Data Kalibrasi hara K - Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo

advertisement
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2011
Vol. 1 No. 3. Hal 127-134
ISSN: 2087-77
KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN KAKAO MENGGUNAKAN FAKTOR
PEMBATAS MAKSIMUM DI KABUPATEN KOLAKA
Land Suitability Classification of Cocoa in Kolaka Regency
Using a Maximum Threshold Factor
HASBULLAH SYAF1*), MAHFUD ARIFIN2), ABRAHAM SURIADIKUSUMAH2) DAN RACHMAT HARRYANTO2)
1) Jurusan
2)
Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Andounuhu Kendari.
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung
ABSTRACT
The current implementation of land suitability classification of Cocoa is based on the
national standard of growing plant. Therefore the implementation of the land use at the
specific location was not acceptable. It is important to evaluate the land suitability
classification of the cocoa growing areas. This study was conducted at Kolaka Regency
Southeast Sulawesi Province. This research was performed using a survey method based on
the observation unit. Which is consist of 93 observation units. The climate, soil and
environment observations were following the Soil and Agroclimate Research Centre (PPTA,
1993); Department of Agriculture (DEPTAN, 1993 dan 2003) and the Indonesian Coffee and
Cocoa Research Centre (PPKKI, 2008). The analysis of land suitability is base on the
threshold factor using the mínimum. The results showed that the land suitability of the
cocoa growing areas according to PPTA dan DEPTAN (1993) were classification full into
76.34% marginal suitable (S3), 12.90% currently not suitable (N1) and 10,75% was
permanently not suitable (N2). On the other had based on the DEPTAN (2003) the cocoa
growing areas were 83.87% S3 and 16.13% not suitable (N). While according to the PPKKI
(2008) the S3 was 63.44% and the N was 36.56%.
Key word: land suitability classification and cocoa
3
PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor genetik
yang merupakan sifat tetap dari tanaman dan
faktor lingkungan yang dapat berubah setiap
saat (Tisdale et al., 1993). Faktor lingkungan
merupakan faktor tumbuh yang menentukan
tingkat pertumbuhan dari suatu gen tertentu.
Faktor lingkungan yang terpenting adalah
faktor tanah, iklim dan topografi. Kemampuan
tanah untuk mendukung pertumbuhan
tanaman ditentukan oleh kondisi fisik, kimia
dan perharaan tanah (Young, 1976).
Berdasarkan hal ini ditentukan kriteria
klasifikasi kesesuaian lahan.
Alamat korespondensi:
Email: [email protected]
*)
Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan
merupakan variabel yang telah diketahui
mempunyai pengaruh terhadap hasil (output)
yang diperoleh atau masukan (input) yang
diperlukan untuk suatu jenis penggunaan
lahan tertentu. Selanjutnya FAO (1976)
mengungkapkan bahwa kriteria penciri
sebagai dasar penilaian tingkat kesesuaian
lahan meliputi kualitas lahan, karakteristik
lahan atau fungsi dari beberapa sifat lahan.
Beberapa karakteristik lahan yang digunakan
sebagai kriteria dari berbagai sistem
klasifikasi lahan untuk tanaman kakao
disajikan pada Tabel 1. Tabel ini menunjukkan
bahwa terdapat kemiripan dari sistem
klasifikasi kesesuaian lahan (kualitas dan
karakteristik lahan) menurut Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat (PPTA, 1993),
Departemen Pertanian (DEPTAN, 1993 dan
2003) dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia (PPKKI, 2008).
128
SYAF ET AL.
Pada dasarnya setiap sistem evaluasi lahan
menggunakan kriteria penciri yang tidak
seluruhnya sama. Kriteria klasifikasi yang
dikembangkan
DEPTAN
dan
PPKKI
merupakan modifikasi dari kriteria klasifikasi
yang telah dahulu dikembangkan oleh PPTA.
