BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 State of the Art Sebelum peneliti memulai penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan teori semiotika untuk mengkaji fenomena – fenomena sosial. Salah satunya adalah sebuah tesis berjudul “Representasi Etnis dalam Program Televisi Bertema Komunikasi Antarbudaya” oleh Rahma Novita. Dalam penelitian ini, Rahma membahas program “Ethnic Runaway” yang ditayangkan di Trans TV dan bagaimana cara tayangan dari program ini merepresentasikan Suku Toraja kepada penontonnya. Apa yang menjadi perbedaan dari penelitian Rahma dan penelitian saya adalah, pada penelitian yang dilakukan oleh Rahma, pembahasan fokus pada konten dari sebuah program yang kemudian dapat memberikan efek negatif. Sedangkan pada penelitian saya, pembahasan lebih berfokus pada bagaimana pemaknaan budaya humanis pada tayangan DAAI Inspirasi. Penelitian selanjutnya yang juga menggunakan teori semiotika adalah jurnal “Analisis Semiotika Pada Film Laskar Pelangi” oleh Lidya Ivana Rawung. Dalam jurnal ini, Lidya berusaha untuk menganalisis makna pesan apa yang berusaha disampaikan oleh film Laskar Pelangi menggunakan semiotika perspektif Ferdinand De Saussure. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian saya adalah penelitian kami sama – sama menggunakan semiotika perspektif Ferdinand De Saussure. Perbedaan yang terdapat pada penelitian kami adalah bahwa Lidya membahas pesan apa yang terkandung dalam film Laskar Pelangi, sedangkan saya bukan membahas pesan apa di dalam tayangan DAAI Inspirasi namun bagaimana cara DAAI Inspirasi memaknai budaya humanis. “Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A-mild Versi “Cowok Blur” Go Ahead 2011” adalah penelitian selanjutnya yang menggunakan teori semiotika. Fachrial Daniel, sebagai peneliti, menggunakan teori semiotika Roland Barthes untuk membahas mengenai pesan yang terkandung dalam sebuah iklan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah selain penelitian ini membahas mengenai iklan, penelitian ini juga fokus kepada pembahasan makna konsep diri yang terkandung pada iklan. Sedangkan penelitian saya akan berfokus pada makna humanisme yang terkandung pada tayangan DAAI Inspirasi. Selanjutnya peneliti juga menjadikan jurnal hasil tulisan Rupert Stasch yang berjudul “The Camera and the House: The Semiotics of New Guinea “Treehouses” in Global Visual Culture” sebagai acuan dalam melakukan penelitian ini. Dengan fokus penelitian pada makna apa yang terkandung dalam rumah adat Papua sehingga rumah adat ini sangat laku di media massa, penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian saya. Dimana penelitian saya sendiri lebih berfokus pada bagaimana pemaknaan budaya humanis dalam salah satu program di media massa Indonesia, yaitu DAAI TV. Penelitian terakhir adalah penelitian oleh Dahlan Bin Abdul Ghani yang berjudul “The Study o Semiotics of Wayang Kulit Theater in Malay Society Culture”. Penelitian ini melihat adanya keunikan pada seni teater wayang. Dimana wayang sendiri sarat akan simbol – simbol penting dan filososofi yang menjadi arahan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat Malaysia. Walaupun penelitian kami sama – sama mencoba menjelaskan simbol – simbol penting di dalam unsur budaya, perbedaan penelitian kami adalah untuk penelitian mengenai wayang ini, berfokus pada nilai – nilai simbolisme di dalam pentas kebudayaan tradisional. Sedangkan penelitian saya berfokus pada nilai – nilai simbolisme di dalam sebuah acara televisi swasta yang menjangkau lebih banyak masyarakat di dalamnya. Nusantara) Tesis Skripsi Judul Analisisi Proses Representasi Produksi DAAI Etnis garuda.org) (ejournal.unstrat.a re Jurnal c.id) o. Jurnal Ju Analisis Th Analisis dalam Semiotika Program Televisi Tentang Inspirasi Semiotika Konsep Film pada an Laskar Th Bertema Diri dalam Iklan Pelangi of Komunikasi Rokok “T Antarbudaya: Versi “Cowok in Analisis Blur” Go Ahead Vi Semiotika 2011 A Mild Terhadap Program Televisi “Ethnic Runaway” Episode Suku Toraja Masalah Program DAAI Adanya makna Iklan tidak hanya Perbedaan potret Ba Inspirasi sebagai denotasi, sebuah memiliki wadah konotasi, penyebaran mitos dalam menggugah menayangkan te Indonesia saat ini m yang perasaan tertentu, dengan apa yang ru disampaikan programnya yang tayangan da dan tarik dan harus pendidikan budaya humanis pesan melalui daya kenyataan tapi juga memiliki digambarkan oleh Pa Ethnic pesan tertentu. Runaway. film Laskar (K Pelangi. se kegiatan relawan sa Yayasan Buddha te Tzu Chi. Teori - Proses - Komunikasi -Semiotika - Semiotika -S Barthes Metode Hasil Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif K Adegan dalam Rokok Makna pesan K tayangan Ethnic merupakan Laskar Pelangi da Runaway barang yang adalah penerus fo menghasilkan sangat bangsa harus pr mitos mengenai mempengaruhi terus suku Toraja, konsep diri anak jangan seperti Toraja muda memiliki tradisi menjadi gaya kalah hidup anak muda. aneh, kesulitan. pernah m dan K dengan di m in makanannya menjijikan, tradisinya dab menyerah belajar, pe sarat dengan kekerasan dan menakutkan. 