7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam kehidupan, manusia cenderung melakukan berbagai peran dalam
memaksimalkan fungsinya sebagai makhluk sosial. Peran atau penampilan diri yang
dilakukan akan menghasilkan citra sebagai penilaian orang lain, sehingga dalam
pelaksanaannya tidak jarang manusia mengkonstruksikan dirinya sedemikian rupa
guna mendapatkan tujuan atas konstruksi tersebut.
Presentasi diri merupakan sebuah pengelolaan diri seseorang untuk
menghasilkan citra tertentu yang diinginkan, dalam pelaksanaannya hal ini tidak
terlepas dari impression manajemen atau pengelola kesan guna meyakinkan orang
lain tentang citra yang dimunculkan.
Dalam penelitian ini akan dibahas tentang presentasi diri Permadi dalam
melakukan perannya sebagai Penyambung Lidah Bung Karno, sehingga dari opini
yang diharapkan akan terbentuk opini sebenarnya pada diri khalayak atas pemeranan
peran tersebut.
2.1 Tinjauan Pustaka
Beberapa studi mengenai penggunaan presentasi diri dan impression
manajemen dalam kajian dramaturgi sudah banyak dilakukan. Beberapa
diantaranya :
7
Penelitian pertama yaitu Anisa Hidayat yang meneliti “Impression
Management Dosen dalam Perspektif Dramaturgis”, dalam penelitian ini Sdr.
Anisa mencoba membongkar bahwa front stage yang diciptakan seorang dosen
bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi kedua belah
pihak, walau citra yang dimunculkan tersebut tidak serta merta dapat diterima
oleh masyarakat, karena prilaku back stage yang mungkin berbeda dan telah
menjadi image bagi masyarakat.
Dalam penelitian ini peneliti coba untuk mengungkap bagaimana
impresion management dapat menjadi sebuah alat penyesuaian sebuah situasi dan
menjadi problem solver bagi proses belajar mengajar yang memiliki history
kurang baik.
Namun apa yang ditampilkan dalam panggung depan, tidak merubah
kesan pada khalayak seperti yang diinginkan sang aktor, karena panggung
belakang yang diketahui khalayak menjadi kesan tersendiri bagi para murid
terhadap sang dosen.
Penelitian ini mengunakan teori impresion management dari kajian
dramaturgi Erving Goffman, dan mengunakan metode penelitian fenomenologi.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Presentasi Diri Wujud Panggung
Utama Aktor Politik Kajian Dramaturgi Erving Goffman pada Permadi Sebagai
Penyambung Lidah Bung Karno. Dalam penelitian Presentasi Diri ini akan
mencoba melihat apakah Presentasi diri seorang aktor dapat menciptakan
8
panggung utama yang menjadi dominasi bagi terbentuknya kesan pada khalayak,
dan bagaimana komunikasi verbal dan nonverbal dapat membentuk presentasi
diri.
Penelitian Kedua, Tika Mutia yang meneliti “Presentasi Diri Dosen
lajang”, dalam penelitian ini diungkapkan tentang presentasi diri mengunakan
komunikasi verbal dan non verbal para dosen yang berada pada panggung formal
dan nonformal.
Dalam penelitian ini Tika mengungkap bagaimana presentasi diri seorang
dosen dengan teori labeling dramaturgi erving goffman pada panggung formal
dan informalnya, sehingga ditemukan 4 panggung.
Penelitian Presentasi Diri Wujud Panggung Utama Aktor Politik Kajian
Dramaturgi Erving Goffman pada Permadi Sebagai Penyambung Lidah Bung
Karno, mengungkap tentang panggung utama yang menjadi pengolaan kesan
utama bagi khalayak, ini merupakan hal berbeda dari penelitian Tika.
Tika tidak menyimpulkan dan mendalami panggung mana yang menjadi
panggung utama dari sang dosen lajang, walaupun Tika mengunakan komunikasi
verbal dan nonverbal sebagai pembuktian akademik penelitian ini.
Penelitian ketiga adalah Cahyadi Indrananto meneliti “Pemimpin Daerah
Sebagai Agen”, dalam penelitian ini di ulas bagaimana seorang pemimpin
menciptakan berbagai panggung, dimana panggung yang satu digunakan sebagai
penunjang citra dirinya di panggung yang lain yang secara keseluruhan bermuara
9
pada citra diri pribadi.
