MANFAAT VITAMIN BIOTIN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU OLEH : NI MADE SUCI SUKMAWATI LABORATORIUM BIOKIMIA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya karya ilmiah yang berjudul “Manfaat Biotin Terhadap Produksi dan Kualitas Susu” dapat diselesaikan pada waktunya. Biotin merupakan salah satu jenis vitamin B kompleks yang berperan sebagai kofaktor enzim dalam proses metabolisme. Beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan biotin sebagai feed aditif pada ternak sudah dilaporkan dalam beberapa jurnal. Pada karya ilimiah ini penulis mencoba merangkum beberapa hasil penelitian tersebut sehingga diperoleh suatu informasi yang lebih lengkap. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada pembaca. Denpasar, 5 Januari 2016 Ni Made Suci Sukmawati 2 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR………………………………………………….…….……i DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..ii I. PENDAHULUAN……………………………………………………………....1 II. MATERI DAN METODE …………………………………………………….1 III. PEMBAHASAN 2.1. Karakteristik Biotin………………………………………………….…...2 2.2. Fungsi Fisiologis Biotin…………………………………………….… …4 2.3. Pengaruh Biotin terhadap Produksi dan Kualitas Susu……………..….5 IV. KESIMPULAN ………………………………………………………….…..10 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...………11 3 I. PENDAHULUAN Biotin merupakan vitamin B komplek yang larut dalam air dan berfungsi sebagai kofaktor enzim pada jalur metabolisme asam amino, respirasi sel, glukoneogenesis, lipogenesis, dan metabolisme propionat ( Mc. Mahon, 2002 ; Tomlinson et al., 2004). Pyruvate carboxylase, propionil-CoA carboxylase, asetylCoA carboxylase dan beta-methylcrotonil-CoA carboxylase memerlukan biotin sebagai kofaktor untuk reaksi pengikatan karbondioksida (Dakshinamurti dan Chauhan, 1988). Dilaporkan pula bahwa pemecahan selulosa oleh mikroba rumen juga memerlukan biotin ( Baldwin dan Allison, 1983). Enzim bakteri, methylmalonilCoA decarboxylase membutuhkan biotin dan terlibat dalam produksi propionat di dalam rumen ( Baldwin dan Allison, 1983 ). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bently et al. (1954) dan Milligan et al. (1967) yang melaporkan bahwa pencernaan selulosa secara invitro meningkat ketika ditambahkan biotin ke dalam media. Biotin terdapat secara alami pada tanaman sehingga secara otomatis juga terdapat pada pakan ruminansia. Ditambah lagi, ruminansia mempunyai populasi mikroba rumen yang dapat mensintesis biotin. Jadi, kemungkinan terjadinya defisiensi biotin sangat kecil pada ternak ruminansia. Namun, bagaimana dengan ternak yang sedang laktasi, yang sudah tentu membutuhkan biotin lebih banyak. Berdasarkan hal tersebut, maka makalah ini dibuat untuk mencari informasi mengenai pengaruh suplementasi biotin dalam ransum terhadap produksi susu dan komposisi kimianya. II. MATERI DAN METODE 2.1. Materi Materi yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah beberapa jurnal yang diperoleh dari internet dan buku-buku yang berhubungan dengan vitamin biotin. 