BAB II - Library Binus

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 State of the Art
Sebelum peneliti memulai penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang
menggunakan teori semiotika untuk mengkaji fenomena – fenomena sosial. Salah
satunya adalah sebuah tesis berjudul “Representasi Etnis dalam Program Televisi
Bertema Komunikasi Antarbudaya” oleh Rahma Novita. Dalam penelitian ini,
Rahma membahas program “Ethnic Runaway” yang ditayangkan di Trans TV
dan bagaimana cara tayangan dari program ini merepresentasikan Suku Toraja
kepada penontonnya. Apa yang menjadi perbedaan dari penelitian Rahma dan
penelitian saya adalah, pada penelitian yang dilakukan oleh Rahma, pembahasan
fokus pada konten dari sebuah program yang kemudian dapat memberikan efek
negatif. Sedangkan pada penelitian saya, pembahasan lebih berfokus pada
bagaimana pemaknaan budaya humanis pada tayangan DAAI Inspirasi.
Penelitian selanjutnya yang juga menggunakan teori semiotika adalah jurnal
“Analisis Semiotika Pada Film Laskar Pelangi” oleh Lidya Ivana Rawung.
Dalam jurnal ini, Lidya berusaha untuk menganalisis makna pesan apa yang
berusaha disampaikan oleh film Laskar Pelangi menggunakan semiotika
perspektif Ferdinand De Saussure. Persamaan dari penelitian ini dengan
penelitian saya adalah penelitian kami sama – sama menggunakan semiotika
perspektif Ferdinand De Saussure. Perbedaan yang terdapat pada penelitian kami
adalah bahwa Lidya membahas pesan apa yang terkandung dalam film Laskar
Pelangi, sedangkan saya bukan membahas pesan apa di dalam tayangan DAAI
Inspirasi namun bagaimana cara DAAI Inspirasi memaknai budaya humanis.
“Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A-mild Versi
“Cowok Blur” Go Ahead 2011” adalah penelitian selanjutnya yang menggunakan
teori semiotika. Fachrial Daniel, sebagai peneliti, menggunakan teori semiotika
Roland Barthes untuk membahas mengenai pesan yang terkandung dalam sebuah
iklan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah selain penelitian ini
membahas mengenai iklan, penelitian ini juga fokus kepada pembahasan makna
konsep diri yang terkandung pada iklan. Sedangkan penelitian saya akan
berfokus pada makna humanisme yang terkandung pada tayangan DAAI
Inspirasi.
Selanjutnya peneliti juga menjadikan jurnal hasil tulisan Rupert Stasch yang
berjudul “The Camera and the House: The Semiotics of New Guinea “Treehouses” in Global Visual Culture” sebagai acuan dalam melakukan penelitian
ini. Dengan fokus penelitian pada makna apa yang terkandung dalam rumah adat
Papua sehingga rumah adat ini sangat laku di media massa, penelitian ini jelas
berbeda dengan penelitian saya. Dimana penelitian saya sendiri lebih berfokus
pada bagaimana pemaknaan budaya humanis dalam salah satu program di media
massa Indonesia, yaitu DAAI TV.
Penelitian terakhir adalah penelitian oleh Dahlan Bin Abdul Ghani yang
berjudul “The Study o Semiotics of Wayang Kulit Theater in Malay Society
Culture”. Penelitian ini melihat adanya keunikan pada seni teater wayang.
Dimana wayang sendiri sarat akan simbol – simbol penting dan filososofi yang
menjadi arahan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat Malaysia. Walaupun
penelitian kami sama – sama mencoba menjelaskan simbol – simbol penting di
dalam unsur budaya, perbedaan penelitian kami adalah untuk penelitian
mengenai wayang ini, berfokus pada nilai – nilai simbolisme di dalam pentas
kebudayaan tradisional. Sedangkan penelitian saya berfokus pada nilai – nilai
simbolisme di dalam sebuah acara televisi swasta yang menjangkau lebih banyak
masyarakat di dalamnya.
Ellen
Rahma Novita
Fachrial Daniel
Lidya
(Universitas Bina (lib.ui.ac.id)
(download.portal
Rawung
Nusantara)
garuda.org)
(ejournal.unstrat.a re
Jurnal
c.id)
o.
Jurnal
Ju
Analisis
Th
Tesis
Skripsi
Judul
Analisisi
Proses Representasi
Produksi
DAAI Etnis
Inspirasi
Analisis
dalam Semiotika
Program Televisi Tentang
Ivana Ru
(e
Semiotika
Konsep Film
pada an
Laskar Th
Bertema
Diri dalam Iklan Pelangi
of
Komunikasi
Rokok
“T
Antarbudaya:
Versi
“Cowok
in
Analisis
Blur” Go Ahead
Vi
Semiotika
2011
A
Mild
Terhadap
Program Televisi
“Ethnic
Runaway”
Episode
Suku
Toraja
Masalah
Program
DAAI Adanya
makna Iklan tidak hanya Perbedaan potret Ba
Inspirasi sebagai denotasi,
sebuah
memiliki
wadah konotasi,
penyebaran
mitos
dalam menggugah
menayangkan
te
Indonesia saat ini m
yang perasaan tertentu, dengan apa yang ru
disampaikan
programnya yang tayangan
da
dan tarik dan harus pendidikan
budaya humanis pesan
melalui
daya kenyataan
tapi juga memiliki digambarkan oleh Pa
Ethnic pesan tertentu.
Runaway.
film
Laskar (K
Pelangi.
se
kegiatan relawan
sa
Yayasan Buddha
te
Tzu Chi.
