8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian tentang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kajian tentang Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat,
namun dalam hal penyampaian ilmu pendidikan, masyarakat yang peduli akan
nasib bangsa juga dapat turut serta memberikan pendidikan kepada yang
membutuhkan. Partisipasi masyarakat didalam pendidikan dapat dilaksanakan
dengan upaya pendidikan non formal. Penekanan utama didalam pendidikan
non formal pada dasarnya lebih ditekankan pemberdayaan potensi yang
dimiliki setiap individu, agar potensi yang dimiliki di dalam jiwa seseorang
dapat terasah dan berkembang.
Menurut Mas’oed (1990), Pemberdayaan merupakan “upaya untuk
memberikan daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada
masyarakat”
Sumodiningrat
“kemampuan
(Totok
(1997)
individu
Mardikanto,
Peberdayaan
yang
2014:152).
masyarakat
bersenyawa
dengan
Kemudian
diartikan
masyarakat
menurut
sebagai
dalam
membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan” (Totok Mardikanto,
2014:156). Oleh karena itu, pemberdayaan dapat disamakan dengan perolehan
kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah.
Harry Hikmat (2001: x) “Pemberdayaan adalah suatu aktifitas refleksi,
suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen
atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (selfdetermination)”. Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim,
hubungan, sumber – sumber dan alat – alat prosedural yang melaluinya
masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan
sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya meningkatkan daya
8
9
seseorang, baik itu berupa pengetahuan ataupun ketrampilan supaya
kemampuan seseorang dapat lebih baik dari sebelumnya. Dengan upaya
pemberdayaan maka diharapkan kesejahteraan dan ekonomi seseorang dapat
meningkat.
Dengan adanya
pemberdayaan serta kesadaran masyarakat untuk
didayagunakan, maka diharapkan adanya perubahan didalam diri masing –
masing individu. Diantaranya kemampuan mereka untuk mengelola potensi
diri. Dengan meningkatnya potensi didalam diri, maka seseorang akan dapat
lebih kreatif serta inovatif. Dalam pemberdayaan, apabila partisipasi
masyarakat tinggi terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka kondisi
– kondisi yang tadinya belum maksimal diharapkan setelah adanya partisipasi
dari berbagai pihak akan dapat termotivasi. Swift dan Levin mengatakan
bahwa pemberdayaan merujuk pada kelompok rentan dan lemah, untuk :
(Totok Mardikanto, 2014:153)
a. Memiliki akses terhadap sumber – sumber produktif yang memungkinkan
mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang –
barang dan jasa – jasa yang mereka perlukan.
b. Partisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan – keputusan yang
mempengaruhi mereka. Pemberdayaan merujuk pada usaha pengalokasian
kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
Dari pernyataan yang dikemukakan tersebut, berarti pemberdayaan
merupakan upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup individu maupun
kelompok didalam masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi
bagi individu yang rentan dan lemah agar swasembada masyarakat yang
belum mampu dapat tercapai
Menurut Sumodiningrat (1997)) disini titik tolak dalam pemberdayaan
masyarakat yang pertama adalah pengenalan bahwa setiap manusia, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama
sekali tanpa daya, karena jika demikian sudah punah. Pemberdayaan adalah
upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
10
untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah –
langkah lebih positif. Dalam rangka pemberdayaan, upaya yang amat pokok
adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke
dalam sumber – sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, dan
informasi, lapangan kerja, dan pasar.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar
sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang yang lemah. Pemberdayaan
masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada
berbagai program pemberian (charity), melainkan membuat masyarakat agar
lebih berdaya.(Totok Mardikanto (2014:155)
b. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pada bagian sebelumnya telah dikemukan bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu upaya untuk meningkatkan daya seseorang, baik
itu berupa pengetahuan ataupun ketrampilan supaya kemampuan seseorang
dapat lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat pasti memiliki tujuan jelas yang nantinya akan
berperan penting untuk terwujudnya masyarakat yang lebih sejahtera dari
sebelumnya.
Menurut Totok Mardikanto (2014:202) tujuan pemberdayaan masyarakat
ada enam poin, yaitu:
1) Perbaikan kelembagaan (better institution)
11
Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan
memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan
usaha.
2) Perbaikan usaha (better business)
Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibisnislitas,
kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis
yang dilakukan.
3) Perbaikan pendapatan (better income)
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat
memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan
keluarga dan masyarakatnya.
4) Perbaikan lingkungan (better environment)
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik
dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh
kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.
5) Perbaikan kehidupan (better living)
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan
dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.
6) Perbaikan masyarakat (better community)
Kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan
sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat
yang lebih baik pula.
