BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Matematika dan Pembelajaran 2.1.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Matematika dan Pembelajaran
2.1.1 Matematika
Andi Hakim Nasution (1982:12) memaparkan definisi Matematika
lebih pada sisi bahasa dimana beliau berpendapat bahwa, istilah
Matematika berasal dari kata Yunani, “mathein” atau “manthenein” yang
berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata
Sanskerta, “medha” atau “widya” yang memiliki arti kepandaian, ketahuan,
atau intelegensia. Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian
Matematika. Di antaranya, Matematika diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu,
Matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik
dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan beliau
mengartikan Matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan
berbagai ide dan kesimpulan.
Adapun menurut Syahrir (2010:
8) matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan
menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari–
hari melalui materi pengukuran, geometri, aritmatika sosial, peluang, dan
statistik. Lebih lanjut Syahrir (2010: 84) mengungkapkan bahwa
matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan
dan
bangun
(datar
dan
ruang)
lebih
menekankan
pada
materi
matematikanya.
Sedangkan menurut Tinggih (Hudojo, 2005: 4) matematika tidak
hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya,
6
7
melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Matematika adalah suatu
pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling
mudah hingga yang paling rumit.
Pada akhirnya Sumardyono (2004:28) memberikan penjelasan
secara umum definisi Matematika yang dapat dideskripsikan sebagai
berikut, di antaranya:
a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Matematika
merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai
sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi
aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema
(termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan
corolly/sifat).
b. Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang
sebagai alat dalam mencari solusi pelbagai masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan
pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori
atau pernyataan dalam Matematika dapat diterima kebenarannya
apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
d. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling
tidak karena beberapa hal, seperti Matematika memuat cara
pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang
umum, atau sifat penalaran Matematika yang sistematis.
e. Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol merupakan ciri yang
paling menonjol dalam Matematika. Bahasa Matematika adalah
8
bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila
dikenakan pada suatu konteks.
f. Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan
efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan
menakjubkan, maka Matematika sering pula disebut sebagai seni,
khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.
Berdasarkan dari berbagai pendapat para ahli di atas tentang
matematika dapat dirangkum bahwa matematika adalah pengetahuan atau
ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika
menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulankesimpulan.
1)
Tujuan Matematika
Tujuan pembelajaran Matematika di SD dapat dilihat di dalam
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 2006 SD. Mata
pelajaran
Matematika
bertujuan
agar
peserta
didik
memiliki
kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam
pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun
bukti,
atau
menjelaskan
gagasan
dan
pernyataan
matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model
dan
menafsirikan
solusi
yang
diperoleh,
(4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki
9
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar
dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada
ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus
Matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan
ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2)
menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan
matematika,
(3)
mengembangkan
kemampuan
dasar
matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap
logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
2)
Ruang Lingkup Materi Matematika Sekolah Dasar
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah
dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geometri,
(3) pengolahan data (Depdiknas, 2006). Cakupan bilangan antara lain
bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri
antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri,
lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran
berkaitan dengan petbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan
satuan ukuran dan pengukuran.
2.1.2 Pembelajaran
Warsita (2008:85) berpendapat bahwa “Pembelajaran adalah suatu
usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk
membelajarkan peserta didik”. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang
10
Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Sudjana (2004:28) juga mengemukakan pendapatnya bahwa “Pembelajaran
dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk
menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu
antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang
melakukan kegiatan membelajarkan”. Kemudian Trianto (2010:17)
mengemukakan bahwa “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia
yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”.
Aunurrahman (2010:2) mengatakan pembelajaran akan berfokus
pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara
sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan
pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari
pengetahuan awal dan perspektif budaya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dirangkum bahwa
pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai produk interaksi
berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran
dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber
belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.
11
2.2 Pembelajaran Matematika
2.2.1 Hakekat Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
Belajar Matematika merupakan tentang konsep-konsep dan struktur
abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara
konsep-konsep dan struktur Matematika. Belajar matematika harus melalui
proses yang bertahan dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih
kompleks. Setiap konsep Matematika dapat dipahami dengan baik jika
pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit.
Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata
pelajaran Matematika yaitu, memahami konsep bilangan pecahan,
perbandingan dalam pemecahan masalah, serta penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari (Depdiknas 2006). Berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran
matematika di SD dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran
dengan baik yang sesuai dengan perkembanagan kognitif siswa,
penggunaan media, metode dan pendekatan yang sesuai pula. Sehingga
guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta
terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dirangkum bahwa pembelajaran
Matematika adalah proses pengembangan kemampuan peserta didik yang
disusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga
paling rumit.
12
2.2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas V
Semester II
Kegiatan pembelajaran mempunyai standar batasan dan acuan
materi yang akan disampaikan oleh guru saat proses pembelajaran
berlangsung. Hal ini dirumuskan dalam Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Matematika Kelas V Semester II dalam KTSP sebagai berikut.
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas V
Semester II
Standar
Kompetensi Dasar
Kompetensi
Bilangan
5. Menggunakan
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan
desimal serta sebaliknya
pecahan dalam
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai
pemecahan masalah
bentuk pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk
pecahan
5.4
Menggunakan
pecahan
perbandingan dan skala
dalam
masalah
13
Standar
Kompetensi Dasar
Kompetensi
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
Geometri dan
Pengukuran
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang
6. Memahami sifatsifat
bangun
hubungan
dan
antar
6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun
ruang sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan
bangun
simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bangun datar dan bangun ruang sederhana
Standar
Kompetensi
dan
Kompetensi
Dasar
yang
akan
dipergunakan untuk Penelitian Tindakan Kelas adalah : 6. Memahami sifatsifat bangun dan hubungan antar bangun dan 6.2 Mengidentifikasi sifatsifat
bangun
ruang.
Indikator
pencapaian
kompetensinya
adalah
mengidentifikasi sifat-sifat bangun kubus, balok, limas dan tabung serta
menentukan jaring-jaring bangun kubus, balok, limas dan tabung. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut dipilih karena dianggap
memungkinkan untuk penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Divisions yang mana tujuan model
pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat
dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta
pengembangan keterampilan sosial Widyantini (2006:4).
14
2.3. Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan baru. Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengobservasi,
mengamati, mendengarkan dan meniru. Perubahan hasil belajar pada diri
seseorang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Belajar akan
membawa sesuatu perubahan pada individu – individu yang belajar. Bila tidak
terjadi perubahan pada individu – individu yang belajar maka belajar dikatakan
tidak berhasil.
Untuk mengetahui penguasaan siswa atas berbagai hal yang telah
diajarkan dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran suatu materi
tertentu dari suatu pelajaran. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan
penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui penguasaan materi
setelah siswa melakukan pembelajaran.
Sanjaya (2010:13) mengatakan: „„Hasil belajar adalah pencapaian dalam
memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan‟‟.
Bloom (1976: 201-207) membagi hasil belajar menjadi kawasan yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Kawasan kognitif berkenaan dengan ingatan atau
pengetahuan dan kemampuan intelektual serta keterampilan-keterampilan.
Kawasan
afektif
menggambarkan
sikap-sikap,
minat
dan
nilai
serta
pengembangan pengertian atau pengetahuan dan penyesuaian diri yang
memadai. Kawasan psikomotor adalah kemampuan-kemampuan menggiatkan
dan mengkoordinasikan gerak. Kawasan kognitif dibagi atas enam macam
kemampuan intelektual mengenai lingkungan yang disusun secara hirarkis dari
yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks, yaitu (1)
pengetahuan adalah kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah
15
dipelajari, (2) pemahaman adalah kemampuan menangkap makna atau arti suatu
hal, (3) penerapan adalah kemampuan menggunakan hal-hal yang telah
dipelajari untuk menghadapai situasi-situasi baru dan nyata, (4) analisis adalah
kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur
organisasinya dapat dipahami, (5) sintesis adalah kemampuan untuk
memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti, (6) penilaian
adalah kemampuan memberi harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern atau
kelompok atau kriteria ekstern ataupun yang ditetapkan lebih dahulu.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli mengenai hasil belajar
dapat dirangkum bahwa hasil belajar merupakan usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh sesuatu dari pengalaman yang dilakukan dan
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai, pemahaman, dan
ketrampilan yang menghasilkan suatu perubahan yang diukur melalui tes
tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan sesuai kemampuan yang akan diukur
baik kognitif, afektif, atau psikomotorik. Melalui model pembelajaran Student
Teams Achievement Divisions diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dan pada Penelitian Tindakan Kelas ini tekananya yaitu pada hasil belajar
aspek kognitif.
