III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENElITIAN 3.1 Kondisi Geografi, Demografi, dan Sosial Pelabuhanratu merupakan daerah pesisir di Selatan Kabupaten Sukabumi dan sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Pelabuhanratu terkenal dengan penghasil utama perikanan laut di Kabupaten Sukabumi. Wilayah Kabupaten Sukabumi di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia (Gambar 3.1) Gambar 3.1 Batasan Wilayah Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi mempunyai luas sekitar 3.934,47 km2. Topografi daerah perairan dengan kedalaman sekitar 200 m, pada jarak sekitar 300 m dari garis pantai, di luar itu kedalaman sekitar 600 m. Banyaknya sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu menyebabkan potensi sedimentasi besar. Tinggi pasang surut sekitar 2,1 m dengan kecepatan arus 0.75 m/detik (PT Perencana Jaya, 2004). Kondisi ini menjadi ciri khas Pelabuhanratu dan daerah sekitarya yang mengandung potensi alam yang khas baik laut maupun darat. 34 Selain sumber daya alam, Pelabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi secara umum juga merupakan daerah strategis pada sisi industri barang dan jasa. Oleh karena letaknya hanya berkisar 130 km dari Jakarta, maka banyak industri yang bermarkas di Jakarta, membangun beberapa pabriknya di Sukabumi. Bila dibandingkan dengan kabupaten lainya, maka Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas wilayahnya di Jawa Barat. Secara administratif, wilayah Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi 45 wilayah kecamatan, 335 wilayah desa dan 3 wilayah kelurahan. Teluk Pelabuhanratu merupakan teluk terbesar di pantai Selatan Pulau Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Secara geografis, Teluk Pelabuhan Ratu terletak pada posisi 6° 57’ sampai 7° 07’ LS dan 106° 22’ sampai 106° 33’ BT dengan panjang garis pantai 105 km. Perairan Teluk Pelabuhanratu merupakan tempat bermuaranya empat sungai, yakni Sungai Cimandiri, Sungai Cibareno, Sungai Cilentuk, dan Sungai Cikanteh. Kecamatan Pelabuhanratu berbatasan dengan Kecamatan Ciladang disebelah Utara, Kecamatan Ciemas disebelah Selatan, Kecamatan Cisolok disebelah Barat, Kecamatan Wanasciara disebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat Daya. Dasar perairan di Pelabuhanratu cukup curam dengan kedalaman antara 3 sampai 200 m. Pelabuahan Ratu juga termasuk salah satu daerah tempat pelelangan ikan di Jawa Barat. Selain di Teluk Pelabuhanratu, lokasi rumpon yang diteliti saat ini adalah di Barat Daya perairan Pelabuhanratu yang secara langsung berhubungan dengan Samudera Hindia. Berdasarkan data statistik tahun 2007, penduduk Kabupaten Sukabumi berjumlah 2.240.901 jiwa yang terdiri dari pria sekitar 1.151.103 jiwa dan wanita sekitar 1.089.798 jiwa, dan Pelabuhanratu termasuk lokasi yang snagat pesat penduduknya di Kabupaten penduduknya mencapai 709,03 km2. Sukabumi. Sedangkan kepadatan Mengacu data ini, maka kepadatan penduduk di Kabupaten Sukabumi termasuk padat di Indonesia. Sedangkan untuk penyebaran penduduk, sebagian besar pendukung Kabupaten Sukabumi bermukim di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan disebelah Selatan (kota Pelabuhanratu). 35 Untuk penyediaan air bersih, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sukabumi dapat mensuplai dengan baik kebutuhan air bersih masyarakat yaitu dengan kapasitas produksi mencapai 204,00 liter/detik, sedangkan kapasitas terpasangnya mencapai 241,00 liter/detik. Selama ini, PDAM dapat mendistribusikan air bersih kepada seluruh masyarakat di lokasi dengan kaasitas 6.186.087,00 m3/tahun. Terkait dengan ini, maka penyediaan air bersih dirasakan cukup di Pelabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi pada umumnya termasuk untuk mendukung pengembangan industri perikanan. Pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2001 sekitar 15,4 milyar. Mata pencaharian penduduk Sukabumi sebagian besar dalam bidang pertanian. Palabuhanratu sebagai pusat pemerintahan, diarahkan untuk mengakomodir perkembangan perdagangan, jasa, perikanan laut serta pariwisata. 