bab ii landasan teori - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Persediaan
Berbagai rumusan tentang definisi inventori telah banyak dikemukakan oleh
para pakar, di antaranya Hadley dan Within, Buchman dan Koenigsberg, Buffa dan
Miller, Tersine, dan sebagainya. Pada prinsipnya dalam Nur Bahagia (2006, p7)
inventori adalah suatu sumber daya menganggur yang keberadaannya menunggu
proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut adalah berupa kegiatan
produksi seperti dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan konsumsi seperti
dijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya.
Sebagai sumber daya menganggur, menurut Monden dalam Nur Bahagia
(2006, p7), keberadaan inventori dapat dipandang sebagai pemborosan dan ini berarti
beban bagi suatu unit usaha dalam bentuk ongkos yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
keberadaannya
perlu
dieliminasi.
Bila
tidak
mungkin
untuk
dieliminasi,
keberadaannya harus diminimalkan dengan tetap menjamin kelancaran pemenuhan
permintaan pemakainya. Idealnya adalah tidak perlu ada inventori, tapi semua
kebutuhan pemakai tetap dapat dipenuhi pada saat diperlukan.
2.2
Manfaat Persediaan
Menurut
Mulyono
dalam Kurniati (2010,
p11),
ada
banyak
alasan
mengapa perusahaan memiliki persediaan, antara lain:
1. Untuk memenuhi permintaan konsumen yang telah diramalkan. Karena
permintaan tak diketahui dengan pasti, dapat dimiliki persediaan tambahan
yang dinamakan safety or buffer stock untuk memenuhi lonjakan permintaan
yang diramalkan. Faktor musim sangat berpengaruh terhadap gejolak
permintaan. Dengan demikian safety stock dapat menghindari shortage.
7
2. Untuk mendapatkan potongan harga jika membeli dalam jumlah banyak.
3. Untuk menghindari resiko akibat kenaikan harga.
4. Persediaan barang mentah dapat menjaga kelancaran produksi karena dapat
menghindari stock out jika terjadi kelambatan pengiriman, kerusuhan massa
atau bencana alam.
Sedangkan menurut Ballou dalam Herni (2013, p6), beberapa alasan
diadakannya persediaan berkaitan dengan pelayanan konsumen atau untuk
meminimalkan biaya yang secara tidak langsung dihasilkan dari usaha memuaskan
pelanggan. Secara singkat dapat dipaparkan sebagai :
1. Meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan.
Sistem pengendalian persediaan yang dijalankan oleh perusahaan tidak selalu
dapat bereaksi secara cepat dan ekonomis terhadap permintaan konsumen atau
jasa, yang jika diperhitungkan secara benar dapat memenuhi fluktuasi
permintaan yang tinggi akan produk maupun jasa. Adanya persediaan
berpengaruh pada peningkatan penjualan.
2. Mengurangi biaya operasional, agar :
a. Pelaksanaan produksi lebih ekonomis karena persediaan bertindak
sebagai penyangga antara jumlah yang harus diproduksi dengan variasi
permintaan.
b. Dapat mengurangi biaya transportasi dan menyeimbangkan biaya dari
sejumlah kuantitas yang dibeli dengan penurunan harga pasar.
c. Pembelian dalam jumlah yang besar semakin mendekati kuantitas
kebutuhan yang mendesak.
d. Persediaan bertindak sebagai penyangga terhadap variasi waktu antara
produksi dan pengiriman.
e. Persediaan dapat mengantipasi masalah pemogokan buruh, bencana
alam, keterlambatan pengiriman.
8
2.3
Jenis-jenis Persediaan
Dalam sistem manufaktur, inventori dapat ditemui sedikitnya dalam tiga bentuk
sesuai dengan keberadaannya, yaitu :
1.
Bahan Baku (raw material)
Merupakan masukan awal proses transformasi produksi yang selanjutnya akan
diolah menjadi produk jadi. Ketersediaan bahan baku akan sangat menentukan
kelancaran proses produksi sehingga perlu dikelola secara seksama. Inventori
jenis ini didatangkan dari luar sistem dan keberadaannya secara fisik biasanya
disimpan di gudang penerimaan
2.