Dari pernyataan tersebut, berarti tujuan dari pemberdayaan masyarakat
pada intinya untuk melakukan perbaikan aspek - aspek yang ada di dalam
masyarakat, sehingga dapat merubah dan menjadikan kehidupan lebih baik
dari sebelumnya. Untuk itu, dalam proses pemberdayaan diperlukan
partisipasi dari masyarakat agar program – progam pemberdayaan yang telah
di susun dapat memberi manfaat bagi warga masyarakat dan lembaga itu
sendiri.
Dalam program pemberdayaan masyarakat, partisipasi dari masyarakat
sangat diperlukan. Partisipasi menurut United Nation dalam Ravik Karsidi
12
(2004:4) diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaataan hasil dan evaluasi program pemberdayaan.
Istilah partisipasi sering juga diartikan dalam kaitannya dengan
pembangunan, sebagai pembangunan masyarakat yang mandiri,
perwakilan, mobilitas sosial, pembagian sosial, yang merata terhadap hasil
– hasil pembangunan, penetapan kelembagaan khusus, demokrasi politik
dan sosial, reformasi sosial, atau bahkan yang disebut revolusi rakyat
(Ramlan dalam Slamet, 1994:1). Dalam Ravik Karsidi (2004:14)
Sementara itu (Webster dalam Totok Mardikanto, 2003:117) menyebutkan
“partisipasi sebagai tindakan untuk “mengambil bagian” yaitu kegiatan atau
pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud
memperoleh manfaat”. Sedangkan dalam kamus sosiologi diartikan bahwa
partisipasi merupakan “keikutsertan seseorang di dalam kelompok sosial
untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, diluar pekerjaan atau
profesinya sendiri”. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun
2004 tentang “partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk
mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana
pembangunan”. Sedangkan menurut Totok Mardikanto (2003:90), partisipasi
adalah “keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam
suatu kegiatan”.
Dari penjelasan tersebut mengenai partisipasi, peneliti menyimpulkan
partisipasi adalah keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
kegiatan
tertentu,
mulai
dari
perencanaan
program
pemberdayaan,
pelaksanaan sehingga manfaat yang di dapat dari program pemberdayaan.
Dengan begitu partisipasi merupakan sebuah proses yang aktif, yang
mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait untuk mengambil
inisiatif menggunakan kebebasan untuk melakukan hal tersebut.
Dari definisi mengenai partisipasi masyarakat, kata kunci yang utama
adalah adanya kesukarelaan anggota masyarakat untuk terlibat atau
melibatkan diri. Berkaitan dengan tingkat kesukarelaan masyarakat untuk
berpartisipasi, Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang
kesukarelaan, antara lain (Totok Mardikanto 2014:183):
13
a. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh karena motivasi
intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri. Jadi
partisipasi bentuk ini terjadi tanpa adanya pemaksaan dari pihak luar.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peran serta yang tumbuh karena terinduksi
oleh adanya motivasi ekstrinsik berupa bujukan, pengaruh atau dorongan
dari luar meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh
untuk berpartisipasi.
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran serta yang tumbuh karena
adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat
pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi
kebiasaan, nilai - nilai, atau norma – norma yang dianut oleh masyarakat
setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan
masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial ekonomi, yaitu peran serta yang
dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita
kerugian tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang
dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan karena
takut menerima hukuman dari peraturan atau ketentuan yang sudah
diberlakukan.
Raharjo (Mardikanto, 2014:183), menjelaskan ada tiga variasi bentuk
partisipasi ditunjukan masyarakat, juga berkaitan dengan kemauan politik
(political will) penguasa untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berpartisipasi yaitu:
1.
Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk
kegiatan – kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan,
tetapi untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan
bagi stabilitas nasional dan kalangan pembangunan diatasi. Jadi kegiatan
yang di lakukan di sini tidak yang begitu berat dan menimbulkan hal –
hal yang dapat membahayakan stabiltas nasional.
14
2.
Partisipasi penuh (full schale participation), artinya partisipasi seluas –
luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan. Disini keikutsetaan
anggota akan program pemberdayaan masyarakat sangat luas.
3. Mobilisasi tanpa partisipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan
pemerintah (penguasa), tetapi masyarakat sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk mempertimbangkan kepentingan pribadinya dan tidak
diberi
kesempatan
untuk
turut
mangajukan
tututan
maupun
mempengaruhi jalannya kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Pusic dalam Aristo (2004:296) Partisipasi dalam pelaksanaan
kegiatan pemberdayaan dapat di wujudkan dengan berbagai bentuk
diantaranya:
1. Pikiran (Psychological participation), merupakan partisipasi yang di
berikan dalam bentuk ide – ide, pengetahuan ataupun ilmu oleh seorang
sukarelawan yang bergabung dalam sebuah lembaga pemberdayaan
masyarakat ataupun instansi lainnya.