2.2 Teori Umum 2.2.1 Komunikasi Massa Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communications atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communications (Susanto dalam Wiryanto, 2006) Kata massa dalam komunikasi massa bukan sekadar orang banyak disuatu lokasi yang sama. Mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Massa di sini kita artikan sebagai “Meliputi semua orang yang menjadi sasaran alatalat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran”. Massa mengandung pengertian orang banyak. (Wiryanto, 2006) Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology: An Introduction to the Study of Communication, menampilkan definisinya mengenai komunikasi massa dengan lebih tegas, yakni sebagai berikut: “First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspapers, magazines, film, books, and tapes” (Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar majalah, film, buku, dan pita) Dari beberapa pemahaman yang ada diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang tidak dapat terjadi jika tidak menggunakan media massa. Selain dengan media massa, komunikasi massa juga berkaitan dengan khalayak yang banyak. Khalayak disini juga dapat dikatakan sebagai sasaran dari para penggerak media massa. 2.2.1.1 Ciri – ciri komunikasi massa Severin dan Tankard, Jr., mengatakan bahwa komunikasi massa itu adalah keterampilan, seni, dan ilmu. Kemudian Effendy (2006) mengaitkan itu dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah Berbeda dengan komunikasi antarpersona (interpersonal communication) yang berlangsung dua arah (two-way traffic communication), komunikasi massa berlangsung satu arah (one-way communication). Ini berarti bahwa tidak terapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Dengan lain perkataan, wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembacanya terhadap pesan atau berita yang disiarkannya itu. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Sebagai konsekuensi dari sifat komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang-orang lain. kemunculannya dalam media komunikasi tidak sendiri, tetapi bersama orang lain. Tulisan seorang wartawan surat kabar, misalnya, tidak mungkin dapat dibaca khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan managing editor, layout man, korektor, dan lain-lain. wajah dan suara penyiar televisi tak mungkin dapat dilihat dan didengar jika tidak ditunjang oleh pekerjaan pengarah acara, jurukamera, jurusuara, dan sebagainya. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jika tidak ditujukan kepada perseorangam atau kepada sekelompok orang tertentu. Hal itulah yang antara lain membedakan media massa dengan media nirmassa. Surat, telepon, telegram, adalah media nirmassa, bukan media massa, karena ditujukan kepada orang tertentu. Media massa sendiri tidak akan menyiarkan suatu pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Bandingkan misalnya poster atau papan pengumuman dengan radio siaran yang sama-sama merupakan media komunikasi. Pesan yang disampaikan melalui poster atau papan pengumuman kepada khalayak tidak diterima oleh mereka dengan melihat poster atau papan pengumuman itu secara serempak bersama-sama, tetapi secara bergantian. Lain dengan pesan yang disampaikan melalui radio siaran. Oleh karena itulah, pada umumnya yang termasuk ke dalam media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film yang mengandung cirri keserempakan tersebut. 5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap individu dari khalayak itu menghendaki agar keinginannya dipenuhi. 2.2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa Menurut Effendy (2013), komunikasi massa merupakan bagian atau suatu bentuk dari komunikasi yang begitu luas, maka uraian dari fungsi komunikasi juga bisa menjadi fungsi komunikasi massa dengan media massanya yang dapat menjangkau khalayak yang amat luas, baik local, nasional, maupun internasional. Maka Effendy (2013), berdasarkan Joseph R. Dominick, menyatakan fungsi komunikasi massa sebagai berikut: • Pengawasan (surveillance) Dominick mengatakan bahwa surveillance mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang pekerjaannya mengadakan pengawasan. Fungsi pengawasan dapat dibagi menjadi dua jenis: − Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance) Pengawasan jenis ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman taufan, letusan gunung api, kondisi ekonomi yang mengalami depresi, meningkatnya inflasi, atau serangan militer. Peringatan ini dapat diinformasikan segera dan serentak (program televisi diinterupsi untuk memberitakan peringatan bahaya tornado). − Pengawasan instrumental (instrumental surveillance) Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Berita tentang film yang dipertunjukkan di bioskop setemoat, harga barang kebutuhan di pasar, produk-produk baru, dan lain-lain adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. • Interpretasi (interpretation) Yang erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindirian. Dalam dunia jurnalistik cara-cara menyindir seperti itu sudah lazim sehingga yang bersangkutan tidak pernah marah, apalagi memprotes. • Hubungan (linkage) Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan. Banyak contoh mengenai hal ini, misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual. Fungsi hubungan yang dimiliki media itu sedemikian berpengaruhnya kepada masyarakat sehingga dijuluki “public making” abitliy of the mass media atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media massa. • Sosialisasi Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting. Di antara jenis-jenis media massa, televisi termasuk media yang daya pervasinya paling kuat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini karena insan-insan yang belum berusia dewasa ini belum mempunyai daya kritik sehingga ada kecenderungan mereka meniru perilaku orang-orang yang dilihat mereka pada layar televisi tanpa menyadari nilai-nilai yang terkandung. • Hiburan (entertainment) Hal ini memang jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, cerita panjang, atau cerita bergambar. 