bab v rancangan alat percobaan efek fotolistrik

advertisement
BAB V
RANCANGAN ALAT PERCOBAAN EFEK FOTOLISTRIK
Seperti dijelaskan pada sub bab 2.2 diatas, pada prinsipnya efek fotolistrik
terjadi karena elektron pada suatu atom menerima energi dari foton yang
dipancarkan sehingga elektron mengalami emisi. Energi elektron ini sangat
bergantung pada besar energi foton yang diserap. Sedangkan jumlah elektron yang
lepas sangat bergantung pada nilai intensitas cahaya yang dipancarkan. Sehingga
dalam percobaan efek fotolistrik diperlukan suatu perangkat yang akan mengukur
jumlah elektron yang dilepaskan setiap waktu dan berapa energi elektron setelah
terlepas dari atom. Untuk kepentingan ini maka dirancanglah sebuah skema
percobaan efek fotolistrik seperti pada gambar V.1.
Phototube
+5V
Logam Emiter
(katoda)
+3V
RL2
RL1
Pengubah
Intensitas
Cahaya
RL3
Anoda
Sumber
Cahaya
Stopping
Potensial
V
Pengukur Stopping
Potensial (berkaitan
dengan Energi
Kinetik elektron)
V
Pengukur arus
elektron hasil
fotolistrik dengan
mengubahnya dahulu
menjadi tegangan
Gambar V.1
Sketsa Rangkaian Alat Percobaan Efek Fotolistrik
Alat percobaan efek fotolistrik terdiri dari phototube yang berisi katoda dan anoda, sumber cahaya
monokromatik berupa LED, sumber tegangan untuk stopping potensial dan alat ukur tegangan.
Bagian utama rangkaian alat percobaan efek fotolistrik adalah phototube,
yaitu tabung tempat terjadinya efek fotolistrik. Phototube ini berupa tabung
vakum yang didalamnya terdapat dua buah elektroda yaitu katoda (logam emiter)
dan anoda, sumber cahaya monokromatik, sumber tegangan antara 0-3V serta alat
ukur arus atau tegangan. Peran dan fungsi masing-masing bagian alat percobaan
akan dijelaskan pada bab ini.
Efek fotolistrik akan terjadi ketika sumber cahaya yang dalam rancangan
ini berupa LED, menyinari logam emiter (katoda) pada Phototube. Hal ini
mengakibatkan sebagian elektron dalam logam tersebut terlepas dan bergerak
menuju anoda. Sejumlah elektron yang bergerak menuju anoda ini kemudian akan
menghasilkan arus pada rangkaian. Karena arus ini sangat kecil maka arus akan
diubah menjadi tegangan untuk kemudian diberi penguatan. Sehingga secara tidak
langsung jumlah elektron yang terlepas dari katoda dapat diukur.
Kebutuhan lain adalah mengetahui energi elekton yang lepas dari logam.
Seperti diuraikan diatas bahwa elektron dari katoda akan bergerak menuju anoda
dengan energi kinetik (EK) tertentu bergantung pada panjang gelombang foton
yang dipancarkan. Energi kinetik ini akan kita hitung dengan cara memberikan
beda tegangan antara katoda dan anoda. Pada saat tegangan katoda lebih positif
dari anoda maka elektron akan tertahan dan mengalami pengurangan kecepatan.
Dan pada nilai tegangan tertentu maka elektron ini akan berhenti, yaitu pada saat
beda potensial katoda dan anoda sebesar energi kinetik setiap muatan elektron.
Tegangan inilah yang dimaksud dengan stopping potensial pada penjelasan
sebelumnya.