2. Tenaga (Physical participation), merupakan partisipasi yang di berikan
dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha – usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatu program.
3. Pikiran
dan
tenaga
(Psychological
participation
dan
Physical
participation), merupakan keikutsertaan seseorang dalam bentuk ilmu
pengetahuan dan tenaga dalam pelaksanaan program pemberdayaan.
4. Keahlian (Participation with skill), memberikan dorongan melalui
keahlian yang di milikinya kepada anggota masyarakat lain yang
membutuhkan.
5. Barang (Material participation), bentuk partisipasi untuk melengkapi
sarana dan prasarana pada sebuah lembaga sosial dalam suatu kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
6. Uang (Money participation), bentuk partisipasi untuk memperlancar
usaha – usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan
bantuan.
15
Jadi dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat, akan muncul
partisipasi dari berbagai pihak yang ada di sekitarnya. Partisipasi tersebut
dapat di wujudkan dengan bentuk yang berbeda – beda, baik yang abstrak
ataupun yang kongkrid.
Menurut Westra (1976) dalam Totok Mardikanto (2014:110) cara – cara
dalam menggerakkan partisipasi masyarakat yaitu melalui:
a. Usaha ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.
Ketika akan direncanakan program pemberdayaan masyarakat, yang
terpenting adalah melihat apa yang paling banyak di butuhkan dan di
minati oleh masyarakat. Apabila program yang akan dilaksanakan banyak
dibutuhkan dan menarik oleh mata masyarakat, maka yang akan terjadi
partisipasi dari warga mayarakat akan sangat besar.
b.
Usaha ini di dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi
mendorong timbulnya jawaban yang dikehendaki. Stimulasi yang
dimaksudkan adalah sebagai masukan dan yang nantinya akan di jadikan
pengantar dalam menimbulkan jawaban yang dikehendaki.
c.
Usaha itu di jadikan motivasi terhadap masyarakat yang berfungsi
membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki. Dalam program
pemberdayaan motivasi dari yang akan melakukan pemberdayaan
sangatlah penting. Dengan demikian secara sadar atau tidak sadar akan
dapat membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki.
Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep dalam upaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan dapat memandirikan masyarakat. Partisipasi dari masyarakat
merupakan perwujudan kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab
masyarakat terhadap pentingnya program pemberdayaan yang bertujuan untuk
meningkatkan ekonomi.
16
2. Kajian tentang Pendidikan Nonformal
a. Pendidikan Nonformal
Pada zaman seperti sekarang ini pendidikan bukan hanya bisa di dapat
melalui bangku sekolah saja. Jika dalam memperoleh ilmu pengetahuan hanya
berfokus mengenai pendidikan formal, maka ini akan dirasa tidak adil bagi
warga yang tidak bisa berkontribusi dalam pendidikan formal karena beberapa
faktor, baik itu faktor ekonomi ataupun faktor yang lain. Membicarakan
pendidikan nonformal bukan berarti hanya membahas pendidikan nonformal
sebagai sebuah pendidikan alternatif bagi masyarakat, karena pendidikan
nonformal merupakan sebuah layanan pendidikan yang tidak dibatasi dengan
waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku, keturunan), kondisi sosial budaya,
ekonomi, agama dan lain – lain. Selain itu, peran pendidikan nonformal dalam
rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi masyarakat sangat
dibutuhkan saat ini dan kedepan. Adapun pengertian dari pendidikan
nonformal menurut Hamojoyo (1973:vii) adalah
Usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sistem
persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu,
kelompok dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita – cita sosial yang
efektif guna meningkatkan taraf hidup dibanding materil, sosial dan
mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. (Mustofa
Kamil (2009:14).
Sedangkan menurut Coombs (1973:11), pendidikan nonformal adalah
setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar
pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau
merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan
maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam
mencapai tujuan belajar. (Mustofa Kamil 2009:14).
Dari kedua definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan
nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang
terlembagakan, yang di dalamnya terkandung makna bahwa setiap
pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang
matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik,
sumber belajar, serta faktor – faktor yang satu sama lain tidak dapat
dipisahkan dalam pendidikan nonformal di pendidikan formal saja, tetapi juga
di pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Republik
17
Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat
(10) satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, informal, dan nonformal
pada setiap jenjang jenis pendidikan. Sedangkan ayat (12) mengatakan bahwa
pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Menurut Mustofa Kamil (2009:15) pendidikan nonformal diselenggrakan
melalui tahapan – tahapan pengembangan bahan belajar, pengorganisasian
kegiatan belajar, pelaksanaan belajar mengajar dan penilaian. Bahan belajar
yang disediakan pada pendidikan nonformal mencakup keseluruhan
pengetahuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan aspek kehidupan.