Pengembangan kriteria kesesuaian lahan ini
digunakan untuk berbagai jenis tanaman
J. AGROTEKNOS
pertanian dan kehutanan secara luas. Kriteria
yang dikemukakan di atas mungkin perlu
dimodifikasi, diubah atau ditambah sesuai
dengan kondisi setempat dan kemajuan
pengetahuan tentang hubungan antara
kualitas lahan dan syarat-syarat penggunaan
lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Tabel 1. Karakteristik Lahan yang Digunakan sebagai Kriteria Pada Beberapa Sistem Klasifikasi Lahan
Untuk Tanaman Kakao.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Persyaratan Penggunaan lahan/
Karakteristik Lahan
Penjelasan Umum: Jumlah Kelas
Temperatur
Temperatur rerata
Katersediaan Air
Bulan kering (<75 mm)
Bulan kering (<60 mm)
Curah hujan (mm)
Lamanya masa kering (bln.)
Kelembaban
Elevasi
Ketersediaan Oksigen
Drainase
Kondisi Daerah Perakaran
Drainase
Tekstur
Kedalaman tanah
Bahan kasar
Retensi Hara
KTK Tanah
KTK Liat
pH H2O
Kejenuhan Basa
C-organik
Ketersediaan Hara
N – Total
P2O5 Tersedia
K2O Tersedia
Keragaman
Salinitas
Toksitas
Kejenuhan Al
Bahan Sulfidik
Sodositas
Alkalinitas/ESP
Terrain/potensi mekanisasi
Lereng/kemiringan lereng
Batuan Permukaan
Singkapan Batuan
Bahaya Banjir
Tingkat Bahaya Erosi
Kemudahan Pengolahan
Tekstur
Struktur
Konsistensi
Keterangan: √=tersedia dan X=tidak tersedia
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Menurut
PPTA
DEPTAN
DEPTAN
PPKKI
(1993)
(1993)
(2003)
(2008)
4
4
3
4
√
√
√
X
√
X
√
X
X
X
√
X
√
X
X
X
X
X
√
√
√
X
X
√
X
X
X
√
X
X
√
√
√
√
√
X
√
√
√
X
X
√
√
√
X
√
√
X
√
X
√
X
X
√
X
√
X
X
X
√
X
√
√
√
X
√
√
√
√
√
√
√
√
√
X
X
X
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
X
√
√
X
X
X
√
X
√
√
√
√
X
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
X
X
X
X
X
X
√
√
√
X
X
X
X
X
X
Vol. 1 No.3, 2011
Masalahnya saat ini adalah penggunaannya
masih bersifat umum di seluruh Indonesia,
sehingga dimungkinkan terjadi kesalahan
dalam menginterpretasi dari suatu lahan
untuk komoditas kakao spesifik lokasi.
Mengingat setiap karakteristik lahan yang
digunakan secara langsung dalam evaluasi
lahan sering mempunyai interaksi satu sama
lainnya. Karena itu, dalam interpretasi perlu
dipertimbangkan atau membandingkan lahan
dengan penggunaannya dalam pengertian
kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan
air sebagai kualitas lahan ditentukan oleh
bulan kering dan curah hujan rata-rata
tahunan, tetapi air yang diserap tanaman
tentu tergantung pula pada kualitas lahan
lainnya yaitu kondisi perakaran (tekstur dan
kedalaman zona perakaran tanaman) (PPTA,
1993). Di sisi lain, kualitas dan karakteristik
lahan yang menjadi alat ukur dalam penilaian
kelas kesesuaian kakao menjadi kurang
bermanfaat dengan menghadirkan kriteria
yang cukup banyak.
