II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pandan Buah pandan tersusun

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Pandan
Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk bulat, seperti buah durian.
Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 meter, bahkan di
Papua banyak pandan hingga ketinggian 15 meter. Daun pandan selalu hijau
(hijau abadi, evergreen), sehingga beberapa di antaranya dijadikan tanaman hias
Ada 600 jenis pandan di seluruh dunia, di antaranya pandan wangi, pandan laut
dan pandan berduri. Tiap pohon pandan mempunyai rata-rata daun sebanyak 300
lembar dan buah 8 – 12 per tahun (Englbelger et al., 2005).
Pandanus tectorius atau disebut juga pandan laut, secara taksonomi termasuk
kelas Liliopsida (monokotil), ordo Pandanales, famili Pandanaceae dari genus
Pandanus. Asal mula tanaman ini dari Australia Timur dan Kepulauan
Pasifik. Jenis pandan ini merupakan salah satu sumber daya yang dipergunakan
secara luas untuk produksi tenun, makanan, dan obat-obatan. Sebagai tanaman
obat, pandan laut dipergunakan untuk mengobati penyakit kelenjar. Bagian akar
dapat dibuat jus untuk mengobati peradangan kulit. Bunga jantan pada tanaman
ini dapat dicampur dengan akarnya, dan digunakan untuk obat pencahar/pencuci
perut. Penduduk Fiji membuat teh dari daun pandan laut antara lain sebagai obat
diare. Keunikan bunga pada jenis pandan ini bisa dibedakan jenis jantan dan
betinanya. Bunga jantan bentuknya kecil, wangi dan hanya hidup satu hari
sedangkan bunga betinanya menyerupai nanas. Buah pandan laut berbentuk agak
bulat dan memiliki kulit berserat luar seperti duri. Buah ini dapat bertahan selama
berbulan-bulan (Ken, 2010). Pandan (Pandanus sp.) merupakan salah satu jenis
5
6
tanaman perdu, dapat tumbuh pada berbagai agroekosistem dan daerah
penyebaran yang sangat luas (Mogea, 1982 dalam Haris dan Sunarya, 2004).
Kegunaan tanaman pandan adalah sebagai bahan baku produk-produk makanan
dan serat tekstil (Stone, 1999 dalam Haris dan Sunarya, 2004.) Di Indonesia
tanaman pandan umumnya digunakan sebagai bahan baku industri anyaman yang
sangat prospektif sebagai komoditas ekspor (Rahayu, 2004).
Buah pandan dari sembilan kultivar pandan mengandung karotenoid yang
sangat bervariasi antara 62-19,086 µg β-carotene/100g. Secara umum semakin
tinggi kandungan karoten semakin pekat warna buah pandan (Englbelger et al.,
2005). Buah pandan yang sudah matang bersifat lengket dengan rasa manis asam,
berwarna kuning pucat sampai oranye bahkan sampai merah. Di Papua Nugini
dan Solomon buah pandan dikonsumsi dalam bentuk segar atau yang sudah
diolah (Thomson et al, 2006). Buah pandan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah pandan (Dokumentasi pribadi, 2015)
2.2 Karotenoid
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange,
atau merah orange, yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang / kerangka
luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm,
oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan (salmon, trout, sea
beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok
7
bakteri, jamur, ganggang dan tanaman hijau. (Desiana, 2000). Pigmen karotenoid
mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh
delapan unit isoprena, dengan kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat
terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada
posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Struktur
kimia β-karoten disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia β-karoten (Elbe and Schwartz, 1996).
Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus
metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut.
Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya
gugus kromofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid.
Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada
karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Heriyanto dkk, 2010).
2.2.1 Sifat-sifat Karotenoid
Karotenoid mempunyai sifat yang spesial yaitu tidak dimiliki oleh zat kimia
yang lain. Fungsi dari karotenoid tergantung dari sifat spesial ini Sifat ini
ditentukan oleh struktur molekulnya. Ciri –ciri struktural merupakan hal yang
sangat penting dalam menetukan peran biologis dari karotenoid. Secara
keseluruhan geometri molekul (ukuran, pola tiga dimensi, dan adanya fungsional
group) adalah sangat penting untuk memastikan bahwa karotenoid sesuai dengan
8
cellular, sub-cellular, struktur molekul pada lokasi yang tepat dan orientasinya
untuk memunginkan ini sesuai dengan fungsinya. Kemudaian system ikatan
rangkap konjugasi menetukan sifat absorpsi cahaya dan kereaktifannya.
