Al-QURAN DAN PRINSIP KOMUNIKASI

advertisement
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Al-QURAN DAN PRINSIP KOMUNIKASI
Sibawaih
Agus Dedi Putrawan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram
Email: [email protected]
Abstrak
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang merupakan
mukjizat terbesar sepanjang sejarah manusia. Sedang
komunikasi adalah proses pengiriman pesan atau informasi
dari komunikator kepada komunikan kemudian menghasilkan
umpan balik feedback. Allah dalam konteks ini mengambil
posisi sebagai komunikator kemudian pesan-nya tertulis
dalam al-Qur’an itu sendiri dan manusia sebagai komunikan.
Naba’ dalam bahasa arab berarti berita kemudian Nabi
adalah orang yang menyampaikan berita, dalam surat (Qs.
al-a’raf: 188). Dalam tulisan ini penulis ingin menunjukkan
bahwa inti dakwah adalah berkomunikasi, mengajak orang
lain untuk mengikuti tuntunan Allah SWT. Oleh karenanya,
kemampuan berkomunikasi dengan baik menduduki posisi
yang strategis. Karena itu Islam memandang bahwa setiap
muslim adalah da’i. Sebagai da’i, ia senantiasa dituntut untuk
mau dan mampu mengkomunikasikan ajaran-ajaran Ilahi
secara baik. Sebab, kesalahan dalam mengkomunikasikan
ajaran Islam, justru akan membawa akibat yang cukup serius
dalam perkembangan dakwah Islam itu sendiri.
Kata Kunci: al-Quran, Komunikasi, Naba’, Dakwah.
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
1
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril yang merupakan mukjizat ter­
besar sepanjang sejarah manusia.1
Dan bagi siapa saja yang membaca AlQur’an sekalipun tidak memahami
maknanya terhitung sebagai ibadah
dan mendapatkan ganjaran pahala
yang sangat besar sebagaimana
dijelaskan dalam Hadist Qudsi yang
artinya: Diriwayatkan oleh Abu
Said, Rasulullah SAW bersabda: “
Allah berfirman: barang siapa yang
disibukkan dari memohon kepadaKu karena membaca Al-Qur’an,
maka Aku akan berikan dia sebaikbaik ganjaran orang yang memohon.
Kelebihan firman Allah dari semua
perkataan adalah seperti kelebihan
Allah dari semua mahluk-Nya.”
Sedang Komunikasi adalah pro­
ses pengiriman pesan atau informasi
dari komunikator kepada komunikan
kemudian menghasilkan suatu
feedback atau respon. Allah SWT
di sini mengambil posisi sebagai
komunikator kemudian “pesan”-nya
tertulis dalam Al-Qur’an itu sendiri
dan manusia sebagai komunikan.
Naba’ dalam bahasa arab berarti
berita kemudian Nabi adalah orang
yang menyampaikan berita, dalam
surat (Qs.al-A’raf: 188) yang artinya:
2
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
“Katakanlah aku tidak berkuasa
menarik
kemanfaatan
bagi
diriku dan tidak pula menolak
kemudharatan
kecuali
yang
dikehendaki Allah. Dan sekiranya
aku mengtahui yang gaib tentulah
aku membuat kebajikan yang
sebanyak – banyaknya dan aku tidak
ditimpa kemudaratan. Aku tidak
lain hanyalah pemberi peringatan
dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman.”
Nabi Muhammad sebagaimana
nabi-nabi terdahulu telah dimandat­
kan oleh Allah untuk menyampaikan
pesan kepada umat-umat mereka
sesuai dengan komunitas, tempat,
waktu dan bahasa masing-masing,
al-Qur’an
disampaikan
untuk
seluruh mahluk yang ada di dunia
baik Muslim maupun non Muslim
sekalipun. Meskipun taurat dan injil
diterjemahkan dalam berbagai versi
bahasa, akan tetapi al-Qur’an tetap
melebihi kitab-kitab suci tersebut,
sehingga bentuk komunikasi Allah
kepada mahluk-nya ini terabadikan
dalam teks (tulisan).
