Memahami Krisis Yunani Oleh: Nicholas Cachanosky Pada saat saya menulis baris ini; sudah hampir pasti bahwa Yunani akan gagal membayar hutangnya hari ini, 30 Juni. Apa yang menuntun kepada situasi malapetaka ini? Untuk memahaminya, kita harus melihat kebelakang kepada kejadian-kejadian yang menuntun kepada dan melatarbelakangi gagal bayar yang terjadi hari ini. Penjelasan singkat harus dibuat agar kita bisa memahami kejadian yang menuntun kepada krisis saat ini. Dalam ekonomi, adalah hal biasa dalam membedakan defisit menjadi dua jenis, “defisit” dan “defisit struktural.” Defisit struktural adalah hasil equilibrium (keseimbangan) dari anggaran, tanpa dipengaruhi oleh siklus bisnis. Defisit adalah defisit struktural ditambah guncangan jangka pendek di sekitar level strukturalnya. Krisis finansial internasional tahun 2008 secara signifikan sangat mempengaruhi prospek ekonomi Yunani. Defisit struktural Yunani, ditambah hutangnya, menghasilkan penurunan grade (nilai peringkat) hutang Yunani menjadi di bawah grade investasi. Dikarenakan hal ini, Yunani kehilangan akses terhadap pasar keuangan. Yunani adalah bagian dari zona Eropa, yang artinya dia tidak bisa mencetak uang untuk membayar defisit-nya; sehingga harus berhutang. Dengan ketidakmampuan untuk mencetak uang Euro baru, dan tanpa akses ke pasar keuangan, Yunani seharusnya membuat keputusan yang sama beberapa tahun lalu sebagaimana yang dia hadapi saat ini, lebih khusus mengurangi defisit atau meninggalkan Zona Euro. Secara bersamasama, malah, Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB), dan Dana Moneter Internasional (IMF) – yang biasa disebut “Troika”- memutuskan untuk memberi Yunani dana bantuan pinjaman sebesar 100 miliar euro. Pinjaman ini akan mampu menutup kebutuhan keuanganan Yunani dari bulan Mei 2010 sampai Juni 2013, dengan syarat bahwa Yunani harus melakukan tindakan “penghematan.” Yunani, oleh karena itu, hanya menerima pinjaman di bawah persyaratan bahwa dia akan memperbaiki defisit struktural-nya. Argumennya sederhana; agar seluruh negara Eropa mau memberikan uang pembayar pajaknya kepada Yunani, maka Yunani harus berhenti memboroskan uang di luar kemampuannya. Maukah anda meminjamkan uang kepada seseorang yang secara terus-menerus menggunakan kartu kreditnya sampai melampaui batas, sehingga mempengaruhi reputasi kreditnya, tetapi tidak menunjukkan sama sekali tanda-tanda bahwa dia berniat memperbaiki keadaan keuangannya? Dan lebih buruk lagi, maukah anda mengijinkan pemerintah anda untuk memaksa anda meminjamkan uang kepada pengutang yang tidak bertanggung jawab seperti ini? Dalam setahun, menjadi semakin jelas bahwa dana bantuan ternyata hanya setengah dari apa yang diperlukan oleh Yunani, sebagian disebabkan karena Yunani lamban dalam memotong defisit strukturalnya dan karena pengeluarannya terus meningkat. Pada bulan Februari 2012, dana bantuan kedua sebesar 130 miliar euro disetujui dan semua bank swasta yang memegang surat hutang pemerintah Yunani harus menerima kerugian sebesar 53%. Dana bantuan pinjaman kedua ini akan habis pada bulan Desember 2014. Dua pinjaman bantuan ini tidak cukup. Pada bulan Desember 2012, Troika setuju untuk memberi lagi dana hutang ketiga untuk periode Januari sampai Maret 2015. Tetapi, pada akhir tahun 2013, APBN Yunani menunjukkan surplus struktural, output mulai meningkat dan pengangguran menurun. Ini mengijinkan Yunani untuk kembali mendapatkan akses ke pasar finansial, dan menjual surat hutang ke pasar swasta untuk menutup kebutuhan keuangan untuk tahun 2014. Grafik berikut menunjukkan defisit dan defisit struktural (dalam presentasi dari PDB) Yunani dan menunjukkan surplus struktural untuk tahun 2013 dan 2014. Tetapi, karena kejadian yang bersifat siklis, Yunani tetap memiliki kebutuhan keuangan untuk kedua tahun tersebut. Yunani belum pernah memiliki surplus anggaran sejak 1990 - dan perhatikan bahwa memburuknya defisit dimulai sebelum krisis finansial tahun 2008. Segera setelahnya, keadaan politik merubah keadaan menjadi lebih buruk. Pada bulan Desember 2014, Parlemen Yunani memutuskan untuk mengadakan Pemilu lebih awal. Partai Sayap Kiri Syriza menang dengan janji bahwa mereka akan menolak rencana penghematan yang dinegosiasikan dengan Troika, dan Alexis Tsipras menjadi Perdana Menteri Yunani. Tidak mengejutkan, Troika bereaksi dengan menahan sisa bantuan keuangan untuk Yunani sampai pemerintahan yang baru menerima untuk patuh pada perjanjian yang lama, atau sampai pemerintah yang baru diterima oleh Yunani dan Troika. Hasil dari kejadian ini adalah meluasnya ketidakpastian pasar, dan investor menarik diri - meninggalkan pasar keuangan yang sekali lagi, tertutup bagi Yunani. Troika