1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan kenyataannya sering kali menghadapi masalah karena tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (Richardson, 1998). Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005). Tindakan manajemen laba (earning management) berkaitan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles) yang 2 memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Untuk menghadapi kondisi ketidakpastian masa depan, seorang manajer akan menerapkan prinsip akuntansi yang bersifat konservatis (Suwardjono, 2005). Konservatisma merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam sistem akuntansi perusahaan yang dapat membantu board of directors dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya (Watts dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Feltham dan Ohlson (1995) dan Watts (2003) membuktikan bahwa laba dan aktiva berdasarkan akuntansi konservatif dapat meningkatkan kualitas laba, sehingga dapat digunakan untuk menilai perusahaan. Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa konservatisma akuntansi mencerminkan kebijakan akuntansi yang permanen. Secara empiris penelitian mereka menunjukkan bahwa laba yang berkualitas diperoleh jika manajemen menerapkan akuntansi konservatif secara konsisten tanpa adanya perubahan metode akuntansi atau perubahan estimasi. Konservatisma didefinisikan sebagai tendensi yang dimiliki oleh seorang akuntan yang mensyaratkan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui laba dibandingkan mengakui rugi (Basu, 1997). Konservatisma dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan “tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian” (Watts, 2003). Konservatisma dalam akuntansi ini 2 3 mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara pengakuan laba dan rugi. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisma akuntansinya (Watts, 2003). Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisma dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance. Implementasi dari good corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan, dengan pemeran utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang untuk menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Salah satu dari kebijakan perusahaan terkait dengan prinsip konservatisma yang digunakan oleh perusahaan dalam melaporkan kondisi keuangannya. Oleh karena itu, karakteristik dari manajemen puncak perusahaan akan mempengaruhi tingkatan konservatisma yang akan digunakan perusahaan dalam menyusun laporan keuangannya. Salah satu mekanisme good corporate governance adalah komposisi dari dewan direksi. Komposisi dewan direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat (KNKG, 2006). Komposisi dewan direksi terkait dengan persebaran dewan direksi dan persebaran dewan memberikan dampak yang positif. Semakin besar persebaran dalam anggota dewan dapat memberikan alternatif penyelesaian terhadap suatu masalah yang semakin 4 beragam daripada anggota dewan yang homogen. Selain itu, keragaman dalam dewan direksi memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan yang dapat menciptakan nilai tambah (Carter et al., 2002). Keragaman gender merupakan salah satu karakterisik persebaran dewan. Keragaman gender dewan direksi akan memberikan berbagai manfaat antara lain meningkatkan kemampuan dalam hal pengawasan, meningkatkan kreativitas dan memberikan perspektif baru dalam pembuatan keputusan, memberikan sinyal positif pada pasar, dan memberikan legitimasi antara perusahaan dengan pihak eksternal (Carter et al., 2007). Womens’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distintion) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan wanita. Meyers dan Levy (1986) mengembangkan kerangka teoritis untuk menjelaskan kajian tentang perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam memproses informasi. Kerangka teoritis ini mereka disebut dengan “selectivity hypothesis”. Perbedaaan yang didasarkan pada isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda yaitu bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah dan membuat inti keputusan. Laki-laki pada umumnya dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan semua informasi yang tersedia, dan mereka juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas sedangkan perempuan dipandang 4 5 sebagai pemroses informasi lebih detail, yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan keputusan atau judgment. Robbins dan Coulter (2005) dalam Gumilar (2009) menyatakan bahwa wanita dalam memimpin cenderung lebih demokratis atau partisipatif dibanding kaum pria. Wanita juga cenderung mendorong keikutsertaan, berbagi informasi serta berusaha meningkatkan harga diri para bawahan. Mereka memimpin melalui semangat merangkul, keahlian, hubungan, dan keterampilan antar-pribadi. Ciri khas kepemimpinan wanita tersebut dapat menimbulkan situasi kerja yang dapat mendorong pembentukan disiplin kerja karyawan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian Gumilar (2009) membuktikan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan wanita dengan disiplin kerja. Hal ini berarti variabel persepsi terhadap kepemimpinan wanita dengan segala aspek yang ada didalamnya dapat dijadikan sebagai prediktor untuk mengukur disiplin kerja karyawan. Sudarmo (2010) menulis tentang gaya kepemimpinan perempuan bagi efektifitas organisasi. Penelitian menggunakan metoda langsung dengan melakukan diskusi ke responden dan menghubungkan dengan hasil penelitian