2.2.2 Media Massa 2.2.2.1 Bentuk media massa Ardianto, Komala, dan Karinah (2012) mengemukakan beberapa bentuk media massa sebagai berikut: • Surat Kabar Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.karenanya sebagian besar rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita. Namun demikian, fungsi hiburan surat kabar pun tidak terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan, feature (laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang unik), rubrik cerita bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pula dengan fungsinya mendidik dan memengaruhi akan ditermukan pada artikel ilmiah, tajuk rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers, khususnya surat kabar pada perkembangannya bertambah, yakni sebagai alat control sosial yang konstruktif. • Majalah Menurut Dominick pula, klasifikasi majalah dibagi ke dalam lima kategori utama, yakni: a. General consumer magazine. Majalah konsumen umum ini menyajikan informasi tentan produk dan jasa yang diiklankan pada halamanhalaman tertentu. b. Business publication. Majalah-majalah bisnis (disebut juga trade publication) melayani secara khusus informasi bisnis, industri atau profesi. c. Literacy reviews and academic journal. Terdapat ribuan nama majalah kritik sastra dan majalah ilmiah, yang pada umumnya memiliki sirkulasi dibawah 10 ribu, dan banyak diterbitkan oleh organisasi-organisasi nonprofit, universitas, yayasan atau organisasi profesional. d. Newsletter. Media ini dipublikasikan dengan bentuk khusus, 4-8 halaman dengan perwajahan khusus pula. Media ini didistribusikan secara gratis atau dijual secara berlangganan. e. Public relations magazines. Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan, dan dirancang untuk sirkulasi pada karyawan perusahaan, agan, pelanggan dan pemegang saham. • Radio Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaannya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel, electronic games¸dan personal casset players. Keunggulan radio siaran adalah berdasa dimana saja: di tempat tidur (ketika orang akan tidur atau bangun tidur), di dapur, di dalam mobil, di kantor, di jalanan, di pantai dan berbagai tempat lainnya. • Televisi Televisi sebagai media yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia, memiliki fungsi yang sama dengan media massa yang lainnya, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi sebagaimana hasil penelitianpenelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi. • Film Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual dibelahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih menyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri. • Internet Laquey mengatakan internet merupakan jaringan longgar dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh dunia. Misi awalnya adalah menyediakan sarana bagi pada peneliti untuk mengakses data dari sejumlah sumber daya perangkat keras komputer yang mahal. Namun, sekarang internet telah berkembang menjadi ajang kominikasi yang sangat cepat dan efektif, sehingga telah menyimpang jauh dari misi awalnya. Dewasa ini, internet telah tumbuh menjadi sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan komunikasi yang tak dapat diabaikan. Informasi penting yang tersedia di internet jumlahnya terus meningkat. Ini mencakup berbagai arsip gratis dan arsip umum, katalog perpustakaan, layanan pemerintah, dan sebagainya, dan berbagai pangkalan data komersial. Internet ibarat cairan yang berubah setiap detik: begitu beritanya mengalir, maka pandangan yang berbeda, laporan, dan aneka pendapat mengairi berbagai arsip dan forum. 2.2.3 Televisi 2.2.3.1 Karakteristik Ditinjau dari stimulasi alat indra, beberapa media massa lain seperti radio, surat kabar, dan majalah memiliki hanya satu alat indra yang mendapat stimulus (Ardianto, Komala, dan Karlinah, 2012). Sedangkan untuk televisi, ada beberapa karakteristik yang dijabarkan sebagai berikut: a) Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. b) Berpikir dalam Gambar Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture). Begitu pula bagi seorang komunikator yang akan menyampaikan informasi, pendidikan atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan berpikir dalam gambar. Sekalipun ia tidak membuat naskah, ia dapat menyampaikan keinginannya kepada pengarah acara tentang penggambaran atau visualisasi dari acara tersebut. Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama, adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Tahap Kedua dari proses berpikir dalam gambar adalah penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu c) Pengoperasian Lebih Kompleks Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siara lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembawa berita saja dapat melibatkan 10 orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemadu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain. Bila menyangkuat acara drama musik yang lokasinya di luar studio, akan lebih banyak lagi melibatkan orang kerabat kerja televisi (crew). Dari karakteristik yang dijabarkan diatas, televisi dapat digambarkan sebagai media massa yang memiliki keunggulan dibandingkan media massa yang lainnya, karena televisi mempunyai audio dan visual sebagai stimulusnya. Dengan adanya audio dan visual sebagai stimulus, maka dalam penyusunan konten televisi, penyusun harus berpikir secara visual, agar konten yang dihasilkan sesuai untuk dilihat maupun didengar. Pengoperasian televisi juga lebih rumit dibandingkan media massa lainnya. 2.2.3.2 Jenis Program Televisi Morrisan (2009) mengatakan jenis program televisi dapat dikelompokan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya, yaitu sebagai berikut: 1. Program Informasi Program informasi di televisi, sesuai dengan namanya, memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap suatu hal. Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk member tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak audiens. Berikut adalah dua bagian besar dari program informasi: 1. Berita keras Berita keras atau hard news adalah segala informasi penting dan/atau menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang harus segera ditayangkan agar dapat diketahui khalayak audiens secepatnya. Berita keras disajikan dalam suatu program berita yang berdurasi mulai dari beberapa menit saja (misalnya breaking news) hingga program berita yang berdurasi 30 menit, bahkan satu jam. Berita keras sendiri dibagi menjadi beberapa bentuk berita, yaitu: a. Straight News Straight news berarti berita “langsung” (straight). Maksudnya suatu berita yang singkat (tidak detail) dengan hanya menyajikan informasi terpenting saja yang mencakup 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how) terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. Berita jenis ini sangat terikat waktu (deadline) karena informasinya sangat cepat basi jika terlambat disampaikan kepada audien. b. Feature Feature adalah berita ringan namun menarik. Pengertian “menarik” di sini adalah informasi yang lucu, unik, aneh, menimbulkan kekaguman, dan sebagainya. Pada dasarnya berita-berita semacam ini dapat dikatakan sebagai soft news karena tidak terlalu terikat dengan waktu penayangan, namun karena durasinya singkat (kurang dari 5 menit) dan ia menjadi bagian dari program berita, maka feature masuk dalam kategori hard news. c. Infotaiment Infotaiment adalah berita yang menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat (celebrity), dan karena sebagai besar dari mereka bekerja pada industri hiburan, seperti pemain film/sinetron, penyanyi dan sebagainya, maka berita mengenai mereka disebut juga dengan infotaiment. Infotaiment adalah salah satu bentuk berita keras karena memuat informasi yang harus segera ditayangkan. Dewasa ini infotaiment disajikan dalam program berita sendiri yang terpisah dan khusus menampilkan berita-berita mengenai kehidupan selebritis. 2. Berita Lunak Berita lunak atau soft news adalah segala informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (in-depth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. Berita yang masuk kategori ini ditayangkan pada satu program tersendiri di luar program berita. Program yang masuk kedalam berita lunak adalah sebagai berikut : a. Current Affair Current Affair adalah program yang menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita penting yang muncul sebelumnya namun dibuat secara lengkap dan mendalam. Dengan demikian, current affair cukup terikat dengan waktu dalam hal penayangan namun tidak seketat hard news batasan adalah bahwa selama isu yang dibahas masih mendapat perhatian khalayak, maka current affair dapat disajikan. b. Magazine Magazine adalah program yang menampilkan informasi ringan namun mendalam atau dengan kata lain magazine adalah feature dengan durasi yang lebih panjang. Magazine ditayangkan pada program tersendiri yang terpisah dari program berita. Magazine lebih menekankan pada aspek menarik suatu informasi ketimbang aspek penting. Suatu program magazine dengan durasi 30 menit atau satu jam dapat terdiri atas hanya satu topik atau beberapa topik. c. Dokumenter Dokumenter adalah program informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun disajikan dengan menarik. Gaya atau cara penyajian documenter sangat beragam dalam teknik pengambilan gambar, teknik editing, dan teknik pencitraannya; mulai dari yang sederhana hingga yang tersulit. Suatu program membuat documenter sebuah adakalanya film sehingga dibuat disebut seperti film documenter. d. Talk show Program talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahas suatu topic tertentu yang dipandu oleh seorang pembawa acara (host). Mereka yang diundang adalah orang-orang yang berpengalaman langsung dengan peristiwa atau topic yang diperbincangkan atau mereka yang ahli dalam masalah yang tengah dibahas. 