1 KONSUMSI SERTA PREFERENSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA SMA DENGAN STATUS SOSIAL EKONOMI YANG BERBEDA DI BOGOR NATALIA DESSY WULANSARI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 ABSTRACT NATALIA DESSY WULANSARI. Fruits and Vegetables Consumption and Preference on High School Adolescents with Different Socioeconomic Status in Bogor. Under Direction of HADI RIYADI. Nearly all (97%) population of West Java over 10 years consuming less fruits and vegetables. Therefore, the consumption patterns of fruits and vegetables need to be reconsidered, especially in adolescence. Youth group needs a great attention because of the quality of future human resources is determined by the quality of today's younger generation. The Objective of this study is to find out the consumption and preferences of fruits and vegetables in high school adolescents with different socioeconomic status. This study used cross sectional design. Place of research done purposively, at SMAN 2 Bogor and SMAN 1 Ciampea, 120 numbered samples of the XI class students drawn by stratified random sampling. Data were analyzed using Microsoft Excel 2007 and SPSS version 16,0 for Windows with the type of statistical analysis of the frequency tabulation and crosstabs, independent t-test, Chi-square correlation, Pearson's and Rank Spearman's. There were significant differences between the allowance sample, large families, parent’s education and family income (p<0,05). There was no difference between the consumption of fruits in the two schools (p>0,05) but there was significant differences on vegetables consumption between the two schools (p<0,01). The most and favorite fruit consumed by samples was orange, the most common vegetable consumed was cayenne pepper. Fruit least favorite in SMAN 2 Bogor was mengkudu while in SMAN 1 Ciampea was durian. The most favorite vegetable by sample was spinach. Most of samples in the two schools didn’t like vegetables bitter melon. Nutritional status at two school categorized normal. Nutritional knowledge of samples and family socioeconomic characteristics didn’t indicated significant correlation with consumption of fruits. Nutritional knowledge, large families, parent’s education, and family income had significant correlation with consumption of vegetables. Tribes and parents job didn’t had significant correlation with the consumption of fruits and vegetables. Keywords: consumption and preference, fruits and vegetables, high school adolescents, socioeconomic status. 3 RINGKASAN NATALIA DESSY WULANSARI. Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda di Bogor. Dibimbing oleh HADI RIYADI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda. Tujuan khususnya adalah untuk: 1) mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga); 2) mengetahui konsumsi dan preferensi buah dan sayur contoh; 3) mengetahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) vitamin A dan vitamin C serta kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi vitamin A dan vitamin C; 4) mengetahui status gizi contoh dan hubungannya dengan konsumsi buah dan sayur; 5) menganalisis hubungan jumlah konsumsi buah dan sayur dengan pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Tempat penelitian dilakukan secara purposive, yaitu di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea. Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Juni 2009. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI yang berjumlah 120 orang yaitu 60 orang untuk masing-masing sekolah, diambil dengan cara stratified random sampling. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan kuesioner, yang terdiri dari karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi serta frekuensi buah dan sayur, preferensi terhadap buah dan sayur serta pengolahannya, dan status gizi contoh. Data sekunder berupa gambaran umum sekolah diperoleh dengan cara mencari informasi/data maupun wawancara dengan pihak sekolah. Data yang diperoleh kemudian melalui proses coding, scoring, entry, cleaning dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16,0 for Windows dengan jenis analisis statistik yaitu tabulasi frekuensi dan crosstabs, uji beda independent sample t-test, dan korelasi Chi-square, Pearson serta Rank Spearman. Secara keseluruhan, contoh terdiri dari 58 laki-laki dan 62 perempuan. Umur contoh berkisar antara 15-18 tahun. Rata-rata uang saku contoh di SMAN 2 Bogor (Rp 484.683,3 ± 228.300,0/bulan) lebih besar dibandingkan di SMAN 1 Ciampea (Rp 289.100,0 ± 98.886,9/bulan). Sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor memiliki pengetahuan gizi sedang sedangkan di SMAN 1 Ciampea tergolong rendah. Sebagian besar orang tua contoh berasal dari suku Sunda dan termasuk keluarga sedang (5-7 orang). Lebih dari separuh contoh di SMAN 2 Bogor mempunyai ayah dengan pendidikan sampai tamat akademi/PT, namun di SMAN 1 Ciampea hanya sampai tamat SMA/sederajat. Sebagian besar pendidikan ibu contoh di kedua sekolah sampai tamat SMA/sederajat. Presentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah sebagai TNI/Polri/PNS/BUMN sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah wiraswata. Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di kedua sekolah adalah ibu rumah tangga. Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (Rp 965.982,1 ± 634.486,8/kap/bulan) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 284.501,1 ± 169.743,1/kapita/bulan). 4 Rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah dibandingkan SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Hasil uji beda Independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di kedua sekolah (p>0,05). Rata-rata konsumsi sayur SMAN 2 Bogor adalah 64,3 g/hari, sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi sayur diantara kedua sekolah (p<0,01). Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam sebulan terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kali/minggu untuk SMAN 2 Bogor dan 2,23 kali/minggu untuk SMAN 1 Ciampea. Sayur yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor adalah wortel (83,3%) sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah bayam (78,3%). Rata-rata frekuensi konsumsi sayur yang terbesar di kedua contoh adalah cabe rawit dengan rata-rata frekuensi 5,27 kali/minggu di SMAN 2 Bogor dan 4,03 kali/minggu di SMAN 1 Ciampea. Sebagian besar contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang hari. Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian. Jenis sayur yang paling disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam. Sebagian besar contoh di kedua sekolah tidak menyukai sayur pare. Sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus sedangkan di SMAN 1 Ciampea menyukai rujak. Pengolahan sayur yang paling disukai adalah dengan cara direbus. Rata-rata TKG vitamin A contoh di SMAN 2 Bogor sebesar 136,02% dan vitamin C 82,47% sedangkan di SMAN 1 Ciampea lebih besar nilainya yaitu 148,38% untuk vitamin A dan vitamin C 76,48%. Kontribusi vitamin A dari buah terhadap total konsumsi vitamin A adalah 3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin C dari buah mencapai 61,67% untuk SMAN 2 Bogor dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin A dari sayur terhadap total konsumsi vitamin A adalah 33,98% di SMAN 2 Bogor dan 29,08% di SMAN 1 Ciampea. Rata-rata kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi vitamin C mencapai 21,42% di SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1 Ciampea. Sebagian besar status gizi contoh di kedua sekolah adalah normal. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di kedua sekolah (p>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi contoh (p>0,05). Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah. Variabel yang berhubungan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi contoh, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan keluarga. Suku dan pekerjaan orang tua tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur. 5 KONSUMSI SERTA PREFERENSI BUAH DAN SAYUR PADA REMAJA SMA DENGAN STATUS SOSIAL EKONOMI YANG BERBEDA DI BOGOR NATALIA DESSY WULANSARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 6 Judul Skripsi : Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA Nama NIM dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda : Natalia Dessy Wulansari : I14051156 Menyetujui, Dosen Pembimbing (Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS) NIP: 19610615 198603 1 004 Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat (Dr. Ir. Budi Setiawan, MS) NIP: 19621218 198703 1 001 Tanggal Lulus : 7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat, rahmat, dan kekuatan yang dialami penulis sehingga mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Konsumsi serta Preferensi Buah dan Sayur pada Remaja SMA dengan Status Sosial Ekonomi yang Berbeda” ini dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dosen pemandu seminar, Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS dan dosen penguji skripsi Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS atas saran dan perbaikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Katrin Roosita, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Keluarga tercinta: Bapak, Mama, dan Mba Dian yang selalu setia mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih untuk kasih sayang, perhatian, dan doa yang diberikan, dan juga Dewi “cunil” yang selalu siap membantu. 5. Teman-teman pembahas seminar: Herviana Ferazuma, Wasilla Tussodiyah, Sri Rahmawati, dan Yunita Syafitri. 6. Pihak SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea yang telah memberi izin dan waktu untuk melakukan penelitian. 7. Siswa-siswi SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea khususnya kelas XI yang telah bersedia diwawancarai dan telah membantu kelancaran penelitian. 8. Sahabat-sahabatku: Khinanti Laras Respathi, SE; Mariagnes Indria; Aren Albertine, S.TP; Herry Kurniadi, S.Pt dan Elizabeth Tantin yang selalu memberi dukungan dan semangat, serta tempat berbagi suka dan duka. 9. Sahabat-sahabatku di Gizi Masyarakat angkatan 42 yang selalu siap membantu dalam segala hal: Mervina, S.Gz; Ervina, S.Gz; dan Herviana Ferazuma, S.Gz terimakasih untuk kebersamaan dan persahabatannya. 10. Rettha Aprilian, teman seperjuangan dalam penelitian ini. 11. Teman-temanku (Iwan, Nyit2, Ira, Mond’s, Adhis, Mega, Yanni, Hana, Jesa, Ardi, Akber, Tyas, Martha, Kanis) dan teman-teman GM’42 yang lain, terima 8 kasih atas segala bantuan, dukungan yang diberikan, serta atas kebersamaan selama ini. We’re the cream of the cream. 12. Keluarga Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU, kakak angkatan 40 dan 41 serta adik-adik angkatan 43, 44, dan 45, khususnya Mbak Sanya dan Narita yang selalu siap membantu. 13. Teman-teman kost Perwira 44: Lenny, Binyo, Putri, Dori, Cha2, Lili, Mena, Lisa, Kunti, Boy, Sembi, Hendra, Leo, dan Benny. Terimakasih telah membuat tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan. 14. Tim pendamping IPB, khususnya angkatan 42: Otong, Lenoy, Koko, Noel, Siena, Bocep, Budi, Ipenk, Anton, Kamlit, Icha, Gebol, Kodel, Sisca, Sisi, Yola, Renta, Rina, Dmitry, K’Bernard, Nestor, dan Alm. Pandu, terimakasih untuk warna dan pelajaran hidup yang berarti yang telah diberikan dalam hidup penulis. Sungguh bangga dan bahagia mempunyai sahabat sekaligus keluarga seperti kalian. 15. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) yang telah menerima penulis sebagai keluarga dari awal masuk IPB sampai dengan sekarang. 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2009 Natalia Dessy Wulansari 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 14 Desember 1986. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Yoseph Tugino dan Ibu Christiana Masini. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Strada Bhakti Wiyata I Bekasi. Kemudian penulis melanjutkan studi ke SMP Marsudirini Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan SMA ditempuh di SMA Negeri 31 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2005. Pada bulan Juli 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah seleksi penyaringan masuk di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), akhirnya penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mengambil minor Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan maupun non kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Gizi dan Pertanian (HIMAGITA) periode 2006-2007 sebagai anggota klub organoleptik. Pada periode yang sama, penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) sebagai anggota divisi kerohanian. Periode 2007-2008 penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) sebagai koordinator klub kulinari dan organoleptik di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga tergabung dalam tim pendamping IPB sejak tahun 2006 hingga sekarang. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan baik skala regional maupun nasional, diantaranya Panitia Natal CIVA tahun 2006 dan 2008, Panitia NICE (Nutritious Food Competition) 2008, dan lain-lain. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Bojongsari Lama dan Bojongsari Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dan pada tahun yang sama, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan yang berjudul “Suplementasi Tepung Kedelai pada Roti Manis sebagai Alternatif Pangan Kaya Protein dan Berkalori Tinggi”. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan internship bidang Dietetika di Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor. i 10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................................. Perumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan ........................................................................................................... Kegunaan Penelitian ..................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Remaja .......................................................................................................... Karakteristik Contoh Jenis Kelamin .......................................................................................... Umur........................................................................................................ Uang Saku .............................................................................................. Pengetahuan Gizi ................................................................................... Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Suku ........................................................................................................ Besar Keluarga ....................................................................................... Pendidikan Orang Tua ............................................................................ Pekerjaan Orang Tua.............................................................................. Pendapatan Keluarga ............................................................................. Buah dan Sayur ............................................................................................ Konsumsi Buah dan Sayur ........................................................................... Preferensi ...................................................................................................... Vitamin A ....................................................................................................... Vitamin C ....................................................................................................... Angka Kecukupan Gizi.................................................................................. Status Gizi Remaja ....................................................................................... 1 3 4 4 5 6 6 6 7 7 8 8 8 9 9 10 12 13 13 14 14 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................... 16 METODE Desain, Tempat, dan Waktu ......................................................................... Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ............................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data.............................................................. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... Definisi Operasional ...................................................................................... 18 18 18 19 24 ii 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah SMA Negeri 2 Bogor ............................................................................... SMA Negeri 1 Ciampea .......................................................................... Karakteristik Contoh Jenis Kelamin .......................................................................................... Umur........................................................................................................ Uang Saku .............................................................................................. Pengetahuan Gizi ................................................................................... Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Suku ........................................................................................................ Besar Keluarga ....................................................................................... Pendidikan Orang Tua ............................................................................ Pekerjaan Orang Tua.............................................................................. Pendapatan Keluarga ............................................................................. Konsumsi Buah dan Sayur Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur ........................................................ Frekuensi Konsumsi Buah dan Sayur .................................................... Waktu Konsumsi Buah dan Sayur .......................................................... Preferensi Buah dan Sayur Buah dan Sayur yang Paling Disukai dan Tidak Disukai ....................... Pengolahan Buah dan Sayur yang Disukai ............................................ Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) Vitamin A dan Vitamin C ............................ Kontribusi Vitamin A dan Vitamin C dari Buah dan Sayur terhadap Total Konsumsi .............................................................................. Status Gizi Contoh ........................................................................................ Hubungan Pengetahuan Gizi Contoh dan Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga dengan Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur .................. 26 26 27 27 28 29 31 32 33 34 35 35 38 41 41 43 45 46 47 49 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................... 53 Saran ............................................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55 LAMPIRAN .......................................................................................................... 60 iii 12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Anjuran kecukupan gizi untuk remaja .......................................................... 14 2 Kategori untuk masing-masing variabel penelitian ...................................... 23 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................................. 27 4 Sebaran contoh berdasarkan umur .............................................................. 28 5 Sebaran contoh berdasarkan besar uang saku ........................................... 28 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi ....................................................................... 29 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi .............................. 31 8 Sebaran contoh berdasarkan suku orang tua .............................................. 31 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .............................................. 32 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua .................................... 33 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua...................................... 35 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua .................................. 35 13 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah.............................................. 37 14 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur ............................................. 37 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dan rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis buah yang dikonsumsi........................... 39 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis sayur yang dikonsumsi .......................... 40 17 Sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur .................. 41 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis buah yang disukai dan tidak disukai ........................................................................................... 42 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis sayur yang disukai dan tidak disukai ........................................................................................... 43 20 Sebaran contoh berdasarkan pengolahan buah dan sayur yang disukai .................................................................................................. 45 21 Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C ................................................ 46 22 Kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi vitamin A dan C ..................................................... 47 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi ..................................... 48 24 Sebaran konsumsi buah contoh berdasarkan suku keluarga ...................... 50 25 Sebaran konsumsi sayur contoh berdasarkan suku keluarga ..................... 51 26 Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan sayur ........... 52 iv 13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja ...................... 17 2 Kurva sebaran status gizi contoh menurut z-skor IMT/U ................................. 49 v 14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Jenis buah yang disukai contoh .................................................................... 60 2 Jenis buah yang tidak disukai contoh............................................................ 61 3 Jenis sayur yang disukai contoh.................................................................... 62 4 Jenis sayur yang tidak disukai contoh ........................................................... 63 5 Hasil analisis Korelasi Pearson ..................................................................... 64 6 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman ........................................................ 65 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Upaya untuk mencapai hidup sehat dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengatur makanan yang dikonsumsi karena tidak jarang penyakit timbul akibat ketidakseimbangan makanan. Kelebihan atau kekurangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh bisa berdampak negatif bagi kesehatan. Selain makanan, beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah gaya hidup, olahraga, sinar matahari, cara berpikir positif, istirahat, dan rekreasi yang cukup (Rusilanti 2007). Tubuh manusia terdiri dari jaringan-jaringan, otot, darah, dan organorgan sebenarnya terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Tubuh membutuhkan berbagai zat gizi untuk mempertahankan kesehatan. Selain zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak), tubuh juga membutuhkan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dan fitokimia (seperti flavonoid, inositol, gluthation, dan quercetin). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tubuh memerlukan makanan sehat dan seimbang yang diperoleh dari beragam bahan makanan, baik bahan makanan hewani maupun bahan makanan nabati. Zat gizi yang diperoleh dari makanan dapat didefinisikan sebagai zat atau unsur kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Pada prinsipnya fungsi zat gizi tersebut adalah untuk pengadaan tenaga (energi) dalam menjalankan berbagai aktivitas fisik, memelihara dan mengganti jaringanjaringan yang rusak, serta menunjang pertumbuhan baik sebelum maupun setelah dewasa. Zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sebaiknya diperoleh dari bahan makanan alami, bukan mengandalkan dari makanan suplemen yang akhir-akhir ini marak ditawarkan dalam berbagai bentuk produk. Makanan alami sudah disediakan bagi manusia untuk dikonsumsi. Bila makanan yang dikonsumsi terus-menerus kekurangan atau kelebihan zat-zat dari yang dibutuhkan, maka akan meyebabkan kesehatan tubuh menjadi terganggu karena terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemasukan (Wirakusumah 1998). Jika memperhatikan piramida makanan, tampak sudah menunjukkan pola makan yang beragam seimbang. Namun sayang belum semua penduduk Indonesia menerapkan pola makan yang seimbang tersebut. Kehadiran 2 16 makanan cepat saji banyak mempengaruhi pola makan penduduk Indonesia, terutama di perkotaan. Kekurang-seimbangan makanan tersebut menjadi penyebab terjadinya berbagai penyakit. Salah satu golongan pangan yang terdapat dalam piramida makanan adalah golongan buah dan sayur. Beberapa jenis sayuran dan buah-buahan mampu menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar gula darah, mencegah penyebaran kanker, mempunyai kekuatan sebagai antibiotik, menyembuhkan luka lambung, mengurangi serangan rematik, menghindari karies gigi, mencegah diare, menyembuhkan sakit kepala, dan banyak lagi manfaat lainnya (Wirakusumah 1998). Kandungan serat kasar dalam sayur dan buah berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga zat racun yang membahayakan kesehatan dapat langsung keluar dari tubuh. Sayur dan buah juga mengandung pro vitamin A dan vitamin D dalam konsentrasi cukup tinggi yang merupakan antioksidan ampuh untuk memerangi radikal bebas, menghambat proses penuaan, dan menghaluskan kulit. Penyakit degeneratif seperti hipertensi, Diabetes Mellitus, dan jantung koroner dapat dikurangi dengan mengonsumsi sayur dan buah. Pentingnya mengonsumsi buah dan sayur ini masih kurang disadari oleh penduduk Indonesia, khususnya penduduk Jawa Barat. Menurut Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat (2007), hampir semua (97%) penduduk di atas 10 tahun ke atas kurang makan buah dan sayur dan terdapat merata di semua daerah. Oleh karena itu pola konsumsi buah dan sayur ini perlu diperhatikan, khususnya pada usia remaja. Kelompok remaja perlu mendapat perhatian yang besar karena kualitas sumberdaya manusia masa datang ditentukan oleh kualitas generasi muda masa kini, sehingga untuk menunjang tercapainya kualitas tersebut diperlukan zat gizi yang seimbang. Kebutuhan remaja secara fisik maupun psikis harus diperhatikan. Kebutuhan fisik dapat dilakukan salah satunya melalui pemenuhan zat gizi yang diperlukan. Kecepatan pertumbuhan fisik kaum remaja adalah yang kedua tercepat setelah masa bayi. Kira-kira 20% tinggi badan dan 50% berat badan seseorang dicapai selama periode ini. Itulah sebabnya diperlukan asupan gizi yang cukup untuk menjamin pertumbuhan yang optimal (Khomsan 2004). Remaja memerlukan energi dan zat gizi seperti protein, kalsium, seng, besi, vitamin, dan serat, untuk mencegah terjadinya defisiensi suatu zat gizi. Remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulannya seperti keluarga, 3 17 sekolah, dan teman sebaya (peer group), yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan termasuk jenis makanan yang dikonsumsi. Kecenderungan remaja saat ini adalah mengonsumsi fast food yang banyak mengandung lemak. Kecenderungan ini selain karena remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan khususnya teman sebaya, juga disebabkan pengaruh iklan dan persepsi pada diri remaja bahwa fast food merupakan makanan yang dianggap memiliki nilai gengsi yang tinggi, sehingga mereka berharap dapat diterima di lingkungan pergaulannya. Pada remaja, konsumsi sayur dan buah sangat penting untuk menjaga kadar serum vitamin C dan pemenuhan kebutuhan asam folat yang cukup tinggi dalam tubuhnya selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Dilaporkan bahwa pada remaja sering didapatkan kadar serum vitamin C yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan menghindari konsumsi sayur dan kebiasaan merokok. Besarnya manfaat buah-buahan dan sayur-sayuran segar sebagai sumber vitamin dan mineral telah banyak diketahui. Bahkan, serat kasarnya sama sekali tidak mengandung zat gizi sedikit pun ternyata sudah terbukti sangat berguna untuk melancarkan pencernaan sehingga zat-zat racun yang membahayakan kesehatan dapat langsung keluar dari tubuh. Oleh karena itu pentingnya mengonsumsi buah dan sayur pada usia remaja perlu mendapat perhatian dan perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur tersebut. Perumusan Masalah Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial. Segala sesuatunya berubah secara cepat dan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut makanan seharihari menjadi amat penting. Kecenderungan remaja saat ini adalah mengonsumsi fast food yang banyak mengandung lemak. Kecenderungan ini selain karena remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan khususnya teman sebaya, juga disebabkan pengaruh iklan dan persepsi pada diri remaja bahwa fast food merupakan makanan yang dianggap memiliki nilai gengsi yang tinggi, sehingga mereka berharap dapat diterima di lingkungan pergaulannya. Kecenderungan mengonsumsi makanan tinggi lemak tersebut tidak diimbangi dengan konsumsi tinggi tinggi serat, sehingga bila keadaan ini terus-menerus dibiarkan maka akan menimbulkan masalah kesehatan. 4 18 Tingkat konsumsi buah dan sayur pada masyarakat kita saat ini masih rendah dan jauh dari batas minimal yang direkomendasikan oleh badan pangan dan pertanian dunia (FAO). Saat ini konsumsi buah-buahan per kapita masyarakat Jawa Barat untuk produk sayuran baru mencapai 37 kg/kap/tahun dan 35 kg/kap/tahun untuk buah-buahan, jauh lebih rendah dibanding rekomendasi, yaitu sebesar 65 kg/kap/tahun. Padahal konsumsi buah dan sayur memberikan manfaat yang sangat besar bagi kesehatan (Anonim 2002). Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga). 2. Mengetahui konsumsi dan preferensi buah dan sayur contoh. 3. Mengetahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) vitamin A dan vitamin C serta kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi vitamin A dan vitamin C. 4. Mengetahui status gizi contoh dan hubungannya dengan konsumsi buah dan sayur. 5. Menganalisis hubungan jumlah konsumsi buah dan sayur dengan pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi pembuatan program gizi dengan sasaran remaja untuk memperbaiki konsumsi pangan khususnya buah dan sayur. Selain itu dapat memberikan informasi kepada instasi terkait mengenai kebiasaan makan buah dan sayur pada remaja sehingga dapat disampaikan kepada siswa-siswanya, dan diharapkan dapat memberikan informasi kepada para orang tua dalam memperhatikan konsumsi keluarga khususnya pada anak. 19 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan kematangan biologi pola-pola dan dewasa. orang Dekatnya dewasa masa memberikan remaja dengan peluang untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti (Riyadi 2001). Penelitian menunjukkan bahwa remaja dan anak makan dengan persentase total kalori yang sama dari karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah waktu makan yang ditunda dan makan di luar rumah meningkat mulai awal remaja sampai remaja akhir. Terdapat peningkatan asupan makan siap saji yang cenderung mengandung lemak, kalori, natrium tinggi, dan rendah asam folat, serat, dan vitamin A. Karakteristik pertumbuhan dan implikasi nutrisi nutrisi untuk remaja adalah periode maturasi yang cepat pada fisik, emosi, sosial, dan seksual. Biasanya pertumbuhan cepat pada remaja putri pada usia 10-11 tahun, puncaknya pada usia 12 tahun, dan selesai pada usia 15 tahun. Remaja putri mengalami deposisi lemak, khususnya di abdomen dan lingkar panggul; pelvis melebar dalam persiapan untuk hamil; dan remaja putri sedikit mengalami pertumbuhan jaringan otot dan tulang dibanding remaja putra. Pertumbuhan cepat remaja putra pada usia 12-13 tahun, puncaknya pada usia 14 tahun; dan selesai pada usia 19 tahun; remaja putra mengalami peningkatan massa otot, jaringan tanpa otot dan tulang. Banyak remaja terlalu memikirkan dietnya karena khawatir tentang penampilan mereka. Juga banyak remaja putri yang tidak memahami bahwa peningkatan jaringan lemaknya selama masa pubertas diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. Remaja putra dapat memiliki keyakinan yang salah bahwa diet akan memperbaiki penampilan atletis mereka. Kudapan berkontribusi 30 persen atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium serta dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Remaja harus didorong untuk bertanggung jawab atas pemilihan kudapan yang sehat (Paath et al. 2004). Pertumbuhan yang cepat pada remaja biasanya diiringi oleh bertambahnya aktivitas fisik hingga kebutuhan akan zat gizi akan naik pula. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah hingga tidak akan menemukan 6 20 kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan biasanya lebih mementingkan penampilannya, mereka enggan menjadi gemuk hingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi, tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang daripada yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik bagi pertumbuhan maupun kesehatannya (Pudjiadi 1997). Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Banyak penelitian yang dilakukan yang menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan konsumsi pangan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Dewi (1997), diacu dalam Kusumaningsih (2007), remaja laki-laki cenderung tidak menyukai makanan yang ringan atau tidak mengenyangkan. Selain itu diketahui pula bahwa sumbangan makanan selingan terhadap total konsumsi ternyata cukup besar terutama terhadap perempuan. Makin aktif kegiatan fisik seseorang makin banyak energi yang diperlukannya. Tubuh yang besar memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan tubuh yang kecil, untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Makin berat pekerjaan seseorang, makin banyak energi yang diperlukan. Pada tingkat kegiatan fisik yang sama, wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki (Sanjur 1982). Umur Kebiasaan makan setiap individu berbeda satu sama lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah umur. Menurut Sanjur (1982), preferensi pangan dan kebiasaan makan terbentuk sejak awal kehidupan. Sejak bayi dan masa kanak-kanak, kebiasaan makan telah dibentuk dalam lingkungan keluarga. Keluarga akan menyediakan jenis-jenis makanan yang mudah didapat di sekitarnya, harganya sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga yang bersangkutan. Uang Saku Setiap orang membawa tiga sumberdaya ke dalam setiap sistem pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian. Berhubungan dengan sumberdaya uang, maka seseorang akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. 7 21 Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan rendah (Engel et al. 1994). Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, sehingga anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu 1994, diacu dalam Lusiana 2008). Pengetahuan Gizi Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi, sebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 1996). Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin. Menurut Suhardjo (1996), pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio, dan menyaksikan siaran televisi maupun melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Semakin banyak jenis dan informasi tentang gizi dan kesehatan yang diterima seseorang, maka semakin luas wawasan dan pengetahuan tentang hal itu. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Suku Menurut Riyadi (1996) salah satu faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi adalah suku. Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini jugalah yang mempengaruhi cara pengolahan, penyiapan, dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan 8 22 oleh adanya faktor-faktor penolakan maupun penerimaan terhadap pangan oleh sekelompok orang. Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa, kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebudayaan tidak hanya menentukan makanan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama (Suhardjo 1989). Besar Keluarga Keluarga inti (core familiy) terdiri dari ayah, ibu, anak-anak baik kandung maupun angkat (Sediaoetama 2006). Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah dan kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1996). Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah (Atmarita 2004, diacu dalam Lusiana 2008). Pekerjaan Orang Tua Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 9 23 1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Kebutuhan zat gizi tubuh akan berbeda menurut berat ringannya pekerjaan (Engel et al. 1994). Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guhardja et al. 1992, diacu dalam Lusiana 2008). Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman 2000). Buah dan Sayur Menurut Marliyati et al. (1992), buah merupakan salah satu sumber pangan nabati yang potensial dan banyak mengandung zat gizi, terutama vitamin. Nasution et al. (1995) menambahkan bahwa buah merupakan bahan makanan sumber zat pengatur dan pelindung yang penting untuk mengatur proses-proses biokimiawi di dalam tubuh, diantaranya dalam metabolisme energi. Setiap macam buah mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya perbedaan varietas, keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, dan kondisi penyimpanan. Pada umumnya buah-buahan mempunyai kadar air yang tinggi, yaitu 65-90%, tetapi rendah dalam kadar protein dan lemak kecuali buah alpukat. Vitamin yang umumnya terdapat dalam buah adalah vitamin C dan vitamin A, disamping vitamin B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan zat besi (Muchtadi & Sugiyono 1992). Buah biasanya dihidangkan setelah selesai makan nasi. Artinya sebagai penutup hidangan atau pencuci mulut setelah makan. 10 24 Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak yang dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati atau daging (Williams et al. 1993). Dari sudut pengetahuan gizi, sayur merupakan sumber zat pengatur, yaitu sumber vitamin dan mineral. Sayuran merupakan salah satu sumber provitamin A, vitamin C, vitamin B, Ca, Fe, menyumbang sedikit kalori serta sejumlah elemen mikro. Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Apabila orang kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya sehari-hari dalam waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit kekurangan vitamin dan mineral. Selain itu sayuran juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang telah terbukti mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi 2000). Sayur seringkali diartikan sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan dan dapat digunakan untuk memperkaya variasi dalam hidangan. Konsumsi Buah dan Sayur Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa telaahan konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini (jenis pangan dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting (Hardinsyah & Briawan 1994). Tujuan dalam mengonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Secara umum rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan yang beragam adalah: Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) keterangan: Kgij = penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan j yang dikonsumsi Bj = berat bahan makanan j (gram) Gij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan Konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan dapat dilakuakan antara lain dengan metode recall 24 jam dan metode frekuensi makanan (food 11 25 frequency). Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini enumerator minta agar responden mengingat-ingat secara terperinci apa yang telah dikonsumsi dalam 1-3 hari terakhir tersebut. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran-ukuran rumah tangga, model pangan, dan sebagainya untuk menentukan perkiraan-perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah, tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan sistematik (Suhardjo 1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Sedangkan metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun (Supariasa & Bakri 2001). Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi adalah buah dan sayur (Hardinsyah & Martianto 1988). Piramida kesehatan manusia menyebutkan perlunya mengonsumsi buah dan sayur. Menurut Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 200-300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari adalah 150-200 gram atau 1½-2 mangkok sehari. Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi buah dan sayur memiliki dapat mengurangi timbulnya penyakit, seperti kanker dan jantung, terutama buah yang berwarna merah atau kuning, seperti wortel, tomat, aprikot, bit, dan lain-lain. Buah dan sayur juga dapat bermanfaat untuk menghentikan tumbuhnya bakteri, melindungi dari infeksi, menjaga pertahanan tubuh, menurunkan kadar gula darah, dan mencegah kolesterol di dalam tubuh (Jusup 2007). Indonesia terletak di Asia Tenggara dimana buah-buahan berlimpah hampir sepanjang tahun. Wirakusumah (1998) menambahkan bahwa Indonesia cukup kaya dengan berbagai macam buah-buahan, bahkan beberapa buah hanya dijumpai di Indonesia, sehingga seharusnya buah sering dikonsumsi untuk menambah zat gizi pada susunan pangan. Begitu juga halnya dengan sayur yang merupakan salah satu sumberdaya yang banyak terdapat di sekitar kita, mudah diperoleh dan berharga relatif murah serta merupakan sumber vitamin 12 26 dan mineral. Kenyataannya, Anonim (2002) mengatakan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Jawa Barat untuk produk sayuran baru mencapai 37 kg/kap/tahun dan 35 kg/kap/tahun untuk buah-buahan, jauh lebih rendah dibanding rekomendasi FAO, yaitu sebesar 65 kg/kap/tahun. Pengolahan data konsumsi pangan adalah proses menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi pangan harus sama untuk tiap jenis pangan yaitu gram per hari karena satuan kecukupan gizi adalah per hari. Selanjutnya untuk penilaian konsumsi pangan, data ini dikonversi menjadi satu atau lebih zat gizi sesuai dengan tujuan penilaian. Preferensi Preferensi pangan diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Pangan yang dikenal dan dipelajari untuk disenangi pada masa kanak-kanak pada umumnya dilanjutkan menjadi preferensinya sampai tumbuh dewasa (Suhardjo 1989). Fisiologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Interaksi dengan keluarga dan teman-teman akan mempengaruhi preferensi terhadap pangan. Preferensi yang bersifat positif berarti penerimaan terhadap pangan tersebut. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis, terutama pada orang-orang muda dan akan permanen bila seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat (Sanjur 1982). Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi makin terpengaruh oleh pendekatan melalui media radio, televisi, pamflet, iklan, dan bentuk media massa lain (Suhardjo 1996). Demikian pula dengan harga juga berpengaruh dalam pemilihan manakan, namun harga sering dikesampingkan oleh pertimbangan prestis, rasa, dan kemudahan dalam hal penyiapannya, sehingga harga bukanlah faktor utama dalam hal pemilihan makanan (Stanton 1987, diacu dalam Setiowati 2000). Dalam melakukan pengukuran terhadap preferensi makanan dapat digunakan skala, dimana contoh ditanya untuk dapat mengindikasikan seberapa besar dia menyukai makanan berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka. Skala hedonik adalah salah satu cara untuk mengukur derajat suka atau tidak 13 27 suka seseorang. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka preferensinya (Sanjur 1982). Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak, dan jeruk (Almatsier 2004). Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung. Selain itu, vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan zat besi (Fe). Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan mempunyai efek teratogenik bagi wanita hamil. Oleh karena itu, asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan vitamin A (Almatsier 2004). Vitamin C Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, yaitu untuk mensintesis kolagen, karnitin, serotinin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker, dan penyakit jantung (Almatsier 2004). Wirakusumah (1998) menambahkan bahwa banyak fungsi yang dapat diperoleh dari vitamin C yang secara alami diperoleh dari buah-buahan, antara lain untuk menyembuhkan luka, kesehatan gusi, dan mencegah terjadinya luka memar. Pada derajat yang lebih ringan, kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka. Asupan vitamin C yang tinggi akan meningkatkan risiko timbulnya batu ginjal karena meningkatnya produksi oksalat, rebound scurvy akibat penurunan yang mendadak. Selain itu pada beberapa orang dapat mengakibatkan gangguan pada lambung dan diare. Secara alami vitamin C dapat diperoleh dari buah-buahan. Buah yang tinggi kandungan vitamin C-nya adalah jambu biji, jeruk, tomat, mangga, dan sirsak. Sayuran juga banyak mengandung vitamin C terutama brokoli, cabai, dan kentang. Vitamin C rusak oleh udara, oleh karena itu untuk mendapatkannya secara maksimal sebaiknya memakan buah dan sayur dalam keadaan segar dan 14 28 sesegera mungkin (belum terlalu lama dalam kondisi terbuka atau sudah dikupas di udara bebas) (Wirakusumah 1998). Angka Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi zatzat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier 2004). Angka tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman (safe level). Kecukupan gizi tersebut sudah mencakup kurang lebih 97,5 persen populasi untuk dapat hidup sehat. Kecukupan gizi antar individu sebetulnya sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, umur, tinggi badan, keadaan fisiologis, aktivitas, metabolisme tubuh, dan sebagainya (Hardinsyah & Briawan 1994). AKG pada remaja termasuk tinggi karena harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Berdasarkan intensitas pertumbuhan dan aktivitas fisiknya, remaja putra membutuhkan lebih banyak zatzat gizi sehingga kecukupan gizi untuk remaja putra lebih tinggi daripada remaja putri. Kecukupan zat-zat gizi bagi remaja yang dianjurkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) ditunjukkan dalam tabel berikut: Umur Putri 13-15 16-18 Putra 13-15 16-18 BB (kg) Tabel 1 Anjuran kecukupan gizi untuk remaja TB Energi Protein Vitamin A (cm) (Kal) (gram) (RE) Vitamin C (mg) 49 50 152 155 2350 2200 57 55 600 600 65 75 48 55 155 160 2400 2600 60 65 600 600 75 90 Status Gizi Remaja Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang mempunyai status gizi yang baik atau tidak. 15 29 Secara umum status gizi diukur secara antropometri yang artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sudah digunakan pada remaja dalam konteks yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan. Tetapi sampai saat ini belum ada kriteria atau titik batas yang pasti yang berhubungan dengan aspek-aspek kesehatan atau resiko tertentu pada seseorang. Hanya ada beberapa informasi yang tersedia tentang hubungan antara antropometri remaja dengan risiko-risiko kesehatan masa lampau, sekarang atau masa mendatang (Riyadi 2001). Menurut Riyadi (2001) IMT direkomendasikan sebagai dasar indikator antropometri untuk kekurusan (thinness) dan overweight pada masa usia sekolah maupun remaja. BB/U dianggap tidak informatif atau menyesatkan bila tidak ada informasi tentang TB/U. Pendekatan konvensional terhadap kombinasi penggunaan BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap aneh dan memberikan hasil yang bias. Data referensi BB/TB memiliki keuntungan karena tidak memerlukan informasi tentang umur kronologis. Tetapi, hubungan BB/TB berubah secara dramatis menurut umur selama remaja. Karena berbagai keterbatasan tersebut, IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk anak usia sekolah dan remaja. Indikator ini memerlukan informasi tentang umur. Indikator ini juga sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas. Indikator ini sejalan dengan indikator-indikator yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Disamping itu, data referensi yang bermutu tinggi juga sudah tersedia. Walaupun IMT belum sepenuhnya divalidasi sebagai indikator kekurusan atat gizi kurang pada anak usia sekolah dan remaja. IMT merupakan indeks massa tubuh tunggal yang dapat diterapkan untuk mengukur keadaan yang sangat kekurangan dan kelebihan gizi (Riyadi 2001). 30 KERANGKA PEMIKIRAN Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat dan jelas perubahannya dari anak-anak menjadi orang dewasa. Dalam kondisi transisi ini, remaja memerlukan sumber-sumber makanan yang dapat mencukupi kebutuhan tubuh akan zat-zat makanan yang penting dalam pertumbuhan seperti vitamin, mineral, karbohidrat, lemak, protein, serat, dan lain-lain sehingga konsumsinya perlu diperhatikan. Pada masa remaja konsumsi pangan perlu diperhatikan salah satunya adalah konsumsi buah dan sayur. Buah dan sayur adalah bahan pangan yang baik bila dikonsumsi sehari-hari, karena di dalam buah dan sayur terkandung berbagai vitamin, mineral, serta serat yang sangat diperlukan oleh tubuh. Dalam hal ini konsumsi buah dan sayur meliputi jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi, frekuensi konsumsi jenis buah dan sayur, serta waktu mengonsumsi buah dan sayur. Salah satu yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah preferensi, yaitu suka atau tidaknya seorang remaja terhadap suatu jenis pangan, dalam hal ini buah dan sayur. Preferensi meliputi preferensi terhadap jenis buah dan sayur serta pengolahannya. Konsumsi dan preferensi buah dan sayur ini diduga berhubungan dengan beberapa faktor antara lain karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, pengetahuan gizi), serta karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga). Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah dan sayur adalah informasi pangan dan gaya hidup. Informasi yang didapat tentang buah dan sayur dapat mempengaruhi pengetahuan gizi. Dari konsumsi buah dan sayur ini dapat diketahui TKG vitamin A dan vitamin C serta kontribusi vitamin-vitamin tersebut yang terkandung di dalam buah dan sayur terhadap total konsumsi. Pada akhirnya dapat dilihat status gizi contoh apakah sudah mempunyai status gizi yang baik atau tidak. 