Al-Qur’an sebagai kitab suci dapat
dikategorikan sebagai salah satu jenis
media massa cetak, (Fahrurrozi,
2010). Tidak jauh beda dengan
fungsi-fungsi yang dimiliki media
massa yaitu: fungsi information,
fungsi education, fungsi kritik,
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
fungsi control social, fungsi penyalur
inspirasi dan aspirasi masyarakat, ia
juga mampu membuat masyarakat
merasakan keadaan di sekitar kita,
baik di dalam lingkungan sendiri
maupun di luar lingkungan mereka,
(Rusdi Hamka dan Rafiq, 1989 ).
B. Komunikasi ala al-Qur’an dan
Prinsip-Prinsip Komunikasi
dalam al-Qur’an
Secara etimologis, komunikasi
merupakan terjemahan dari commu­
nication yang mula-mula ber­kembang
di Amerika. Secara terminologis
menurut Webster New Dictionary
sebagaimana di­kutip oleh Sri Haryani
komunikasi dapat diterjemahkan:
”The art of expressing ideas especially
in speech and writting.” atau dengan
kata lain, seni mengekpresikan ideide baik melalui lisan maupun tulisan.
Terminologi lain dikemukakan oleh
Hovland seperti yang dikutip Efendi:
“Communication is the process by
which an individual as communicator
transmits stimuli to modify the behavior
of other individuals”, komunikasi
merupakan suatu proses dimana
seorang komunikator mengirimkan
stimuli untuk mengubah perilaku
dari orang lain atau komunikan.
Secara garis besar bentuk komunikasi
ada dua macam, yakni komunkasi
non verbal dan komunkasi verbal.
1. Komunikasi non verbal adalah
kumpulan isyarat, gerak tubuh,
intonasi suara, sikap dan
sebagainya yang memungkinkan
seseorang untuk berkomunikasi
tanpa menggunakan kata-kata
.Komunikasi non verbal memiliki
berbagai perbedaan dengan ko­
mu­nikasi verbal. Salah satunya,
tidak mempunyai struktur yang
jelas, sehingga relatif lebih sulit
untuk dipelajari.
Disamping itu intensitas ter­
jadinya komunikasi non verbal
juga tidak dapat diperkirakan
dan bersifat spontanitas. Namun
demikian dalam praktiknya
banyak digunakan karena mem­
punyai beberapa manfaat, se­
tidaknya memperjelas apa yang
disampaikan secara verbal, di
samping dapat menguatkan.
2. Komunikasi verbal adalah ko­
munikasi dengan mengguna­kan
simbol-simbol yang mem­punyai
makna dan berlaku umum, seperti
suara, tulisan, atau gambar. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa
dalam komunikasi ini tidak
hanya menyangkut komunikasi
lisan saja, tetapi juga komunikasi
tertulis. Bahasa merupakan
simbol atau lambang yang paling
banyak digunakan. Mengapa
demikian? Karena bahasa da­
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
3
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
pat mewakili banyak fakta,
fenomena, dan bahkan sesuatu
yang bersifat abstrak yang ada di
sekitar manusia. Oleh karena itu
dalam komunikasi bahasa inilah
yang banyak digunakan oleh
masyarakat.
Islam sebagai agama yang
sempurna dan paripurna seharusnya
memiliki konsep tentang know how
berkomunkasi verbal. Demikian
pula halnya dengan al-Qur’an
sebagai kitab suci yang mengkover
berbagai persoalan yang dihadapi
manusia, tidak terkecuali tentang
konsep komunikasi verbal.
Al-Qur’an memerintahkan untuk
berbicara efektif (Qaulan Baligha).
Semua perintah jatuhnya wajib,
selama tidak ada keterangan lain
yang memperingan. Begitu bunyi
kaidah yang dirumuskan Ushul Fiqh.
Dari sisi lain Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, hendaklah
berbicara secara efektif atau diam”.
Asy-Syaukani dalam Kitab tafsir
Fathul Qadir, sebagaimana dikutip
Jalauddin Rahmat, mengartikan
al-Bayan
sebagai
kemampuan
berkomunikasi. Konsep tentang
komunkasi verbal tidak hanya
berkaitan dengan masalah cara
berbicara efektif saja melainkan juga
etika bicara.