2. Program Hiburan Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah sebagai berikut: 1. Drama Program drama adalah pertunjukan (show) yang meyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa orang (tokoh) - yang diperankan oleh pemain (artis) – yang melibatkan konflik dan emosi. Suatu drama akan mengikuti kehidupan atau petualangan para tokohnya. Program televisi yang termasuk dalam program adalah sebagai berikut : a. Sinetron Sinetron merupakan drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masingmasing tokoh memiliki alur cerita mereka sendirisendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir cerita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian (openended). b. Film Yang dimaksud film di sini adalah film layar lebar yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan film. Karena tujuan pembuatannya adalah untuk layar lebar (theater), maka biasanya film baru bisa ditayangkan di televisi setelah terlebih dahulu dipertunjukan di bioskop atau bahkan setelah film itu didistribusikan atau dipasarkan dalam bentuk VCD atau CD. 2. Permainan Permainan atau game show merupakan suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu ataupun kelompok (tim) yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu. Program ini pun dapat dirancang dengan melibatkan audien. Program permainan dapat dibagi menjadi tiga jenis: a. Quiz Show Quiz merupakan permainan yang menekankan pada kemampuan intelektualitas. Permainan ini biasanya melibatkan peserta dari kalangan orang biasa atau anggota masyarakat, namun terkadang pengelola program dapat menyajikan acara khusus yang melibatkan orang-orang terkenal (selebritis). b. Ketangkasan Peserta dalam permainan ini harus menunjukan kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati suatu halangan atau rintangan atau melakukan suatu permainan yang membutuhkan perhitungan dan strategi. c. Reality Show Program ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata (riil) dengan cara yang se alamiah mungkin tanpa rekayasa. Beberapa bentuk reality show adalah hidden camera (kamera tersembunyi), competition show, relationship show, fly on the wall, dan mistik. 3. Musik Program musik dapat ditampilkan dalam 2 format, yaitu videoklip atau konser. Program musik berupa konser dapat dilakukan di lapangan (outdoor) ataupun di dalam studio (indoor). 4. Pertunjukan Pertunjukan adalah program yang menampilkan kemampuan (performance) seseorang atau beberapa orang pada suatu lokasi baik di studio atauapun di luar studio. Jika mereka yang tampil adalah para musisi, maka pertunjukan itu menjadi pertunjukan musik atau jika yang tampil adalah juru masak, maka pertunjukan itu menjadi pertunjukan memasak. 2.2.4 Program Feature Feature sendiri memiliki definisi berita ringan namun menarik. Pengertian menarik disini adalah informasi yang lucu, unik, aneh, menimbulkan kekaguman, dan sebagainya. Pada dasarnya berita – berita semacam ini dapat dikatakan sebagai soft news karena tidak selalu terikat dengan waktu penayangan, namun karena durasinya yang singkat dan ia menjadi bagian dari program berita, maka features masuk kedalam hard news. (Morissan, 2011). Ada kalanya features terkait dengan suatu peristiwa penting, atau dengan kata lain terikat dengan waktu, dan karena itu harus segera disiarkan pada suatu program berita. Feature semacam ini sering dikatakan sebagai news feature, yaitu sisi lain dari suatu berita straight news yang biasanya lebih menekankan pada sisi human interest dari suatu berita. (Morissan, 2011). Demikian juga cara membuat features tidak berbeda jauh dengan cara membuat berita televisi. Namun karena features bukan informasi yang harus cepat disajikan agar tidak basi informasinya, maka membuat features sangat fleksibel sesuai kebutuhan. (Fachruddin, 2012) Features sendiri dapat dibagi kedalam menjadi beberapa bentuk mulai dari yang berdurasi singkat (1” – 2”), features yang terikat dengan peristiwa penting, sampai features sebagai program reportase. Features jenis ini dikemas lebih mendalam dan luas disertai sedikit sentuhan aspel Human Insterest agar lebih dramatika. Features ini bertujuan untuk menghibur dan mendidik melalui eksplorasi elemen manusiawi (human interest). (Fachruddin, 2012) Hal ini senada dengan yang dikatakan Wibowo (2009) features adalah suatu program yang membahas suatu pokok bahasan, satu tema, diungkapkan lewat berbagai pandangan yang saling melengkapi, mengurai, menyoroti secara kritis, dan disajikan dengan berbagai format. Hal yang perlu diperhatikan dalam features adalah setiap format yang disusun harus membicarakan pokok bahasan yang sama, tetapi dari sudut pandang dan tinjauan yang berbeda. Fachruddin (2012) menambahkan Features sendiri juga suatu berita yang membahas satu pokok bahasan, satu tema yang diungkap lewat berbagai pandangan yang saling melengkapi, mengurai, menyoroti secara kritis dan disajikan dengan berbagai kreasi. Penyajiannya features bobot informasinya ringan, dalam arti tidak langsung pada pokok persoalan (straight news). Pemaparan bahasanya bertutur dan sifat laporannya investigasi, maka features bisa juga disebut bagian dari liputan mendalam. Features sendiri adalah gabungan antara unsure opini, dokumenter, dan ekspresi. Features di televisi memiliki pengaruh yang sangat dalam bagi pemirsa, karena dapat diliat secara fisik tanpa narasi panjang. Gambar dan atmosfer yang terekam dalam kamera lebih memberikan gambaran yang sesungguhnya. Ciri features televisi lebih luwes pendekatannya dibandingkan hard news. Features biasanya tidak terikat dengan piramida terbalik, dimana pokok pikiran bisa disajikan ditengah atau diakhir, karena kesimpulan cerita bisa saja tercapai sebelum cerita itu berakhir. Features sendiri bukan hanya menyampaikan informasi semata melainkan lebih pada