Kawasan kognitif yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas
ini adalah pengetahuan dan pemahaman. Penelitian ini menggunakan ke dua
kawasan tersebut karena siswa dituntut untuk mengidentifikasi, mengemukakan
dan mendiskusikan masalah yang diberikan oleh guru pada saat penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk mata pelajaran Matematika.
16
2.4. Model Pembelajaran
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005) dari (Widyantini,
2006:3) model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk
strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman
itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model
pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar.
Jadi
model
pembelajaran
adalah
pedoman
atau
acuan
yang
dipergunakan sebagai dasar atau strategi mengajar yang mana bertujuan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2.4.1 Macam-macam model pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru harus ingat bahwasanya tidak ada
model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi.
Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah
memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang
tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran menurut
Subarkah (2010:102) antara lain :
a. Koperatif(CL,CooperativeLearning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai
tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.
Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif,
siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniatur dari
17
hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling
membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompakpartisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa
heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan
meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi,
membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil
kelompok,danpelaporan.
b. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang
terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga
akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar
muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif - nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya
menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
c. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud
di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsepaturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal
(tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam
menyelesaikan
persoalan,
proses
dunia
empirik)
dan
vertikal
(
reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan
matematika). Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas
18
(kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam
konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitanintekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial,
sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).
d. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus
pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian
informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan
evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori
(ceramah bervariasi).
e. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based
Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari
kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif,
terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar
siswa dapat berpikir optimal.
Dari uraian model pembelajaran diatas, dalam penelitian ini
fokusnya pada model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi
karena koperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing (Subarkah, 2010:102).
Untuk itu secara lebih rinci di bawah ini akan diuraikan mengenai model
pembelajaran kooperatif.
19
2.4.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru
bagi guru. Menurut Widyantini (2006:3) model pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan
jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut Wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran
menggunakan
sistem
pengelompokkan atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang
berbeda (heterogen). Johnson (Etin Solihatin,2005:4 ) menyatakan bahwa :
pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam
pembelajaran
yang
memungkinkan
siswa
bekerja
(Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa:
sama.
Slavin
pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki
pembelajaran selama ini. Pertama, beberapa penelitian membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan
harga
diri.
Kedua,
pembelajaran
kooperatif
dapat
merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar, berfikir, memecahkan
masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
20
Jadi dapat dirangkum bahwa model pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang menekankan pada dinamika kelompok. Dalam
model pembelajaran ini memfasilitasi pembentukan kelompok yang mana
berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda.
1)
Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif
Beberapa
tipe
model
pembelajaran
kooperatif
yang
dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz
(1988) atau Sharan (1990) dalam Rachmadi (2006) dari Widyantini
(2006:5) sebagai berikut.
a. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw.
Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003)
pengertian pembelajaran jigsaw adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar
heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi
akademik disaji-kan dalam bentuk teks dan setiap siswa
bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota
tim lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
siswa diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman
lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu
permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan
akademik yang heterogen sehingga akan terdapat siswa yang
berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa berkemampuan
sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.
21
b. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads
Together)
Numbered Heads Together merupakan tipe dari
model pengajaran kooperatif pendekatan struktural, adalah
suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagan
(1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28). Menurut Anita Lie
(2002:59) pengertian Numbered Heads Together (NHT) atau
kepala bernomor adalah suatu tipe dari pengajaran
kooperatif
pendekatan
struktural
yang
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide -ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain
itu Numbered Heads Together juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerjasama mereka.
c. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement)
Pembelajaran
kooperatif
tipe
Student
Team
Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh
Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin
(Slavin,
kooperatif
yang
1995:143)
paling
merupakan
sederhana,
dan
pembelajaran
merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru
yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat
22
orang
yang
merupakan
campuran
menurut
tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat
kuis
mereka
pembelajaran
tidak
boleh
saling
inilah
yang
akan
membantu.
diterapkan
Tipe
dalam
pembelajaran matematika. Model Pembelajaran Koperatif
tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning
yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil belajar
yang maksimal.
