BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian tentang Pemberdayaan Masyarakat a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat, namun dalam hal penyampaian ilmu pendidikan, masyarakat yang peduli akan nasib bangsa juga dapat turut serta memberikan pendidikan kepada yang membutuhkan. Partisipasi masyarakat didalam pendidikan dapat dilaksanakan dengan upaya pendidikan non formal. Penekanan utama didalam pendidikan non formal pada dasarnya lebih ditekankan pemberdayaan potensi yang dimiliki setiap individu, agar potensi yang dimiliki di dalam jiwa seseorang dapat terasah dan berkembang. Menurut Mas’oed (1990), Pemberdayaan merupakan “upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat” Sumodiningrat “kemampuan (Totok (1997) individu Mardikanto, Peberdayaan yang 2014:152). masyarakat bersenyawa dengan Kemudian diartikan masyarakat menurut sebagai dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan” (Totok Mardikanto, 2014:156). Oleh karena itu, pemberdayaan dapat disamakan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah. Harry Hikmat (2001: x) “Pemberdayaan adalah suatu aktifitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (selfdetermination)”. Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber – sumber dan alat – alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya meningkatkan daya 8 9 seseorang, baik itu berupa pengetahuan ataupun ketrampilan supaya kemampuan seseorang dapat lebih baik dari sebelumnya. Dengan upaya pemberdayaan maka diharapkan kesejahteraan dan ekonomi seseorang dapat meningkat. Dengan adanya pemberdayaan serta kesadaran masyarakat untuk didayagunakan, maka diharapkan adanya perubahan didalam diri masing – masing individu. Diantaranya kemampuan mereka untuk mengelola potensi diri. Dengan meningkatnya potensi didalam diri, maka seseorang akan dapat lebih kreatif serta inovatif. Dalam pemberdayaan, apabila partisipasi masyarakat tinggi terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka kondisi – kondisi yang tadinya belum maksimal diharapkan setelah adanya partisipasi dari berbagai pihak akan dapat termotivasi. Swift dan Levin mengatakan bahwa pemberdayaan merujuk pada kelompok rentan dan lemah, untuk : (Totok Mardikanto, 2014:153) a. Memiliki akses terhadap sumber – sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang – barang dan jasa – jasa yang mereka perlukan. b. Partisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan – keputusan yang mempengaruhi mereka. Pemberdayaan merujuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Dari pernyataan yang dikemukakan tersebut, berarti pemberdayaan merupakan upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup individu maupun kelompok didalam masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi bagi individu yang rentan dan lemah agar swasembada masyarakat yang belum mampu dapat tercapai Menurut Sumodiningrat (1997)) disini titik tolak dalam pemberdayaan masyarakat yang pertama adalah pengenalan bahwa setiap manusia, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya 10 untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah – langkah lebih positif. Dalam rangka pemberdayaan, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber – sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, dan informasi, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity), melainkan membuat masyarakat agar lebih berdaya.(Totok Mardikanto (2014:155) b. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Pada bagian sebelumnya telah dikemukan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan daya seseorang, baik itu berupa pengetahuan ataupun ketrampilan supaya kemampuan seseorang dapat lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pasti memiliki tujuan jelas yang nantinya akan berperan penting untuk terwujudnya masyarakat yang lebih sejahtera dari sebelumnya. Menurut Totok Mardikanto (2014:202) tujuan pemberdayaan masyarakat ada enam poin, yaitu: 1) Perbaikan kelembagaan (better institution) 11 Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan usaha. 