berukuran lebih besar dari eosinofil, namun fagositosis akan dilakukan dengan cara melekatkan diri pada molekul permukaan parasit dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh parasit tersebut (Guyton dan Hall 2008). Basofil Basofil merupakan granulosit yang bersifat polimorfnuklear-basofil. Diameter antara 10-15m, memiliki inti 2 gelambir, dan tidak berarturan. Granulnya berwarna biru tua hingga ungu dan manutupi inti yang cerah (Dellman dan Brown 1992). Identifikasi basofil dapat mudah diamati dari bentuknya lingkaran, memiliku granul dengan sifat basofilik yang kuat, dan inti sel yang tidak berlobus (Phillips 2010). Gambar 8 Basofil unggas (Phillips 2010) Basofil dibentuk di dalam sumsum tulang. Basofil memiliki fungsi sebagai reaksi terhadap peradangan. Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak di sisi luar kapiler endotel tubuh. Basofil memiliki histamin yang diduga sebagai prekursor bagi sel mast. Basofil akan bekerja dengan sel mast mengeluarkan histamin dan heparin serta mediator radang lainnya (Frandson 1986). Sel-sel ini terlibat dalam reaksi peradangan jaringan dan proses reaksi 17 alergik. Basofil juga dapat meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh darah dalam reaksi hipersensitifitas kulit (Dellman dan Brown 1992).