Mengacu hal di atas maka kriteria-kriteria
yang dikembangkan secara nasional perlu
dilakukan pengujian pada lokasi-lokasi kakao
yang telah tumbuh dan berproduksi dengan
baik. Salah satu lokasi yang digunakan sebagai
sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten
Kolaka. Kabupaten ini merupakan sentra
tanaman kakao di Sulawesi Tenggara yang
memiliki iklim, fisiografi dan lahan yang
bervariasi. Untuk itu, dengan membandingkan
persyaratan tumbuh tanaman kakao yang
dikembangkan oleh pemerintah dan pusatpusat penelitian dengan kondisi lahan yang
ada saat ini, diharapkan dapat memberikan
gambaran keakuratan dari kriteria-kriteria
yang digunakan sebagai persyaratan kakao.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama 13
bulan mulai bulan Oktober 2008 hingga
Nopember 2009 di Kecamatan Ladongi, PoliPolia dan Lambandia Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 53.242,77
ha. Secara geografis terletak pada 04o10’02” 04o19’04” LS dan 121o46’12” - 121o57’13” BT.
Analisis
laboratorium
dilakukan
di
Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung,
Laboratorium Mineralogi IPB dan Balai Besar
Litbang
Sumberdaya Lahan
Pertanian
(BBLSLP) Bogor, Laboratorium Analitik
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao
129
Universitas Haluoleo dan Laboratorium Unit
Tanah
Fakultas
Pertanian
Universitas
Haluoleo.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lahan kakao milik masyarakat, petapeta tematik, dan bahan-bahan kimia yang
digunakan di lapangan dan laboratorium. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini terbagi
tiga yaitu (a) alat komputerisasi (satu unit
pengolah data peta digital yang terdiri atas
perangkat keras komputer PC-AT Pentium 4,
printer dan perangkat lunak (software) ERMAPPER 6.4, dan ArcView 3.3.); (b) alat
lapangan (pH tanah, kompas, abney level,
termometer tanah, altimeter, Global Position
System (GPS), termometer (kering dan basah),
flux meter, pisau tanah, dan kantong plastik);
dan (c) alat-alat laboratorium.
Penelitian ini menggunakan pendekatan
survei berbasis satuan pengamatan. Satuan
pengamatan (SP) diperoleh melalui analisis
spasial dengan tumpang susun (overlay) petapeta tematik. Hasil tumpangsusun ini
selanjutnya dilakukan ground check untuk
memperoleh informasi keakuratan SP yang
telah dibangun. Hasil pengecekan ini
selanjutnya dilakukan perbaikan melalui
analisis yang tahapannya sama dengan
sebelumnya dan dihasilkan 93 SP.
Pengamatan lapangan dilakukan untuk
mengetahui karakterisasi lahan meliputi iklim
dan tanah pada lokasi SP tetap. Pengamatan
iklim di peroleh melalui pengumpulan data
dari Stasiun Klimatologi Pomalaa, Lambuya,
Tinanggea, dan Kolaka selama 21 tahun
(1987-2008) dan Badan Meteorologi dan
Geofisika
Jakarta.
Pengamatan
tanah
dilakukan melalui pengambilan sampel
pewakil pada masing-masing SP sesuai dengan
kriteria kesesuaian lahan yang akan diujikan.
Kualitas dan Karakteristik Lahan serta cara
perolehan data disajikan pada Tabel 2.
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan
dengan cara membandingkan kualitas lahan
dengan persyaratan penggunaan lahan.
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan secara
fisik kualitatif untuk penggunaan lahan kakao
dengan menggunakan kualitas/karakteristik
lahan dari setiap SP yang dibandingkan
dengan kriteria kesesuaian lahan yang disusun
oleh PPTA (1993), Departemen Pertanian
(1993 dan 2003), dan
PPKKI (2008).
Penetapan
kelas
kesesuaian
lahan
130
SYAF ET AL.
berdasarkan faktor pembatas maksimum
mengikuti kaedah hukum minimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim. Iklim merupakan keadaan rata -rata
cuaca dalam jangka waktu yang panjang
(sedikitnya 15 tahun) (Rachim dan Suwardi,
1999). Penelitian ini menggunakan data iklim
selama 21 tahun (1987-2008). Dari berbagai
J. AGROTEKNOS
komponen iklim yang sangat berpengaruh
terhadap faktor pembentukan tanah adalah
curah hujan dan suhu (Rachim dan Suwardi,
1999). Selanjutnya curah hujan dan suhu ini
ditetapkan sebagai parameter penentu
kualitas lahan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan
dan
produksi
tanaman
pertanian (FAO, 1983; CSR/FAO, 1983; Sys et
al., 1993; Djaenuddin et al., 2003).