3.2 Karakteristik Lingkungan Sekitar Lokasi Penelitian Karakteristik lingkungan perairan penting bagi organisme perairan untuk mendukung proses kehidupannya. Karakterikstik lingkungan perairan ini dapat diketahui dari parameter fisika, kimia, maupun biologinya. Parameter tersebut sangat menentukan bagaimana bentuk pantai, sedimen, permukaan dasar laut, dan bagaimana biota hidup didalamnya. Suhu permukaan di laut antara 22,2_22,7 oC dengan salinitas air sekitar 29,34 0/00. Kondisi perairan jernih dengan ombak yang relatih lebih tinggi dari pada perairan lainnya. Arus di Selatan berasal dari Selatan dan Barat (Samudera Hindia) bergerak menuju Timur dan sebagian dibelokan ke Utara, dengan kecepatan mencapai 0,75 m/detik. Gelombang yang terjadi di perairan Pelabuhanratu ini termasuk golongan transisi dan memiliki panjang gelombang yang besar dalam hubungannya dengan frekuensi yang kecil. Salah satu penyebabnya adalah adanya gaya gesek yang terjadi pada dasar perairan. Hal tersebut dapat mengakibatkan proses abrasi dan sedimentasi. Di pantai ini telah terbukti bahwa terjadi dua fenomena sekaligus, yaitu proses abrasi dan proses sedimentasi karena terjadinya pemusatan energi dan penyebaran energi oleh gelombang. Fenomena abrasi dan sedimentasi ini disebabkan oleh energi yang lebih besar daripada arus dalam dan secara umum kecenderungan abrasi lebih besar dari sedimentasi. Gelombang di Samudera Hindia cukup besar bahkan sampai 36 ketinggian 3 meter. Parameter fisika perairan Barat Daya Pelabuhanratu yaitu sebagai berikut : total suspended solid (TSS) berkisar 13,20 – 13,48 mg/l, turbidity berkisar 0,15 – 0,42 NTU. Sedangkan kondisi kimia perairan lainnya sebagai berikut : pH 7,6, BOD5 12,5 mg/l COD 24,60 mg/l dan amonia 0,21 mg/l. Berdasarkan hasil kajian ini, maka sifat fisika dan kimia perairan di kawasan ini masih cukup baik dan mendukung perkembangan habitat dan ekosistem di perairan Pelabuhanratu dan sekitarnya. Tabel 3.1 memperlihatkan karakterisktik detail lingkungan perairan Selatan, Barad Daya Pelabuhanratu. Tabel 3.1 Karakteristik lingkungan Lokasi Penelitian No. Parameter Nilai Parameter 1. Kecepatan arus 0,75 m/detik 2. Tinggi dan periode gelombang 141,61 cm dengan periode 5,46 detik 3. Warna < 5 unit 4. Temperatur 22,2 -22,7 oC 5. Salinitas 29,34 0/00 6. pH 7,6 BOD5 12,65 mg/l 7. COD 24,60 mg/l 8. Amonia 0,21 mg/l 9. TSS 13,20 – 13,48 mg/l 10. Turbidity 0,15 – 0,42 NTU Sumber : Hasil analisis data lapang (2008) Bila melihat hasil analisis paremeter biologis, hampir perairan Pelabuhanratu dan ZEEI Samudera Hindia tempat pemasangan rumpon mempunyai ekosistem terumbu karang yang tidak terlalu baik. Ekosistem terumbu karang terbaik yang ada di perairan Ujung Genteng pada kedalaman 3 meter hingga 9 meter yang masing-masing memiliki persentase penutupan 62 % 37 - 79,4 %. Pertumbuhan karang di wilayah perairan tersebut lebih didominasi oleh coral massive dan Acropora digtata. Sedangkan di sekitar perairan Teluk Pelabuhanratu, umunya dari jenis Acropora branching dan coral branching memiliki pertumbuhan yang lebih dominan dibandingkan dengan jenis karang lainnya. Di perairan Pelabuhanratu ditemukan penyu dan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang termasuk ikan yang dilindungi. Selain itu juga ditemukan jenis-jenis ikan lain seperti ikan ekor kuning (Caesio sp), kepe-kepe (Chaetodon sp), ikan biji nangka (Upeneus sp), dan lain-lain. Di samping ikan, juga ditemukan ekosistem padang lamun. 3.3 Kondisi Klimatologi Perairan di Sekitar Lokasi Penelitian Seperti umumnya iklim wilayah kepulauan di Indonesia, Pelabuhanratu dan lokasi pemasangan rumpon mempunyai iklim yang tropis. Kondisi suhu harian di sekitar pantai Pelabuhanratu berkisar antara 21,1 - 31,2 °C. Sedangkan kecepatan angin mencapai 13,4 knot dengan arah angin terbanyak menuju arah barat. Curah hujan cukup tinggi, yaitu mencapai 2.787 mm/tahun. Keadaan curah ini ditentukan oleh fluktuasi musim hujan dan kemarau, dimana musim barat/hujan berlangsung sejak bulan Juli sampai dengan Desember dan musim timur/kemarau berlangsung antara bulan Januari sampai dengan Juni setiap tahunnya. Suhu udara maksimum di Pelabuhanratu berkisar 26,2 – 36,5 oC dan suhu udara minimum berkisar 16,7 – 23,2 oC. Kelembaban nisbi berkisar 70 - 77 % sepanjang tahun. Karakteristik klimatologi seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2, sangat penting dalam mendukung berbagai kegiatan pengelolaan di Pelabuhanratu seperti kegiatan usaha perikanan laut, penelitian, wisata bahari dan lainnya. Data musim, suhu, curah hujan, temperatur, dan kecepatan arus diperlukan untuk mengukur kesesuaian kawasan perairan untuk pengembangan kegiatan yang mendukung usaha perikanan, penelitian, dan pelestarian habitat sangat diperlukan sehingga terjadi keberlanjutan dalam pemanfaatan. 