PENYELENGGARAAN MAKANAN, DAYA TERIMA DAN KONSUMSI PANGAN LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SALAM SEJAHTERA BOGOR YUDHIT NOVI ANDRINI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT YUDHIT NOVI ANDRINI. Food service, the acceptance of food and food consumption of the elderly in Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Under direction of SITI MADANIJAH. The objective of this research is study the food service, the acceptance of food and food consumption of the elderly in Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. The research used a cross sectional study design that was held in November to Desember 2011. The number of sample in this research was taken from 32 elderly. The results showed that the system of the food service in Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor were good enough. The cycles of the meal is seven days with four times meal, each contains three times main course and one time snack food. Most of them like the meal. Based on the correlation test by Spearman, there were a significant (p<0,05) relationship between male samples and food acceptance, but there were no significant (p>0,05) relationship between food acceptance and nutrients adequacy level. Keywords: Food service, food acceptance, food consumption, elderly RINGKASAN YUDHIT NOVI ANDRINI. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima, dan Konsumsi Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penyelenggaraan makanan, daya terima dan konsumsi pangan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan peralatan) pada proses penyelenggaraan makanan; 2) menganalisis proses penyelenggaraan makanan; 3) mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan dan status pernikahan); 4) menganalisis daya terima contoh; 5) menghitung kebutuhan, ketersediaan, dan konsumsi pangan contoh; 6) menganalisis tingkat kecukupan pangan contoh; 7) menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dengan daya terima dan 8) menganalisis hubungan antara daya terima dengan tingkat kecukupan contoh. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pengumpulan data dilaksanakan selama bulan November sampai dengan Desember 2011. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 32 lansia yang tinggal di panti. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung dengan pengelola penyelenggaraan makanan. Data primer meliputi sumber daya dalam penyelenggaraan makanan (tenaga, dana, sarana dan peralatan), proses penyelenggaraan makanan, karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan dan status pernikahan), daya terima, dan konsumsi pangan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum tempat penelitian serta daftar menu makanan yang disediakan Panti Sosial Tresna Werdha. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16,0 for windows. Analisis data menggunakan uji beda t dan uji Spearman. Penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera sudah cukup baik, meliputi perencanaan menu hingga higiene dan sanitasi dalam proses penyelenggaraan makanan, namun pemberian makanan masih belum sesuai dengan kebutuhan dari setiap lansia yang tinggal. Siklus menu yang digunakan adalah siklus tujuh hari dengan frekuensi makan tiga kali makan utama dan satu kali selingan. Dana yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan berasal dari iuran rutin bulanan serta sumbangan. Jumlah keseluruhan lanisa adalah 32 orang, terdiri dari 12 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Sebagian besar (65,6%) contoh berada pada rentang usia 75-90 tahun. Berdasarkan pendidikan terakhir, contoh merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) (68,8%). Jika dilihat dari pekerjaan contoh terdahulu sebelum masuk panti, contoh laki-laki berprofesi sebagai karyawan swasta (83,3%) dan perempuan sebagai biarawati dan pengasuh anak (70%) dengan status pernikahan sebagai janda/duda (90,6%). Daya terima contoh terhadap jenis dan karakteristik hidangan, secara keseluruhan sebagian besar contoh menyatakan suka terhadap makanan yang disajikan. Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh sebesar 1657 kkal dan 65,7 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein contoh sebesar 1976 kkal dan 42,3 g sedangkan rata-rata asupan energi dan protein contoh sebesar 1646 kkal dan 63,2 g. Tingkat kecukupan energi contoh, termasuk pada kategori defisit tingkat sedang pada laki-laki (50%) dan normal pada perempuan (60%). Kategori defisit energi tingkat berat hanya terdapat pada contoh laki-laki sebesar 41,7%. Tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh berada pada kategori lebih, hanya sebagian dari contoh laki-laki (25%) termasuk dalam kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C pada contoh berada pada kategori cukup, hanya sebagian kecil lainnya pada contoh laki-laki (25%) berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan kalsium dan zat besi pada contoh berada dalam kategori kurang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan nyata positif pada contoh laki-laki (p<0,05) antara karakteristik contoh (usia) dengan daya terima (lauk hewani), dimana semakin tinggi usia, maka daya terima lauk hewani semakin baik, selain itu tidak terdapat hubungan nyata (p>0,05) pada contoh lakilaki dan perempuan antara daya terima dengan tingkat kecukupan contoh. PENYELENGGARAAN MAKANAN, DAYA TERIMA DAN KONSUMSI PANGAN LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SALAM SEJAHTERA BOGOR YUDHIT NOVI ANDRINI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Judul Penelitian :Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima, dan Konsumsi Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor Nama Mahasiswa : Yudhit Novi Andrini NIM : I14096025 Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP. 19491130 197603 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP: 19621218 198703 1 001 Tanggal Lulus : PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima, dan Konsumsi Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor” dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing. 2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji. 4. Pihak Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Kota Bogor yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian. 5. (Alm) Papah, Mamah, Ayah, Yudha, Keluarga Besar Solichin atas doa dan dukungan selama ini yang tiada henti. 6. Adi Suhendro, Syifa Fauziah, A.md, Citra Dian Permata, A.md, Widya Ananta, S.Gz, Yossi Rahmadani, S.Gz dan Sarly Widiawati Pratomo, S.Gz atas bantuan dan dukungannya selama ini. 7. Teman-teman seperjuangan angkatan 3 atas kebersamaan selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Maret 2012 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 November 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Agus Hanifah Yoesoef dan Ibu Ninis Sri Suharmi. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Dirgahayu tahun 1993-1994 dan SDN Lawanggintung 1 Bogor tahun 1994-2000. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Bogor tahun 2000-2003 dan SMUN 4 Bogor tahun 2003-2006. Pendidikan diploma tiga (D3) ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi tahun 2006-2009 dengan Tugas Akhir (TA) Ketersediaan dan Konsumsi Energi dan Zat Gizi Diet Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta. Tahun 2009, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sarjana strata satu (S1) melalui Program Penyelenggaraan Khusus S1 pada Departemen Gizi Masyarakat di Institut Pertanian Bogor. Bulan Februari-Maret 2011, penulis juga melakukan Internship Bidang Dietetika di RSUD Cibinong. Penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Kecamatan Banyuresmi, Garut, pada tahun yang sama. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ........................................................................................... Halaman x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ........................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4 Panti Sosial Tresna Werdha……………………………………………... 4 Proses Penuaan dan Lanjut Usia………...……………...……………… 4 Penyelenggaraan Makanan……………………………………………… 5 Daya Terima……………………………………………………………….. 10 Konsumsi Pangan…………………………………………………………. 11 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi………………………………………….. 11 KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………………………… 14 METODE PENELITIAN………………………………………………………… 16 Desain, Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………. 16 Cara Penarikan Contoh…………………………………………………... 16 Jenis dan Cara Pengumpulan Data……………………………………... 16 Pengolahan dan Analisis Data…………………………………………… 17 Definisi Operasional………………………………………………………. 20 HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………. 22 Gambaran Umum ……...…………………………………………………. 22 Penyelenggaraan Makanan di Panti ………...………………………… 23 Penilaian Umum Penyelenggaraan Makanan…………………………. 31 Karakteristik Contoh………………………………………………………. 32 Karakteristik Keluarga…………………………………………………….. 34 Kebiasaan Makan Contoh………………………………………………... 35 Daya Terima Contoh……………………………………………………… 36 Kebutuhan Energi dan Protein…………………………………………… 39 Ketersediaan Makanan ………..…………………………………………. 39 Konsumsi Pangan…………………………………………………………. 40 Hubungan Antar Variabel………………………………………………... 48 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………. 50 Kesimpulan………………………………………………………………… 50 Saran……………………………………………………………………….. 50 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 51 LAMPIRAN………………………………………………………………………... 54 DAFTAR TABEL Halaman 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data………..................................... 16 2 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB ………………………… 18 3 Jenis aktivitas yang dilakukan contoh……………..………………………… 18 4 Variabel dan indikator data yang dianalisis………………………………… 20 5 Fasilitas yang tersedia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera.. 22 6 Sumber daya manusia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera.. 23 7 Sarana fisik dan peralatan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera ………………………………………………………………….. 25 8 Perencanaan menu di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera.….. 26 9 Pembelian dan penyimpanan bahan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera …………………………………………………... 28 10 Pengolahan bahan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera……………………………………………………………………… 29 11 Distribusi makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera…. 30 12 Pencatatan dan pelaporan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera …………………………………………………………………….. 30 13 Higiene dan sanitasi di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera... 31 14 Penilaian umum penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera …………………………………………………... 32 15 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan…………………………………………… 33 16 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan………………………. 33 17 Sebaran contoh berdasarkan anjuran masuk panti……………………… 18 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga…………………….. 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa…………….. 34 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi kunjungan……………………… 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan…………………………. 35 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan sehari…………………... 23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hidangan………………………………………………………………............ 36 24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap karakteristik hidangan…………………………………………………............................... 37 25 Rata-rata kebutuhan energi dan protein berdasarkan jenis kelamin……………………………................................................................. 39 26 Rata-rata ketersediaan makanan yang disediakan………………………… 40 34 34 35 36 27 Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh…………….. 41 28 Asupan sehari energi dan zat gizi……………………………………………. 42 29 Statistik konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi………………………………………………………………………………. 30 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein…… 44 31 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin………………… 46 32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral………………… 47 33 Hubungan karakteristik contoh dengan daya terima………………………. 48 34 Hubungan daya terima dengan tingkat kecukupan contoh………………… 49 46 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Struktur organisasi di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera……….. 55 2 Denah dapur di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera……………… 56 3 Daftar menu di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera……………….. 57 4 Fasilitas pada proses penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera…………………………………………………………. 58 5 Contoh hidangan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera………… 59 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan ekonomi meningkatkan taraf hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini diiringi dengan peningkatan usia harapan hidup (life-expectancy) dan taraf hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup pada penduduk tentu saja akan meningkatkan jumlah populasi lanjut usia (lansia). Perkembangan penduduk lanjut usia di Indonesia sepuluh tahun dari sekarang diperkirakan mencapai 28,8 juta jiwa atau 11,34%. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di pedesaan sebesar 15.612.232 (9,97%) (Depsos 2007). Berdasarkan Bapenas (2008), jumlah lansia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai angka 62,4 juta jiwa. Jumlah lansia yang cukup tinggi ini yang menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan perhatian yang lebih, terutama bagi kesehatan, baik fisik dan sosial. Peningkatan masalah kesehatan, merupakan salah satu dampak dari peningkatan jumlah lansia. Menurut Sharkey et al. (2002) kekurangan zat gizi menunjukkan sebuah ancaman potensial bagi kesehatan pada seluruh populasi lansia. Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosio-ekonomi. Selain itu, perubahan mengakibatkan kemunduran biologis yaitu lebih mudah sakit, lebih lama sakit dan lebih lama penyembuhannya (Wirakusumah 2001). Pada lansia, masalah gizi yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan karakteristik individu, asupan zat gizi, faktor kesehatan, dan karakteristik psikososial (Sharkey et al. 2002). Selain itu, penurunan angka metabolisme basal tubuh dan gangguan gigi dapat berpengaruh pada kemampuan mengunyah. Hal ini menyebabkan perubahan asupan makanan, sehingga dapat terjadi defisiensi zat gizi (Wirakusumah 2001). Berdasarkan penelitian Boedhi-Darmoyo (1995) diacu dalam Muis (2006) melaporkan bahwa lansia di Indonesia yang memiliki berat badan ideal sebesar 42,4%, namun masih terdapat lansia dalam keadaan kurang gizi dan gizi lebih sejumlah 3,4 %. Arah kebijakan tentang lansia di Indonesia sebenarnya menitikberatkan pada keluarga sebagai penanggung jawab utama untuk kesejahteraan lansia, namun pada kenyataannya di berbagai negara telah terjadi penurunan dukungan 2 dari anak terhadap lansia. Hal ini terjadi di Jepang pada tahun 1972 sebanyak 67% lansia tinggal bersama anaknya, namun pada tahun 1995 proporsi tersebut menurun menjadi 46% (Westley 1998 dalam Ruslianti & Kusharto 2006). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga menurun dari tahun ke tahun, sehingga dibutuhkan perhatian lebih yang perlu diberikan seperti perawatan terhadap lansia. Panti merupakan alternatif yang tepat untuk membantu lansia dengan memberikan bantuan berupa tempat pembinaan. Di Jawa Barat khususnya Kota Bogor, Dinas Sosial telah mendirikan panti penyantunan lansia atau panti werdha. Satu diantaranya adalah Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera. Panti werdha merupakan salah satu bentuk bantuan layanan kesejahteraan sosial bagi lansia. Pelayanan yang diberikan di Panti werdha berupa tempat tinggal, makanan, pakaian dan pemeliharaan kesehatan. Tujuannya yaitu agar lansia dapat menikmati masa tuanya dalam suasana aman, tentram dan sejahtera. Penyelenggaraan makan di panti werdha bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lansia sehingga diperlukan penyusunan menu makanan yang dapat meningkatkan selera makan bagi lansia untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta menunjang masa pertumbuhan (Harper et al.1985). Konsumsi pangan individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan. Selain itu, pola makan juga berpengaruh meliputi frekuensi dan waktu makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, termasuk makanan yang disukai dan makanan pantangan (Suhardjo 1989). Uraian di atas menunjukan bahwa betapa pentingnya penyelenggaraan makanan bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan lansia. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian untuk melihat bagaimana gambaran penyelenggaraan makanan,daya terima dan konsumsi pangan lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari penyelenggaraan makanan, daya terima dan konsumsi pangan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. 3 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini : 1. Mengidentifikasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan peralatan) pada proses penyelenggaraan makanan. 2. Menganalisis proses penyelenggaraan makanan. 3. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan dan status pernikahan). 4. Menganalisis daya terima contoh. 5. Menghitung kebutuhan, ketersediaan, dan konsumsi pangan contoh. 6. Menganalisis tingkat kecukupan pangan contoh. 7. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dengan daya terima contoh. 8. Menganalisis hubungan antara daya terima contoh dengan tingkat kecukupan contoh. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses penyelenggaraan makanan, daya terima dan konsumsi pangan lansia. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan bagi lansia. 4 TINJAUAN PUSTAKA Panti Sosial Tresna Werdha Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) merupakan pelaksana teknis bidang pembinaan kesejahteraan sosial lansia. Panti tersebut memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lansia berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial dan mental serta ibadah. Tujuan pelayanan PSTW ini adalah tercapainya tingkat kualitas hidup dan kesejahteraan para lansia yang layak dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketenteraman lahir dan batin (Depsos 1997). Proses Penuaan dan Lansia Pertumbuhan dan perkembangan manusia terdiri dari serangkaian proses perubahan yang rumit dan panjang, dimulai dari pembuahan sel telur dan berlanjut sampai berakhirnya kehidupan. Secara garis besarnya, perkembangan manusia terdiri dari berbagai tahap, yaitu meliputi kehidupan sebelum lahir, sewaktu bayi, masa kanak-kanak, remaja, masa dewasa dan masa lansia. Owen et al. (1993) menyatakan bahwa penuaan merupakan sebuah proses yang terjadi dalam lingkungan dalam konteks dimana biologi manusia, gaya hidup, dan sistem perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel, organ, dan sistem organ. Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikososial seperti stress, sosial-ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan fisiologis (Harris 2004). Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa pertumbuhan (bayi, anak, dan remaja) dan dewasa, yaitu kelompok manusia usia lanjut. Pada masa ini, kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan terlampaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalan dengan usianya. Pada saat orang dilahirkan, kerangka tubuh dan panca indera akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu, 5 gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini, maka dianggap sebagai tanda bahwa seseorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion & Briawan 1993). Wirakusumah (2001) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun mental, banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja. Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan, sistem jantung, sistem pernapasan, otak, sistem syaraf, sistem katabolisme, sistem hormon dan sistem ekskresi. Berdasarkan WHO dalam Notoatmojo (2007), lansia dikelompokkan menjadi usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi (Depkes 2006). Penyelenggaraan makanan di suatu institusi terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada pelayanan (bersifat non komersial) (Moehyi 1992). Pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada keuntungan, dilaksanakan untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya, seperti usaha penyelenggaraan makanan di restaurant, bars dan cafetaria. Usaha ini tergantung pada bagaimana cara untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan dapat bersaing dengan institusi lain. Penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersial dilakukan oleh suatu institusi baik yang dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya terdapat di dalam satu tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan dan lain-lain (Moehyi 1992). Penyelenggaraan makanan di panti werdha merupakan salah satu penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersial. Penyelenggaraan makanan di panti werdha bertujuan untuk menyediakan makanan yang 6 kualitasnya baik dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen. Sumber Daya Penyelenggaraan makanan yang baik di suatu institusi perlu diperhitungkan dan direncanakan penggunaan sumber daya yang ada. Ada empat kelompok atau komponen besar dari sumber daya tersebut, yaitu dana, tenaga, sarana dan metode (Mukrie et al.1990). Sumber daya yang ada untuk suatu sistem pelayanan makanan dapat diklasifikasikan menjadi sumber daya manusia (tenaga) dan sumber material. Sumber daya manusia mengacu pada orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pelayanan makanan yang akan mempengaruhi besarnya kegagalan dan kesuksesan suatu sistem. Kesuksesan suatu kegiatan pelayanan makanan dipengaruhi oleh kriteria dan kualitas pegawainya, yaitu 1) kesehatan yang prima (jasmani dan rohani); 2) berminat terhadap kegiatan yang berhubungan dengan makanan dan manusia; 3) berhati-hati, sopan, rapi, dan berpenampilan menarik; 4) cakap dan berkemampuan; 5) jujur, loyal, bertanggung jawab, tepat waktu, dan bergaya hidup sehat (Perdigon 1989). Di dalam mengorganisasikan penyelenggaraan makanan dibutuhkan berbagai jenis tenaga, meliputi 1) tenaga ahli gizi (akademi gizi) serta tenaga menengah gizi (sekolah menengah gizi) yang disebut pengasuh gizi atau pembantu ahli gizi; 2) tenaga lain, seperti juru masak dan cleaning service (Moehyi 1992). Khusus untuk dana perlu sekali dilihat efisiensi dan efektifitas penggunaannya, termasuk sumber dana, dan besar penggunaannya. Setiap pengelola pelayanan gizi harus dapat membuat perencanaan anggaran untuk kebutuhan pelaksanaan kegiatan, terutama untuk anggaran operasional. Termasuk dalam anggaran tersebut biaya untuk bahan makanan, upah atau gaji pegawai, biaya overhead dapur (air, listrik, peralatan dan bahan bakar) (Moehyi 1992). Peralatan yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas, pemeliharaan alat harus dilakukan secara ketat sehingga daya pakai alat dapat lebih lama dan pemborosan dapat dihindari (Perdigon 1989). Guna mengetahui jumlah dan jenis perlengkapan yang digunakan untuk fasilitas pelayanan makanan yang sesuai dengan kebutuhan sebaiknya mempertimbangkan 1) perkiraan jumlah porsi yang sudah dipersiapkan; 2) membuat perkiraan untuk setiap jenis menu; 3) identifikasi ukuran porsi pada 7 setiap jenis menu; 4) mengembangkan perkiraan jumlah porsi dengan ukuran porsi untuk mendapatkan total isi makanan yang dipersiapkan; 5) menspesifikasikan cara penyiapan dan produksi setiap jenis menu; 6) menentukan ukuran untuk setiap item yang disiapkan; 7) menentukan setiap menu total waktu yang digunakan untuk pemrosesan; 8) menyesuaikan kapasitas yang diperlukan untuk produksi dengan jumlah perlengkapan yang tersedia (Perdigon 1989). Proses Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan untuk suatu institusi pada umumnya bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen. Penyediaan makanan yang memenuhi syarat gizi dan kesehatan, cita rasa yang diterima, disajikan pada alat makan yang menarik dengan kondisi yang menyenangkan, merupakan keinginan dari pemilik institusi guna pelayanan yang baik bagi konsumen (Depkes 2006). Perencanaan Menu Kesuksesan dan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan ditentukan oleh menu yang disusun atau hidangan yang disajikan. Menu yang terencana dengan baik akan menyajikan hidangan-hidangan dalam variasi yang beragam. Hal tersebut akan membawa keuntungan bagi penanggung jawab penyelenggaraan makanan atau pengusaha (Mukrie et al. 1990). Menurut Depkes (2006) perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Menu seimbang perlu untuk kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Mukrie et al. 1990). Pembelian, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan Pembelian bahan makanan merupakan sebuah proses pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai. Pembelian bahan pangan dibedakan menjadi dua tipe yaitu centralized purchasing (pembelian terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelian kelompok) (Palacio & Theis 2009). Cara pembelian bahan makanan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang tersedia. Mutu hidangan yang dimasak tergantung dari keadaan fisik dan kualitas bahan 8 makanan yang dibeli. Prosedur pembelian dapat dilakukan secara tender maupun penunjukkan langsung (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981). Makanan yang dibeli dapat dikelompokkan menjadi 1) perisable food, yaitu bahan makanan yang tidak tahan lama dan dibeli sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menu, contohnya daging, ikan, buah, sayur, mentega, dan telur; 2) contract items, yaitu bahan makanan yang selalu digunakan setiap hari, contohnya kopi, susu, gula, dan roti, dan 3) staple foods, yaitu bahan makanan pokok yang selalu dibeli dalam jumlah besar, contohnya beras (Perdigon 1989). Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes 2006). Penerimaan bahan makanan dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung. Penerimaan langsung adalah menerima bahan makanan dan langsung diperiksa setelah itu disimpan, sedangkan penerimaan tidak langsung adalah penerimaan bahan oleh petugas unit selanjutnya disalurkan ke bagian penyimpanan (Mukrie et al.1990). Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Tujuannya untuk tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan perencanaan (Depkes 2006). Menurut Mukrie et al. (1990) tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu, melindungi bahan makanan, melayani kebutuhan bahan makanan dalam macam dan jumlah dengan mutu dan waktu yang tepat serta untuk menyediakan persediaan bahan makanan dalam macam, jumlah dan mutu yang memadai. Metode penyimpanan bahan makanan yang baik, harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) (Depkes 2011). Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan makanan adalah mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan, dan bebas dari organisme dan zat berbahaya untuk tubuh (Depkes 2006). 9 Pengolahan bahan makanan memiliki dua tahapan, yaitu persiapan dan pemasakan (pematangan). Persiapan meliputi pengerjaan bahan makanan sejak diterima sampai siap untuk dimasak (menyiangi, membersihkan, mencuci, memotong, merendam, mengiris, menggiling, menumbuk, mengaduk, mengayak dan membentuk). Tujuan dari persiapan adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan. Pemasakan bahan makanan merupakan salah satu kegiatan untuk mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan dari proses pemasakan adalah meningkatkan daya cerna makanan, mempertahankan kandungan gizi, menambah rasa dan membuat makanan tersebut aman untuk dimakan (Mukrie et al. 1990). Distribusi Makanan Distribusi merupakan kegiatan yang mencakup pembagian makanan dan penyampaian makanan kepada konsumen yang dilayani sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Depkes (2006) ada dua cara distribusi, yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Distribusi sentralisasi yaitu cara pendistribusian dimana semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada satu tempat. Distribusi desentralisasi adalah membagi makanan dalam jumlah besar, kemudian menata makanan dan alat makan yang telah disediakan di pantry ruangan. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data kegiatan pengelolaan makanan dalam jangka waktu tertentu untuk menghasilkan bahan penilaian kegiatan pelayanan makanan. Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Depkes 2006). Higiene dan Sanitasi Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Prabu 2009). 10 Sanitasi makanan adalah salah satu bentuk usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli dan mengurangi kerusakan makanan (Prabu 2009). Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2006). Daya Terima Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul dari makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa bahkan pendengar. Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa jauh daya tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Susiwi 2009). Daya terima seseorang terhadap makanan secara umum dapat dilihat dari jumlah makanan yang habis dikonsumsi. Daya terima makanan dapat juga dinilai dari jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan makanan yang dikonsumsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya terima seseorang terhadap makanan yang disajikan berdasarkan Khumaidi (1994) dalam Ratnasari (2003) adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi konsumsi makanannya, seperti nafsu makan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis seseorang misalnya sedih dan lelah, kebiasaan makan dan kebosanan yang muncul karena konsumsi makanan yang kurang bervariasi. Kebosanan juga dapat disebabkan oleh tambahan makanan dari luar yang dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan dekat dengan waktu makan utama. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi konsumsi makanannya. Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa makanan, penampilan makanan, variasi menu, cara penyajian, kebersihan makanan dan alat makan serta pengaturan waktu makan. 11 Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau keluarga dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan konsumsi pangan adalah memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Konsumsi pangan bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan secara perorangan. Hal tersebut juga bergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan pendidikan (Almatsier 2004). Manusia juga memerlukan susunan asupan makanan yang mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhannya agar hidup sehat. Perencanaan konsumsi pangan yang sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan, diperlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip perencanaan konsumsi pangan. Perencanaan konsumsi pangan yang baik tidak hanya memperhatikan kecukupan gizi, tetapi juga harus memperhatikan daya beli dan selera konsumen serta hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan (Hardinsyah & Briawan 1994). Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian kualitatif dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat pola makan serta frekuensi makan. Penilaian secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti recall dan penimbangan. Dalam mengkaji asupan makanan ada tiga tingkat kegiatan, yaitu 1) perhitungan asupan makanan; 2) perhitungan asupan zat gizi, dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi. Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain, status ekonomi, pekerjaan, dan aktivitas fisik (Depkes 2006). Kebutuhan Zat Gizi Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi pangan dari kebutuhan, terutama bila berlangsung lama dalam jangka waktu yang berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, perbedaan pengeluaran dan penghancuran dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Supariasa, Bakrie & Fajar 2001). 12 Energi Kebutuhan energi secara umum menurun seiring bertambahnya usia karena terjadinya perubahan komposisi tubuh, penurunan angka metabolisme basal, dan pengurangan aktivitas fisik (Harris 2004). Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, menjaga organorgan dalam tubuh agar tetap berfungsi dengan baik seperti saat masih muda (Fatmah 2010). Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam makanan. Sumber energi dengan konsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak seperti minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, sedangkan padi-padian, umbi-umbian dan gula murni merupakan bahan makanan sumber karbohidrat (Almatsier 2004). Protein Protein adalah suatu substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim, dan sel darah merah (Fatmah 2010). Rekomendasi asupan protein pada lansia tidak berubah, beberapa studi menunjukkan bahwa asupan protein 1g/kg berat badan dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh. Akan tetapi konsumsi protein 1-1,25g/kg berat badan secara umum aman untuk lansia. Kebutuhan akan protein akan meningkat sejalan dengan adanya penyakit akut dan kronis (Harris 2004). Sumber protein dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2004), sedangkan daging dan ikan merupakan sumber protein hewani yang baik untuk dikonsumsi lansia (Watson 2009). Vitamin Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2004). Seiring berlangsungnya proses penuaan, maka kepadatan zat gizi dalam makanan menjadi hal yang lebih diperhatikan. Makanan yang disediakan harus 13 memiliki cukup vitamin maupun mineral (Harris 2004). Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi tubuh seperti penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung (Watson 2009). Sumber vitamin A terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran, terutama sayuran berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karotenoid provitamin A (Gibson 2005). Kandungan vitamin C serum pada lansia lebih rendah jika dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Dukungan melalui konsumsi pangan tinggi vitamin C lebih efektif dalam meningkatkan status vitamin C pada lansia (Harris 2004). Sayur dan buah merupakan sumber vitamin C yang baik untuk dikonsumsi (Almatsier 2004). Mineral Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Lebih dari 99% berada di tulang dan gigi bersama fosfor membentuk kalsium fosfat, zat keras yang memberikan kekuatan pada tubuh. Kalsium juga hadir dalam serum darah dalam jumlah kecil namun memegang peranan penting. Secara umum, fungsi kalsium bagi lansia adalah sebagai komponen utama tulang dan gigi, berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot, fungsi syaraf, proses penggumpalan darah, menjaga tekanan darah agar tetap normal serta sistem imunitas tubuh (Watson 2009). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, seperti keju. Serealia, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat (Almatsier 2004). Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu sebanyak 3-5 gram. Besi memiliki beberapa fungsi esensial di dalam tubuh seperti alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian dari berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi non-hem dalam makanan nabati (Almatsier 2004). 14 KERANGKA PEMIKIRAN Sumber daya yang meliputi dana, tenaga, sarana dan peralatan menjadi faktor penting dalam keberlangsungan kegiatan penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan makanan sebagai suatu sistem manajemen yang terdiri dari tiga komponen, meliputi input (masukan), proses dan output (hasil). Input penyelenggaraan makanan meliputi tenaga, dana, sarana fisik dan peralatan. Proses penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan hingga distribusi. Output yang dihasilkan meliputi daya terima serta konsumsi pangan lansia. Kegiatan penyelenggaraan makanan ini bertujuan menghasilkan makanan yang sehat untuk dikonsumsi, meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Karakteristik maupun kebiasaan makan pada lansia menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya terima makanan yang disajikan. Pengukuran daya terima makanan dapat ditentukan dari citarasa (rasa, aroma dan tekstur) dan penampilan (warna, besar porsi/ukuran dalam bentuk). Daya terima juga mempengaruhi konsumsi pangan, baik konsumsi pangan yang berasal dari dalam panti maupun konsumsi pangan dari luar panti. Pengukuran konsumsi pangan dapat dilihat dari tingkat kecukupan. Tingkat kecukupan merupakan total konsumsi pangan lansia yang dibandingkan dengan angka kebutuhan gizi. Jumlah makanan yang dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap asupan energi dan zat gizi lansia. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam Gambar 1. 15 Sumber Daya (Tenaga, Dana, Sarana, dan Peralatan) Penyelenggaraan Makanan Karakteristik ï‚· Umur ï‚· Jenis Kelamin ï‚· Pendidikan ï‚· Pekerjaan ï‚· Status Pernikahan ï‚· Sbr. Pendapatan Ketersediaan Pangan Daya Terima Kebiasaan ï‚· Frekuensi ï‚· Makanan kesukaan ï‚· Makanan yang tidak disukai Konsumsi Pangan Konsumsi pangan dari luar panti Konsumsi pangan dari dalam panti Tingkat Kecukupan Status Gizi Keterangan : : Variabel yang tidak dianalisis : Variabel yang dianalisis : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1. Kerangka pemikiran penyelenggaraan makanan, daya terima dan konsumsi pangan lansia panti sosial tresna werdha 16 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera, Bogor. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan selama bulan November-Desember 2011. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa panti memiliki jumlah lansia yang relatif banyak, kemudahan akses dan perizinan serta populasi contoh yang beragam. Cara Penarikan Contoh Keseluruhan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera berjumlah 65 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah lansia yang menetap minimal tiga bulan dengan kriteria lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun, dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik. Mengacu pada kriteria inklusi tersebut, didapatkan jumlah contoh sebanyak 32 orang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Variabel Sumber Daya Jenis Data ï‚· Tenaga ï‚· Dana ï‚· Sarana fisik dan peralatan Cara Pengumpalan data Wawancara dan pengamatan langsung Penyelenggaraan Makanan ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Wawancara dengan petugas penyelenggaraan makanan dan pengamatan langsung Daya Terima Kebutuhan energi dan zat gizi Konsumsi energi dan zat gizi Perencanaan menu Pembelian bahan makanan Penerimaan bahan makanan Penyimpanan bahan makanan ï‚· Pengolahan bahan makanan ï‚· Penyajian bahan makanan ï‚· Sanitasi dan higiene Jumlah sisa makanan ï‚· Berat badan ï‚· Aktivitas Fisik Jumlah, jenis dan frekuensi Wawancara dan pengamatan langsung Wawancara dan pengukuran Penimbangan makanan dan recall sisa makanan 17 Data primer meliputi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan peralatan), penyelenggaraan makanan, daya terima, kebutuhan dan konsumsi pangan (recall). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi denah lokasi penelitian, keadaan umum tempat penelitian serta daftar menu makanan yang disediakan panti. Pengolahan dan Analisis Data Tahapan pengolahan data dimulai dari entry, coding, editing, cleaning dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for Windows. Data penyelenggaraan makanan terdiri dari input (tenaga, dana, sarana, peralatan), proses (perencanaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan, distribusi) dan output (daya terima dan konsumsi pangan). Input dan proses dalam penyelenggaraan makanan dianalisis dan diberi skor 0) jika jawaban belum diterapkan dan 1) jika jawaban yang sudah diterapkan pada setiap komponen. Aspek penyelenggaraan makanan secara keseluruhan dinilai berdasarkan sebaran nilai penyelenggaraan makanan, yang dikategorikan menjadi tiga yaitu kurang baik (<60%), cukup baik (60-79%) dan baik (≥80%). Daya terima terhadap makanan diukur pada jenis hidangan (nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, selingan) dan karakteristik hidangan (warna, aroma, tekstur, rasa, porsi). Daya terima terhadap jenis dan karakteristik hidangan selanjutnya diberi skor 1) jika tidak suka; 2) jika biasa dan 3) jika suka dan hasil penjumlahannya dikategorikan kembali menjadi tidak suka, biasa, dan suka. Penjumlahan dari setiap daya terima tersebut merupakan daya terima akumulatif dari hidangan yang disajikan. Ketersediaan makanan diolah dengan melakukan konversi menu makanan yang disajikan dari hasil penimbangan makanan sebelum dikonsumsi contoh (pagi, siang, sore, selingan) ke dalam bentuk energi, protein, vitamin, dan mineral. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan metode pengamatan langsung dengan skala 0 (tidak dimakan), habis ¼, habis ½, habis ¾ dan 1 (habis). Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium dan zat besi dengan menggunakan program Nutrisurvey. Kebutuhan energi contoh dihitung berdasarkan FAO/WHO/UNU diacu dalam Almatsier (2004), sedangkan kebutuhan protein sehari yang 18 dianjurkan pada usia lanjut adalah sekitar 0,8 g/kg BB (Depkes 2003). Perhitungan kebutuhan energi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB Kelompok Umur (tahun) 0-3 3-10 10-18 18-30 30-60 ≥60 Keterangan: *) Berat Badan AMB (kkal/hari) Laki-laki Perempuan 60,9 B*) - 54 61 B*) – 51 22,7 B + 495 22,5 B + 499 17,5 B + 651 12,2 B + 746 15,3 B + 679 14,7 B + 496 11,6 B + 879 8,7 B + 829 13,5 B + 487 10,5 B + 596 Kebutuhan zat gizi dihitung dengan menggunakan hasil kebutuhan energi yang dikalikan dengan aktivitas fisik. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: PAL =∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan: PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR= Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Aktivitas fisik kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (FAO/WHO/UNU 2001). (1,70≤PAL≤1,99), Jenis aktivitas dan fisik berat yang (2,00≤PAL≤2,39) dilakukan contoh dikelompokkan menjadi 18 berdasarkan PAR seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis aktivitas yang dilakukan contoh No Aktivitas 1 Tidur (tidur siang dan malam) 2 Berbaring 3 Duduk dan diam 4 Berdiri dan diam 5 Berdiri dan bergerak 6 Berkeliling atau berjalan-jalan 7 Berjalan pelan atau santai 8 Naik tangga (langkah normal) 9 Turun tangga (langkah normal) 10 Berjalan normal 11 Memasak 12 Menyiang 13 Membersihkan rumah 14 Mencuci pakaian (berdiri) 15 Bersepeda 16 Olahraga jogging 17 Menyapu rumah 18 Mengasuh anak Sumber : FAO/WHO/UNU (2001) PAR (kkal/mnt) Pria Wanita 1 1 1.2 1.2 1.2 1.2 1.4 1.5 1.6 2.5 2.4 2.8 3.0 5.7 4.6 3.1 3.0 3.2 3.4 1.8 1.8 2.9 2.9 4.7 2.7 2.2 1.7 7.2 6.6 6.3 3.0 2.2 19 Tingkat kecukupan zat gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 2002) : TKG i = Ki x100% AKGi TKGi = tingkat kecukupan energi dan zat gizi i Ki = konsumsi sumber energi dan zat gizi i AKGi = Angka kebutuhan zat gizi i yang dianjurkan Tingkat kecukupan sumber energi dan protein dikategorikan menjadi lima kategori yaitu: 1. Defisit tingkat berat (<70%), 2. Defisit tingkat sedang (70-79%), 3. Defisit tingkat ringan (80-89%), 4. Normal (90-119%) dan 5. Kelebihan (≥ 120%) (Depkes 1996) Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu: 1. Kurang (<77%) 2. Cukup (≥77%) (Gibson 2005) Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan pada data karakteristik contoh, penyelenggaraan makanan, ketersediaan makanan yang disediakan, konsumsi pangan contoh, kebutuhan serta tingkat kecukupan pangan. Analisis inferensial dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dengan daya terima, dan hubungan antara daya terima dengan tingkat kecukupan contoh. Uji beda t digunakan untuk melihat perbedaan antara jenis kelamin. Variabel dan indikator data yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4. 20 Tabel 4 Variabel dan indikator data yang dianalisis No 1. 2. 3. Variabel Karakteristik Contoh Usia (WHO dalam Notoatmojo 2007) Indikator 1. 2. 3. 4. Usia 45-59 tahun (middle age) Usia 60-74 tahun (elderly) Usia 75-90 tahun (old) Di atas 90 tahun (very old) Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT Pekerjaan 1. Tidak bekerja 2. PNS 3. Karyawan Swasta 4. Wiraswasta 5. Lainnya Status Perkawinan 1. Menikah 2. Tidak menikah 3. Janda/duda Sumber Pendapatan 1. Sosial 2. Keluarga 3. Sendiri 4. Pensiun 5. Lainnya Sumberdaya Tenaga Dana Sarana Fisik Peralatan 1.Kurang baik 2. Cukup baik 3. Baik Penyelenggaraan Makanan Perencanaan menu Pembelian Penerimaan Penyimpanan Persiapan Pengolahan Distribusi Sanitasi & Higiene 1. Kurang baik 2. Cukup baik 3. Baik 4. Daya Terima 1. Tidak suka 2. Biasa 3. Suka 5. Konsumsi Pangan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (Depkes 1996) 1. Defisit tingkat berat <70% AKG 2. Defisit tingkat sedang 70-79% AKG 3. Defisit tingkat ringan 80-89% AKG 4. Normal 90-119% AKG 5. Lebih ≥120% AKG Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral (Gibson 2005) 1. Kurang <77% AKG 2. Cukup ≥77% AKG Definisi Operasional Tenaga adalah orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan makanan. Dana adalah biaya yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan lansia di PSTW. Sarana fisik adalah sarana gedung untuk penyelenggaraan makanan. 21 Sarana peralatan adalah jenis, jumlah dan peralatan untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan penyediaan makanan mulai dari perencanaan menu, pembelian, persiapan, pengolahan, dan pendistribusian makanan hingga penyajian makanan siap dikonsumsi. Contoh adalah lansia yang tinggal di panti sosial. Karakteristik contoh adalah kondisi pribadi contoh meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan sumber pendapatan. Tingkat Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh contoh jenjang pendidikan. Pekerjaan adalah pekerjaan yang pernah dilakukan oleh contoh sebelum masuk panti. Status Pernikahan adalah status contoh saat ini yang dikategorikan menjadi tidak menikah, menikah dan duda/janda. Sumber Pendapatan adalah sumber biaya yang diperoleh contoh untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya baik sandang, pangan dan papan. Konsumsi adalah jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh contoh yang berasal dari dalam maupun luar panti yang diperoleh dengan cara merecall selama 2x24 jam. Tingkat kecukupan adalah total konsumsi makanan yang berasal dari dalam maupun luar panti dibagi dengan kebutuhan gizi dikali dengan 100%. Daya terima adalah kesanggupan contoh untuk menghabiskan makanan yang disajikan berdasarkan tingkat kesukaan. Tingkat kesukaan dikategorikan menjadi 1 jika tidak suka, 2 jika biasa, dan 3 jika suka. Makanan dari dalam panti adalah makanan yang berasal dari penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak panti. Makanan dari luar panti adalah makanan yang penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak panti. berasal dari luar 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera terletak di Jalan Raya Pajajaran No. 38 D Bogor. Panti ini berdiri sejak tahun 1996 berdasarkan pertemuan “Ikatan kekerabatan/kekeluargaan Tio Chiu”. Pertemuan ini menghasilkan gagasan-gagasan, salah satunya muncul gagasan mulia dengan tujuan mengadakan bentuk kegiatan yang berarti, bukan untuk kalangan terbatas, namun untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Gagasan ini dapat terwujud, dengan membangun dan membentuk sebuah panti yang diberi nama “Panti Werdha Salam Sejahtera” di bawah naungan “Yayasan Kasih Mulia Sejahtera”. Pembangunan panti ini di atas sebidang tanah seluas 3.600 m 2 yang merupakan lahan dari seorang anggota Yayasan Kasih Mulia Sejahtera. Adapun fasilitas yang tersedia di dalam panti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Fasilitas yang tersedia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1 Jenis Ruangan Administrasi a. R. Sekretariat b. R. Rapat Jumlah Fungsi 1 1 sebagai pusat informasi sebagai tempat pertemuan R. Kesehatan a. Poliklinik 1 sebagai tempat perawatan kesehatan bagi lansia. R. Hiburan a. R.Karaoke b. R.Perpustakaan c. Serbaguna d. Gazebo 1 1 1 1 salah satu sarana hiburan sebagai tempat membaca sebagai tempat berkumpul sebagai tempat untuk berhandai taulan dengan sesama penghuni panti. 4 R. Ibadah 2 sebagai tempat untuk beribadah 5 R. Penyelenggaraan Makanan a. R. Penyimpanan Bahan 1 sebagai tempat untuk menyimpan bahan makanan kering. sebagai tempat untuk pengolahan bahan makanan sebagai tempat untuk makan bersama. Ruangan ini berkapasitas 150 orang 2 3 6 7 b. Dapur 1 c. R. Makan 1 R. Beristirahat a. Wisma A b. Wisma B c. Wisma C d. Wisma D 26 9 26 75 sebagai tempat istirahat R. Binatu 1 sebagai tempat penyimpanan pakaian Tenaga kerja yang ada di panti berjumlah 25 orang yang meliputi tenaga administrasi, pengurus harian, perawat, pengolah makanan dan tenaga keamanan. Jam kerja dimulai pukul 09.00-16.00 WIB, terkecuali bagi tenaga 23 pengolah makanan dan keamanan. Adapun struktur organisasi harian di Panti Werda Salam Sejahtera Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1. Penyelenggaraan Makanan di Panti Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera mengelola penyelenggaraan makanan sendiri tanpa menggunakan jasa katering. Penyelenggaraan makanan dilaksanakan di dalam panti tersebut, dimana panti menyediakan dapur dan tenaga pengolah makanan sendiri. Setiap harinya, Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera menyediakan makanan untuk 90 orang, dengan rincian lansia sebanyak 65 orang serta tenaga kerja harian 25 orang. Makanan yang disajikan merupakan makanan lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Makanan selingan juga diberikan setiap harinya dengan frekuensi sebanyak satu kali diantara waktu makan siang dan makan malam. Sumber Daya Manusia Proses pengolahan bahan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera dibantu oleh tiga orang tenaga pengolah makanan, terdiri dari dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Jam kerja mulai pukul 03.00 WIB – 19.00 WIB. Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan makanan di panti dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti pembagian dalam bekerja, status pendidikan tenaga pengolah serta kesesuaian jumlah tenaga pengolah (Depkes 2011). Sumber daya manusia dalam proses penyelenggaraan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sumber daya manusia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 0 1 0 1 1 0 1 2 33,3 66,7 Aspek Sumber Daya Manusia 1. 2. 3. Memperhatikan pembagian kerja dalam bekerja Memperhatikan status pendidikan Memperhatikan kesesuaian jumlah tenaga Total Nilai (%) Tabel 6 menggambarkan bahwa sumber daya manusia dalam proses penyelenggaraan makanan di panti termasuk ke dalam kategori kurang baik. Sebagian besar (66,7%) masih belum memperhatikan pembagian kerja serta status pendidikan dari sumber daya yang ada dan sebesar 33,3% memperhatikan kesesuaian dalam jumlah tenaga yang dibutuhkan pada proses penyelenggaraan makanan. Pembagian kerja untuk setiap orang belum jelas/spesifik, semua orang terlibat pada proses pengolahan, mulai dari persiapan, memasak, pemorsian, penyajian, serta pencucian peralatan. Secara 24 umum, kualitas sumberdaya secara formal maupun informal pengolah dapat dikatakan kurang, mengingat latar belakang pendidikan sebagai tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga masih rendahnya pengetahuan yang dimiliki dalam proses pengolahan bahan makanan. Menurut Mukrie et al. (1990) untuk setiap 15-30 porsi makanan yang diproduksi, memerlukan seorang juru masak. Tenaga pengolah di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera termasuk dalam kategori baik. Menurut Moehyi (1992), masalah ketenagaan merupakan titik yang paling lemah dalam penyelenggaraan makanan, baik yang bersifat komersial maupun non komersial. Penyelenggaraan makanan di berbagai institusi terutama non komersial, seperti di panti, asrama, dan lembaga pemasyarakatan hanya menggunakan tenaga-tenaga juru masak yang mengandalkan bakat alamiah semata. Jumlah tenaga dalam penyelenggaraan makanan juga harus diperhitungkan sesuai dengan beban tugas yang harus dilakukan. Tenaga yang melebihi kebutuhan akan menjadi beban terutama pada penyelenggaraan makanan komersial, sebaliknya kekurangan tenaga akan menyebabkan ketidaklancaran berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan makanan. Dana Penyelenggaraan Makanan Proses penyelenggaraan makanan di panti ini dapat berjalan dengan adanya sumberdaya lainnya, yaitu dana. Dana diperoleh dari iuran bulanan masing-masing lansia yang disesuaikan dengan wisma yang ditempati. Adapun rincian biaya, yaitu wisma A dan C dikenakan Rp. 750.000,-/bulan, wisma B Rp. 1.250.000,-/bulan, dan wisma D Rp.2.800.000/bulan. Perbedaan ini disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di masing-masing wisma. Selain dari iuran rutin bulanan, dana juga diperoleh dari sumbangan para donatur kepada pihak panti. Sarana Fisik dan Peralatan Sarana fisik dan peralatan dalam penyelenggaraan makanan di panti merupakan hal yang sangat diperlukan. Menurut Depkes (2011) sarana fisik dapat diukur dengan melihat ada/tidaknya pembagian ruang dalam proses penyelenggaraan makanan, memperhatikan luas bangunan yang digunakan dan juga kontruksi, pencahayaan serta penyelenggaraan makanan berlangsung. dapat dilihat pada Tabel 7. pertukaran udara selama proses Sarana fisik dan peralatan di panti 25 Tabel 7 Sarana fisik dan peralatan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi Sarana Fisik dan Peralatan Fisik Memperhatikan pembagian ruangan Memperhatikan luas bangunan Memperhatikan konstruksi, pencahayaan pertukaran udara Peralatan Tersedianya alat persiapan – pengolahan Memperhatikan jumlah alat yang dibutuhkan Memperhatikan penyimpanan peralatan Total Nilai (%) dan 1 1 1 0 0 0 1 1 0 5 83,3 0 0 1 1 16,7 Berdasarkan Tabel 7, sarana fisik dan peralatan yang terdapat di panti termasuk ke dalam kategori baik (83,3%). Ruang penyelenggaraan makanan di panti terdiri dari ruang pengolahan bahan makanan, ruang penyimpanan peralatan makan, ruang penyimpanan bahan makanan serta ruang pemorsian. Adapun sarana fisik dan peralatan tersebut antara lain: 1. Ruang makan dan dapur dalam kondisi baik. 2. Peralatan masak yang cukup memadai. 3. Sarana penunjang bagi ruang makan dan dapur, yaitu meja dan kursi makan, tempat sampah serta sarana pencucian alat dan bahan makanan. 