Barang Setengah Jadi (work in process)
Merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi produk jadi. Dalam
sistem manufaktur yang bersifat pesanan, adanya inventori barang setengah
jadi ini biasanya tidak dapat dihindari sebab proses transformasi produksinya
memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara dalam sistem manufaktur
yang bersifat produksi massa adanya inventori barang setengah jadi dapat
terjadi karena karakteristik prosesnya yang memang demikian (misal industri
semen dan industri pupuk) atau terjadi karena lintasan produksinya yang tidak
seimbang.
3.
Barang Jadi (finished good)
Merupakan hasil akhir proses transformasi produksi yang siap dipasarkan
kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada pemakai yang membutuhkan,
barang jadi ini disimpan di gudang barang jadi. Dalam sistem manufaktur
yang bersifat produksi massa, biasanya barang jadi disimpan untuk beberapa
waktu sampai dengan datangnya pembeli, sedangkan dalam sistem
manufaktur yang bersifat pesanan, begitu barang tersebut selesai diproduksi
akan segera diambil oleh pemakai yang memesannya. Dengan demikian,
dalam sistem manufaktur berdasarkan pesanan sangat jarang ditemui inventori
barang jadi di gudang.
9
Menurut Buffa, Miller, dan Tersine dalam Nur Bahagia (2006, p9), secara umum
inventori di luar sistem manufaktur dapat dibedakan atas beberapa tipe sebagai
berikut :
1). Inventori Operasi (operational inventory)
Yaitu inventori barang yang digunakan untuk menjamin kelancaran
pemenuhan permintaan dari pemakai. Keberadaan inventori ini akan tersebar
mulai dari gudang pabrik, gudang distributor, dan akhirnya gudang pengecer.
2). Inventori Penyangga (buffer inventory)
Yaitu inventori yang digunakan untuk mengantisipasi kelangkaan pasokan
barang atau untuk meredam fluktuasi permintaan yang bersifat random.
3). Inventori Siklis (cycle inventory)
Yaitu inventori yang digunakan untuk menanggulangi lonjakan permintaan
yang bersifat siklis (berulang menurut suatu selang waktu karena kejadian
tertentu).
4). Inventori Musiman (seasonal inventory)
Yaitu inventori yang digunakan untuk menanggulangi lonjakan permintaan
yang bersifat musiman (berulang menurut selang waktu tertentu karena suatu
musim ).
2.4
Komponen – Komponen Biaya Persediaan
Kriteria performansi dari sistem persediaan akan dievaluasi berdasarkan Total
Inventory Costs (TIC) yang paling kecil, dimana variabel keputusannya akan meliputi
a. Kapan suatu pesanan harus dibuat
b. Berapa banyak volume pesanan setiap kali pemesanan akan dilakukan (Q)
Kedua variabel tersebut diantisipasikan untuk memenuhi laju permintaan (D) pada
tingkat biaya yang minimal (TC).
Titik pusat dari sistem pengendalian persediaan adalah pembentukan model
yang sesuai dan dapat menjelaskan hubungan antara variabel diatas. Keputusan
berupa jawab optimal dari model persediaan merupakan masalah pokok dalam
10
manajemen persediaan. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam
pembentukan model persediaan, tetapi ternyata faktor biaya yang sangat dominan
dalam pembentukan model. Meskipun analisis biaya cukup sukar dilakukan karena
sulitnya perincian dan penaksiran, namun analisis biaya tetap sebagai pusat dari
analisis persediaan. Karenanya, keputusan optimal ditujukan terhadap keputusan yang
meminimumkan biaya.
Kinerja dari perencanaan persediaan akan sangat ditentukan oleh keputusan
yang berorientasi pada struktur biaya persediaan (Total Costs – TC, atau Total
Inventory Costs – TIC) yang minimal. Besar nilai TC dapat dihitung berdasarkan
biaya penyimpanan (holding costs), biaya kelangkaan (shortage costs), biaya
pengadaan/pemesanan (ordering/replenishment costs) dan biaya/harga produk yang
dibeli (purchase costs) dalam jumlah yang harus disediakan.
Untuk melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan, maka harus
diketahui terlebih dahulu komponen – komponen biaya yang akan dijadikan dasar
perhitungannya, yaitu sebagai berikut:
2.4.1 Ordering Costs
Menurut Wignjosoebroto dalam Sulistyowati (2009, p15), biaya pemesanan
(ordering / replenishment costs) yaitu semua biaya yang meliputi biaya administrasi
untuk pembelian/pemesanan kepada pemasok (supplier/vendor) dari luar, atau
penggantian stok material yang dipakai untuk kegiatan produksi (setting-up). Besar
kecilnya biaya pemesanan akan sangat bergantung pada seberapa sering pesanan akan
dibuat dengan jumlah/volume pesanan barang sedikit per pesanan atau sekaligus
dalam jumlah besar sekali pesan dengan maksud untuk meminimalkan biaya
pemesanan itu sendiri.