2)
Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000) dalam Widyantini (2006:4) prinsip
pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa
semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan
dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
23
f.
Setiap
anggota
kelompok
(siswa)
akan
diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
3)
Ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000) dalam Widyantini (2006:4), ciri-ciri
pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a.
Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan
materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang
dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan gender.
c. Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masingmasing individu.
4)
Kelebihan model pembelajaran kooperatif
Sanjaya (2006:247) menuliskan beberapa kelebihan model
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
tergantung pada guru, tapi dapat menambah kemampuan
berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagi sumber,
dan belajar dari siswa yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
24
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya
serta menerima segala perbedaan.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan
setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga
diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap
positif terhadap sekolah.
f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan,
karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (riil).
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini
berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Karli
dan
Yuliariatiningsih
(2002:72)
mengemukakan
kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana
belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.
25
b. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri
yang telah dimiliki oleh siswa.
c. Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai,
dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan
dalam kehidupan di masyarakat.
d. Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga
sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor
sebaya bagi siswa lainnya.
e. Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja
yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan
potensi
dirinya
secara
optimal
bagi
kesuksesan
kelompoknya.
f.
Memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
belajar
memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan
secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih
bermakna bagi dirinya.
Jadi, kelebihan pembelajaran Kooperatif antara lain : i) Dapat
mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri, ii) Dapat
merangsang motivasi belajar, iii) Ada tempat bertanya, iv) Dapat
membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah
diingat.
5)
Kelemahan model pembelajaran kooperatif
Disamping
kelebihan,
Sanjaya
(2006:247)
kelemahan model pembelajaran kooperatif diantaranya:
menuliskan
26
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran
kooperatif membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh
siswa yang mempunyai kelebihan akan merasa terhambat
oleh siswa yang mempunyai kemampuan kurang, akibatnya
keadaan seperti ini dapat mengganggu iklim kerjasama
dalam kelompok.
b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa setiap
saling membelajarkan. Oleh karena itu jika tanpa peer
teaching
yang
efektif,
bila
dibandingkan
dengan
pembelajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar
yang demikian apa yang harus dipelajari dan dipahami tidak
dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif
kepada hasil kelompok, namun guru perlu menyadari bahwa
hasil atau presentasi yang diharapkan sebanarnya adalah
hasil atau presentasi setiap individu siswa.
d.
Keberhasilan
pembelajaran
kooperatif
mengembangkan
kesadaran
berkelompok
dalam
upaya
memerlukan
periode waktu yang cukup panjang, dan ini tidak mungkin
dicapai hanya dalam waktu satu atau beberapa kali
penerapan strategi.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan
yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak
aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada
kemampuan secara individu.
Jadi, kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain: i) Bisa
menjadi tempat mengobrol atau gossip, ii) Sering terjadi debat sepele
di dalam kelompok, iii) Bisa terjadi kesalahan kelompok.
27
2.4.3. Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement
Divisions
Pengertian Model Pembelajaran STAD. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Model pembelajaran STAD merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif. Model ini membagi siswa ke dalam
beberapa kelompok. Tim dibentuk secara heterogen baik menurut hasil belajar,
jenis kelamin maupun agama.
Model pembelajaran STAD lebih menekankan kepada pembentukan
kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu model pembelajaran STAD
dapat membuat siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu
permasalahan sehingga berimbas pada hasil belajar.