Tabel 2. Kualitas dan karakteristik lahan serta cara perolehan data.
No.
1.
2
3
4
5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Kualitas dan Karakteristik Lahan
Temperatur
Temperatur rerata
Katersediaan Air
Bulan kering (<75 mm)
Bulan kering (<60 mm)
Curah hujan (mm)
Lamanya masa kering (bln.)
Kelembaban
Elevasi
Ketersediaan Oksigen
Drainase
Kondisi Daerah Perakaran
Drainase
Tekstur
Kedalaman tanah
Bahan kasar
Retensi Hara
KTK Tanah
KTK Liat
pH H2O
Kejenuhan Basa
C-organik
Ketersediaan Hara
N – Total
P2O5 Tersedia
K2O Tersedia
Keragaman
Salinitas
Toksitas
Kejenuhan Al
Bahan Sulfidik
Sodositas
Alkalinitas/ESP
Terrain/potensi mekanisasi
Lereng/kemiringan lereng
Batuan Permukaan
Singkapan Batuan
Bahaya Banjir
Tingkat Bahaya Erosi
Kemudahan Pengolahan
Tekstur
Struktur
Konsistensi
Keterangan: √=Dilakukan dan X=tidak Dilakukan
Analisis Data
Sekunder
√
√
√
√
√
√
√
√
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Cara perolehan Data
Pengamatan
Analsisi
Lapangan
Laboratorium
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
√
√
X
√
X
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
X
X
X
√
√
√
√
X
X
X
X
X
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
√
X
Vol. 1 No.3, 2011
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao
Keadaan curah hujan di lokasi penelitian
didasarkan pada data curah hujan harian
selama 21 tahun (1987-2008). Kondisi curah
hujan dan hari hujan pada lokasi penelitian
selama 21 Tahun disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan tabel ini., terlihat bahwa lokasi
penelitian dalam kurun waktu 21 tahun,
jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada
tahun 2007 yaitu sebesar 2.684,3 mm,
sedangkan terendah terjadi pada tahun 1999
sebesar 1.346,2 mm. Hari hujan terbanyak
terjadi pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 191
hari dan terendah pada tahun 1997 sebesar 77
hari. Apabila diamati lebih jauh terbentuk pola
dimana jumlah curah hujan yang terjadi setiap
tahunnya seiring dengan hari hujan
Tabel 3. Kondisi curah hujan dan hari hujan pada
lokasi penelitian selama 21 tahun.
Tahun
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Curah Hujan (mm)
2.238,0
2.375,4
1.572,7
1.575,6
1.197,3
1.511,6
1.887,1
1.883,8
2.542,2
2.159,0
1.422,4
2.334,0
1.346,2
2.357,6
1.870,8
2.404,5
1.594,2
2.294,2
2.153,3
1.476,0
2.684,3
2.173,0
Hari Hujan
163
158
125
103
89
121
109
127
160
133
77
152
101
161
159
158
191
191
118
148
162
184
Mengacu pada sistem klasifikasi oldeman
(BB=CH rata-rata ≥ 200 mm bulan-1; BK=CH
rata-rata < 100 mm bulan-1), iklim di lokasi
studi tergolong tipe iklim C2, yaitu terdapat
enam bulan basah berurutan (BB) yaitu bulan
Pebruari-Maret – Mei – Juni – Juli, dan tiga
bulan kering berurutan (BB) yaitu bulan
September - Oktober - Nopember. Menurut
Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Tan
(2008) di semua satuan pengamatan termasuk
ke dalam tipe iklim C. Hasil analisis data
disajikan pada Tabel 4.