Menurut Mulyono dalam Sulistyowati (2009, p16), ordering costs adalah
biaya yang berhubungan dengan penambahan persediaan yang dimiliki. Biaya ini
biasanya dinyatakan dalam rupiah per pesanan dan tidak terkait dengan volume
11
pemesanan. Jadi ordering costs berhubungan positif dengan frekuensi persediaan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah biaya pengiriman, pesanan beli, inspeksi
penerimaan dan pencatatan. Ordering costs biasanya berhubungan terbalik dengan
carrying costs, jika volume pesanan bertambah, ordering costs berkurang tapi
carrying costs bertambah.
Biaya pemesanan (ordering costs) mecakup biaya-biaya pasokan, formulir,
pemrosesan pesanan, tenaga kerja, dan sebagainya. Pada saat produk pesanan dibuat,
timbul pula biaya pemesanan, tetapi biaya ini dikenal dengan nama biaya
pemasangan.
Sedangkan Subagyo et al. dalam Sulistyowati (2009, p16) menyatakan,
ordering costs merupakan total biaya pemesanan dan pengadaan bahan sehingga siap
untuk dipergunakan atau diproses lebih lanjut dengan kata lain, mencakup pula biayabiaya pengangkutan, pengumpulan, pemilikan, penyusunan dan penempatan di
gudang, sampai kepada biaya-biaya manajerial dan klerikal yang berhubungan
dengan pemesanan sampai penempatan bahan / barang di gudang.
2.4.2 Holding / Carrying Costs
Render dan Heizer dalam Herni (2013, p13) menyatakan, biaya penyimpanan
(holding costs) adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau
penahanan (carrying) persediaan sepanjang waktu tertentu. Oleh karena itu, biaya
penyimpanan juga mencakup biaya yang berkaitan dengan gudang, seperti biaya
asuransi, staffing tambahan, dan pembayaran bunga.
Siagian dalam Herni (2013, p13) menyatakan, holding costs atau biaya
penyimpanan terdiri dari semua ongkos yang berhubungan dengan biaya
penyimpanan barang dalam stok. Biaya ini meliputi bunga modal yang tertanam
dalam persediaan, sewa gudang, asuransi,pajak, ongkos bongkar muat, harga
penyusutan, harga kerusakan, dan penurunan harga. Biasanya biaya ini sebanding
dengan jumlah persediaan dalam stok.
12
Holding costs atau carrying costs timbul karena perusahaan menyimpan
persediaan. Biaya ini sebagian besar merupakan biaya penyimpanan (secara fisik), di
samping pajak dan asuransi barang yang disimpan. Seringkali biaya penyimpanan
dinyatakan per satuan nilai persediaan.
Mulyono dalam Herni (2013, p14) mendefinisikan, carrying costs adalah
biaya untuk memiliki dan menyimpan persediaan selama periode tertentu. Biaya ini
berhubungan positif dengan jumlah persediaan dan terkadang dengan waktu
penyimpanan. Termasuk dalam kelompok ini adalah bunga atas dana yang
ditanamkan dalam persediaan, sewa gudang, penyusutan, dan lain-lain. Carrying
costs dapat dinyatakan dalam dua cara, pertama, yang paling sering, adalah
dinyatakan dalam rupiah per unit persediaan per periode waktu. Kedua, dinyatakan
sebagai persentase tertentu dari nilai persediaan, biasanya antara 10-40 persen.
Fogarty dalam Herni (2013, p14) menyatakan, holding costs ditimbulkan oleh
hal – hal yang berhubungan dengan penyimpanan barang. Resiko – resiko
penyimpanan diantaranya adalah modal yang ditanamkan, kerusakan barang yang
disimpan, kadaluarsa kualitas, dan lain-lain. Resiko – resiko ini menimbulkan biaya –
biaya yang menjadi komponen holding costs. Komponen – komponen holding costs
adalah:
a. Capital Costs
Biaya ini timbul karena hilangnya kesempatan penggunaan modal untuk
pembelian aset – aset lain yang lebih menguntungkan bagi perusahaan.
b. Pajak
Pajak ini dikenakan terhadap barang yang disimpan.
c. Asuransi
Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menanggung resiko kerusakan
barang yang disimpan.
d. Obsolescence
Merupakan penyusutan kualitas dari produk yang disimpan.