aspek penyajian yang menyentuh hati. Untuk masalah data features haruslah menyajikan data yang kuat didalamnya. Karena features dibuat untuk menyentuh perasaan pemirsa, tetapi berdasarkan konteks yang kuat. Selain penyajian data yang kuat, features sebaiknya penuh dengan warna. Warna disini maksudnya adalah unsur – unsur dalam features mulai dari percakapan, cerita dan penuturannya yang mengalir. Dalam program features, Fachruddin (2012) mencoba mengartikan features sebagai dasar dari sesuatu paket. Hal ini tejadi karena : 1. Perencanaan, praproduksi, produksi, hingga finishing dapat dikerjakan oleh seorang produser / reporter dan juru kamera 2. Tidak memerlukan peralatan yang banyak karena hanya dua orang sehingga sangat efisien dan efektif 3. Kemurnian materi cerita / realita atau fakta menjadi bahasan cerita sehingga tidak ada manipulasi makna dan tujuan program ini. 2.3 Teori Khusus 2.3.1 Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda ini sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. (Wibowo, 2013) Kajian semiotika sampai sekarang dibedakan menjadi dua jenis, yakni: 1. Semiotika komunikasi Semiotika ini menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan. 2. Semiotika signifikasi Semiotika ini tidak ‘mempersoalkan’ adanya tujuan berkomunikasi. Pada jenis ini, yang lebih diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada prosesnya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilahnya Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2004). Tanda adalah segala sesuatu –warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain –yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Kata red, seperti yang telah kita lihat, dikategorikan sebagai tanda karena ia bukan merepresentasikan bunyi r-e-d yang membangunnya, melainkan sejenis warna dan hal lainnya. Tanda juga dapat didefisinikan sebagai sesuatu yang merepresentasikan seseorang atau sesuatu yang lain dalam kapasitas atau pandangan tertentu (Danesi, 2011). Menurut Alex Sobur (2011), dalam bukunya yang berjudul Semiotika Komunikasi, ada dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda yang biasanya menjadi rujukan para ahli (Berger, 2000b:11-22). Pertama, adalah pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan sebuah konsep di mana citra bunyi disandarkan. Kedua, adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Peirce (1839-1914). Peirce (dalam Berger, 2000b:14) menandaskan bahwa tandatanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat,dan simbol untuk asosiasi konvensional. Berikut adalah beberapa pokok dan tokoh semiotika yang dijabarkan oleh Alex Sobur (2011) dalam bukunya yang berjudul Semiotika Komunikasi: 1. Pragmatisme Charles Sanders Peirce Peirce terkenal karena teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Peirce, sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Perumusan yang terlalu sederhana ini menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (atau objek B), kepada penafsirnya, yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut. Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari Kepertamaan, objeknya adalah Kekeduaan, dan penafsirnya–unsur pengantara–adalah contoh dari Keketigaan. Peirce memang berusaha untuk menemukan struktur terner di mana pun mereka bisa terjadi. Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, dan penangkapan [hipotesis] membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar bisa ada sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti harus memiliki penafsir). 2. Teori Tanda Ferdinand de Saussure Dalam pandangan Saussure, tanda merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi–dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda. Jadi, penanda dan petanda merupakan unsur-unsur mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, kehadiran yang satu berarti pula kehadiran yang lain seperti dua sisi kertas (Masinambow, 2000a:12). Bagi Saussure, hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Menurut Saussure, ini tidak berarti “bahwa pemilihan penanda sama sekali meninggalkan pembicara” namun lebih dari itu adalah “tak bermotif”, yakni arbitrer dalam pengertian penanda tidak mempunyai hubungan alamiah dengan petanda (Saussure, 1996, dalam Berger, 2000b:11). Menurut Saussure (dalam Budiman, 1999a:77), prinsip kearbitreran bahasa atau tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya, ada tanda-tanda yang benar-benar arbitrer, tetapi ada pula yang hanya relatif. Kearbitreran bahasa sifatnya bergradasi. Di samping itu, ada pula tanda-tanda yang bermotivasi, yang relatif nonarbitrer. 3. Linguistik Struktural Roman Jakobson Berbicara mengenai pandangan Jakobson, dapat dikemukakan bahwa bagi dia, bahasa itu memiliki enam macam fungsi (Sudaryanto, 1990:12), yaitu: (1) fungsi referensial, pengacu pesan; (2) fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara; (3) fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicar yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak; dan (6) fungsi puitis, penyandi pesan. Setiap fungsi bersejajar dengan faktor fundamental tertentu yang memungkinkan bekerjanya bahasa. Fungsi referensial (1) sejajar dengan faktor konteks atau referen; fungsi emotif (2) sejajar dengan faktor pembicara; fungsi konatif (3) sejajar dengan faktor pendengar yang diajak berbicara; fungsi metalingual (4) sejajar dengan faktor sandi atau kode; fungsi fatis (5) sejajar dengan faktor kontak (awal komunikasi); dan fungsi puitis (6) sejajar dengan faktor amanat atau pesan. 