Teori
- Proses
- Komunikasi
-Semiotika
- Semiotika
-S
produksi
antarbudaya
Roland Barthes
Ferdinand
-F
-
Semiotika
- Semiotika
Roland
- Konsep diri
de Saussure
- Iklan
- Film
Kualitatif
Kualitatif
Barthes
Metode
Hasil
Kualitatif
Kualitatif
K
Adegan
dalam Rokok
Makna
pesan K
tayangan
Ethnic merupakan
Laskar
Pelangi da
Runaway
barang
yang adalah
penerus fo
menghasilkan
sangat
bangsa
harus pr
mitos
mengenai mempengaruhi
terus
suku
Toraja, konsep diri anak jangan
seperti
Toraja muda
memiliki
tradisi menjadi
aneh,
gaya kalah
hidup anak muda.
makanannya
kesulitan.
pernah m
dan K
dengan di
m
in
menjijikan,
tradisinya
dab menyerah
belajar, pe
sarat
dengan kekerasan
dan menakutkan.
2.2 Teori Umum
2.2.1 Komunikasi Massa
Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass
communication, sebagai kependekan dari mass media communication
(komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan
media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass
communications atau communications diartikan sebagai salurannya,
yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of
mass communications (Susanto dalam Wiryanto, 2006)
Kata massa dalam komunikasi massa bukan sekadar orang banyak
disuatu lokasi yang sama. Mereka dapat tersebar atau terpencar di
berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan
dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Massa di sini
kita artikan sebagai “Meliputi semua orang yang menjadi sasaran alatalat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran”.
Massa mengandung pengertian orang banyak. (Wiryanto, 2006)
Joseph
A.
Devito
dalam
bukunya,
Communicology:
An
Introduction to the Study of Communication, menampilkan definisinya
mengenai komunikasi massa dengan lebih tegas, yakni sebagai berikut:
“First, mass communication is communication addressed to the
masses, to an extremely large audience. This does not mean that
the audience includes all people or everyone who reads or
everyone who watches television; rather it means an audience that
is large and generally rather poorly defined.
Second, mass communication is communication mediated by audio
and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most
easily and most logically defined by its forms: television, radio,
newspapers, magazines, film, books, and tapes”
(Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan
kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini
tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau
semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton
televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada
umumnya agak sukar untuk didefinisikan.
Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa
barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan
menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar majalah, film, buku,
dan pita)
Dari beberapa pemahaman yang ada diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang
tidak dapat terjadi jika tidak menggunakan media massa. Selain dengan
media massa, komunikasi massa juga berkaitan dengan khalayak yang
banyak. Khalayak disini juga dapat dikatakan sebagai sasaran dari para
penggerak media massa.
2.2.1.1 Ciri – ciri komunikasi massa
Severin dan Tankard, Jr., mengatakan bahwa komunikasi
massa itu adalah keterampilan, seni, dan ilmu. Kemudian Effendy
(2006) mengaitkan itu dengan pendapat Devito bahwa komunikasi
massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa
dibandingkan
dengan
jenis-jenis
komunikasi
lainnya,
maka
komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh
sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Berbeda dengan komunikasi antarpersona (interpersonal
communication) yang berlangsung dua arah (two-way traffic
communication), komunikasi massa berlangsung satu arah (one-way
communication). Ini berarti bahwa tidak terapat arus balik dari
komunikan kepada komunikator. Dengan lain perkataan, wartawan
sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembacanya
terhadap pesan atau berita yang disiarkannya itu.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan
lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Sebagai konsekuensi
dari sifat komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses
komunikasi ditunjang oleh orang-orang lain. kemunculannya dalam
media komunikasi tidak sendiri, tetapi bersama orang lain. Tulisan
seorang wartawan surat kabar, misalnya, tidak mungkin dapat dibaca
khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan managing editor,
layout man, korektor, dan lain-lain. wajah dan suara penyiar televisi
tak mungkin dapat dilihat dan didengar jika tidak ditunjang oleh
pekerjaan pengarah acara, jurukamera, jurusuara, dan sebagainya.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum
(public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan
umum. Jika tidak ditujukan kepada perseorangam atau kepada
sekelompok orang tertentu. Hal itulah yang antara lain membedakan
media massa dengan media nirmassa. Surat, telepon, telegram, adalah
media nirmassa, bukan media massa, karena ditujukan kepada orang
tertentu. Media massa sendiri tidak akan menyiarkan suatu pesan yang
tidak menyangkut kepentingan umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk
menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak
dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang
merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi
lainnya. Bandingkan
misalnya poster atau papan pengumuman
dengan radio siaran yang sama-sama merupakan media komunikasi.
Pesan yang disampaikan melalui poster atau papan pengumuman
kepada khalayak tidak diterima oleh mereka dengan melihat poster
atau papan pengumuman itu secara serempak bersama-sama, tetapi
secara bergantian. Lain dengan pesan yang disampaikan melalui radio
siaran. Oleh karena itulah, pada umumnya yang termasuk ke dalam
media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film
yang mengandung cirri keserempakan tersebut.
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen
Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota
masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai
sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Heterogenitas
khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator
dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap
individu dari khalayak itu menghendaki agar keinginannya dipenuhi.
2.2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa
Menurut Effendy (2013), komunikasi massa merupakan bagian atau
suatu bentuk dari komunikasi yang begitu luas, maka uraian dari fungsi
komunikasi juga bisa menjadi fungsi komunikasi massa dengan media
massanya yang dapat menjangkau khalayak yang amat luas, baik local,
nasional, maupun internasional. Maka Effendy (2013), berdasarkan Joseph R.
Dominick, menyatakan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:

Pengawasan (surveillance)
Dominick mengatakan bahwa surveillance mengacu kepada yang kita
kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media
mengambil
tempat
para
pengawal
yang
pekerjaannya
mengadakan
pengawasan. Fungsi pengawasan dapat dibagi menjadi dua jenis:
 Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance)
Pengawasan jenis ini terjadi jika media menyampaikan
informasi kepada kita mengenai ancaman taufan, letusan gunung api,
kondisi ekonomi yang mengalami depresi, meningkatnya inflasi, atau
serangan militer. Peringatan ini dapat diinformasikan segera dan
serentak (program televisi diinterupsi untuk memberitakan peringatan
bahaya tornado).
 Pengawasan instrumental (instrumental surveillance)
Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang
berguna bagi kehidupan sehari-hari. Berita tentang film yang
dipertunjukkan di bioskop setemoat, harga barang kebutuhan di pasar,
produk-produk baru, dan lain-lain adalah contoh-contoh pengawasan
instrumental.