13
e. Storage
Meliputi biaya yang dikeluarkan untuk fasilitas – fasilitas penyimpanan
barang.
2.4.3 Shortage / Stockout Costs
Kelangkaan atau shortage costs yaitu biaya yang harus dikeluarkan sebagai
konsekuensi kekurangan atau kelangkaan persediaan.
Mulyono dalam Herni (2013, p15) menyatakan, shortage atau stockout costs
tercipta jika permintaan tak dapat dipenuhi karena kekosongan persediaan. Termasuk
dalam kelompok ini adalah ketidakpuasan konsumen dan potensi keuntungan yang
tak terealisasi. Sangat sulit memperkirakan shortage costs, sebagai gantinya
dilakukan perkiraan subjektif. Shortage costs berhubungan terbalik dengan holding
costs. Jika persediaan bertambah, holding costs bertambah sementara shortage costs
berkurang.
Siagian dalam Sulistyowati (2009, p18) menyatakan, shortage costs timbul
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan konsumen. Kalau konsumen mau menunggu,
maka biaya terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi kalau kosumen
tidak rela menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan lebih-lebih lagi
kehilangan kepercayaan. Biaya dari jenis ini umumnya mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh karena akibatnya tidak segera terasa dan sifatnya merusak dan
berlangsung secara lambat-laun.
Fogarty dalam Herni (2013, p15) menyatakan, stockout terjadi apabila jumlah
stok yang ada tidak dapat memenuhi permintaan. Akibat terjadinya stockout,
kepercayaan konsumen menjadi berkurang atau hilang. Kerugian ini bersifat
intangible yang menyebabkan stockout cost sulit untuk dihitung
2.5
Properti persediaan
Secara universal, sistem persediaan selalu berkaitan dengan hal-hal berikut
sebelum pada akhirnya sampai pada penentuan jumlah pemesanan yang tepat dengan
biaya total yang optimal :
14
1.
Permintaan (Demand)
•Demand size merupakan ukuran skala magnitude dari permintaan, yang
dibedakan antara konstan atau variabel dan deterministik atau
probabilistik (diskrit atau kontinu).
•Demand rate adalah ukuran permintaan per satu satuan waktu.
•Demand pattern mengacu pada berapa banyak barang yang dikeluarkan
dari persediaan.
2.
Waktu tunggu (Lead Time)
Adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan
baku dan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini dapat
konstan, dapat juga bersifat probabilistik.
3.
Pemesanan kembali (Replenishment)
a. Replenishment size mengacu pada kuantitas atau sejumlah barang
yang akan diterima masuk kedalam persediaan. Ukurannya dapat
konstan, dapat juga variabel tergantung dari tipe sistem persediaan.
b. Replenishment pattern mengacu pada bagaimana sejumlah unit
tertentu ditambahkan dalam persediaan.
c. Replenishment lead time adalah tenggang waktu antara saat
pemesanan suatu item dan penambahan sejumlah unit tersebut
pada persediaan.
4.
Persediaan pengaman (Safety Stock)
Adalah
persediaan
yang
diadakan
untuk
mencegah
terjadinya
kekurangan persediaan ketika permintaan tidak pasti atau karena
keterlambatan penerimaan bahan baku yang telah dipesan. Faktor-faktor
yang menentukan besarnya persediaan ini adalah penggunaan bahan
baku rata-rata selama periode tertentu sebelum barang yang dipesan
datang dan waktu tunggu yang bervariasi.
15
2.6
Penentuan Sumber Daya Persediaan
Keputusan yang berkaitan dengan penentuan sumber daya persediaan meliputi
dua hal, yaitu waktu pemesanan dan ukuran kuantitas pemesanan per sekali pesan.
2.6.1 Penentuan Titik Pemesanan (Reorder Point)
Titik
pemesanan
(reorder
point) merupakan suatu titik pada tingkat
persediaan, dimana bagian pengadaan (procurement) harus melakukan pemesanan
kembali sejumlah ukuran kuantitas pemesanan (lot size). Titik pemesanan ini
biasanya sebesar total stok yang ada ditambah dengan barang yang sedang dalam
pemesanan, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:
R =D ×T
dengan:
R = Reorder point (unit)
D = Permintaan rata-rata tahunan (unit/tahun)
T = Panjang siklus performansi (tahun)
Formulasi diatas digunakan jika permintaan serta siklus performansi besarnya
konstan, namun pada kenyataannya permintaan cenderung bervariasi, begitu juga
dengan siklus performansinya. Variasi tersebut menimbulkan adanya ketidakpastian.