Vo
EK
e
5-1
5.1 LED sebagai Sumber Cahaya
Cahaya yang digunakan dalam efek fotolistrik adalah cahaya yang
memiliki satu nilai panjang gelombang (cahaya monokromatik). Hal ini salah
satunya berkaitan dengan kemudahan kita untuk menganalisa perhitungan
konstanta Planck. Selain bersifat monokromatik, panjang gelombang yang
dibutuhkan juga harus cukup pendek sehingga bisa menghasilkan energi yang
cukup untuk mengemisi elektron dari logam. Untuk mendapatkan cahaya
monokromatik diantaranya dapat dilakukan dengan cara melewatkan cahaya
polikromatik kepada monkromator atau filter. Selain itu kita juga dapat langsung
menggunakan sumber cahaya monokromatik seperti LED. Berikut ini adalah data
beberapa nilai frekuensi dan panjang gelombang untuk cahaya tampak:
Tabel V.1 Nilai Frekuensi dan Panjang Gelombang Cahaya Tampak
Warna
Frekuensi (Hz)
Panjang Gelombang (nm)
Kuning
5,18672 x 1014
578
Hijau
5,48996 x 1014
546,074
Biru
6,87858 x 1014
435,835
7,40858 x 10
14
404,656
8,20264 x 10
14
365,483
Violet
Ultraviolet
Dalam perancangan alat praktikum efek fotolistrik ini akan digunakan
LED sebagai sumber cahaya. Ada beberapa keuntungan dari pemilihan LED
sebagai sumber cahaya ini. Pertama, rangkaian yang dibuat relatif sederhana dan
dapat disertai tombol pengubah intensitas. Kedua, untuk beberapa jenis LED
dipasaran telah memiliki rentang panjang gelombang yang relatif sempit sehingga
bisa didapatkan sumber cahaya yang monokromatik. Dan ketiga, LED pada
umumnya memiliki harga yang cukup murah sehingga mudah didapatkan dan
disediakan oleh pihak sekolah tingkat SMA. Tetapi meski begitu, untuk
memberikan gambaran yang lebih utuh tetap akan dibahas beberapa alternatif
sumber cahaya yang dapat digunakan untuk percobaan ini seperti filter dan
monokromator.
Filter merupakan benda tembus
cahaya yang dirancang hanya dapat
meneruskan
satu
nilai
panjang
gelombang tertentu dan menahan panjang
gelombang yang lainnya. Walaupun pada
kenyataannya
beberapa
filter
masih
memiliki rentang panjang gelombang
yang
tidak
kebutuhan
membantu.
sempit.
tertentu
Tetapi
hal
ini
untuk
cukup
Gambar V.2
Filter untuk empat warna
Tabel V.2 Jenis Filter dengan Panjang Gelombang Tertentu
Warna
Nomor Filter
Frekuensi
Violet
49-B
6.88 x 1014 Hz
Hijau
74
5.49 x 1014 Hz
Orange
22
5.19 x 1014 Hz
Merah
29
4.34 x 1014 Hz
Sedangkan
monokromator
terdiri dari prisma yang berfungsi
untuk
mendispersi
(menguraikan
cahaya
cahaya
menurut
panjang gelombangnya), kemudian
kita
akan
gelombang
memilih
yang
kita
panjang
inginkan
dengan melewatkannya pada sebuah
celah sempit.
Gambar V.3
Skema monokromator
Gambar V.3 menunjukan skema sederhana dari sebuah monokromator.
Pada saat cahaya putih (polikromatik) dilewatkan maka cahaya tersebut akan
terdispersi.Untuk memilih panjang gelombang yang diperlukan kita dapat
mengubah posisi celah pada sudut tertentu terhadap garis nolmal bidang prisma.
Dibanding alat yang lain, monokromator ini merupakan alat yang cukup ideal
untuk mendapatkan nilai panjang gelombang yang monokromatik. Hal ini
disebabkan kita dapat mengatur sudut antara sumber cahaya dengan prisma
sehingga sudut deviasi pun dapat dengan mudah kita atur. Semakin besar sudut
deviasi maka pemisahan cahaya akan semakin lebar dan memudahkan kita untuk
memilih panjang gelombang tertentu.
Selain dua alternatif diatas, LED adalah pilihan lain untuk mendapatkan
sumber cahaya monokromatik.
Gambar V.4
Skema LED (kiri) dan jenis-jenis LED (kanan)
LED merupakan sumber cahaya monokromatik, sehingga tidak perlu lagi
menggunakan filter atau monokromator. Seperti dijelaskan dalam bab IV, pada
dasarnya LED merupakan dua buah semikonduktor yang berperan sebagai
elektroda yang menghasilkan foton saat elektron berpindah dari pita konduksi ke
pita valensi. Cara kerja dan teknis merangkaian sebuah LED ini secara lebih rinci
telah dibahas pada Bab IV diatas. Berikut ini adalah beberapa spesifikasi LED
yang akan digunakan dalam percobaan efek fotolistrik. Data ini didapatkan dari
datasheet komponen yang dibeli.