Interpretasi (interpretation)
Yang erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi
interpretasi. Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga
informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.
Fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga
berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindirian. Dalam dunia
jurnalistik cara-cara menyindir seperti itu sudah lazim sehingga yang
bersangkutan tidak pernah marah, apalagi memprotes.

Hubungan (linkage)
Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di
dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran
perseorangan. Banyak contoh mengenai hal ini, misalnya kegiatan periklanan
yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual. Fungsi
hubungan yang dimiliki media itu sedemikian berpengaruhnya kepada
masyarakat sehingga dijuluki “public making” abitliy of the mass media atau
kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media massa.

Sosialisasi
Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan
membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari
bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.
Di antara jenis-jenis media massa, televisi termasuk media yang daya
pervasinya paling kuat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini
karena insan-insan yang belum berusia dewasa ini belum mempunyai daya
kritik sehingga ada kecenderungan mereka meniru perilaku orang-orang yang
dilihat mereka pada layar televisi tanpa menyadari nilai-nilai yang
terkandung.

Hiburan (entertainment)
Hal ini memang jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara.
Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi
utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan
selalu ada, apakah itu cerita pendek, cerita panjang, atau cerita bergambar.
2.2.2 Media Massa
2.2.2.1 Bentuk media massa
Ardianto, Komala, dan Karinah (2012) mengemukakan
beberapa bentuk media massa sebagai berikut:

Surat Kabar
Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi,
hiburan dan persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat
kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama
khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan
setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.karenanya sebagian
besar rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita.
Namun demikian, fungsi hiburan surat kabar pun tidak
terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan, feature
(laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang
unik), rubrik cerita bergambar atau komik, serta cerita
bersambung. Begitu pula dengan fungsinya mendidik dan
memengaruhi akan ditermukan pada artikel ilmiah, tajuk
rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers, khususnya
surat kabar pada perkembangannya bertambah, yakni sebagai
alat control sosial yang konstruktif.

Majalah
Menurut Dominick pula, klasifikasi majalah dibagi ke
dalam lima kategori utama, yakni:
a.
General consumer magazine.
Majalah konsumen umum ini menyajikan informasi
tentan produk dan jasa yang diiklankan pada halamanhalaman tertentu.
b.
Business publication.
Majalah-majalah bisnis (disebut juga trade
publication) melayani secara khusus informasi bisnis,
industri atau profesi.
c.
Literacy reviews and academic journal.
Terdapat ribuan nama majalah kritik sastra dan
majalah ilmiah, yang pada umumnya memiliki
sirkulasi dibawah 10 ribu, dan banyak diterbitkan oleh
organisasi-organisasi nonprofit, universitas, yayasan
atau organisasi profesional.
d.
Newsletter.
Media
ini
dipublikasikan
dengan
bentuk
khusus, 4-8 halaman dengan perwajahan khusus pula.
Media ini didistribusikan secara gratis atau dijual
secara berlangganan.
e.
Public relations magazines.
Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan,
dan
dirancang
untuk
sirkulasi
pada
karyawan
perusahaan, agan, pelanggan dan pemegang saham.

Radio
Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat
luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaannya, radio
siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan
bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi kabel, electronic
games¸dan personal casset players. Keunggulan radio siaran
adalah berdasa dimana saja: di tempat tidur (ketika orang akan
tidur atau bangun tidur), di dapur, di dalam mobil, di kantor, di
jalanan, di pantai dan berbagai tempat lainnya.

Televisi
Televisi sebagai media yang paling berpengaruh pada
kehidupan manusia, memiliki fungsi yang sama dengan media
massa yang lainnya, yakni memberi informasi, mendidik,
menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih
dominan pada media televisi sebagaimana hasil penelitianpenelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu
Komunikasi
UNPAD,
yang
menyatakan
bahwa
pada
umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah
untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh
informasi.

Film
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari
komunikasi massa visual dibelahan dunia ini. Lebih dari
ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan
film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan
Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah
menggeser anggapan orang yang masih menyakini bahwa film
adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan
memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh
estetika
(keindahan)
yang
sempurna.
Meskipun
pada
kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah
bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi
mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah
artistik film itu sendiri.

Internet
Laquey mengatakan internet merupakan jaringan longgar
dari ribuan komputer yang menjangkau jutaan orang di seluruh
dunia. Misi awalnya adalah menyediakan sarana bagi pada
peneliti untuk mengakses data dari sejumlah sumber daya
perangkat keras komputer yang mahal. Namun, sekarang
internet telah berkembang menjadi ajang kominikasi yang
sangat cepat dan efektif, sehingga telah menyimpang jauh dari
misi awalnya. Dewasa ini, internet telah tumbuh menjadi
sedemikian besar dan berdaya sebagai alat informasi dan
komunikasi yang tak dapat diabaikan.
Informasi penting yang tersedia di internet jumlahnya
terus meningkat. Ini mencakup berbagai arsip gratis dan arsip
umum, katalog perpustakaan, layanan pemerintah, dan
sebagainya, dan berbagai pangkalan data komersial. Internet
ibarat cairan yang berubah setiap detik: begitu beritanya
mengalir, maka pandangan yang berbeda, laporan, dan aneka
pendapat mengairi berbagai arsip dan forum.
2.2.3 Televisi
2.2.3.1 Karakteristik
Ditinjau dari stimulasi alat indra, beberapa media massa lain
seperti radio, surat kabar, dan majalah memiliki hanya satu alat indra
yang mendapat stimulus (Ardianto, Komala, dan Karlinah, 2012).
Sedangkan untuk televisi, ada beberapa karakteristik yang dijabarkan
sebagai berikut:
a) Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus
dapat dilihat (audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya
mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi
dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti
gambar lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada
kesesuaian secara harmonis.
b) Berpikir dalam Gambar
Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi
adalah pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca
naskah acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture).