Dengan adanya ketidakpastian tersebut maka diperlukan pengaman persediaan, yang
disebut dengan safety stock. Safety stock ini akan memenuhi permintaan konsumen
yang lebih tinggi dari permintaan rata – rata atau yang memiliki siklus performansi
lebih panjang. Formulasi titik pesanan untuk kasus ini menjadi:
R =D ×T +SS
dimana :
R
= reorder point (unit)
D
= permintaan rata-rata tahunan (unit/tahun)
16
T
= panjang siklus performansi rata-rata (tahun)
SS
= Safety stock (unit)
Perhitungan safety stock dalam model probabilistik sistem persediaan dengan
permintaan yang independent, sangat bergantung pada keadaan demand dan lead
time, apakah sifatnya konstan atau bervariasi, serta kebijakan perusahaan mengenai
permintaan yang tidak dapat dipenuhi. Pada sistem persediaan dengan permintaan
yang bervariasi dan lead time yang tetap, serta dengan mengasumsikan semua
kekurangan persediaan sebagai kehilangan permintaan (lost sale), safety stock.
2.6.2 Penentuan Ukuran Kuantitas Pemesanan (Lot Size) Dengan EOQ
Pada dasarnya, konsep untuk ukuran lot size ini digunakan untuk
menyeimbangkan antara biaya simpan persediaan dengan biaya pemesanan.
Hubungan diantara kedua biaya itu digambarkan melalui hubungan antara persediaan
rata – rata dengan kuantitas pemesanan. Persediaan rata – rata adalah sama dengan
setengah dari kuantitas pemesanan. Hal ini didasarkan pada persediaan yang menurun
secara konstan dari ukuran lot maksimum (Q) ke ukuran lot minimum yaitu 0.
Sehingga persediaan rata-rata sama dengan (Q+0)/2 atau Q/2. Maka dari itu, semakin
besar kuantitas pemesanan, semakin besar pula persediaan rata – rata, sehingga
akibatnya semakin besar biaya penyimpanan tiap tahunnya. Namun, semakin besar
kuantitas pemesanan, semakin kecil pesanan yang dibutuhkan untuk tiap periode yang
direncanakan, dan akibatnya semakin kecil total biaya pemesanan.
Tingkat persediaan di-review setiap transaksi dilakukan dan ketika posisi
persediaan mencapai titik tertentu, maka pesanan untuk sejumlah unit, yang sifatnya
tetap, dilakukan. Secara garis besar sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut:
17
Gambar 2.1 Fixed Order System
(Sumber : Herni, p19, 2013)
Titik dimana jumlah dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan minimal,
menggambarkan biaya total terendah. Dimana pada titik tersebut akan didapatkan
kuantitas pemesanan atau periode, yang meminimasi biaya total dari penyimpanan
dan pemesanan persediaan. Kuantitas pada titik tersebut diistilahkan dengan EOQ
(Economic Order Quantity).
Untuk menentukan EOQ ini maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
•
Biaya total sama dengan biaya pemesanan (persiapan) ditambah dengan biaya
penyimpanan. Biaya pemesanan sama dengan biaya per pemesanan dikalikan
dengan jumlah pemesanan per periode.
•
Biaya penyimpanan sama dengan kuantitas persediaan rata – rata dikalikan
dengan biaya penyimpanan per unit per periode, atau kuantitas persediaan
rata– rata dikalikan dengan tarif (rate) biaya angkut per unit untuk periode
tersebut.
Dalam EOQ sederhana terdapat asumsi – asumsi utama yaitu:
•
Permintaan diketahui secara pasti dan konstan.
•
Tidak ada shortage.
18
•
Lead time (waktu antara penempatan pesanan dan penerimaannya) diketahui
dan konstan.
•
Sekali pesan sekali terima.
•
Tidak ada potongan harga karena membeli dalam jumlah banyak.