Dalam penelitian dramaturgi ini Cahyadi mengunakan teori metaphor
teatre, dan mengungkap bahwa seorang aktor menciptakan berbagai panggung
yang saling mendukung satu dan lainnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Presentasi Diri Wujud
Panggung Utama Aktor Politik Kajian Dramaturgi Erving Goffman pada Permadi
Sebagai Penyambung Lidah Bung Karno, adalah tidak ditelusurinya pengunaan
panggung utama yang menjadi sebuah panggung dominan yang didukung oleh
panggung lainnya.
Beberapa penelitian diatas telah mengulas dan membedah fenomenafenomena berdasarkan pendekatan dramaturgi. Namun meskipun dalam pendekatan
dan landasan teori yang dipakai sama, dalam kesempatan ini penulis ingin meneliti
lebih dalam masalah yang berbeda, mengungkap realitas kehidupan manusia dari sisisisi lain yang belum pernah ada. Adapun fungsi dari perujukan terhadap karya
penelitian ini adalah “untuk membangun pembenaran (justifikasi) atas penelitian
yang dilakukan, yakni penelitian ini perlu dilakukan.” (Alwasilah, 2002 : 125)
10
11
12
13
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Komunikasi Politik
Anwar Arifin (2011:1) mengatakan : komunikasi politik adalah pembicaraan
untuk mempengaruhi dalam kehidupan bernegara. Komunikasi politik dapat juga
merupakan seni mendisain apa yang mungkin (art of possible) dan bahkan dapat
merupakan seni mendisain yang tidak mungkin (art of impossible).
Politik mencakupi komunikasi sesungguhnya dapat juga dikaji dari pendapat
para pakar yang menunjukkan adanya kedekatan yang intim dan istimewa antara
komunikasi dan politik karena proses komunikasi menempati fungsi yang sangat
penting dalam domain politik. Komunikasi telah membantu menjelaskan fenomena
politik. Komunikasi dan politik menjadi komunikasi politik, pada hakikatnya berpadu
atau bertemu pada dua titik yaitu: pembicaraan dan pengaruh atau mempengaruhi.
Politik adalah komunikasi karena sebagian besar kegiatan politik dilakukan dengan
pembicaraan, sebaliknya komunikasi adalah politik karena tujuan komunikasi adalah
mempengaruhi sebagai salah satu dimensi politik. Jadi komunikasi politik adalah
pembicaraan yang bertujuanu ntuk mempengaruhi kehidupan bernegara.
Definisi komunikasi politik juga terus dirumuskan secara eksplisit oleh para
ahli. Hal ini misalnya sebagaimana yang disampaikan oleh Fagen (1966: 20, dalam
Rahmat, 1989) dimana komunikasi politik didefinisikan sebagai “communicatory
activity considered political by virtue its consequences, actual and potential, that it
has for the functioning of political systems”. Denifisi lainnya juga dilakukan oleh
14
Meadow (1980: 4, dalam Rahmat, 1989), yaitu “political communication refers to
any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by
or have consequences for the political system”. Berdasarkan kedua definisi yang
disampaikan oleh Fagen (1966) dan Meadow(1980) ini kemudian Dan Nimmo
(1978:7)
mendefinisikan komunikasi politik sebagai “communication (activity)
considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate
human conduct under the condition of conflicts”. Tidak hanya memberikan
kontribusi pada definisi studi komunikasi politik, Nimmo (1989) juga kemudian
merumuskan ruang lingkup komunikasi politik yang mengacu pada konsep yang
sudah diletakkan oleh Laswell (1958), yaitu :
1. Komunikator politik
2. Pesan politik
3. Persuasi politik
4. Media komunikasi politik
5. Khalayak komunikasi politik
6. Akibat komunikasi politik.
Di sini tampak bahwa Nimmo menambahkan elemen baru dalam ruang
lingkup komunikasi politik yang sebelumnya tidak disebutkan oleh Laswell (1958)
secara eksplisit, yaitu elemen persuasi politik.Setiap orang bisa saja berkomunikasi
tentang politik, namun tidak setiap orang dapat dikategorikan sebagai komunikator
15
politik. Pembahasan tentang komunikator politik berikut sepenuhnya diadopsi dari
teori Dan Nimmo.