17 31 Gaya hidup Informasi Preferensi Karakteristik Contoh: jenis kelamin umur uang saku pengetahuan gizi Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga: suku besar keluarga pendidikan orang tua pekerjaan orang tua pendapatan keluarga Konsumsi buah dan sayur TKG vitamin A dan C serta kontribusi vitamin A dan vitamin C terhadap total konsumsi Status Gizi Contoh Gambar 1 Kerangka pemikiran konsumsi buah dan sayur pada remaja. Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti 32 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Penelitian ini dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dengan karakteristik yang berbeda, yaitu SMAN 2 Bogor yang berada di Kotamadya Bogor mewakili karakteristik perkotaan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas dan SMAN 1 Ciampea yang berada di Kabupaten Bogor dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah. Waktu penelitian termasuk persiapan, pengambilan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai bulan April hingga Oktober 2009. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Pemilihan SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea sebagai tempat penelitian dilakukan secara purposive dengan asumsi siswa yang berada di sekolah tersebut berasal dari tingkat ekonomi tinggi dan rendah. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI. Pertimbangan memilih siswa kelas XI adalah bahwa siswa kelas XI berada dalam tahap mengikuti pendidikan dalam kondisi stabil, sedangkan siswa kelas X masih membutuhkan penyesuaian dengan lingkungan sekolah dan lingkungan, sementara itu siswa kelas XII sudah sibuk dengan kegiatan Ujian Negara (UN). Contoh penelitian adalah sejumlah 120 orang, yaitu 60 orang untuk masing-masing sekolah. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan cara stratified random sampling. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi: a. Data karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga). b. Data konsumsi buah dan sayur contoh diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pemilihan hari sekolah dan hari libur dilakukan untuk mencerminkan rata-rata konsumsi buah dan sayur contoh. Data konsumsi buah dan sayur yang dikumpulkan adalah konsumsi 33 19 buah dan sayur dalam bentuk mentah atau olahannya maupun dalam bentuk padat atau cair. c. Data food frequency diperoleh melalui pengukuran frekuensi konsumsi buah dan sayur dalam sebulan terakhir dengan menggunakan food frequency questionaire. d. Data preferensi terhadap buah dan sayur yang disukai maupun yang tidak disukai serta pengolahan sayur yang disukai diperoleh dengan memberikan pertanyaan terbuka beserta alasannya. e. Data antropometri untuk mengukur status gizi contoh meliputi berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat yang digunakan untuk mengukur berat yaitu dengan menggunakan timbangan injak digital dengan kapasitas 150 kg dan dengan ketelitian 0,1 kg. Tinggi badan diukur dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan (microtoise) berkapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm. Data sekunder mengenai keadaan umum sekolah diperoleh dengan cara mencari informasi atau data serta wawancara langsung dengan pihak sekolah. Data ini meliputi lokasi sekolah, jumlah guru dan pegawai, jumlah siswa, fasilitas sekolah, kegiatan ekstra kurikuler, serta biaya Sumbangan Penunjang Pendidikan (SPP) tiap bulan. Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara statistik sedangkan data sekunder tentang keadaan umum sekolah dijelaskan secara deskriptif. Tahapan pengolahan data primer dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Untuk tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16,0 for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Data yang dianalisis secara deskriptif meliputi data karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi dan preferensi buah dan sayur, 34 20 pengolahan buah dan sayur yang disukai, TKG vitamin A dan C, kontribusi vitamin A dan C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi, serta status gizi contoh. Data jenis kelamin contoh dihitung menurut kelompok laki-laki dan perempuan, kemudian dihitung persentasenya. Umur contoh dihitung dalam tahun kemudian dikategorikan menjadi 15 tahun, 16 tahun, 17 tahun, dan 18 tahun. Uang saku dikategorikan menjadi 3 berdasarkan sebaran contoh yaitu rendah (<Rp 282.500/bulan), sedang (Rp 282.500-480.000/bulan), dan tinggi (>Rp 480.000/bulan). Tingkat pengetahuan gizi contoh diukur dengan cara pemberian skor terhadap jawaban contoh atas 20 pertanyaan berbentuk multiple choice yang diajukan. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Total nilai untuk jawaban yang benar kemudian dipresentasekan terhadap jumlah nilai maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%) (Khomsan 2000). Variabel karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga. Suku dikategorikan menjadi Jawa, Sunda, Betawi, Sumatra, dan lainnya. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3 berdasarkan Hurlock (1998) yaitu keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8 orang. Pendidikan orang tua dilihat dari lamanya menempuh pendidikan formal terakhir kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, serta akademi/Perguruan Tinggi (PT). Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi tidak bekerja/meninggal/ibu rumah tangga (IRT), buruh, wiraswata/dagang/jasa, TNI/Polri/PNS/BUMN, pegawai swasta, dan lainnya. Pendapatan keluarga dihitung berdasarkan sebaran contoh, kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu rendah (<Rp 250.000/kap/bulan), sedang (Rp 250.000-825.000/kap/bulan), dan tinggi (>Rp 825.000/kap/bulan). Data konsumsi pangan diketahui melalui metode recall 2 x 24 jam. Data konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), vitamin A (RE), dan vitamin C (mg) merujuk pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut: dengan 35 21 KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) keterangan: KGij = kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Data konsumsi buah dan sayur dihitung dengan kesetaraan dalam bentuk padat dan dikonversi ke dalam satuan gram. Konsumsi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur dihitung dengan menggunakan DKBM. Jumlah konsumsi sayur dibagi menjadi 3 kategori yaitu, konsumsi sayur <50 g/hari, 50-100 g/hari, dan >100 g/hari. Jumlah konsumsi buah dibagi menjadi 3 kategori yaitu konsumsi buah <70 g/hari, 70-140 g/hari, dan >140 g/hari. Pengelompokan ini mempertimbangkan bahwa anjuran makan buah dan sayur untuk remaja adalah masing-masing 200 g/hari dan 150 g/hari, sehingga pengelompokan didasarkan pada sepertiga, dua pertiga, dan lebih dari dua pertiga dari angka anjuran tersebut. Frekuensi konsumsi buah dan sayur dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi dari masing-masing jenis buah dan sayur. Rata-rata jumlah dan frekuensi konsumsi jenis buah dan sayur diperoleh dengan cara membagi total jumlah konsumsi per jenis sayur dan per jenis buah dengan jumlah contoh kemudian dikategorikan menjadi kali/minggu dengan tujuan untuk mempermudah perhitungan. Waktu mengonsumsi buah dan sayur digolongkan menjadi pagi, siang, dan malam. Preferensi buah dan sayur bertujuan untuk mengetahui buah dan sayur yang disukai dan tidak disukai serta cara pengolahan buah dan sayur apa yang disukai contoh. Pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner berupa pertanyaan terbuka beserta dengan alasannya kemudian dihitung presentasenya. Pengolahan buah dikelompokan menjadi manisan/asinan, rujak, dan jus sedangkan pengolahan sayur antara lain dikuah, direbus, disantan, atau dilalap mentah. AKG vitamin A dan vitamin C bersumber dari angka yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang dianjurkan: 22 36 TKG = (K x AKGi) x 100% keterangan: TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi (recall) AKGi = angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari Klasifikasi TKG vitamin A dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥77% AKG). Data kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur diperoleh dari data konsumsi pangan yang dikonversi ke dalam kandungan zat gizi (vitamin A dan vitamin C) dengan menggunakan DKBM. Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. Klasifikasi berdasarkan baku WHO NCHS (2007) adalah sebagai berikut : 1. Obesitas (> +2,0 SD) 2. Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD) 3. Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD) 4. Kurus/thinness(< -2,0 SD s/d -3,0 SD) 5. Sangat kurus/severe thinness(< -3,0 SD) Cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Uji statistik inferensia yang digunakan yaitu : 1. Tabulasi frekuensi dan crosstabs dilakukan untuk menganalisis karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi dan preferensi buah dan sayur, serta status gizi contoh. 2. Uji beda independent sample t-test untuk menganalisis perbedaan uang saku, pengetahuan gizi, besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, jumlah konsumsi buah dan sayur, TKG vitamin A dan vitamin C, serta status gizi contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea. 3. Uji Chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jumlah konsumsi buah dan sayur contoh dengan suku dan pekerjaan orang tua. 4. Uji Korelasi Rank Spearman untuk menganalisis hubungan jumlah konsumsi buah dan sayur contoh dengan pendidikan orang tua dan status gizi contoh. 23 37 5. Uji Korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara jumlah konsumsi buah dan sayur pada contoh dengan pengetahuan gizi contoh, besar keluarga, dan pendapatan keluarga. Tabel 2 Kategori untuk masing-masing variabel penelitian No. Variabel 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Uang saku (Rp/bulan) 4. Pengetahuan gizi 5. Suku 6. Besar keluarga 7. Pendidikan orang tua 8. Pekerjaan orang tua 9. Pendapatan keluarga (Rp/kap/bulan) 10. Status Gizi (IMT/U) 11. Jumlah konsumsi buah dan sayur 12. TKG Vitamin A dan C Kategori laki-laki perempuan 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun rendah < 282.500 sedang 282.500-480.000 tinggi > 480.000 kurang (< 60%) sedang (60 - 80%) baik (> 80%) Jawa Sunda Betawi Sumatra lainnya kecil (≤ 4 orang) sedang (5-7 orang) besar (≥ 8 orang) Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Akademi/PT Tidak bekerja/meninggal/IRT Buruh Wiraswasta/dagang/jasa TNI/Polri/PNS/BUMN Pegawai Swasta Lainnya rendah (< 250.000) sedang (250.000 - 825.000) tinggi (> 825.000) Obesitas (> +2,0 SD baku WHO NCHS) Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD baku WHO NCHS) Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD) Kurus/thinness (< -2,0 SD s/d -3,0 SD baku WHO NCHS) Sangat kurus/severe thinness (< -3,0 SD baku WHO NCHS) konsumsi buah <70 g/hari 70-140 g/hari >140 g/hari konsumsi sayur <50 g/hari 50-100 g/hari >100 g/hari kurang (<77% AKG) cukup (≥77% AKG) 24 38 Definisi Operasional Contoh adalah remaja yang duduk di kelas XI SMA yang dipilih secara acak dari masing-masing sekolah. Karakteristik contoh adalah pertanyaan yang meliputi jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi. Uang saku adalah seluruh uang yang diberikan oleh orang tua contoh dalam sebulan yang digunakan oleh contoh untuk keperluan membeli makanan (jajan), transportasi, kesehatan, pendidikan, dan keperluan lainnya yang dinyatakan dalam rupiah (tidak termasuk uang SPP). Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan umum mengenai gizi sebanyak 7 pertanyaan, buah dan sayur sebanyak 3 pertanyaan, buah sebanyak 5 pertanyaan, dan sayur sebanyak 5 pertanyaan. Karakteristik sosial ekonomi keluarga adalah pertanyaan yang meliputi suku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga. Suku adalah suku asal orang tua contoh (ayah dan ibu). Besar keluarga adalah jumlah keluarga inti contoh, keluarga kecil ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh orang tua contoh. Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh keluarga contoh dalam sebulan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kapita per bulan. Buah dan sayur adalah bagian dari tanaman yang dapat berupa daun, bunga, buah, dan akar yang dapat dimakan sebagai pelengkap makan nasi atau dimakan secara terpisah. Konsumsi buah dan sayur adalah konsumsi sayur dan buah dalam hal jenis, jumlah, frekuensi, dan waktu makan. Jumlah konsumsi buah dan sayur adalah jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi baik dalam bentuk mentah atau olahannya maupun dalam bentuk padat atau cair. 25 39 Frekuensi konsumsi buah dan sayur adalah derajat keseringan mengonsumsi buah dan sayur dalam satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam kali/minggu. Preferensi konsumsi buah dan sayur adalah suka atau tidaknya seseorang terhadap suatu jenis buah dan sayur. 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah SMA Negeri 2 Bogor SMA Negeri (SMAN) 2 Bogor memiliki dua lokasi pembelajaran. Lokasi pertama berada di Jalan Keranji Ujung No. 1 Budi Agung Tanah Sareal Bogor yang digunakan untuk semua urusan kegiatan administrasi sekolah dan kegiatan pembelajaran kelas X dan kelas XI. Lokasi kedua terletak di Jalan Mantarena No. 9 Bogor yang digunakan sebagai tempat kegiatan pembelajaran kelas XII. Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang Kurikulum tingkat SMTA, SMAN 2 Bogor telah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi pada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing sekolah. SMAN 2 Bogor memiliki 72 orang guru pada masa tahun ajaran 20082009. Terdapat dua jurusan yang dapat dipilih pada tahun ajaran kedua siswa, yaitu jurusan Ilmu Sosial serta jurusan Ilmu Pasti dan Alam. Sekolah ini juga memiliki program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Program RSBI diikuti oleh seluruh siswa kelas X dan sebagian siswa XI IPA. Sekolah ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Selain ruangan kelas, sekolah ini dilengkapi dengan ruangan penunjang kegiatan belajar mengajar seperti laboratorium IPA, laboratorium komputer, sebuah perpustakaan, dan ruangan multimedia. Fasilitas penunjang lain diantaranya adalah kantin, musholla, ruang UKS, toilet, aula, lapangan olahraga, dan tempat parkir. Kegiatan ekstra kurikuler yang ada antara lain kegiatan agama, nasyid, basketball, softball, JEDA, KIR, LCT, PALASDA, PMR, dan PRAMUKA. Iuran sekolah yang dibebankan kepada siswa kelas XI SMAN 2 Bogor adalah sebesar Rp 160.000 per bulan. SMA Negeri 1 Ciampea SMAN 1 Ciampea terletak di Jalan Raya Cibadak KM 15, Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dengan luas tanah 5570 m2. SMA ini telah memiliki status akreditasi A sejak tahun 2008 dan menggunakan KTSP untuk seluruh tingkat pendidikan mulai tahun ajaran 2008/2009. 27 41 SMA Negeri 1 Ciampea memiliki 726 siswa dan 50 orang guru yang terdiri dari 25 orang guru PNS, 15 guru honorer, serta 10 orang staf Tata Usaha (TU). Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah ini antara lain ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, 18 ruang kegiatan belajar, perpustakaan, lapangan olahraga, ruang laboratorium biologi, ruang ibadah, ruang BP, ruang OSIS, ruang UKS, ruang laboratorium multimedia, 8 WC siswa, 2 WC guru, kantin, dan tempat parkir. Jenis ekstrakurikuler yang diajarkan di sekolah ini antara lain Pramuka, PMR, Pasus Pengibar Bendera, Rohis, basket ball, volley ball, futsal, kesenian, Klub MIPA, English Club, dan Taekwondo. Sekolah ini menetapkan iuran sekolah sebesar Rp 90.000 per bulan untuk siswa kelas XI. Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Siswa SMA yang menjadi contoh dalam penelitian ini adalah siswa putra dan putri kelas XI yang berjumlah 120 orang yaitu 60 orang siswa SMAN 2 Bogor dan 60 orang siswa SMAN 1 Ciampea. Siswa SMAN 2 Bogor terdiri dari 31 orang laki-laki (51,7%) dan 29 perempuan (48,3%) sedangkan siswa SMAN 1 Ciampea terdiri dari 27 orang laki-laki (45,0%) dan 33 orang perempuan (55,0%). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Jenis Kelamin n % n % n % Laki-laki 31 51,7 27 45,0 58 48,3 Perempuan 29 48,3 33 55,0 62 51,7 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan individu dan kecukupan gizi. Contoh yang diteliti adalah siswa yang masih termasuk dalam kategori umur remaja, yaitu yang berkisar antara 15-18 tahun. Berdasarkan sebaran umur, separuh jumlah contoh (53,3%) di SMAN 2 Bogor berumur 16 tahun dan separuh jumlah contoh (51,7%) di SMAN 1 Ciampea berumur 17 tahun. Contoh yang berumur 15 tahun hanya berjumlah satu orang, yaitu yang terdapat di SMAN 2 Bogor dan yang berumur 18 tahun berjumlah dua orang, yaitu di SMAN 1 Ciampea (Tabel 4). Menurut Syamsu (2007), contoh termasuk kategori masa remaja madya yaitu remaja yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. 28 42 Umur 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun TOTAL Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea n % n % 1 1,7 0 0,0 32 53,3 27 45,0 27 45,0 31 51,7 0 0,0 2 3,3 60 100,0 60 100,0 Jumlah n 1 59 58 2 120 % 0,8 49,2 48,3 1,7 100,0 Uang Saku Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan, atau bulanan (Napitu 1994 dalam Lusiana 2008). Uang saku yang diterima oleh contoh digunakan untuk keperluan membeli makanan (jajan), transportasi, kesehatan, pendidikan, dan keperluannya lain. Uang saku ini tidak termasuk untuk membayar SPP. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya uang saku yang diterima oleh anak adalah besarnya pendapatan keluarga. Uang saku yang makin besar membuat seseorang lebih leluasa dalam memilih dan mengonsumsi makanan yang beragam. Rata-rata uang saku contoh yang berada di SMAN 2 Bogor adalah sebesar Rp 484.683,3 ± 228.300,0/bulan lebih tinggi dibandingkan dengan uang saku contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 289.100,0 ± 98.886,9/bulan). Sebaran contoh berdasarkan uang saku disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar uang saku Besar Uang Saku SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea (Rp/bulan) n % n % Rendah (< 282.500) 8 13,3 22 36,7 Sedang (282.500 - 480.000) 29 48,3 35 58,3 Tinggi (> 480.000) 23 38,3 3 5,0 TOTAL 60 100,0 60 100,0 Jumlah n % 30 25,0 64 53,3 26 21,7 120 100,0 Sebagian dari keseluruhan sampel yang diteliti (53,3%) memiliki uang saku sedang yaitu berada pada rentang Rp 282.500-480.000/bulan. Sebagian kecil (13,3%) contoh di SMAN 2 Bogor memiliki uang saku rendah (< Rp 282.500/bulan) sedangkan di SMAN 1 Ciampea masih terdapat 36,7% contoh dengan uang saku rendah. Hanya 5,0% contoh di SMAN 1 Ciampea yang memiliki uang saku di atas Rp 480.000/bulan (tinggi), namun di SMAN 2 Bogor terdapat 23 orang atau sebesar 38,8% contoh yang memiliki uang saku dengan kategori tinggi. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata uang saku antara contoh di SMAN 1 Bogor 29 43 dan SMAN 2 Ciampea (p=0,000). Contoh di SMAN 2 Bogor memiliki rata-rata uang saku yang lebih tinggi daripada contoh di SMAN 1 Ciampea. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan (Suhardjo 1996). Pengetahuan gizi mempengaruhi praktek melalui sikap terhadap makanan. Praktik konsumsi pangan merupakan hasil interaksi dari pengetahuan gizi dan dan sikap terhadap gizi. Tingkat pengetahuan gizi diukur dari pertanyaan-pertanyaan umum mengenai gizi sebanyak 7 pertanyaan, buah dan sayur sebanyak 3 pertanyaan, buah sebanyak 5 pertanyaan, dan sayur sebanyak 5 pertanyaan (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi Jawaban Benar SMAN 2 SMAN 1 Pertanyaan Bogor Ciampea n % n % I.Pengetahuan Gizi Istilah lain dari gizi adalah nutrisi 57 95,0 55 91,7 Susunan menu yang baik nasi, sayur, lauk, buah, dan susu 60 100,0 60 100,0 Terdapat 6 zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 16 26,7 7 11,7 Buah dan sayur termasuk pangan sumber vitamin dan 60 100,0 58 96,7 mineral Vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan C 9 15,0 20 33,3 Xeroftalmia adalah gangguan akibat kekurangan vitamin A 6 10,0 3 5,0 Kelebihan vitamin dalam tubuh disebut hipervitaminosis 43 71,7 36 60,0 II.Pengetahuan umum mengenai buah dan sayur Manfaat dari buah dan sayur adalah sebagai antioksidan 40 66,7 25 41,7 dan untuk melancarkan pencernaan Zat yang memberikan warna pada buah dan sayur disebut 50 83,3 33 55,0 fitokimia Sayuran dan buah termasuk ke dalam sumber zat pengatur 22 36,7 16 26,7 III.Pengetahuan umum mengenai buah Buah yang paling banyak mengandung vitamin C dan dapat 59 98,3 58 96,7 mencegah penyakit sariawan adalah jeruk Anjuran untuk mengonsumsi buah adalah 3-5 porsi/hari 43 71,7 27 45,0 Kandungan pada buah yang berfungsi membersihkan 53 88,3 48 80,0 kotoran dari dalam saluran usus besar adalah serat dan air Phytonutrien yang terdapat di dalam jeruk yang berkhasiat 11 18,3 3 5,0 kesehatan sebagai anti kanker adalah limonoid Enzim yang terdapat di dalam papaya adalah papain 33 55,0 21 35,0 IV.Pengetahuan umum mengenai sayur Proses pengolahan yang baik untuk mempertahankan gizi 49 81,7 28 46,7 sayuran adalah dicuci, dipotong, dan dimasak Sayur kacang-kacangan seperti buncis dan kacang panjang 39 65,0 25 41,7 kaya akan vitamin B Jenis sayuran yang paling banyak mengandung serat 38 63,3 20 33,3 adalah daun singkong Sayuran yang bermanfaat untuk kesehatan penglihatan 57 95,0 39 65,0 adalah sayuran yang berwarna orange/kuning Sayuran yang mengandung karoten adalah wortel 42 70,0 13 21,7 30 44 Dari 20 pertanyaan pengetahuan gizi yang diajukan kepada contoh, terdapat satu pertanyaan yang dijawab benar oleh semua contoh di kedua sekolah (100%), yaitu pertanyaan tentang susunan menu yang baik. Selain itu semua contoh di SMAN 2 Bogor (100%) menjawab benar pertanyaan mengenai buah dan sayur termasuk pangan sumber vitamin dan mineral. Pertanyaan lain yang paling banyak dijawab benar oleh contoh di SMAN 2 Bogor adalah adalah mengenai istilah gizi (95,0%), zat yang memberikan warna pada buah dan sayur (83,3%), contoh buah yang banyak mengandung vitamin C (98,3%), kandungan pada buah (88,3%), proses pengolahan sayur (81,7%), serta warna sayuran yang bermanfaat untuk penglihatan (95,0%). Sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea menjawab pertanyaan benar dalam presentase yang besar hanya pada beberapa pertanyaan, yaitu mengenai istilah gizi (91,7%), buah dan sayur termasuk pangan sumber vitamin dan mineral (96,7%), contoh buah yang banyak mengandung vitamin C (98,3%), dan kandungan pada buah (80,0%). Sembilan puluh persen contoh di SMAN 2 Bogor dan 95% di SMAN 1 Ciampea menjawab salah mengenai istilah xeroftalmia. Sementara itu pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh contoh di kedua sekolah adalah mengenai vitamin yang larut dalam air serta phytonutrien yang terdapat di dalam jeruk. Ketidakmampuan contoh dalam menjawab pertanyaan diduga karena pertanyaan tersebut belum diketahui contoh. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kemudian diberi skor dan dikelompokkan menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian pengetahuan gizi ini didasarkan pada Khomsan (2000), yakni baik dengan skor >80 persen, sedang dengan skor 60 hingga 80 persen, dan kurang dengan skor <60 persen. Sebagian besar contoh (75,0%) di SMAN 2 Bogor memiliki pengetahuan gizi pada kategori sedang sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea paling banyak memiliki pengetahuan gizi pada kategori rendah (75,0%). Proporsi terkecil contoh adalah memiliki pengetahuan gizi tinggi. Hanya terdapat 2 orang (3,3%) di SMAN 2 Bogor dan bahkan tidak ada contoh di SMAN 1 Ciampea yang memiliki pengetahuan gizi tinggi. Dari keseluruhan contoh, sebagian contoh (50,0%) memiliki pengetahuan gizi sedang (Tabel 7). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi contoh di kedua sekolah (p<0,01). Skor rata-rata pengetahuan gizi contoh di SMAN 2 Bogor (65,58 ± 11,05) lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata pengetahuan gizi contoh di SMAN 1 Ciampea (49,58 ± 11,29). 45 31 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Tingkat Pengetahuan Gizi n % n % N % Kurang (< 60%) 13 21,7 45 75,0 58 48,3 Sedang (60 - 80%) 45 75,0 15 25,0 60 50,0 Baik (> 80%) 2 3,3 0 0,0 2 1,7 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio, dan menyaksikan siaran televisi maupun melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Semakin banyak jenis dan informasi tentang gizi dan kesehatan yang diterima seseorang, maka semakin luas wawasan dan pengetahuan tentang hal itu. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Suku Suku orang tua pada keseluruhan contoh cukup bervariasi. Sebagian besar orang tua contoh baik ayah maupun ibu di SMAN 2 Bogor berasal dari suku Sunda, yaitu masing-masing sebanyak 48,3% dan 55,0%. Begitu pula dengan contoh di SMAN 1 Ciampea, mayoritas orang tua contoh berasal dari suku Sunda 66,7% (ayah) dan 78,4% (ibu). Hal ini diduga karena orang tua contoh tinggal dan bekerja di Bogor, sehingga kebanyakan orang tua contoh berasal dari suku Sunda. Selain itu juga sebesar 35,0% ayah dan 33,3% ibu pada contoh di SMAN 2 Bogor serta 15,0% ayah dan 8,3% ibu di SMAN 1 Ciampea berasal dari suku Jawa. Hanya sebagian kecil orang tua contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea yang berasal dari suku Betawi, Sumatra, dan lainnya (Tabel 8). Suku Jawa Sunda Betawi Sumatra Lainnya TOTAL Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan suku orang tua Ayah Ibu SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea n % n % n % n % 21 35,0 9 15,0 20 33,3 5 8,3 29 48,3 40 66,7 33 55,0 47 78,4 2 3,3 7 11,7 3 5,0 2 3,3 7 11,7 2 3,3 4 6,7 3 5,0 1 1,7 2 3,3 0 0,0 3 5,0 60 100,0 60 100,0 60 100,0 60 100,0 Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa, kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebudayaan tidak hanya menentukan makanan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan 46 32 bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama (Suhardjo 1989). Besar Keluarga Keluarga inti (core familiy) terdiri dari ayah, ibu, anak-anak baik kandung maupun angkat (Sediaoetama 2006). Akan tetapi ada keluarga yang hanya terdiri dari ayah atau ibu dan anak, karena salah satu orang tua telah meninggal dunia. Besar keluarga menurut Hurlock (1998) dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8 orang. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Rata-rata besar keluarga contoh di SMAN 2 Bogor adalah 4,9 ± 1,15 orang sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 5,82 ± 1,818 orang. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebesar 38,3% contoh di SMAN 2 Bogor dan 20,0% contoh di SMAN 1 Ciampea merupakan keluarga kecil (≤ 4 orang). Sebagian besar contoh baik di SMAN 2 Bogor (58,3%) maupun di SMAN 1 Ciampea (63,3%) mempunyai keluarga sedang (5-6 orang). Selain itu, hanya sebesar 3,3% contoh di SMAN 2 Bogor dan 16,7% contoh di SMAN 1 Ciampea yang merupakan keluarga besar (≥ 8 orang). Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada besar keluarga di kedua sekolah (p<0,05). Rata-rata besar keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea lebih besar dibandingkan dengan rata-rata besar keluarga di SMAN 2 Bogor. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Besar Keluarga n % n % Kecil (≤ 4 orang) 23 38,3 12 20,0 Sedang (5 - 7 orang) 35 58,3 38 63,3 Besar (≥ 8 orang) 2 3,3 10 16,7 TOTAL 60 100,0 60 100,0 Jumlah n % 35 29,2 73 60,8 12 10,0 120 100,0 Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya pada keluarga yang berpendapatan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota 33 47 keluarganya sedikit. Pada taraf ekonomi yang sama, keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi kebutuhannya jika dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anak yang sedikit (Suhardjo 1989). Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk, dan perawatan kesehatan. Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial yang dapat mencerminkan keadaan sosial seseorang. Tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh dibagi menjadi tidak tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan tamat akademi/PT. Tabel 10 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (65,0%) di SMAN 2 Bogor mempunyai ayah dengan tingkat pendidikan sampai dengan tamat akademi/PT, namun di SMAN 1 Ciampea hanya terdapat 8,3% ayah contoh dengan tingkat pendidikan sampai akademi/PT. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah contoh di SMAN 2 Bogor sudah cukup baik, namun di SMAN 1 Ciampea masih kurang baik, karena kebanyakan ayah contoh (58,3%) hanya sampai dengan lulusan SMA/sederajat dan masih ada yang tidak tamat SD serta 16,7% ayah contoh menempuh pendidikannya hanya sampai SD/sederajat. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua Ayah Ibu Pendidikan Orang SMAN 2 SMAN 1 SMAN 2 Tua Bogor Ciampea Bogor n % n % n % tidak tamat SD 0 0,0 1 1,7 0 0,0 SD/sederajat 1 1,7 10 16,7 1 1,7 SMP/sederajat 0 0,0 9 15,0 0 0,0 SMA/sederajat 20 33,3 35 58,3 30 50,0 Akademi/PT 39 65,0 5 8,3 29 48,4 TOTAL 60 100,0 60 100,0 60 100,0 SMAN 1 Ciampea n % 1 1,7 19 31,7 12 20,0 24 40,0 4 6,7 60 100,0 Pendidikan ibu contoh sampai tingkat SMA/sederajat adalah sebesar 50,0% di SMAN 2 Bogor dan sebesar 40,0% di SMAN 1 Ciampea. Sebesar 48,4% contoh di SMAN 2 Bogor dan 6,7% contoh di SMAN 1 Ciampea mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan sampai akademi/PT. Masih terdapat satu orang ibu contoh di SMAN 1 Ciampea yang tidak tamat SD dan 31,7% yang 34 48 tingkat pendidikannya hanya sampai SD/sederajat. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap asupan makanan serta gizi anak-anaknya, seperti yang dikemukakan Suhardjo (1996), tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Berdasarkan uji t diketahui bahwa terdapat perbedaan pada pendidikan ayah dan ibu contoh di kedua sekolah (p<0,01). Pendidikan orang tua contoh di SMAN 2 Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan orang tua contoh di SMAN 1 Ciampea. Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan orang tua merupakan salah satu indikator dari besarnya pendapatan keluarga (Jahari dalam Rejeki 2000). Terlihat pada Tabel 11 bahwa persentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah bekerja sebagai TNI/Polri/PNS/BUMN (55,0%) sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah sebagai wiraswata (46,6%). Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan presentase masing-masing sebesar 55,0% dan 81,6%. Terdapat 3,3% ayah contoh di SMAN 2 Bogor yang tidak bekerja, sedangkan di SMAN 1 Ciampea salah satunya ayah contoh sudah meninggal. Presentase ayah contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta terlihat lebih besar pada SMAN 2 Bogor (25,0%) dibandingkan pada SMAN 1 Ciampea (13,3%). Sementara itu terdapat 16,7% ayah contoh di SMAN 1 Ciampea yang bekerja sebagai buruh sedangkan tidak seorang pun ayah contoh di SMAN 2 Bogor yang bekerja sebagai buruh. Demikian juga untuk pekerjaan ibu contoh, presentase ibu contoh yang bekerja sebagai PNS dan pegawai swasta lebih banyak pada SMAN 2 Bogor dibandingkan pada SMAN 1 Ciampea. Pekerjaan orang tua contoh yang lainnya antara lain dokter hewan, anggota dewan, sopir, dan guru swasta. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989). 49 35 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Ayah Ibu SMAN 2 SMAN 1 SMAN 2 Pekerjaan Orang tua Bogor Ciampea Bogor n % n % n % Tidak bekerja/meninggal/IRT 2 3,3 2 3,3 33 55,0 Buruh 0 0,0 10 16,7 0 0,0 Wiraswasta/dagang/jasa 6 10,0 28 46,6 4 6,7 TNI/Polri/PNS/BUMN 33 55,0 12 20,0 15 25,0 Pegawai Swasta 15 25,0 8 13,3 5 8,3 Lainnya 3 5,0 1 1,7 3 5,0 TOTAL 60 100,0 60 100,0 60 100,0 SMAN 1 Ciampea n % 49 81,6 1 1,7 4 6,7 5 8,3 1 1,7 0 0,0 60 100,0 Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga setiap bulannya. Besar pendapatan keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan sebaran contoh. Berdasarkan hasil penelitian, pendapatan keluarga contoh di kedua sekolah berkisar antara Rp 38.461,5/kap/bulan-Rp 3.333.333,3/kap/bulan. Sebagian besar pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (51,7%) dan SMAN 1 Ciampea (55,0%) berada pada rentang Rp 250.000-825.000/kap/bulan. Sementara itu terdapat 43,3% pendapatan keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea yang berada dalam kategori rendah namun hanya terdapat 1,7% contoh di SMAN 2 Bogor dengan pendapatan keluarga yang rendah (Tabel 12). Hasil uji beda independent sample t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan keluarga di SMAN 1 Bogor dan SMAN 1 Ciampea (p=0,000). Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 Bogor (Rp 965.982,1 ± 634.486,8/kap/bulan) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea (Rp 284.501,1 ± 169.743,1/kapita/bulan). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Pendapatan Keluarga (Rp/kapita/bulan) n % n % n % Rendah (< 250.000) 1 1,7 26 43,3 27 22,5 Sedang (250.000 - 825.000) 31 51,7 33 55,0 64 53,3 Tinggi (> 825.000) 28 46,7 1 1,7 29 24,2 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Konsumsi Buah dan Sayur Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dinikmati dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama sayuran (Sulistijani 2005). Jumlah konsumsi buah dan 36 50 sayur adalah banyaknya buah dan sayur yang dikonsumsi contoh yang dihitung dengan recall 2 x 24 jam. Pada penelitian ini jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi contoh adalah beratnya yang diukur dengan satuan gram (g). Konsumsi buah contoh berkisar antara 7-446 g/hari, dan terdapat 42 contoh (35%) selama 2 hari tidak mengonsumsi buah sama sekali. Rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah dibandingkan rata-rata konsumsi buah SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Dibandingkan anjuran konsumsi buah dalam sehari yaitu 200 g/hari (Depkes 1991 dalam Setiowati 2000), maka konsumsi buah contoh di SMAN 2 Bogor baru mencapai 40,6% sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea baru mencapai 44,3%. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur di SMU I Pamekasan dan SMU I Bogor masing-masing adalah 95,2 g/hari dan 90,4 g/hari. Hasil uji beda Independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di kedua sekolah, yaitu ditunjukan oleh nilai p>0,05. Jumlah buah yang dikonsumsi oleh keseluruhan contoh dapat dilihat pada Lampiran 13. Menurut Hardono (1998) dalam Setiowati (2000), masih rendahnya konsumsi buah di Indonesia terkait dengan beberapa faktor, disamping pendapatan, konsumsi buah tersebut tampaknya juga terkait dengan masalah masih rendahnya kesadaran mengonsumsi buah (sebagai sumber vitamin, mineral atau protein nabati), rendahnya ketersediaan buah, dan kurangnya keterjangkauan konsumsi produk oleh rumah tangga. Sebagian besar contoh di kedua sekolah mengonsumsi buah kurang dari 70 gram/hari, yaitu masing-masing 56,7% di SMAN 2 Bogor dan 61,7% di SMAN 1 Ciampea. Sementara itu terdapat 18,3% di SMAN 2 Bogor dan 15,0% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi buah sebesar 70-140 gram/hari. Dari keseluruhan contoh, terdapat 24,2% contoh yang mengonsumsi buah sebesar >140 gram/hari, yaitu masing-masing 25,0% di SMAN 2 Bogor dan 23,3% di SMAN 1 Ciampea, dari jumlah tersebut terdapat 7 orang (11,7%) contoh di SMAN 2 Bogor dan 9 orang (15%) contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah lebih dari jumlah yang dianjurkan (200 g/hari). Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dapat dilihat pada Tabel 13. 37 51 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Konsumsi Buah (gram/hari) n % n % n % < 70 34 56,7 37 61,7 71 59,2 70-140 11 18,3 9 15,0 20 16,7 > 140 15 25,0 14 23,3 29 24,2 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Konsumsi sayur contoh berkisar antara 2-241 g/hari, ada 9 contoh (7,5%) yang tidak mengonsumsi sayur selama 2 hari. Rata-rata konsumsi sayur SMAN 2 Bogor adalah 64,3 g/hari, sedangkan rata-rata konsumsi sayur SMAN 1 Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi sayur diantara kedua sekolah (p<0,01). Rata-rata konsumsi sayur pada kedua contoh belum mencapai separuh dari jumlah konsumsi sayur yang dianjurkan pada usia remaja, yaitu 150 g/hari, masingmasing baru mencapai 42,9% untuk SMAN 2 Bogor dan 47,6% untuk SMAN 1 Ciampea. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur siswa SMU I Bogor adalah sebesar 76,1 g/hari dan SMU I Pamekasan sebesar 66,1 g/hari. Selain itu, hasil ini lebih baik dari penelitian Rejeki (2000) yang meneliti konsumsi sayur pada remaja putri di perkotaan dengan hasil rata-rata sebesar 32 g/hari. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa masih sedikit contoh yang mengonsumsi sayur sebesar > 100 g/hari di kedua sekolah (20%). Kebanyakan contoh di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi sayur sebanyak 50-100 g/hari, yaitu sebanyak 41,7%. Sementara itu terdapat 40,0% contoh di SMAN 2 Bogor yang mengonsumsi sayur < 50 g/hari dan 50-100 g/hari serta terdapat 38,3% di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi sayur sebanyak < 50 g/hari. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Konsumsi Sayur (gram/hari) n % n % n % < 50 24 40,0 23 38,3 47 39,2 50-100 24 40,0 25 41,7 49 40,8 > 100 12 20,0 12 20,0 24 20,0 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Muchtadi (2001) mengungkapkan bahwa perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia telah menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada hampir semua provinsi di Indonesia. Saat ini orang cenderung mengonsumsi makanan yang serba instan dan praktis. Adanya 52 38 kecenderungan tersebut menyebabkan rendahnya konsumsi sayuran pada masyarakat, karena adanya upaya pemenuhan kebutuhan vitamin melalui konsumsi berbagai suplemen vitamin yang tersedia di pasaran. Frekuensi Konsumsi Jenis Buah dan Sayur Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial, dan alasan kesehatan. Faktorfaktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motovasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, dan pendidikan (Riyadi 1996). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, maupun kali per bulan, dalam hal ini disamakan menjadi kali/minggu untuk mempermudah perhitungan. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi tinggi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998). Untuk mengukur konsumsi buah dan sayur pada contoh, selain dari segi jumlah, frekuensi yang dikonsumsi juga penting. Frekuensi konsumsi jenis buah dan sayur adalah seberapa sering contoh mengonsumsi setiap jenis buah dan sayur dalam periode satu bulan. Buah yang paling banyak dikonsumsi dikedua contoh adalah jeruk manis, yaitu masing-masing sebesar 80,0% di SMAN 2 Bogor dan 60,0% di SMAN 1 Ciampea. Selain itu sebanyak 66,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 41,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi apel, sebanyak 46,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 31,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi pisang ambon, sebanyak 50,0% contoh di SMAN 2 Bogor dan 48,3% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi mangga, sebanyak 40,0% contoh di SMAN 2 Bogor dan 40,0% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi jambu biji, dan seterusnya (Tabel 15). Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam seminggu terakhir adalah jeruk manis, yaitu 5,28 kali/minggu untuk SMAN 2 Bogor dan 2,23 kali/minggu untuk SMAN 1 Ciampea. Jeruk merupakan buah sumber komponen fitokimia berupa coumarin, limonoid, phenolic, serta terpene dan monoterpene yang antara lain berfungsi dalam menambah kekebalan, mendorong mekanisme antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, anti mikrobial, dan detoksifikasi (Wirakusumah 1998). Jeruk yang dikonsumsi contoh tidak 39 53 hanya dalam bentuk buah utuh (padat) namun juga dalam bentuk cair seperti jus jeruk. Menurut Rositawaty (2007), jus jeruk bermanfaat untuk sistem kekebalan, proteksi terhadap anemia, sumber yang paling baik untuk vitamin C dan asam folat. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi buah dan rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis buah yang dikonsumsi Jumlah Contoh Rata-rata Frekuensi SMAN 2 Konsumsi Buah (kali/minggu) SMAN 1 Ciampea Jenis Buah Bogor SMAN 2 SMAN 1 n % n % Bogor Ciampea Jeruk manis 48 80,0 36 60,0 5,28 2,23 Apel 40 66,7 25 41,7 2,43 1,33 Pisang ambon 28 46,7 19 31,7 2,17 1,17 Mangga 30 50,0 29 48,3 1,90 1,17 Jambu biji 24 40,0 30 50,0 1,73 1,97 Semangka 26 43,3 23 38,3 1,72 1,10 Pepaya 25 41,7 22 36,7 1,38 1,13 Jambu air 21 35,0 27 45,0 1,15 1,82 Alpukat 21 35,0 19 31,7 1,10 0,73 Melon 29 48,3 20 33,3 0,98 1,15 Rambutan 14 23,3 12 20,0 0,82 0,70 Belimbing 15 25,0 17 28,3 0,53 0,98 Nanas 16 26,7 10 16,7 0,47 0,62 Lengkeng 11 18,3 14 23,3 0,43 0,88 Kedondong 8 13,3 18 30,0 0,37 0,60 Nangka 11 18,3 11 18,3 0,27 0,45 Duku 8 13,3 12 20,0 0,17 0,35 Sawo 3 5,0 7 11,7 0,05 0,23 Sayur yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor dalam waktu satu minggu terakhir adalah wortel yaitu 83,3% sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah bayam yaitu 78,3%. Sementara itu sebanyak 66,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 41,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi cabe rawit, sebanyak 61,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 51,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi ketimun, sebanyak 61,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 48,3% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi tomat, sebanyak 80,0% contoh di SMAN 2 Bogor dan 61,7% di SMAN 1 Ciampea mengonsumsi kangkung, dan seterusnya. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis sayur yang dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur yang terbesar di kedua contoh adalah cabe rawit dengan rata-rata frekuensi 5,27 kali/minggu di SMAN 2 Bogor dan 4,03 kali/minggu di SMAN 1 Ciampea. Contoh biasanya mengonsumsi cabe rawit untuk campuran mie instan, sambal, maupun campuran dengan masakan lain. 4054 Sayur lain yang sering (> 3 kali/minggu) dikonsumsi oleh contoh di SMAN 2 Bogor antara lain bayam, daun bawang, kangkung, ketimun, tomat, dan wortel sedangkan di SMAN 1 Ciampea hanya bayam dan ketimun. Kelompok sayuran yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah jenis-jenis sayuran yang merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan, misalnya wortel banyak mengandung vitamin A, selanjutnya bayam, kangkung, banyak mengandung zat besi, fosfor, dan serat-serat alami lainnya, tomat banyak mengandung vitamin C dan Fe yang tinggi, ketimun memiliki kandungan air sampai 90 persen, diperkaya vitamin A, vitamin C, kalsium, kalium, magnesium, dan sulfur (Rositawaty 2007). Teori menyebutkan bahwa konsumsi sayuran dalam frekuensi yang tepat dapat mendukung meningkatnya sistem kekebalan tubuh. Nasution, Riyadi, dan Mudjajanto (1995) menyebutkan bahwa sayuran merupakan golongan makanan yang berfungsi menyediakan sumber zat pengatur dan pelindung yang penting untuk mengatur proses-proses biokimiawi di dalam tubuh, diantaranya dalam metabolisme energi. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur dan rata-rata frekuensi konsumsi menurut jenis sayur yang dikonsumsi Jumlah Contoh Rata-rata Frekuensi Konsumsi Sayur (kali/minggu) SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jenis Sayur SMAN 2 SMAN 1 n % n % Bogor Ciampea Cabe rawit 40 66,7 25 41,7 5,27 4,03 Wortel 50 83,3 37 61,7 4,63 2,85 Daun bawang 37 61,7 14 23,3 4,18 1,50 Ketimun 37 61,7 31 51,7 4,10 3,78 Tomat 37 61,7 29 48,3 4,08 2,70 Kangkung 48 80,0 37 61,7 4,05 1,95 Bayam 47 78,3 47 78,3 3,13 3,05 Sawi 35 58,3 26 43,3 2,38 1,65 Tauge 35 58,3 24 40,0 1,98 1,60 Kacang panjang 32 53,3 25 41,7 1,67 0,97 Bunga kol 34 56,7 15 25,0 1,63 0,75 Buncis 35 58,3 25 41,7 1,35 1,35 Jagung muda 27 45,0 22 36,7 1,23 1,17 Jamur segar 23 38,3 13 21,7 1,00 0,52 Terong 17 28,3 7 11,7 0,87 0,28 Daun singkong 19 31,7 20 33,3 0,77 0,87 Daun melinjo 17 28,3 14 23,3 0,60 1,05 Oyong 7 11,7 4 6,7 0,43 0,20 Daun papaya 11 18,3 3 5,0 0,27 0,08 Labu siam 11 18,3 6 10,0 0,25 0,22 Pare 5 8,3 7 11,7 0,25 0,37 Pepaya muda 7 11,7 12 20,0 0,23 0,52 Lobak 6 10,0 1 1,7 0,22 0,03 Rebung 2 3,3 3 5,0 0,12 0,08 55 41 Waktu Mengonsumsi Buah dan Sayur Waktu dibagi menjadi pagi, siang, dan malam. Tabel 17 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur. Sebagian besar contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang, yaitu 43,3% di SMAN 2 Bogor dan 51,7% di SMAN 1 Ciampea. Hal ini disebabkan karena kedua contoh bersekolah pagi sehingga pada siang hari contoh sudah berada di rumah sehingga contoh dapat makan lebih leluasa. Selain itu buah dan sayur juga dikonsumsi contoh saat jajanan sewaktu istirahat maupun pulang sekolah, seperti jus maupun sayuran yang tercampur dalam makanan yang mereka beli. Terdapat 26,7% contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah dan sayur di pagi hari, lebih banyak daripada di SMAN 2 Bogor (15,0%). Hal ini diduga karena ibu contoh yang bekerja sebagai ibu rumah tangga di SMAN 1 Ciampea lebih banyak dibandingkan dengan di SMAN 2 Bogor sehingga ibu dapat menyediakan sarapan yang mengandung unsur 4 sehat 5 sempurna, termasuk buah dan sayur. Selain itu terdapat 41,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 21,6% contoh di SMAN 1 Ciampea yang mengonsumsi buah dan sayur pada malam hari. Melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada contoh, diperoleh informasi bahwa kebanyakan contoh yang mengonsumsi buah pada malam hari dilakukan sebagai pencuci mulut setelah makan (dessert) bahkan terdapat contoh yang mengonsumsi buah sebagai pengganti makan malam. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan waktu konsumsi buah dan sayur SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Waktu Konsumsi Buah dan Sayur n % n % n % Pagi 9 15,0 16 26,7 25 20,8 Siang 26 43,3 31 51,7 57 47,5 Malam 25 41,7 13 21,6 38 31,7 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Preferensi Buah dan Sayur Buah dan Sayur yang Paling Disukai dan Tidak Disukai Buah dan sayur kesukaan adalah buah dan sayur yang paling disukai oleh contoh. Pertanyaan ini berbentuk pertanyaan terbuka sehingga contoh dapat menulis buah dan sayur yang paling disukai beserta alasan mengapa contoh buah dan sayur tersebut. Begitu pula dengan buah dan sayur yang tidak disukai. Buah kesukaan yang disukai contoh dikedua sekolah sangatlah beragam. Dari hasil penelitian (Tabel 18), buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk, yaitu dengan 42 56 presentase masing-masing 18,3% dan 30,0%. Alasan yang dikemukakan oleh seluruh contoh mengapa menyukai buah jeruk adalah karena segar, bervitamin C, manis, dan warnanya menarik. Zat kimia yang terkandung di dalam jeruk sangat baik untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh, menghindari sumbatan lendir di tenggorokan, menyembuhkan batuk, dan menurunkan demam. Vitamin C yang terkandung di dalam jeruk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan, tetapi juga untuk kecantikan kulit. Vitamin C pun dikenal sebagai antioksidan yang ampuh melawan radikal bebas. Selain itu juga sebesar 11,7% contoh di SMAN 2 Bogor menyukai melon serta semangka, apel, dan pir masing-masing 10,0% sedangkan di SMAN 1 Ciampea menyukai apel (13,3%) dan melon (10,0%). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis buah yang disukai dan tidak disukai SMAN 2 SMAN 1 Jenis Buah Bogor Ciampea Alasan Disukai n % n % 30,0 Segar, bervitamin C, manis, warnanya menarik Jeruk 11 18,3 18 Melon 7 11,7 6 10,0 Manis, bervitamin, segar, banyak air, enak Semangka 6 10,0 2 3,3 Banyak air, manis Apel 6 10,0 8 13,3 Enak, manis, segar, bervitamin Pir 6 10,0 4 6,7 Manis, bervitamin, enak Mangga 5 8,3 1 1,7 Manis, segar, bervitamin, enak Alpukat 5 8,3 6 10,0 Enak, mengenyangkan, sehat untuk kulit Anggur 4 6,7 6 10,0 Manis, enak, warna menarik, segar Tidak n % n % Alasan Disukai Mengkudu 16 26,7 6 10,0 Pahit, bau, tidak enak Pepaya 8 13,3 5 8,3 Bau, lembek, tidak enak 15,0 Tidak enak, bau, terlalu manis, lembek, mual Durian 5 8,3 9 Kedondong 4 6,7 4 6,7 Tidak enak, asam, keras, sedikit mengandung air Duku 4 6,7 0 0,0 Pahit, susah dimakan Pisang 3 5,0 3 5,0 Lembek, bau Sawo 3 5,0 4 6,7 Tidak enak Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu yaitu dengan presentase 26,7%. Contoh tidak menyukai buah mengkudu dengan alasan karena pahit, bau, dan tidak enak. Buah yang paling tidak disukai contoh di SMAN 1 Ciampea adalah durian, dengan alasan tidak enak, bau, terlalu manis, lembek, dan membuat mual. Selain itu, contoh di SMAN 2 Bogor tidak menyukai pepaya (13,3%) dan durian (8,3%) sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea tidak menyukai mengkudu (10,0%) dan pepaya (8,3%). Buah lainnya yang disukai dan tidak disukai contoh di kedua sekolah beserta alasannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Jenis sayur yang disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam dengan alasan sehat, bergizi, dan lezat. Bayam mengandung banyak zat gizi, antara lain 43 57 air, kalori, karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin, dan mineral (Soehardi 2004). Selain itu contoh di kedua sekolah juga menyukai kangkung, dan wortel. Alasan contoh menyukai sayur tersebut adalah karena sehat, bergizi, lezat, enak, mengandung serat, dan baik untuk mata. Pemilihan sayur oleh contoh sudah cukup baik, misalnya pemilihan terhadap sayur hijau seperti bayam dan kangkung, yang selain mengandung vitamin A cukup besar juga mengandung kalsium dalam jumlah cukup besar pula, yang tentunya sangat dibutuhkan oleh remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan. Selain itu juga, pemilihan terhadap sayur wortel juga sudah cukup baik, wortel sangat berguna untuk kesehatan mata karena mengandung vitamin A dalam jumlah yang sangat besar. Sebagian besar contoh, yaitu sebesar 40,0% di SMAN 2 Bogor dan 38,3% di SMAN 1 Ciampea tidak menyukai sayur pare dengan alasan pahit, tidak enak, dan bau (Tabel 19). Selain itu terdapat 8,3% contoh di SMAN 2 Bogor tidak menyukai terong, dan dengan jumlah yang sama di SMAN 1 Ciampea tidak menyukai terong dan ketimun dengan alasan tidak enak, pahit, dan lembek. Sayur lainnya yang disukai dan tidak disukai contoh di kedua sekolah beserta alasannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis sayur yang disukai dan tidak disukai SMAN 2 SMAN 1 Jenis Sayur Bogor Ciampea Alasan Disukai n % n % 30,0 38,3 Bayam 18 23 Sehat, bergizi, lezat Kangkung 16 26,7 10 16,7 Enak, mengandung serat Wortel 11 18,3 10 16,7 Enak, bergizi, baik untuk mata Labu siam 1 1,7 4 6,7 Enak, mudah dicerna Sawi 2 3,3 3 5,0 Enak Kol 2 3,3 2 3,3 Enak Tidak Disukai n % n % Alasan 40,0 31,7 Pare 24 19 Pahit, tidak enak, bau Terong 5 8,3 5 8,3 Tidak enak, pahit, lembek Ketimun 0 0,0 5 8,3 Tidak enak Daun pepaya 4 6,7 4 6,7 Pahit Bayam 1 1,7 4 6,7 Tidak enak, lembek Wortel 4 6,7 4 6,7 Tidak enak Pengolahan Buah dan Sayur yang Disukai Buah-buahan dalam dunia kuliner dihidangkan sebagai makanan penutup atau hidangan terakhir dari suatu jamuan makanan sehari-hari. Sering disebut dengan istilah pencuci mulut. Hal ini mungkin karena buah-buahan itu dapat menetralkan rongga mulut setelah makan nasi dengan berbagai macam lauk pauk dengan aneka rasa dan bau. Selain sebagai makanan penutup, buah- 44 