4 2.2. Metode Metode yang digunakan dalam penyususnsn makalah ini adalah metode pustaka yaitu dari beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan biotin pada ternak khususnya ternak perah dan beberapa teori dari buku biokimia. III. PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Biotin Biotin berasal dari kata Bios yang berarti kemampuan untuk mempercepat pertumbuhan yang diperlukan oleh mikroorganisme. Bios merupakan komponen komplek yang larut dalam air, termasuk vitamin B yang larut dalam air. Biotin pertama kali diisolasi pada tahun 1936 dan disintesis pada tahun 1943. Vitamin ini mula-mula dikenal sebagai faktor yang terdapat dalam kuning telur dan mampu menyembuhkan penyakit eksim yang ditandai dengan rontoknya bulu disekitar mata tikus dan anak-anak ayam yang diberi ransum sebagian besar putih telur mentah (Piliang, 2006) Biotin suatu asam monokarboksilat yang stabil terhadap panas, larut dalam air dan alkohol, peka terhadap oksidasi, larutan basa dan asam keras. Biotin mengandung gugus sulfur. Struktur kimia vitamin biotin disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Biotin 5 Biotin tersebar luas di dalam berbagai makanan alami dan disintesis oleh bakteri usus pada non-ruminansia dan mikroba rumen pada ruminansia. Mengingat proporsi kebutuhan tubuh yang besar terhadap biotin sudah dipenuhi oleh sintesis bakteri usus dan rumen, defisiensi biotin bukan disebabkan oleh defisiensi diet sederhana , melainkan akibat gangguan pada penggunaannya. Konsumsi putih telur mentah dapat mengakibatkan defisiensi biotin, karena putih telur mentah mengandung protein avidin yang bergabung sangat erat dengan biotin sehingga mencegah penyerapannya dan menimbulkan defisiensi biotin. Penyakit yang disebabkan oleh konsumsi telur mentah ini dikenal dengan nama Egg-white-Injury. Avidin sangat labil terhadap panas, sehingga untuk menghindari defisiensi biotin akibat konsumsi putih telur mentah dapat dicegah dengan pemasakan (Harper, 2000). Defisiensi biotin dapat menyebabkan penyakit dermatitis yang ditandai dengan kulit kering bersisik dan berwarna keabu-abuan, hilangnya nafsu makan, nyeri otot dan rasa mual. Konsumsi telur mentah yang tidak terus-menerus tidak akan menyebabkan defisiensi biotin. Menurut penelitian, jumlah avidin berasal lebih dari 20 telur per hari dan dikonsumsi secara terus-menerus selama beberapa minggu dapat menyebabkan defisiensi biotin. Biotin ditemukan di seluruh sel tubuh, meskipun dalam jumlah relatif kecil, hati dan ginjal mengandung konsentrasi biotin tertinggi. Pada tanaman dan bahanbahan makanan asal hewani, serta dalam tubuh manusia, biotin terdapat dalam bentuk terikat dengan protein dan dalam bentuk ini biotin berfungsi sebagai koenzim. Kehilangan biotin diekskresi melalui urine. Ekskresi biotin tiga sampai enam kali lebih banyak dari jumlah biotin yang dikonsumsi, membuktikan bahwa sintesis biotin oleh bakteri dalam tubuh merupakan suplai biotin dalam jumlah besar. Beberapa bahan makanan sebagai sumber biotin antara lain : hati sapi, tepung gandum, kacang kedelai, telur, ikan salmon, susu, nasi merah, udang, ayam, avokado, pisang, jeruk, apel merah, dan wortel ( Piliang, 2006). 6 3.2. Fungsi Fisiologis Biotin Biotin berfungsi sebagai komponen sejumlah enzim yang mengkatalisis reaksi karboksilase. Enzim-enzim yang memerlukan biotin pada hewan adalah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Enzim yang bergantung-biotin pada hewan ENZIM PERAN Piruvat karboksilase Merupakan reaksi pertama dalam lintasan yang mengubah prekursor 3-karbon menjadi glukosa (glukoneogenesis). Memulihkan persediaan oksaloasetat untuk siklus asam sitrat Asetil-KoA karboksilase Memasukkan unit-unit asetil ke dalam sintesis asam lemak melalui pembentukan