Alasan pada saat ini kebutuhan pendidikan nonformal semakin dibutuhkan
oleh masyarakat karena teknologi semakin maju, kebutuhan pendidikan
ketrampilan yang tidak bisa di jawab oleh pendidikan formal, dan keterbatasan
akses pendidikan formal untuk masyarakat miskin dan pedalaman.
Menurut Coombs(1973:73) pendidikan nonformal dapat dikelompokan
kedalam dua hal, yaitu:
1) Program pendidikan dasar, yang memberikan pelayanan belajar kepada
masyarakat yang belum memiliki kemampuan – kemampuan dasar seperti
program literasi. Hal ini dilakukan dalam rangka membangun kemampuan
dasar masyarakat (sasaran didiknya), terutama dalam implemtasi belajar
sepanjang hayat. Maka pendidikan nonformal memiliki tugas khusus
bukan hanya sekedar tuntutan wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun akan tetapi yang paling penting mencerdaskan masyarakat pada
level literasi (pembebasan buta huruf).
2) Program pendidikan lanjutan, yang memberikan pelayanan pendidikan
untuk mengembangkan, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ke
jenjang yang lebih tinggi, seperti pendidikan untuk peningkatan
produktifitas kerja. Artinya bahwa layanan yang di berikan oleh
pendidikan nonfomal berguna untuk nenambah apa yang dimiliki individu
menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya pengetahuan dan
18
ketrampilan diharapkan bisa dimanfaatkan dalam dunia kerja yang sedang
dijalani.
Dalam Mustofa Kamil (2009:25)
2. Kajian Tentang PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
a. Pengertian PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pusat
Kegiatan
Belajar
Masyarakat
merupakan
sebuah
lembaga
pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta
diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di
pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar pada seluruh
lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. PKBM berupaya memotivasi
serta memfasilitasi agar masyarakat dapat lebih mandiri, berdaya guna dengan
upaya pemberdayaan dan pendidikan. Selain itu PKBM juga berperan sebagai
tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau
ketrampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan potensi yang ada di
sekitar lingkungannya.
Gambaran PKBM sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan sebagai
pusat pendidikan/belajar masyarakat dapat dilihat dalam diagram berikut
ini :Gambar 2.1
Sumber: (Mustofa, Kamil 2009:86)
19
Dari gambar 2.1 dapat digambarkan bagaimana PKBM sebagai pusat
kegiatan belajar masyarakat diharapkan mampu memfasilitasi berbagai
kebutuhan belajar masyarakat dengan aneka ragam permasalahan yang dapat
diselesaikan baik dalam bidang pendidikan, maupun bidang – bidang lain
yang dapat diberdayakan terutama berhubungan dengan peningkatan kualitas
hidup masyarakat itu sendiri. Namun demikian yang menjadi inti (core)
kegiatan PKBM adalah dalam bidang pendidikan nonformal, kondisiini
teridentifikasi dari berbagai kegiatan PKBM di negara berkembang dan
khususnya di Indonesia. Namun demikian ada beberapa PKBM yang
menggembangkan berbagai kegiatan pada bidang kehidupan ekonomi
masyarakat lokal atau masyarakat sekitar PKBM didirikan (UNESCO 1999),
di samping itu pula masyarakat itu sendiri serta daya dukung dari pemerintah
daerah dan pengembangan PKBM/pendiri.
Dari penjelasan tersebut menurut (Mustofa Kamil, 2009:86) mengenai
pusat kegiatan belajar masyarakat, maka tugas pusat kegiatan belajar
masyarakat antara lain:
a. Sebagai tempat pelaksanaan pemberdayaan masyarakat serta teknologi
yang dapat dimanfaatkan secara tepat guna.
b. Sebagai pusat penginformasian kepada masyarakat dan birokrasi
pemerintah.
c. Sebagai lembaga kemitraan dengan lembaga – lembaga lain yang ada di
sekitar pusat kegiatan belajar masyarakat maupun di luar pusat kegiatan
belajar masyarakat.
d. Sebagai fasilitator didalam kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
PKBM memiliki beberapa jenis program, dalam Mustofa Kamil (2009:93)
a. Program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD).
b. Program Pemberantasan Buta Huruf melalui Pendekatan Keaksaraan
Fungsional (KF)
c. Program kesetaraan pendidikan dasar melalui Paket A setara SD, Paket B
setara SLTP dan Paket C setara SMA.