4. Perabotan, seperti peralatan dapur, peralatan makan, lemari penyimpanan bahan makanan, dan lemari penyimpanan peralatan dapur. Peralatan yang dimiliki oleh panti sudah cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Meskipun demikian, penataan alat pada saat penyimpanan belum maksimal sehingga peluang kontaminasi silang antar peralatan masih dapat terjadi. Ruang produksi makanan berada di area belakang panti dengan luas sekitar 4 x 6 m2. Ruang pengolahan memiliki ventilasi dan pencahayaan yang sudah cukup. Lantai ruang pengolahan menggunakan keramik. Kondisi lantai dan dinding serta atap cukup baik dan bersih. Denah dapur dan fasilitas dalam proses penyelenggaraan makanan, dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 4.. Proses Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan Depkes (2011), proses penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan/subsistem penyusunan anggaran belanja makanan penyediaan/pembelian bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, 26 penilaian dan distribusi makanan, pencatatan, pelaporan, dan evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di suatu institusi. Perencanaan Menu Perencanaan menu meliputi penentuan hidangan menu, memilih dan membeli bahan makanan yang baik serta mengolahnya. Perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan jumlah pasien yang akan diberi makan, kebutuhan gizi dan variasi bahan makanan yang tersedia. Menu seimbang diperlukan untuk menunjang kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, dari aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Mukrie et al. 1990). Perencanaan menu dapat dinilai dari berbagai aspek, seperti adanya petugas perencanaan menu, memperhatikan siklus menu, ketersediaan bahan makanan, dana yang tersedia, kebutuhan gizi konsumen, evaluasi menu serta keterlibatan ahli gizi dalam proses perencanaan menu (Depkes 2011). Perencanaan menu di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perencanaan menu di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No Perencanaan Menu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Adakah petugas perencanaan menu Memperhatikan siklus menu Memperhatikan ketersediaan bahan yang ada di pasar Memperhatikan dana yang tersedia Memperhatikan kebutuhan gizi konsumen Memperhatikan evaluasi menu Melibatkan ahli gizi Total Nilai (%) Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 5 2 71,4 28,6 Tabel 8 menggambarkan bahwa perencanaan menu yang dilakukan di panti termasuk ke dalam kategori cukup baik (71,4%). Perencanaan menu dilakukan oleh bagian pengelola makanan yang merangkap sebagai pelaksana tata usaha, yang sebelumnya telah didiskusikan oleh bagian keuangan dan ketua pelaksana harian panti. Siklus menu yang digunakan adalah tujuh hari, dapat dilihat pada Lampiran 3. Komposisi menu secara umum terdiri dari makanan pokok, lauk hewani lauk nabati sayuran dan buah serta satu kali selingan. Menu yang digunakan ini diperoleh dari resep-resep yang sudah ada sebelumnya dan 27 dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan makanan. Proses perencanaan menu di panti belum melibatkan ahli gizi dan belum memperhitungkan kebutuhan gizi pada tiap lansia. Menu yang sudah ada, akan dievaluasi setiap satu atau dua bulan sekali. Pembelian, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan Pembelian bahan makanan untuk bahan makanan basah seperti sayur dan bahan pangan hewani serta nabati dilakukan setiap hari, dimana sayuran dikirim langsung oleh rekanan setiap malam sedangkan bahan lainnya dibeli secara langsung ke beberapa pasar yang terdapat di Kota Bogor. Bahan makanan kering seperti beras dilakukan pembelian setiap sebulan sekali, namun untuk bahan kering lain seperti bihun, mie kering, bumbu-bumbu dilakukan pembelian dalam jangka waktu dua minggu sekali. Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan, meneliti, mencatat, dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes 2006). Secara umum, penyelenggaraan makanan di panti belum dilengkapi dengan ruang penerimaan bahan. Setelah belanja atau ketika barang datang dari rekanan, bahan makanan langsung diterima dan disimpan di tempat penyimpanan. Pembelian sekaligus penerimaan bahan makanan untuk lauk hewani dan nabati dilakukan setiap hari secara langsung di pasar. Sementara itu, pemeriksaan jumlah, jenis dan spesifikasi dilakukan langsung di tempat pembelian. Apabila terdapat barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang akan langsung dikembalikan dan ditukarkan. Hal yang sama juga diberlakukan untuk sayuran, dimana dalam perjanjian kerjasama, pihak panti memiliki syarat yang harus dipenuhi oleh rekanan, seperti sayur dalam kondisi segar, tidak layu ataupun busuk. Penyimpanan merupakan faktor penting, karena tidak semua bahan makanan dapat diolah dengan segera terutama untuk pembelian dalam jumlah banyak. Tempat penyimpanan bahan makanan yang dimiliki panti berupa lemari es dua pintu, lemari pendingin berukuran kecil, serta lemari dan rak-rak khusus untuk bahan makanan lainnya. Pelaksanaan kegiatan penyimpanan, dilakukan pemisahan antara bahan makanan basah dan kering. Bahan makanan kering disimpan dalam lemari dan rak-rak khusus, sedangkan bahan makanan basah disimpan di lemari es. Pemeriksaan jumlah bahan makanan dilakukan setiap kali 28 akan dilakukan pembelian. Pengontrolan kelayakan bahan makanan kering dilakukan melalui tanggal kadalursa dari masing-masing jenis makanan. Pembelian dan penyimpanan bahan makanan dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti memperhatikan jangka waktu dan kualitas bahan makanan pada saat pembelian, penerapan sistem FIFO (First In First Out), tempat dan suhu dalam penyimpanan bahan makanan (Depkes 2011). Pembelian dan penyimpanan bahan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Pembelian dan penyimpanan bahan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1. 2. 3. 4. 5. Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi Pembelian dan Penyimpanan Pembelian Memperhatikan jangka waktu pembelian bahan makanan Memperhatikan kualitas bahan makanan Penyimpanan Memperhatikan sistem FIFO Memperhatikan tempat penyimpanan bahan makanan Memperhatikan suhu penyimpanan bahan makanan Total Nilai (%) 1 0 1 0 0 1 0 3 60 1 0 1 2 40 Berdasarkan Tabel 9, perencanaan dan penyimpanan dalam proses penyelenggaraan makanan di panti termasuk ke dalam kategori cukup baik (60%) dengan memperhatikan jangka waktu serta kualitas bahan makanan serta tempat penyimpanan bahan makanan yang akan digunakan. Pengolahan Bahan Makanan Kegiatan pengolahan makanan menjadi tanggung jawab pelaksana pengolah makanan yang berjumlah tiga orang. Tempat pengolahan makanan juga harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya. Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat dari pembagian proses dalam pengolahan (persiapan dan pemasakan), memperhatikan standar porsi serta penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses penyelenggaraan makanan (Depkes 2011). Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 10. 29 Tabel 10 Pengolahan bahan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1. 2. 3. Pengolahan Pengolahan terbagi dalam dua tahap Memperhatikan standar porsi Memperhatikan pemakaian bahan tambahan pangan Total Nilai (%) Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 1 0 0 1 0 1 1 2 33,3 66,7 Tabel 10 menggambarkan bahwa pengolahan bahan makanan dalam proses penyelenggaraan makanan di panti termasuk ke dalam kategori kurang baik (33,3%). Pengolahan bahan makanan dilakukan dengan dua tahapan pengerjaan, yaitu persiapan dan pemasakan/pematangan. Bahan makanan yang telah diterima selanjutnya dilakukan persiapan baik pemotongan serta pembumbuan oleh tenaga pengolah. Bahan makanan yang telah melalui proses persiapan kemudian diolah. Standar porsi dalam proses pengolahan tidak ada secara tertulis. Proses pengolahan dilakukan tiga kali dalam satu hari, yaitu pukul 03.00 05.30 untuk makan pagi, pukul 08.00-11.30 untuk makan siang, dan pukul 15.0017.30 untuk makan malam. Lansia juga mendapat selingan sebanyak satu kali, dimana makanan yang disajikan merupakan makanan yang tidak diproduksi sendiri, melainkan membelinya secara rutin ke pasar terdekat. Selain itu, pada hari tertentu yaitu hari Senin dan Kamis, pihak panti mengadakan acara minum susu bersama, dimana masing-masing lansia mendapatkan satu gelas susu pada saat waktu selingan.Contoh hidangan yang disajikan di panti dapat dilihat pada Lampiran 5. Distribusi Makanan Distribusi dan penyajian makanan merupakan kegiatan terakhir dalam proses penyelenggaraan makanan. Pada tahap pendistribusian dan penyajian ini, perlu diperhatikan beberapa hal, seperti makanan harus didistribusikan dan disajikan tepat waktu, makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah ditentukan, dan kondisi makanan/temperatur makanan yang disajikan juga harus sesuai (Depkes 2011). Distribusi makanan dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, distribusi makanan yang dilakukan di panti termasuk ke dalam kategori kurang baik (33,3%) dilihat dari tidak sesuainya jumlah serta temperatur dalam pemberian makanan. Persiapan penyajian 30 makanan dilakukan oleh tenaga pengolah. Penyajian makanan untuk lansia menggunakan alat saji plato ataupun tempat makan bersekat. Tabel 11 Distribusi makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1. 2. 3. Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 1 0 0 1 0 1 1 2 33,3 66,7 Distribusi Makanan Memperhatikan ketepatan waktu Memperhatikan ketepatan jumlah Memperhatikan temperature makanan Total Nilai (%) Makanan yang telah matang diporsikan langsung ke alat saji kemudian didistribusikan ke ruang makan yang letaknya berdampingan dengan ruang pengolahan makanan. Proses pemorsian dan pendistribusian makanan juga dibantu oleh perawat dari masing-masing wisma. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan dalam penyelenggaraan makanan dapat dinilai dari ada/tidaknya pencatatan dari setiap kegiatan yang dilakukan serta kontinuitas pelaporan secara berkala (Depkes 2011). Pelaporan yang dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera adalah pelaporan tentang keuangan. Pelaporan merupakan keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional untuk menjamin bahwa kegiatan telah sesuai dengan rencana. Pengelola makanan mencatat setiap biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku. Pencatatan dan pelaporan di panti dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Pencatatan dan pelaporan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No Pencatatan dan Pelaporan 1. 2. Membuat catatan untuk setiap kegiatan yang dilakukan Melakukan pelaporan secara berkala Total Nilai (%) Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 1 0 1 0 2 0 100 0 Berdasarkan Tabel 12, pencatatan serta pelaporan dalam proses peyelenggaraan makanan di panti termasuk ke dalam kategori baik (100%) Pencatatan dilakukan dengan meng-entry pengeluaran ke dalam komputer. Pelaporan dilaksanakan setiap satu minggu kepada ketua pelaksana harian panti. Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. 31 Higiene dan Sanitasi Aspek sanitasi lingkungan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera dalam menjaga kualitas makanan sangat diperhatikan, namun hal ini tidak sejalan dengan higiene perorangan. Aspek higiene dan sanitasi dapat dinilai dari kelengkapan pakaian dan alat yang digunakan serta perilaku tenaga pengolah selama proses penyelenggaraan makanan berlangsung, selain itu ketersediaan alat penunjang kebersihan yang tersedia (Depkes 2011). Higiene dan sanitasi di panti dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Higiene dan sanitasi di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aspek Higiene dan Sanitasi Higiene Menggunakan penjepit makanan Memakai pelindung kepala Menggunakan celemek Tidak merokok selama memasak Tenaga pengolah bebas dari penyakit Sanitasi Halaman bersih Ruang pengolahan dalam keadaan bersih Tersedia tempat sampah yang cukup Total Nilai (%) Penerapan Tidak Memenuhi Memenuhi 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 5 62,5% 0 0 0 3 37,5 Tabel 13 menggambarkan higiene dan sanitasi di panti termasuk ke dalam kategori cukup baik (62,5%). Aspek higiene belum sepenuhnya dipenuhi terutama menyangkut pemeliharaan higiene perorangan yang terlibat dalam kegiatan pengolahan dan persiapan penyajian makanan. Tenaga pengolah dan penyaji belum dilengkapi dengan penjepit makanan, penutup kepala serta celemek. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang disajikan. Menurut Moehyi (1992) untuk penerapan higiene perorangan, karyawan perlu dilengkapi dengan pakaian kerja khusus seperti sarung tangan, alat penjepit makanan dan alat penutup kepala serta badan. Penilaian Umum Penyelenggaraan Makanan Sistem penyelenggaraan makanan di panti meliputi input (sumber daya manusia, sarana fisik dan peralatan) dan proses (perencanaan menu, pembelian bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, pengolahan bahan pangan, distribusi makanan, pencatatan dan pelaporan serta higiene perorangan dan 32 sanitasi). Penilaian umum penyelenggaraan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Aspek penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera No Aspek Penyelenggaraan Makanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber daya manusia Sarana fisik dan peralatan Perencanaan menu Pembelian & penyimpanan bahan makanan Pengolahan bahan makanan Distribusi makanan Pencatatan dan pelaporan Higiene dan sanitasi Total Nilai (%) Penilaian Sudah diterapkan Belum diterapkan 1 2 5 1 5 2 3 2 1 2 1 2 2 0 5 3 23 14 62 38 Tabel 14 menggambarkan bahwa secara umum penyelenggaraan makanan di panti temasuk ke dalam kategori cukup baik (62%). Mayoritas aspek penyelenggaraan makanan yang sudah diterapkan lebih banyak dibandingkan yang belum. Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah lansia laki-laki dan perempuan yang berusia ≥ 60 tahun. Jumlah keseluruhan adalah 32 orang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui sebagian besar contoh berada pada rentang usia 75-90 tahun (65,6%) baik lakilaki (66,7%) maupun perempuan (65%). Berdasarkan pendidikan terakhir, contoh merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) (68,8%) baik laki-laki (83,3%) maupun perempuan (60%). Jika dilihat dari pekerjaan contoh terdahulu sebelum masuk panti, contoh laki-laki berprofesi sebagai karyawan swasta (83,3%) dan perempuan berprofesi sebagai biarawati serta pengasuh anak (70%) dengan status pernikahan sebagai janda/duda (90,6%). Sebaran contoh dapat dilihat pada Tabel 15. 33 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan Kategori Usia (tahun) 60-74 75-90 > 90 Total Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP Total Pekerjaan Tidak Bekerja PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya Total Status Pernikahan Tidak Menikah Janda/Duda Total Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan n % n % 4 8 0 12 33,3 66,7 0 100 6 13 1 20 1 10 1 12 8,3 83,3 8,3 100 0 0 10 0 2 12 1 11 12 Total n % 30,0 65,0 5,0 100 10 21 1 32 31,2 65,6 3,1 100 2 12 6 20 10,0 60,0 30,0 100 3 22 7 32 9,4 68,8 21,9 100 0 0 83,3 0 16,7 100 2 2 0 2 14 20 10,0 10,0 0 10,0 70,0 100 2 2 10 2 16 32 6,2 6,2 31,2 6,2 50,0 100 8,3 91,7 100 2 18 20 10,0 90,0 100 3 29 32 9,4 90,6 100 Sumber Pendapatan dan Anjuran Masuk Panti Sumber pendapatan merupakan sumber dana yang digunakan contoh untuk membayar uang sewa kamar serta kebutuhan lainnya yang diperoleh dari pihak panti. Pada umumnya, sumber pendapatan ini berjalan seiring dengan anjuran contoh untuk tinggal di panti. Berikut sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan dan anjuran masuk panti pada Tabel 16 dan 17. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan Sumber Pendapatan Sosial Keluarga Total n 1 31 32 % 3,1 96,9 100 Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki sumber pendapatan yang diperoleh dari pihak keluarga (96,9%) seperti anak, cucu ataupun kerabat dekat lainnya. Hanya satu orang (3,1%) memperoleh sumber pendapatan yang berasal dari dana sosial. Dana sosial ini berasal dari iuran yang diberikan oleh relawan setiap bulannya. Terdapat beberapa alasan lansia untuk tinggal dan menetap di panti. Tidak adanya tenaga pengurus serta kemudahan dalam pengawasan merupakan alasan utama yang mendorong pihak keluarga untuk menitipkan contoh di panti. Selain karena dorongan keluarga, terdapat juga alasan lainnya yaitu atas 34 kemauan diri dan keinginan bersosialisasi dengan teman sebaya serta anjuran dari berbagai pihak lainnya. Sebagian besar contoh juga menyatakan, bahwa sebelumnya tidak pernah tinggal di panti werdha (96,9%), hanya (3,1%) saja yang menyatakan sempat menghuni di panti lain. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan anjuran masuk panti Yang menganjurkan masuk panti Keluarga Kemauan Sendiri Lainnya n 26 11 5 % 81,3 34,4 15,6 Karateristik Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depsos 2007). Pada contoh yang tinggal di panti, keluarga merupakan keberadaan individu yang mengakui akan keadaannya dan bersedia membiayai kehidupan selama tinggal di panti. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Karakteristik Keluarga Mempunyai sanak keluarga Pernah d kunjungi Membawa bingkisan Jumlah n % 31 96,9 31 96,9 31 96,9 Dari Tabel 18 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki sanak keluarga, dan sering dikunjungi dengan membawa bingkisan setiap kali berkunjung (96,9%). Adapun jenis bingkisan yang sering dibawa dalam berkunjung, seperti makanan besar berupa nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayur, makanan selingan, buah-buahan dan lainnya. Berikut disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis bingkisan yang dibawa Bingkisan yang dibawa Makanan besar Snack Buah Lainnya n 2 9 23 3 % 6,3 28,1 71,9 9,4 Dari Tabel 19 diketahui sebagian besar contoh mendapatkan bingkisan berupa buah-buahan (71,9%). Kemudahan dalam membeli serta manfaat yang cukup tinggi bagi kesehatan merupakan faktor yang mendorong pengunjung lebih memilih untuk memberikan makanan ini. Adapun frekuensi kunjungan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 20. 35 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi kunjungan Frekuensi Kunjungan 1 minggu 2 minggu 1 bulan > 1 bulan Total Yang Berkunjung Keluarga Lainnya n % n % 1 3,7 0 0 5 18,5 2 40,0 21 77,8 1 20,0 0 0 2 40,0 27 100 5 100 Total n 1 7 22 2 32 % 3,1 21,9 68,7 6,3 100 Berdasarkan Tabel 20, sebagian besar contoh biasa dikunjungi oleh keluarga dengan frekuensi kunjungan satu bulan sekali (77,8%). Kesibukan dari masing-masing keluarga serta akses yang cukup jauh, menjadi alasannya. Kebiasaan Makan Contoh Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Khumaidi 1989). Kebiasaan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebiasaan makan yang baik dan buruk. Jika dilihat dari segi gizi, kebiasaan makan yang baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan makan yang dapat menghambat terpenuhinya kebutuhan akan gizi (Khumaidi 1989). Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan Kebiasaan Makan TP n % 0 0 0 0 0 0 Habis/tidak Sarapan Selingan Keterangan: TP: Tidak Pernah K : Kadang-kadang S : Selalu Laki-laki S % n % 16,7 10 83,3 0 12 100 0 12 100 K n 2 0 0 Total n % 12 100 12 100 12 100 n 1 0 0 TP % 5,0 0 0 Perempuan S % n % 20,0 15 75,0 0 20 100 5,0 19 95,0 K n 4 0 1 Total n % 20 100 20 100 20 100 Menurut Riyadi (1996) kebiasaan makan adalah cara seseorang memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui sebagian besar contoh laki-laki (83,3%) dan perempuan (75%) memiliki kebiasaan untuk menghabiskan makanan dan hanya sebagian kecil lainnya yang tidak menghabiskannya. Di samping kebiasaan dalam menghabiskan makanan, contoh juga memiliki kebiasaan untuk sarapan. Sebanyak 100 % contoh memiliki kebiasaan sarapan baik untuk contoh laki-laki maupun perempuan. Namun hal ini berbeda dengan kebiasaan mengonsumsi makanan selingan, dimana terdapat 36 satu orang contoh perempuan (5%) yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan selingan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan, seperti ketersediaan pangan serta pola sosial budaya (Riyadi 1996). Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan sehari dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi makan sehari Laki-laki Frekuensi makan Perempuan Total n % n % n % 2 kali 3 kali Lainnya 0 11 1 0 91,7 8,3 0 20 0 0 100 0 0 31 1 0 96,9 3,1 Total 12 100 20 100 32 100 Berdasarkan Tabel 22, sebagian besar contoh memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi tiga kali sehari (96,9%) baik contoh laki-laki (91,7%) maupun perempuan (100%). Selain itu juga, contoh memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi lainnya yaitu (3,1%) pada contoh laki-laki. Daya Terima Contoh Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan. Daya terima suatu makanan dapat diukur dengan melihat sisa dari makanan yang disajikan sebelumnya (plate waste) (Rudatin 1997). Sisa makanan sering kali dijadikan data yang dapat digunakan di berbagai studi, khususnya pada penyelenggaraan makan di panti. Daya terima contoh ditentukan dari tingkat kesukaan contoh terhadap jenis hidangan serta karakteristik makanan yang disajikan seperti pada Tabel 23 dan 24. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hidangan Jenis Kelamin L Tingkat Kesukaan Tidak Suka Biasa Suka Total P Total p Tidak Suka Biasa Suka Lauk Hewani Nasi Lauk Nabati Sayur Buah Selingan n % n % n % n % n % n % 0 0 12 0 0 100 6 0 6 50,0 0 50,0 2 3 7 16,7 25,0 58,3 0 0 12 0 0 100 0 0 12 0 0 100 0 0 12 0 0 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 0 0 20 0 0 100 8 2 10 40,0 10,0 50,0 4 5 11 20,0 25,0 55,0 0 0 20 0 0 100 0 0 20 0 0 100 0 0 20 0 0 100 20 100 0,495 20 100 1,000 20 100 1,000 20 100 1,000 20 100 1,000 20 100 1,000 37 Tabel 23 menunjukkan, sebagian besar contoh menyukai hidangan yang disajikan, meliputi nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan juga selingan. Tingkat kesukaan tertinggi contoh terdapat dalam hidangan nasi, sayur, buah dan selingan. Namun pada hidangan lauk hewani, masih terdapat contoh laki-laki (50%) dan perempuan (40%) yang tidak menyukainya. Selain itu, sebanyak (16,7%) contoh laki-laki dan (20%) perempuan menyatakan tidak suka akan lauk nabati. Tekstur dari hidangan yang keras, menyebabkan contoh tidak mampu mengunyah makanan tersebut. Hal ini didukung dengan penelitian Sari (2010) yang menyatakan bahwa sebanyak (65,6%) lansia sudah tidak mampu mengunyah makanan keras. Berdasarkan hasil uji t-test, menunjukkan bahwa daya terima terhadap jenis hidangan tidak berbeda nyata antara laki-laki dan perempuan (p>0,05). Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap karakteristik hidangan Jenis Kelamin L Tingkat kesukaan Tidak suka Biasa Suka Total P Total p Tidak suka Biasa Suka Warna n % 1 8,3 4 33,3 7 58,3 12 100 4 20,0 5 25,0 11 55,0 20 100 0,999 Aroma n % 0 0 0 0 12 100 12 100 0 0 4 20,0 16 80,0 20 100 1,000 Tekstur n % 0 0 9 75,0 3 25,0 12 100 3 15,0 6 30,0 11 55,0 20 100 1,000 Rasa n % 2 16,7 7 58,3 3 25,0 12 100 0 0 5 25,0 15 75,0 20 100 1,000 Porsi n % 0 0 0 0 12 100 12 100 0 0 5 25,0 15 75,0 20 100 1,000 Bahan pangan yang enak, bergizi dan memiliki tekstur yang baik tidak akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak menarik atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1994). Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh baik laki-laki (58,3%) maupun perempuan (55%) menyatakan suka terhadap warna dari makanan yang disajikan. Hal ini diduga karena sebagian besar makanan menggunakan teknik pengolahan frying, sehingga makanan yang disajikan memiliki warna yang dapat membuat daya tarik contoh untuk mengonsumsinya. Menurut Winarno (1994), warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa dan keinginan seseorang untuk mengonsumsinya. 38 Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman, sehingga membangkitkan selera (Winarno 1994). Sama halnya dengan warna, aroma pada makanan juga disukai oleh sebagian besar contoh laki-laki (100%) dan perempuan (80%). Selain komponen warna, aroma juga merupakan komponen yang berpengaruh untuk meningkatkan daya tarik seseorang untuk mengonsumsi makanan. Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera dipengaruhi oleh konsistensi makanan (Winarno 1994). Pada contoh laki-laki, persentase terbesar berada pada kategori biasa (75%) dan selebihnya (25%) menyatakan suka, sedangkan pada contoh perempuan berada dalam kategori suka (55%), biasa (30%), dan tidak suka (15%). Hal ini diduga karena terdapat perbedaan selera contoh dalam mengonsumsi makanan. Rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu maupun interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1994). Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Tabel 24 menunjukkan, bahwa persentase terbesar pada contoh laki-laki berada dalam kategori biasa (58,3%) dan selebihnya tersebar ke dalam kategori suka (25%), dan tidak suka (16,7%). Berbeda halnya dengan contoh perempuan, dimana sebagian besar menyatakan suka terhadap rasa dari makanan yang disajikan (75%) dan biasa (25%). Porsi makanan yang disajikan juga dapat mempengaruhi seseorang untuk mengonsumsinya. Jika dilihat pada Tabel 24, sebagian besar contoh menyatakan suka akan porsi makanan. Baik pada contoh laki-laki (100%) maupun pada contoh perempuan (75%). Sejalan dengan penelitian Nurlaelah (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar contoh di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera menyukai makanan yang dihidangkan,hal ini dapat dillihat dari banyaknya contoh yang memilih kategori suka. Berdasarkan hasil uji t-test, menunjukkan bahwa daya terima baik dari segi warna, aroma, tekstur, rasa, dan porsi tidak berbeda nyata antara laki-laki dan perempuan (p>0,05). Penilaian contoh terhadap makanan yang disediakan sangat terkait dengan penerimaan contoh terhadap makanan yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengonsumsinya. Warna yang menarik, aroma dan tekstur yang baik serta porsi yang tepat dapat meningkatkan penilaian terhadap 39 makanan, sehingga dapat membangkitkan selera. Selera makan seseorang juga dapat ditingkatkan dengan mengupayakan rasa yang enak pada setiap makanan yang disajikan. Namun, kondisi fisik yang lemah juga dapat mempengaruhi kondisi psikis seseorang sehingga selera makan berkurang. Kondisi fisik yang tidak selalu dalam keadaan sehat serta pengaruh obat yang dikonsumsi oleh lansia, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi selera makan (Hartono 2006). Kebutuhan Energi dan Protein Kebutuhan energi dan protein lansia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan orang dewasa pada umumnya. Rata-rata kebutuhan energi contoh adalah sebesar 1976 kkal/hari. Kebutuhan energi contoh laki-laki sebesar 2227 kkal/hari, lebih besar dari kebutuhan energi dan protein contoh perempuan, yaitu 1826 kkal/hari. Rata-rata kebutuhan protein contoh yaitu 42,3 g/hari, kebutuhan protein contoh laki-laki sebesar 49,5 g/hari dan contoh perempuan 38 g/hari. Kebutuhan energi terbesar umumnya diperlukan untuk metabolisme basal yang dipengaruhi berat badan dan luas permukaan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1992). Pada kondisi sehat, aktivitas yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan menyebabkan adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme basal laki-laki dan perempuan, sehingga kebutuhan energinya pun berbeda. Sedangkan pada kondisi sakit, perbedaan kebutuhan energi dan protein disamping disebabkan oleh perbedaan fisik seperti tinggi badan dan berat badan, juga dipengaruhi oleh jenis penyakit dan berat ringannya penyakit yang diderita. Berdasarkan hasil uji t-test, menunjukkan bahwa kebutuhan energi dan protein antara laki-laki dan perempuan berbeda nyata (p<0,05). Berikut disajikan rata-rata kebutuhan energi dan protein berdasarkan jenis kelamin pada Tabel 25. Tabel 25 Rata-rata kebutuhan energi dan protein berdasarkan jenis kelamin Zat Gizi Energi (kkal/hari) Protein (g/hari) Rata-rata Kebutuhan Energi dan Protein Laki-laki Perempuan Rata-rata 2227 1826 1976 49,5 38,0 42,3 p 0,000 Ketersediaan Makanan Makanan yang disediakan oleh panti merupakan sumber utama dari ketersediaan energi, protein, vitamin serta mineral. Makanan yang disediakan harus dapat menjamin tercukupinya kebutuhan zat gizi contoh. Ketersediaan makanan ini mencakup makan pagi, makan siang, selingan serta makan malam. Adapun jenis makanan yang disajikan oleh panti meliputi makanan pokok (nasi 40 putih, nasi goreng, nasi uduk), lauk hewani (telur, daging sapi, ayam, ikan), lauk nabati (tahu, tempe), sayur (bayam, wortel, caisin, labu siam), buah (pepaya, semangka) serta selingan (pisang goreng dan bolu kukus). Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Rata-rata ketersediaan makanan yang disediakan Energi dan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Zat besi (mg) Ketersediaan Aktual 1657 ± 65,7 ± 723,3 ± 86,0 ± 233,0 ± 9,1 ± 30 9,3 10,5 82,6 43,3 0,6 1823 72,3 795,6 94,6 256,3 10,0 Ideal ± ± ± ± ± ± 33 10,2 31,6 90,9 47,6 0,7 Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan energi yang tersedia sebesar 1657 kkal, protein 65,7 g. Ketersediaan vitamin A sebesar 723,3 ±10,5 RE dan untuk vitamin C 86,0±82,6 mg. Adapun ketersediaan kalsium sebesar 233,0 ± 43,3 mg dan zat besi 9,1 ±0,6 mg. Secara keseluruhan, ketersediaan makanan yang disediakan oleh panti masih tergolong kurang jika dibandingkan dengan ketersediaan yang seharusnya. Menurut Moehyi (1992) ketersediaan makanan untuk penyelenggaraan makanan institusi biasa dilakukan dengan memperkirakan penambahan sebanyak 10% dari ketersediaan yang sebelumnya sudah direncanakan. Konsumsi Pangan Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode food recall 2x24 jam. Perhitungan konsumsi dilakukan dengan menghitung konsumsi makanan yang disediakan oleh pihak panti dan konsumsi makanan dari luar panti. Adapun frekuensi makanan yang disediakan oleh pihak panti terdiri dari tiga kali makan utama dan satu kali makan selingan. Konsumsi Makanan dari Dalam Panti Jenis hidangan sumber karbohidrat yang disediakan oleh panti, meliputi nasi goreng, nasi uduk dan nasi putih. Secara keseluruhan, konsumsi pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Konsumsi nasi putih pada laki-laki maupun perempuan sama-sama relatif tinggi dibandingkan dengan nasi goreng 41 dan nasi uduk. Hal ini dikarenakan nasi putih merupakan makanan pokok yang biasa dikonsumsi untuk makan siang dan makan malam sedangkan nasi goreng dan nasi uduk hanya disajikan pada saat makan pagi. Hidangan sumber protein hewani yang disediakan cukup bervariasi. Adapun jenis hidangan yang disajikan meliputi telur ceplok, telur dadar, semur daging, ayam goreng dan ikan goreng. Dilihat dari kuantitas pangan, konsumsi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Jenis hidangan yang konsumsinya tinggi yaitu ayam goreng. Hal ini dikarenakan contoh menyukai hidangan ini yang didukung oleh daya terima terhadap hidangan ini yang sangat baik. Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi contoh Jenis Hidangan Makanan Pokok Nasi Goreng Nasi Putih Nasi Uduk Total Lauk Hewani Telur Ceplok Semur daging Telur Dadar Ayam Ikan goreng Total Lauk Nabati Tahu Goreng Tempe Goreng Tempe Bacem Semur Tahu Total Sayur Tumis Labu Sayur caisin Sayur bayam Sup sayuran Total Buah Pepaya Semangka Total Lainnya Pisang Goreng Bolu Kukus Total Jumlah yang dikonsumsi (g/org/hr) Laki-laki Perempuan 130 279 125 534 130 281 135 546 55 40 60 80 57,5 292,5 60 40 57 80 54 291 66 48 30 43 187 66 46 40 48 200 96 79 92 96 363 80 73 95 90 338 86 98 184 77 93 170 50 50 100 50 50 100 Berdasarkan Tabel 27 hidangan sumber protein nabati yang disediakan di panti terdiri dari tahu dan tempe. Adapun hidangan yang diberikan meliputi, tahu goreng, semur tahu, tempe goreng dan tempe bacem. Dilihat dari kuantitas 42 pangan, konsumsi perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis hidangan yang paling disukai oleh kedua contoh adalah tahu goreng. Buah dan sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Sayur yang disediakan oleh panti meliputi, tumis labu siam, sayur caisin,sayur bayam dan juga sup sayuran. Olahan sayur yang disukai oleh contoh adalah sayur bayam. Selain sayur, panti juga memberikan buah pada waktu makan siang dan malam. Jenis buah-buahan yang disajikan yaitu pepaya dan semangka, dimana sebagian besar contoh lebih menyukai buah ini. Secara kuantitas, konsumsi sayur dan buah pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Selain dari makanan utama, pihak panti juga memberikan makanan selingan. Adapun jenis makanan selingan yang biasa diberikan merupakan selingan manis maupun selingan asin. Jenis makanan selingan yang diberikan yaitu pisang goreng dan bolu kukus. Makanan selingan ini diberikan pada waktu antara makan siang dan makan malam. Konsumsi Makanan dari Luar Panti Selain dari asupan makanan yang disediakan oleh panti yang meliputi makan pagi, makan siang, selingan serta makan malam, contoh juga mengonsumsi makanan yang berasal dari luar (makanan jajanan) yang biasanya didapatkan dengan cara membeli ataupun merupakan bingkisan yang dibawa dari kerabat yang datang mengunjunginya. Jenis makanan jajanan yang sering dikonsumsi oleh contoh dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu buahbuahan (apel, jeruk, pisang), snack asin ataupun manis (jajanan pasar, gorengan, biskuit, roti) dan juga minuman (teh manis dan susu). Dari Tabel 28 dapat diketahui bahwa asupan sehari energi contoh sebesar 1646 kkal dan protein 63,2 g. Asupan ini merupakan hasil penjumlahan dari rata-rata konsumsi makanan yang disediakan oleh panti (makanan dalam) serta makanan dari luar panti (makanan luar). Asupan sehari energi dan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Asupan sehari energi dan zat gizi Kandungan Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Zat besi (mg) Makanan Dalam Jumlah (%) 1509 91,7 59,9 94,8 661,6 96,5 71,8 94,8 203,0 80,3 7,9 96,3 MakananLuar Jumlah 137 3,3 24,1 3,9 49,7 0,3 (%) 8,3 5,2 3,5 5,2 19,7 3,7 Total 1646 63,2 685,7 75,7 252,7 8,2 43 Tabel 28 menunjukkan bahwa total konsumsi sehari contoh didapatkan dari makanan dalam serta makanan luar. Dimana makanan dalam memiliki kontribusi yang jauh lebih besar (80%) untuk memenuhi kebutuhan zat gizi contoh. Kontribusi energi dari makanan yang disediakan terhadap asupan contoh sebesar (91,7%) dan (94,8%) untuk protein. Sedangkan kontribusi dari makanan luar contoh lebih banyak menyumbang kalsium (19,7%). Menurut Susanto (1995) mengonsumsi makanan selingan diantara waktu makan secara teratur merupakan kebiasaan yang baik. Kontribusi ini diperoleh dari konsumsi contoh selama dua hari pengamatan. Hasil penelitian Puspitasari (2011) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan konsumsi energi dan zat gizi antara peserta dan bukan peserta home care. Tingkat Kecukupan Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), tingkat kecukupan zat gizi seseorang dapat diketahui dengan cara membandingkan konsumsi seseorang dengan angka kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi antar individu berbeda-beda menurut berat badan, jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik. Konsumsi energi sehari contoh berkisar antara 1503 – 1779 kkal/hari dengan rata-rata 1646 ± 77,5 kkal/hari. Rata-rata konsumsi energi laki-laki (1620 ± 53 kkal/hari) lebih rendah daripada perempuan (1659 ± 86,8 kkal/hari). Jika dilihat, konsumsi contoh masih rendah dari kebutuhan yang seharusnya. Tingkat kecukupan energi rata-rata contoh laki-laki berada pada kategori defisit tingkat sedang (73,3%) dan perempuan termasuk pada kategori normal (91,2%). Energi diperlukan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Kekurangan energi terjadi jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif yang berakibat berat badan berkurang dari berat badan ideal (Almatsier 2004). Pangan yang banyak dikonsumsi contoh adalah nasi putih, nasi goreng dan nasi uduk. Protein berfungsi sebagai pemelihara jaringan serta menggantikan sel-sel yang mati. Secara keseluruhan, konsumsi protein contoh laki-laki (62,0 ± 3 g/hari) lebih rendah dibandingkan perempuan (64 ± 3 g/hari). Konsumsi protein sehari berkisar antara 56 – 68 g/hari dengan rata-rata 63,2 ± 2,9 g/hari dan termasuk ke dalam kategori lebih. Pangan sumber protein yang dikonsumsi adalah telur, daging sapi, ayam,dan ikan. Statistik konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lansia dapat dilihat pada Tabel 29. 44 Tabel 29 Statistik konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan energi & zat gizi Energi dan Zat Gizi Laki-laki Kons Keb Energi (kkal) Rata-rata 1620 2227 Stdev 53 195 Minimal 1537 1760 Maksimal 1724 2474 Protein (g) Rata-rata 62 49 Stdev 3 6 Minimal 56 34 Maksimal 65 57 Vitamin A (RE) Rata-rata 703 600 Stdev 48 0 Minimal 599 600 Maksimal 760 600 Vitamin C (mg) Rata-rata 78 90 Stdev 14 0 Minimal 55 90 Maksimal 105 90 Ca (mg) Rata-rata 244 800 Stdev 29 0 Minimal 206 800 Maksimal 279 800 Fe(mg) Rata-rata 8 13 Stdev 1 0 Minimal 9 13 Maksimal 7 13 Keterangan: Kons: Konsumsi Keb : Kebutuhan Tkt. Kec: Tingkat Kecukupan Perempuan Tkt. Kec Total Kons Keb Tkt. Kec Keb Tkt. Kec 73,3 7,1 65,4 89,9 1659 86.8 1503 1779 1826 120,5 1529 2061 91,2 7,2 78,3 105,2 1646 77,5 1503 1779 1976 247,3 1529 2474 84,5 11,3 65,4 105,2 128 20,6 104,6 185,7 64 3 58 68 38 4,2 32 47 169,6 20,1 129,7 204,5 63,2 2,9 56 68 42,3 7,5 32 57 154 28,6 104,6 204,5 117,1 7,9 99,8 126,6 675 64,7 535 751 500 0 500 500 135 12,9 107,0 150,3 685,7 59,6 535 760 538 49,2 500 600 128,3 14,2 99,8 150,3 87,2 15,5 61,1 116,6 74 10,9 54 100 75 0 75 75 98,8 14,5 71,8 133,2 75,7 12,1 54 105 81 7,4 75 90 94,5 15,7 61,1 133,2 30,5 3,6 25,8 34,9 257 40,6 194 336 800 0 800 800 32,1 5,1 24,2 41,9 252,7 36,7 194 336 800 0 800 800 31,5 4,6 24,2 41,9 62,3 4,2 53,1 67,3 8 0,6 7 9 12 0 12 12 69,1 4,8 59,2 77,9 8,2 0,6 7 9 12 0,5 12 13 66,5 5,6 53,1 77,9 Kons Vitamin dan mineral termasuk ke dalam zat gizi mikro. Tubuh memerlukan zat gizi ini dalam jumlah yang sedikit. Vitamin A berguna untuk kesehatan mata. Vitamin C berguna untuk imunitas dalam menjaga daya tahan tubuh dari serangan penyakit dan toksin. Sedangkan kalsium berguna untuk mencegah tulang agar tidak terjadi osteoporosis dan zat besi berguna untuk pembentukan sel darah yaitu dalam sintesis hemoglobin (Hb). Rata-rata konsumsi vitamin A laki-laki (703 ± 48 RE/hari) lebih tinggi dari perempuan (675 ± 64,7 RE/hari) dan keduanya termasuk pada kategori cukup. Menurut Gibson (2005), mengonsumsi vitamin A yang cukup akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga dapat terindar dari penyakit. Konsumsi 45 vitamin A yang cukup akan mempercepat mobilisasi zat besi dan meningkatkan respon imun sehingga dapat menurunkan kejadian anemia dan infeksi serta menurunkan morbiditas. Sumber vitamin A yang banyak dikonsumsi contoh adalah sayur dan buah. Konsumsi vitamin C contoh berkisar antara 54-105 mg/hari dengan ratarata 75,7 ± 12,1 mg/hari. Tingkat kecukupan vitamin C pada laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori cukup. Kekurangan akan vitamin C dapat menyebabkan penyakit skorbut, kerusakan pada jaringan rongga mulut serta menurunnya daya tahan tubuh. Konsumsi sumber vitamin C pada contoh berasal dari buah-buahan. Konsumsi kalsium contoh berkisar antara 194-336 mg/hari dengan ratarata 252,7 ± 36,7 mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium pada laki-laki maupun perempuan termasuk dalam kategori kurang, sehingga contoh perlu meningkatkan asupan makanan sumber kalsium. Sumber kalsium yang dikonsumsi contoh adalah susu yang biasa dikonsumsi pada hari tertentu. Pada saat pengambilan data recall tidak bertepatan dengan jadwal minum susu bersama, sehingga tingkat kecukupan kalsium contoh tergolong kurang. Konsumsi zat besi contoh berkisar antara 7-9 mg/hari dengan rata-rata 8,2 ± 0,6 mg/hari. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi pada laki-laki dan perempuan termasuk dalam kategori kurang. Hal ini diduga karena rendahnya konsumsi pangan sumber zat besi. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara konsumsi contoh laki-laki dan perempuan. Tabel 30 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi termasuk pada kategori defisit tingkat sedang pada laki-laki (50%) dan normal pada perempuan (60%). Kategori defisit tingkat berat hanya terdapat pada contoh lakilaki sebesar (41,7%). Hal ini perlu adanya peningkatan jumlah konsumsi pangan yang tinggi akan energi. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi energi kurang dalam jangka waktu yang panjang, dapat membahayakan kesehatan pada tahap lanjut dapat menyebabkan kematian. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 30. 46 Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Defisit Tkt Berat Defisit Tkt Sedang Defisit Tkt Ringan Normal Lebih Total p Energi Laki-laki Perempuan n % n % 5 41,7 0 0 6 50,0 1 5,0 1 8,3 7 35,0 0 0 12 60,0 0 0 0 0 12 100 20 100 0,000 Total n 5 7 8 12 0 32 % 15,6 21,9 25,0 37,5 0 100 Protein Laki-laki Perempuan n % n % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 25,0 0 0 9 75,0 20 100 12 100 20 100 0,000 Total n 0 0 0 4 28 32 % 0 0 0 12,5 87,5 100 Berbeda dengan tingkat kecukupan energi, dimana tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh baik laki-laki (75%) maupun perempuan (100%) berada pada kategori lebih. Hanya sebagian dari contoh laki-laki (25%) yang termasuk ke dalam kategori normal. Konsumsi protein yang tinggi ini berasal dari makanan yang disediakan oleh pihak panti, yaitu lauk hewani yang berasal dari daging sapi, ayam, telur dan ikan. Menurut Almatsier (2004), protein hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu. Namun jumlah protein yang berlebihan juga tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya mengandung lemak yang tinggi pula, sehingga dapat menyebabkan obesitas. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara tingkat kecukupan energi dan protein pada laki-laki dan perempuan. Selain energi dan proten, vitamin dan mineral juga merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh. Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua, yaitu kurang (< 77%) dan cukup (≥ 77%) (Gibson 2005). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral pada Tabel 31. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin Kurang Cukup Total p Vitamin A Laki-laki Perempuan n % n % 0 0 0 0 12 100 20 100 12 100 20 100 0,000 Total n 0 32 32 % 0 100 100 Vitamin C Laki-laki Perempuan n % n % 3 25,0 1 5,0 9 75,0 19 95,0 12 100 20 100 0,041 Total n 4 28 32 % 12,5 87,5 100 Dari Tabel 31 dapat dilihat contoh berada pada kategori cukup akan vitamin A baik pada laki-laki maupun perempuan. Tingkat kecukupan vitamin A bergantung pada konsumsi pangan sumber vitamin A. Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berperan dalam imunitas, pertumbuhan dan 47 perkembangan. Begitu juga dengan tingkat kecukupan vitamin C, dimana sebagian besar contoh baik laki-laki (75%) dan perempuan (95%) berada pada kategori cukup. Hanya sebagian kecil lainnya pada contoh laki-laki (25%) yang berada dalam kategori kurang. Sebagian besar vitamin larut air merupakan komponen sistem enzim yang banyak terlibat dalam membantu metabolisme energi. Vitamin larut air biasanya tidak disimpan dalam tubuh, melainkan dikeluarkan bersama dengan urin. Oleh sebab itu, vitamin larut air perlu dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal. Adapun sumber vitamin C pada umumnya terdapat dalam sayur dan juga buah-buahan (Almatsier 2004). Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C pada laki-laki dan perempuan. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral dapat digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2004). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral pada Tabel 32. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan mineral Kurang Cukup Total p Laki-laki n % 12 100 0 0 12 100 Ca Perempuan n % 20 100 0 0 20 100 0,338 Total n 32 0 32 % 100 0 100 Laki-laki n % 12 100 0 0 12 100 Fe Perempuan n % 19 95,0 1 5,0 20 100 0,000 Total n 31 1 32 % 96,9 3,1 100 Berbeda dengan tingkat kecukupan vitamin, tingkat kecukupan kalsium pada contoh laki-laki dan perempuan berada dalam kategori kurang (100%). Hal ini dikarenakan contoh kurang mengonsumsi pangan sumber kalsium. Selain itu pada saat pengambilan data recall tidak bertepatan dengan jadwal minum susu bersama, sehingga tingkat kecukupan kalsium contoh tergolong kurang. Menurut Almatsier (2004) kemampuan absorbsi kalsium jauh lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Selain itu, aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Kekurangan dari konsumsi kalsium ini dapat mengakibatkan osteoporosis pada usia lanjut, osteomalasia serta tetani. Namun kelebihan akan kalsium juga dapat berpengaruh pada pembentukan batu ginjal atau gangguan ginjal serta terjadinya konstipasi. Hasil uji beda t-test 48 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara tingkat kecukupan kalsium pada laki-laki dan perempuan. Hal yang sama juga berlaku pada tingkat kecukupan mineral zat besi, hanya sebagian kecil contoh (5%) termasuk ke dalam kategori cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang kurang seimbang atau terjadinya gangguan absorbsi zat besi. Sumber mineral paling baik terdapat dalam bahan pangan sumber hewani, dimana bahan pangan ini memiliki ketersediaan biologik yang lebih tinggi serta mengandung lebih sedikit bahan pengikat mineral daripada bahan pangan nabati. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara tingkat kecukupan zat besi pada laki-laki dan perempuan. Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Contoh dengan Daya Terima Analisis hubungan karakteristik contoh dengan daya terima dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Variabel karakteristik contoh yang dianalisis adalah usia dan tingkat pendidikan. Hubungan karakteristik contoh dengan daya terima dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Hubungan karakteristik contoh dengan daya terima Jenis Kelamin L P Variabel Lauk Hewani Lauk Nabati Lauk Hewani Lauk Nabati Usia r 0,707 0,144 -0,216 0,177 p 0,010* 0,654 0,359 0,457 Tkt. Pendidikan r p 0,000 1,000 0,000 1,000 -0,142 0,551 0,176 0,457 *) Korelasi signifikan pada level 0,05 (2-tailed) Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata positif pada contoh laki-laki (p<0,05) antara karakteristik contoh dengan daya terima. Menurut Kotler (1999), usia seseorang akan mempengaruhi selera seseorang terhadap barang dan jasa. Perbedaan usia juga dapat mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap makanan. Selain itu, preferensi terhadap makanan dipengaruhi oleh karakteristik individu dan karakteristik produk pangan (Ellis 1976 diacu dalam Sanjur 1982). Hubungan Daya Terima dengan Tingkat Kecukupan Contoh Daya terima terhadap makanan dapat mempengaruhi keinginan contoh untuk mengonsumsi makanan tersebut. Daya terima yang baik diharapkan dapat meningkatkan keinginan contoh untuk menghabiskan makanan yang disediakan. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata 49 (p>0,05) pada contoh laki-laki dan perempuan antara daya terima dengan tingkat kecukupan contoh. Daya terima seseorang terhadap suatu makanan dapat ditentukan oleh rangsangan dari indera penglihatan, penciuman, dan perasa. Pemberian makanan dalam kondisi yang sesuai juga dapat mempengaruhi selera makan seseorang. Hubungan daya terima dengan tingkat kecukupan contoh dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Hubungan daya terima dengan tingkat kecukupan contoh Jenis Kelamin L P Variabel L. Hewani L. Nabati L. Hewani L. Nabati Tkt. Kec. E r p -0,242 0,449 0,318 0,314 0,394 0,086 0,057 0,811 Tkt. Kec. P r p 0,192 0,549 0,314 0,320 - Tkt. Kec. Vitamin C r p 0,577 0,449 -0,471 0,122 0,265 0,259 -0,199 0,401 Tkt. Kec. Fe r p 0,221 0,350 0,199 0,401 50 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera sudah cukup baik, meliputi sumber daya (tenaga, dana, fasilitas fisik dan peralatan) serta proses (perencanaan menu, pembelian, penyimpanan, pengolahan bahan, distribusi makanan, pencatatan dan pelaporan serta higiene dan sanitasi), namun pemberian makanan masih belum sesuai dengan kebutuhan dari setiap lansia yang tinggal. Siklus menu yang digunakan adalah siklus tujuh hari dengan frekuensi makan tiga kali makan utama dan satu kali selingan. Dana yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan berasal dari iuran rutin bulanan serta sumbangan. Jumlah keseluruhan contoh adalah 32 orang. Sebagian besar berusia 7590 tahun. Berdasarkan pendidikan terakhir, contoh adalah lulusan Sekolah Dasar. Jika dilihat dari pekerjaan contoh terdahulu sebelum masuk panti, contoh laki-laki berprofesi sebagai karyawan swasta dan perempuan sebagai biarawati serta pengasuh anak dengan status pernikahan sebagai janda/duda. Daya terima contoh terhadap jenis dan karakteristik hidangan, secara keseluruhan berada dalam kategori suka. Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh sebesar 1657 kkal dan 65,7 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein contoh sebesar 1976 kkal dan 42,3 g sedangkan rata-rata konsumsi energi dan protein contoh sebesar 1646 kkal dan 63,2 g. Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki termasuk pada kategori defisit tingkat sedang dan normal pada perempuan. Tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh berada pada kategori lebih. Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C contoh berada pada kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan kalsium dan zat besi termasuk ke dalam kategori kurang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan nyata positif pada contoh laki-laki (p<0,05) antara karakteristik contoh dengan daya terima dan tidak terdapat hubungan nyata (p>0,05) pada contoh laki-laki dan perempuan antara daya terima dengan tingkat kecukupan contoh. Saran Sebagian besar contoh mengalami defisit berat pada tingkat kecukupan energi, sehingga dibutuhkan pengawasan dalam segi kualitas makanan oleh tenaga ahli gizi agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan asupan zat gizi. 51 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [BAPENAS] Badan Penelitian Nasional. 2008. Forum Jakarta untuk Perlindungan Lansia [terhubung berkala]. http://www.bapenas.go.id [12 November 2011]. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. _________. 2003. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan. Depkes RI : Jakarta _________. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes. _______. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Jakarta: Depkes. [Depsos] Departemen Sosial. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti. Jakarta: Depsos. _________. 2007. Penduduk lanjut usia di Indonesia dan masalah kesejahteraannya.http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&life= article&sid=522 [28 November 2011]. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. 1981. Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan-Direktorat Rumah Sakit. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energi Requirement. Rome: FAO/WHO/UNU. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga. Gibson RS. 2005. Principle Nutrition Asessment. New York: Oxford University Press. Hardinsyah & Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. _________, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. _________, Briawan D. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. (Soehardjo, penerjemah). Jakarta: UI Press. 52 Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy 11 th ed. USA: Elsevier. Hlm. 319-396. Hartono, A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Fakultas, Institut Pertanian Bogor. Kotler P. 1999. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid I. (6th ed) (J. Wisaria, penerjemah). Jakarta: Erlangga. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara. Muis. 2006. Gizi Pada Usia Lanjut. Di dalam: Matrono H. H & Boedhi-Darmojo R, editor. Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FK UI hlm. 539-547. Mukirie et.al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Akademi Gizi, Depkes RI, Jakarta. Nasoetion A, Briawan D. 1993. Makanan Bergizi untuk kelompok Lanjut Usia. Bogor: Labororium Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Nurlaela E. 2006. Analisis Pengelolaan Makanan dan Daya Terima Lansia di Beberapa Panti Werdha di Kota Bogor. [Thesis]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakulltas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Owen A, Spelt P, Owen G. 1993. Nutrition in Community. USA: McGraw Hill Company. Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. Ed ke-11. Ohio: Pearson Education. Perdigon GP. 1989. Foodservice Management In The Philippines. Quezon City: U.P. College of Hiome Economics. Prabu. 2009b. Sanitasi dan hygiene makanan. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/09/sanitasi-dan-higienemakanan/. [15 Oktober 2011] Puspitasari A. 2011. Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi dan Status Gizi Lansia Peserta dan Bukan Peserta Home Care di Tegal Alur Jakarta Barat [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fema IPB. 53 Ratnasari L. 2003. Daya Terima Makanan dan Tingkat kecukupan Energi Protein Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cilacap [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Faperta IPB. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan A & A. Sulaeman, Editor). Bogor: IPB Press. Rudatin. 1997. Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Daya Terima Makan Pasien Rawat Inap Lanjut Usia Di Rumah Sakit Umum Bakti Yudha depok. [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. Ruslianti, Kusharto CM. 2006. Model Hubungan Aspek Psikososial & Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Lansia. Jurnal Pangan & Gizi 1:29-35. Sanjur D. 1982. Prentice-Hall. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New York. Sari DP. 2010. Keragaan Aktivitas Fisik, Kondisi Gigi, Status Kesehatan dan Pola Konsumsi Pangan Lansia di Kota Bogor [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fema IPB. Sharkey JR et.al. 2002. Inadequate Nutrient Intakes Among Homebound Elderly And Their Correlation With Individual Characteristics And Health-Related Factors. Am J Clin Nut. 76:1435-45 [terhubung berkala]. http://www.ajcn.org/cgi/reprint/76/6/1435 [21 Desember 2011]. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB Press. Supariasa IDN, Ibnu F & Bachyar B. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Susanto D. 1995. Pengorganisasian Masyarakat Memperkenalkan Kebiasaan Makan yang Baik. Di dalam Winarno FG, Puspitasari NL, Kusnandar F, editor. Widyakarya Nasional Makanan Tradisional. Jakarta: Kementrian Negara Urusan Pangan. Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik. [Diktat]. Bandung: Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Watson RR. 2009. Handbook of Nutrition In The Aged. Edisi ke-4. CRC Press. Winarno FG, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Wirakusumah ES, H Santoso, D Roedjito, dan Retnaningsih. 1989. Manajemen Gizi Institusi. Diktat. Bogor: Jurusan Gizi masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB. . 2001. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara. 54 LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Struktur organisasi di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Ketua Pengurus Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Wakil Sektetaris Wakil Bendahara Ketua Harian Pelaksana Tata Usaha Pengolah Makanan Bagian Kebersihan Bendahara Bagian Kebun Suster 56 Lampiran 2. Denah dapur di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera A B C D J E F I G H Keterangan A. Meja pemorsian B. Pintu C. Meja 1 D. Steamer E. Kompor F. G. H. I. J. Meja 2 Gudang Pintu Rak Tempat cuci piring F 57 Lampiran 3. Daftar menu di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Makan Pagi Bihun Goreng Nasi Goreng Kwetiau Goreng Mie Goreng Nasi Uduk Lontong Sayur Bihun Kuah Makan Siang Selingan Makan Malam Nasi Putih Nasi Putih Ayam Ngohiang Opor Telur Orek Tempe Lontong Isi Perkedel Tahu Cah Pokcoy Cah Kailan Melon Melon Nasi Putih Nasi Putih Semur Daging Cah Ayam Tahu Goreng Pisang Goreng Tempe Bacem Tumis Labu Siam Sayur Caisin Pepaya Pepaya Nasi Putih Nasi Putih Bakut Sayur asin Empal Rolade Mie Risoles Tahu opor Cah Sawi Putih Sayur Wortel Pisang Pisang Nasi Putih Nasi Putih Babi Kecap Soto Ayam Tahu bb.kuning Panada Perkedel Cah Buncis wortel Telur rebus Pepaya Pepaya Nasi Putih Nasi Putih Ayam Goreng Ikan Selimut Tempe Goreng Bolu Kukus Tahu Kecap Sayur Bayam Sup Sayuran Semangka Semangka Nasi Putih Nasi Putih Ikan asam manis Fuyung Hai Mun Tahu Bubur Kc.Hijau Tempe mendoan Cah caisin Capcay Kuah Melon Melon Nasi Putih Nasi Putih Telur balado Cah sapi Perkedel Mie Pastel Tahu goreng Sayur Asin Sup sayuran Semangka Semangka 58 Lampiran 4. Fasilitas pada proses penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Tempat pengolahan Tempat pemorsian Tempat penyimpanan alat Tempat pencucian Tempat penyimpanan bahan kering Tempat penyimpanan bahan basah 59 Lampiran 5. Contoh hidangan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Hidangan Makan Pagi Hidangan Makan Siang Selingan Hidangan Makan Malam