2) Perbaikan usaha (better business) Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan. 3) Perbaikan pendapatan (better income) Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya. 4) Perbaikan lingkungan (better environment) Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas. 5) Perbaikan kehidupan (better living) Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat. 6) Perbaikan masyarakat (better community) Kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula. Dari pernyataan tersebut, berarti tujuan dari pemberdayaan masyarakat pada intinya untuk melakukan perbaikan aspek - aspek yang ada di dalam masyarakat, sehingga dapat merubah dan menjadikan kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu, dalam proses pemberdayaan diperlukan partisipasi dari masyarakat agar program – progam pemberdayaan yang telah di susun dapat memberi manfaat bagi warga masyarakat dan lembaga itu sendiri. Dalam program pemberdayaan masyarakat, partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi menurut United Nation dalam Ravik Karsidi 12 (2004:4) diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaataan hasil dan evaluasi program pemberdayaan. Istilah partisipasi sering juga diartikan dalam kaitannya dengan pembangunan, sebagai pembangunan masyarakat yang mandiri, perwakilan, mobilitas sosial, pembagian sosial, yang merata terhadap hasil – hasil pembangunan, penetapan kelembagaan khusus, demokrasi politik dan sosial, reformasi sosial, atau bahkan yang disebut revolusi rakyat (Ramlan dalam Slamet, 1994:1). Dalam Ravik Karsidi (2004:14) Sementara itu (Webster dalam Totok Mardikanto, 2003:117) menyebutkan “partisipasi sebagai tindakan untuk “mengambil bagian” yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud memperoleh manfaat”. Sedangkan dalam kamus sosiologi diartikan bahwa partisipasi merupakan “keikutsertan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, diluar pekerjaan atau profesinya sendiri”. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang “partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan”. Sedangkan menurut Totok Mardikanto (2003:90), partisipasi adalah “keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan”. Dari penjelasan tersebut mengenai partisipasi, peneliti menyimpulkan partisipasi adalah keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan tertentu, mulai dari perencanaan program pemberdayaan, pelaksanaan sehingga manfaat yang di dapat dari program pemberdayaan. Dengan begitu partisipasi merupakan sebuah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait untuk mengambil inisiatif menggunakan kebebasan untuk melakukan hal tersebut. Dari definisi mengenai partisipasi masyarakat, kata kunci yang utama adalah adanya kesukarelaan anggota masyarakat untuk terlibat atau melibatkan diri. Berkaitan dengan tingkat kesukarelaan masyarakat untuk berpartisipasi, Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan, antara lain (Totok Mardikanto 2014:183): 13 a. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri. Jadi partisipasi bentuk ini terjadi tanpa adanya pemaksaan dari pihak luar. b. Partisipasi terinduksi, yaitu peran serta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik berupa bujukan, pengaruh atau dorongan dari luar meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi. c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran serta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai - nilai, atau norma – norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya. d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial ekonomi, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan atau ketentuan yang sudah diberlakukan. Raharjo (Mardikanto, 2014:183), menjelaskan ada tiga variasi bentuk partisipasi ditunjukan masyarakat, juga berkaitan dengan kemauan politik (political will) penguasa untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi yaitu: 1. Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk kegiatan – kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas nasional dan kalangan pembangunan diatasi. Jadi kegiatan yang di lakukan di sini tidak yang begitu berat dan menimbulkan hal – hal yang dapat membahayakan stabiltas nasional. 14 2. Partisipasi penuh (full schale participation), artinya partisipasi seluas – luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan. Disini keikutsetaan anggota akan program pemberdayaan masyarakat sangat luas. 3. Mobilisasi tanpa partisipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan pemerintah (penguasa), tetapi masyarakat sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mempertimbangkan kepentingan pribadinya dan tidak diberi kesempatan untuk turut mangajukan tututan maupun mempengaruhi jalannya kebijaksanaan pemerintah. Menurut Pusic dalam Aristo (2004:296) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dapat di wujudkan dengan berbagai bentuk diantaranya: 1. Pikiran (Psychological participation), merupakan partisipasi yang di berikan dalam bentuk ide – ide, pengetahuan ataupun ilmu oleh seorang sukarelawan yang bergabung dalam sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat ataupun instansi lainnya. 