4
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
Sebagai Kalam Allah, Al-Qur’an
memiliki multi dimensi pembahasan
dan multi manfaat. Diturunkan
kepada umat manusia sebagai rahmat
dan hidayat. Untuk memperoleh
petunjuk dan pelajaran dari kitab
Suci ini, konsep-konsep yang
dikandungnya harus dijabarkan dan
dioperasionalkan agar lebih mudah
dicerna, dipahami, dan diamalkan
dalam berbagai tingkat serta latar
belakang sosiokultural.
Istilah Qaulan Layyina terdapat
dalam Al-Qur’an Surah Thaha ayat
44 :
‫إذ هبا إىل فرعون إنه طغى فقوال‬
‫قوال لينا لعله يتذكرون أوخيشى‬
“Maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan
ia ingat atau takut” (QS. Thaha:
44).
Dalam Tafsir Al-Qurtubi di­
jelas­kan bahwa ayat ini me­
rekomendasikan untuk memberi
peringatan dan melarang sesuatu
yang munkar dengan cara yang
simpatik melalui ungkapan atau katakata yang baik dan hendaknya hal
itu dilakukan dengan menggunakan
perkataan yang lemah lembut, lebihlebih jika hal itu dilakukan terhadap
penguasa atau orang-orang yang
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
berpangkat. Bukankah Allah sendiri
‫لعله يتذكر أوخيشى‬
telah memperingatkan dalam firman­
Nya yang artinya: “Maka berbicaralah
Kata la’alla (mudah-mudahan)
kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dalam kalimat ini menunjukkan
dengan kata-kata yang lemah lembut.” tercapainya maksud sesudah kata itu,
Oleh sebab itu, datang perintah yakni, perintah untuk menjalankan
yang serupa kepada Nabi Muhammad risalah, mengajarkan atas apa yang
diperintahkan Allah dan berusaha
saw:
untuk mengerjakan seperti halnya
‫ إدع اىل سبيل ربك باحلكمة واملوعظة‬orang lain mengerjakan atau
bahkan lebih. Untuk itulah kata
.‫ احلسنة وجادهلم بالتى هيىاحسن‬lembut tidak berarti kata-kata yang
“Serulah (manusia) kepada jalan lemah, karena dalam kelembutan
Tuhan-Mu dengan hikmah dan tersebut tersimpan kekuatan yang
pelajaran yang baik dan bantahlah dahsyat yang melebihi kata-kata
mereka dengan cara yang baik”. yang diungkapkan secara lantang
dan kasar, terlebih jika disertai sikap
(QS. An-Nahl: 125).
yang tidak bersahabat, justru akan
Contoh lain perkataan lemah
mendatangkan sikap antipati dan
lembut ialah perkataan Musa kepada
memusuhi.
Fir’aun:
Kata yang lembut mengandung
‫ هل لك إىل أن تزكى واهديك‬keindahan. Indah untuk didengar­
kan dan untuk disampaikan serta
‫إىلربك فتخشى‬
mudah dicerna siapa pun. Oleh
“Adakah keinginan bagimu untuk karenanya dalam berdakwah, katamembersihkan diri (dari kesesatan) kata yang lembut hendaknya lebih
dan kamu akan kupimpin ke jalan diutamakan, sehingga orang yang
Tuhanmu agar supaya kamu takut mendengarkannya tidak merasa
kepadanya” (QS. An Nazi’at:18- terganggu, bahkan justru tumbuh
rasa simpati, empati untuk selalu
19).
mendengarkannya. Dan bahkan
Selanjutnya Allah mengemuka­
menjadikannya suatu prinsip hidup.
kan alasan, mengapa Musa di­
Sikap simpatik yang tercermin pada
perintahkan untuk berkata lemah
kehalusan sikap dan kelembutan
lembut:
kata, mutlak diperlukan untuk men­
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
5
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
jamin efektifitas komunikasi verbal
dan optimalisasi hasil.