1. Bentuk tiga dimensi
Karotenoid bukanlah struktur dua dimensi datar yang sederhana. Mereka
mempunyai bentuk tiga dimensi yang seksama yang sangat penting untuk
menentukan fungsinya, beberapa perbedaan faktor stereo kimia memberikan
kontribusi kedalam bentuk dari molekul dan harus mempertimbangkan ketika
mendeskribsikan dan melukiskan struktur tiga dimensinya.
a) Konfigurasi : Geometrical isomer
Beberapa karotenoid dapat ada dalam beberapa bentuk isomer geometrik.
Sekarang ini banyak minat pada bentuk isomer cis, kelarutan, dan stabilitas
dibandingakan dengan isomer linear all-trans memberikan kenaikan kepada
perbedaan sifat biologis.
b) Konfigurasi absolute: Keulinan (chirality)
Kebanyakan dari karotenoid yang diketahui memiliki struktur sekurang
kurangnya satu pusat chiral atau axis. Serta tampak sebagai isomer optik yang
berbeda, termasuk didalamnya enantiomer. Aksi biologi mungkin spesifik untuk
satu enantiomer.
c) Penyesuaian
Pada prinsipnya rotasi memunkingkan kira-kira untuk beberapa ikatan tunggal
C – C. Aplikasi darimetode x-ray cristallography untuk mementukan penyesuaian
meluas linear dari rantai polyene kaku, bentuk cincin, dan sudut yang didinginkan
9
berliku-liku kira-kira C6 sampai C7 dari ikatan tunggal pada karotenoid yang
berakhir dengan ikatan cincin.
2. Sistem Ikatan Rangkap Konjugasi
Karakterisasi pada bagian pusat dari struktur merupakan kunci dari banyak
sifat penting karotenoid.
a) Sifat photochemical dan penyerapan cahaya.
Energi dibutuhkan untuk membawa transisi secara komparatif keadaan eksitasi
energi rendah adalah relatif kecil dan kecocokan untuk cahaya pada daerah visibel
pada jarak gelombang 400-500 nm. Ini memberikan peningkatan pada warna
kuning, merah dan orange. Yang secara umum terkait dengan karotenoid. Tingkat
energi dari karotenoid pada keadaan singlet atau triplet diposisikan pada
karotenoid untuk berpartisipasi dalam proses transfer energi. Transfer energi
singlet-singlet dan triplet-triplet ini merupakan dasar untuk peran pemanenan
cahaya dan peran photophysic pada karotenoid. Dasar fundamental dari
photochemistry dan photophysic karotenoid adalah peran mereka dalam proses
transfer energy.
b) Kereaktifan Oksidasi merupakan implikasi praktis yang penting.
Karotenoid dapat rusak jika disimpan pada tempat yang terdapat oksigen.
Perawatan yang baik harus dilakukan untuk memastikan bahwa sample yng
digunakan seperti untuk investigasi bebas dari peroksida dan produk degradasi
lainnya.
c) Karotenoid radikal
Karotenoid radikal dan ion radikal stabil dengan adanya delokalisasi dari
elektron yang tidak berpasangan sepanjang rantai polyene dan mempunyai sifat
10
khusus yang berkaitan dengan fungsi dari karotenoid. Misalnya pada fotosintesis
dan antioksidan atau prooksidan.
3. Interaksi Molekuler
Sifat fisik dan kimia dari karotenoid dipengaruhi oleh interaksi dengan molekul
lainya, seperti lemak dan protein. Karotenoid dapat mempengaruhi struktur, sifat
matrik dari molekul yang berada disekitarnya.
a) Aggregation.
Karena hidrophobik yang sangat tinggi, karotenoid menunjukan kecenderungan
untuk mengalami aggregrasi dan kristalisasi. Aggregation mengubah sifat dari
karotenoid seperti penyerapan cahaya dan kereaktifan kimia.
b) Karotenoid pada membran.
Karotenoid merupakan senyawa kimia yang sangat hidrophobik, sehingga akan
diasosiasikan dengan lemak atau struktur hirophobik atau membran. Molekul
hidrophobik sering dilokasikan ke membran alami dan merupakan bagian integral
struktur membran komplek.
c) Interaksi protein-karotenoid
Interaksi antara karotenoid dan protein terjadi pada semua jenis organisme
hidup. Interaksinya dapat merubah sifat fisis dan kimia dari karotenoid (Button et
al., 2008).