2.7
Supply Chain Management (SCM)
Manajemen rantai suplai merupakan manajemen aktivitas yang merubah
bahan baku menjadi barang intermediate dan produk akhir, dan pengiriman produk
akhir kepada pelanggan. Manajemen rantai suplai berkaitan erat dengan proses
distribusi produk akhir hingga ke tangan konsumen. Aktivitas yang terlibat dalam
manajemen rantai suplai dari pembelian, manufaktur, logistik, distribusi, dan
transportasi ke pasar. Manajemen rantai suplai memiliki tiga aspek utama yaitu:
•
Rantai suplai sebagai entitas fungsi-silang (cross-functional). Rantai suplai
bertanggung jawab terhadap segala aktivitas rantai suplai dari area fungsi
berbeda.
•
Rantai suplai sebagai pengguna strategis dari inventori dan sumber daya
produksi. Rantai suplai dapat digunakan sebagai alat efektif dalam
menyeimbangkan kebutuhan permintaan dan kebutuhan kapasitas.
•
Rantai suplai sebagai integrator dan koordinator pada kegiatan produksi dan
logistik. Merupakan esensi dari manajemen rantai suplai, dan merupakan cara
mencapai efisiensi operasional dengan biaya, lead time, dan tingkat pelayanan
tertentu.
19
aliran barang fisik
Supplier
Manufaktur
Wholesaler
Retailer
aliran informasi permintaan
Gambar 2.2 Aliran Barang Dan Informasi Pada Rantai Suplai Linier
(Sumber : Sidabalok, p25, 2009)
Semakin meningkatnya tingkat persaingan pasar menyebabkan pihak
perusahaan perlu memikirkan cara – cara yang lebih baik. Sedikitnya terdapat tiga
tantangan yang harus diantisipasi oleh perusahaan, yaitu:
1. Keinginan konsumen akan kepuasan tidak hanya atas produk yang baik
melainkan waktu pelayanan merupakan salah satu parameter tingkat
pelayanan yang baik pula.
2. Industri global.
3. Integrasi antar perusahaan.
Salah satu cara pengantisipasian tersebut maka di dalam sistem logistik
melahirkan konsep baru yang dikenal sebagai Supply Chain Management (SCM).
Fokus SCM adalah pada bentuk kerjasama, kepercayaan, dan manajemen yang
sesuai.
Fungsi Supply Chain Management
Ada dua fungsi SCM, yaitu dalam Sulistyowati (2009, p22) :
1. SCM secara fisik mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan
menghantarkannya ke pemakai akhir. Fungsi pertama ini berkaitan dengan
ongkos-ongkos fisik, yaitu ongkos material, ongkos penyimpanan, ongkos
20
produksi, ongkos transportasi, dan sebagainya.
2. SCM sebagai mediasi pasar, yakni memastikan bahwa apa yang disuplai oleh
rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau pemakai akhir tersebut.
Fungsi kedua ini berkaitan dengan biaya-biaya survey pasar, perancangan
produk, serta biaya-biaya akibat tidak terpenuhinya aspirasi konsumen oleh
produk yang disediakan oleh sebuah rantai suplai. Ongkos-ongkos ini bisa
berupa ongkos markdown, yakni penurunan harga produk yang tidak laku
dijual dengan harga normal, atau ongkos kekurangan supply yang dinamakan
dengan stockout cost.
2.8
Sistem Persediaan Bertingkat ( Multiechelon Inventory)
Secara luas, teori multiechelon inventory ditujukan pada berbagai masalah
inventori yang melibatkan dua atau lebih suplai atau fasilitas produksi yang saling
berkaitan.
Eselon sendiri memiliki definisi sistem yang terdiri dari stok yang terdapat
pada instalasi tersebut ditambah stok yang terdapat pada tempat penyimpanan atau
persediaan pada instalasi level bawahnya dalam Kurniati (2010, p21).
2.8.1 Struktur Sistem Multiechelon Inventory
Struktur paling umum dari sistem persediaan multieselon adalah satu
keterlibatan sejumlah pengecer (toko, fasilitas, instalasi, basis) dalam bisnis untuk
memenuhi permintaan pelanggan untuk produk. Sistem multi inventori dapat juga
digambarkan sebagai jaringan langsung dimana node mewakili berbagai aktivitas atau
fasilitas dalam sistem dan linkage mewakili aliran barang. Bila jaringan memiliki
paling banyak satu hubungan kedatangan untuk tiap node dan alirannya bersifat
acyclic (tidak terdapat loop dalam jaringan), maka dikatakan struktur pohon terbalik
atau arborescene. Bila dipandang sebagai jaringan langsung, tampak bahwa dapat
terjadi sistem yang sangat kompleks. Pengecer dapat memperoleh suplai lebih dari
21
satu wholesaler, atau wholesaler dapat membeli lebih dari satu pabrik, atau mungkin
pengecer dapat menyuplai pengecer lainnya. Jumlah kombinasi tersebut sangat besar.