C. Prinsip-Prinsip Komunikasi
dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an tidak
membicarakan masalah komunikasi
secara spesifik, namun, jika diteliti
ada banyak ayat yang memberikan
gambaran umum prinsip-prinsip
komunikasi. Antara lain, term
qaulan balighan, qaulan maisuran,
qaulan kariman, qaulan ma’rufan,
qaulan layyinan, qaulan sadidan, juga
termasuk qaul al-zur, dan lain-lain. 1. Prinsip Qaulan balighan Di dalam Al-Qur’an term qaulan
balighan hanya disebutkan sekali,
yaitu surat An-Nisa: َ ْ‫فَ َكي‬
‫ت‬
ْ ‫صابَتْ ُه ْم ُم ِصيبٌَة مِبَا قَ َّد َم‬
َ َ‫ف إِ َذا أ‬
َ ‫أَيْ ِدي ِه ْم ثُ َّم َجا ُء‬
‫وك حَيْ ِل ُفو َن بِاللهَِّ إِ ْن‬
)62( ‫أَ َر ْدنَا إِلاَّ إِ ْح َسانًا َوتَ ْو ِفي ًقا‬
َّ‫ين يَعلَم ه‬
َ ِ‫أُولَئ‬
‫اللُ َما يِف قُلُوبِ ِه ْم‬
ُ ْ َ ‫ك الَّ ِذ‬
‫ض َعنْ ُه ْم َو ِع ْظ ُه ْم َوقُ ْل لهَُ ْم يِف‬
ْ ‫فَأَ ْع ِر‬
ُ ‫) ان‬63( ‫أَنْ ُف ِس ِه ْم قَ ْولاً بَِلي ًغا‬
َ ْ‫ْظ ْر َكي‬
‫ف‬
َ
َ ‫فَ َّضلْنَا بَ ْع‬
ُ‫ض َولَ آْل ِخ َرة‬
ٍ ‫ض ُه ْم َعلى بَ ْع‬
َ‫) لا‬21( ‫ب تَ ْف ِض اًيل‬
ٍ ‫ب َد َر َج‬
ُ َ‫ات َوأَ ْك ر‬
ُ َ‫أَ ْك ر‬
َ ‫جَتْ َع ْل َم َع اللهَِّ إِلهًَا‬
‫آخ َر فَتَ ْق ُع َد َم ْذ ُمو ًما‬
)22( ً‫خَمْ ُذولا‬
6
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
“Maka Bagaimanakah halnya
apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah
disebabkan perbuatan tangan
mereka sendiri, kemudian mereka
datang kepadamu sambil bersumpah:
“Demi Allah, Kami sekali-kali tidak
menghendaki selain penyelesaian
yang baik dan perdamaian yang
sempurna”. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah mengetahui
apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan Katakanlah kepada
mereka Perkataan yang berbekas
pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisa:
62-63). Ayat ini memberikan informasi
tentang kebusukan hati kaum
munafik, bahwa mereka tidak
akan pernah mengikuti tuntunan
Rasulullah saw, meski mereka
bersumpah atas nama Allah bahwa
apa yang mereka lakukan sematamata hanya menghendaki kebaikan.
Walapun begitu, Rasulullah SAW
dilarang menghukum mereka secara
fisik (makna dari “berpalinglah
dari mereka”). Akan tetapi, cukup
memberi nasehat sekaligus ancaman
bahwa perbuatan buruk mereka
akan mengakibatkan turunnya siksa
Allah, dan berkata kepada mereka
dengan perkataan yang baligh. Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Term baligh, yang berasal dari
ba la gha, oleh para ahli bahasa
dipahami sampainya sesuatu kepada
sesuatu yang lain. Juga bisa dimaknai
dengan
“cukup”
(al-kifayah).
Sehingga perkataan yang baligh
adalah perkataan yang merasuk dan
membekas dalam jiwa. Sementara
menurut al-Ishfahani dalam buku
Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur’an,
ditahqiq oleh Muhammad Sayyid
Kailani, bahwa perkataan tersebut
mengandung tiga unsur utama,
yaitu (1) bahasanya tepat sesuai
kondisi lawan bicara (2) substansinya
sesuai dengan yang dikehendaki
(jelas), dan (3) isi perkataan adalah
suatu kebenaran. Sedangkan term
baligh dalam konteks pembicara
dan lawan bicara, adalah bahwa si
pembicara secara sengaja hendak
menyampaikan sesuatu dengan cara
yang benar agar bisa diterima oleh
pihak yang diajak bicara. 2. Prinsip Qaulan kariman
Term ini ditemukan di dalam
al-Quran hanya sekali, yaitu dalam
surat Al-Isra’:
)23( ‫َك ِرميًا‬
“Dan Tuhanmu telah memerintah­
kan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau
Kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya
Perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang
mulia“ (QS. Al Isra’: 23).
