Studi Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan

advertisement
MAKALAH
Studi Biofarmasetika Sediaan yang
Diberikan Melalui Kulit
Disusun Oleh :
Hariyanto I. H., S.Farm., Apt.
NIP. 19850106 200912 1009
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi ................................................................................................. 2
Daftar Gambar ......................................................................................... 3
Daftar Tabel ............................................................................................ 4
Kata Pengantar ......................................................................................... 5
Bab I Pendahuluan ................................................................................... 6
1.1
Latar Belakang ....................................................................................... 6
1.2
Maksud .................................................................................................. 6
1.3
Tujuan .................................................................................................... 7
Bab II Pembahasan .................................................................................. 8
2.1
Anatomi dan Fisiologi Kulit .................................................................... 8
2.2
Rute Penghantaran Obat melalui Kulit Manusia ................................... 12
2.3
Pembuluh darah yang dekat dengan kulit ............................................. 14
2.4
Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Obat
Pada Pemberian Secara Perkutan ......................................................... 15
2.5
Evaluasi biofarmasetika sediaan obat yang diberikan
secara perkutan..................................................................................... 17
Bab III Penutup ........................................................................................ 20
3.1
Kesimpulan ............................................................................................ 20
Daftar Pustaka ......................................................................................... 21
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kulit ....................................................................................................... 6
Gambar 2. Representasi rute penetrasi zat melalui lapisan startum corneum ...... 10
Gambar 3 . Gambaran skematik berbagai tahap difusi zat aktif ke dalam
lapisan kulit ......................................................................................... 12
3
DAFTAR TABEL
Tabel I : Studi penyerapan perkutan in vitro ............................................................ 16
Tabel II : Studi penyerapan perkutan in vivo meliputi
-
studi kuantitatif : Pengukuran penyerapan dan tetapan permeabilitas ........... 16
studi kualitatif : Evaluasi pengaruh bahan pembawa terhadap
penyerapan, studi kondisi pemakaian ( friksi, ionoforesis,
penutupan dan pengikisan) ............................................................................... 17
Tabel III : Studi penempatan bahan obat dan struktur kulit ..................................... 17
4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena berkat
dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dari awal hingga selesai.
Makalah yang disusun mengambil judul “Studi Biofarmasetika Sediaan yang
Diberikan Melalui Kulit”. Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat salah satu sediaan
farmasi yaitu berbentuk sediaan topikal yang diberikan melalui membran kulit. Dari
makalah ini dapat diketahui bagaimana biofarmasi sediaan yang diberikan melalui kulit
sehingga diharapkan dapat menjadi informasi yang sangat berguna bagi masyarakat.
Akhir kata, mohon maaf jika terdapat kesalahan-kesalahan karena penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Saran dan kritik sangat
diharapkan adanya untuk kebaikan makalah ini.
Pontianak, Juli 2011
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat
terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi
klinik tertentu.
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat
anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat fisikokimia atau produk obat.
Biofarmasetika berusaha mengendalikan variable-variabel tersebut melalui rancangan suatu
produk obat dengan tujuan terapetik tertentu. Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat
dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavaibilitas obat aktif dapat diubah dari
absorpsi yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat, kecepatan absorpsi yang diperlambat
atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sama sekali. Salah satu contoh rute pemberian obat
adalah melalui kulit.
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Fungsi kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lainnya dalam
tubuh manusia. Sediaan kulit memerlukan penanganan khusus yakni sediaan obat harus
mempunyai
basis
yang
sesuai
dengan
membran
yang
akan
dilaluinya. Sediaan obat dapat melalui membran, apabila basisnya lemak karena membrane
terdiri dari bagian lipida. Tahap evaluasi biofarmasetika sediaan obat kulit juga perlu
diperhatikan, agar menjamin bioavailabilitasnya.
Jadi, dapat diketahui bahwa biofarmasetika sediaan obat melalui kulit harus
memperhatikan tingkat penyerapan obat tersebut yang didasarkan pada basis obat dan harus
memperhatikan lepas lambat (artinya apabila sediaan obat tersebut diinginkan di serap di
usus tapi akhirnya baru mencapai lambung obat tersebut sudah
larut).
Ini semua harus dikaji dalam faktor-faktor LDA (Liberation, distribution, dan absorbtion).
Untuk mempelajari hal itu maka dibuatlah makalah
ini yang berjudul :
”STUDI
BIOFARMASETIKA SEDIAAN OBAT YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT”.