131
Suhu udara rata-rata bulanan di lokasi
penelitian berkisar dari 27,9 hingga 29,6 oC
dengan suhu rata-rata tahunan 28,8 oC.
Kisaran suhu udara antara 27 hingga 30 oC
seperti di semua lokasi penelitian tergolong
sesuai untuk tanaman kakao. Menurut
Mangoensoekarjo (2007) dan PPKI (2008)
mengungkapkan bahwa temperatur optimum
untuk tanaman kakao adalah 21 – 32oC dan 26
oC - 30 oC. Berdasarkan uraian di atas dapat
dikemukakan bahwa ditinjau dari faktor iklim
dalam kaitannya sebagai kualitas lahan
ketersediaan air dan suhu udara untuk
evaluasi kesesuaian lahan, tergolong sesuai
dan tidak merupakan faktor pembatas
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
kakao.
Bentuk Lahan dan Tanah.
Lokasi
penelitian terbagi dalam lima bentuk wilayah
yaitu datar, berombak, bergelombang,
berbukit, dan bergunung. Penentuan bentuk
wilayah didasarkan pada faktor ketinggian
dan kelerengan. Bentuk wilayah datar
menempati
wilayah
terluas
dengan
kelerengan datar (0-3%) yaitu sebesar
29.563,59 ha atau 43,71% dari luas lokasi
penelitian, sedangkan bentuk wilayah agak
landai (3-8%) menempati luasan terkecil
hanya sebesar 639,17 ha atau 0,95% dari luas
lokasi penelitian. Namun jika dilihat secara
keseluruhan dari lima bentuk
wilayah
tersebut ternyata bentuk wilayah berbukit
hingga bergunung dengan kemiringan lebih
dari 15% mendominasi bentuk wilayah di
lokasi penelitian yaitu sebesar 49,77% dari
luas lokasi penelitian.
Tanah lokasi penelitian pada tingkat jenis
(great group) ditunjukkan oleh Peta Digital
Tanah Indonesia Lembar Kolaka skala
1:150.000 tahun 1991 dan Peta Zone
Agroklimat Provinsi Sultra, skala 1 : 50.000
tahun 2007. Lokasi penelitian meliputi tiga
order tanah menurut USDA yaitu Inceptisol,
Ultisol dan
Oxisol.
Jenis tanah yang
menempati
wilayah
terluas
adalah
Endoaquepts yaitu seluas 23.593,98 ha atau
34,89% dari luas lokasi penelitian, sedangkan
jenis tanah yang menempati luasan terkecil
adalah Eutrodox yaitu seluas 686,82 ha atau
1,02% dari luas lokasi penelitian.
Kriteria Kesesuaian Lahan. Persyaratan
penggunaan lahan untuk kakao yang
dikeluarkan LREPP II (1992), PPTA (1993),
Departemen Pertanian (1993 dan 2003), dan
132
SYAF ET AL.
J. AGROTEKNOS
PPKKI
(2008)
selanjutnya
dilakukan
pengujian dan diimplementasikan di lokasi
penelitian
berdasarkan
kualitas
dan
karakteristik Lahan pada setiap SP.
Persyaratan yang dikeluarkan LREPP II yang
merupakan juga produk PPTA memiliki
kesamaan kualitas dan karakteristik serta
kriterianya, sehingga yang digunakan dalam
penelitian ini adalah PPTA (1993). Sementara
itu, Departemen Pertanian mengeluarkan dua
persyaratan yang agak berbeda baik jumlah
kelas maupun kualitas dan kriterianya,
demikian pula PPKKI.