20
d. Program Pendidikan berkelanjutan antara lain Kelompok Belajar Usaha.
e. Program lintas sektoral lainnya.
Dari penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan PKBM merupakan suatu
wadah yang didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berbagai jenis
program yang dijalankan oleh PKBM bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat agar menjadi lebih mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan
belajarnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya.
b. Azaz dalam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Sebagai sebuah lembaga yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat,
secara kelembagaan, pada PKBM juga melekat beberapa azas. Menurut
(Sihombing, 1999:73) azas tersebut meliputi:
1) Azas kemanfaatan, setiap kehadiran PKBM harus benar – benar
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dalam upaya
memperbaiki dan mempertahankan kehidupannya.
2) Azas kebermaknaan, PKBM dengan segala potensinya harus mampu
memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar.
3) Azas kebersamaan, PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara
bersama – sama, bukan milik perorangan, bukan milik satu kelompok atau
golongan tertentu, dan bukan milik pemerintah. PKBM adalah milik
bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan bersama.
4) Azas kemandirian, PKBM dalam pelaksanaan dan pengembangan
kegiatan harus mengutamakan kekuatan diri sendiri. Meminta dan
menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternative terakhir apabila
kemandirian belum dapat tercapai.
5) Azas keselarasan, setiap kegiatan yang dilakukan oleh PKBM harus sesuai
dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar.
6) Azas kebutuhan, setiap kegiatan atau program pembelajaran yang
dilaksanakan di PKBM harus dimulai dengan kegiatan pembelajaran.
21
7) Azas tolong menolong, PKBM merupakan ajang belajar dan pembelajaran
masyarakat yang didasarkan atas rasa asih dan asuh diantara sesama warga
masyarakat.
(Dinas Pendidikan Profinsi Jawa Barat 2003)
Ketujuh azas tersebut sangat penting diterapkan dalam penyelenggaraan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, karena dengan menerapkan ketujuh azas
tersebut proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, sesuai rencana,
terarah, dan tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai. Dalam PKBM
Pinilih juga menerapkan ke tujuh azas tersebut dalam proses pembelajaran.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua PKBM menerapkan ke tujuh azas
seperti yang di utarakan oleh Sihombing.
Persyaratan yang diperlukan di dalam melaksanakan pendidikan
nonformal pada PKBM, yakni adanya 10 patokan pendidikan masyarakat yang
harus dimiliki (menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003) :
1) Warga Belajar (WB)
Prioritas adalah WB sekitar PKBM usia 10-44 tahun, buta aksara, putus
sekolah: SD, SLTP, SLTA, dari keluarga kurang mampu atau miskin, dan
warga masyarakat sekitar PKBM yang ingin memperoleh pengetahuan
atau ketrampilan di jalur pendidikan luar sekolah.
2) Kelompok Belajar
Kumpulan warga belajar yang terdiri dari minimal 3-5 orang, maksimal
20-40 orang yang diikat dalam satu kelompok belajar pendidikan luar
sekolah. (Paket A, Paket B, Paket C, Kejar Usaha).
3) Sumber Belajar (Tutor)
Adalah warga masyarakat (guru) atau warga masyarakat yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan serta mau mengabdi kepada warga
masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan ketrampilan tertentu.
4) Pamong Belajar (Penyelenggara, pengelola, pelaksana)
Adalah seseorang yang telah diserahi tanggung jawab menyelenggarakan
PKBM.
22
5) Sarana Belajar
Adalah semua sarana atau alat yang menunjang berjalannya kegiatan
proses belajar mengajar: (buku, alat tulis, alat peraga pendidikan dan
sebagainya).
6) Panti Belajar
Adalah bangunan (gedung) yang digunakan sebagai tempat atau lokasi
PKBM, yaitu:
a) Gedung sekolah atau bangunan yang tidak digunakan lagi.
b) Gedung sekolah atau bangunan ada izin dari kepala sekolah atau
pemilik untuk di gunakan sebagai PKBM minimal dalam jagka waktu
5 tahun.
c) Gedung sekolah atau bangunan minimal memiliki dua ruangan (kelas).
d) Gedung sekolah atau bangunan letaknya tidak jauh dari warga
masyarakat yang akan bekajar di PKBM.
7) Pogram Belajar
Beragam program pembelajaran yang dibutuhkan dan sesuai dengan
kebutuhan warga masyarakat.
8) Ragi Belajar
Sesuatu yang dapat memotivasi kegiatan atau meningkatkan prestasi
belajar warga masyarakat (warga belajar), seperti pujian, penghargaan,
lomba dan intensif dalam rangka peningkatan mutu.
