ISSN: 1907-4336 ISSN: 1907-4336 PELUANG PENGEMBANGAN UNIVERSITAS DI PESANTREN (Sebuah Pilihan Strategis Dunia Pesantren) Sarwan Abstrak: Data yang disampaikan oleh Zamakhsari Dofier, jumlah mahasiswa di seluruh PTN dan PTS baru 3,5 Juta. Generasi muda usia kuliah berjumlah sekitar 23 Jiwa: 60% nya tinggal di pedesaan. Mahasiswa yang bersal dari pedesaan sekitar 700.000. jadi, berarti generasi pedesaan yang mengikuti pendidikan tinggi baru 55 %. Jumlah santri pada 21.521 pesantren bervariasi. Beberapa pesantren besar mempunyai lebih 10.000 santri, sebagian bersal dari Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan Brunei. Sejumlah pesantren yang telah memiliki PT, tetapi yang dapat mengembangkan progam studi sains, tekhnologi, ekonomi, hukum, sosial dan politik masih sangat jarang. Mengembangkan Universitas di pesantren relatif mudah dan murah disebabkan beberapa faktor. Pertama pesantren sudah memiliki kampus, memiliki tradisi kepemimpinan dalam pengelolaan aktifitas pendidikan yang mapan. Kedua moral pesantren (ukhuwah) dan tradisi menekuni aktifitas belajar mengajar (diniyyah) sangat kuat. Ketiga, bagi snatri yang pengajar mencari dan mengajarkan ilmu merupakan kewajiban. Keempat, dosen dari pesantren tidak menuntut gaji besar karena bagi mereka mengajar adalah ibadah. Di samping itu pengembangan Universitas di pedesaan murah. Harga tanah, bangunan dan ongkos hidup rendah. Lingkungan pedesaan memungkinkan mahasiswa dan dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Jember Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren memusatkan kegiatan utama mereka di kampus. Jadi peluang Universitas pesantren sangatlah besar. Kata kunci: Pengembangan, Pesantren, Universitas PENDAHULUAN Belajar Agama adalah sesuatu yang penting bagi siswa untuk perkembangan sikap dan mental. Ini merupakan suatu syarat bagi kesuksesan yang hakiki karena dengan belajar Agama, kita akan belajar bagaimana bersikap dan bertindak dalam hubungannya dengan Tuhan dan manusia. Jadi, kecuali untuk mendapatkan daya Agama itu sendiri sebagai alat dalam penunjuk dalam mengarungi kehidupan nyata, kita belajar Agama sebagai suatu wahana yang memfasilitasi kemampuan bersikap yang bisa diterima. Tentunya kemampuan bersikap mulia yang dipunyai anak didik melalui proses belajar Agama itu akan meningkatkan pula kesiapannya untuk menjadi lifetime learner atau pemelajar sepanjang hayat. Saat ini, kurikulum Agama yang kita gunakan saat ini padat dengan materi sehingga guru harus menyelesaikan beban materi yang sangat besar, akibatnya proses pembelajaran Agama yang disediakan di sekolah tidak berjalan secara optimal. Mungkin jadi lebih tepatnya, yang ada hanyalah proses pengajaran Agama, bukan pembelajaran. Dalam pelajaran Agama yang seharusnya kita belajar bagaimana bersikap, berpikir dan bertindak dalam hubungannya dengan sesama, telah diubah menjadi pelajaran menghafal. Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 02 SukorejoBangsalsari khususnya kelas V pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di temukan fakta bahwa pembelajaran Agama dominan dengan pembelajaran yang kurang menarik dan kurang efektif. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Agama sehingga hasil belajar siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil ulangan harian kelas V pada beberapa kompetensi dasar di awal semester tahun ajaran 2013/2014 rata-rata <70 dan Sarwan ketuntasan klasikalnya kurang dari 85%. Data tersebut merupakan suatu permasalah yang serius dan harus diselesaikan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diterapkan pembelajaran yang menarik, kreatif, dan efektif, sehingga permasalahan tersebut teratasi, misalnya dengan meterapkan suatu pembelajaran kooperatif model STAD. Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tiem, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji?, dan 2) Apakah penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo- Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji? Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempenga-ruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh. Secara implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor Internal Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis merupakan kondisi jasmani dan keadaan fungsifungsi fisiologis yang menunjang menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Faktor psikologis merupakan aspek yang mendorong atau memotivasi belajar, berupa adanya keinginan untuk tahu, agar mendapatkan simpati dari orang lain, untuk memperbaiki kegagalan, dan untuk mendapatkan rasa aman. 2. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat. a. Faktor yang berasal dari orang tua, utamanya adalah sebagi cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam Sarwan hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya. Tipe mendidik dengan kepemimpinan Pancasila dapat menjadi alternatif, karena orang tua dalam mencampuri belajar anak, tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaankebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar. b. Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar. c. Faktor yang berasal dari masyarakat, sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi. Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Minat. Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan hasilnya baik. Masalahnya adalah bagainama seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/ pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lainlain. 2. Kecerdasan. Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya seserorang. Orang pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekalah (Sumadi, 1989: 11). 3. Bakat. Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud (Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 1989: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil. 4. Motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada dua macam motivasi yaitu Sarwan motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dengan memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalih gunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata (Abdurrahman dan Bintoro, 2000: 78). Dengan demikian, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Pembelajaran kooperatif Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79) Saling ketergantungan positif mendorong siswa agar merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah. Tidak hanya itu, interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok Sarwan mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual. Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Tidak hanya itu, pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukan sebagai berikut ini. 1) Merumuskan tujuan pembelajaran, baik tujuan akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). 2) Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah taraf kemampuan siswa, ketersediaan bahan, dan ketersediaan waktu. 3) Pengelompokkan siswa secara heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. 4) Menempatkan siswa dalam kelompok yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), juga berorientasi pada tugas (task oriented). Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren 5) 6) 7) 8) Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendirisendiri. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama. Sarwan 9) 10) 11) 12) 13) 14) Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompokkelompok lain yang belum selesai. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan belajar guruhendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren 15) Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu. 16) Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu. 17) Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif. 18) Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar mereka. 19) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka. 20) Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan Sarwan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya. Model STAD (Student Teams Achivement Division) Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawankawannya dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tiem, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD sebagai berikut: 1. Mengelompokkan siswa terdiri dari tiga sampai dengan lima orang. Anggota-anggota kelompok dibuat heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal matematika, motivasi belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang etnis yang berbeda. 2. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data, Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa. 3. Pemahan konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut. 4. Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya. 5. Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok. 6. Setelah itu guru memberikan pernghargaan kepada kelompok yang terbaik prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain. Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan. Sarwan Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan yaitu: penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji, dan penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif yang berfungsi menggambarkan teknik pembelajaran diterapkan dan hasil yang diinginkan dapat dicapai. Penelitian tindakan ini memposisikan guru sebagai peneliti sekaligus penanggung jawab. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Mekanisme pelaksanaan tindakan meliputi pelaksanaan pembelajaran di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, dan dalam pelaksanaan observasi pembelajaran, guru dibantu oleh mitra guru/guru senior. Penelitian tindakan dilakukan di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran 2013/2014 dan berlangsung pada bulan Oktober Minggu ke I semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Adapun subyek penelitian meliputi siswa-siswi Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran 2013/2014 pada pokok bahasan Perilaku Terpuji. Penelitian yang menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan dengan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Penelitian tindakan ini menggunakan model Kemmis dan Taggart yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut. Putaran 1 Refleksi Rencana awal/rancang an Putaran 2 Tindakan/ Observasi Refleksi Rencana yang direvisi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Putaran 3 Rencana yang direvisi Sarwan Gambar 2: Alur PTK Penjelasan alur di atas adalah: 1) Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2) Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model STAD. 3) Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4) Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Silabus: seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. 