Begitu pula bagi seorang komunikator yang akan menyampaikan
informasi, pendidikan atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan
berpikir dalam gambar. Sekalipun ia tidak membuat naskah, ia dapat
menyampaikan
keinginannya
kepada
pengarah
acara
tentang
penggambaran atau visualisasi dari acara tersebut.
Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam
gambar.
Pertama,
adalah
visualisasi
(visualization),
yakni
menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi
gambar secara individual. Tahap Kedua dari proses berpikir dalam
gambar
adalah
penggambaran
(picturization),
yakni
kegiatan
merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga
kontinuitasnya mengandung makna tertentu
c) Pengoperasian Lebih Kompleks
Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi
siara lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk
menayangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang
pembawa berita saja dapat melibatkan 10 orang. Mereka terdiri dari
produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemadu
gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias,
juru suara, dan lain-lain. Bila menyangkuat acara drama musik yang
lokasinya di luar studio, akan lebih banyak lagi melibatkan orang
kerabat kerja televisi (crew).
Dari karakteristik yang dijabarkan diatas, televisi dapat digambarkan sebagai
media massa yang memiliki keunggulan dibandingkan media massa yang lainnya,
karena televisi mempunyai audio dan visual sebagai stimulusnya. Dengan adanya
audio dan visual sebagai stimulus, maka dalam penyusunan konten televisi,
penyusun harus berpikir secara visual, agar konten yang dihasilkan sesuai untuk
dilihat maupun didengar. Pengoperasian televisi juga lebih rumit dibandingkan
media massa lainnya.
2.2.3.2 Jenis Program Televisi
Morrisan (2009) mengatakan jenis program televisi dapat
dikelompokan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya, yaitu
sebagai berikut:
1. Program Informasi
Program informasi di televisi, sesuai dengan namanya,
memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu
penonton terhadap suatu hal. Program informasi adalah segala jenis
siaran yang tujuannya untuk member tambahan pengetahuan
(informasi) kepada khalayak audiens. Berikut adalah dua bagian besar
dari program informasi:
1. Berita keras
Berita keras atau hard news adalah segala informasi
penting dan/atau menarik yang harus segera disiarkan oleh
media
penyiaran
karena
sifatnya
yang
harus
segera
ditayangkan
agar
dapat
diketahui
khalayak
audiens
secepatnya.
Berita keras disajikan dalam suatu program berita yang
berdurasi mulai dari beberapa menit saja (misalnya breaking
news) hingga program berita yang berdurasi 30 menit, bahkan
satu jam. Berita keras sendiri dibagi menjadi beberapa bentuk
berita, yaitu:
a. Straight News
Straight
news
berarti
berita
“langsung”
(straight). Maksudnya suatu berita yang singkat (tidak
detail) dengan hanya menyajikan informasi terpenting
saja yang mencakup 5W+1H (who, what, where, when,
why, dan how) terhadap suatu peristiwa yang
diberitakan. Berita jenis ini sangat terikat waktu
(deadline) karena informasinya sangat cepat basi jika
terlambat disampaikan kepada audien.
b. Feature
Feature adalah berita ringan namun menarik.
Pengertian “menarik” di sini adalah informasi yang
lucu, unik, aneh, menimbulkan kekaguman, dan
sebagainya. Pada dasarnya berita-berita semacam ini
dapat dikatakan sebagai soft news karena tidak terlalu
terikat dengan waktu penayangan, namun karena
durasinya singkat (kurang dari 5 menit) dan ia menjadi
bagian dari program berita, maka feature masuk dalam
kategori hard news.
c. Infotaiment
Infotaiment adalah berita yang menyajikan
informasi mengenai kehidupan orang-orang yang
dikenal masyarakat (celebrity), dan karena sebagai
besar dari mereka bekerja pada industri hiburan, seperti
pemain film/sinetron, penyanyi dan sebagainya, maka
berita
mengenai
mereka
disebut
juga
dengan
infotaiment. Infotaiment adalah salah satu bentuk
berita keras karena memuat informasi yang harus
segera ditayangkan. Dewasa ini infotaiment disajikan
dalam program berita sendiri yang terpisah dan khusus
menampilkan
berita-berita
mengenai
kehidupan
selebritis.
2. Berita Lunak
Berita lunak atau soft news adalah segala informasi
yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam
(in-depth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan.
Berita yang masuk kategori ini ditayangkan pada satu program
tersendiri di luar program berita. Program yang masuk
kedalam berita lunak adalah sebagai berikut :
a. Current Affair
Current
Affair
adalah
program
yang
menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita
penting yang muncul sebelumnya namun dibuat secara
lengkap dan mendalam. Dengan demikian, current
affair
cukup
terikat dengan
waktu
dalam
hal
penayangan namun tidak seketat hard news batasan
adalah bahwa selama isu yang dibahas masih mendapat
perhatian
khalayak,
maka
current
affair
dapat
disajikan.
b. Magazine
Magazine adalah program yang menampilkan
informasi ringan namun mendalam atau dengan kata
lain magazine adalah feature dengan durasi yang lebih
panjang.
Magazine
ditayangkan
pada
program
tersendiri yang terpisah dari program berita. Magazine
lebih menekankan pada aspek menarik suatu informasi
ketimbang aspek penting. Suatu program magazine
dengan durasi 30 menit atau satu jam dapat terdiri atas
hanya satu topik atau beberapa topik.
c. Dokumenter
Dokumenter adalah program informasi yang
bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun
disajikan dengan menarik. Gaya atau cara penyajian
documenter sangat beragam dalam teknik pengambilan
gambar, teknik editing, dan teknik pencitraannya;
mulai dari yang sederhana hingga yang tersulit. Suatu
program
membuat
documenter
sebuah
adakalanya
film
sehingga
dibuat
disebut
seperti
film
documenter.
d. Talk show
Program talk show atau perbincangan adalah
program yang menampilkan satu atau beberapa orang
untuk membahas suatu topic tertentu yang dipandu
oleh seorang pembawa acara (host). Mereka yang
diundang adalah orang-orang yang berpengalaman
langsung
dengan
peristiwa
atau
topic
yang
diperbincangkan atau mereka yang ahli dalam masalah
yang tengah dibahas.