1.2 TUJUAN
1). Untuk mempelajari Anatomi dan Fisiologi Kulit
2). Untuk mempelajari Rute Penghantaran Obat melalui Kulit Manusia
3). Untuk mempelajari Pembuluh darah yang dekat dengan kulit
4). Untuk mempelajari Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Obat Pada
Pemberian Secara Perkutan
5). Untuk mempelajari Evaluasi biofarmasetika sediaan obat yang diberikan secara
perkutan
6
1.3 MAKSUD
1). Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi Kulit
2). Untuk mengetahui Rute Penghantaran Obat melalui Kulit Manusia
3). Untuk mengetahui Pembuluh darah yang dekat dengan kulit
4). Untuk mengetahui Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Obat Pada
Pemberian Secara Perkutan
5). Untuk mengetahui Evaluasi biofarmasetika sediaan obat yang diberikan secara
perkutan
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
2.1.1. Anatomi Kulit
Gambar 1. Kulit (Benson, 2005)
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan.
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai pelindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa,
dan fungsi pergetahan.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan
tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka,
yang berambut kasar terdapat pada kepala.
Secara histopatologis kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama,
yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis (korium), dan lapisan subkutis
(hipodermis). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
8
2.1.1.a. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan
kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng
tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti di antaranya.
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena
banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah.
Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan
ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans.
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical
pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan
berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk
kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu
dengan lain oleh jembatan antar sel; dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang
merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (melanosomes).
2.1.1.b. Lapisan Dermis
Lapisan dermis berada dibawah lapisan epidermis dan jauh lebih tebal. Lapisan
ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu
bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah; dan
pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol ke arah subkutan yang terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan
ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat
pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga
makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih.
9
2.1.1.c. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma
lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah
kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus
yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis.
2.1.2. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit
terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam
kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan
sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental.
Kuku adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang
terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan
lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah
bagian kuku yang bebas. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut
eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium.
Rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di
luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak
mengandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang
lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang
dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut
ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi
hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut
tumbuh secara siklik. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,,
nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Wasitaatmadja, 1997).
10
2.1.3. Fisiologi Kulit
Fungsi kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lainnya dalam tubuh
manusia. Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun
mekanik. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak
subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung
bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian
sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi oleh lemak permukaan kulit berpH 56,5. Proses keratinisasi merupakan sawar mekanis karena sel tanduk melepaskan diri
secara teratur dan diganti oleh sel muda di bawahnya.
Permeabilitas kulit terhadap gas O2 dan CO2 mengungkapkan kemungkinan kulit
mempunyai peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh
tebal kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme, dan jenis vehikulum zat yang
menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antarsel, saluran kelenjar, atau
saluran keluar rambut.
Kelenjar kulit juga mengeluarkan zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme
dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia, dan sedikit lemak. Produk kelenjar
lemak dan keringat di permukaan kulit membentuk keasaman keasaman kulit pada pH
5-6,5. Pemguapan air dari dalam tubuh dapat terjadi secara difusi melalui sel-sel
epidermis, tetapi karena sel epidermis baik fungsi sawarnya, maka kehilangan air
melalui sel epidermis dapat dicegah agar tidak melebihi kebutuhan tubuh.
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan sub kutis. Badan
Ruffini di dermis menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas oleh badan Krause.
Badan taktil Meissner dan badan Merkel – Renvier yang terletak di papil dermis
menerima rangsang rabaan.
Kulit mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan
oto dinding pembuluh darah kulit. Saat suhu tubuh meningkat kelenjar keirngat
mengeluarkan keringat ke permukaan kulit bersama dengan panas tubuh.
Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari
kehilangan panas saat dingin.
Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis. Jumlah
melanosit serta jumlah dan besar melanin yang terbentuk menentukan warna kulit.
Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu,
dan oksigen oleh sel melanosit. Bila pajanan bertambah produksi melanin akan
meningkat.
Kulit melakukan proses keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid. Proses
keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini
11
berlangsung terus menerus dan berguna sebagai rehabilitasi kulit agar selalu dapat
melaksanakan fungsinya secara baik. Kulit juga berperan dalam produksi vitamin D dari
bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari.
2.2 RUTE PENGHANTARAN OBAT MELALUI KULIT MANUSIA
Gambar 2. Representasi rute penetrasi zat melalui lapisan startum corneum (Benson,
2005)
Kontak diantara molekul obat dengan permukaan kulit dapat terjadi melalui tiga
jalur, yaitu melalui saluran keringat, via folikel rambut dan kelenjar sebaseus (disebut
juga shunt atau rute apendageal) maupun secara langsung melewati stratum korneum.