2. Tenaga (Physical participation), merupakan partisipasi yang di berikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha – usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. 3. Pikiran dan tenaga (Psychological participation dan Physical participation), merupakan keikutsertaan seseorang dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tenaga dalam pelaksanaan program pemberdayaan. 4. Keahlian (Participation with skill), memberikan dorongan melalui keahlian yang di milikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkan. 5. Barang (Material participation), bentuk partisipasi untuk melengkapi sarana dan prasarana pada sebuah lembaga sosial dalam suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat. 6. Uang (Money participation), bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha – usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan. 15 Jadi dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat, akan muncul partisipasi dari berbagai pihak yang ada di sekitarnya. Partisipasi tersebut dapat di wujudkan dengan bentuk yang berbeda – beda, baik yang abstrak ataupun yang kongkrid. Menurut Westra (1976) dalam Totok Mardikanto (2014:110) cara – cara dalam menggerakkan partisipasi masyarakat yaitu melalui: a. Usaha ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata. Ketika akan direncanakan program pemberdayaan masyarakat, yang terpenting adalah melihat apa yang paling banyak di butuhkan dan di minati oleh masyarakat. Apabila program yang akan dilaksanakan banyak dibutuhkan dan menarik oleh mata masyarakat, maka yang akan terjadi partisipasi dari warga mayarakat akan sangat besar. b. Usaha ini di dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban yang dikehendaki. Stimulasi yang dimaksudkan adalah sebagai masukan dan yang nantinya akan di jadikan pengantar dalam menimbulkan jawaban yang dikehendaki. c. Usaha itu di jadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki. Dalam program pemberdayaan motivasi dari yang akan melakukan pemberdayaan sangatlah penting. Dengan demikian secara sadar atau tidak sadar akan dapat membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki. Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep dalam upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan dapat memandirikan masyarakat. Partisipasi dari masyarakat merupakan perwujudan kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya program pemberdayaan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi. 16 2. Kajian tentang Pendidikan Nonformal a. Pendidikan Nonformal Pada zaman seperti sekarang ini pendidikan bukan hanya bisa di dapat melalui bangku sekolah saja. Jika dalam memperoleh ilmu pengetahuan hanya berfokus mengenai pendidikan formal, maka ini akan dirasa tidak adil bagi warga yang tidak bisa berkontribusi dalam pendidikan formal karena beberapa faktor, baik itu faktor ekonomi ataupun faktor yang lain. Membicarakan pendidikan nonformal bukan berarti hanya membahas pendidikan nonformal sebagai sebuah pendidikan alternatif bagi masyarakat, karena pendidikan nonformal merupakan sebuah layanan pendidikan yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku, keturunan), kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dan lain – lain. Selain itu, peran pendidikan nonformal dalam rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi masyarakat sangat dibutuhkan saat ini dan kedepan. Adapun pengertian dari pendidikan nonformal menurut Hamojoyo (1973:vii) adalah Usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita – cita sosial yang efektif guna meningkatkan taraf hidup dibanding materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. (Mustofa Kamil (2009:14). Sedangkan menurut Coombs (1973:11), pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar. (Mustofa Kamil 2009:14). Dari kedua definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta faktor – faktor yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal di pendidikan formal saja, tetapi juga di pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Republik 17 Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (10) satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, informal, dan nonformal pada setiap jenjang jenis pendidikan. Sedangkan ayat (12) mengatakan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Menurut Mustofa Kamil (2009:15) pendidikan nonformal diselenggrakan melalui tahapan – tahapan pengembangan bahan belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, pelaksanaan belajar mengajar dan penilaian. Bahan belajar yang disediakan pada pendidikan nonformal mencakup keseluruhan pengetahuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan aspek kehidupan. Alasan pada saat ini kebutuhan pendidikan nonformal semakin dibutuhkan oleh masyarakat karena teknologi semakin maju, kebutuhan pendidikan ketrampilan yang tidak bisa di jawab oleh pendidikan formal, dan keterbatasan akses pendidikan formal untuk masyarakat miskin dan pedalaman. Menurut Coombs(1973:73) pendidikan nonformal dapat dikelompokan kedalam dua hal, yaitu: 1) Program pendidikan dasar, yang memberikan pelayanan belajar kepada masyarakat yang belum memiliki kemampuan – kemampuan dasar seperti program literasi. Hal ini dilakukan dalam rangka membangun kemampuan dasar masyarakat (sasaran didiknya), terutama dalam implemtasi belajar sepanjang hayat. Maka pendidikan nonformal memiliki tugas khusus bukan hanya sekedar tuntutan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun akan tetapi yang paling penting mencerdaskan masyarakat pada level literasi (pembebasan buta huruf). 2) Program pendidikan lanjutan, yang memberikan pelayanan pendidikan untuk mengembangkan, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti pendidikan untuk peningkatan produktifitas kerja. Artinya bahwa layanan yang di berikan oleh pendidikan nonfomal berguna untuk nenambah apa yang dimiliki individu menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya pengetahuan dan 18 ketrampilan diharapkan bisa dimanfaatkan dalam dunia kerja yang sedang dijalani. Dalam Mustofa Kamil (2009:25) 2. Kajian Tentang PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) a. Pengertian PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar pada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. PKBM berupaya memotivasi serta memfasilitasi agar masyarakat dapat lebih mandiri, berdaya guna dengan upaya pemberdayaan dan pendidikan. Selain itu PKBM juga berperan sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau ketrampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan potensi yang ada di sekitar lingkungannya. Gambaran PKBM sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan sebagai pusat pendidikan/belajar masyarakat dapat dilihat dalam diagram berikut ini :Gambar 2.1 Sumber: (Mustofa, Kamil 2009:86) 19 Dari gambar 2.1 dapat digambarkan bagaimana PKBM sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat diharapkan mampu memfasilitasi berbagai kebutuhan belajar masyarakat dengan aneka ragam permasalahan yang dapat diselesaikan baik dalam bidang pendidikan, maupun bidang – bidang lain yang dapat diberdayakan terutama berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Namun demikian yang menjadi inti (core) kegiatan PKBM adalah dalam bidang pendidikan nonformal, kondisiini teridentifikasi dari berbagai kegiatan PKBM di negara berkembang dan khususnya di Indonesia. Namun demikian ada beberapa PKBM yang menggembangkan berbagai kegiatan pada bidang kehidupan ekonomi masyarakat lokal atau masyarakat sekitar PKBM didirikan (UNESCO 1999), di samping itu pula masyarakat itu sendiri serta daya dukung dari pemerintah daerah dan pengembangan PKBM/pendiri. Dari penjelasan tersebut menurut (Mustofa Kamil, 2009:86) mengenai pusat kegiatan belajar masyarakat, maka tugas pusat kegiatan belajar masyarakat antara lain: a. Sebagai tempat pelaksanaan pemberdayaan masyarakat serta teknologi yang dapat dimanfaatkan secara tepat guna. b. Sebagai pusat penginformasian kepada masyarakat dan birokrasi pemerintah. c. Sebagai lembaga kemitraan dengan lembaga – lembaga lain yang ada di sekitar pusat kegiatan belajar masyarakat maupun di luar pusat kegiatan belajar masyarakat. d. Sebagai fasilitator didalam kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. PKBM memiliki beberapa