Ayat tersebut memberikan in­
formasi bahwa ada dua ketetapan
Allah yang menjadi kewajiban
setiap manusia, yaitu menyembah
Allah dan berbakti kepada kedua
orang tua. Ajaran ini sebenarnya
ajaran kemanusiaan yang bersifat
umum, karena setiap manusia
pasti menyandang dua predikat ini
sekaligus, yakni sebagai makhluk
ciptaan Allah, yang oleh karenanya
harus menghamba kepada-Nya
semata; dan anak dari kedua orang
tuanya.
َ ُّ‫ضى َرب‬
َ َ‫َوق‬
ُ‫ك أَلاَّ تَ ْعبُ ُدوا إِلاَّ إِيَّاه‬
Sebab, kedua orang tuanyalah
َ ‫َوبِالْ َوالِ َديْ ِن إِ ْح َسانًا إِ َّما يَبْلُ َغ َّن ِعنْد‬
‫َك‬
yang menjadi perantara kehadirannya
‫ الْ ِكبرََ أَ َح ُد ُه َما أَ ْو ِك اَل ُه َما فَ اَل تَ ُق ْل‬di muka bumi ini. Bukan hanya
ً‫ف َولاَ تَنْ َهر ُه َما َوقُ ْل لهَُ َما قَ ْولا‬
ٍّ ُ‫ لهَُ َما أ‬itu, struktur ayat ini, di mana dua
ْ
pernyataan tersebut dirangkai dengan
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
7
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
huruf wawu ‘athaf, yang salah satu
fungsinya adalah menggabungkan
dua pernyataan yang tidak bisa
saling dipisahkan, menunjukkan
bahwa berbakti kepada kedua orang
tua menjadi parameter bagi kualitas
penghambaan manusia kepada
Allah.
Dalam sebuah hadis dinyata­
kan: Dari Abu Hurairah r.a., dari
Nabi Saw. Bersabda, “Merugilah 3x,
seseorang yang menemukan salah satu
atau kedua orang tuanya sudah lanjut
usia tidak bisa masuk surga” (HR.
Ahmad) Berkaitan dengan inilah, alQur’an memberikan petunjuk
bagai­mana cara berprilaku dan
berkomunikasi secara baik dan benar
kepada kedua orang tua, terutama
sekali, di saat keduanya atau salah
satunya sudah berusia lanjut. Dalam
hal ini, al-Qur’an menggunakan
term karim, yang secara kebahasaan
berarti mulia. Term ini bisa
disandarkan kepada Allah, misalnya,
Allah Maha Karim, artinya Allah
Maha Mulia; juga bisa disandarkan
kepada manusia, yaitu menyangkut
keluhuran akhlak dan kebaikan
prilakunya. Artinya, seseorang akan
dikatakan karim, jika kedua hal itu
benar-benar terbukti dan terlihat
dalam kesehariannya. 8
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
Namun, jika term karim di­rangkai
dengan kata qaulan atau perkataan,
maka berarti suatu perkataan yang
menjadikan pihak lain tetap dalam
kemuliaan, atau perkataan yang
membawa manfaat bagi pihak lain
tanpa bermaksud merendahkan. Di
sinilah Sayyid Quthb menyatakan
bahwa perkataan yang karim,
dalam konteks hubungan dengan
kedua orang tua, pada hakikatnya
adalah tingkatan yang tertinggi
yang harus dilakukan oleh seorang
anak. Yakni, bagaimana ia berkata
kepadanya, namun keduanya tetap
merasa dimuliakan dan dihormati.
Ibn ‘Asyur menyatakan bahwa
qaulan karima adalah perkataan
yang tidak memojokkan pihak
lain yang membuat dirinya merasa
seakan terhina. Contoh yang paling
jelas adalah ketika seorang anak
ingin menasehati orang tuanya
yang salah, yakni dengan tetap
menjaga sopan santun dan tidak
bermaksud menggurui, apalagi
sampai menyinggung perasaannya.