malonil-KoA Propionil-KoA karboksilase Mengubah propionil-KoA menjadi metilmalonil-KoA di dalam lintasan konversi propionat menjadi suksinat, yang kemudian dapat memasuki siklus asam sitrat. Beta-MetilkrotonilKoA karboksilase Mengkatabolisasi leusin dan senyawa isoprenoid tertentu. Fungsi utama biotin adalah sebagai karier karbondioksida dalam reaksi-reaksi karboksilasi yang menghasilkan perpanjangan rantai karbon. Dalam aktivitas kerja enzim, biotin berperan dalam proses fiksasi karbondioksida, suatu reaksi enzim yang melibatkan penambahan atau penghilangan gugus karbondioksida ke atau dari suatu komponen aktif. Karena fungsinya sebagai komponen enzim, maka biotin sangat esensial di dalam reaksi-reaksi metabolisme seperti lipogenesis (sintesis asam-asam lemak), glukoneogenesis (sintesis glukosa yang berasal dari bahan non-karbohidrat seperti asam amino glukogenik, laktat, gliserol dan propionat), reaksi transkarboksilasi dan deaminasi pada metabolisme asam amino. Deaminasi adalah proses penghilangan gugus amine (NH2) dari asam-asam amino tertentu terutama asam aspartat dan serine. Biotin juga diperlukan untuk pembentukan antibody tubuh dan sintesis enzim amilase pankreas. 7 3.3. Pengaruh Biotin Terhadap Produksi dan Komposisi Susu Beberapa peneliti melaporkan bahwa produksi susu meningkat ketika sapisapi diberikan 10 dan 20 mg biotin per hari. Majee et al. (2003) melaporkan bahwa suplementasi biotin 20 mg/hari pada sapi Holstein dapat meningkatkan produksi susu sebanyak 4,6%. Midla et al. (1998) dan Bergsten (2003) melaporkan bahwa produksi susu meningkat 2,7 dan 4,8% ketika diberikan biotin masing-masing 10 dan 20 mg/hari. Zimmerly dan Wiess (2001) juga melaporkan bahwa produksi susu meningkat 2,4 dan 7,6% masing-masing pada pemberian 10 dan 20 mg biotin per hari selama 100 hari pertama laktasi. Dari semua penelitian mengenai respon biotin terhadap produksi susu, rata-rata dapat meningkatkan produksi susu 32 kg/hari atau lebih. Zimmerly dan Weiss (2001) dan Majee et al. (2003) melaporkan bahwa produksi protein susu 6,3 dan 5,5% lebih tinggi pada pemberian biotin 10 dan 20 mg/hari dibanding kontrol. Bergeston et al. (2003) juga melaporkan bahwa produksi lemak meningkat 7,4% ketika domba diberikan biotin 20 mg/hari. Lebih lanjut dikatakan bahwa produksi laktosa dan proporsi laktosa 6,1 dan 1,2% lebih tinggi dibanding sapi-sapi kontrol, berturut-turut pada suplementasi biotin 10 dan 20 mg/hari ( Majee et al., 2003). Ini didukung oleh Zimmerly dan Weiss (2001) menyatakan bahwa biotin meningkatkan produksi susu melalui peningkatan produksi glukosa, karena biotin adalah kofaktor enzim glukogenic karboksilase dan enzim propionil-KoA karboksilase (McDowell, 2000). Penelitian pada domba Chios laktasi yang disuplementasi biotin dengan dosis 0,3 dan 5 mg/hari menunjukkan bahwa biotin sangat nyata (P< 0,01) meningkatkan produksi susu. Produksi susu meningkat 10,06% dan 35,62% masingmasing pada pemberian biotin 3 dan 5 mg/hari dibanding kontrol ( tahap 1 ) ; 5,88% dan 23,37% ( tahap 2 ). Data hasil penelitian disajikan pada Tabel 2. 