2. Program Hiburan
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan
untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan
permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah
sebagai berikut:
1. Drama
Program drama adalah pertunjukan (show) yang
meyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang
atau beberapa orang (tokoh) - yang diperankan oleh pemain
(artis) – yang melibatkan konflik dan emosi. Suatu drama akan
mengikuti kehidupan atau petualangan para tokohnya.
Program televisi yang termasuk dalam program adalah sebagai
berikut :
a. Sinetron
Sinetron merupakan drama yang menyajikan
cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masingmasing tokoh memiliki alur cerita mereka sendirisendiri
tanpa
harus
dirangkum
menjadi
suatu
kesimpulan. Akhir cerita sinetron cenderung selalu
terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian (openended).
b. Film
Yang dimaksud film di sini adalah film layar
lebar yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan film.
Karena tujuan pembuatannya adalah untuk layar lebar
(theater), maka biasanya film baru bisa ditayangkan di
televisi setelah terlebih dahulu dipertunjukan di
bioskop atau bahkan setelah film itu didistribusikan
atau dipasarkan dalam bentuk VCD atau CD.
2. Permainan
Permainan atau game show merupakan suatu bentuk
program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu
ataupun
kelompok
(tim)
yang
saling
bersaing
untuk
mendapatkan sesuatu. Program ini pun dapat dirancang
dengan melibatkan audien. Program permainan dapat dibagi
menjadi tiga jenis:
a. Quiz Show
Quiz merupakan permainan yang menekankan
pada
kemampuan
intelektualitas.
Permainan
ini
biasanya melibatkan peserta dari kalangan orang biasa
atau anggota masyarakat, namun terkadang pengelola
program
dapat
menyajikan
acara
khusus
yang
melibatkan orang-orang terkenal (selebritis).
b. Ketangkasan
Peserta dalam permainan ini harus menunjukan
kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati
suatu halangan atau rintangan atau melakukan suatu
permainan
yang
membutuhkan
perhitungan
dan
strategi.
c. Reality Show
Program
ini
mencoba
menyajikan
suatu
keadaan yang nyata (riil) dengan cara yang se alamiah
mungkin tanpa rekayasa. Beberapa bentuk reality show
adalah
hidden
camera
(kamera
tersembunyi),
competition show, relationship show, fly on the wall,
dan mistik.
3. Musik
Program musik dapat ditampilkan dalam 2 format,
yaitu videoklip atau konser. Program musik berupa konser
dapat dilakukan di lapangan (outdoor) ataupun di dalam studio
(indoor).
4. Pertunjukan
Pertunjukan
adalah
program
yang menampilkan
kemampuan (performance) seseorang atau beberapa orang
pada suatu lokasi baik di studio atauapun di luar studio. Jika
mereka yang tampil adalah para musisi, maka pertunjukan itu
menjadi pertunjukan musik atau jika yang tampil adalah juru
masak, maka pertunjukan itu menjadi pertunjukan memasak.
2.2.4 Program Feature
Feature sendiri memiliki definisi berita ringan namun
menarik. Pengertian menarik disini adalah informasi yang lucu, unik,
aneh, menimbulkan kekaguman, dan sebagainya. Pada dasarnya berita
– berita semacam ini dapat dikatakan sebagai soft news karena tidak
selalu terikat dengan waktu penayangan, namun karena durasinya
yang singkat dan ia menjadi bagian dari program berita, maka features
masuk kedalam hard news. (Morissan, 2011).
Ada kalanya features terkait dengan suatu peristiwa penting,
atau dengan kata lain terikat dengan waktu, dan karena itu harus
segera disiarkan pada suatu program berita. Feature semacam ini
sering dikatakan sebagai news feature, yaitu sisi lain dari suatu berita
straight news yang biasanya lebih menekankan pada sisi human
interest dari suatu berita. (Morissan, 2011). Demikian juga cara
membuat features tidak berbeda jauh dengan cara membuat berita
televisi. Namun karena features bukan informasi yang harus cepat
disajikan agar tidak basi informasinya, maka membuat features sangat
fleksibel sesuai kebutuhan. (Fachruddin, 2012)
Features sendiri dapat dibagi kedalam menjadi beberapa
bentuk mulai dari yang berdurasi singkat (1” – 2”), features yang
terikat dengan peristiwa penting, sampai features sebagai program
reportase. Features jenis ini dikemas lebih mendalam dan luas disertai
sedikit sentuhan aspel Human Insterest agar lebih dramatika. Features
ini bertujuan untuk menghibur dan mendidik melalui eksplorasi
elemen manusiawi (human interest). (Fachruddin, 2012)
Hal ini senada dengan yang dikatakan Wibowo (2009)
features adalah suatu program yang membahas suatu pokok bahasan,
satu tema, diungkapkan lewat berbagai pandangan yang saling
melengkapi, mengurai, menyoroti secara kritis, dan disajikan dengan
berbagai format. Hal yang perlu diperhatikan dalam features adalah
setiap format yang disusun harus membicarakan pokok bahasan yang
sama, tetapi dari sudut pandang dan tinjauan yang berbeda.
Fachruddin (2012) menambahkan Features sendiri juga suatu
berita yang membahas satu pokok bahasan, satu tema yang diungkap
lewat berbagai pandangan yang saling melengkapi, mengurai,
menyoroti secara kritis dan disajikan dengan berbagai kreasi.
Penyajiannya features bobot informasinya ringan, dalam arti tidak
langsung pada pokok persoalan (straight news). Pemaparan bahasanya
bertutur dan sifat laporannya investigasi, maka features bisa juga
disebut bagian dari liputan mendalam. Features sendiri adalah
gabungan antara unsure opini, dokumenter, dan ekspresi.
