1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya disebut LBB yang dibubarkan karena dianggap telah gagal dalam menciptakan perdamaian dunia yang ditandai dengan pecahnya Perang Dunia II. Asal mulanya dibentuk PBB diawali dari Atlantic Charter dimana muncul pemikiran dari Roosevelt dan Churcill untuk membentuk organisasi internasional pengganti LBB. Pemikiran tersebut kemudian dilanjutkan dengan Declaration by The United Nations pada tanggal 1 Januari 1942 untuk melengkapi Atlantic Charter dan pada tanggal 30 Oktober 1943 diadakan Deklarasi Moskow (Moscow Declaration) yang ditandatangani oleh Molotov, Anthony Eden (Inggris), Cordell Hull (Amerika Serikat) dan Foo Pingsheung (Duta Besar China untuk USSR)1. Tanggal 29 September - 7 Oktober 1944 diadakan pertemuan di Dumbarton Oaks yang menyetujui pokok-pokok dasar dan tujuan,bentuk organisasi, peraturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan pentingnya kerjasama di bidang ekonomi dan sosial.2 1 Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Universitas Indonesia,Jakarta, h.251. 2 Ibid, h.252. 2 Perserikatan Bangsa Bangsa resmi didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945. Perserikatan Bangsa Bangsa dalam menjalankan organisasi, berpegang teguh pada Piagam PBB yang mana telah meletakkan tujuan dan prinsip yang mulia dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, meningkatkan hubungan persahabatan dan mencapai kerjasama internasional di semua bidang, termasuk adanya kewajiban-kewajiban internasional semua negara untuk :(1) menghormati persamaan kedaulatan bagi semua negara; (2) tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara; (3) tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara; dan (4) berusaha menyelesaikan pertikaian antarnegara secara damai.3 Mukaddimah Piagam menegaskan bahwa PBB bertekad untuk menyelamatkan generasi yang akan datang dari kesengsaraan yang disebabkan perang, PBB juga memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat manusia, serta persamaan hak bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil. Perserikatan Bangsa Bangsa juga bertekad menegakkan keadaan dimana keadilan dan penghormatan terhadap kewajibankewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat terpelihara. Tekad lain PBB yaitu meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang lebih luas. Organisasi ini didirikan untuk memperbaiki hubungan antar bangsa-bangsa dan memberi hak-hak dan kesempatan yang layak bagi tiap bangsa di dunia untuk 3 Sumaryo Suryokusumo, 1987, Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta,h. 1. 3 maju dan sejahtera dalam suasana kerukunan kerjasama dan perdamaian satu sama lain. Tiap perselisihan bangsa yang dapat mengganggu perdamaian harus diselesaikan secara damai.4 Organisasi ini memiliki beberapa badan utama, salah satunya adalah Dewan Keamanan yang diserahi tugas khusus dalam bidang perdamaian dan keamanan internasional. Terdapat lima negara yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan China. Kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB tersebut memiliki hak istimewa yang disebut hak veto. Adanya hak veto yang dimiliki lima negara anggota tetap Dewan Keamanan telah menyebabkan kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut. Perkembangannya saat ini, hak veto dinilai merupakan alat penghambat dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Kekuatan ini, yaitu kekuasaan veto, merupakan alat yang sering merusak citra dewan keamanan dan anggota-anggota tetap itu tidak segan-segan mempergunakan hak veto-nya apabila mereka menganggap bahwa kepentingan kepentingan vital mereka terancam.5 Hak veto di Dewan Keamanan PBB dinilai sangat politis bahkan dianggap sangat mencerminkan ketidakadilan negara-negara besar terhadap negara-negara kecil. Setiap persoalan yang dibawa ke Dewan Keamanan PBB selalu mengalami perdebatan dan bahkan konflik internal di Dewan Keamanan PBB yang mengakibatkan proses penyelesaian persoalan internasional menjadi terhambat dan berlarut-larut, karena jika ada satu negara 4 5 Sri Setianingsih Suwardi 2004, Op.cit. h. 265. D.W. Bowett,1995, Hukum Organisasi Internasional, Cet. II, Terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika,Jakarta. h. 39. 4 saja menggunakan hak veto maka resolusi atau keputusan yang diambil menjadi tidak dapat dilaksanakan. Ironisnya, kata veto tidak dicantumkan dalam Piagam PBB. Tidak dicantumkannya dalam Piagam menyebabkan negara negara pemegang hak veto menafsirkan hak veto seluas-luasnya dan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan negara pemegang hak veto. Keberadaan hak veto memunculkan anggapan seolah-olah kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kedudukan dan atau kedaulatan yang lebih diantara negaranegara anggota PBB yang lain. Hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam Piagam PBB yang memuat asas-asas PBB yaitu bahwa PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua anggotanya yang dapat diartikan bahwa semua anggota PBB tanpa kecuali memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama didalam menjalankan roda organisasi PBB. Tiap negara memiliki kedaulatan sehingga tak ada satu negara pun yang berhak menggangu kedaulatannya itu. Melihat permasalahan tersebut, penulis beranggapan bahwa penting adanya untuk melakukan tinjauan terhadap penggunaan hak veto dalam kaitannya dengan keberadaan prinsip persamaan kedaulatan pada Piagam PBB. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk karya tulis yang menghubungkan antara penggunaan hak veto dan prinsip persamaan kedaulatan dalam judul ” Hak Veto Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Kaitan dengan Prinsip Persamaan Kedaulatan”. 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis menemukan beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana Pengaturan Hak Veto dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa? 1.2.2 Bagaimana Keterkaitan antara Hak Veto dengan Prinsip Persamaan Kedaulatan yang ada di daalam Piagam PBB ? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan, penulis memberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang ingin dibahas sehingga dengan demikian skripsi ini dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Pengaturan hak veto dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa dalam pengambilan keputusan 2. Keterkaitan antara hak veto dengan prinsip persamaan kedaulatan yang ada dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa 6 1.4. Orisinalitas Penelitian Perbedaan penulisan hukum ini dengan karya peneliti lain adalah : 1. Ni Komang Ayu Suriani, 0803005222, Program Reguler Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, tahun 2012, judul “Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Penggunaan Hak Veto Oleh Amerika Serikat Pada Rancangan Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 2004 Dan 2006 Tentang Seruan Bagi Israel Untuk Menghentikan Blokade Gaza”. Rumusan masalah yang dibahas antara lain : pertama, bagaimanakah dasar hukum hak veto dalam Piagam PBB yang digunakan Amerika Serikat pada rancangan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2004 dan 2006 tentang seruan bagi Israel untuk menghentikan blokade Gaza apabila dikaji dari segi yuridis ? kedua, bagaimanakah perspektif hak veto oleh Amerika Serikat terhadap rancangan rancangan resulusi Dewan Keamanan PBB tahun 2004 dan 2006 apabila ditinjau dari perspektif Hukum Humaniter Internasional ? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini sudah barang tentu nantinya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1. Tujuan umum Tujuan umum dari penuisan ini yaitu upaya untuk dapat melakukan pengembangan ilmu hukum yang sejalan dengan paradigma ilmu sebagai 7 proses (science as a process), dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah final dalam penggaliannya atas kebenaran di bidang obyeknya masingmasing. Melalui penulisan ini turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada ilmu hukum internasional khususnya hukum organisasi internasional. 1.5.2. Tujuan Khusus Ada dua tujuan yang secara khusus hendak dicapai dalam tulisan ini, yaitu: 1 Untuk menganalisis pengaturan hak veto dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2 Untuk menganalisis keterkaitan antara hak veto dengan prinsip persamaan kedaulatan yang ada dalam Piagam PBB. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai Prinsip persamaan kedaulatan dalam Piagam PBB khususnya dikaitkan dengan adanya hak veto dalam Dewan Keamanan PBB dan memberikan pengetahuan tentang pengaturan dan pengaruhnya terhadap dunia internasional. 2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum yang dapat digunakan sebagai acuan bagi tulisan-tulisan yang sejenis di kemudian hari. 1.6.2 Manfaat praktis 8 1. Melalui penulisan ini maka peneliti dapat mencari jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga nantinya dapat memberikan kesimpulan dan saran sebagai akhir dari penulisan. 2. Dengan adanya hasil penulisan ini, penulis dapat mengembangkan pemikiran, penalaran, pemahaman, tambahan pengetahuan serta pola kritis bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penulisan atau dalam bidang ini. 1.7. Landasan Teoritis 1. Teori Persamaan Kedaulatan Tiap Negara memiliki kedaulatan sehingga tak ada satu negara pun yang berhak menggangu kedaulatannya itu. Manifestasi dari kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara mengandung dua sisi yakni sisi internal dan sisi eksternal.6 O'brien dalam bukunya berjudul International Law, menyatakan bahwasanya prinsip ini direfleksikan secara nyata pada pemberian satu suara bagi satu anggota Majelis Umum PBB. O'brien juga berpendapat bahwa prinsip ini dikuatkan melalui deklarasi tentang Prinsip-Prinsip dalam Hukum Internasional 1970, yang menyatakan bahwa setiap negara memiliki kesamaan kedaulatan, mereka memiliki kesetaraan hak dan kewajiban, juga kesetaraan sebagai anggota 6 90. I Wayan Partiana, 2003, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, h. 9 organisasi internasional, tanpa mempertimbangkan adanya perbedaan ekonomi, sosial, politik, dan sifat lainnya.7 Sistem pengambilan keputusan yang tidak mencerminkan asas persamaan kedaulatan karena adanya hak veto yang dimiliki lima negara anggota tetap Dewan Keamanan sehingga menyebabkan kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut serta dalam perkembangannya hak veto dinilai