jenis program, dalam Mustofa Kamil (2009:93) a. Program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD). b. Program Pemberantasan Buta Huruf melalui Pendekatan Keaksaraan Fungsional (KF) c. Program kesetaraan pendidikan dasar melalui Paket A setara SD, Paket B setara SLTP dan Paket C setara SMA. 20 d. Program Pendidikan berkelanjutan antara lain Kelompok Belajar Usaha. e. Program lintas sektoral lainnya. Dari penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan PKBM merupakan suatu wadah yang didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berbagai jenis program yang dijalankan oleh PKBM bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar menjadi lebih mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan belajarnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. b. Azaz dalam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai sebuah lembaga yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, secara kelembagaan, pada PKBM juga melekat beberapa azas. Menurut (Sihombing, 1999:73) azas tersebut meliputi: 1) Azas kemanfaatan, setiap kehadiran PKBM harus benar – benar memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kehidupannya. 2) Azas kebermaknaan, PKBM dengan segala potensinya harus mampu memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar. 3) Azas kebersamaan, PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara bersama – sama, bukan milik perorangan, bukan milik satu kelompok atau golongan tertentu, dan bukan milik pemerintah. PKBM adalah milik bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan bersama. 4) Azas kemandirian, PKBM dalam pelaksanaan dan pengembangan kegiatan harus mengutamakan kekuatan diri sendiri. Meminta dan menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternative terakhir apabila kemandirian belum dapat tercapai. 5) Azas keselarasan, setiap kegiatan yang dilakukan oleh PKBM harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar. 6) Azas kebutuhan, setiap kegiatan atau program pembelajaran yang dilaksanakan di PKBM harus dimulai dengan kegiatan pembelajaran. 21 7) Azas tolong menolong, PKBM merupakan ajang belajar dan pembelajaran masyarakat yang didasarkan atas rasa asih dan asuh diantara sesama warga masyarakat. (Dinas Pendidikan Profinsi Jawa Barat 2003) Ketujuh azas tersebut sangat penting diterapkan dalam penyelenggaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, karena dengan menerapkan ketujuh azas tersebut proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, sesuai rencana, terarah, dan tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai. Dalam PKBM Pinilih juga menerapkan ke tujuh azas tersebut dalam proses pembelajaran. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua PKBM menerapkan ke tujuh azas seperti yang di utarakan oleh Sihombing. Persyaratan yang diperlukan di dalam melaksanakan pendidikan nonformal pada PKBM, yakni adanya 10 patokan pendidikan masyarakat yang harus dimiliki (menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003) : 1) Warga Belajar (WB) Prioritas adalah WB sekitar PKBM usia 10-44 tahun, buta aksara, putus sekolah: SD, SLTP, SLTA, dari keluarga kurang mampu atau miskin, dan warga masyarakat sekitar PKBM yang ingin memperoleh pengetahuan atau ketrampilan di jalur pendidikan luar sekolah. 2) Kelompok Belajar Kumpulan warga belajar yang terdiri dari minimal 3-5 orang, maksimal 20-40 orang yang diikat dalam satu kelompok belajar pendidikan luar sekolah. (Paket A, Paket B, Paket C, Kejar Usaha). 3) Sumber Belajar (Tutor) Adalah warga masyarakat (guru) atau warga masyarakat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta mau mengabdi kepada warga masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan ketrampilan tertentu. 4) Pamong Belajar (Penyelenggara, pengelola, pelaksana) Adalah seseorang yang telah diserahi tanggung jawab menyelenggarakan PKBM. 22 5) Sarana Belajar Adalah semua sarana atau alat yang menunjang berjalannya kegiatan proses belajar mengajar: (buku, alat tulis, alat peraga pendidikan dan sebagainya). 