38 Tabel 3.2 Karakteristik iklim di perairan Pelabuhanratu No. Parameter Iklim Nilai Parameter 1. Suhu/temperatur harian 21,1 - 31,2 °C 2. Kecepatan angin mencapai 13,4 knot 3. Curah hujan 2.787 mm/tahun 4. Musim barat Juli – Desember 5. Musim timur Januari – Juni, 6. Suhu udara maksimum 26,2 – 36,5 oC 7. Suhu udara minimum 16,7 – 23,2 oC 8. Kelembaban nisbi 70 – 77 % sepanjang tahun Sumber : Hasil analisis data lapang (2008) 3.4 Potensi Wisata Bahari dan Daerah konservasi Di kawasan Pelabuhanratu, terdapat sembilan titik lokasi untuk berselancar, yaitu di Batu Guram, Karang Sari, Samudra Beach, Cimaja, Karang Haji, Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh sampai Ujung Genteng. Masing-masing pantainya mempunyai ombak dengan karakteristik sendiri. Kegiatan olahraga lainnya, yang unik dan terbilang langka ada di sini, yakni Arung Gelombang. Keberadaan olahraga air yang satu ini di Pantai Pelabuhan Ratu terbilang sangat baru, dan mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia. Pemerintah Daerah setempat dalam dua tahun terakhir telah mencoba melaksanakan event Arung Gelombang dengan mengundang peserta dari daerah lain, bahkan pernah juga diikuti oleh peserta dari luar negeri. Pantai Pelabuhanratu yang berupa teluk menyebabkan bentangan garis pantai yang cukup panjang menghadap laut selatan Pulau Jawa. Di beberapa bagian pantai kita bisa menemukan persawahan penduduk yang langsung berbatasan dengan laut, sebuah pemandangan yang unik dan menarik. Deburan ombak memecah di pantai menambah semarak suasana alam sekitar, ditambah rimbunnya hutan cagar alam di beberapa bagian di pinggiran pantai memberi 39 keteduhan dan segarnya suasana pinggiran perairan ini. Selain untuk menikmati pemandangan alam pantai, banyak pengunjung ke sini khusus untuk mencicipi makanan khas lautnya yang bahan-bahannya merupakan hasil tangkapan para nelayan di pantai tersebut. Secara keseluruhan, sajian keindahan pantai mampu menghapus segala kepenatan yang melanda perjalanan ke Pelabuhanratu. Dalam kaitan dengan konservasi, Pelabuhanratu juga terkenal sebagai tempat bertelur dan berbiaknya penyu. Sebagaimana diketahui bersama, penyu adalah salah satu jenis hewan laut yang mulai terancam punah, dan karenanya termasuk salah satu binatang yang dilindungi di dunia. Habitat alami penyu di Pelabuhanratu ini perlu idukung oleh semua pihak terutama masyarakat sekitar pantai supaya terus menjaga dan melindungi ekosistem penyu-penyu agar tidak punah di pantai Pelabuhanratu. Selain itu, bagi pemerintah setempat diharapkan agar terus memantau keadaan hewan langka ini dari tangan-tangan jahil yang mencoba menangkap untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Rumah (kulit) penyu sering dijadikan hiasan yang mahal harganya, sehingga banyak diburu manusia. Habitat penyu berkembang di pantai Pelabuhanratu tersebut lebih didukung oleh morfologi pantai yang landai, berpasir putih, halus dan luas, meskipun pada beberapa bagian terdapat pantai bebatuan, curam, dengan karangkarang terjal. Disamping itu, kondisi pantai-pantai tersebut juga cukup alami dan tenang untuk perkembangbiakan. Penyu yang bertelur di pantai Pelabuhanratu tersebut jenis penyu hijau (Chelonia mydas) yang berusia antara 20-100 tahun bertelur. Satwa laut dengan ukuran panjang 70-140 cm dan berat antara 50-150 kg ini tidak bisa bertelur di sembarang pantai. Musim bertelurnya antara bulan Juli sampai Oktober. Setiap kali bertelur seekor penyu hijau menghasilkan 100-250 butir. Telur-telur penyu mendatangkan pemasukan juga bagi wilayah ini, sehingga hewan purba yang dilindungi ini digunakan sebagai logo Kabupaten Sukabumi. 3.5 Kegiatan Perikanan di Pelabuhanratu Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu berfluktuasi. Pada tahun 1993 nelayan berjumlah 3.028 orang, menurun menjadi 2.608 orang pada 40 tahun 1994. Penurunan jumlah nelayan relatif besar terjadi tahun 2000, yaitu menjadi 2.354 orang. Jumlah nelayan kembali meningkat pada tahun 2003 yaitu berjumlah 3.340 orang, dan terus meningkat menjadi 4.573 orang pada tahun 2007. Peningkatan jumlah nelayan ini dominan didorong oleh peningkatan jumlah perahu/armada dengan basis penangkapan ikan di sekitar rumpon. 5,000 4,500 Nelayan (orang) 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 3.2 Perkembangan jumlah nelayan di Pelabuhanratu Perahu/armada perikanan yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu, terdiri atas perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapal motor dan motor tempel berfluktuasi. Armada penangkapan periode 1993-2007 didominasi jenis perahu motor tempel, yaitu sekitar 60%. Kapal purse seine yang yang beroperasi di perairan Pelabuhanratu kebanyakan berasal dari Pantai Utara Jawa. Kapal longline tahun 2003 mulai mendaratkan ikannya di PPN Palabuhanratu berjumlah 29 unit. Seiring dengan peningkatan fasilitas yang ada di PPN Palabuhanratu, pada tahun 2007 kapal longline di PPN Palabuhanratu berjumlah 45 unit. Komposisi perahu/armada berpengaruh pada daya tampung kolam pelabuhan. Pada awalnya kolam pelabuhan di PPN Pelabuhanratu tidak mampu lagi menampung seluruh jumlah kapal yang ada apabila sedang tambat. 