merupakan alat penghambat dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini menyebabkan negara-negara pemegang hak veto menafsirkan hak veto seluasluasnya dan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan negara pemegang hak veto. Adanya hak veto ini memunculkan anggapan seolah-olah kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kedudukan atau kedaulatan yang lebih tinggi diantara negara-negara anggota PBB yang lain, padahal dalam Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB yang merupakan asas-asas PBB menyatakan bahwa PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua anggotanya yang dapat diartikan bahwa semua anggota PBB tanpa kecuali memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama di dalam menjalankan roda organisasi PBB. 2. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam 7 O'Brien, 2001, International Law, ebook edition, Routledge, London,, h. 137 URL : https:// books.google.co.id/books?id=0fCNAgAAQBAJ&pg=PA1&lpg=PA1&dq=john+o%27brien+inter national+law&source=bl&ots=DqIRcS33DL&sig=hZk_dRnk7Ub9nFOP5o_aEMaTqc&hl=id&sa =X&redir_esc=y#v=onepage&q=john%20o%27brien%20international%20law&f=false, diakses tanggal 28 November 2015 10 artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan dan menimbulkan konflik norma.8 Asas kepastian hukum dalam penulisan skripsi ini, berkaitan dengan tidak dijelaskan mengenai batasan hak veto dalam Piagam PBB sehingga seringkali ditafsirkan secara luas dan disalahgunakan oleh negara negara pemegang hak veto. 1.8. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis, dan konsisten.9 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.10 Metode penelitian yang diguakan dalam penulisan ini terdiri dari jenis penelitian, sifat pendekatan, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data. 8 Yance, Apa.Itu.Kepastian.Hukum?, URL:http://yancearizona.net/2008/04/13/apa-itukepastian-hukum/, diakses.pada.19.September.2015 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 35. 11 1.8.1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian normatif. Penelitian normatif berarti penelitian hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai penelitian hukum kepustakaan.11Penelitian hukum kepustakaan mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,sistematik hukum penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal perbandingan hukum serta sejarah hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki, hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi12 Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.13 11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji 2011, Op.cit. h. 12. 12 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.34. 13 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 118. 12 1.8.2. Jenis pendekatan Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian hukum. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Penelitian hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni :14 a b c d e f g Pendekatan kasus (the case approach) Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) Pendekatan fakta (the fact approach) Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) Pendekatan frasa (words & phrase approach) Pendekatan sejarah (historical approach) Pendekatan perbandingan (comparative approach) Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada pendekatan undang-undang (the statue approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach). 1. Pendekatan undang-undang (the statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.15 2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) yaitu beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Mempelajari pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan memikirkan ide-ide yang melahirkan pengertian, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 14 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 80. 15 Peter Mahmud Marzuki 2010, Op.cit, h. 93. 13 1.8.3 Sumber bahan hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–undangan, dan putusan hakim. b Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.16 Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini yaitu buku-buku terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. c Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan tersier dalam penulisan ini adalah kamus. 16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji 2011, Op.cit, h. 13. 14 1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum. Penelitian ini untuk pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan (library research), meliputi sumber hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Sumber sekunder yaitu buku terkait serta tulisan hukum yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang digunakan yaitu dengan studi kepustakaan dengan membaca, menelaah, dan mengklasifikasikan data-data dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan. 1.8.5 Teknik analisis bahan hukum. Bahan hukum yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan secara deskriptif kualitatif kemudian disajikan dengan deskripsi. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.17 17 Fakultas Hukum Universitas Udayana 2013, Op.cit, h.76.