9) Dana Belajar
Dana yang di berikan kepada warga belajar untuk menunjang proses
kegiatan belajar ketrampilan dalam upaya melatih warga belajar untuk
melakukan usaha produktif yang mengarah pada peningkatan mata
pencaharian (program yang dibiayaai oleh pemerintah).
10) Hasil Belajar
Hasil yang dicapai oleh warga belajar baik kualitatif maupun kuantitatif
setelah warga belajar menyelesaikan program belajar atau pendidikan
tertentu di PKBM berupa:
a) Hasil dari kegiatan belajar
23
b) Hasil dari ketrampilan warga belajar
c) Pemasaran hasil ketrampilan
Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa PKBM sebagai wadah pendidikan
nonformal memiliki peranan sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan
masyarakat. Berbagai jenis kegiatan yang mencakup pendidikan, ketrampilan
kerja, layanan informasi, kesehatan dan kebersihan, peningkatan kualitas
hidup, agama dan budaya, dan kegiatan lainnya membuka kesempatan bagi
setiap orang untuk menggagas, mambuat keputusan, dan bertindak menuju
tujuan akhir pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dari penerapan azas – azas
dan konsep pendidikan dalam komponen pembentuk pendidikan di PKBM
dapat dikaji lebih jauh mengenai peranan tiap – tiap komponen dalam rangka
pengembangan masyarakat khususnya masyarakat di sekitar lokasi PKBM.
Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka
pemberdayaan masyarakat sekitar akan tercermin antara lain dari keberhasilan
untuk mendorong masyarakat belajar secara mandiri, membantu memperkuat
pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya serta
kontribusi
PKBM
terhadap
kelangsungan
serta
peningkatan
budaya
masyarakat setempat. Sama halnya dengan 10 patokan syarat pelaksanaan
pendidikan nonformal yang diutarakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
PKBM Pinilih juga menerapkan kesepuluh patokan tersebut dalam
pelaksanaan program yang dilaksanakan, sehingga persyaratan yang harus
dimiliki dalam pendidikan nonformal menunjukan bahwa PKBM merupakan
wadah dari pendidikan nonformal.
4. Teori Struktural Fungsional
Struktural Fungsionalisme merupakan sebuah teori sosiologi yang di
perkenalkan oleh Talcot Parsons. Struktural Fungsionaliseme sering
menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial.
Sistem ialah organisasi dari keseluruhan bagian – bagian yang saling
bergantung yang berarti bahwa struktural fungsional terdiri dari bagian yang
sesuai, rapi, dan teratur dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah
sistem, maka struktur
yang terdapat di masyarakat akan memiliki
24
kemungkinan untuk dapat berubah. Karena sistem cenderung ke arah
keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi
secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus
berjalan seiring dengan perkembangan manusia. Salah satu pendekatan dalam
paradigma fakta sosial adalah tindakan sosial yang di kembangkan oleh Talcot
Parsons.
Asumsi dasar Talcot Parsons tindakan sosial mengenai Structural
Fungsional yaitu bahwa masyarakat menjadi satu kesatuan atas dasar
kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai – nilai tertentu yang mampu
mengatasi perbedaan – perbedaan, sehingga masyarakat tersebut dipandang
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu
kesinambungan. Teori Struktural Fungsional mengangsumsikan bahwa
masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian atau
subsistem yang saling berhubungan. Bagian – bagian tersebut berfungsi dalam
segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sisitem.
Yang menjadi fokus utama dari kerangka berfikir teori struktural
fungsionalisme adalah mendefinisikan kegiatan yang di butuhkan untuk
menjaga kelangsungan hidup sisitem sosial. Fungsionalisme melihat
masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling
berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa terpisah dari
keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa
persyaratan atau kebutuhan yang harus di penuhi agar sebuah sistem sosial
bisa bertahan.
Dalam teori sistem yang di bahas oleh Parsons, dia mengungkapkan
bahwa ada persamaan antara masyarakat dan organisme hidup. Sistem itu
hidup dan beraksi terhadap lingkungan, sistem itu mempertahankan
kelangsungan organisasi serta fungsi – fungsi yang keduanya berbeda dari
lingkungan, dan di dalam hal stabil daripada lingkungannya. Sistem yang
hidup adalah sistem terbuka, yaitu saling mengalami pertukaran dengan
lingkungannya. (Paloma, 2010:179).