Dalam penelitian ini memilih model pembelajaran STAD untuk
pedoman sistematis dalam mengimplementasikan materi geometri karena
merujuk pada latar belakang siswa kelas V SD Negeri Noborejo 01 yang mana
karakteristiknya cenderung kurang berani dalam menyampaikan pendapat dan
hasil belajar siswa rendah khususnya pada matapelajaran Matematika. Melihat
kenyataan ini maka model pembelajaran STAD dirasa tepat untuk pedoman
sistematis dalam mengimplementasikan materi geometri. Karena menurut
Widyantini (2006:4) tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar
akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari
temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
28
1) Kelebihan Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Division)
Uraian secara rinci kelebihan model ini ialah:
a. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang
substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara
Allport (dalam Slavin, 2005:103).
b. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota
kelompok menjadi lebih baik (Slavin, 2005:105).
c. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial
yang lebih banyak (Slavin, 2005:105)
d. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping
kecakapan kognitif (Isjoni, 2010:72).
e. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator,
mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
f. Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu
belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk
belajar (Rusman, 2011: 203).
g. Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau
pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada
pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204)
n. Rusman (2011) menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki
dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan
membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203)
o. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran
oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran
oleh guru (Rusman, 2011: 204).
p. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini,
siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap
29
teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan
orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini
dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert
(pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh
dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak
mau menerima kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya
mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main
keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi (Rusman, 2011: 204).
Berdasarkan pendapat diatas dapat dirangkum bahwa pembelajaran
STAD mempunyai kelebihan yaitu melatih siswa untuk mengemukakan
pendapat dengan gaya bahasanya sendiri dan menuntut siswa untuk berpikir
kritis karena idenya sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan kelompoknya
dalam meningkatkan hasil belajar.
30
2) Kelemahan Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Division)
Selain berbagai kelebihan, model STAD ini juga memiliki kelemahan.
Semua model pembelajaran memang diciptakan untuk memberi manfaat yang
baik atau positif pada pembelajaran, tidak terkecuali model STAD ini.
Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu, langkah-langkah model
tersebut tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan, seperti
yang dipaparkan di bawah ini.
a. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai
fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan
asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan
evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan
mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik
yang bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta
melakukan pengawasan rutin secara insindental. Disamping itu, guru sendiri
perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan kemampuannya tentang
pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dirangkum bahwa pembelajaran
STAD mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan kemampuan khusus bagi
guru. Selain itu model pembelajaran ini akan membuat gaduh suasana kelas
karena menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok. Kaitanya dengan
hasil belajar adalah apabila terjadi perpecahan dalam diskusi maka secara
langsung akan berimbas pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang
dikehendaki oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan menurun. Namun
demikian penulis yakin kelemahan tersebut akan dapat dinetralisir atau diatasi
31
dengan kebaikanya sehingga peneliti mempunyai keyakinan untuk bisa
meningkatkan hasil belajar.
3) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams
Achievement Divisions
Menurut Nur Asma (2006:5) menyatakan bahwa kegiatan bembelajaran
Kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahap :
a. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar
jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif.
Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah
maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada. : i).
Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) Yang didapat dari hasil
akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus
diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa
dengan tingkat prestasi seimbang : ii). Jenis kelamin, latar belakang sosial,
kesenangan bawaan / sifat (pendiam dan aktif), dll.
b. Penyajian Materi Pelajaran ditekankan pada hal berikut :.
(i). Pendahuluan. Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin
tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran
dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa
mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti
tes berikutnya
(ii). Pengembangan. Dilakukan pengembangan materi yang
sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk
memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan
32
tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih
kekonsep lain. (iii). Praktek terkendali. Praktek terkendali dilakukan dalam
menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil
siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa
selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c. Kegiatan kelompok.
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan
dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk
melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah,
mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini,
para
siswa
bersama-sama
membandingkan
jawaban,
mendiskusikan
atau
memperbaiki
masalah
yang
miskonsepsi.
dihadapi,
Kelompok
diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran.
d. Evaluasi.
Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang
telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi
guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam
menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi
digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai
nilai perkembangan kelompok.
e. Penghargaan individu dan kelompok
Dari hasil penilaian perkembangan maka penghargaan pada prestasi kelompok
diberikan dalam ketingkatan penghargaan atau persyaratan pemberian
penghargaan misalnya bagi kelompok yang mendapat rata-rata nilai dibawah (
79-60 ) mendapatkan penghargaan ” Great Team” sedangkan bagi kelompok
33
yang mendapatkan rata-rata nilai ( 55-30 ) mendapatkan penghargaan ” Super
Team ”
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk
dalam Widyantini (2006:8).