41 Hal ini diperparah dengan pendangkalan kolam pelabuhan yang mengakibatkan terganggunya olah gerak kapal yang beroperasional di PPN Pelabuhanratu. Namun kondisi ini semakin diperbaiki seiring dengan peningkatan jumlah perahu/armada perikanan di Pelabuhanratu. Pada periode 1993-2007 jumlah alat tangkap di perairan Pelabuhanratu cukup berfluktuatif. Jenis alat tangkap di PPN Palabuhanratu terdiri atas rampus, rawai, bagan, payang, pancing (tonda), purse seine, gillnet, trammel net, dan longline. Alat tangkap dominan adalah pancing, gillnet, bagan dan payang. Gillnet berjumlah 295 unit pada tahun 1993, menurun menjadi 135 unit pada tahun 2007. Bagan berjumlah 34 unit pada tahun 1993, meningkat menjadi 274 unit pada tahun 2007. Jumlah alat tangkap longline 29 unit pada tahun 1993, meningkat menjadi 45 unit pada tahun 2007. Jaring angkat meningkat tajam pada tahun 2001 yang mencapai jumlah 1.500 unit. Ikan yang didaratkan di PPN Pelabuhanratu berasal dari hasil tangkapan kapal perikanan domisili (Pelabuhanratu) dan kapal perikanan pendatang yaitu diantaranya dari Cilacap, Jakarta, Binuangeun. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan base fishing port-nya PPN Pelabuhanratu adalah di antaranya di perairan Pelabuhanratu, Cisolok, Ujung Genteng, perairan sebelah Selatan pulau Jawa dan perairan sebelah Barat pulau Sumatera. Dari segi produksi, sebagian besar hasil tangkapan ikan tersebut terdiri dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Kelompok pelagis meliputi jenis tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus sp. dan Auxis sp.), tenggiri (Scomberomorus commersoni), kembung (Rastrelliger spp.) dan tembang (Sardinella fimbriata). Ikan demersal meliputi ikan cucut (Charcarinus sp.), layur (Trichiurus spp.), pari (Dasyatis sp.) dan pepetek (Leiognathus sp.). Produksi ikan periode 1994-2007 juga cukup berfluktuatif seiring dengan perkembangan armada dan alat tangkap. Jumlah produksi relatif tetap yaitu berjumlah 3.425 tahun 1994, dan jumlahnya tidak jauh berbeda pada tahun 2004 yaitu 3.368 ton. Produksi meningkat cukup signifikan tahun 2005 berjumlah 6.600 ton. Pada tahun 2006 sedikit menurun lalu kemudian meningkat pada tahun 2007 menjadi 6.832 ton. 42 Produksi perikanan PPN Palabuhanratu tersebut merupakan 40-50% dari total produksi perikanan Kabupaten Sukabumi. Meskipun produksi perikanan di Kabupaten Sukabumi dan PPN Palabuhanratu cukup selama periode 1994-2007 cukup berfluktuatif, tetapi nilai produksinya tidak demikian. Nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi periode 1994-2007 cenderung meningkat. Pada tahun 1994 berjumlah Rp 8.444.153.000,00 dan pada tahun 2007 menjadi Rp 83.785.200.000,00. Nilai produksi memang pernah menurun pada tahun 2000 (Rp21.437.100,00) dibandingkan tahun 1999 (Rp41.122.725,00). kemudian meningkat terus hingga tahun 2007. Namun Untuk PPN Pelabuhanratu, selama periode 1994-2007, nilai produksi ikannya cenderung meningkat yaitu dari Rp3.617.532.450,00 pada tahun 1994 meningkat menjadi Rp15.273.292.570,00 pada tahun 2003. Peningkatan nilai produksi cukup tajam terjadi pada periode 2005-2007, yaitu menjadi Rp 34.569.421.000,00 pada tahun 2007. Peningkatan nilai produksi tersebut lebih disebabkan oleh harga ikan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan dominan produksi disebabkan oleh keberadaan rumpon yang bersifat mengumpulkan ikan di lokasi seperti terlihat pada pada Gambar 3.3 8,000 Produksi Ikan (ton) 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 3.3 Perkembangan jumlah produksi perikanan laut di Pelabuhanratu 3.6 Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon Perairan Pelabuhanratu merupakan perairan yang mempunyai ciri khas dibandingkan dengan perairan pantai lainnya yaitu lebih kurang 1-2 mil dari 43 garis pantai, perairannya sudah mempunyai kedalaman yang dalam yaitu besar dari 200 meter. Sesuai karateristik perairan ini mempunyai kesesuaian dalam usaha penangkapan ikan di laut. Sebelum tahun 2000, nelayan yang berpangkalan di PPPN Pelabuhanratu menangkap ikan di sekitar Teluk perairan Pelabuhanratu tersebut. Dengan berfluktuasinya harga BBM bahkan sampai mencapai peningkatan harga yang cukup tinggi banyak para nelayan yang tidak beroperasional ke laut karena BBM merupakan salah satu komponen biaya operasional melaut yang berkontribusi sebesar 60-70% dari biaya operasional seluruhnya. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program rumponisasi sebagai alternative usaha penangkapan ikan di laut. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk peningkatan produksi perikanan laut, pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan memang sangat terandalkan. Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya), tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut. Alat penangkap ikan yang dominan di lakukan di rumpon adalah jenis pancing yang diusahakan oleh nelayan kecil sampai menengah. Dari analisis ekonomi bahwa pendapatan nelayan dengan menggunakan pancing relatif lebih rendah dibandingkan dengan rawai dan payang, karena rawai, longline dan payang serta purse seine merupakan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan skala besar (industri) di Pelabuhanratu. Namun, biaya operasional pancing justru paling rendah dibandingkan dengan jenis alat penangkap ikan lainnya di perairan Pelabuhanratu. Selain itu, alat penangkap ikan dengan pancing lebih ramah lingkungan serta hampir tidak mempengaruhi produktivitas hasil tangkapan alat penangkap lainnya. Pancing merupakan alat tangkap yang sederhana terdiri atas mata pancing berkait, tali pancing dan umpan. Mata pancing yang dipakai memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Penentuan ukuran mata pancing menentukan ukuran ikan sasaran. Selain mata pancing, 44 umpan merupakan komponen lain yang menentukan keberhasilan dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pancing. Umpan terdiri dari dua macam yaitu umpan alami (natural bait) dan umpan buatan (artificial bait). Guna mendukung penangkapan ikan di sekitar rumpon, saat ini banyak berkembang penggunaan perahu motor dengan kapal motor, sedangkan perahu tanpa motor cenderung menurun. Jumlah perahu/armada perikanan selama periode tahun 1993-2007 cukup fluktuatif namun dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan jumlah terbanyak terjadi pada tahun 2000 sebesar 1.441 unit, pada tahun berikutnya jumlah kapal/perahu terus menurun hingga berjumlah 1.323 unit pada tahun 2006. Perahu tanpa motor cenderung menurun, yaitu dari 630 unit pada tahun 1994, menjadi 10 unit tahun 2003, dan tidak digunakan lagi tahun 2004. Penurunan jumlah perahu tanpa motor, diimbangi dengan keberadaan perahu motor tempel yang terus meningkat, yaitu dari 527 unit tahun 1994 menjadi 966 unit tahun 2006. Perahu motor tempel banyak beroperasi untuk menangkap ikan di perairan terdekat yang sebelumnya menjadi fishing ground untuk kapal motor sedang dan besar. Seiring dengan perkembangan pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan, pengusaha perikanan dan nelayan telah melakukan perbaikan dan pengembangan yang cukup berarti pada armada penangkapan yang digunakannya. Sekitar 50% dari kapal motor di Sukabumi adalah kapal yang beroperasi dengan basis di PPN Palabuhanratu. Alat penangkap ikan yang digunakan pada kapal motor adalah bagan, gill net, pancing ulur, rawai, purse seine, tuna long line dan tonda. Sejak tahun 2004 alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon laut dalam mulai beroperasi di perairan sebelah Selatan Palabuhanratu, yang merupakan salah satu upaya nelayan untuk mencari jenis alat penangkap ikan yang nilai produktifitasnya cukup baik dan dapat memberikan jawaban selama ini atas penurunan hasil tangkapan akibat biaya operasional yang kurang proporsional kepada nilai produksi hasil tangkapan. Model rumpon laut dalam yang berkembang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu adalah model rumpon yang telah diterapkan oleh Yayasan Anak Nelayan 45 Indonesia (YANI – berkedudukan di PPN Palabuhanratu). Semula hanya dipasang dua unit rumpon laut dalam yang terletak di luar Teluk Palabuhanratu. Ternyata usaha pemasangan rumpon dengan alat penangkap ikan pancing cukup berhasil. Menurut YANI bahwa nilai jual ikan hasil tangkapan berkisar Rp. 8 s/d 12 juta per trip, pendapatan bersih per perahu per trip rata-rata sebesar Rp. 2,5 juta, biaya operasional per trip sebesar Rp. 2 juta. Penggunaan rumpon laut dalam telah mampu meningkatkan laju penangkapan, mengingat biaya operasional dapat dikurangi 50 – 60% (untuk ukuran kapal yang sama) karena waktu yang diperlukan dalam mencari gerombolan ikan relatif singkat, sehingga frekuensi operasi penangkapan lebih banyak. Melihat keberhasilan YANI dan adanya dugaan sebagian nelayan lokal bahwa pemasangan rumpon menyebabkan hasil tangkapan non rumponisasi mengalami penurunan hasil. nelayan lokal tersebut memicu terjadi konflik. Dugaan para Konflik tersebut telah menimbulkan hilang dan rusaknya rumpon dan alat tangkap baik nelayan yang memanfaatkan rumpon maupun yang tidak. Pemerintah Daerah dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu telah berhasil mengatasi konflik tersebut dengan cara musyawarah yakni melibatkan nelayan non rumponisasi untuk bergabung memanfaatkan rumpon. Namun biaya investasi rumpon yang cukup besar sehingga rumpon hanya dapat dilakukan dengan kerjasama dengan pemilik modal sehingga tidak semua nelayan juga yang tertampung untuk memanfaatkan rumpon, sehingga pemasangan rumpon dialihkan ke perairan Barat Daya perairan Pelabuhanratu, ZEE Samudera Hindia. Saat ini jumlah rumpon yang