Menurut Dan Nimmo komunikator politik dapat dibagi ke dalam tiga figur,
yakni politikus, aktivis dan profesional. Tanpa bermaksud menyederhanakan hakikat
komunikator politik, Nimmo memberikan penjelasan yang seringkali menjadi rujukan
karena bukan hanya bersifat teoritis, melainkan juga dianggap aplikatif oleh beberapa
akademisi dan praktisi.
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman seorang aktor sama dengan seorang
komunikator, dan aktor politik adalah komunikator politik. Karena ada penyampaian
pesan yang dilakukan dan pengelolaan kesan untuk menciptakan sebuah pandangan
tentang sesuatu pada khalayak, dalam hal ini presentasi diri yang dilakukan aktor
politik untuk menciptakan kesan pada penonton tentang dirinya.
2.2.2 Dramaturgi
Bila Aristoteles mengungkapkan dramaturgi dalam artian seni. Maka,
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Seperti yang kita ketahui,
Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis
dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku
tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam
pertunjukan kehidupan sehari-hari, dimana kita menampilkan diri kita dalam cara
yang sama seperti seorang aktor yang menampilkan karakter orang lain dalam sebuah
16
drama. Kesamaan ini memperjelas pada kita bahwa ada pertunjukan yang
ditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu pada
pertunjukan sosiologi.
Pertunjukan yang terjadi di masyarakat, memberi kesan yang baik untuk
mencapai tujuan.
Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah
memanipulasi pandangan (opini) penonton. Bila seorang aktor berhasil, maka
penonton akan melihat aktor tersebut sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan
oleh aktor tersebut.
Hal ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Kenapa
komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila
dalam
komunikasi
konvensional
manusia
berbicara
tentang
bagaimana
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi agar orang lain mengikuti kemauan kita, maka dalam dramaturgis yang
diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran
sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita inginkan.
Dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi
memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang
disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial
tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada
17
tercapainya kesepakatan tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam
kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri.
Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan
permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Yenrizal (IAIN Raden Fatah, Palembang), dalam
makalahnya “Transformasi Etos Kerja Masyarakat Muslim: Tinjauan Dramaturgis di
Masyarakat Pedesaan Sumatera Selatan” pada Annual Conference on Islamic Studies,
Bandung, 26 – 30 November 2006: “Dengan konsep dramaturgis dan permainan
peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi
yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat
tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian
masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan.
Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan
panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang
bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat
homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya,
yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.”
Dramaturgi tidak dapat dilepaskan dari komunikasi verbal dan nonverbal,
karena keberhasilan pengelolaan kesan yang terjadi ditentukan seberapa piawainya
seorang aktor mengunakan dan memadupadankan komunikasi verbal dan nonverbal
tersebut.
18
2.2.3 Komunikasi Verbal & Nonverbal dalam Dramaturgi
Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dikemas
dengan kata-kata atau tanpa kata-kata, secara umum hal ini dikatakan sebagai verbal
dan nonverbal. Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan mesin pengerak dalam
dramaturgi, bagaimana pesan yang akan disampaikan sang aktor dikemas secara
sedemikian rupa untuk menciptakan kesan pada penonton sesuai keinginan sang
aktor.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan
maupun tulisan. Dalam kehidupan komunikasi ini paling banyak dipakai dalam
hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,
emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan
informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan
penting.
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam
bentuk nonverbal, tanpa kata-kata, jikalau merupakan kata-kata maka itu bukanlah
makna sebenarnya dari kata-kata tersebut melainkan kiasan. Dalam kenyataannya
komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Dalam
berkomunikasi verbal hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai.
Sama seperti dalam sebuah pementasan drama, dalam dramaturgi seorang aktor akan
mengunakan komunikasi nonverbal secara lebih dominan karena dalam pengunaan
19
komunikasi verbal, komunikasi nonverbal juga akan digunakan secara bersamaan dan
sebagai pendukung. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.