25
Menggunakan definisi dari suatu fungsi, Parsons mengemukakan 4 fungsi
suatu tindakan yang yang terkenal dengan skema AGIL, yaitu:
a. Adaptation (Adaptasi) : suatu sistem harus bisa mengatasi kebutuhan
mendesak yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus beradaptasi
dengan lingkungannya dan mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan
– kebutuhanya. Dengan kata lain fungsi yang di miliki oleh sebuah sistem
untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan harus memenuhi kebutuhan
dari sistem tersebut.
b. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan) : fungsi yang di miliki suatu sistem
harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
c. Integration (Integrasi) : suatu sistem harus mengatur antar hubungan bagian
dari komponennya. Ia juga harus mengelola hubungan di antara tiga
imperatif fungsional lainya. Jadi agar suatu sistem dapat bekerja secara baik
maka harus diperlukan tindakan solidaritas diantara individu – individu yang
terlihat. Integrasi mengarah pada kebutuhan yang menjamin emosional yang
nantinya dapat dipertahankan dan bisa di kembangkan. Dalam hal ini fungsi
yang di miliki sebuah sistem dalam rangka mengkoordinasikan hubungan
bagian – bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor – aktor di
dalamya.
d. Latency (Pemeliharaan Pola) : suatu sistem harus menyediakan, memelihara,
dan memperbarui baik motivasi para individu maupun pola – pola budaya
yang menciptakan dan menopang motivasi itu. Dan fungsi yang di miliki
suatu sistem untuk melengkapi, memelihara dan memperbaiki pada tingkat
individu maupun pola – pola cultural. (Ritzer, 2012:408)
Dalam konsep AGIL yang di ungkapkan Parsons, ketika adaptasi, tujuan,
integrasi dan pemeliharaan sudah diterapkan dalam sebuah sistem, akan muncul
partisipasi dari apa yang terdapat pada sistem tersebut. Dengan kata lain
partisipasi dari masyarakat akan muncul pada konsep AGIL yang diungkapkan
Talcot Parsons. Partisipasi dari masyarakat merupakan salah satu aksi atau
tindakan dari dijalankannya konsep AGIL dalam sebuah sistem. Talcot Parsons
menggunakan istilah “Action” yang berarti secara tidak langsung aktifitas,
26
kreativitas dan proses penghayatan dari individu dengan menyusun rencana dari
unit – unit dasar tindakan sosial dan karakteristik sebagai berikut: aktor berada
pada kendali nilai – nilai, norma – norma dan ide yang mempengaruhi dalam
memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternative untuk mencapai tujuan
(Ritzer, 2008:57).
Parsons mengungkapkan beberapa asumsi fundamental teori aksi tentang
kesukarelaan (Voluntarism), diantaranya
a. Tindakan manusia muncul dari kesadaran sendiri sebagai subyek dan dari
situasi eksternal dalam posisiya sebagai obyek.
b. Sebagai subyek manusia bertindak atau perilaku untuk mencapai tujuan –
tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode
serta perangkat yang di perkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Kelangsungan tindakan manusia hanya di batasi oleh kondisi yang tidak
dapat di ubah dengan sendirinya.
e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan,
sedang dan yang telah dilakukannya.
f. Ukuran – ukuran, aturan – aturan atau prinsip – prinsip moral di harapkan
timbul pada saat pengambilan keputusan. (Ritzer, 2002:46)
Konsep dari Talcot Parsons mengenai teori aksi tentang tindakan sosial
mengatakan bahwa manusia merupakan actor yang kreatif dan realitas sosial yang
memiliki kebebasan untuk bertindak. Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana
norma – norma mengarahkan dalam memilih alternative cara dan alat dalam
mencapai tujuan. Kemampuan ini oleh Parsons di sebut voluntarism, yaitu
kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat
dari sejumlah alternative yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Actor
menurut konsep voluntarism adalah perilaku aktif dan kreatif serta mempunyai
kemampuan untuk menilai dan memilih alternatif tindakan. Voluntaristik
mencakup unsure – unsure dasar yang meliputi pelaku merupakan pribadi
individual, pelaku mencari tujuan – tujuan yang akan di capai, pelaku
mempunyaai cara – cara untuk mencapai tujuan, pelaku di hadapkan pada berbagi
27
kondisi situasional, pelaku dikuasai oleh nilai – nilai, kaidah – kaidah, dan
gagasan – gagasan lain yang mempengaruhi penetapan tujuan dan pemilihan cara
untuk mencapai tujuan, sedangkan aksi mencakup pengambilan keputusan secara
subyektif oleh pelaku untuk memilih cara mencapai tujuan, yang dibatasi oleh
berbagai gagasan dan kondisi situasional. Proses yang tergambar tersebut
seringkali di sebut unit aksi, dengan aksi sosial yang menyangkut perbuatan yang
di lakukan oleh satu atau beberapa pelaku.