dipasang sebanyak 22 unit dengan ukuran kapal yang digunakan untuk alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon adalah kapal motor yang berukuran < 10 GT. Pada tahun 2007 jumlah kapal motor yang menggunakan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sebagai fishing base sebanyak 160 unit kapal dengan jumlah rumpon yang terpasang sebanyak 22 unit di kedalaman 400 – 2.000 meter. Koordinat penempatan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Lampiran 3, dan bentuk rumpon yang digunakan di barat Daya perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 5. Sejak tahun 2000- 2004 produktivitas alat penangkap 46 ikan (sebelum adanya rumpon) di PPN Pelabuhanratu berfluktuasi, seperti terlihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Produktivitas (Kg/trip) Alat Penangkap Ikan Periode Tahun 2000-2004 di Pelabuhanratu (Kg/trip) Jenis Alat Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Penangkap 2000 2001 2002 2003 2004 Ikan Payang 628 688 312 425 328 Rampus 200 242 93 162 75 Trammel 0 4 0 9 10 net Bagan 69 87 97 482 404 Gill net 746 338 599 886 249 Pancing 165 222 21 77 172 ulur Rawai 892 26 27 1.613 1.494 Purse seine 0 0 172 781 153 Tuna Long 0 0 0 2.675 2199 line Sumber; DKP (2007) Pada periode tahun 200-2004 tersebut di perairan Pelabuhan Pelabuhanratu belum berkembang rumponisasi. Pada tahun 2005- 2007, alat bantu penangkap ikan rumpon telah berkembang sehingga produktivitas alat penangkap ikan di perairan Pelabuhanratu mempunyai kecenderungan seperti pada Tabel 3.4 Tabel 3.4 Produktivitas (Kg/trip) Alat Penangkap Ikan Periode Tahun 20052007 di Pelabuhanratu. (Kg/trip) Jenis Alat Penangkap Ikan Tahun 2005 Tahun 2007 Payang Rampus Trammel net Bagan Gill net Pancing ulur Rawai Purse seine Tuna Long line Tonda 454 45 28 374 464 211 880 1.219 5.095 984 210 67 6 363 881 258 1.345 14.049 4.119 1.172 Sumber; DKP (2007) 47 System pengelolaan rumpon saat ini modal awal rumpon adalah bantuan dari pemerintah dalam operasionalnya sebagian besar dibiayai oleh pengusaha perikanan. Hasil penjualan tangkapan akan dibagi sebanyak 60% untuk pengusaha dan 40 % untuk nelayan dan kemudian dikurangi 5% untuk biaya pemeliharaan rumpon kelompok. Ikan hasil tangkapan alat tangkap pancing (rumpon) dipasarkan dalam bentuk segar dan hasil olahan pindang, mutu ikan hasil tangkapan berkualitas ikan ekspor karena ikan-ikan tuna langsung ditangani mutunya diatas kapal, kapalnya memiliki palkah berinsulasi baik dan menggunakan es yang cukup. Harga ikan jauh lebih baik biasanya harga tuna hanya Rp. 5.000 – Rp. 6.000 per kg dengan hsil rumpon harga tuna berkualitas ekspor menjadi Rp. 15.000 – Rp. 20.000 pe kg. Terlepas dari jumlah dan nilai produksi perikanan yang cenderung meningkat, komposisi armada perikanan perlu diatur tidak hanya sesuai dengan daya dukung pelabuhan tetapi juga sesuai dengan daya dukung sumberdaya perikanan di kawasan. Di samping itu, juga perlu diperhatikan jenis-jenis alat tangkap yang digunakan dan diharapkan yang mempunyai selektivitas tinggi dan ramah lingkungan. Hal ini disebabkan daya jangkau penangkapan ikan untuk jenis kapal tersebut relatif jauh dan secara alamiah akan terjadi pergeseran fishing ground ke arah luar Teluk Pelabuhanratu (perairan ZEEI) dengan sumberdaya perikanannya yang masih melimpah, apalagi bila pengelolaan rumpon berkembang baik dan berkelanjutan. Dalam kaitan dengan bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan 60 – 70 % dari komponen biaya operasional penangkapan ikan di Pelabuhanratu, keberadaan rumpon sangat membantu nelayan untuk menghemat BBM tersebut dalam melaut. Kenaikan harga BBM yang pernah terjadi pada beberapa tahun terakhir ini, menambah beban kehidupan bagi masyarakat nelayan terutama nelayan kecil, di Pelabuhanratu. Yang jelas dirasakan adalah sebagian besar penghasilan nelayan menurun. Untuk mensiasati penghematan penggunaan BBM yang merupakan komponen dominan komponen biaya operasional penangkapan ikan, maka pengusaha perikanan dan nelayan di Pelabuhanratu dapat telah mencoba mengusahakan rumpon secara tepat guna. 48 Tabel 3.5 Penggunaan BBM untuk beberapa unit penangkapan ikan di Pelabuhanratu Rasio Biaya Operasional (Rp/trip) Jenis Unit BBM dari No. Penangkapan Biaya (%) Biaya Total Biaya BBM 1 Pancing 1,951,667 1,266,667 64.90 2 Rawai 17,300,000 11,616,667 67.15 3 Payang 14,741,667 9,566,667 64.90 4 Purse Seine 15,363,333 9,333,333 60.75 Sumber : Hasil analisis data lapang (2008) Akan tetapi dalam perkembangannya, pemasangan rumpon selain menimbulkan efek positif juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan yang berimigrasi jauh sehingga mengganggu keseimbangan dan konflik antar nelayan, kemudahan penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon dapat menimbulkan overfishing, dan lain-lain. Terlepas dari itu, semua pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan di Pelabuhanratu telah berkembang dengan baik dan hasil nyatanya untuk membantu nelayan kecil dan menengah dalam penangkapan ikan cukup jelas dan memuaskan. Saat ini, tinggal diupayakan bagaimana pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu dapat berkelanjutan dan apakah semua dimensi pengelolaan yang ada di Pelabuhanratu mendukung keberlanjutan pengelolaan rupon di kawasan. 