Nonverbal communication is all aspects of communication other than words
themselves. It includes how we utter words (inflection, volume), features, of
environments that affect interaction (temperature, lighting), and objects that
influence personal images and interaction patterns (dress, jewelry, furniture).
(Komunikasi nonverbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-kata sendiri. Ini
mencakup bagaimana kita mengucapkan kata-kata (infleksi, volume), fitur,
lingkungan yang mempengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), dan benda-benda
yang mempengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (pakaian, perhiasan, mebel).
Hal menarik dari komunikasi nonverbal ialah studi Albert Mahrabian (1971)
yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7%
berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara, dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga
menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang
dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat
nonverbal. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi nonverbal menjadi suatu faktor
uyang sangat penting dalam dramaturgi, karena memiliki porsi yang sangat besar
sebagai pemberi daya ingat dalam menciptakan kesan pada khalayak.
20
Tabel 2.1 Tipe-tipe Komunikasi Verbal & Nonverbal
KOMUNIKASI
VOKAL
NONVOKAL
Bahasa Tertulis
KOMUNIKASI Bahasa Lisan
(Spoken Words)
(Written Words)
VERBAL
Nada Suara
Isyarat (Gesture)
(Tone Of Voice)
Gerakan (Movement)
KOMUNIKASI Desah (Sighs)
NONVERBAL Jeritan (Screams)
Penampilan (Appearance),
Ekspresi Wajah (Facial
Kualitas Vokal (Vocal Quality)
Expression)
Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human
Communication, Second Edition, hal.96
2.2.4 Presentasi Diri (Self Presentation) Melalui Pengelolaan Kesan (Impression
Management)
Dalam buku “The Presentation of Self In Everyday Life” Erving Goffman
menggali segala macam perilaku interaksi yang dilakukan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Goffman mengatakan bahwa presentasi diri manusia (human
self presentation) ditampilkan dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor
menampilkan karakter orang lain pada sebuah pertunjukan drama. Dalam hal ini
dikatakan bahwa manusia cenderung menampilkan sesuatu yang palsu pada
kehidupan demi penilaian khalayak.
Penampilan yang ditunjukan oleh seseorang akan berbeda antara panggung
depan (front stage) dan panggung belakang (back stage), bahkan dalam penelitian Dr.
Lelly Ariani (seorang guru besar Universitas Lampung) menyebutkan adanya
perbedaan lain yaitu pada panggung tengah (middle stage). Hal ini dilakukan semata-
21
mata untuk memberi kesan yang baik pada khalayak guna sebuah tujuan tertentu,
yang dimana seluruh pertunjukan tersebut bisa jadi adalah sebuah konstruksi yang
membuat seseorang berbeda 100% dari keasliannya (pure life).
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia
akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan
kelengkapan
pertunjukan.
Kelengkapan
ini
antara
lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non
verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan.
Presentasi diri melalui pengelolaan kesan dilakukan seorang aktor untuk
membuai penonton, akan lakon yang dibawakannya sehingga penonton tersebut
secara tidak sadar akan masuk dan mengikuti alur lakon yang dibawakan seorang
aktor.
Impression management sendiri merupakan bagian dari kajian dramaturgi
yang sama-sama dikembangkan oleh Goffman. Impression management atau
pengelolaan kesan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang individu
dalam menciptakan kesan atau persepsi tertentu atas dirinya dihadapan khalayaknya.
Pengelolaan kesan tersebut baik terhadap simbol verbal maupun simbol nonverbal
yang melekat di dirinya.
22
(Kreitner & Kinichi: 2005) mendefenisikan hal ini sebagai suatu proses
dimana seseorang berusaha untuk mengendalikan atau memanipulasi reaksi orang
lain terhadap citra diri orang tersebut maupun ide-idenya. Impression management
dapat dilakukan dengan mengubah cara berpakaian, mematuhi norma dan peraturan
di tempat dia berada, mengambil nama atas pekerjaan orang lain, cara berbicara, cara
berjalan dan lain-lain. Semua hal itu dilakukan dengan harapan agar seseorang
mendapat pengaruh dari orang yang ditujunya.