Qaulan karima, adalah setiap
perkataan yang lembut, baik, yang
mengandung unsur pemuliaan dan
penghormatan. Dalam konteks dan kondisi yang
berbeda untuk kedua hal diatas, Al
Qur’an mengajarkan kepada kita
substansi dan metode komunikasi
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
yang berbeda. Sekali lagi tetap dalam
bingkai tujuan komunikasi yang
efektif dan bermanfaat. Bagaimana
kualitas komunikasi kita. Term
komunikasi lainnya dalam Islam, yang
secara sederhana dapat dijelaskan
sebagai berikut, qaulan maisyura
(perkataan lembut dan melegakan),
qaulan ma’rufan (perkataan baik
yang sesuai dengan kondisi pihak –
pihak yang berkomunikasi), qaulan
layyinan (perkataan baik yang disertai
penguatan dengan contoh), qaulan
syadiidan (perkataan argumentatif
dan menguatkan) adalah keragaman
pola dan prinsip komunikasi yang
secara substansial menunjukkan
metode yang berbeda untuk konteks
dan tujuan yang berbeda pula.
Namun semua metode harus tetap
berdasarkan pada substansi yang
dibenarkan oleh Islam. Bagaimana
implementasi yang tepat untuk se­
tiap metode komunikasi ? Bagaimana
Rasulullah saw mengamalkan
perintah–perintah Allah Swt dalam
setiap konteks dan masalah yang
terkait, begitulah implementasinya. Salah satu metode komunikasi
lainnya yang cukup penting diuraikan
lebih rinci dalam konteks sebagai
pengingat untuk dihindari adalah
qaulan zuura (perkataan dusta).
Dalam al-Qur’an, Allah swt
berfirman:
َ ِ‫َذل‬
‫ات اللهَِّ فَ ُه َو‬
ِ ‫ك َو َم ْن يُ َع ِّظ ْم ُح ُر َم‬
‫ت لَ ُك ُم أْالَنْ َعا ُم‬
ْ ‫َخ رْيٌ لَ ُه ِعنْ َد َربِّ ِه َوأُ ِح َّل‬
‫س‬
ِّ ‫اجتَنِبُوا‬
ْ َ‫إِلاَّ َما يُتْلَى َعلَيْ ُك ْم ف‬
َ ‫الر ْج‬
ُّ ‫اجتَنِبُوا قَ ْو َل‬
‫الزو ِر‬
ِ َ‫ِم َن أْالَ ْوث‬
ْ ‫ان َو‬
)30(
Demikianlah (perintah Allah).
dan Barangsiapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi
Allah. Maka itu adalah lebih
baik baginya di sisi Tuhannya.
dan telah Dihalalkan bagi kamu
semua binatang ternak, terkecuali
yang diterangkan kepadamu ke­
haramannya, Maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang
najis itu dan jauhilah perkataanperkataan dusta. (QS Al-Hajj: 30).
Ayat ini dapat dipahami, bahwa
ketika seseorang berbuat baik
dengan meninggalkan yang haram
dan melaksanakan yang halal, akan
tetapi tidak menjauhi syirik dan
perkataan dusta, maka perbuatan
baik tersebut tidak memiliki dampak
spiritual apapun bagi dirinya. Atau
juga bisa dipahami bahwa perkataan
dusta hakikatnya sama dengan
menyembah berhala, dalam hal
sama-sama mengikuti hawa nafsu.
Dimaknai sebagai perkataan dusta,
karena menyimpang dari yang
semestinya atau yang dituju, yang
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
9
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
oleh sebagian ulama ditafsirkan
sebagai mengharamkan yang halal
atau sebaliknya menghalalkan
yang haram; serta ber-saksi palsu.
