BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurang lebih 4 juta bayi di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar bayi yang meninggal berasal dari negara berkembang (Beck et al., 2004). Dalam Statistic WHO (2011), diperkirakan bahwa angka kematian balita di Indonesia menempati rangking 6 (enam) di Asia. Dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) angka kematian bayi dan balita dapat di tekan dengan peningkatan kualitas hidup ibu dan bayi.Negara-negara anggota PBB sepakat bahwa untuk mencapai MDG’s 1 (mengurangi kelaparan dan kemiskinan) dan MDG’s 4 (mengurangi angka kematian anak dan balita) salah satu upaya percepatannya dengan implementasi program standar emas makanan bayi melalui inisisasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2011). Dampak jangka panjang tidak diberikannya ASI pada bayi adalah menurunnya prestasi belajar, kurangnya produktivitas serta menghambat perkembangan intelektual dan sosial (WHO and UNICEF, 2004). Mengingat pentingnya pemberian ASI sajauntuk kelangsungan kehidupan, WHO (2003) mengeluarkan pernyataan sebagai strategi global untuk pemberian makan bagi bayi dan balita bahwa ASI Esklusif sebaiknya diberikan sampai dengan bayi usia 6 bulan. Keputusan menteri kesehatan tahun 2004 nomor 450 juga mengatur mengenai pemberian ASI eksklusif pada bayi di seluruh Indonesia. Kepmenkes tersebut menekankan pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia 6 bulan dan melanjutkan dengan tambahan makanan bergizi sampai dengan usia 2 tahun. Selain itu kepmenkes juga mengatur peran tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dalam mendukung pemberian ASI eksklusif (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Dalam rangka mendukung dan mengatur pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja disepakati dalam peraturan bersama oleh tiga menteri yaitu: 1) Menteri kesehatan; 2) Menteri pemberdayaan perempuan; dan 3) Menteri tenaga 1 2 kerja dan transmigrasi. SKB 3 (tiga) menteri tersebut memberikan ruang dan hak bagi ibu yang bekerja untuk tetap menyusui (SKB, 2008). Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain dan tambahan makanan padat (Roesli, 2009). Pemberian ASI eksklusif terutama di negara berkembang dan negara miskin masih belum maksimal. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 secara global hanya 36% bayi dibawah 6 bulan yang memperoleh ASI eksklusif (WHO, 2011). Sedangkan di Indonesiapersentase ASI eksklusif 6 bulan dilihat dari data Susenas 2004 hingga 2008 sangat berfluktuasi secara berturut-turut dari tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 adalah 19,5%, 26,3%, 25,5%, 28,6%,dan 24,3% (Depkes RI, 2010). Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2010, hanya 15,3% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif hingga usia 5 bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Provinsi Jawa Tengah sendiri pemberian ASI eksklusif pada tahun 2006 hanya 28,08% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2006). Berdasarkan laporan puskesmas tahun 2010 di Kabupaten Demakpemberian ASI eksklusif mencapai 5331 bayi (50,64%). Hal ini menimbulkan gap terhadap target nasional yang tercantum dalam Rencana Aksi Pembinaan Gizi masyarakat tahun 2010 hingga 2014 yaitu 80% bayi dibawah 6 bulan menerima ASI eksklusif. Di kabupaten Demak ada beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya adalah: 1)Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat serta cara menyusui yang benar;2) Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan;3) Faktor sosial budaya;4) Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja; dan 5)Gencarnya pemasaran susu formula (Dinkes Kabupaten Demak, 2010). Secarakhusus di tingkat kabupaten, nasional maupun secara global tingkat pencapaian ASI eksklusif yang masih rendah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Sistem kesehatan;2) Dukungan dari tenaga kesehatan; dan3)Penggunaan dan promosi susu formula di rumah sakit. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) serta pelaksanaan rawat gabung yang merupakan langkah untuk melaksanakan 10 langkah Rumah Sakit Sayang Bayi 3 merupakan beberapa faktor yang dominan mempengaruhi keberhasilan menyusui (Kuan et al., 1999, Dashti et al., 2010, Philipp et al., 2001). SelanjutnyaMurray et al. (2007) menyatakan bahwa lamamenyusui meningkat ketika ibu mendapatkan 5 (lima) hal khusus dari perawatan di rumah sakit atau tempat bersalin seperti: menyusui dalam satu jam setelah persalinan, ASI eksklusif, perawatan gabung ibu dan bayi, tidak adanya penggunaan dot serta ibu mendapatkan nomor telepon yang dapat dihubungi untuk konsultasi setelah keluar dari Rumah Sakit. Dalam penelitiannya mengenai perawatan gabung ibu dan bayi setelah melahirkan di rumah sakit, Lee et al. (2010) menemukan bahwa persentase pemberian ASI lebih tinggi saat perawatan gabung dibanding dengan saat belum dilaksanakannya rawat gabung. Penelitian yang dilakukan di Niamey membuktikan bahwa tenaga kesehatan tidak melakukan promosi ASI eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan bahkan sebaliknya promosi susu formula sering kali dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini mengakibatkan ibu bayi menerima pesan yang salah mengenai ASI (Moussa Abba et al., 2010). Pemasaran susu formula sebaiknya tidak dilakukan langsung kepada ibu hamil atau ibu nifas langsung dengan cara pembagian sampel secara gratis (WHO, 1981). Selebihnya, kode pemasaran susu formula mengatur bahwa fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tidak diperbolehkan menjadi sarana promosi susu formula. Salah satu cara mensukseskan pemberian ASI adalah melalui Inisiasi Menyusu Dini. Terdapat hubungan yang signifikan dari pelaksanaan IMD terhadap pemberian ASI eksklusif, bayi yang melaksanakan IMD lebih banyak menerima ASI eksklusif (Susilawati, 2010). Ibu dan bayi sudah dapat berinteraksi pada menit menit pertama setelah kelahiran. Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Beberapa penelitian membuktikan bahwa IMD bukan hanya mensukseskan pemberian ASI eksklusif tetapi juga menurunkan angka kematian bayi (Roesli, 2010). Akan tetapi hasil kajian implementasi dan kebijakan ASI eksklusif dan inisiasi menyusu dini di Indonesia menyatakan bahwa kebijakan ASI eksklusif belum lengkap dan komprehensif, IMD belum masuk secara eksplisit ke dalam kajian (Fikawati and 4 Syafiq, 2010). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan angka yang belum memuaskan untuk pencapaian pelaksanaan inisiasi menyusu dini, IMD hanya dilakukan pada 29,3% bayi (<1 jam setelah lahir) dan pemberian kolustrum hanya mencapai 74,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Di Jawa tengah kegagalan pelaksanaan IMD besar kemungkinan disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada tenaga kesehatan khususnya bidan (Aprillia, 2009). Pemberian kolustrum di propinsi Jawa Tengah mencapai 82,8%, hal ini berarti lebih tinggi dari angka nasional (74,7%). Menurut data Riskesdas tahun 2010 pemberian makanan prelakteal di propinsi Jawa Tengah cukup tinggi yaitu sekitar 43,2%. Situasi ini semakin diperburuk dengan data bahwa susu formula merupakan pilihan yang paling populer untuk makanan prelaktal (71,3% bayi yang menerima makanan prelakteal mendapatkan susu formula) (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Penolong persalinan dan tempat bersalin merupakan faktor penentu keberhasilan menyusui terutama pada hari pertama setelah melahirkan. Bayi yang dilahirkan dirumah dan bayi yang dilahirkan di rumah sakit akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari ahli kesehatan maupun orang yang membantu ibu saat melahirkan. van Rossem et al. (2009) menyarankan adanya penelitian mendalam mengenai peran tenaga penolong persalinan serta tempat lahir dalam kaitannya dengan peran rumah sakit sayang bayi dan hubungannya terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif.Hal yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan adalah tingkat pendidikan ibu. van Rossem et al. (2009) menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi presentase ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Sedangkan tingkat pendidikan ibu juga dipengaruhi oleh gaya hidup dan faktor sosial demografi lainnya. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan yang tinggi akan membuat ibu lebih memahami pentingnya ASI. Seiring dengan pengesahan PP no 33 tahun 2012 pada tanggal 1 maret tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, maka semua pihak wajib terlibat aktif dalam kegiatan yang mendukung pemberian ASI eksklusifdiantaranya adalah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusui dini, 5 menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruang rawat. Selain itu, diwajibkanmenyediakan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum serta pembatasan promosi susu formula (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Susiloretni et al. (2011) melakukan penelitian di kabupaten Demak dengan judul “Efektivitas Promosi Multilvel ASIeksklusif di Pedesaan Demak” memberikan intervensi terhadap perubahan perilaku yang bertujuan guna melihat dampaknya terhadap pemberian Asi eksklusif. Melihat permasalahan yang disampaikan diatas, masih rendahnya capaian ASI eksklusif di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten dipengaruhi oleh banyak faktor. Meskipun terdapat regulasi dan undang-undang yang mengatur mengenai rumah sakit sayang bayi akan tetapi pemberian promosi susu formula, perawatan gabung maupun konseling sebagai faktor pendukung (enabling factors) tersebut masih belum berjalan dengan baik. Masih dibutuhkan penelitian untuk meneliti mengenai inisiasi menyusui dini, tingkat pendidikan ibu, penolong persalinan dan tempat bersalin dalam kaitannya dengan lama pemberian ASI. Dengan harapan dapat mengatasi rendahya pemberian ASI eksklusif 6 bulan di kabupaten Demak dan memberikan tambahan informasi mengenai waktu bayi berhenti mendapatkan ASI sajaserta faktor yang mempengaruhinya.Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian analisa data sekunder dengan judul: “Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama menyusu ASI saja di Kabupaten Demak”.Dari analisis data sekunder ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi yang lebih mendalam serta gambaran bagi kebijakan pada pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pertimbangan diatas, maka patut dipertanyakan : 1. Apakah bayi yang mendapatkan pelayanan standart Rumah Sakit sayang bayi (IMD dan perawatan gabung) akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang tidak mendapatkan pelayanan standart Rumah sakit sayang bayi? 6 2. Apakah bayi yang tidak mendapatkan promosi susu formula gratis akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang mendapatkan promosi susu formula gratis? 3. Apakah bayi yang mendapatkan kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang tidak mendapatkan kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan? 4. Apakah bayi yang lahir di fasilitas kesehatan akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang tidak lahir di fasilitas kesehatan? 5. Apakah bayi yang ditolong oleh tenaga kesehatan akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan? 6. Apakah bayi yang mempunyai ibu dengan pendidikan tinggi akan lebih lama menyusu ASI sajadari pada bayi yang mempunyai ibu dengan pendidikan rendah? 7. Faktor apakah yang paling dominan terhadap lama menyusu ASI saja? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang dominan mempengaruhi lama menyusu ASI saja. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan inisiasi menyusu dini dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. b. Menganalisis hubungan pemberian promosi susu formula gratis dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. c. Menganalisis hubungan perawatan gabung pasca neonatus dengan lama menyusu ASI saja di Kabupaten Demak. d. Menganalisis hubungan kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. e. Menganalisis hubungan tempat lahir dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. 