6) Panti Belajar Adalah bangunan (gedung) yang digunakan sebagai tempat atau lokasi PKBM, yaitu: a) Gedung sekolah atau bangunan yang tidak digunakan lagi. b) Gedung sekolah atau bangunan ada izin dari kepala sekolah atau pemilik untuk di gunakan sebagai PKBM minimal dalam jagka waktu 5 tahun. c) Gedung sekolah atau bangunan minimal memiliki dua ruangan (kelas). d) Gedung sekolah atau bangunan letaknya tidak jauh dari warga masyarakat yang akan bekajar di PKBM. 7) Pogram Belajar Beragam program pembelajaran yang dibutuhkan dan sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat. 8) Ragi Belajar Sesuatu yang dapat memotivasi kegiatan atau meningkatkan prestasi belajar warga masyarakat (warga belajar), seperti pujian, penghargaan, lomba dan intensif dalam rangka peningkatan mutu. 9) Dana Belajar Dana yang di berikan kepada warga belajar untuk menunjang proses kegiatan belajar ketrampilan dalam upaya melatih warga belajar untuk melakukan usaha produktif yang mengarah pada peningkatan mata pencaharian (program yang dibiayaai oleh pemerintah). 10) Hasil Belajar Hasil yang dicapai oleh warga belajar baik kualitatif maupun kuantitatif setelah warga belajar menyelesaikan program belajar atau pendidikan tertentu di PKBM berupa: a) Hasil dari kegiatan belajar 23 b) Hasil dari ketrampilan warga belajar c) Pemasaran hasil ketrampilan Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa PKBM sebagai wadah pendidikan nonformal memiliki peranan sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan masyarakat. Berbagai jenis kegiatan yang mencakup pendidikan, ketrampilan kerja, layanan informasi, kesehatan dan kebersihan, peningkatan kualitas hidup, agama dan budaya, dan kegiatan lainnya membuka kesempatan bagi setiap orang untuk menggagas, mambuat keputusan, dan bertindak menuju tujuan akhir pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dari penerapan azas – azas dan konsep pendidikan dalam komponen pembentuk pendidikan di PKBM dapat dikaji lebih jauh mengenai peranan tiap – tiap komponen dalam rangka pengembangan masyarakat khususnya masyarakat di sekitar lokasi PKBM. Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar akan tercermin antara lain dari keberhasilan untuk mendorong masyarakat belajar secara mandiri, membantu memperkuat pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya serta kontribusi PKBM terhadap kelangsungan serta peningkatan budaya masyarakat setempat. Sama halnya dengan 10 patokan syarat pelaksanaan pendidikan nonformal yang diutarakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. PKBM Pinilih juga menerapkan kesepuluh patokan tersebut dalam pelaksanaan program yang dilaksanakan, sehingga persyaratan yang harus dimiliki dalam pendidikan nonformal menunjukan bahwa PKBM merupakan wadah dari pendidikan nonformal. 4. Teori Struktural Fungsional Struktural Fungsionalisme merupakan sebuah teori sosiologi yang di perkenalkan oleh Talcot Parsons. Struktural Fungsionaliseme sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. Sistem ialah organisasi dari keseluruhan bagian – bagian yang saling bergantung yang berarti bahwa struktural fungsional terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, dan teratur dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki 24 kemungkinan untuk dapat berubah. Karena sistem cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan manusia. Salah satu pendekatan dalam paradigma fakta sosial adalah tindakan sosial yang di kembangkan oleh Talcot Parsons. Asumsi dasar Talcot Parsons tindakan sosial mengenai Structural Fungsional yaitu bahwa masyarakat menjadi satu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai – nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaan – perbedaan, sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu kesinambungan. Teori Struktural Fungsional mengangsumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian – bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sisitem. Yang menjadi fokus utama dari kerangka berfikir teori struktural fungsionalisme adalah mendefinisikan kegiatan yang di butuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sisitem sosial. Fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan yang harus di penuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Dalam teori sistem yang di bahas oleh Parsons, dia mengungkapkan bahwa ada persamaan antara masyarakat dan organisme hidup. Sistem itu hidup dan beraksi terhadap lingkungan, sistem itu mempertahankan kelangsungan organisasi serta fungsi – fungsi yang keduanya berbeda dari lingkungan, dan di dalam hal stabil daripada lingkungannya. Sistem yang hidup adalah sistem terbuka, yaitu saling mengalami pertukaran dengan lingkungannya. (Paloma, 2010:179). 