terdahulu. Hasil peneltian mendukung argumen bahwa perempuan memiliki potensi dasar untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Antara perempuan dan laki-laki cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Perempuan cenderung memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif yang mengacu pada kepemimpinan interaktif dan inspirasional berbeda dengan laki-laki yang cenderung lebih transaksional yakni gaya 6 kepemimpinan yang mengarah pada prilaku directive dan assertive (cenderung agresif dan dogmatik). Sudarmo (2010) juga menyatakan untuk mencapai efektivitas seorang pemimpin juga ditentukan oleh kualitas seseorang dalam memimpin. Bill et al., (2009) menguji pengaruh gender pada pengambilan keputusan pelaporan keuangan dalam konteks konservatisma akuntansi. Penelitian ini menggunakan sampel dari S&P 1.500 perusahaan dari tahun 1988 sampai tahun 2007. Penelitian Bill et al., (2009) mengidentifikasi pengaruh gender dalam konservatisma pelaporan keuangan dengan memeriksa perubahan konservatisma akuntansi dimana ada penggantian CFO baru dari laki-laki atau perempuan menjadi perempuan atau laki-laki. Bill et al., (2009) menduga penggantian tersebut akan meningkatkan (menurunkan) dalam konservatisma akuntansi perusahaan. Hasil penelitian membuktikan bahwa CFO perempuan cenderung melaporkan laporan keuangan perusahaan lebih konservatif, ini menunjukkan bahwa perempuan lebih hati-hati secara signifikan dalam mengakui laba dibandingkan rugi daripada laki-laki. Carter et al., (2002) melakukan penelitian tentang keterkaitan antara persebaran dalam anggota dewan, nilai perusahaan, dengan corporate governance. Persebaran anggota dewan dilihat dari proporsi wanita dalam dewan, ras minoritas (African Americans, Asians dan Hispanics), dan proporsi outside directors. Dengan mengambil sampel perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam Fortune di Amerika Serikat, hasil penelitian menemukan adanya pengaruh positif signifikan antara fraksi wanita dan minoritas dalam jajaran dewan dengan nilai perusahaan. Berbagai penelitian mengenai keragaman gender dewan direksi telah dilakukan di beberapa 6 7 negara antara lain oleh, Williams (2003), Adam’s dan Daniel (2004), Smith et al., (2005), Carter et al., (2007), dan Ruth et al., (2009). Hasil penelitian yang mereka lakukan menunjukkan keberadaan anggota dewan direksi perempuan berpengaruh positif pada kinerja perusahaan. Mekanisme lain dalam good corporate governance yang berkaitan dengan board of directors adalah keberadaan komite audit dalam perusahaan. Komite audit merupakan pihak akhir yang memonitor proses pelaporan keuangan perusahaan dan mereka akan mempengaruhi kebijakan yang diambil perusahaan berkaitan dengan prinsip yang digunakan dalam pelaporan keuangan, termasuk didalamnya prinsip konservatisma. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) BAPEPAM mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan keuangan (Suaryana, 2005). McMullen (1996) dan Beasley et al., (2000) menyatakan bahwa adanya komite audit berhubungan dengan tingkat kecurangan yang lebih rendah. Selain itu, Krishnan dan Visuanathan (2006) membuktikan bahwa keberadaan dan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat konservatisma laporan keuangan dan latar belakang keahlian dari komite audit tersebut juga berkaitan secara positif terhadap konservatisma. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan pendapat yang menyatakan bahwa keahlian akuntansi yang dimiliki oleh komite audit 8 memberikan kontribusi terhadap tingkat monitoring yang lebih besar oleh anggota komite audit tersebut sehingga akan meningkatkan tingkat konservatisma yang digunakan dalam proses pelaporan keuangan. Banyaknya kasus kecurangan di Indonesia secara tidak langsung mengindikasikan rendahnya tingkat konservatisma yang diterapkan oleh perusahaan dalam menyusun laporan keuangannya. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti termotivasi untuk melakukan peneltian dalam konteks akuntansi konservatif. Penelitian ini menggunakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah proporsi gender dewan direksi dan proporsi komite audit berpengaruh pada konservatisma akuntansi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan pengaruh proporsi gender dewan direksi dan proporsi komite audit pada konservatisma akuntansi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 8 9 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi penelitian pasar modal mengenai pengaruh proporsi gender dewan direksi dan proporsi komite audit pada konservatisma akuntansi pada perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Manfaat Praktis a. Bagi para investor, penelitian ini memberikan informasi mengenai aspek good corporate governance yang berkaitan dengan karakteristik dan komposisi dewan direksi dengan tingkat konservatisma akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan. Penelitian ini juga diharapkan memberikan tambahan informasi dalam melakukan analisis yang berkaitan dengan kualitas laporan keuangan. Penelitian ini dapat memberikan informasi agar para investor dalam melakukan analisis laporan keuangan tidak hanya berdasarkan laba yang diperoleh, tetapi juga melihat bagaimana laba tersebut diproses dan disajikan dalam laporan keuangan. b. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi dalam menetapkan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang memberikan peluang bagi manajemen untuk memilih akuntansi konservatif atau akuntansi agresif.