Features di televisi memiliki pengaruh yang sangat dalam bagi
pemirsa, karena dapat diliat secara fisik tanpa narasi panjang. Gambar
dan atmosfer yang terekam dalam kamera lebih memberikan
gambaran yang sesungguhnya. Ciri features televisi lebih luwes
pendekatannya dibandingkan hard news. Features biasanya tidak
terikat dengan piramida terbalik, dimana pokok pikiran bisa disajikan
ditengah atau diakhir, karena kesimpulan cerita bisa saja tercapai
sebelum cerita itu berakhir.
Features sendiri bukan hanya menyampaikan informasi
semata melainkan lebih pada aspek penyajian yang menyentuh hati.
Untuk masalah data features haruslah menyajikan data yang kuat
didalamnya. Karena features dibuat untuk menyentuh perasaan
pemirsa, tetapi berdasarkan konteks yang kuat. Selain penyajian data
yang kuat, features sebaiknya penuh dengan warna. Warna disini
maksudnya adalah unsur – unsur dalam features mulai dari
percakapan, cerita dan penuturannya yang mengalir.
Dalam program features, Fachruddin (2012) mencoba
mengartikan features sebagai dasar dari sesuatu paket. Hal ini tejadi
karena :
1. Perencanaan, praproduksi, produksi, hingga finishing dapat
dikerjakan oleh seorang produser / reporter dan juru kamera
2. Tidak memerlukan peralatan yang banyak karena hanya dua
orang sehingga sangat efisien dan efektif
3. Kemurnian materi cerita / realita atau fakta menjadi bahasan
cerita sehingga tidak ada manipulasi makna dan tujuan
program ini.
2.3 Teori Khusus
2.3.1 Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion
yang berarti tanda. Tanda ini sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas
dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap
mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu
hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotika
dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
(Wibowo, 2013)
Kajian semiotika sampai sekarang dibedakan menjadi dua jenis,
yakni:
1. Semiotika komunikasi
Semiotika ini menekankan pada teori tentang produksi tanda
yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor
dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode atau sistem
tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan.
2. Semiotika signifikasi
Semiotika
ini
tidak
‘mempersoalkan’
adanya
tujuan
berkomunikasi. Pada jenis ini, yang lebih diutamakan adalah segi
pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada
penerima tanda lebih diperhatikan daripada prosesnya.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan
bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilahnya Barthes,
semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan
dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak
hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda
(Sobur, 2004).
Tanda adalah segala sesuatu –warna, isyarat, kedipan mata, objek,
rumus matematika, dan lain-lain –yang merepresentasikan sesuatu yang
lain selain dirinya. Kata red, seperti yang telah kita lihat, dikategorikan
sebagai tanda karena ia bukan merepresentasikan bunyi r-e-d yang
membangunnya, melainkan sejenis warna dan hal lainnya. Tanda juga
dapat didefisinikan sebagai sesuatu yang merepresentasikan seseorang atau
sesuatu yang lain dalam kapasitas atau pandangan tertentu (Danesi, 2011).
Menurut Alex Sobur (2011), dalam bukunya yang berjudul Semiotika
Komunikasi, ada dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda yang
biasanya menjadi rujukan para ahli (Berger, 2000b:11-22). Pertama, adalah
pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure
(1857-1913) yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua
elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi
visual) dan sebuah konsep di mana citra bunyi disandarkan.
Kedua, adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan
seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Peirce
(1839-1914). Peirce (dalam Berger, 2000b:14) menandaskan bahwa tandatanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya
memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan
konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon
untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab-akibat,dan simbol
untuk asosiasi konvensional.
Berikut adalah beberapa pokok dan tokoh semiotika yang dijabarkan
oleh Alex Sobur (2011) dalam bukunya yang berjudul Semiotika
Komunikasi:
1. Pragmatisme Charles Sanders Peirce
Peirce terkenal karena teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika,
Peirce, sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali
mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili
sesuatu bagi seseorang. Perumusan yang terlalu sederhana ini
menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda: tanda A
menunjukkan suatu fakta (atau objek B), kepada penafsirnya, yaitu C.
Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa suatu entitas yang
sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut. Peirce
mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari
Kepertamaan, objeknya adalah Kekeduaan, dan penafsirnya–unsur
pengantara–adalah contoh dari Keketigaan. Peirce memang berusaha
untuk menemukan struktur terner di mana pun mereka bisa terjadi.
Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga
membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir
(gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu
sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh
penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk
mengaitkan
tanda
dengan
objeknya
(induksi,
deduksi,
dan
penangkapan [hipotesis] membentuk tiga jenis penafsir yang penting).
Agar bisa ada sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus
ditafsirkan (dan berarti harus memiliki penafsir).
2. Teori Tanda Ferdinand de Saussure
Dalam pandangan Saussure, tanda merupakan manifestasi
konkret dari citra bunyi–dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu
sebagai penanda. Jadi, penanda dan petanda merupakan unsur-unsur
mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi
ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Dengan
kata lain, kehadiran yang satu berarti pula kehadiran yang lain seperti
dua sisi kertas (Masinambow, 2000a:12). Bagi Saussure, hubungan
antara penanda dan petanda bersifat arbitrer (bebas), baik secara
kebetulan maupun ditetapkan. Menurut Saussure, ini tidak berarti
“bahwa pemilihan penanda sama sekali meninggalkan pembicara”
namun lebih dari itu adalah “tak bermotif”, yakni arbitrer dalam
pengertian penanda tidak mempunyai hubungan alamiah dengan
petanda (Saussure, 1996, dalam Berger, 2000b:11).
Menurut
Saussure
(dalam
Budiman,
1999a:77),
prinsip
kearbitreran bahasa atau tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak
atau sepenuhnya, ada tanda-tanda yang benar-benar arbitrer, tetapi ada
pula yang hanya relatif. Kearbitreran bahasa sifatnya bergradasi. Di
samping itu, ada pula tanda-tanda yang bermotivasi, yang relatif nonarbitrer.