3.7 Fasilitas Pendukung Kegiatan Perikanan di Pelabuhanratu Fasilitas pendukung kegiatan perikanan yang berbasis di PPN Pelabuhanratu ada tiga jenis yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas peninjag. Fasilitas pokok berfungsi untuk melindungi pelabuhan ini dari gangguan alam, tempat membongkar ikan hasil tangkapan dan memuat perbekalan, dan tempat tambat labuh kapal-kapal penangkap ikan Fasilitas pokok yang dimiliki oleh PPN Pelabuhanratu terdiri dari : (a) dermaga sepanjang 500 m, (b) kolam 3 Ha dengan variasi kedalaman -3 m, -2,5 m dan 2m. (c) penahan gelombang bagian barat 294 m dan bagian utara 125 m, (d) 49 jaringan drainase, dan (e) rambu navigasi. Khusus untuk dermaga dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu dermaga tambat kapal-kapal 5-20 GT sepanjang 120 m, kapal 20-30 GT sepanjang 90 m dan kapal 30 -100 GT sepanjang 100 m. Dermaga bongkar ikan sepanjang 93 m dan dermaga servicing 106 m. . Fasilitas fungsional berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional di PPN Pelabuhanratu. Fasilitas fungsional di PPN Pelabuhanratu terdiri dari : (a) fasilitas pemasaran dan distribusi hasil perikanan berupa tempat pelelangan ikan, pasar ikan, dan gudang keranjang, (b) fasilitas perbekalan berupa tangki BBM dan dispenser dan tangki air, (c) fasilitas pemeliharaan/perbaikan berupa gedung utility, tempat perbaikan jaring, dok/galangan kapal, (d) fasilitas pengolahan berupa cold storage, dan (e) fasilitas pelayanan berupa kantor, balai pertemuan nelayan, instalasi listrik, sarana komunikasi radio SSB/all band, telepon, fax dan internet, gardu jaga WC umum. Sedangkan fasilitas penunjang merupakan fasilitas tambahan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pelabuhan perikanan. Fasilitas penunjang terdiri dari perumahan, wisma tamu, tempat ibadah, kantin, pertokoan, sarana kebersihan. Kegiatan jenis fasilitas yang ada diharapkan daat mendukung kegiatan penangkapan ikan oleh perahu/armada perikanan yang berbasis di PPN Pelabuhanratu. Dari semua itu, kebutuhan tiga jenis logistik seperti air bersih, es balok dan solar merupakan al yang utama yang perlu didukung oleh PPN Pelabuhanratu. Tabel 3.6 memperlihatkan perkembangan kebutuhan logistik utama di Pelabuhanratu. Penyaluran kebutuhan air bersih untuk kapal perikanan di PPN Palabuhanratu dipenuhi oleh PPN Palabuhanratu. Air yang disalurkan berasal dari Air PDAM dan dialirkan ke perahu/armada perikanan biasanya melalui slang plastik dengan ukuran penjualan dalam bentuk "Blong" (drum plastik) yang berkapasitas 250 liter dan 120 liter serta dalam bentuk jerigen plastik ( 30 liter ). 50 Tabel 3.6. Kebutuhan logistik untuk penangkapan ikan di Pelabuhanratu Kebutuhan logistik No Tahun Air (lt) Es (balok) Solar (lt) Jumlah Fluk Jumlah Fluk Jumlah Fluk 1 1993/1994 934,610 - 174,003 - 1,521,000 - 2 1994/1995 1,159,020 24.01% 136,418 -21.60% 2,698,740 77.43% 3 1995/1996 1,806,850 55.89% 114,185 -16.30% 1,671,379 38.07% 4 1996/1997 1,330,835 26.35% 123,025 7.74% 1,801,185 7.77% 5 1997/1998 1,516,600 13.96% 148,335 20.57% 2,016,796 11.97% 6 1998/1999 1,594,000 5.10% 125,720 -15.25% 1,568,409 22.23% 7 1999/2000 1,146,000 28.11% 86,320 -31.34% 1,624,928 3.60% 8 2000/2001 862,000 24.78% 41,440 -51.99% 934,372 42.50% 9 2002/2003 1,234,200 43.18% 87,582 111.35% 1,340,276 43.44% 10 2003/2004 1,342,400 8.77% 127,960 46.10% 1,675,487 25.01% 11 2004/2005 1,439,520 7.23% 176,500 37.93% 1,856,458 10.80% 12 2005/2006 1,830,200 27.14% 201,039 13.90% 2,012,379 8.40% 13 2006/2007 2,010,250 9.84% 243,590 21.17% 2,345,821 16.57% Rata-rata 1,400,499 8.91% 137,394 9.41% 1,774,402 7.86% Sumber : Hasil analisis data lapang (2008) dan berbagai sumber Sedangkan kebutuhan perbekalan es balok di PPN Palabuhanratu disuplai oleh Swasta yaitu Pabrik Es Ratu Tirto dan Pabrik Es Tirta Jaya. Jumlah pemakaian es balok sampai tahun 2000 mengalami fluktuasi tergantung jauh dekatnya fishing gound yang secara umum kecenderungannya menurun sebesar 15,45%, sedangkan mulai tahun 2002 cenderung meningkat. Kebutuhan solar ketika PPN baru dioperasionalkan disuplai oleh SPBU terdekat, tetapi sejak tahun 1998 kebutuhan solar juga disuplai oleh KUD Mina Sinar Laut yang mengelola Tangki BBM yang berada di Pelabuhan. Namun 51 suplai solar tersebut terkadang tidak lancar. Hal ini sering dialami oleh nelayan yang akan berangkat melakukan penangkapan ikan di sekitar rumpon. 