Perkembangan penelitian saat ini lebih diarahkan pada pemahaman mengenai struktur
dan penyusun barier stratum korneum.
Stratum korneum terdiri dari 10 – 15 lapisan korneosit dengan variasi ketebalan
berkisar antara 10-15 m pada kondisi kering hingga 40 m saat mengalami hidrasi.
Termasuk di dalamnya lapisan multi layer “brick and mortar” korneosit kaya keratin
(bricks) di dalam matriks intraselular (mortar) yang secara umum terdiri dari ceramid
rantai panjang, asam lemak bebas, trigliserida, kolesterol, kolesterol sulfat dan
sterol/ester lilin. Meskipun begitu, sebenarnya korneosit tidak berbentuk seperti batako
(brick), melainkan poligonal, panjang dan rata (ketebalan berkisar antara 0.2 – 1.5 m,
berdiameter 34 – 46 m). Bagian tengah dan atas stratum granulosum merupakan lapisan
lipid intraselular yang tersusun oleh keratinosit yang membatasi isi lamelar stratum
granulosum dengan bagian interselular. Pada lapisan terluar stratum korneum, material
yang sudah dilepaskan ini kembali digunakan dalam membentuk lamelar lipid interselular
12
yang kemudian akan berasosiasi membentuk lipid bilayer dengan terikat pada rantai
hidrokarbon dan kepala polar yang larut dalam lapisan aquaeus. Akibat dari susunan lipid
stratum korneum yang demikian menyebabkan lapisan ini memiliki sifat yang berbeda
dengan membran biologi lain. Rantai karbon tersusun membentuk bagian kristalin, gel
lamelar dan cairan kristal lamelar. Adanya protein intrinsik dan ekstrinsik seperti enzim
juga dapat berefek pada struktur lamelar stratum korneum. Air merupakan komponen
esensial bagi stratum korneum, air berperan sebagai plasticizer yang mencegah terjadinya
retakan pada stratum korneum dan juga terlibat dalam generasi faktor pelembab alami
yang membantu dalam mengatur kelenturan stratum korneum.
Pemahaman mengenai bagaimana fisika kimia suatu obat yang berdifusi serta
mekanismenya dalam mempengaruhi proses penyerapan obat melalui stratum korneum
dan dengan demikian dapat mengoptimalkan penghantaran obat, perlu dilakukan
determinasi lebih lanjut mengenai rute mana paling penting dalam proses penghantaran
obat melalui stratum korneum. Secara sederhana mekanisme ini diawali masuknya obat
melalui stratum korneum dengan cara berdifusi melalui bagian aqeous untuk bagian
yang bersifat hidrofilik yang terletak pada permukaan luar filamen intraselular keratin
(rute intraselular atau transselular) dan bagian lipofilik berdifusi melalui matriks lipid
antarfilamen (rute interselular). Suatu molekul yang melintasi rute transselular akan
mengalami partisi dan berdifusi melalui keratinosit, namun untuk berpindah ke
keratinosit selanjutnya molekul tersebut akan mengalami partisi lebih danjut dan
berdifusi melalui sekitar 4 – 20 lamelar lipid untuk setiap keratinosit. Rangkaian proses
partisi dan difusi melalui lapisan multi hidrofilik dan hidrofobik keratinosit tidak umum
terjadi pada sebagian besar obat. Sehingga saat ini rute interselular dianggap sebagai
jalur permeasi utama untuk sebagian besar obat saat melewati stratum korneum.
Akibatnya sebagian besar perkembangan teknik peningkatan penyerapan obat melalui
kulit lebih terarah pada manipulasi kelarutan obat dalam lipid atau perubahan struktur
obat ke arah lipofilik.
13
Gambar 3 :
Gambaran skematik
berbagai tahap
difusi zat aktif ke
dalam lapisan kulit
()
2.3. PEMBULUH DARAH YANG DEKAT DENGAN KULIT
Sistem vena dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu, vena permukaan (superficial) dan
vena dalam. Vena permukaan merupakan tempat masuknya obat secara topikal atau
transdermal. Struktur pembuluh darah arteri dan vena terdiri dari 3 lapisan, yaitu: tunika
antima (pembuluh yang paling dalam), tunika media (pembuluh tengah) dan tunika
adventitia (pembuluh darah paling luar). Lapisan-lapisan ini mempunyai struktur yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh lokasi dan fungsi pada masing-masing pembuluh darah.