8 Hasil penelitian pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa, suplementasi biotin pada domba betina laktasi sangat nyata (P<0,01) dapat meningkatkan lemak susu, protein , laktosa, dan abu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Zimmerly dan Weiss (2001) dan Mjee et al. (2003) yang melaporkan bahwa produksi protein susu 6,3 dan 5,5% lebih tinggi pada pemberian biotin 10 dan 20 mg/hari dibanding kontrol. Bergeston et al. (2003) juga melaporkan bahwa produksi lemak meningkat 7,4% ketika domba diberikan biotin 20 mg/hari. Lebih lanjut dikatakan bahwa produksi laktosa dan proporsi laktosa 6,1 dan 1,2% lebih tinggi dibanding sapi-sapi kontrol, berturut-turut pada suplementasi biotin 10 dan 20 mg/hari ( Majee et al., 2003). 9 Baik pada ternak sapi maupun domba laktasi, biotin dapat meningkatkan produksi susu, protein susu, lemak susu, laktosa dan abu. Hal ini disebabkan karena biotin berfungsi sebagai kofaktor enzim (Tabel 1), terlibat dalam jalur-jalur metabolisme, seperti glukoneogenesis (sintesis glukosa), respirasi sel, metabolisme asam amino, lipogenesis (sintesis lemak), dan metabolisme propionat ( Mc. Mahon, 2002 ; Tomlinson et al., 2004). Jadi, dengan adanya biotin, maka proses sintesa lemak, protein, laktosa (gula susu) di dalam tubuh menjadi lancar dan secara otomatis meningkatkan produksi susu. Demikian pula kadar abu yang terkait dengan kadar lemak, protein, dan laktosa pada susu. Protein susu terbentuk dari asam-asam amino yang berasal dari protein pakan yang melalui proses metabolisme dipecah dan disintesis kembali menjadi protein tubuh dan protein susu. Dalam peranannya sebagai koenzim dalam metabolisme protein, biotin berperan pada enzim beta-metilkrotonil-KoA karboksilase yang mengkatabolisasi asam amino leusin dan senyawa isoprenoid tertentu (Tabel 1). Laktosa (gula susu) dibentuk dari kondensasi satu glukosa dan satu galaktosa dengan reaksi seperti pada Gambar 2. Glukosa selalu terdapat banyak, namun galaktosa harus dibentuk dari glukosa. Karena sumber energi dari ruminansia adalah Volatile Fatty Acid (VFA) yang terdiri dari asam asetat, propionat dan butirat, maka sumber glukosa yang diperlukan untuk sintesis laktosa berasal dari asam asetat, propionat dan butirat. Dalam kaitannya dengan biotin, maka kadar laktosa yang meningkat disebabkan oleh peranan biotin sebagai koenzim dalam metabolisme propionat. Propionat adalah bahan baku dari glukoneogenesis untuk membentuk glukosa, dan glukosa itu sendiri sebagai bahan baku untuk membentuk laktosa. Ini didukung oleh Zimmerly dan Weiss (2001) menyatakan bahwa biotin meningkatkan produksi susu melalui peningkatan produksi glukosa, karena biotin adalah kofaktor enzim glukogenic karboksilase dan enzim propionil-KoA karboksilase (McDowell, 2000). 10 Gambar 2. Sintesa Laktosa Dalam proses lipogenesis, biotin diperlukan sebagai koenzim dalam reaksi pembentukan malonil-KoA dari asetil-KoA. Malonil-KoA kemudian bereaksi dengan protein pembawa asil (Acyl Carrier Protein=ACP) membentuk komplek malonilACP. Selanjutnya asetil-KoA bergabung dengan komplek malonil-ACP dan rantai bertambah dua unit karbon membentuk komplek butiril-ACP (CH3-CH2-CH2-COSACP). Perpanjangan rantai karbon didapat dari reaksi-reaksi KoA terbentuk pada saat mana reaksi berhenti. Pemecahan selulosa oleh mikroba rumen juga memerlukan biotin ( Baldwin dan Allison, 1983). Enzim bakteri, methylmalonil-CoA decarboxylase membutuhkan biotin dan terlibat dalam produksi propionat di dalam rumen ( Baldwin dan Allison, 1983 ). Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Bently et al., (1954) dan Milligan et al., (1967) yang menyatakan bahwa pencernaan selulosa secara invitro meningkat ketika ditambahkan biotin ke dalam media (Bently et.,al, 1954 ; Milligan et al., 1967). 