3.8 Peran Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu merupakan pelabuhan perikanan yang diperuntukkan untuk melayani kapal-kapal perikanan yang berukuran lebih dari 60 GT yang beroperasi di perairan Nusantara dan Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Disamping dermaga dan kolam pelabuhan yang luas, PPN Pelabuhanratu cukup dikenal melalui sarana pemasaran dan distribusi ikannya berupa TPI dan pasar ikan, serta areal industri perikanan untuk menampung kegiatan pengepakan dan pengolahan ikan, dan lain-lain. Sedangkan jenis-jenis kegiatan yang terdapat di PPN Pelabuhanratu yang merupakan perannya di lokasi terdiri dari kegiatan operasional di laut dan kegiatan operasional di darat. Kegiatan operasional di laut di PPN Pelabuhanratu dapat mencakup : a. Kegiatan penangkapan ikan di laut (fishing ground), b. Kegiatan pendaratan di dermaga bongkar (landing), c. Kegiatan pelayanan di dermaga muat (servicing), d. Kegiatan perawatan dan perbaikan (maintenance and repairs), e. Kegiatan tambat labuh dan istirahat (berthing). Sedangkan kegiatan operasional di darat yang dilakukan di PPN Pelabuhanratu dapat berupa : a. Kegiatan pelelangan (auctioning), b. Kegiatan penyortiran dan pengepakan (sorting & packing), c. Kegiatan pengolahan (processing), d. Pengangkutan (transportation), 52 e. Pemasaran (marketing) Dalam upaya mendukung peningkatan perekonomian masyarakat sekitar, maka berdasarkan Undang-undang Nomor: 31 Tahun 2004 tentang perikanan, PPN Pelabuhanratu mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut : a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan; Sebagai sentra kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan berdomisili maupun nelayan pendatang. b. Tempat berlabuh kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat/merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut. c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron ) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana/fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan. d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran/-pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap. e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan; 53 Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana/fasilitas sanitasi dan hygene, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan. f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan; Dalam menjalankan fungsi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (Fish Market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat. g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan. h. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data; Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan melalui penyuluhan baik secara tehnis penangkapan maupun management usaha yang efektif dan efisien, sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan selain data primer melalui penelitian data sekunder diperlukan untuk itu, maka untuk kebutuhan tersebut dalam kawasan Pelabuhan Perikanan merupakan tempat terdapat unit kerja yang bertugas melakukan penyuluhan dan pengumpulan data. i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan; 54 Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan dilaut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan dilaut. Menurut Damaredjo (1981) untuk mendukung peranan pelabuhan perikanan tersebut dalam operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat : a. Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan b. Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia c. Mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha nelayan dalam unit ekonomi Kompleksitas pemasaran produk ikan yang dihasilkan dari upaya penangkapan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu akan membuat nilai jual yang diperoleh produsen (nelayan) dan konsumen akhir sangat jauh berbeda. Kesenjangan ini akan menimbul dampak negatif yang kurang baik bagi perkembangan perkonomian pada bidang perikanan. Agar hasil pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan ini baik maka pelabuhan perikanan harus dapat dikembangkan fungsinya dari service centre menjadi marketing centre. Keberhasilan pengembangan ini akan melahirkan suatu mata rantai pemasaran (market channel) yang teguh dan menciptakan growth centre di Pelabuhanratu dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan bebas yang bakal diterapkan di Indonesia yang pada akhirnya mempengaruhi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat khususnya nelayan. 55