Abstraksi Fenomena otonomi daerah, secara kontekstual diharapkan mampu menjawab problematika di tingkatan daerah yang dalam waktu relatif lama terjebak dalam pola yang sentralistik. Secara konseptual, bentuk tata kelola pemerintahan ini menghendaki adanya pembagian wewenang yang jelas di tingkatan Pemerintah Daerah dengan Pusat. Tidak hanya wewenang administrasi namun mencakup pula kewenangan untuk mengelola potensi dan juga aset yang dimiliki oleh daerah. Konsekuensinya, di tiap daerah seakan berlomba-lomba untuk menjual diri kepada target pasar mereka untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui akslerasi ekonomi diberbagai sektor, sebut saja investasi, perdagangan, maupun pariwisata. Adapun strateginya beragam, contoh menarik yang dapat diangkat dalam hal ini adalah upaya Pemerintah Daerah di Kawasan Subosukawonosraten untuk menciptakan identitas daerah yang populer dengan sebutan City Branding. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya dipilihlah slogan ’Solo The Spirit of Java’ sebagai identitas wilayah. Sasaran dari adanya identitas ini adalah pembangunan ekonomi kawasan dengan fokus pada sektor perdagangan, investasi dan juga pariwisata. Fokus penelitian ini nantinya akan melihat sejauh mana pembentukanbranding wilayah mampu berdampak pada meningkatnya gairah sektor pariwisata daerah, khususnya di Kota Surakarta. Dimana seiring dengan peningkatan gairah pariwisata diharapkan akan turut andil dalam akslerasi penerimaan daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) periode 2006-2010. Dimana hasilnya, dapat dilihat bahwasannya Pemkot Surakarta dalam prosesnya mencanangkan tiga program turunan, yakni program pengembangan pemasaran, program pengembangan destinasi, dan program pengembangan kemitraan. Kesemuanya diarahkan – dan terutama- dalam rangka mendukung pembangunan sector pariwisata yang menjadi xiii sasaran dan target adanya city branding. Outputnya harapan akan dampak terhadap penerimaan daerah pun dapat tercapai dengan melihat komposisi PAD dari sector pariwisata, yang dalam hal ini terdiri dari komponen Pajak Daerah (berupa pajak hotel, restoran, hiburan, dan reklam) dan juga Retribusi (terdiri dari tempat penginapan/villa, tempat rekreasi dan olahraga, usaha rekreasi dan hiburan umum, dan perijinan usaha bidang pariwisata). Dari komponen tersebut menunjukkan grafik yang positif sejak tahun 2006 – sebelum city branding- hingga tahun 2010, dengan pajak daerah dengan berbagai itemnya sebagai penyumbang prosentase yang paling dominan dalam keseluruhan penerimaan pariwisata. Kata kunci : otonomi daerah, city branding, pariwisata, PAD xiv Abstract The phenomenon of local autonomy expected to answer problems on a local level in a relatively long time stuck in the pattern of centralization. This form of governance requires the existence of a clear division of authority at the local-center. Not only the administration but the authority includes to manage the potential and assets owned. As a consequence of each region will be trying to sell themselves to the market in order to incrase PAD. The strategy itself are very diverse. One interesting examples that can be used is the local governement area of Subosukawonosraten by creating a regional identity that is popular with City Branding. As the results is slogan Solo The Spirit of Java over contest based brand. The goal is the economic development of the sector with a focus on trade, investment, and tourism.The focus of this research will look at the extent to which the formation of branding effect improved PAD of Surakarta. The result can be seen that a derived program undertaken by the government is able to increase the passion of tourism. The tax is the output that most apparent magnitudes received by local govrnements from the tourism industry, which indirectly indicates that there is a positive effect against economic of the region. Keyword : local autonomy, city branding, tourism, PAD. xv