Impression management (Goffman dalam Atina, 2008), manusia kerapkali
menggunakan topeng (yang bagus) dalam berkomunikasi. Topeng diperlukan untuk
citra positif komunikator, sehingga dapat memikat komunikan, atau meyakinkan
komunikan tentang kejujuran dan kepiawaiannya. Topeng juga diperlukan untuk
menyembunyikan sesuatu yang tidak sesuai ("to for go or conceal action which is
inconsistent with ideal standards").
Perilaku seorang individu diatas panggung dibatasi oleh oleh konsep-konsep
drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage
adalah keadaan dimana seorang individu berada di belakang panggung, dengan
kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga individu dapat berperilaku bebas tanpa
mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus dibawakannya.
Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan
perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama
dengan “breaking character” dalam dunia teater. Pendapat lain mengatakan,
23
Impression management adalah proses seseorang untuk mengatur dan mengendalikan
persepsi orang lain atas dirinya (Luthans, 1998).
Menurut Wayne dan Ferris (Kreitner & Kinichi, 2005) terdapat tiga tingkatan
perlakuan impression management adapun tingkatannya sebagai berikut :
a. Agen bebas
Keadaan dimana seseorang tidak melakukan impression management. Jikalau
keadaan memaksa pun, seseorang tersebut memilih untuk menghadapinya
dengan penuh tanggung jawab. Misal ketika terlambat datang kantor, dia
dengan rasa menyesal mengakui, meminta maaf dan berusaha tidak
mengulangnya lagi.
b. Lebih baik selamat daripada menyesal
Keadaan dimana seseorang melakukan impression management ketika
seseorang tersebut dalam keadaan yang terjepit atau terpojok. Misal, ketika
seseorang terlambat datang kantor maka dia akan mencari alasan untuk
menuntupi kesalahan yang dilakukannya.
c. Hallo Hollywood
Keadaan dimana seseorang dalam kehidupan sehari-hari selalu menggunakan
impression management. Layaknya seorang artis, jati dirinya tidak nampak
karena setiap saat sifatnya bahkan perilakunya selalu berubah. Misal ketika
24
seorang karyawan ingin dipromosikan oleh atasannya maka dia berbuat halhal yang yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya melakukan money politic
untuk cepat dipromosikan.
Sikap impression management tidak dapat dinilai buruk atau pun baik karena
semuanya bertumpu pada situasi dimana tempat seseorang itu berada dan beraktifitas,
Impression Management akan dikatakan sangat baik sekali jika dalam konteks
misalnya ketika seorang artis yang dituntut untuk memerankan seseorang yang
lembut padahal dalam kehidupan sehari-harinya dia adalah seorang yang kasar. Lain
halnya jika Impression Management diterapkan dalam aktifitas atau pekerjaan yang
sangat menjunjung kejujuran seperti misalnya pekerjaan yang berhubungan dengan
pendidikan, maka impression management yang harus dianut adalah agen bebas.
Penelitian ini mengkaji bagaimana presentasi diri dapat mewujudkan
panggung utama bagi seorang aktor politik, yaitu Permadi pada panggungnya sebagai
Penyambung Lidah Bung karno. Goffman membagi dua wilayah dari aktor yang
diibaratkan memainkan peran tersebut, yakni panggung depan dan panggung
belakang, dimana presentasi diri seorang aktor akan jauh berbeda dan terkadang
bertolak belakang dalam kedua panggung tersebut. Namun pada diri Permadi tidak
terdapat perbedaan antara kedua panggung yang disebutkan Goffman tersebut.
Permadi yang tampil sebagai penyambung lidah bung karno pada panggung
politiknya begitu juga ia tampil pada panggung kesehariannya, maka peneliti meneliti
25
presentasi diri dalam kajian ini berdasarkan panggung utama yaitu panggung yang
selalu dibawakan Permadi dalam berbagai situasi kehidupannya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Bertolak pada pemikiran kerangka teoritis yang telah diulas diatas, maka
penelitian mengaplikasikan dalam sebuah Kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran
akan terlihat alur penelitian Presentasi Diri yang merupakan Kajian Dramaturgi
dalam membentuk panggung utama seorang aktor politik dalam hal ini Permadi
sebagai penyambung lidah bung karno.
Gambar 2.1
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
26
Download