4. Semiologi dan Mitologi Roland Barthes Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes kemudian menciptakan peta bagaimana tanda bekerja. G a 1. Signifier m b (penanda) 2. Signified (petanda) 3. Denotative sign (tanda denotatif) a r G 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF) G a m 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes Peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Jadi terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah dan konotasi merupakan makna yang tersirat. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Sehingga Barthes mengasosiasikan denotasi dengan ketertutupan makna, mungkin ini dikarenakan orang cenderung berhenti pada tahap signifikasi pertama tanpa mau repot memikirkan makna konotasi di balik tanda tertentu. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’. Di dalam mitos, terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. 5. Semiotika Revolusioner dan Semanalisis Julia Kristeva Van Zoest (1993:4) menyebut Kristeva sebagai pencetus munculnya semiotika ekspansif. Ciri aliran ini, menurut van Zoest, ialah adanya sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan filsafat. Karena begitu terarahnya pada sasaran, semiotika jenis ini terkadang disebut ilmu total baru. Dalam semiotika jenis ini, pengertian ‘tanda’ kehilangan tempat sentralnya. Tempat itu diduduki oleh pengertian produksi arti. Penelitian yang menilai tanda terlalu statis, terlalu nonhistoris, dan terlalu reduksionistis, diganti oleh penelitian yang disebut praktik arti. Para ahli semiotika jenis ini, tanpa merasa keliru dalam bidang metodologi, mencampurkan analisis mereka dengan pengertian-pengertian dari dua aliran hermeneutika yang sukses pada zaman itu, yakni psikoanalisis dan Marxisme. 6. Dekonstruksi dan “Semiotics of Chaos” Derrida Derrida menolak konsep adanya hubungan langsung antara bahasa kita dan realitas di luar kita. Senjata yang Derrida gunakan adalah dekonstruksi. Dekonstruksionisme menjadi paham yang amat penting dan berpengaruh besar terutama sekali karena ia menghadapkan dirinya dengan satu paham yang amat berakar dalam dan lama tradisi filsafat dan pemikiran pada umumnya, tradisi yang hidup berabda-abad dan tetapi hidup sampai sekarang. Paham itu adalah apa yang oleh Derrida disebut sebagai logosentrisme tadi atau fonosentrisme. Derrida (Selden, 1989, dikutip Faruk, 2001:179) mendefinisikan logosentrime sebagai ‘keinginan akan suatu pusat’. Asal istilahnya berpusat pada Perjanjian Baru, logos, yang mengkonsentasikan pusat kehadiran pada sabda Tuhan, pada mulanya adalah ‘kata’. Dalam bahasa Yunani, logos itu sendiri ‘kata’. Dan ‘kata’ berarti sesuatu yang diucapkan, bersifat fonotok, sehingga logosentrisme juga disebut fonosentrisme. Dekonstruksi sangat sulit didefinisikan. Justru dekonstruksi menolak definisi karena Derrida menghalangi pendefinisian tersebut (Grenz, 2001:235). Ia mulai dengan menegaskan bahwa dekonstruksi bukan sebuah metode atau sebuah teknik, atau sebuah gaya kritik sastra literatur atau sebuah prosedur untuk menafsirkan teks. 2.3.2 Semiotika Perspektif Ferdinand de Saussure Saussure terkenal karena teorinya mengenai tanda. Ia sebetulnya tidak pernah mencetak pemikirannya menjadi buku, namun catatan-catatannya dikumpulkan oleh murid-muridnya menjadi sebuah outline.karyanya yang disusun dari tiga kumpulan catatan kuliah saat ia memberi kuliah linguistik umum di Universitas Jenewapada tahun 1907, 1908-1909, dan 1910-1911 ini kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul Course in General Linguistic. Karya ini di kemudian hari merupakan sumber teroi linguistik yang paling berpengaruh. Kita mengenalnya dengan istilah “strukturalisme”. Banyak aliran linguistik yang berlainan dapat dibedakan pada waktu ini, tetapi semuanya secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi (dengan berbagai tingkat) oleh course de Saussure. (Sobur, 2004) Menurut Stanley J. Grenz melalui Alex Sobu (2004), kehebatan Saussure adalah ia berhasil menyerang pemahaman “historis” terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19. Pandangan abad ke-19 memulai studi bahasa dengan fokus kepada perilaku linguistik nyata. Studi demikian menelusuri perkembangan kata – kata dan ekspresi sepanjang sejarah, mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan pendidik, perubahan jumlah penduduk, dan faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku linguistik manusia. Saussure menggunakan pendekatan anti-historis yang melihat bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara internal. Ia mengusulkan teori bahasa yang disebut “strukturalisme” untuk menggantikan pendekatan “historis” dari para pendahulunya. Semiotik sebagai ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia melihat semua yang hadir dalam kehidupan adalah tanda yang harus diberi makna. Para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). De Saussure menggunakan istilah significant untuk segi maknanya. Dengan demikian, de Saussure dan para pengikutnya (antara lain Roland Barthes) melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersebut) di dalam kognisi manusia. Dalam teori de Saussure, significant bukanlah bunyi bahasa. Dengan demikian, apa yang ada dalam kehidupan kita dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu (Hoed, 2011). Alex Sobur (2004) melengkapi apa yang dikatakan Benny H. Hoed diatas mengenai keterakitan Saussure dengan tanda, bahwa tanda adalah hal pokok pada teori Saussure. Dimana menurut Saussure, bahasa adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda dan setiap tanda tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure, bahasa merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara – suara, baik suara manusia, binatang atau bunyi – bunyian, hanya bisa dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut tersebut mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan ide – ide, pengertian- pengertian tertentu. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi , penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mentalm pikiran, atau konsep. Jadi mesti diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bhasa yang konkret, kedua unsur tadi tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi: Penanda atau petanda; signifier atau signified; signifiant atau signifie. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa – apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistis. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. (Sobur, 2004) Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussure, pada dasarnya menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara, bukan menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan merupakan penadan, sedang konsepnya adalah petanda. Dua unsur ini tidak bisa dipisahkan sama sekali. Pemisahan hanya akan menghancurkan ‘kata’ tersebut. ambil saja, misalnya, sebuah kata apa aja, maka kata tersebut pasti menunjukkan tidak hanya suatu konsep yang berbeda, namun juga suara yang berbeda. 2.3.3 Konsep Humanisme Manusia dalam hubungan sehari-harinya senantiasa melakukan hubungan antara satu dengan yang lain. Dalam hubungan seperti itu, manusia membentuk masyarakat, berkembang saling mempengaruhi, saling membantu, dan saling mencintai, bahkan saling bersaing. Hubungan kejiwaan di antara manusia ini disebut dengan human relations (Soepardjo : 1999). Dalam human relations ini terdapat moral dan etika untuk berbuat baik, yang merupakan dasar dari humanisme. Menurut Abidin (2002), humanisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang tertinggi dengan menempatkan menjunjung manusia sebagai makhluk nilai- nilai kemanusiaan yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan sesuatu yang bersifat kemanusiaan. Sedangkan orang yang mendambakan dan memperjuagnkan hidup yang lebih baik berdasar asas kemanusiaan disebut dengan humanis. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini adalah pandangan humanistis atau humanimse. Humanisme berasal dari kata humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti bersifat manusiawi sesuai dengan kodrat manusia (Syariati, 1996). Istilah humanisme memiliki suatu nada yang simpatik. Istilah ini menampilkan suatu dunia yang penuh dengan konsepkonsep dan nilai-nilai penting seperti : martabat manusia, nilainilai kemanusiaan, hak azazi manusia, dan sebagainya. Pentingnya menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan merupakan prinsip seorang humanis (Syariati, 1996). Dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika dalam setiap hubungan antar manusia untuk berbuat baik. Moral dan etika memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menuntun manusia dalam hidup kesehariannya. Ia mengajarkan apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan dan dihindarkan, ia juga mengajarkan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita (Syariati, 1996). Syariati (1996:41) mengutarakan bahwa dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maka sikap dan perilaku kita harus senantiasa mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi penindasan atau pemerasan. Segala aktivitas bersama berlangsung dalam keseimbangan, kesetaraan, dan kerelaan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan antara lain : 1. Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. 2. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya. 3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain. 4. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong orang lain, memberi bantuan kepada yang membutuhkan. Perasaan kemanusiaan merupakan perasaan yang timbul secara spontan yang merupakan kecenderungan gerak hati setiap manusia. Perasaan kemanusiaan bersifat universal. Syariati (1996:42) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama manusia. Ciri-ciri perasaan kemanusiaan sebagai berikut : 1. Mengakui harkat dan memperlakukan manusia sesuai dengan dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. 2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak azasi manusia, dan kewajiban setiap manusia tanpa suku, agama, ras, dan antar golongan. membeda-bedakan 3. Mengembangkan sikap saling mencintai antar sesama manusia. 4. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 6. Melakukan kegiatan kemanusiaan 7. Membela kebenaran dan keadilan. Dari definisi mengenai perasaan kemanusiaan di atas dapat diketahui bahwa setiap manusia yang memiliki hati nurani untuk mengembangkan sikap saling mencintai terhadap sesamanya dan mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain mencerminkan kecintaannya terhadap sesamanya.