2.2.2 Manfaat Karotenoid
Karotenoid banyak dikonsumsi orang dari makanan alami seperti buah dan
sayur-sayuran karena lebih sehat serta memiliki angka kematian yang rendah dari
beberapa penyakit kronis. Pada manusia karotenoid seperti β-carotene sangat
berperan sebagai prekusor dari vitamin A, suatu pigmen yang sangat penting
11
untuk proses penglihatan, karotenoid juga berperan sebagai antioksidan dalam
tubuh (Ravi et al., 2010). Karatenoid merupakan scavenger (penangkal) yang
efisien untuk radikal bebas serta dapat secara signifikan mengurangi resiko dari
penyakit kanker (Henrikson, 2009).
Selain itu karotenoid juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada
makanan yaitu sebagai pewarna makanan (Mortensen, 2006), seperti ekstrak dari
kulit citrus digunakan sebagai pewarna pada orange jus sejak meningkatnya harga
pewarna jus. Safron banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan karena rasanya
dan warna yang diinginkan. Anato berperan selain sebagai pewarna makanan juga
dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri textile dan kosmetik, Astaxathin
merupakan suatu pewarna pada trout dan salmon (Henrikson, 2009). Preparasi
dari tomat telah digunakan secara luas untuk menyediakan pewarna pada bahanbahan makanan (Watson, 2008) Pada organisme fotosintesis, khususnya tanaman,
karotenoid memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi utama
fotosintesis karena berpartisipasi dalam proses transfer energi, atau melindungi
reaksi utama dari auto-oxidation (Cogdell et al., 2000).
Pada
organisme
non-fotosintesis,
khususnya
manusia
karotenoid
berhubungan dengan mekanisme pencegahan oksidasi. Produk dari degradasi
karatenoida seperti ionones, damascones, dan damascenones juga sangat penting
dalam zat pewangi kimia sehingga sangat sering digunakan dalam industri parfum
dan wewangian. Beta-damascenones dan beta-ionone meskipun dalam konsentrasi
yang rendah pada distilasi bunga mawar, merupakan senyawa kunci yang
memberikan kontribusi wangi (Xiaofen Du, 2009). Secara nyata bau harum bunga
12
yang mucul pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak buah berhubungan
dengan senyawa aromatis hasil dari perusakan karotenoid.
2.2.3 Ekstraksi Karotenoid
Ekstraksi
merupakan
pemisahan
senyawa
tertentu
dari
campuran
menggunakan pelarut. Ekstraksi pelarut menghasilkan senyawa tidak murni,
karena setelah proses tersebut senyawa yang diinginkan masih tercampur dengan
pelarut, beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna, sehingga diperlukan proses
pemisahan dan pemurnian senyawa misalnya rektifikasi.
Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi caircair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan
terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair
adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campurannya yang berupa padatan.
Semakin banyak pengulangan dalam ekstraksi, maka semakin besar jumlah
senyawa yang terekstrak dari campurannya atau efektivitas ekstraksi semakin
tinggi, mengikuti persamaan berikut (Vogel, 1978):
Xn =
Keterangan:
(
)n
Xn
=berat zat terlarut yang diperoleh (g)
Xo
= berat zat terlarut yang diekstrak (g)
D
= perbandingan distribusi kedua fase
V
= volume larutan (mL)
v
= volume pelarut (mL)
Cara ekstraksi senyawa padat-cair dengan prosedur klasik adalah
menggunakan ekstraksi kontinyu dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan
13
pelarut yang berbeda-beda, misalnya eter, petroleum eter dan kloroform. Cara
kerja dengan ekstraksi pelarut menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan
ke dalam ketel ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan
melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin, dan zat warna (Guenther,
1987). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan penyaringan vakum, lalu
dipekatkan dengan rotary evaporator vakum yang akan memekatkan larutan
tanpa terjadi percikan pada temperatur antara 30oC sampai 40oC.
Saat ini,
monoterpen dan seskuiterpen diisolasi dari jaringan tanaman dengan ekstraksi
memakai eter, eter minyak bumi atau aseton (Harborne, 1987).
Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak
panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang dimaserasi
dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas
dapat digantikan dengan
pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini adalah tersedianya
waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstraksi
(Guenther, 1987).
Ekstraksi karotenoid sangat ditentukan oleh pelarut yang digunakan karena
keberadaan karotenoid intraseluler dan bersifat sangat hdrofobik (Dutta et al.,
2006). Oleh karena itu karotenoid umumnya diekstrak dengan pelarut non polar
(Mortensen, 2006).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang menggunakan campuran
beberapa pelarut dalam mengekstraksi karotenoid dari dalam bahan salah satunya
yaitu ekstraksi dari tomat. Kondisi optimum ekstraksi likopen pada buah tomat
dengan menggunakan solven campuran n-heksana, etanol, dan aseton adalah pada
perbandingan F/s, 4 : 1 pada suhu ekstraksi 70˚C dan waktu eksraksi 90 menit.