memperpanjang tenggat waktu pencairan bantuan pinjaman ketiga selama empat bulan untuk memberi waktu bagi negosiasi prasyarat untuk hutang yang baru, tetapi pada tanggal 26 Juni Yunani meninggalkan meja perundingan dan memutuskan untuk mengadakan referendum di seluruh wilayah negaranya untuk memutuskan apakah syarat pinjaman tersebut diterima atau tidak. Referendum diadakan pada tanggal 5 Juli, lima hari setelah tanggal dimana Yunani seharusnya harus membayar hutangnya tanggal 30 Juni - hutang tersebut yang mereka tidak punya dana untuk membayarnya kembali. Tenggat waktu pembayaran sebenarnya sudah diketahui jauh-jauh hari sebelumnya, jadi lumrah bilah berkata bahwa Yunani telah menunggu terlalu lama untuk diadakannya referendum. Ketidakcukupan sumber daya keuangan untuk membayar hutangnya memicu bank run (ketika semua orang menarik seketika uangnya dan membuat bank kehabisan uang dan memicu kepanikan), dan pemerintah memberlakukan pembatasan penarikan tunai dari bank. Kecuali Troika sekali lagi memutuskan untuk memperpanjang bantuan keuangannya bagi Yunani, masyarakat Yunani menghadapi 2 arah yang harus mereka pilih: menerima prasyarat pinjaman dan menyeimbangkan anggaran belanja; atau gagal bayar hutangnya, meninggalkan Euro, dan memperkenalkan mata uang baru (contohnya Drachma), dengan kemungkinan nilai yang rendah dibandingkan Euro. Karena Yunani menunggu terlalu lama, pilihannya menjadi terbatas. Sebagai warga Argentina, mudah bagi saya untuk menarik kemiripan antara krisis Yunani saat ini dengan krisis Argentina tahun 2001. Kedua negara sampai pada krisis keuangan setelah melalui masa akumulasi defisit yang berkelanjutan. Defisit tidak jatuh dari langit; mereka hasil dari pemungutan suara dan disetujui oleh perwakilan politik. Kedua negara juga membatasi penarikan tunai dari bank. Kemiripannya bahkan berlanjut, walau demikian, sampai pada apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan rakyatnya. Beberapa Ekonom dan analis menyarankan bahwa Yunani seharusnya mengikuti langkah Argentina, tetapi hal ini tampaknya tidak disarankan jika kita melihat lebih dekat keadaan ekonomi Argentina saat ini. Hilangnya kekayaan setelah krisis memacu pemerintah Argentina untuk memberlakukan pengendalian harga untuk sektor utility (listrik, air, telekomunikasi, dll), sehingga harga utility tidak naik bersama inflasi. Walau demikian, pengendalian harga ini tidak pernah dicabut, dan berlanjutnya kekurangan investasi untuk sektor utility saat ini menunjukan kemacetan yang jelas dalam industri energi, komunikasi, dan transportasi, yang menghambat daya saing internasional ekonomi Argentina. Defisit struktural tetap ada, dan pemenuhan kebutuhan keuangan telah beralih dari hutang luar negeri menjadi mencetak lebih banyak uang. Hasilnya adalah Argentina menjadi salah satu negara dengan inflasi tertinggi di dunia. Pengendalian harga diberlakukan lagi, kali ini untuk mengontrol pasar valuta asing, lebih khusus Dollar A.S. - mata uang pilihan rakyat Argentina, karena nilai yang relatif stabil terhadap dollar memungkinkan mereka untuk melindungi ekonomi dari inflasi. Restrukturisasi hutang ditangani dengan cara yang sebegitu buruk sehingga Argentina, sekali lagi, gagal bayar. Ada pelajaran lain yang bisa dipelajari dari Argentina. Menteri Ekonomi Lopez Murphy menawarkan program penghematan yang ditolak oleh politisi yang berkuasa, memaksa Lopez Murphy untuk mengundurkan diri. Hal ini walau demikian tidak membuat mereka bisa menghindari program penghematan. Sebaliknya, pemerintah Argentina terpaksa harus menjalankan penghematan yang lebih banyak lagi. Kemungkinannya krisis dan kegagalan membayar hutang pada 2001 jauh lebih parah, dan lebih jangka panjang, dibandingkan jika seandainya mengikuti rencana sesuai yang diusulkan Lopez Murphy. Ketika krisis mengintai seperti yang dihadapi Yunani hari ini, atau yang dihadapi Argentina pada 2001, penghematan bukan lagi menjadi pilihan. Yang tersisa untuk diputuskan bukanlah apakah anggaran harus diseimbangkan atau tidak, tetapi bagaimana. Diterjemahkan dari Website ATLAS Network “Understanding The Greek Crisis” Nicolas Cachanosky merupakan Asisten Profesor Ekonomi di Metropolitan State University of Denver. Bidang kajiannya adalah makro-ekonomi dan kebijakan moneter, risetnya telah dipublikasikan di sejumlah media seperti The Review of Austrian Economics, The Independent Review, Quarterly Review of Economics and Finance, and The Journal of the History of Economic Thought, dan masih banyak lagi. Nicolas mendapatkan sarjana bidang ekonomi dari Pontificia Universidad Catolica Argentina, Master bidang ilmu ekonomi dan ilmu politik dari ESEADE, dan Ph.D ilmu ekonomi di Suffolk University.