58 buahan juga dapat dimasak atau diolah menjadi makanan kecil atau jajan (misalnya dicampurkan dalam pembuatan puding, kue-kue kecil, dan cake), sebagai minuman (seperti jus aneka buah), slada buah, rujak, asinan, manisan, dan diawet dalam bentuk kalengan (Tarwotjo 1998). Cara pengolahan buah dalam penelitian ini digolongkan menjadi manisan/asinan, rujak, dan jus. Sebagian besar contoh (63,3%) di SMAN 2 Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus sedangkan contoh di SMAN 1 Ciampea menyukai rujak (45,0%) (Tabel 20). Contoh di SMAN 2 Bogor menyukai jus buah diduga karena contoh sering membeli jus dengan aneka rasa buah di kantin sewaktu istirahat maupun pulang sekolah. Mengonsumsi buah dalam bentuk jus bisa memberikan manfaat yang lebih optimal bagi tubuh dibandingkan dengan mengonsumsinya dalam bentuk buah segar. Jus buah mudah dicerna, zat gizinya tak terbuang, serta bermanfaat mencegah dan membantu proses penyembuhan berbagai penyakit (Rusilanti 2007). Sebelum sayuran dimasak, perlu dibersihkan dari bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, kemudian dicuci dalam air bersih dan cukup, baru dipotongpotong sesuai dengan resep, lalu diberi bumbu, dan dimasak. Sayuran dapat dimasak dengan cara direbus, ditumis, digoreng, dibakar, dikukus, dan dipepes (Tarwotjo 1998). Pengolahan sayur dalam penelitian ini dibedakan menjadi dikuah, direbus, disantan, atau dilalap mentah. Menurut Riyadi (1996), pada umumnya budaya makan sayur di Indonesia berupa sayuran olahan (sayur masak). Hanya ada beberapa suku saja, seperti Sunda, yang memiliki kebiasaan makan sayur tanpa pemasakan, misalnya lalapan dan keredok. Berdasarkan Tabel 20 juga diketahui bahwa separuh jumlah contoh di SMAN 2 Bogor (50,0%) dan di SMAN 1 Ciampea (55,0%) menyukai pengolahan sayur dengan cara direbus. Alasan contoh menyukai jenis pengolahan ini dibandingkan dengan lainnya karena enak, sayur menjadi lebih matang dan lembek, serta lebih segar karena dikonsumsi bersama kuahnya. Menurut Anwar dan Hartoyo (1996), perebusan sayuran yang dilakukan dalam air berlebihan dan airnya dibuang akan menyebabkan kehilangan sebagian vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C). Pemasakan menggunakan air secukupnya dan dikonsumsi dengan kuahnya dapat mengoptimalkan pemanfaatan zat gizi (terutama vitamin larut air). Selain itu banyak juga contoh yang menyukai pengolahan sayur dengan cara ditumis, yaitu masing-masing 48,3% di SMAN 2 Bogor dan 43,3% di SMAN 1 Ciampea. Contoh beranggapan bahwa sayuran 45 59 yang ditumis memiliki rasa, aroma, dan rupa yang lebih menarik dibandingkan dengan cara pengolahan lainnya. Menurut Anwar dan Hartoyo (1996), pengolahan sayuran dengan minyak (ditumis atau disantan merupakan cara yang paling baik apabila sayuran tersebut digunakan sebagai sumber vitamin A. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pengolahan buah dan sayur yang disukai SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Pengolahan Buah n % n % n % Manisan/asinan 5 8,3 10 16,7 15 12,5 Rujak 17 28,3 27 45,0 44 36,7 Jus 38 63,3 23 38,3 61 50,8 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Pengolahan Sayur n % n % n % Ditumis 29 48,3 26 43,3 55 45,8 Direbus 30 50,0 33 55,0 63 52,6 Disantan 0 0,0 1 1,7 1 0,8 Segar (lalap) 1 1,7 0 0,0 1 0,8 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) Vitamin A dan Vitamin C Rata-rata konsumsi vitamin A contoh di SMAN 2 Bogor adalah 816,13 RE dan rata-rata konsumsi vitamin C contoh adalah 68,06 mg sedangkan rata-rata konsumsi vitamin A contoh di SMAN 1 Ciampea adalah 890,27 RE dan rata-rata konsumsi vitamin C contoh adalah 61,86 mg. Jika dibandingkan dengan AKG vitamin A dan vitamin C rata-rata contoh maka diperoleh rata-rata TKG vitamin A contoh di SMAN 2 Bogor sebesar 136,02% dan vitamin C 82,47%. TKG vitamin A contoh di SMAN 1 Ciampea lebih besar nilainya, yaitu 148,38% dan vitamin C 76,48%. Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (< 77% AKG) dan cukup (≥ 77% AKG). Tingkat kecukupan vitamin C contoh di SMAN 2 Bogor termasuk dalam kategori cukup sedangkan di SMAN 1 Ciampea termasuk dalam kategori kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya contoh mengonsumsi sumber vitamin C. Berdasarkan konsumsi dan kecukupan contoh maka jumlah konsumsi vitamin C kurang sebanyak 19,89 mg. Tingkat kecukupan vitamin A di kedua sekolah berlebih, masing-masing 216,13 RE (26,48%) di SMAN 2 Bogor dan 290,27 RE (32,6%), namun kelebihan vitamin dan mineral sampai 20 persen masih dapat ditolerir asal tidak berlangsung dalam waktu yang lama (Briawan dan Hardinsyah 1994). Kelebihan vitamin A akan disimpan di dalam lemak dan bila terlalu banyak jumlahnya maka warna kulit akan terlihat kekuningan (Almatsier 2004), oleh karena itu asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta 46 60 menghindari kelebihan konsumsi vitamin A. Hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan TKG vitamin A dan vitamin C di kedua sekolah (p>0,05). Tabel 21 menunjukkan tingkat kecukupan vitamin A dan C di kedua sekolah. Tabel 21 Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C Vitamin A SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Total Konsumsi (RE) 816,13 890,27 Angka Kecukupan (RE) 600,00 600,00 TKG Vitamin A (%) 136,02 148,38 Vitamin C SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Total Konsumsi (mg) 68,06 61,86 Angka Kecukupan (mg) 82,58 81,75 TKG Vitamin C (%) 82,47 76,48 Kontribusi Vitamin A dan Vitamin C dari Buah dan Sayur Terhadap Total Konsumsi Sayur dan buah mengandung zat gizi terbesar yaitu berupa vitamin terutama vitamin A dan vitamin C (Marliyati, Sulaeman, & Anwar 1992). Selain itu bauh juga mengandung vitamin B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan zat besi (Muchtadi dan Sugiyono 1992) sedangkan sayur mengandung zat gizi lain antara lain vitamin B, sumber Ca dan Fe, dan menyumbang sedikit kalori serta sejumlah elemen mikro. Selain itu sayuran juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) serta sejumlah antioksidan yang telah terbukti mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi 2000). Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh tubuh. Apabila orang kekurangan vitamin dan mineral dalam susunan hidangannya sehari-hari dalam waktu yang lama, maka akan menderita berbagai penyakit kekurangan vitamin dan mineral. Sumber vitamin A dan vitamin C yang dikonsumsi contoh berasal dari berbagai pangan, salah satunya berasal dari buah dan sayur sebagai penyumbang vitamin terbesar. Pangan yang mengandung cukup tinggi vitamin A antara lain protein hewani, sepeti hati, telur, dan makanan yang digoreng karena minyak goreng memiliki kandungan vitamin A yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi vitamin A dari buah terhadap total konsumsi vitamin A di kedua sekolah masih sangat rendah dan hampir sama nilainya diantara kedua sekolah (3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di SMAN 1 Ciampea). Lain halnya dengan kontribusi vitamin C dari buah yang sudah mencapai 61,67% untuk SMAN 2 Bogor dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea. Hasil ini berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2000) yang 47 61 mengatakan bahwa kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah masing-masing lebih kurang 4,00% dan 30,00%, dengan contoh adalah remaja yang tinggal di dekat produksi buah dan sayur maupun yang letaknya jauh. Kontribusi vitamin A dari sayur terhadap total konsumsi vitamin A adalah 33,98% di SMAN 2 Bogor sedangkan di SMAN 1 Ciampea nilainya lebih rendah yaitu 29,08%. Rata-rata kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi mencapai 21,42% di SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1 Ciampea. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Setiowati (2000) pada remaja yang mengatakan bahwa kontribusi vitamin A dari sayur adalah lebih dari 40,0% dan kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi lebih dari 50,0%. Rata-rata konsumsi dan kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur pada contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Kontribusi vitamin A dan vitamin C dari buah dan sayur terhadap total konsumsi vitamin A dan C SMAN 2 SMAN 1 Vitamin A Bogor Ciampea Total Konsumsi (RE) 816,13 890,27 Konsumsi dari Buah (RE) 25,55 27,94 Konsumsi dari Sayur (RE) 277,32 258,85 Kontribusi Buah terhadap Total Konsumsi (%) 3,13 3,14 Kontribusi Sayur terhadap Total Konsumsi (%) 33,98 29,08 SMAN 2 SMAN 1 Vitamin C Bogor Ciampea Total Konsumsi (mg) 68,06 61,86 Konsumsi dari Buah (mg) 41,97 40,79 Konsumsi dari Sayur (mg) 14,58 21,54 Kontribusi Buah terhadap Total Konsumsi (%) 61,67 65,94 Kontribusi Sayur terhadap Total Konsumsi (%) 21,42 34,82 Status Gizi Contoh Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses kematangan manusia. Pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang (Riyadi 1995). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang tersebut, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau tidak (Riyadi 1995). 48 62 Pengukuran status gizi contoh diukur perbandingan indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U) kemudian diklasifikasikan menurut WHO (2007), dengan klasifikasi sebagai berikut : 1. Obesitas (> +2,0 SD baku WHO NCHS) 2. Overweight (> +1,0 SD s/d +2,0 SD baku WHO NCHS) 3. Normal (+1,0 SD s/d -2,0 SD) 4. Kurus/thinness(< -2,0 SD s/d -3,0 SD baku WHO NCHS) 5. Sangat kurus/severe thinness(< -3,0 SD baku WHO NCHS) Berdasarkan nilai z-skor yang diperolah, rata-rata status gizi contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea masing-masing sebesar -0,57 ± 1,15 dan 0,63 ± 0,96. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh, baik di SMAN 2 Bogor (80,0%) maupun di SMAN 1 Ciampea (85,0%) berstatus gizi normal. Selain itu terdapat 6,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 11,7% di SMAN 1 Ciampea yang termasuk dalam kategori kurus bahkan masih terdapat satu orang contoh di SMAN 2 Bogor yang masuk dalam kategori sangat kurus. Sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 23. Jika dilihat pada kurva z-skor contoh di kedua sekolah ini bergeser sedikit ke kiri dibanding dengan standar WHO (Gambar 2). Menurut Riyadi (2001), remaja yang bergizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa sebelum pubertas (prapubertas) dibandingkan dengan remaja yang kurang gizi. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di SMAN 2 Bogor dan SMAN 1 Ciampea (p>0,05). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi SMAN 2 Bogor SMAN 1 Ciampea Jumlah Klasifikasi Status Gizi n % n % n % Sangat kurus 1 1,7 0 0,0 1 0,8 Kurus 4 6,7 7 11,7 11 9,2 Normal 48 80,0 51 85,0 99 82,5 Overweight 7 11,7 2 3,3 9 7,5 TOTAL 60 100,0 60 100,0 120 100,0 Status gizi contoh yang juga harus mendapat perhatian adalah overweight. Pada penelitian ini terdapat 11,7% contoh di SMAN 2 Bogor dan 3,3% contoh di SMAN 1 Ciampea yang berada dalam kategori overweight. Orang tua hendaknya lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi anak. Pilihan jenis makanan yang sehat dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan-makanan tersebut sebaiknya rendah lemak karena anak akan kesulitan bergerak jika kondisi tubuhnya sudah terlalu berlebih dan jika keadaan 49 63 ini terus dibiarkan hingga dewasa maka akan memiliki risiko tinggi penyakit degeneratif (Supariasa et al. 2002). Gambar 2 Kurva sebaran status gizi contoh menurut z-skor IMT/U. Hasil uji korelasi Rank Spearman yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi contoh (p>0,05). Hal ini diduga karena contoh masih kurang mengonsumsi buah dalam sayur dalam menu makan sehari-hari sehingga kebutuhan zat gizi yang berasal dari buah dan sayur tersebut belum terpenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Burton, Foster, dan Graw (1988) bahwa ketidakcukupan makan pada remaja usia sekolah salah satunya disebabkan karena kurang mengonsumsi buah dan sayur. Hubungan Pengetahuan Gizi Contoh dan Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga dengan Jumlah Konsumsi Buah dan Sayur Pengetahuan gizi yang dimiliki contoh diduga berhubungan dengan konsumsi pangan, termasuk konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan hasil analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi contoh dengan konsumsi buah (p>0,05). Hal ini diduga terjadi karena adanya berbagai faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah contoh. Selain itu, pengetahuan gizi contoh yang tinggi belum tentu konsumsi buahnya tinggi pula. Akan tetapi dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pengetahuan gizi dengan konsumsi sayur per hari (p<0,05 50 64 dan r = -0,269). Artinya bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin rendah konsumsi sayur contoh. Hal ini diduga bahwa contoh belum mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki dalam penentuan konsumsi makan sehari-hari. Pengetahuan gizi yang dimiliki oleh seseorang diharapkan diikuti pula dengan praktek dan sikap dalam mengonsumsi makanan yang beragam setiap hari. Hasil analisis uji hubungan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara suku orang tua dengan konsumsi buah dan sayur (p>0,05). Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh suku orang tua, diduga terdapat faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh mengonsumsi buah <70 g/hari baik itu contoh yang orang tuanya berasal dari Suku Jawa, Sunda, Sumatra, Betawi, maupun dari suku lainnya. Sebaran konsumsi buah contoh berdasarkan suku keluarga dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran konsumsi buah contoh berdasarkan suku keluarga Konsumsi Buah Suku Ayah < 70 g 70-140 g >140 g Total n % n % n % n % Jawa 15 50,0 5 16,7 10 33,3 30 100,0 Sunda 44 63,8 12 17,4 13 18,8 69 100,0 Sumatra 5 55,6 1 11,1 3 33,3 9 100,0 Betawi 4 44,4 2 22,3 3 33,3 9 100,0 Lainnya 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3 100,0 < 70 g 70-140 g >140 g Total Suku Ibu n % n % n % n % Jawa 13 52,0 4 16,0 8 32,0 25 100,0 Sunda 49 61,3 14 17,5 17 21,2 80 100,0 Sumatra 2 33,3 2 33,3 2 33,3 6 100,0 Betawi 5 83,3 0 0,0 1 16,7 6 100,0 Lainnya 2 66,7 0 0,0 1 33,3 3 100,0 Sementara itu, contoh yang orang tuanya berasal dari suku Jawa paling banyak yang mengonsumsi sayur pada jumlah < 50 g/hari sedangkan contoh yang orang tuanya berasal dari suku Sunda paling banyak mengonsumsi sayur pada jumlah 50-100 g/hari. Hal ini diduga karena Suku Sunda di Jawa Barat mempunyai kebiasaan mengonsumsi sayur sebagai bagian dari menu sehari-hari yaitu salah satunya sebagai lalapan. Sebaran konsumsi sayur contoh berdasarkan suku keluarga dapat dilihat pada Tabel 25. 51 65 Suku Ayah Jawa Sunda Sumatra Betawi Lainnya Suku Ibu Jawa Sunda Sumatra Betawi Lainnya Tabel 25 Sebaran konsumsi sayur contoh berdasarkan suku keluarga Konsumsi Sayur <50 g 50-100 g > 100 g Total n % n % n % n % 17 56,7 9 30,0 4 13,3 30 100,0 24 34,8 31 44,9 14 20,3 69 100,0 3 33,3 4 44,4 2 22,3 9 100,0 2 22,3 4 44,4 3 33,3 9 100,0 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100,0 <50 g 50-100 g > 100 g Total n % n % n % n % 12 48,0 11 44,0 2 8,0 25 100,0 29 36,2 33 41,3 18 22,5 80 100,0 2 33,3 3 50,0 1 16,7 6 100,0 3 50,0 1 16,7 2 33,3 6 100,0 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100,0 Analisis hubungan antara besar keluarga dengan konsumsi buah dengan uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (p>0,05) namun terdapat hubungan positif yang nyata antara besar keluarga dengan konsumsi sayur (p<0,05). Rumah tangga yang baik seharusnya dapat memilih pangan dengan mutu gizi yang baik dan beragam, akan tetapi faktor ekonomi akan mendorong rumah tangga untuk melakukan pemilahan sehingga konsumsi zat gizi tertentu menjadi terbatas (Soekirman 2000). Dalam hal ini keluarga semakin meningkatkan konsumsi zat gizi dari sumber pangan sayursayuran dengan bertambahnya anggota keluarga. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Menurut Suhardjo (1989), pendidikan formal maupun informal dapat mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang sehingga diharapkan seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki informasi gizi yang lebih baik. Raharto (2000), menyatakan bahwa pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan keadaan gizi di dalam keluarga. Peran ibu sekaligus sebagai seorang istri di dalam keluarga akan berpengaruh dalam proses penyusunan pola makan yang baik dan sehat untuk rumah tangga. Berdasarkan hasil analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa terdapat hubungan antara pendidikan orang tua dengan konsumsi sayur namun tidak terdapat hubungan antara pendidikan orang tua dengan konsumsi buah (p>0,05). Uji hubungan dengan menggunakan Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dan sayur contoh dengan pekerjaan orang tua (p>0,05). Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur 66 52 tidak terlalu dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua, diduga terdapat faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan hasil analisis Korelasi Pearson, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan konsumsi buah (p>0,05) namun terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan konsumsi sayur (p=0,002 dan r = -0,278). Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin rendah konsumsi sayur contoh. Dalam hal ini dimungkinkan tingginya pendapatan keluarga tidak dialokasikan untuk konsumsi sayur keluarga, termasuk contoh. Menurut Berg (1986) penambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada pola konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan belum tentu kualitas dan kuantitas makanan yang dibeli menjadi lebih baik. Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan sayur dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Hasil uji korelasi antara pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan jumlah konsumsi buah dan sayur Konsumsi buah (gram/hari) r p Pengetahuan gizi -0,028 0,762 Besar keluarga -0,111 0,226 Pendidikan ayah -0,052 0,575 Pendidikan ibu 0,052 0,573 Pendapatan keluarga 0,098 0,288 Keterangan: r = koefisien korelasi; p = signifikansi Variabel **, Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) *, Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) Konsumsi sayur (gram/hari) r p -0,269** 0,003 0,260** 0,004 -0,227* 0,013 ** -0,311 0,001 -0,278** 0,002 67 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara keseluruhan, contoh terdiri dari 58 laki-laki dan 62 perempuan. Umur contoh berkisar antara 15-18 tahun. Rata-rata uang saku contoh di SMAN 2 Bogor lebih besar dibandingkan di SMAN 1. Sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor memiliki pengetahuan gizi sedang sedangkan di SMAN 1 Ciampea tergolong rendah. Sebagian besar orang tua contoh berasal dari suku Sunda dan termasuk keluarga sedang. Lebih dari separuh contoh di SMAN 2 Bogor mempunyai ayah dengan pendidikan sampai tamat akademi/PT, namun di SMAN 1 Ciampea hanya sampai tamat SMA/sederajat. Sebagian besar pendidikan ibu contoh di kedua sekolah sampai tamat SMA/sederajat. Presentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMAN 2 Bogor adalah bekerja sebagai TNI/Polri/PNS/BUMN sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah wiraswata. Sebagian besar pekerjaan ibu contoh di kedua sekolah adalah ibu rumah tangga. Rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 2 lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan keluarga contoh di SMAN 1 Ciampea. 2. Rata-rata konsumsi buah SMAN 2 Bogor adalah 81,2 g/hari lebih rendah dibanding SMAN 1 Ciampea (88,6 g/hari). Hasil uji beda Independent samples t test tidak menunjukkan adanya perbedaan antara konsumsi buah di kedua sekolah (p>0,05). Rata-rata konsumsi sayur SMAN 2 Bogor adalah 64,3 g/hari, sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah 71,4 g/hari. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsumsi sayur diantara kedua sekolah (p<0,01). Buah yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh dalam sebulan terakhir adalah jeruk manis. Sayur yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor adalah wortel sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah bayam. Rata-rata frekuensi konsumsi sayur yang terbesar di kedua contoh adalah cabe rawit. Sebagian besar contoh mengonsumsi buah dan sayur pada waktu siang hari. Buah yang paling disukai oleh contoh baik di SMAN 2 Bogor maupun di SMAN 1 Ciampea adalah jeruk. Buah yang paling tidak disukai di SMAN 2 Bogor adalah mengkudu sedangkan di SMAN 1 Ciampea adalah durian. Jenis sayur yang disukai contoh di kedua sekolah adalah bayam. Sebagian besar contoh di kedua sekolah tidak menyukai sayur pare. Sebagian besar contoh di SMAN 2 Bogor menyukai pengolahan buah dengan cara dijus 68 54 sedangkan di SMAN 1 Ciampea menyukai rujak. Pengolahan sayur yang paling disukai adalah dengan cara direbus. 3. TKG vitamin A contoh di kedua sekolah tergolong cukup, begitu pula TKG vitamin C di SMAN 2 Bogor. Namun TKG Vitamin C di SMAN 1 Ciampea masih tergolong kurang. Kontribusi vitamin A dari buah terhadap total konsumsi vitamin A di kedua sekolah masih sangat rendah dan hampir sama nilainya yaitu 3,13% di SMAN 2 Bogor dan 3,14% di SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin C dari buah sudah mencapai 61,67% untuk SMAN 2 Bogor dan 65,94% untuk SMAN 1 Ciampea. Kontribusi vitamin A dari sayur terhadap total konsumsi vitamin A adalah 33,98% di SMAN 2 Bogor sedangkan di SMAN 1 Ciampea nilainya lebih rendah yaitu 29,08%. Ratarata kontribusi vitamin C sayur terhadap total konsumsi mencapai 21,42% di SMAN 2 Bogor dan 34,82% di SMAN 1 Ciampea. 4. Sebagian besar status gizi contoh di kedua sekolah adalah normal. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status gizi pada contoh di kedua sekolah (p>0,05). Hasil uji korelasi Rank Spearman yang telah dilakukan juga menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi contoh (p>0,05). 5. Pengetahuan gizi contoh dan karakteristik sosial ekonomi keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah. Variabel yang berhubungan konsumsi sayur antara lain pengetahuan gizi contoh, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan keluarga. Suku dan pekerjaan orang tua tidak berhubungan signifikan dengan konsumsi buah dan sayur. Saran Perlu peningkatan konsumsi buah dan sayur pada usia remaja, khususnya pada contoh mengingat pentingnya mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah dan frekuensi yang cukup agar kebutuhan tubuh akan zat gizi yang terkandung dalam buah dan sayur dapat terpenuhi. Keterlibatan orang tua maupun anggota keluarga yang bertanggung jawab terhadap penyajian dan ketersediaan makanan juga diperlukan dalam upaya peningkatan konsumsi buah dan sayur. Selain itu juga penyebaran informasi mengenai manfaat buah dan sayur perlu diperluas, misalnya melalui pihak sekolah maupun melalui media massa yang dibuat semenarik mungkin sehingga diharapkan para remaja dapat terpengaruh. 69 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [Anonim]. 2002. Konsumsi sayuran rendah. rakyat.com/cetak/0802/150315.htm. [12 Juni 2009]. http://www.pikiran- Anwar F, Hartoyo LK. 1996. Gizi dan penanganan pangan. Di dalam: Khomsan A & Sulaeman A, editor. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (hlm. 174-183). Bogor: IPB Press. Atmarita FTS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Ketehanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Hlm 149. Baliwati Y, Khomsan A, Dwiriani M. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Karakteristik Penduduk Kabupaten Bogor Hasil Sensus 2000. Jakarta: BPS. Burton BT, Foster WR, Graw Mc. 1988. Human Nutrition, Forerly the Heinz Handbook of Nutrition. Hill Book Company. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen (Edisi Keenam, Jilid I), (F.X. Budiyanto, Penerjemah). Jakarta: Binarupa Aksara. Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment Ed ke-2 New York: Oxford University. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB. Hardinsyah, Martianto D. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan: Jakarta: Wirasari. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga. 70 56 Jusup L. 2007. Sehat dan Bugar Dengan Jus Buah dan Sayuran Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. -----------------. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. -----------------. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. ----------------, Sukandar D, Sumarwan U, Briawan D. 1998. Pangan sebagai indikator kemiskinan. Di dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. Kollmann N. Kesehatan Reproduksi Remaja. 1998. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Kusumaningsih IW. 2007. Kebiasaan sarapan pada remaja SMA di Kota Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lusiana SA. 2008. Status gizi, konsumsi pangan, dsn usia menarche anak perempuan sekolah dasar di Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Marliyati SA, Sulaeman A, Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. -----------------. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Makanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Muna F. 2006. Konsumsi sayuran, buah-buahan, buah kelapa dan produkproduk turunannya pada penderita DBD dan non DBD di Kecamatan Pangandaran. Kabupaten Ciamis. Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Napitu N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa di kota dan di pinggiran kota DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 57 71 Nasution A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1995. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II. Paath EF, Rumdasih, Heryati. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. 2004. Jakarta: EGC. Pudjiadi S. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Raharto A. 2000. Identifikasi Rumah Tangga Miskin dan Hubungannya terhadap Status Balita dalam Rumah Tangga Miskin (Atmowidjojo, Editor). Jakarta: LIPI. Rejeki AS. 2000. Kebiasaan makan sayuran pada remaja putri di perkotaan (kasus di SMU Suluh dan SMU Al Azhar Jakarta [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan A & A Sulaeman, Editor). Bogor: IPB Press. -----------. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. -----------. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat dan Bugar. Bandung: PT Karya Kita. Rusilanti. 2007. Sehat dengan Jus Buah. Jakarta: Agromedia Pusaka. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Setiowati N. 2000. Konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU 1 Bogor dan SMU 1 Pamekasan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soedarmo P. 1982. Hidangan Sehat. Jakarta: Djambatan. Soehardi S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani melalui Makanan. Bandung: ITB. 58 72 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Stanton R. 1987. Food Health. Australia: Harcourt Brace Jovanovich Group. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. -----------. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ------------. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. ------------, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press. Sulistijani DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Supariasa, Bakri B. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Syamsu Y. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT. Gramedia. Williams CN, Uzo JO, Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika (Ronoprawiro S, penerjemah). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wirakusumah E. 1998. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar Swadaya. ---------------------- . 2008. Cantik. Sehat. dan Bugar dengan Jus Buah dan Sayur. Makalah Disajikan dalam Rangka Seminar Fruit and Vegetable for Health. Jakarta. 22 Desember 2008. 73 LAMPIRAN 74 60 Lampiran 1 Jenis buah yang disukai contoh Jenis Buah Disukai Jeruk Melon Semangka Apel Pir Mangga Alpukat Anggur Pisang Sawo Durian Leci Nanas Strawberry Sirsak Nangka TOTAL SMAN 2 Bogor n % 11 18,3 7 11,7 6 10,0 6 10,0 6 10,0 5 8,3 5 8,3 4 6,7 3 5,0 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 60 100,0 Alasan Segar, bervitamin C, manis, warnanya menarik Manis, bervitamin, segar, banyak air, enak Banyak air, manis Enak, manis, segar, bervitamin Manis, bervitamin, enak Manis, segar, bervitamin, enak Enak, mengenyangkan, sehat untuk kulit Manis, enak, warna menarik, segar Manis, meningkatkan stamina Manis Enak dan menyehatkan Enak dan manis Enak Enak Enak Enak Jenis buah Disukai Jeruk Apel Melon Alpukat Anggur Pir Nanas Semangka Pisang Durian Strawberry Mangga TOTAL SMAN 1 Ciampea n % 18 30,0 8 13,3 6 10,0 6 10,0 6 10,0 4 6,7 3 5,0 2 3,3 2 3,3 2 3,3 2 3,3 1 1,7 60 100,0 Alasan Segar, bervitamin, manis, enak Segar, manis, enak, sehat Enak, manis, segar Manis, enak Manis, enak, segar Segar, manis, berserat tinggi Segar Enak Enak Enak Enak, manis, asam segar 75 61 Lampiran 2 Jenis buah yang tidak disukai contoh Jenis Buah Tidak Disukai Mengkudu Pepaya Durian SMAN 2 Bogor n % 16 26,7 8 13,3 5 8,3 Pahit, bau, tidak enak Bau, lembek, tidak enak Tidak enak, bau, terlalu manis Jenis buah Tidak Disukai Durian Mengkudu Pepaya Alasan SMAN 1 Ciampea n % 9 15,0 6 10,0 5 8,3 Kedondong 4 6,7 Tidak enak, asam, keras Kedondong 4 6,7 Duku Pisang Sawo Alpukat Jambu biji Salak Nanas Mangga Pala Kiwi Belimbing Manggis Strawberry Apel Rambutan 4 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 6,7 5,0 5,0 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 Pahit, susah dimakan Lembek, bau Tidak enak Tidak enak Pahit, keras Sepet, susah mengupas kulitnya Gatal Tidak enak Tidak enak Asam Tidak enak Tidak enak Asam Tidak enak Asam dan gatal TOTAL 60 100,0 Sawo Nanas Pisang Jambu biji Salak Semangka Kesemek Alpukat Rambutan Sirsak Belimbing Manggis Apel Ceri Jeruk Celincing Kecapi TOTAL 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 60 6,7 6,7 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 3,3 3,3 3,3 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 100,0 Alasan Bau, lembek, mual, tidak enak Pahit, tidak enak Tidak enak, bau, lembek Tidak enak, asam, sedikit mengandung air Tidak enak, terlalu manis Tidak enak, gatal di lidah Tidak boleh untu wanita Keras, tidak enak Asam, kulitnya berduri Tidak enak, bijinya banyak Tidak enak Tidak enak, agak pahit Gatal, tidak enak Asam Sepet Tidak enak Tidak suka bentuknya Membuat mual Manis Asam Tidak enak 62 76 Lampiran 3 Jenis sayur yang disukai contoh Jenis sayur Disukai bayam wortel kangkung buncis sawi brokoli kol timun daun tangkil daun singkong ceciwis labu siam tauge jamur TOTAL SMAN 1 Ciampea n % 18 30 11 18.3 16 26.7 2 3.3 2 3.3 2 3.3 2 3.3 1 1.7 1 1.7 1 1.7 1 1.7 1 1.7 1 1.7 1 1.7 60 100,0 Alasan enak, mengandung zat besi enak, bergizi, warnanya menarik enak dan menyehatkan enak enak dan banyak vitamin enak dan mengandung kalsium enak bisa dimakan mentah/lalap segar enak enak enak enak enak Jenis sayur Disukai bayam wortel kangkung labu siam sawi kol daun singkong kacang panjang selada jagung ketimun tauge TOTAL SMAN 2 Bogor n % 23 38,3 10 16,7 10 16,7 4 6,7 3 5 2 3,3 2 3,3 2 3,3 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 60 100,0 Alasan enak, bergizi, segar, mudah didapat enak, bergizi, baik untuk mata enak, bervitamin enak enak enak enak dan bergizi enak dan bergizi segar dan enak untuk lalap enak dan bergizi mudah didapat enak 77 63 Lampiran 4 Jenis sayur yang tidak disukai contoh Jenis sayur Tidak Disukai pare terong daun papaya wortel jengkol daun singkong kol tomat kangkung pete kacang panjang bayam tauge labu siam nangka muda katuk sawi buncis TOTAL SMAN 1 Ciampea n % 24 40,0 5 8,3 4 6,7 4 6,7 3 5,0 3 5,0 2 3,3 2 3,3 2 3,3 2 3,3 2 3,3 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 60 100,0 Alasan pahit tidak enak, pahit pahit tidak enak bau, tidak enak pahit, tidak enak tidak enak, pahit asam tidak enak pahit dan bau tidak enak tidak enak tidak enak tidak enak tidak enak susah ditelan tidak enak Tidak enak Jenis sayur Tidak Disukai pare ketimun terong daun pepaya bayam sawi buncis kangkung wortel kol genjer daun singkong tauge labu siam nangka muda katuk kacang panjang oyong gambas TOTAL SMAN 2 Bogor n % 19 31,7 5 8,3 5 8,3 4 6,7 4 6,7 3 5 3 5 3 5 2 3,3 2 3,3 2 3,3 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 1 1,7 60 100,0 Alasan pahit, tidak enak, bau tidak enak tidak enak, pahit, lembek pahit tidak enak, lembek pahit, banyak batangnya tidak enak membuat mengantuk, keras tidak enak tidak enak pahit tidak enak tidak enak lembek tidak enak tidak enak tidak enak pahit pahit 78 64 Lampiran 5 Hasil analisis Korelasi Pearson Pendapatan Keluarga Konsumsi Sayur Konsumsi Buah Besar Keluarga 1 -.278 .002 120 .098 .288 120 -.386 .000 120 1 .058 .531 120 1 ** Pendapatan Keluarga Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N 120 Konsumsi Sayur Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N -.278 .002 120 120 Konsumsi Buah Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .098 .288 120 .058 .531 120 Besar Keluarga Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N -.386 .000 120 Pengetahuan Gizi Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** ** ** .427 .000 120 ** .260 .004 120 ** -.269 .003 120 120 Pengetahuan Gizi ** .427 .000 120 ** .260 .004 120 ** -.269 .003 120 -.111 .226 120 -.028 .762 120 1 -.211 .021 120 ** * -.111 .226 120 120 -.028 .762 120 -.211 .021 120 * 1 120 79 65 Lampiran 6 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman Konsumsi Sayur Konsumsi Buah Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Konsumsi Sayur Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 . 120 .066 .472 120 -.227 .013 120 * -.311 .001 120 Konsumsi Buah Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N .066 .472 120 1.000 . 120 .052 .575 120 .052 .573 120 Pendidikan Ayah Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N -.227 .013 120 * .052 .575 120 1.000 . 120 .678 .000 120 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). -.311 .001 120 ** .052 .573 120 .678 .000 120 ** 1.000 . 120 Spearman's rho Pendidikan Ibu ** **