Rasulullah saw, sebagaimana dikutip
oleh al-Razi, bersabda ‘saksi palsu
itu sebanding syirik’. Dalam kaitan
ini menurut al-Qurthubi, ayat ini
mengandung ancaman bagi yang
memberikan saksi dan sumpah
palsu. Ia termasuk salah satu dosa
besar. C. Peluang dan Tantangan Komu­
nikasi al-Qur’an di Era Global
Era Global yang ditandai dengan
revolusi teknologi informasi dan
transportasi telah menyulap dunia
menjadi sebuah desa (global village)
(Moh, Amir Aziz, 2007). Jarak bisa
dipangkas oleh waktu, mobilitas
komunikasi dan transportasi di
era ini menjadikan masyarakat
lebih mudah melakukan segala hal
termasuk berkomunikasi. Allah
menciptakan manusia di muka bumi
ini sebagai khalifah, pemimpin atau
wakil tuhan yang mengajak kepada
yang ma’ruf dan mencegah daripada
yang mungkar, dengan itu Allah
memberikan kitab-kitab suci sebagai
pedoman (pesan) yaitu : taurat,
zabur, injil dan al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah kitab suci bagi umat di zaman
ini, sehingga tugas menyampaikan
pesan-pesan dakwah islam dari allah
10
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
ini secara turun temurun mulai dari
periode para kulafaurrosidin hingga
sekarang.
Isi pesan tetap sama dari segi
sumbernya yaitu al-Qur’an dan
hadist, namun sangatlah berbeda
peluang dan tantangan dakwah yang
di hadapi masing-masing periode.
Secara garis besar era globalisasi
memberikan kebebasan kepada setiap
individu untuk mengekspresikan
berpikir, berkreasi, ide, inovasi dan
lain-lain. Sehingga tidak jarang kita
lihat umat beragama menyembah
dengan tuhan mereka dengan cara
yang diada-adakan oleh mereka
sendiri tidak terkecuali umat islam.
Di era globalisasi saat ini
memerlukan upaya ekstra untuk
memanegement cara penyampaian
pesan-pesan dakwah yang akan
disampaikan kepada umat. Dimana
kita ketahui problematika umat
di zaman ini bermacam-macam
jenisnya, kemiskinan dan kebodohan
menjadi center dari semuanya yang
menjadi faktor penghambat dalam
penyampaian pesan sacara efektif
kepada umat (komunikan), sehingga
cara-cara lama penyampaian pesan
harus diubah dan inovasi-inovasi
baru sangatlah dibutuhkan, dengan
demikian memudahkan para Da’I
dalam penyampaian pesan-pesan
Ilahi itu sendiri. Ada beberapa
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
metode yang digunakan dalam
proses penyampaian dakwah islam
diantaranya:
1. Dakwah Bil Hal adalah dakwah
yang orientasinya dengan cara
mengajak para dermawan me­
minimalisir kemiskinan, mem­
berikan santunan kepada anak
yatim dan orang miskin, mem­
berikan beasiswa bagi pelajar
yang miskin dan berprestasi
guna meminimalisir kebodohan,
dengan demikian dakwah bil hal
ini dapat digolongkan sebagai
komunikasi nonverbal karena
muatan-muatan
dakwahnya
tidak tampak namun dapat
dirasakan.
2. Dakwah Bil Lisan adalah bentuk
komunikasi yang biasa kita lihat
di televisi : ceramah-ceramah,
kultum. Biasa juga kita melihat di
lingkungan kita masing-masing
seperti, ceramah Tuan Guru di
masjid, jamaah tabligh, dan lainlain.
3. Dakwah Bil Kitabah (tulisan)
adalah bentuk penyampaian
pesan-pesan dakwah melalui
tulisan di atas kertas yang biasa
disebut media massa kemudian
disampaikan
kepada
para
pembaca, bahkan di era ini
sekarang bukan saja tulisantulisan itu hanya tertulis di kertas
saja namun lebih dari itu terdapat
pula di media elektronik yang di
sebut computer, handphone, mp3
serta internet sebagai medianya.
Internet merupakan jaringan
media komunikasi dunia yang
langsung dapat dengan cepat
mengakses data dan informasi
dari suatu tempat ke tempat lain,
baik dalam sekala local, nasional
maupun internasional.
Dari penjelasan di atas jelaslah
al-Qur’an sebagai pesan Allah yang
kita terima dari perantara malikat
Jibril kemudian diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW demikian
juga orang-orang yang beriman
yang berdakwah di jalan Allah sesuai
tuntunan al-Qur’an menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar dakwah yang
dilakukan selama ini bersifat
tradisional sudah tidak mempan
lagi dan tidak bisa diandalkan.