7 f. Menganalisis hubungan tenaga penolong persalinan dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. g. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan lama menyusu ASI sajadi Kabupaten Demak. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan teori yang telah ada serta dapat menjadi landasan perkembangan teori baru mengenai lama menyusu ASI saja. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi praktik -praktik pelaksanaan dan kebijakan mengenai lama menyusu ASI saja. a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Demak maupun Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pemberian ASI saja serta melaksanakan pemantauan program di fasilitas kesehatan dan masyarakat. b. Pelaksanaan PP tahun 2012 nomor 33 yang mengatur mengenai Pemberian ASI eksklusif. c. Bagi ibu hamil dan ibu yang mempunyai bayi, dapat memberikan informasi mengenai hal hal yang terkait dengan pemberian ASI eksklusif. E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan diantaranya oleh: 1. Lee et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Complete rooming-in care of newborn infants”.Penelitian inimelakukan evaluasi dan pengambilan datadari tahun 2006 hingga tahun 2009. Perbedaan penelitian ini adalah hasil pengukuran variabel terikat dan variabel bebas yang diteliti. Variabel terikat serta variabel bebas dalam penelitian Lee adalah jumlah rerata ibu menyusui dan perawatan gabung. Pengukuran pola ibu menyusui yang dilakukan di Rumah Sakit menggunakan data ibu melahirkan selama tiga tahun dan 8 dilakukan selama ibu dan bayi dirawat di Rumah Sakit. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah salah satu variabel bebas (perawatan gabung pasca persalinan).Hasil dari penelitian Lee et al. menyatakan bahwa perawatan gabung telah sukses dilakukan sebanyak 90,3% dan menyusui secara eksklusif sebanyak 64%. Penelitian yang dilakukan peneliti, mengukur lama menyusu ASI saja selama 6 bulan. Variabel bebas yang akan digunakan pada penelitian ini juga tidak hanya pada perawatan gabung neonatus. Penelitian ini juga melihat praktik-praktik inisiasi menyusu dini, pemberian susu formula gratis dan adanya kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan serta tempat lahir dan tenaga penolong persalinan, tingkat pendidikan ibu. 2. Sukini (2006) dalam penelitiannya dengan judul“Hubungan pendidikan kesehatan oleh bidan terhadap keberhasilan ASI Eksklusif di wilayah Purworejo”.Dalam penelitian Sukini yang menjadi subjek adalah ibu yang mempunyai balita usia 4 hingga 8 bulan. Penelitian Sukini menggunakan desain penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari penelitian yang dilakukan Sukini menunjukan bahwa pendidikan, konseling, umur ibu adalah bukan faktor yang signifikan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Pada penelitian Sukinivariabel terikat (ASI eksklusif) menggunakan parameter skala kategorikal. Selebihnya penelitian membatasi pemberian ASI eksklusif hanya sampai bayi berusia empat bulan. Pada variabel bebas yaitu pendidikan kesehatan/konseling oleh bidan, menggunakan parameter kategorikal. Pada penelitian ini menggunakan desain prospective cohort dan subjek yang menjadi fokus penelitian adalah bayi dari usia 0 sampai 6 bulan. Pengukuran variabel terikat (pemberian ASI saja) dengan melihat pemberian ASI saja pada setiap minggu. 3. Murray et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Hospital Practices that Increase Breastfeeding Duration: Results from a Population-Based Study : A prospective study”.Murray et al. menemukan bahwaterdapat hubungan yang signifikan antara lama menyusu dengan ibu yang mendapatkan lima hal dalam praktek perawatan rumah sakit (IMD, pemberian ASI saja, tidak memberikan dot, rawat gabung, konseling melalui 9 telepon). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Murray (2007) adalah penelitian prospective study selama tahun 2002 hingga 2003. Penelitian ini melakukan analisis bivariat pada variabel terikat yaitu lama menyusui ASI saja, sedangkan variabel bebas adalah: praktik rumah sakit sayang ibu (Inisiasi menyusi dini, perawatan gabung antara ibu dan bayi, tidak ada penggunaan dot, menerima konseling berupa telpon setelah ibu pulang dari rumah sakit). Setelah itu Murray juga melakukan stratififikasi berdasarkan status sosial ekonomi dari penerima layanan di rumah sakit sayang bayi.Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan juga prospektif pada tahun 2009 hingga 2012. Variabel terikat pada penelitian ini adalah lamapemberian ASI sajasedangkan variabel bebas yang digunakan adalah inisiasi menyusu dini, pemberian susu formula, perawatan gabung dan kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan, tempat lahir, tenaga penolong persalinan serta tingkat pendidikan ibu. 4. Kimani-Murage et al. (2011)melakukan penelitian dengan judul “Patterns and determinants of breastfeedingand complementary feeding practices in urban informal settlements, Nairobi Kenya”.Dalam penelitian yang dilakukan mengunakan metode penelitian cohort. Penelitian ini melakukan analisis bivariat dan multivariat pada variabel terikat dalam penelitian ini adalah lama menyusui, dan yang menjadi variabel bebas adalah: jenis kelamin, berat badan lahir bayi, status pernikahan ibu, suku, tingkat pendidikan, keikutsertaan keluarga berencana, tempat melahirkan dan hubungan dengan tetangga. Dalam penelitian Murageet al.desain penelitian yang digunakan juga prospektive pada tahun 2006 hingga 2010. Hasil akhir yang diungkapkan Murage et al.adalah terdapat hubungan antara berhenti menyusu lebih dini terhadap etnis, pendidikan dan status pernikahan ibu. Variabel terikat pada penelitian ini adalah lama menyusu ASI sajasedangkan variabel bebas yang digunakan adalah inisiasi menyusu dini, pemberian susu formula, perawatan gabung, kunjungan konseling oleh tenaga kesehatan, tempat lahir, tenaga penolong persalinan dan pendidikan ibu. Penelitian ini dilakukan di daerah semi rural. 10 5. Sari (2010)dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini dengan pemberian ASI Eksklusif”.Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort prospektif dan dianalisa dengan menggunakan chi square. Variabel bebas pada penelitian Sari adalah IMD, dorongan petugas kesehatan dan variabel terikat adalah pemberian ASI Eksklusif. Cara pengukuran IMD adalah dengan data sekunder Rumah Sakit dan wawancara kuesioner. Hubungan antara IMD dengan pemberian ASI Eksklusif dilakukan dengan uji chi square. Perbedaan dengan penelitian ini adalah analisa data yang dipilih dan cara pengukuran variabel terikat dalam penelitian ini juga berbeda. Kesimpulan dari penelitian Sari adalah; tidak terdapatnya hubungan antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif. Secara singkat, perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian diatas adalah sebagai berikut 11 Tabel 1. Keaslian penelitian Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Leeet al. Complete rooming-in care of newborn infants (2010). Variabel bebas : Perawatan gabung Cara pengukuran variabel terikat : jumlah rerata ibu menyusui Sukini Hubungan pendidikan kesehatan oleh bidan terhadap keberhasilan ASI eksklusif di wilayah Purworejo (2006) Salah satu variabel bebas : konseling Rancangan penelitian : cross sectional Hospital Practices that Increase Breastfeeding Duration: Results from a Population-Based Study : A prospective study. Jurnal complation 2007 ; BIRTH 34:3. (2007) Variabel bebas dan terikat :Praktik RS sayang bayi danASI saja Patterns and determinants of breastfeeding Desain penelitian : prospective cohort Murrayet al. Kimani-Murageet al. and complementary feeding practices in urban informal settlements, Nairobi Kenya. BMC Public Health 2011,11:396.. Subyek : 4-8 bulan Desain penelitian : cohort prospective Variabel terikat :lama menyusu ASI saja Stratifikasi status sosial ekonomi ; konseling berupa telp dan kunjungan. Variabel bebas : jenis kelamin, BBL, status pernikahan ibu, suku, pendidikan Penelitian di urban Sari Hubungan antara Inisiasi Menyusu Dini dengan pemberian ASI Eksklusif(2010) Variabel bebas : IMD cara pengukuran variabel terikat dan analisa data yang digunakan