14
Pada kondisi ini likopen yang terekstrak sebesar 5,14 mg/100gram atau sebesar
40,15% (Maulida dkk. (2010). Ekstraksi karoten dari buah palem (Licuala
grandis) menunujukkan bahwa perlakuan terbaik dihasilkan pada perbandingan
pelarut (heksan : aseton) = 50 : 50 yang menghasilkan pH pelarut 6,8 yang diikuti
dengan nilai dielektrikum 11,295, kadar karotenoid sebesar 42,0272 mg/100 ml,
rendemen sebesar 18,86%, tingkat kemerahan 298,2395, tingkat kekuningan
64,18687 (Heryanto, 2010). Sedangkan penelitian mengenai usaha penyelamatan
karoten pada pengolahan minyak sawit dengan hydraulik presser menunjukkan
hasil yaitu waktu pemanasan selama 7,5 menit pada suhu 60 oC, merupakan
kondisi optimum yang memberikan kandungan karotenoid dan rendemen terbaik.
Kadar β-karoten yang didapat dari kondisi optimum adalah sejumlah 484,13 ppm
Sedangkan kadar β-karoten pada buah sawit segar sebesar 507,31 ppm (bb) atau
sebesar 773.4 ppm (bk). Hal ini berarti β-karoten yang dapat diselamatkan adalah
95% (David, 2013).
Ekstraksi karoten pada buah merah menunjukkan hasil akurat dengan
menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (Sundari, 2008). Ekstraksi
karotenoid dari ubi jalar jingga pada ubi segar dan ubi dikurangi kadar airnya,
menggunakan campuran pelarut etanol dan aseton pada beberapa perbandingan
(5:5; 7:3; dan 9:1) dilakukan oleh (Ginting, 2013). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol-aseton (5:5) pada ubi yang
dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna dengan kadar beta-karoten
tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain.
Sedangkan penelitian yang menggunakan pelarut tunggal pada labu kuning
menunjukkan perlakuan terbaik diperoleh dari jenis pelarut n-heksan dan lama
15
ekstraksi 25 menit dengan total karotenoid 575.22 (μg/gr), aktivitas antioksidan
IC50 134.17 ppm, pH 6.51, rendemen 17.85%, tingkat kecerahan (L*) 18.13,
tingkat kemerahan (a*) 13.70 dan tingkat kekuningan (b*) 13.04. Hasil uji t antara
perlakuan terbaik dan kontrol menunjukkan perbedaan nyata (α=0.05) pada semua
parameter selain pH yang tidak berbeda nyata (Tri Wahyuni, D., 2014). Begitu
pula ektraksi karotenoid pada oncom merah yang menunjukkan pelarut n-heksana
menghasilkan total karoten tertinggi yaitu 20,31 ppm pada suhu 140oC
(Purnamasari, 2013).
2.3 Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari- hari adalah air. Disamping itu juga menggunakan bahan kimia
organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik
biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan
substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat
yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar (Wanto dan
Romli, 1977). Polaritas bahan pelarut dan angka Konstanta Dielektrikumnya
dapat dilihat pada Tabel 1 (Sudarmadji dkk, 1997).
2.3.1 n-Heksana
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heksmerujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana
berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan
16
atom-atom karbon tersebut. Heksana memiliki titik didih 69oC, konstanta
dielektrik sebesar 2.0 dan masa jenis 0,655 g/ml. Heksana adalah pelarut non
polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis.
Heksana merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor
ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (Maulida, D. dkk,
2010) .
Tabel 1. Konstanta Dielektrikum bahan-bahan pelarut
Tingkat Kelarutan dalam Air
Konst.
Bahan Pelarut
Dielektrikum Tak Larut
Sedikit
Misibel *
n-heksana
1,89
Tl
petroleum ether
1,90
tl
n-oktan
1,95
tl
sikloheksan
2,02
tl
benzene
2,28
s
toluene
2,38
tl
asam propanoat
3,30
m
dietilether
3,34
s
chloroform
4,81
s
butilasetat
5,01
s
etilasetat
6,02
s
asam asetat
6,15
s
metilasetat
6,68
s
tetrahidrofuran
7,58
s
metilenkhlorida
9,08
s
t-butanol
10,09
m
piridin
12,30
m
2-butanol
15,80
s
n-butanol
17,80
s
2-propanol
18,30
m
1-propanol
20,10
s
aseton
20,70
m
ethanol
24,30
m
metanol
33,60
m
asam formiat
58,50
m
air
80,40
m
*misibel artinya dapat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi.