11 Biotin juga dapat meningkatkan kesehatan kuku ternak yang sedang laktasi (contohnya, sapi-sapi yang kakinya sehat akan lebih leluasa bergerak (Bergeston,2003)), perubahan pembagian nutrisi dari jaringan tubuh untuk produksi susu, peningkatan produksi glukosa, dan peningkatan pencernaan selulosa (Zimmerly dan Weiss, 2001; Majee at al., 2003). Hasil penelitian terbaru, Bampidis et al., (2006) melaporkan bahwa suplementasi biotin 5,25 mg/ekor/hari secara kontinyu selama 7 bulan, dapat mencegah kelumpuhan akibat kelainan kuku pada domba Chios betina dan mempercepat penyembuhan luka. Hal ini disebabkan oleh peranan biotin pada proses keratinisasi (Mulling et al., 1999) dan juga terlibat dalam perkembangan selsel epidermis (Fritsche et al., 1991). Selain meningkatkan produksi dan kualitas susu, biotin juga mampu memperlambat penurunan produksi susu ( Grafik 1 dan 2 ). Berkurangnya produksi susu sejalan dengan lamanya masa laktasi merupakan pengaruh biologis dan alami, dimana produksi susu akan mengikuti kurva normal. Grafik 1 menunjukkan bahwa, pengaruh pemberian biotin3 baru kelihatan pada minggu ke 14 postpartum, sedangkan biotin5 sudah nampak di awal pengamatan (penelitian 1). Pada penelitian ke-2, pengaruhnya mulai kelihatan pada minggu ke-30 (Biotin3) dan minggu ke-26 (Biotin5). Jadi, suplementasi biotin 5 mg/hari memberikan pengaruh yang lebih cepat dibanding 3 mg/hari. Ini berarti, peningkatan dosis biotin mempercepat proses metabolisme dalam tubuh, namun perlu penelitian lanjutan untuk mendapatkan dosis yang tepat. 12 Suatu hal yang sangat menarik dalam hasil penelitian ini adalah, suplementasi biotin tidak berpengaruh terhadap berat badan dan konsumsi ransum, sehingga cocok diterapkan pada peternakan. Hal ini disebabkan karena biotin yang berperan sebagai koenzim mampu meningkatkan kerja enzim sehingga pakan dapat dimanfaatkan secara optimal. Meskipun lemak tubuh digunakan sebagai sumber energi dalam sintesis susu, suplementasi biotin tidak mempengaruhi berat badan domba betina laktasi, dengan catatan, peningkatan produksi susu tidak disebabkan oleh perubahan pembagian nutrisi dalam tubuh. Hal ini berarti asupan nutrisi dari pakan juga harus diperhatikan. IV. KESIMPULAN Dari beberapa hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, suplementasi biotin dalam ransum dapat meningkatkan produksi susu dan komposisi kimianya (lemak, protein, laktosa dan abu ) tanpa mempengaruhi konsumsi pakan dan berat badan. Biotin juga dapat mencegah terjadinya kelumpuhan dan meningkatkan kesehatan kuku ternak yang sedang laktasi sehingga gerakannya lebih lincah. 13 DAFTAR PUSTAKA Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Christodoulou et al.. 2006. Effect of Supplemental Dietary Biotin on Performance of Lactating Ewes. Anim. Sci. and Technol.130 : 268-276 Majee et al.. 2003. Lactation Performance by Dairy Cows Fed Supplemental Biotin and a B Vitamin Blend. J.Dairy Sci. 86 : 2106-2112. Robert K. Murray et al., 2000. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerbit buku kedokteran EGC Wiranda G. Piliang. 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol. 2. IPB Press Zimmerly and Weiss. 2001. Effect of Supplemental Dietary Biotin on Performance of Holstein CowsDuring Early Lactation. J. Dairy Sci.. 84 : 498-506. 14