Tunika intima merupakan lapisan endothelial tunggal, lembut dan datar sepanjang
pembuluh darah, jaringan penghubung subendothelias lebih pendek dan basal lamina
atau dasar membran lebih luas. Tunika media mengandung otot lembut dan jaringan
serabut lain yang tersusun melingkari seluruh pembuluh darah dengan serabut saraf
untuk vasokontriksi atau vasodilatasi. Tunika adventitia adalah jaringan penyambung yang
berserabut, tersusun sepanjang pembuluh darah, banyak mengandung vasa vasaron,
saraf simpaptetic dan afferent.
14
2.4
BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES LDA (LIBERATION,
DISTRIBUTION DAN ABSORBTION) OBAT PADA PEMBERIAN SECARA PERKUTAN
2. 4.1 Penyerapan(Absorbsi)
Kajian yang dilakukuan hanya terbatas pada faktor-faktor yang dapat mengubah
ketersediaan hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan yang dioleskan pada kulit,
meliputi:
2.4.1.1 Lokalisasi Sawar(Barrier)
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah
masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini terutama disebabkan oleh adanya lapisan tipis
lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada daerah ini,
ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung dengan kulit bagian dalam yang
dibentuk oleh kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dengan cairan ekstraseluler,
yang juga merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan deretan selsel germinatif. Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lifofilik dengan cara difusi
dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa yang larut dalam air dapat teremulsi.
Sawar (Barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk (Stratum corneum)
yang berperan sebagai pelindung kulit yang paling efisien karena deretan sel-selnya
saling berikatan dengan kohesi yang sangat kuat. Dengan demikian epidermis
mempunyai 2 (dua) lapisan pelindung, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik
yang terletak pada lapisan tanduk (Stratum corneum) yang salah satu elemennya
berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan pelindung yang kedua terletak di subjuction dan kurang efektif, dibentuk oleh epidermis hidup yang pemeabilitasnya dapat
disamakan dengan membran biologis lainnya.
2.4.1.2.Jalur Penembusan (Absorbsi)
Absorbsi perkutan terdiri dari pemindahan obat dari permukaan kulit ke stratum
corneum, dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan berikutnya difusi obat melalui
stratum corneum yang terletak dibawah epidermis, melewati dermis dan masuk kedalam
mikrosirkulasi. Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata dapat
terjadi, baik secara difusi melalui lapisan tanduk (stratum corneum) maupun secara difusi
melalui kelenjar sudoripori atau organ pilosebasea. Pada tahap awal, proses penyerapan
lebih ditentukan oleh lintasan transfolikuler, selanjutnya pada tahap kedua, karena
perbedaan difusi yang terjadi dalam lapisan tanduk, maka lintasan transepidermis yang
lebih menentukan.
15
2.4.1.3.Penahanan Dalam struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan
Telah lama diketahui, adanya penumpukan senyawa yang digunakan setempat pada
bagian tertentu kulit, terutama pada lapisan tanduk (stratum corneum). Hal ini
dikarenakan di dalam struktur kulit terdapat suatu daerah depo dan dari tempat tersebut
zat aktif akan dilepaskan secara perlahan. Bila diperlukan penahan sediaan pada lapisan
tanduk (stratum corneum), baik setelah pencucian, maka sifat bertahan ini disebut
“substantivitas”. Hal tersebut secara nyata ditemukan dalam sediaan tabir surya,sediaan
pelembab dan sediaan minyak mandi.
Lapisan tanduk (stratum korneum) bukan satu-satunya penyebab terjadinya
fenomena penahanan senyawa pada kulit; dalam hal tertentu dermis berperan sebagai
depo.penumpukan zat aktif dapat juga terjadi karena senyawa terikat dalam bentuk
metabolit sesudah penyerapan sistemik; seperti griseofulvin dan asam amino yang
mengandung belerang, dan tergabung dalam struktur wit yang hidup dan terkeratinisasi
2.4.2.Faktor Fisiologik Yang Mempengaruhi penyerapan Perkutan
2.4.2.1.Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya
berkurang bila terjadi kerusakan dan perubahan pada sel-sel lapisan tanduk. Pada
keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum
corneum); dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka permeabilitas
kulit akan meningkat. Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh plester,
maka kecepatan difusi air dan sejumlah senyawa lain akan meningkat secara nyata.
Akibatnya terjadi “delipidasi“ stratum corneum menyebabkan pembentukan “shunts”
buatan dalam membran, sehingga mengurangi tahanannya terhadap difusi. Difusi juga
tergantung pada umur subyek, kulit anak-anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang
dewasa.
2.4.2.2.Aliran Darah
Perubahan debit darah kedalam kulit secara nyata akan mengubah kecepatan
penembusan molekul. Pada sebagian besar obat-obatan, lapisan tanduk merupakan
faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk
menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun bila kulit luka
atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif, maka jumlah zat aktif yang menembus
akan lebih banyak dan peran debit darah merupakan faktor yang menentukan.