Namun, kebanyakan teori multiechelon inventory dibatasi pada struktur arborescene.
Gambar 2.3 Contoh Sistem Distribusi Pada Struktur Arborescene
(Sumber : Sherbrooke, p8, 1992)
Pada struktur arborescene, berbagai level sistem diidentifikasi sebagai eselon
dan permasalahan ditujukan pada keseluruhan multiechelon. Terdapat dua macam
struktur arborescene yang biasa digunakan dalam literatur. Seperti pada gambar,
pertama adalah struktur seri, terdiri dua atau lebih aktivitas dengan tiap eselon hanya
menyuplai satu pada eselon bawahnya. Kedua, struktur paralel yang terdiri dari
sejumlah aktivitas pemenuhan kebutuhan eksternal secara independent.
Gambar 2.4 Jenis Struktur Arborescene
(Sumber : Sherbrooke, p8, 1992)
22
2.8.2
Permasalahan Pengendalian Inventori Multi-aktivitas
Dipandang sebagai jaringan aktivitas, dengan permintaan eksternal terjadi
pada beberapa aktivitas, permasalahan pengendalian inventori multi-aktivitas yang
dasar mengikuti aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan, yang menjadikan fungsi
jaringan sebagai fungsi waktu dan pemenuhan objektif tertentu, seperti minimasi
biaya atau memenuhi level pelayanan pelanggan. Pasangan kebijakan, untuk tiap
sistem, biasanya meliputi kebijakan pemesanan (ordering) dan kebijakan suplai
(supply). Situasi yang menyebabkan perbedaan kebijakan keduanya adalah dimana
terjadi stok yang tak mencukupi (pada demand yang random atau penyebab lainnya).
2.9
Model Persediaan Bertingkat yang Telah Dikembangkan
2.9.1 Daftar Notasi Dalam Multi Eselon
Daftar notasi merupakan penjelasan dari setiap notasi sebagai keterangan,
dimana (j) adalah retailer yang terdiri dari 11 retailer, dan (d) adalah Distribution
Centre.
= Ongkos pemesanan buku pada retailer ke Distribution Centre (Rp/pesan)
= Ongkos kekurangan buku pada retailer (Rp/buku)
= Demand tahunan buku pada retailer (buku/tahun)
= Demand tahunan pada Distribution Centre (buku/tahun)
= Ongkos simpan buku pada retailer j (Rp/buku/tahun)
= Ongkos simpan buku pada retailer (Rp/buku/tahun)
= Lead time pemesanan buku dari retailer ke Distribution Centre (tahun)
= Banyaknya kekurangan buku pada setiap siklus pada retailer (buku)
N =Frekuensi
pengiriman
buku
dari
Distribution
Centre
ke
retailer
(pengiriman/tahun)
= Frekuensi pengiriman buku dari Distribution Centre ke retailer (pengiriman)
= Kuantitas pemesanan buku pada retailer (buku/pesan)
23
= Kuantitas pemesanan buku pada Distribution Centre (buku/pesan)
= Safety stock buku pada retailer (buku/tahun)
t = Ongkos kirim untuk mendistribusikan buku dari Distribution Centre ke
retailer (Rp/tahun)
v = Rp.6500.- harga 1 liter bensin (Rp/Liter)
w = Jarak dari Gudang ke titik distribusi dan sebaliknya (km)
x = 10 Km (mobil box dapat melintasi 10 km/1liter bensin)
y = 50 box buku (kapasitas mobil box)
= Standar deviasi
2.9.2 Model Kebijakan Inventori Nilai 2 Eselon
Model dasar integrasi yang dinyatakan dalam formulasi model minimasi ongkos :
1.
Ongkos tahunan pada retailer (Cret)
Ongkos yang terjadi pada retailer adalah ongkos pesan, ongkos simpan dan
ongkos kekurangan persediaan. Dengan menggunakan kebijakan pengadaan
barang seperti diutarakan di atas maka Cret dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ongkos di retailer = ongkos pesan + ongkos simpan + ongkos kekurangan
persediaan
ۥ
2.