Tabel 1. disajikan perbedaan masingmasing persyaratan penggunaan lahan kakao
untuk keempat klasifikasi kesesuaian lahan
kakao di Indonesia. Tabel 1., menunjukkan
bahwa kualitas dan karakteristik lahan yang
diajukan pada masing-masing klasifikasi
kesesuaian lahan menurut ke empat cara
tersebut memiliki variasi dan perbedaan
kriteria. Perbedaan ini salah satunya
disebabkan pengambilan sampel iklim dan
tanah yang terbatas, sementara areal yang
cukup luas dengan variasi iklim serta tanah di
Indonesia yang beragam. Hal ini juga
menerangkan bahwa dengan banyaknya
kualitas dan karakteristik sebagai persyaratan
tumbuh dan produksi tanaman kakao akan
berdampak terhadap biaya yang cukup besar
dan waktu yang cukup lama dalam menilai
lahan. Penerapan persyaratan ini juga
digunakan pada seluruh areal lahan di
Indonesia dalam menilai kesesuaian lahan,
sementara beragamnya iklim dan tanah yang
ada sehingga sering menimbulkan kesalahan
dalam menginterpretasi lahan pada tingkat
lokal.
Tabel 4. Hasil Analisis klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson di lokasi penelitian.
Rata-rata
Rata-rata
Tipe
Nilai Q
BK
BB
Iklim
1987
0
10
10
0
1,00
0
1988
1
11
12
0,92
0,08
9,09
A
1989
1
10
11
0,91
0,09
10,00
A
1990
2
10
12
0,83
0,17
20,00
B
1991
6
6
12
0,50
0,50
100,00
E
1992
3
8
11
0,73
0,27
37,50
C
1993
4
7
11
0,64
0,36
57,14
C
1994
3
8
11
0,73
0,27
37,50
C
1995
1
8
9
0,89
0,11
12,50
A
1996
2
9
11
0,82
0,18
22,22
B
1997
4
7
11
0,64
0,36
57,14
C
1998
1
11
12
0,92
0,08
9,09
A
1999
1
7
8
0,88
0,13
14,29
A
2000
0
11
11
1,00
0
0
2001
3
8
11
0,73
0,27
37,50
C
2002
4
8
12
0,67
0,33
50,00
C
2003
4
5
9
0,56
0,44
80,00
D
2004
0
11
11
1,00
0
0
2005
2
8
10
0,80
0,20
25,00
B
2006
4
8
12
0,67
0,33
50,00
C
2007
0
12
12
0
1,00
0
2008
0
9
9
0
1,00
0
Kesimpulan Tipe Iklim Lokasi Penelitian
C
Keterangan: BK=bulan kering, BB: bulan basah, Nilai Q = hasil bagi antara rata-rata jumlah BK dan BB.
Tahun
BK
BB
Jumlah
Tingkat kesesuaian lahan menunjukkan
kemampuan lahan untuk menghasilkan
produksi tanaman yang diinginkan sesuai
dengan kualitas atau karakteristik lahan yang
dimilikinya. Berdasarkan kualitas lahan yang
dimiliki
oleh
masing-masing
satuan
pengamatan lahan, maka dibandingkan
(matching) dengan persyaratan penggunaan
lahan untuk tanaman kakao berdasarkan
PPTA (1993), Departemen Pertanian (1993
dan 2003), dan PPKKI (2008). Penilaian kelas
kesesuaian
lahan
berdasarkan
satuan
pengamatan lahan dan metode klasifikasi
kesesuaian yang digunakan di lokasi penelitian
secara ringkas disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5, terlihat bahwa persyaratan
penggunaan lahan untuk tanaman kakao
berdasarkan PPTA (1993) dan Departemen
Pertanian (1993) sebagian besar lahan di
lokasi penelitian mempunyai kelas kesesuaian
Vol. 1 No.3, 2011
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao
lahan untuk tanaman kakao tergolong sesuai
marginal (kelas S3) sebesar 76,34%; 12,90%
kelas N1 dan 10,75% kelas N2 dari jumlah SP
yang
dievaluasi.