3) Lembar Kegiatan Siswa: Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren 1. Untuk menilai ulangan harian: Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: X 2. X N Dengan : X = Nilai rata-rata Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa Untuk ketuntasan belajar: Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 70, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 70%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P Siswa. yang.tuntas.belajar x100% Siswa Analisis ini dijadikan dasar untuk menentukan ada atau tidaknya siklus II. Jika pada siklus I pembelajaran telah mencapai ketuntasan klasikal > 85%, maka pembelajaran sudah tuntas, dan siklus II tidak perlu dilaksanakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 pada tanggal 6 Oktober 2013 dengan melakukan pembelajaran dan selesai pada tanggal 15 Nopember 2013 dengan melakukan refleksi. Secara terperinci keseluruhan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Sarwan Tabel 1: Jadwal Pelaksanaan Penelitian No. 1 Hari/Tanggal Senin 4 oktober 2013 2 Senin 13 Oktober 2013 3 Senin 20 Oktober 2013 Senin 27 Oktober 2013 4 Kegiatan Pembelajaran Siklus 1 pertemuan I Pembelajaran Siklus 1 pertemuan 2 Ulangan harian Siklus 1 Refleksi Siklus 1 Keterangan Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji Ulangan harian Siklus 1 Refleksi Siklus 1 Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji Ulangan harian Siklus 2 Refleksi Siklus 2 5 Senin 3 November 2013 6 Senin 10 November 2013 7 Senin 17 November 2013 17 - 21 November 2013 Pembelajaran Siklus 2 pertemuan I Pembelajaran Siklus 2 pertemuan 2 Ulangan harian Siklus 2 Refleksi Siklus 2 21 November 2013 selesai Penulisan laporan 8 9 Berdasarkan pelaksanaan dilapangan, keseluruhan rangkaian pelaksanaan penelitian dapat dilaksanakan dengan baik. Telah diperoleh data utama berupa hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa, serta beberapa data pendukung lainnya. Secara ringkas dapat dijelaskan, bahwa hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan klasikal (>85%), sehingga dalam penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus II (Tabel 2). Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Hasil Belajar Siswa Siklus 1 Ulangan harian dilaksanakan 1 kali, yaitu setelah pembelajaran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian dianalisis, dan dijadikan pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya pengulangan siklus. Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 2: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus I NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 KODE SISWA 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 Rata-rata NILAI 70 70 75 70 60 60 70 70 60 65 70 60 70 70 70 70 65 70 70 70 55 67.14 TUNTAS/TIDAK Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Sarwan Siswa Tuntas x100% Seluruh Siswa 14 100 21 . % x % 66 66 Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa ratarata nilai ulangan harian sebesar 67.14. Siswa dikatakan tuntas jika siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70 (KKM Agama kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014). Setelah diketahui jumlah siswa yang tuntas, maka selanjutknya dilakukan analisis persentase ketuntasan klasikal. Dari analisis diketahui persentase ketuntasan klasikal sebesar 66,67%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut belum tuntas, karena persentase ketuntasan klasikal ˂ 85%, sehingga perlu diadakan siklus II. Aktivitas Siswa Siklus 1 Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Dari hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa ratarata aktivitas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rata-rata aktivitas siswa sebesar 70.90. Tabel 3: Hasil Observasi aktivitas siswa No Nama Antusiasme Interaksi Antar siswa Interaksi Dengan guru Jumlah Nilai 1 101 2 3 2 7 77.78 2 102 2 3 2 7 77.78 3 103 3 3 3 9 100 4 104 2 2 2 6 66.67 5 105 2 2 2 6 66.67 6 106 2 2 2 6 66.67 7 107 2 3 2 7 77.78 8 108 2 3 2 7 77.78 9 109 2 3 2 7 77.78 10 110 2 3 2 7 77.78 11 111 2 3 2 7 77.78 12 112 2 2 2 6 66.67 13 113 2 2 2 6 66.67 14 114 2 3 2 7 77.78 15 115 2 2 2 6 66.67 16 116 2 2 2 6 66.67 17 117 2 2 2 6 66.67 18 118 2 2 2 6 66.67 19 119 2 2 2 6 66.67 20 120 2 2 2 6 66.67 21 121 1 1 1 3 33.33 Rata-rata 70.90 Sarwan Hasil Belajar Siswa Siklus 2 Pada siklus 2, ulangan harian juga dilaksanakan 1 kali, yaitu setelah pembelajaran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian dianalisis, dan dijadikan pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya pengulangan siklus. Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus 2 NO KODE SISWA NILAI TUNTAS/TIDAK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 70 70 80 75 70 70 75 75 70 75 80 75 75 75 75 70 75 75 70 80 65 Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Rata-rata 73.57 Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Siswa Tuntas x100% Seluruh Siswa 20 x 100% 95.24% 21 Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa ratarata nilai ulangan harian sebesar 73.57. Siswa dikatakan tuntas jika siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70. Setelah diketahui jumlah siswa yang tuntas, maka selanjutknya dilakukan analisis persentase ketuntasan klasikal. Dari analisis diketahui persentase ketuntasan klasikal sebesar 95,24%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut belum tuntas, karena persentase ketuntasan klasikal > 85%, sehingga tidak perlu diadakan siklus II. Aktivitas Siswa Siklus II Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5. Dari hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa rata-rata aktivitas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rata-rata aktivitas siswa sebesar 81.48. Sarwan Tabel 5: Hasil Observasi aktivitas siswa Siklus 2 No Nama Antusiasme Interaksi Antar siswa 1 101 2 3 2 7 77,78 2 102 2 3 2 7 77,78 3 103 3 3 3 9 100 4 104 2 2 2 6 66,67 5 105 2 2 2 6 66,67 6 106 2 2 2 6 66,67 7 107 2 3 2 7 77,78 8 108 2 3 2 7 77,78 9 109 3 3 2 8 88,89 10 110 3 3 2 8 88,89 11 111 3 3 2 8 88,89 12 112 3 2 2 7 77,78 13 113 3 2 3 8 88,89 14 114 2 3 2 7 77,78 15 115 3 3 3 9 100 16 116 2 2 3 7 77,78 17 117 3 3 3 9 100 18 118 2 3 2 7 77,78 19 119 2 3 2 7 77,78 20 120 2 2 3 7 77,778 21 121 2 3 2 7 77,78 Rata-rata Interaksi Dengan guru Jumlah Nilai 81,48 Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Pembahasan Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan kajian sistematis dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dan persentase ketuntasan belajar siswa. Pembelajaran cooperatif sindikat group dikatakan tuntas jika di kelas tersebut telah terdapat minimal 85% siswa yang telah mencapai skor > 60 (Kriteria Ketuntasan Minimal Agama kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014), atau dengan kata lain siswa telah mencapai ketuntasan klasikal. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Hal tersebut dikarenakan pada siklus II hasil belajar siswa telah diperoleh ketuntasan klasik sebesar > 85%. Dari hasil analisis ulangan harian terdapat 1 siswa yang tidak tuntas, rata-rata nilai ulangan harian 81,67 dan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,96%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran telah tuntas, sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus III. Beberapa faktor penyebab adanya siswa yang tidak tuntas adalah: 1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Agama Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 tinggi, yaitu 70. Hal itu menyebabkan sebagian siswa tersebut kesulitan mencapai nilai tersebut. 2. Siswa tersebut tergolong anak yang nakal dan siswa tersebut kurang serius pada saat pembelajaran. Penerapan pembelajaran menggunakan cooperatif sindikat group terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal itu dikarenakan dengan pembelajaran cooperatif sindikat group siswa dapat pengembangan kerja sama dan interaksi siswa melalui kelompok (team work) Sarwan yang dirancang untuk menghilangkan persaingan yang sering ditemukan dalam kelas yang cenderung menghasilkan kelompokkelompok siswa yang menang kalah dan Permainan belajar dapat menciptakan atmosfer menggembirakan, membebaskan kecerdasarn penuh dan dapat membantu siswa. Peningkatan hasil belajar dapat secara jelas dilihat pada gambar 1. Gambar 1: Grafik peningkatan hasil belajar siswa 100 80 60 Nilai 40 Sebelum Penelitian Setelah Penelitian 20 0 Rata-rata Ketuntasan Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pathuddin (2005:35) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai satu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama untuk keberhasikan kelompoknya. Menurut Lie (2004:28) falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo homini sosius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa adanya kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah dan tanpa kerja sama juga kehidupan ini sudah punah. KESIMPULAN Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran pada pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dilihat dari ketuntasan klasikal sebesar 95,24% dengan rata-rata kelas 73.57, dan dari perbandingan antara ketuntasan ulangan harian sebelum penelitian dengan setelah penelitian, yang mana sebelum penelitian banyak siswa yang memperoleh nilai hasil ulangan harian dibawah KKM. Selain itu, penerapan pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri Sukorejo 02Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis aktivitas siswa diperoleh rata-rata sebesar 81,48%. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Sarwan Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta. Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru seKabupaten Tuban. Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren Ilmu. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.