2.4.2.3.Tempat Pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama,akan berbeda dan
tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan: kulit tangan, kaki, dada, dan
16
punggung. perbedaan ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk
(stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9
pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin untuk kulit telapak tangan dan telapak
kaki. Sesuai dengan hukum Ficks (persamaan 3), maka ketebalan membrane yang
bermacam-macam, akan menybabkan peningkatan waktu laten yang diperlukan untuk
mencapai keseimbangan konsentrasi pada lapisan tanduk dan sisi lain akan
menyebabkan pengurangan aliran darah.
2.4.2.4.Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah, yaitu 5-15%
namun dapat ditingkatkan sampai 50% dengan cara pengolesan pada permukaan kulit
suatu bahan pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu pembalut
impermeable. Stratum corneum yang lembab mempunyai afinitas yang sama terhadap
senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida. Kelembaban dapat
mengembangkan lapisan tanduk dengan cara pengurangan bobot jenisnya atau tahanan
difusi. Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada keadaan normal, relatif tetap dan
tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapan. Sebaliknya secara in vitro, pengaruh
suhu dengan mudah dapat diatur.
2.5 EVALUASI BIOFARMASETIKA SEDIAAN OBAT YANG DIBERIKAN SECARA PERKUTAN
Jumlah senyawa yang diserap lewat jalur perkutan sangat sedikit dan umumnya sulit
dilacak, bahkan kadang tidak mungkin. Hal tersebut disebabkan sensitivitas metoda
penentuan kadar fisikokimianya sering tidak memadai. Studi yang umumnya digunakan
untuk penilaian ketersediaan hayati obat yang diberikan melalui kulit ada dua, yaitu
(AIACHE, 1982):
2.5.1 Studi Difusi In Vitro
Penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan melalui kulit meliputi uji
kekentalan bentuk sediaan, ketercampuran dan pengawetan. Sesudah pengujian tersebut,
umumnya dilanjutkan dengan uji pelepasan zat aktif in vitro denga tujuan dapat
ditentukannya pembawa yang paling sesuai untuk dapat melepaskan zat aktif di tempat
pengolesan. Metode pengujian yang telah diajukan meliputi:
a. Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
b. Dialisis melalui membran kolodion atau selofan
2.5.2 Studi Penyerapan
Penyerapan perkutan dapat diteliti dari dua aspek utama yaitu penyerapan sistemik
dan lokalisasi senyawa dalam struktur kulit dengan cara in vitro dan in vivo sehingga dapat
17
dipastikan lintasan penembusan dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan
efektifitas berbagai bahan pembawa. Prinsip metoda penyerapan perkutan dirangkum
dalam tabel berikut yaitu:
a. Tabel I : Studi penyerapan perkutan in vitro
b. Tabel II : Studi penyerapan perkutan in vivo meliputi
- studi kuantitatif : Pengukuran penyerapan dan tetapan permeabilitas
18
-
studi kualitatif : Evaluasi pengaruh bahan pembawa terhadap penyerapan,
studi kondisi pemakaian ( friksi, ionoforesis, penutupan dan pengikisan)
c. Tabel III : Studi penempatan bahan obat dan struktur kulit
19
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1). Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia.
2). Kontak diantara molekul obat dengan permukaan kulit dapat terjadi melalui tiga
jalur, yaitu melalui saluran keringat, via folikel rambut dan kelenjar sebaseus
maupun secara langsung melewati stratum korneum
3). Vena permukaan merupakan tempat masuknya obat secara topikal atau
transdermal
4). Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Proses LDA Obat Pada Pemberian Secara
Perkutan yaitu penyerapan dan faktor-faktor fisiologis
5). Evaluasi biofarmasetika sediaan obat yang diberikan secara perkutan yaitu studi
difusi in vitro dan studi penyerapan
20
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M, Devissaguet, hermann G. 1982. Farmasetika 2-biofarmasi, ed2. Airlanga
University Press. Surabaya
Annisa.2008. “Evaluasi Selep Minyak Atsiri dari Daun Sirih (Piper betle L)”.
Http://www.lontar.ump.com/05/skripsi_up5.pdf. diakses tanggal 13 mei 2012.
Simanjuntak, M.T .2006: Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit. USU Press.
Medan.
Benson, Heather A.E., 2005, Transdermal Drug Delivery: Penetration Enhancement
Techniques, Current Drug Delivery, 2, 23 – 33.
Wasitaatmadja, Sjarif M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
21
Download