3. Linguistik Struktural Roman Jakobson
Berbicara mengenai pandangan Jakobson, dapat dikemukakan
bahwa bagi dia, bahasa itu memiliki enam macam fungsi (Sudaryanto,
1990:12), yaitu: (1) fungsi referensial, pengacu pesan; (2) fungsi
emotif,
pengungkap
keadaan
pembicara;
(3)
fungsi
konatif,
pengungkap keinginan pembicar yang langsung atau segera dilakukan
atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang
terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka,
pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara
dengan penyimak; dan (6) fungsi puitis, penyandi pesan.
Setiap fungsi bersejajar dengan faktor fundamental tertentu yang
memungkinkan bekerjanya bahasa. Fungsi referensial (1) sejajar
dengan faktor konteks atau referen; fungsi emotif (2) sejajar dengan
faktor pembicara; fungsi konatif (3) sejajar dengan faktor pendengar
yang diajak berbicara; fungsi metalingual (4) sejajar dengan faktor
sandi atau kode; fungsi fatis (5) sejajar dengan faktor kontak (awal
komunikasi); dan fungsi puitis (6) sejajar dengan faktor amanat atau
pesan.
4. Semiologi dan Mitologi Roland Barthes
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya
tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar
dapat berfungsi. Barthes kemudian menciptakan peta bagaimana tanda
bekerja.
G
a 1. Signifier
m
b
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif)
a
r
G
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
G
a
m
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
Peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4).
Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya.
Jadi terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti
oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti
sebagai makna harfiah dan konotasi merupakan makna yang tersirat.
Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan
sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan
tingkat kedua. Sehingga Barthes mengasosiasikan denotasi dengan
ketertutupan makna, mungkin ini dikarenakan orang cenderung
berhenti pada tahap signifikasi pertama tanpa mau repot memikirkan
makna konotasi di balik tanda tertentu.
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’. Di dalam mitos, terdapat
pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu
sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang
telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu
sistem pemaknaan tataran ke-dua.
5. Semiotika Revolusioner dan Semanalisis Julia Kristeva
Van Zoest (1993:4) menyebut Kristeva sebagai pencetus
munculnya semiotika ekspansif. Ciri aliran ini, menurut van Zoest,
ialah adanya sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan
filsafat. Karena begitu terarahnya pada sasaran, semiotika jenis ini
terkadang disebut ilmu total baru. Dalam semiotika jenis ini,
pengertian ‘tanda’ kehilangan tempat sentralnya. Tempat itu diduduki
oleh pengertian produksi arti. Penelitian yang menilai tanda terlalu
statis, terlalu nonhistoris, dan terlalu reduksionistis, diganti oleh
penelitian yang disebut praktik arti. Para ahli semiotika jenis ini, tanpa
merasa keliru dalam bidang metodologi, mencampurkan analisis
mereka dengan pengertian-pengertian dari dua aliran hermeneutika
yang sukses pada zaman itu, yakni psikoanalisis dan Marxisme.
6. Dekonstruksi dan “Semiotics of Chaos” Derrida
Derrida menolak konsep adanya hubungan langsung antara
bahasa kita dan realitas di luar kita. Senjata yang Derrida gunakan
adalah dekonstruksi. Dekonstruksionisme menjadi paham yang amat
penting
dan
berpengaruh
besar
terutama
sekali
karena
ia
menghadapkan dirinya dengan satu paham yang amat berakar dalam
dan lama tradisi filsafat dan pemikiran pada umumnya, tradisi yang
hidup berabda-abad dan tetapi hidup sampai sekarang. Paham itu
adalah apa yang oleh Derrida disebut sebagai logosentrisme tadi atau
fonosentrisme.
Derrida
(Selden,
1989,
dikutip
Faruk,
2001:179)
mendefinisikan logosentrime sebagai ‘keinginan akan suatu pusat’.
Asal
istilahnya
berpusat
pada
Perjanjian
Baru,
logos,
yang
mengkonsentasikan pusat kehadiran pada sabda Tuhan, pada mulanya
adalah ‘kata’. Dalam bahasa Yunani, logos itu sendiri ‘kata’. Dan
‘kata’ berarti sesuatu yang diucapkan, bersifat fonotok, sehingga
logosentrisme juga disebut fonosentrisme.
Dekonstruksi sangat sulit didefinisikan. Justru dekonstruksi
menolak definisi karena Derrida menghalangi pendefinisian tersebut
(Grenz, 2001:235). Ia mulai dengan menegaskan bahwa dekonstruksi
bukan sebuah metode atau sebuah teknik, atau sebuah gaya kritik
sastra literatur atau sebuah prosedur untuk menafsirkan teks.
2.3.2 Semiotika Perspektif Ferdinand de Saussure
Saussure terkenal karena teorinya mengenai tanda. Ia
sebetulnya tidak pernah mencetak pemikirannya menjadi buku, namun
catatan-catatannya dikumpulkan oleh murid-muridnya menjadi sebuah
outline.karyanya yang disusun dari tiga kumpulan catatan kuliah saat ia
memberi kuliah linguistik umum di Universitas Jenewapada tahun
1907, 1908-1909, dan 1910-1911 ini kemudian diterbitkan sebagai
buku dengan judul Course in General Linguistic. Karya ini di
kemudian hari merupakan sumber teroi linguistik yang paling
berpengaruh. Kita mengenalnya dengan istilah “strukturalisme”.
Banyak aliran linguistik yang berlainan dapat dibedakan pada waktu
ini, tetapi semuanya secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi
(dengan berbagai tingkat) oleh course de Saussure. (Sobur, 2004)
Menurut Stanley J. Grenz melalui Alex Sobu (2004),
kehebatan Saussure adalah ia berhasil menyerang pemahaman
“historis” terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19.
Pandangan abad ke-19 memulai studi bahasa dengan fokus kepada
perilaku linguistik nyata. Studi demikian menelusuri perkembangan
kata – kata dan ekspresi sepanjang sejarah, mencari faktor-faktor yang
berpengaruh seperti geografi, perpindahan pendidik, perubahan jumlah
penduduk, dan faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku
linguistik manusia. Saussure menggunakan pendekatan anti-historis
yang melihat bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara
internal. Ia mengusulkan teori bahasa yang disebut “strukturalisme”
untuk menggantikan pendekatan “historis” dari para pendahulunya.