Sumber : Sudarmadji dkk., (1997)
17
2.3.2 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform
merupakan senyawa karbon yang berwujud cair dan mudah menguap pada suhu
kamar. Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan
tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan
ginjal.
Kloroform
kebanyakan
digunakan
sebagai
pelarut
nonpolar
di
laboratorium. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap,
dan berbau khas.
Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampuran etil alcohol
atau etanol dengan kalsiumhipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor
unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai
adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam
hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit.
(Sunarya, 2012).
2.3.3 Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc,
dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi
dalam skala besar sebagai pelarut.
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap),
tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan
hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya
proton yang bersifat asam yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif
18
seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan
larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat
pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air
yang mengandung basa atau asam. Pembuatan etil asetat secara niaga dari asam
asetat dan etanol meliputi penyulingan ester bertitik didih rendah (titik didih=
77oC) begitu ester ini terbentuk dari reaksi. Hasil sulingan sebenarnya merupakan
azeotron tiga (suatu campuran yang tetap mendidih pada suhu tetap) mendidih
pada suhu 70 oC dan terdiri atas 83% etil asetat, 8% etanol dan air 9%. Kedua
komponen yang disebut terakhir mudah diambil dengan proses ekstraksi, dan
etanolnya didaur kembali untuk pengesteran lebih lanjut (Pine, 1988).
CH3CO2C2H5 (etil asetat) + NaOH (natrium hidroksida) → C2H5OH (etanol) +
CH3CO2Na (natrium asetat).
2.3.4 Aseton
Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan
yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Dengan karakteristik, rumus molekul
CH3COCH3, berat molekul 50,1 kg/mol, melting point - 94,6o C, dan spesifik
gravity 0,7863 ( 25oC)
Aseton dapat digunakan untuk mengaktifkan karbon arang dari batok
kelapa. Carbon dari proses carbonasi batok kelapa yang merupakan bahan
penutup porinya adalah tar, akan diekstrasi dengan dikontakkan dengan aseton
(Suhartono dkk., 1998). Aseton sangat baik digunakan untuk mengencerkan resin
kaca serat, membersihkan peralatan kaca gelas, dan melarutkan resin epoksi dan
19
lem super sebelum mengeras. Ia dapat melarutkan berbagai macam plastik dan
serat sintetis.
2.3.5 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, atau alkohol murni adalah sejenis cairan
yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini
merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan
termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua
(Sudarwanto dkk., 2004).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan
manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obatobatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok
umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Sudarwanto dkk., 2004).
2.3.6 Air (H2O)
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air sendiri
meskipun bukan merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lain, namun
sangat esensial salam kelangsungan proses biokimia organisme hidup.
20
Sumber air dapat digolongkan menjadi dua yaitu : air permukaan misalnya
air danau, sungai, bendungan, air hujan ; dan air dalam tanah misalnya sumur dan
artesis. (Sudarmadji dkk, 1997)
Kualitas air untuk berbagai keperluan, ditentukan berdasarkan tiga faktor
berikut :
1.
Sifat fisisnya : warna, bau, rasa, kekeruhan
2.
Sifat kimiawinya : padatan dan gas yang terlarut, pH, kesadahan
3.
Kandungan mikrobianya : algae, bakteri pathogen, bakteri bukan pathogen
Syarat mutu air minum yang ditetapkan oleh The United States Public
Health Service misalnya adalah sebagai berikut :
a.
Sifat fisis : kekeruhan kurang dari 10 ppm standar silica terlarut, warna
kurang dari warna ekivalen dari 20 ppm standar warna kobalt, rasa harus
bebas dari baud an rasa yang tidak dikehendaki.
b.
Sifat kimiawi : ditentukan oleh tingkat kesadahan. Kesadahan air ini
ditentukan oleh kandungan garam Ca dan Mg. untuk penentukan tingkat
kesadahan, dipakai standar unit ppm CaCO3.
c.
Kandungan Mikrobiologis : ditentukan dengan standar penentuan jumlah
Coliform yaitu jenis bakteri yang menunjukkan adanya pemcemaran kotoran
manusia dan hewan pada air seperti E. coli strain communis, Streptococcus
dan Clostridium welchii. (Sudarmadji dkk, 1997).
Download