Parsons mendesain skema AGIL untuk di gunakan pada semua tingkat dalam
sistem teoritisnya. Terutama dalam sistem tindakan yang dapat dicontohkan
sebagai berikut:
a. Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi
adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan mengubah lingkungan
eksternal.
b. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan
menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk
mencapainya.
c. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan
bagian – bagian yang menjadi komponennya. (Ritzer: 2012:416)
Jadi dalam memahami teori Struktural Fungsional Talcot Parsons, masyarakat
diibaratkan sebagai sebuah sistem atau organisme. Jadi antara organ satu dengan
lainnya memiliki keterkaitan yang tidak dapat di pisahkan. Masing – masing
mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang seharusnya di lakukan untuk menjaga
kelangsungan sistem tersebut. Dari definisi fungsi, Talcot Parsons mengemukakan
empat fungsi suatu tindakan yang sering di kenal dengan konsep AGIL. Suatu
sistem akan berjalan dengan semestinya apabila menerapkan konsep tersebut,
diantaranya
adaptasi,
goal
(tujuan),
integration
(integrasi),
latency
(pemeliharaan). Bisa dikatakan itu merupakan suatu strategi yang nantinya akan
mengembangkan sebuah sistem yang ada di sebuah masyarakat. Konsep AGIL
erat kaitannya dengan partisipasi, hal ini di karenakan sebuah sistem yang ada
dalam suatu masyarakat pasti mempunyaai peran masing – masing. Dari peran
yang di jalankan suatu fungsi berarti telah terjadi sebuah aksi atau tindakan. Aksi
28
atau tindakan yang di ungkapkan Parsons terdapat beberapa asumsi fundamental
tentang kesukarelaan (voluntarism). Dengan demikian AGIL dan aksi merupakan
satu kesatuan yang saling berkaitan ketika di hubungkan dengan sebuah sistem
dalam masyarakat.
B. Kerangka Berfikir
Pada masyarakat desa masih banyak ditemui warga dengan tingkat
pendidikan rendah. Faktor yang mempengaruhi warga desa berpendidikan rendah
diantaranya kurang memahami arti penting pendidikan dan tingkat perekonomian
yang rendah. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu
lembaga pendidikan nonformal.Untuk itu program pendidikan nonformal
khususnya PKBM berupaya untuk menyelesaikan masalah rendahnya pendidikan
dengan program – program alternatif.
Berdasarkan latar belakang long life educational program yang merupakan
program pendidikan seumur hidup yang pada intinya menekankan bahwa tidak
pernah ada kata terlambat untuk belajar, dan adanya kesepakatan Dikluspora pada
tahun 1998 mengenai pentingnya dirintis suatu tempat pembelajaran di tengah –
tengah masyarakat, dengan program yang benar – benar dibutuhkan oleh
masyarakat, maka mulai sejak itu dirintis sebuah wadah beserta pelaksana
pendidikan luar sekolah yang berwujud Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM). Banyak sekali program yang dikembangkan oleh PKBM, diantaranya
program kesetaraan (Paket B dan C), taman bacaan masyarakat, Kelompok belajar
usaha/KBU, Keaksaraan Fungsional, TPQ, Pelestarian Budaya Jawa dan PAUD.
Dengan strategi yang diterapkan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
dalam proses pemberdayaan diharapkan program – program yang di
selenggarakan oleh PKBM dapat berjalan dengan baik dan dapat terus
berkembang. Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tentu tidak lepas dari
masyarakat, karena pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat itu memiliki
prisip dari, oleh dan untuk masyarakat. Dari mulai awal program di sosoalisasikan
hingga pelaksanaanya pasti akan muncul partisipasi dari warga sekitar. Bentuk bentuk partisipasi dapat di wujudkan dengan berbagai hal, baik itu dalam bentuk
29
uang, barang, tenaga, pikiran, keikutsertaan menjadi warga belajar hingga menjadi
staff pengajar. Dengan adanya partisipasi dari waga masyarakat, maka akan
membentuk konsep pemberdayaan itu sendiri, yaitu dalam hal meningatnya
pengetahuan dan wawasan, menaikan taraf hidup warga belajar untuk
kedepannya, meningkatnya kesadaran warga belajar akan pentingnya pendidikan
atau ketrampilan, dan terbukanya kesempatan warga belajar untuk meningkatkan
pendapatan/ekonomi dan kesejahteraan meningkat.Berikut bagan kerangka
berfikir:
Tingkat
Pendidikan
Redah
PKBM
Pinilih
Strategi
Pengelolaan
PKBM
Bentuk
Partisipasi
Konsep
Pemberdayaan
Masyarakat
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Download