CYBER-TECHN. VOL 10 NO 2 (2016) AKTIVITAS POLIFENOL EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB INFEKSI ACNE Khoirin Maghfiroh*) ABSTRAK Acne merupakan infeksi kulit yang disebabkan karena penyumbatan pori pori kulit. Penyumbatan pori –pori kulit, salah satunya disebabkan oleh debu yang membawa bakteri. Keberadaan bakteri pada pori – pori kulit mengakibatkan infeksi. Staphylococcus aureus adalah salah satu jenis bakteri yang terlibat dalam infeksi acne. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak Seledri (Apium graveolens) terhadap bakteri penyebab infeksi acne dan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak Seledri (Apium graveolens) yang paling efektif dalam menurunkan kadar infeksi Acne. Berdasarkan sifat masalahnya penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian The Post Only Control Group Design. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh berbagai macam dosis perlakuan ekstrak Seledri terhadap bakteri penyebab infeksi acne. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni bakteri penyebab infeksi acne dengan kepadatan dengan kepadatan 1x106 CFU/ml yang diambil secara simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berbagai konsentrasi ekstrak Seledri (Apium graveolens). Di mana variasi konsentrasi ekstrak Seledri yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%.Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah jumlah koloni bakteri bakteri penyebab infeksi acne.Variabel kendali dalam penelitian ini adalah medium biakan, suhu inkubasi 37oC dan lama inkubasi 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi ekstrak Seledri berpengaruh dalam menurunkan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi acne dan ekstrak ini lebih efektif pada konsentrasi 100% dengan rerata sebesar 491 CFU/ml. Key words : Seledri, Ekstrak, Mikroorganisme, Infeksi Acne. PENDAHULUAN Hormon merupakan faktor utama yang mempengaruhi timbulnya acne. Hormon seks merupakan salah satu hormon yang berperan dalam infeksi acne. Hormon tersebut bersifat fluktuatif terutama pada perempuan. Fluktuasi hormon salah satunya dapat disebabkan oleh perubahan siklus reproduksi yang terjadi secara periodik (Setyawan, 2008). Selama masa pubertas, terjadi peningkatan aktivitas kelenjar sebasea, sehingga dapat berdampak pada produksi minyak yang berlebihan. Pemadatan minyak dan pengelupasan kulit dapat mendukung pertumbuhan bakteri dalam pori – pori kulit. Hal tersebut dapat berdampak pada pembentukan komedo yang dapat menyebabkan penyumbatan aliran minyak dari folikel ke pori – pori. Bakteri yang beraktivitas di dalam pori – pori dapat menyebabkan infeksi (Zainal, 2007). Pertumbuhan mikrorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Penghambatan dan pembasmian merupakan salah satu upaya pengendalian pertumbuhan populasi mikroorganisme. Menurut Pelczar dan Chan (1998), Zat antimikroba adalah zat memiliki kemampuan untuk menghambat maupun menghentikan pertumbuhan mikroorganisme, salah satunya melalui jalur metabolisme. CYBER-TECHN. VOL 10 NO 2 (2016) Menurut Jawetz (2001) Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk membunuh mikroba yang bersifat parasit pada manusia. Antimikroba yang ideal adalah yang bersifat toksisitas selektif artinya obat tersebut berbahaya bagi parasit tetapi tidak berbahaya bagi inang. Mekanisme kerja obat antimikroba dapat dikelompokkan dalam empat kelompok utama yaitu: pencegahan sintesis pada dinding sel mikroorganisme, pencegahan aktivitas membran sel, pencegahan transkripsi dan translasi, dan pencegahan pembentukan asam nukleat. Pengembangan senyawa kimia telah dilakuan sejak 1935. Senyawa kimia tersebut secara sintetik dihasilkan di laboratorium dan berasal dari hasil metabolisme mikroorganisme tertentu. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dipertimbangkan dalam memilih zat antimikrobial kimiawi adalah : Jenis zat dan mikroorganisme (zat antimikrobial yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis mikroorganismenya karena memiliki kerentanan yang berbeda – berbeda), konsentrasi dan intensitas zat antimikrobial (semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobial yang digunakan, maka semakin tinggi pula daya kemampuannya dalam mengendalikan mikroorganisme), Jumlah organisme (semakin banyak mikroorganisme yang dihambat atau dibunuh, maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengendalikannya), Suhu (suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimikrobial), Bahan organik (bahan organik asing dapat menurunkan efektivitas zat antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme) (Pelczar, dkk. 1998). Seledri merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai anti mikroba. Sifat antimikroba pada Seledri disebabkan oleh kandungan alkohol alifatik, komponen karbonil, fenol, epoksida aromatik, dan turunan phthalide. Senyawa utama yang terdapat pada seledri adalah limonen (214 mg per kg). Seluruh bagian tanaman seledri mengandung pro-vitamin A, Vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Kardinan, dkk. 2007). Beberapa kandungan dari daun Seledri dapat menstimulasi aktivitas enzim pencernaan, menurunkan tekanan darah, menghentikan pendarahan (hemostatis), peluruh kencing (diuretik), peluruh haid, mengeluarkan asam urat darah yang tinggi, pembersih darah, dan memperbaiki fungsi hormon yang terganggu (Dalimartha, 2000). Selain manfaat di atas, Seledri juga dapat bersifat sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans (Majidah, 2014). Sifat antimikroba tersebut diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri Staphyloccus aureus. Dengan adanya fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui dengan cara menguji secara ilmiah tentang tanaman obat Apium graveolens, karena selama ini belum banyak literatur tentang potensi tanaman ini sebagai antimikrobial. Dari hal tersebut peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang aktivitas polifenol pada ekstra Seledri (Apium graveolens) kemudian menguji secara ilmiah tentang potensi tanaman obat tersebut sebagai antimikrobial dengan penelitian yang berjudul ”Aktivitas Polifenol Ekstrak Seledri (Apium graveolens) terhadap Bakteri Penyebab Infeksi Acne”. METODE PENELITIAN Bakteri Bakteri diisolasi dari acne tipe 1. Hasil isolasi diperoleh empat jenis bakteri, melalui identifikasi morfologi. Berdasarkan hasil identifikasi morfologi, bakteri terbanyak adalah jenis yang diduga Staphylococcus aureus. Jenis tersebut diuji berdasarkan prosedur identifikasi spesifik untuk bakteri Stpahylococcus aureus. Setelah hasil uji menunjukkan positif S.aureus, dilakukan isolasi. Sampel yang digunakan adalah biakan murni bakteri 1 CYBER-TECHN. VOL 10 NO 2 (2016) penyebab infeksi acne dengan kepadatan 1x106 CFU/ml yang diambil secara simple random sampling. Perlakuan dengan Ekstrak Seledri Mempersiapkan erlenmeyer yang berisi ekstrak Seledri yang telah diencerkan dengan medium dengan konsentrasi masing – masing 25%, 50%, 75%, 100%, di mana setiap konsentrasi diulang 3 kali, dan 1 ml berisi media Agar sebagai kontrol negatif. Menambahkan 1 ml suspensi S.aureus dengan kepadatan 1x106 CFU/ml yang telah dilarutkan dalam Nutrient broth ke dalam masing – masing cawan petri. Menginkubasi pada suhu 37oC selama 3x24 jam. Mengamati pertumbuhan koloni pada setiap cawan petri. Menghitung jumlah koloni dengan colony counter bila terjadi pertumbuhan. Penghitungan Jumlah Koloni Setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 1x24 jam kemudian dilakukan pengamatan apakah terjadi pertumbuhan bakteri. Apabila terjadi pertumbuhan dilakukan penghitungan jumlah koloni dengan menggunakan colony counter. Pertama-tama cawan petri diletakkan diatas colony counter dengan posisi tutup cawan petri dibawah atau terbalik, kemudian menghitung koloni dengan cara menekan cawan dengan spidol pada tempat yang tumbuh koloninya sampai muncul angka dalam monitor. Analisa Data Data diuji statistik menggunakan one way ANOVA (Analysis of Variance) (p<0,05) melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16.0. Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian aktivitas polifenol ekstrak Seledri (Apium graveolens) terhadap bakteri penyebab infeksi acne, diperoleh data sebagai berikut ini: Tabel 1. Grafik Aktivitas Polifenol Ekstrak Seledri Berdasarkan hasil analisa data di atas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan terhadap perubahan jumlah bakteri Staphylococcus aureus (bakteri dengan jumlah terbanyak saat proses identifiasi) pada konsentrasi yang berbeda. 