25 Menggunakan definisi dari suatu fungsi, Parsons mengemukakan 4 fungsi suatu tindakan yang yang terkenal dengan skema AGIL, yaitu: a. Adaptation (Adaptasi) : suatu sistem harus bisa mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus beradaptasi dengan lingkungannya dan mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan – kebutuhanya. Dengan kata lain fungsi yang di miliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan harus memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. b. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan) : fungsi yang di miliki suatu sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. c. Integration (Integrasi) : suatu sistem harus mengatur antar hubungan bagian dari komponennya. Ia juga harus mengelola hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainya. Jadi agar suatu sistem dapat bekerja secara baik maka harus diperlukan tindakan solidaritas diantara individu – individu yang terlihat. Integrasi mengarah pada kebutuhan yang menjamin emosional yang nantinya dapat dipertahankan dan bisa di kembangkan. Dalam hal ini fungsi yang di miliki sebuah sistem dalam rangka mengkoordinasikan hubungan bagian – bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor – aktor di dalamya. d. Latency (Pemeliharaan Pola) : suatu sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui baik motivasi para individu maupun pola – pola budaya yang menciptakan dan menopang motivasi itu. Dan fungsi yang di miliki suatu sistem untuk melengkapi, memelihara dan memperbaiki pada tingkat individu maupun pola – pola cultural. (Ritzer, 2012:408) Dalam konsep AGIL yang di ungkapkan Parsons, ketika adaptasi, tujuan, integrasi dan pemeliharaan sudah diterapkan dalam sebuah sistem, akan muncul partisipasi dari apa yang terdapat pada sistem tersebut. Dengan kata lain partisipasi dari masyarakat akan muncul pada konsep AGIL yang diungkapkan Talcot Parsons. Partisipasi dari masyarakat merupakan salah satu aksi atau tindakan dari dijalankannya konsep AGIL dalam sebuah sistem. Talcot Parsons menggunakan istilah “Action” yang berarti secara tidak langsung aktifitas, 26 kreativitas dan proses penghayatan dari individu dengan menyusun rencana dari unit – unit dasar tindakan sosial dan karakteristik sebagai berikut: aktor berada pada kendali nilai – nilai, norma – norma dan ide yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternative untuk mencapai tujuan (Ritzer, 2008:57). Parsons mengungkapkan beberapa asumsi fundamental teori aksi tentang kesukarelaan (Voluntarism), diantaranya a. Tindakan manusia muncul dari kesadaran sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisiya sebagai obyek. b. Sebagai subyek manusia bertindak atau perilaku untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan. c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang di perkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. d. Kelangsungan tindakan manusia hanya di batasi oleh kondisi yang tidak dapat di ubah dengan sendirinya. e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya. f. Ukuran – ukuran, aturan – aturan atau prinsip – prinsip moral di harapkan timbul pada saat pengambilan keputusan. (Ritzer, 2002:46) Konsep dari Talcot Parsons mengenai teori aksi tentang tindakan sosial mengatakan bahwa manusia merupakan actor yang kreatif dan realitas sosial yang memiliki kebebasan untuk bertindak. Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma – norma mengarahkan dalam memilih alternative cara dan alat dalam mencapai tujuan. Kemampuan ini oleh Parsons di sebut voluntarism, yaitu kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternative yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Actor menurut konsep voluntarism adalah perilaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan untuk menilai dan memilih alternatif tindakan. Voluntaristik mencakup unsure – unsure dasar yang meliputi pelaku merupakan pribadi individual, pelaku mencari tujuan – tujuan yang akan di capai, pelaku mempunyaai cara – cara untuk mencapai tujuan, pelaku di hadapkan pada berbagi 27 kondisi situasional, pelaku dikuasai oleh nilai – nilai, kaidah – kaidah, dan gagasan – gagasan lain yang mempengaruhi penetapan tujuan dan pemilihan cara untuk mencapai tujuan, sedangkan aksi mencakup pengambilan keputusan secara subyektif oleh pelaku untuk memilih cara mencapai tujuan, yang dibatasi oleh berbagai gagasan dan kondisi situasional. Proses yang tergambar tersebut seringkali di sebut unit aksi, dengan aksi sosial yang menyangkut perbuatan yang di lakukan oleh satu atau beberapa pelaku. Parsons mendesain skema AGIL untuk di gunakan pada semua tingkat dalam sistem teoritisnya. Terutama dalam sistem tindakan yang dapat dicontohkan sebagai berikut: a. Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan mengubah lingkungan eksternal. b. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. c. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian – bagian yang menjadi komponennya. (Ritzer: 2012:416) Jadi dalam memahami teori Struktural Fungsional Talcot Parsons, masyarakat diibaratkan sebagai sebuah sistem atau organisme. Jadi antara organ satu dengan lainnya memiliki keterkaitan yang tidak dapat di pisahkan. Masing – masing mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang seharusnya di lakukan untuk menjaga kelangsungan sistem tersebut. Dari definisi fungsi, Talcot Parsons mengemukakan empat fungsi suatu tindakan yang sering di kenal dengan konsep AGIL. Suatu sistem akan berjalan dengan semestinya apabila menerapkan konsep tersebut, diantaranya adaptasi, goal (tujuan), integration (integrasi), latency (pemeliharaan). Bisa dikatakan itu merupakan suatu strategi yang nantinya akan mengembangkan sebuah sistem yang ada di sebuah masyarakat. Konsep AGIL erat kaitannya dengan partisipasi, hal ini di karenakan sebuah sistem yang ada dalam suatu masyarakat pasti mempunyaai peran masing – masing. Dari peran yang di jalankan suatu fungsi berarti telah terjadi sebuah aksi atau tindakan. Aksi 28 atau tindakan yang di ungkapkan Parsons terdapat beberapa asumsi fundamental tentang kesukarelaan (voluntarism). Dengan demikian AGIL dan aksi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan ketika di hubungkan dengan sebuah sistem dalam masyarakat. B. Kerangka Berfikir Pada masyarakat desa masih banyak ditemui warga dengan tingkat pendidikan rendah. Faktor yang mempengaruhi warga desa berpendidikan rendah diantaranya kurang memahami arti penting pendidikan dan tingkat perekonomian yang rendah. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal.Untuk itu program pendidikan nonformal khususnya PKBM berupaya untuk menyelesaikan masalah rendahnya pendidikan dengan program – program alternatif. Berdasarkan latar belakang long life educational program yang merupakan program pendidikan seumur hidup yang pada intinya menekankan bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar, dan adanya kesepakatan Dikluspora pada tahun 1998 mengenai pentingnya dirintis suatu tempat pembelajaran di tengah – tengah masyarakat, dengan program yang benar – benar dibutuhkan oleh masyarakat, maka mulai sejak itu dirintis sebuah wadah beserta pelaksana pendidikan luar sekolah yang berwujud Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Banyak sekali program yang dikembangkan oleh PKBM, diantaranya program kesetaraan (Paket B dan C), taman bacaan masyarakat, Kelompok belajar usaha/KBU, Keaksaraan Fungsional, TPQ, Pelestarian Budaya Jawa dan PAUD. Dengan strategi yang diterapkan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam proses pemberdayaan diharapkan program – program yang di selenggarakan oleh PKBM dapat berjalan dengan baik dan dapat terus berkembang. Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tentu tidak lepas dari masyarakat, karena pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat itu memiliki prisip dari, oleh dan untuk masyarakat. Dari mulai awal program di sosoalisasikan hingga pelaksanaanya pasti akan muncul partisipasi dari warga sekitar. Bentuk bentuk partisipasi dapat di wujudkan dengan berbagai hal, baik itu dalam bentuk 29 uang, barang, tenaga, pikiran, keikutsertaan menjadi warga belajar hingga menjadi staff pengajar. Dengan adanya partisipasi dari waga masyarakat, maka akan membentuk konsep pemberdayaan itu sendiri, yaitu dalam hal meningatnya pengetahuan dan wawasan, menaikan taraf hidup warga belajar untuk kedepannya, meningkatnya kesadaran warga belajar akan pentingnya pendidikan atau ketrampilan, dan terbukanya kesempatan warga belajar untuk meningkatkan pendapatan/ekonomi dan kesejahteraan meningkat.Berikut bagan kerangka berfikir: Tingkat Pendidikan Redah PKBM Pinilih Strategi Pengelolaan PKBM Bentuk Partisipasi Konsep Pemberdayaan Masyarakat Gambar 2.2 Kerangka Berfikir