‚ƒ
.
„
…
†
2
‡
Ongkos Tahunan Pada Depot (Cdep)
Ekspektasi ongkos tahunan pada eselon depot terdiri atas ongkos pesan , dan
ongkos simpan. Dengan menggunakan konsep eselon stock maka ekspektasi
ongkos tahunan pada eselon depot dapat diformulasikan sebagai berikut :
.ˆ‰
Š
24
2
‹Œ
•Ž
3.
Ongkos transportasi tahunan (Ctran)
Elemen ongkos ini meliputi ongkos transportasi dari unit produksi ke
depot dan ongkos transportasi dari depot ke retailer, yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
•. •
Š…
‘
‘
‘ ’“”•“–
—
†Ž
Formulasi model sistem nilai rantai 2 eselon diturunkan sehingga di dapatkan
rumus frekuensi pengiriman buku dari Distribution Centre ke retailer (Ndj), jumlah
lot pemesanan optimal pada Distribution Centre (Qd) lalu dilakukan perhitungan
jumlah lot pemesanan setiap retailer (Qj). Nilai-nilai yang sudah didapatkan tersebut
diolah untuk mengetahui ongkos setiap retailer, depot/ Distribution Centre, dan
ongkos transportasinya. Sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan.
Formulasi model integrasi kebijakan inventori nilai rantai 2 eselon akan diuraikan
sebagai berikut:
1.
Ongkos tahunan pada retailer:
a. Ongkos pesan (A)
Ongkos pesan adalah ongkos yang dibutuhkan untuk pemesanan Raskin
dari kecamatan (Kecamatan) ke gudang dalam hal ini ongkos pesan
meliputi biaya telepon untuk memesan dan menyalurkan ke titik
distribusi.
‹ƒ
25
„
b. Ongkos simpan (H)
Ongkos simpan adalah ongkos yang dibutuhkan untuk menyimpan bahan
pangan raskin pada kecamatan (Kecamatan).
‹
…
2
†
c. Ongkos kekurangan persediaan (Stockout)
Ongkos kekurangan persediaan (stockout) adalah ongkos yang timbul
akibat kurangnya Raskin di kecamatan sehingga harus dilakukan
pemesanan ulang kepada gudang (backorder).
2.
Ongkos tahunan pada gudang:
Ongkos Simpan (H)
Ongkos simpan adalah ongkos yang dibutuhkan untuk menyimpan bahan
pangan raskin pada gudang. Di dalam ongkos tahunan pada gudang tidak
terdapat ongkos pesan, karena tidak dilakukannya pemesanan terhadap unit
produksi, sehingga hanya terdapat ongkos simpan saja.
Š
3.
‹Œ
2
•Ž
Ongkos transportasi:
Ongkos kirim
Ongkos yang dikeluarkan untuk mendistribusikan Raskin dari gudang ke
kecamatan. Ongkos kirim ini merupakan perkalian antara ongkos bahan bakar
yang dibutuhkan disetiap pengiriman gudang ke kecamatan, jumlah
pengiriman raskin dari gudang ke kecamatan selama setahun dan jumlah truk
yang digunakan untuk mendistribusikan Raskin ke kecamatan.
•. •
˜
™‘
‘
‘ š’“”•“–
—
Dengan demikian formula matematis untuk model integrasi persediaan buku sistem
rantai 2 eselon dinyatakan sebagai berikut :
26
min
„
‹ ‚ƒ
…
‡
†
2
•. •
‹ Š˜
™‘
‘
Š
‘ š’“”•“–
—
2
•Ž
‹Œ
Ž
Pembatas :
1).
›‰
œ‰• ›•
ˆ‰
ˆ•
,
2).
ž0
Ÿ”’” ”
Ÿ ¡ £“ ”¤€ – ¥ ¤ ” ” ¢
ž 1 • ” €”
3).
€¡¢
›‰
4).
ˆ‰
Frekuensi pemesanan (Ndj) diperoleh apabila
.
¨ 2
ƒ˜
¦§
¦œ‰•
0
•. •
™ . ’“”•“– „
‘
—
Œ .
•
Jumlah pemesanan optimal pada depot/Distribution Centre Qd diperoleh apabila
¦§
¦›‰
0
¨
2
ƒ
Œ . •.
•
…
2. • .
†„
27
Œ .
. •.
•
•. •
Š˜
™ . ’“”•“–
‘
.—
Ž
Download