Menurut
Departemen
Pertanian (2003) lokasi penelitian mempunyai
kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao
tergolong sesuai marginal (kelas S3) sebesar
83,87% dan 16,13% kelas N, sedang menurut
PPKI (2008) tergolong sesuai marginal (kelas
133
S3) sebesar 63,44% dan 36,56% kelas N dari
jumlah SP yang dievaluasi. Kelas sesuai
marginal di lokasi penelitian ke empat
persyaratan yang digunakan memiliki faktor
pembatas utama kualitas lahan meliputi
retensi hara dan media perakaran. Sementara
itu, untuk golongan tidak sesuai (N1 dan N2)
umumnya memiliki faktor pembatas utama
kemiringan lereng.
Tabel 5. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Satuan Pengamatan Lahan dan Metode
klasifikasi Kesesuaian yang Digunakan di Lokasi Penelitian.
SP
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
PPTA
(1993)
2
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N2
DEPTAN
(1993)
3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N2
DEPTAN
(2003)
4
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
PPKKI
(2008)
5
S3
S3
N
S2
S2
S3
S3
S3
S3
S3
S2
S3
S3
N
S3
S2
N
S2
S2
S2
S3
N
S3
S3
S3
S3
S3
S2
N
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N
S2
N
N
S3
S3
S3
N
N
SP
6
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
PPTA
(1993)
7
S3
N1
N1
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N2
N2
S3
N2
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N2
N2
N2
N2
N2
N2
DEPTAN
(1993)
8
S3
N1
N1
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N2
N2
S3
N2
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N1
N2
N2
N2
N2
N2
N2
DEPTAN
(2003)
9
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
PPKKI
(2008)
10
N
S3
S3
S3
N
S3
N
N
N
S3
N
N
N
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
S3
N
S3
S3
S3
N
N
N
S3
N
N
S3
N
N
N
S3
S3
S3
S3
N
N
N
N
N
N
N
134
SYAF ET AL.
J. AGROTEKNOS
Kondisi ini menunjukkan perbedaan
klasifikasi kesesuaian lahan yang dihasilkan
dari masing-masing kriteria persyaratan
tumbuh yang dikembangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan klasifikasi
kesesuaian lahan yang dikembangkan saat ini
perlu dilakukan modifikasi bagi kondisikondisi lahan yang spesifik.
SIMPULAN
Persyaratan
tanaman
kakao
yang
dikemukakan oleh PPTA, DEPTAN dan PPKKI
di lokasi penelitian menghasilkan kelas
kesesuaian lahan yang bervariasi, sehingga
perlu dilakukan modifikasi kualitas dan
karakteristik lahan bagi kondisi-kondisi lahan
yang spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land
Resource Surveys 1:250.000 Scale. Atlas
format Procedures. AGOF/INS/78/006.
Manual 4 Ver.1.CSR, Bogor.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A.
Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk
Komoditas Pertanian. 2003, ISBN 9799474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat,
Bogor,
Indonesia.
Edisi
Pertama.
FAO. 1983. Guidelines : Land Evaluation for
Rainfed Agriculture. FA0 Soil Bulletin 52.
Food and Aagric. Rome. Organization of the
United Nation. 273 p.
___. 1976. A Framework for Land Evaluation.
FAO Soil Bulletin, 32. Rome.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001.
Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata
Guna Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PPKI). 2008.
Panduan Budidaya Kakao. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993.
Petunjuk Teknis Evaluasi lahan. Bogor.
Sys,C.,E. van Ranst, J. Debaveye, and F.
Beernaert. 1993. Land Evaluation Part III:
Crop Requirement. ITC. Sci. Univ. Ghent.
Belgium.
Tan, K.H. 2008. Soil in the Humic Tropics and
Monsoon Region of Indonesia. CRC Press.
Georgia.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J.D. Beaton, and J.L.
Haplin. 1993. Soil Fertility and Fertilizer. 5th
ed. MacMillan Publishing Comp. Inc., New
York.
Young, A. 1976. Tropical Soils and Soil Survey.
Cambridge University Press, Cambridge.
Download