Semiotik sebagai ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan
manusia melihat semua yang hadir dalam kehidupan adalah tanda yang
harus diberi makna. Para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de
Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang
tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang
dipahami oleh manusia pemakai tanda). De Saussure menggunakan
istilah significant untuk segi maknanya. Dengan demikian, de Saussure
dan para pengikutnya (antara lain Roland Barthes) melihat tanda
sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan
antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersebut) di
dalam kognisi manusia. Dalam teori de Saussure, significant bukanlah
bunyi bahasa. Dengan demikian, apa yang ada dalam kehidupan kita
dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu (Hoed,
2011).
Alex Sobur (2004) melengkapi apa yang dikatakan Benny H.
Hoed diatas mengenai keterakitan Saussure dengan tanda, bahwa tanda
adalah hal pokok pada teori Saussure. Dimana menurut Saussure,
bahasa adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu
sistem tanda dan setiap tanda tersusun dari dua bagian, yakni signifier
(penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure, bahasa
merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara – suara, baik suara
manusia, binatang atau bunyi – bunyian, hanya bisa dikatakan sebagai
bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi
tersebut tersebut mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan
ide – ide, pengertian- pengertian tertentu.
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah
ide atau petanda. Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang
bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi , penanda adalah aspek
material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mentalm pikiran, atau
konsep. Jadi mesti diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bhasa yang
konkret, kedua unsur tadi tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa selalu
mempunyai dua segi: Penanda atau petanda; signifier atau signified;
signifiant atau signifie. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa –
apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda
tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda
atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian
merupakan suatu faktor linguistis. “Penanda dan petanda merupakan
kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. (Sobur,
2004)
Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussure, pada dasarnya
menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara, bukan menyatakan
sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata
yang diucapkan merupakan penadan, sedang konsepnya adalah
petanda. Dua unsur ini tidak bisa dipisahkan sama sekali. Pemisahan
hanya akan menghancurkan ‘kata’ tersebut. ambil saja, misalnya,
sebuah kata apa aja, maka kata tersebut pasti menunjukkan tidak hanya
suatu konsep yang berbeda, namun juga suara yang berbeda.
2.3.3 Konsep Humanisme
Manusia dalam
hubungan
sehari-harinya
senantiasa
melakukan hubungan antara satu dengan yang lain. Dalam hubungan
seperti itu, manusia membentuk masyarakat, berkembang saling
mempengaruhi, saling membantu, dan saling mencintai, bahkan
saling bersaing. Hubungan kejiwaan di antara manusia ini disebut
dengan human relations (Soepardjo
: 1999). Dalam human
relations ini terdapat moral dan etika untuk berbuat baik, yang
merupakan dasar dari humanisme.
Menurut Abidin (2002), humanisme merupakan suatu aliran
dalam filsafat yang
tertinggi
dengan
menempatkan
menjunjung
manusia
sebagai
makhluk
nilai- nilai kemanusiaan yang
bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan sesuatu yang bersifat
kemanusiaan.
Sedangkan
orang
yang
mendambakan
dan
memperjuagnkan hidup yang lebih baik berdasar asas kemanusiaan
disebut dengan humanis.
Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang
manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan
dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini
adalah pandangan humanistis atau humanimse. Humanisme berasal
dari kata humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti
manusia. Humanus berarti bersifat manusiawi sesuai dengan kodrat
manusia (Syariati, 1996).
Istilah humanisme
memiliki suatu nada yang simpatik.
Istilah ini menampilkan suatu dunia yang penuh dengan konsepkonsep dan nilai-nilai penting seperti : martabat manusia, nilainilai kemanusiaan, hak azazi manusia, dan sebagainya. Pentingnya
menghargai
dan
menghormati
nilai-nilai
kemanusiaan
yang
meliputi segala aspek kehidupan merupakan prinsip seorang humanis
(Syariati, 1996).
Dasar dari humanisme
adalah
moral yang ada dalam
setiap manusia dan etika dalam setiap hubungan antar manusia
untuk berbuat baik. Moral dan etika memiliki kekuatan yang luar
biasa untuk menuntun manusia dalam hidup kesehariannya. Ia
mengajarkan apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan
dan dihindarkan, ia juga mengajarkan apa yang menjadi hak dan
kewajiban kita (Syariati, 1996).
Syariati (1996:41) mengutarakan bahwa dalam menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maka sikap dan perilaku kita harus
senantiasa mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara
beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi penindasan atau
pemerasan.
Segala
aktivitas
bersama
berlangsung
dalam
keseimbangan, kesetaraan, dan kerelaan. Sikap dan perilaku positif
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dapat ditunjukkan antara
lain :
1. Memperlakukan
manusia
sesuai
dengan
harkat
dan
martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
2. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis
kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya.
3. Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia,
tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong
orang lain, memberi bantuan kepada yang membutuhkan.
Perasaan kemanusiaan merupakan perasaan yang timbul secara
spontan yang merupakan kecenderungan gerak hati setiap manusia.
Perasaan kemanusiaan bersifat universal.
Syariati (1996:42)
mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, rasa
kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya
terhadap sesama manusia. Ciri-ciri perasaan kemanusiaan sebagai
berikut :
1. Mengakui
harkat
dan
memperlakukan
manusia
sesuai
dengan
dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak azasi manusia,
dan kewajiban setiap
manusia
tanpa
suku, agama, ras, dan antar golongan.
membeda-bedakan
3. Mengembangkan sikap saling mencintai antar sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Melakukan kegiatan kemanusiaan
7. Membela kebenaran dan keadilan.
Dari definisi mengenai perasaan kemanusiaan di atas dapat
diketahui bahwa setiap manusia yang memiliki hati nurani untuk
mengembangkan sikap saling mencintai terhadap sesamanya dan
mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
mencerminkan kecintaannya terhadap sesamanya.
Download