Dibutuhkan perhatian serius dari
kita semua selaku umat islam, umat
penyampai pesan-pesan Allah kepada
diri kita sendiri dan orang banyak
haruslah bekerjasama dengan
memenejemen. Jika tidak kita akan
kalah cepat oleh ideologi - ideologi
sesat yang lebih privasi dan lebih luas
jangkauannya13 kerena di era global
saat ini segalanya tanpa batas ruang
dan waktu. Permasalahan dakwah
Sibawaih & Agus Dedi Putrawan
11
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
terus berubah sesuai perkembangan
zaman yang begitu cepat tanpa
memandang dimensi jarak, sosio
dan kultur apapun.
D. Penutup
Secara umum al-Qur’an adalah
pesan ilahi yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad melalui
perantara malaikat jibril. Al-Qur’an
merupakan pedoman bagi manusia
(hudallinnas) sebagai petunjuk jalan
yang lurus akan tetapi al-Qur’an
yang secara kontek berbahasa Arab
bagi masyarakat awam belumlah bisa
memahami dikarenakan merekapun
tidak mengerti apa arti tulisan alQur’an tersebut apalagi harus
mempedomaninya, hanya segelintir
orang yang mampu berbahasa
Arab atau yang konsen dalam hal
tersebut.
Dalam kata lain al-Qur’an
adalah suatu pesan untuk mengatur,
mengajak atau berdakwah di
jalan Allah yaitu agama Islam.
Komunikasi ini layaknya komunikasi
media massa melalui teks-teks suci
yang mengandung kedahsyatan
arti di dalamnya, meskipun dalam
kenyataannya banyak umat Islam
tidak mengetahui arti dari teks
tersebut namun meski mereka
12
Al-Quran dan Prinsip Komunikasi
tidak mengerti terhitung pahala bagi
pembacanya.
Dakwah pada intinya adalah
mengajak orang lain untuk
mengikuti tuntunan Allah SWT.
Oleh
karenanya,
kemampuan
berkomunikasi
dengan
baik
menduduki posisi yang strategis,
karena Islam memandang bahwa
setiap muslim adalah da’i. Sebagai
da’i, ia senantiasa dituntut untuk mau
dan mampu mengkomunikasikan
ajaran-ajaran Ilahi secara baik.
Disamping itu, kesalahan dalam
mengkomunikasikan ajaran Islam,
justru akan membawa akibat yang
cukup serius dalam perkembangan
dakwah Islam itu sendiri. Menurut
Khaled Abou El-Fadl, “makna sebuah
teks suci seringkali bergantung pada
moral pembacanya.
Masyarakat
semacam
ini
pernah dibangun oleh Rasulullah
SAW sewaktu berada di Madinah;
dan ini merupakan bukti konkrit
dari keberhasilan dakwah beliau.
Keberhasilan ini tentu saja suatu
prestasi yang luar biasa. Dengan
bersandar kepada kekuatan dan
pertolongan dari Allah Swt semata,
dari aspek manusiawi ada faktor
lain yang dianggap cukup dominan
dalam konteks keberhasilan dakwah
dan pembangunan masyarakat
Madinah yaitu kemampuan beliau
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dalam melakukan komunikasi atas
ajaran-ajaran Ilahi tersebut dengan
baik dan persuasif, yang ditopang
oleh keluhuran budi pekerti beliau
sendiri. Rusdi Hamka dan Rafiq, Islam dan
Era Informasi, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1989.
Daftar Pustaka
Moh, Amir Aziz, Peluang Dan
Tantangan Dakwah di Era Global
dan Revitalisasi, Tasamuh Jurnal
Kajian Ilmu-Ilmu Dakwah.
Tim Penyusun, Pintu Cahaya AlQur’an: Dasar-Dasar Pengajaran
Al-Qur’an, laboratorium AlQur’an IAIN Mataram, 2010.
Lalu Ahmad Zainuri, Dakwah di
Dunia Maya, Cyber Dakwah,
Tasamuh Jurnal Kajian IlmuIlmu Dakwah, 2007.
Fahrurrozi, Al-Qur’an dan Praktek
Jurnalisme, Tasamuh, Jurnal
Kajian ilmu-ilmu Dakwah,
IAIN Mataram, juni 2010.
Khaled Abou el-Fadl, The Place of
Tolerance in Islam, (Boston:
Beacon Press, 2002)
Zul Karnain
13
Download