2 CYBER-TECHN. VOL 10 NO 2 (2016) Perlakuan ekstrak Seledri dengan konsentrasi 100% tidak berbeda siginifikan dengan perlakuan 75% namun secara signifikan berbeda dengan 0% dan dapat menurunkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan rerata sebesar 491 CFU/ml. Perlakuan ekstrak Seledri dengan konsentrasi 75% tidak berbeda siginifikan dengan ekstrak seledri dengan konsentrasi 100%, 50% dan 75% namun dapat menurunkan pertumbuhan koloni dengan rerata sebesar 651,33 CFU/ml. Perlakuan ekstrak seledri dengan konsentrasi 50% tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan ekstrak seledri konsentrasi 75% dan 25% namun dapat menekan pertumbuhan koloni dengan rerata sebesar 729,33 CFU/ml. Perlakuan 50% dan 25 % tidak berbeda secara signifikan namun, kedua perlakuan tersebut berbeda siginifikan dengan kontrol (0%). Semakin tinggi zat antimikrobial yang diberikan pada koloni bakteri Staphylococcus aureus maka akan semakin tinggi pula potensi kematian bakteri tersebut. Pertumbuhan mikrorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Menurut Pelczar dan Chan (1998), Zat antimikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari antijamur dan antibakterial. Zat antibakterial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri dapat bersifat mengambat (bakteriostatik) dan membunuh (bakteriosida) bakteri, salah satunya melalui jalur metabolisme. Agen yang bersifat bakteriosidal dapat menghambat metabolisme karbohidrat dan menyebabkan kerusakan DNA (Kohanski, etc. 2007). Sifat bakteriosida dapat dimiliki oleh senyawa yang dalam kehidupan sehari – hari digunakan sebagai desinfektan. Fenol merupakan senyawa yang bersifat desinfektan. Aktivitas desinfektan dapat berdampak pada kematian bakteri (Bicknell, 2003). Golongan utama pada Seledri adalah monoterpen, alkohol alifatik, dan golongan polifenol (Kardinan, dkk. 2007). Kandungan polifenol yang terdapat dalam ekstrak ini berfungsi sebagai antimikroba. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya dengan menggunakan tumbuhan ekstrak biji kakao (Tamarizki, 2012) menunjukkan bahwa zat antimikroba pada tumbuhan tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. KESIMPULAN 1. Ada pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak Seledri (Apium graveolens) dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab Infeksi Acne. 2. Ekstrak Seledri (Apium graveolens) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab kadar Infeksi Acne pada konsentrasi 100% dengan rerata 491 CFU/ml. *) Staf Pengajar UYP Pasuruan DAFTAR PUSTAKA Bicknell, etc. 2003. Microbiology Experiments: A Health Science Perspective. New York: The McGraw−Hill Companies. Dalimartha S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Penerbit: Trubus Agriwidya, Jakarta. Jawetz et al., 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit: Salemba Medica, Jakarta. Kardinan A. dan Ruhnayat A., 2007. Budi Daya Tanaman Obat Secara Organik. Penerbit: Agromedia Pustaka, Tangerang. 3 CYBER-TECHN. VOL 10 NO 2 (2016) Kohanski, M.A., etc. 2007. A Common Mechanism of Cellular Death Induce by Bactericidal Antibiotics. Cell 130, 797–810, Elsevier Inc. Majidah, Dewi, dkk. 2014. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Seledri (Apium graveolens L.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans sebagai Alternatif Obat Kumur (Antibacterial Activity of Celery Leaves Extract [Apium graveolens L.] against Streptococcus mutans as an Alternative Mouthwash). Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Jember. Pelczar M.j & Chan E.C.S., 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Penerbit: Universitas Indonesia, Jakarta. Schegel, H. G. 1984. Mikrobiologi Umum Edisi ke Enam. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Setyawan, Budi. 2008. Tipe-Tipe Jerawat. http://maduhighdesert.blogspot.com/2008/03/acne-jerawat.html. (Diakses tanggal 12 September 2008). Tamarizki, Mekania. 2012. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Polifenol Biji Kakao Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Volk and Wheeller, 1989. Mikrobiologi Dasar. Jilid II. Penerbit: Airlangga, Jakarta. Zainal. 2007. Ciri-ciri Acne. www-ang.kfunigraz.ac.at/~katzer/engl/spice_welcome.html (Diakses tanggal 10 Sepetember 2009). 4