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan diperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
kesetaraan jender.
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
34
Pembentukan dan Penghargaan Kelompok
Salah satu cara membentuk kelompok berdasarkan kemampuan akademik
seperti berikut ini.
Tabel 2.2 Cara Pembentukan Kelompok
Menurut Slavin (1995) guru memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal)
ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.
Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai
berikut.
Langkah – langkah memberi penghargaan kelompok:
a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)
dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
35
b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja
dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan
kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini.
c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing
siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini.
Tabel 2.3 Kriteria Nilai Peningkatan
Penghargaan
kelompok
diberikan
berdasarkan
rata-rata
nilai
peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan
predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna
Kriteria untuk status kelompok
Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (Rata-rata
nilai peningkatan kelompok < 15).
Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 £ Ratarata nilai peningkatan kelompok < 20)
Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 £
Ratarata nilai peningkatan kelompok < 25)
36
Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan
25 (Rata-rata nilai peningkatan kelompok ³ 25)
Berdasarkan
pendapat
ahli
diatas
terkait
langkah-langkah
pembelajaran STAD maka dapat dirangkum sintaks pembelajaran STAD
sebagai berikut.
Fase – Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD:
a. Fase 1
Penyajian kelas. Guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang
direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu
dimulai dengan penyajian kelas.
b. Fase 2
Belajar kelompok. Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang
diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi
tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih
ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman
dalam satu kelompok.
c. Fase 3
Pemberian kuis. Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam
kelompok.
d. Fase 4
Pemberian penghargaan. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada
rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.
37
Dalam penelitian ini langkah-langkah model pembelajaran STAD
menurut Slavin dkk yang digunakan untuk acuan dalam penyusunan RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) matapelajaran Matematika kelas V SD
Negeri Noborejo 01 Salatiga pada materi Geometri.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin
dkk dalam Widyantini (2006:8).
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan diperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta kesetaraan jender.
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
38
2.5. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian
“Peningkatan
yang
Keaktifan
dilakukan
dan
oleh
Prestasi
Putri
Belajar
(2012)
Siswa
dengan
Melalui
judul
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Mata Pelajaran Matematika Materi
Bilangan Kelas IV SD Negeri Jebengsari Kecamatan Salaman Kabupaten
Magelang”. Dari penelitian ini dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: melalui
pembelajaran tipe kooperatif STAD dapat meningkatkan keterampilan sosial
siswa ditandai dengan kemampuan menjawab pertanyaan, kemampuan
mengajukan pertanyaan dan keaktifan dalam berdiskusi kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Nunung Maemunah (2012) dengan
judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model
Pembelajaran STAD Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Puri 01 Kecamatan Pati
Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari penelitian ini
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: melalui pembelajaran tipe kooperatif
STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika tentang FPB dan KPK di
kelas IV SD Negeri Puri 01.
39
2.6. Kerangka Berfikir
Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa selalu
bergantung pada guru. Apabila model pembelajaran konvensional tidak dapat
meningkatkan hasil belajar siswa maka perlu diterapkan inovasi model
pembelajaran baru. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran
adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Menurut
Widyantini (2006:4) tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar
akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari
temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Penerapan model
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika.
40
Berdasarkan pemaparan di atas, maka kerangka berfikir penelitian
tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keadaan Awal
Tindakan
Hasil Akhir
Model
pembelajaran
masih
bersifat
konvensional
akibatnya
hasil belajar
siswa masih
rendah.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Divisions
meliputi siklus I-II. Langkah-langkah model
pembelajaran STAD menurut Slavin dalam
Widyantini (2006:8) yaitu :
Peningkatan
hasil belajar
siswa.
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran
atau permasalahan kepada siswa.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap
siswa secara individual.
c. Guru membentuk beberapa kelompok.
d. Guru memfasilitasi siswa untuk diskusi.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman disertai penegasan.
f. Guru memberikan tes secara individual.
g. Guru memberi penghargaan.
Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas
2.7. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan. Adapun hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah : melalui penggunaan model pembelajaran Student Teams
Achievement
Divisions
diharapkan
dapat
meningkatkan
hasil
belajar
Matematika siswa kelas V SD Negeri Noborejo 01 Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Download