Tabel V.3 Data Sheet LED yang Digunakan dalam Alat Percobaan
Warna
Parameter
Panjang gelombang dominan
Panjang golombang peak
d
(nm)
peak
(nm)
Merah
Orange
Kuning
630
608
590
639
612
592
Intensitas saat tegangan max
I V (mcd)
3700
3600
3000
Tegangan Max
V L (Volt)
2.0
2.0
2.0
Arus Max
I (µA)
100
100
100
Grafik pada gambar V.5 berikut menunjukan besar intensitas untuk masingmasing panjang gelombang pada LED merah, dapat dilihat bahwa panjang
gelombang dengan intensitas tertinggi didapatkan pada panjang gelombang sekitar
630nm.
Gambar V.5
Grafik panjang gelombang terhadap
intensias untuk LED merah
Gambar V.6
Grafik sebaran intensitas terhadap
sudut penyebaran sinar untuk LED merah
Grafik pada gambar V.6 menunjukan hubungan nilai intensitas terhadap
sebaran sinar LED merah. Pada sudut yang kecil akan didapatkan intensitas yang
lebih besar. Dari kedua grafik ini dapat dilihat bahwa LED ini memiliki lebar
panjang gelombang yang tidak terlalu besar. Sehingga dapat direkomendasikan
sebagai sumber cahaya yang bisa digunakan untuk tinggat SMU.
Karena salah satu hal yang akan ditampilkan dalam percobaan ini adalah
bagaimana pengaruh perubahan intensias cahaya terhadap besar arus output, maka
Rangkaian LED dibuat sedemikian sehingga intensitasnya dapat diubah-ubah.
Rangakaian tersebut dapat kita lihat pada gambar V.7
R1
R2
R3
VR
+5V
RL
R4
Sumber Cahaya
LED, dirancang
hanya satu LED
yang bisa
menyala
VL
Gambar V.7
Rangkaian LED untuk percobaab efek fotolistrik
Pada rancangan ini dipasang beberapa LED dengan nilai panjang
gelombang yang berbeda-beda. Untuk menghindari kerusakan LED, maka dibuat
sedemikian rupa agar nilai hambatan RL sesuai dengan tegangan maksimum
masing-masing LED. Nilai RL di hitung dengan sesuai persamaan 2-4.
RL
VS VL
IL
VS = tegangan sumber = 5 volt
VL = tegangan maksimum LED = 2 volt (sesuai data sheet LED yang digunakan)
IL = arus maksimum LED = 100µA = 10-4A
RL
5 2
10 4
3.10 4
Resistor R1, R2, R3 dan R4 dipasang berfungsi untuk mengubah arus pada LED
sehingga intensitas LED dapat diubah.
5.2 Phototube Jenis 1P39
Tabung yang digunakan harus vakum dan transparan. Bersifat transparan
berguna agar cahaya dapat sampai pada emiter dengan baik. Dan sifat vakum
berguna untuk menghindari proses ionisasi elektron terhadap partikel udara karena
jika hal ini terjadi akan mempengaruhi jumlah elektron bebas dalam tabung.
Selain itu juga kondisi vakum menghindari tumbukan elektron dengan partikel
udara yang akan menyebabkan perubahan kecepatan geraknya, karena jika itu
terjadi akan mengakibatkan perbedaan energi kinetik elektron yang diukur dengan
energi kinetik elektron saat tepat lepas dari atom.
Tabung vakum yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung vakum
jenis 1P39 produk Daedalon Corporation. Bahan yang sering digunakan untuk
tabung vakum adalah kuarsa, kuarsa memiliki daya tahan terhadap tekanan yang
lebih baik dari kaca sehingga memudahkan ketika proses pemvakuman. Kuarsa
adalah salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak kontinen bumi. Mineral
ini memiliki struktur kristal heksagonal yang terbuat dari silika trigonal
terkristalisasi (silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan Mohs 7 dan
densitas 2,65 g/cm³. Bentuk umum molekul kuarsa adalah prisma segienam yang
memiliki ujung piramida segienam.
Gambar V.8
Skema Phototube
Terdiri dari tabung vakum, logam emiter
dan anoda
Seperti yang terlihat, phototube atau tabung tempat terjadinya efek
fotolistrik terdiri dari dua bagian utama yaitu logam emiter (katoda) yang berupa
sebuah plat logam dari jenis tertentu dan logam katoda yang berupa batang
konduktor biasa. Keduanya tersimpan dalam sebuah tabung vakum yang terbuat
dari bahan bening.
a. Logam Emiter (Katoda)
Logam emiter (katoda) adalah logam tempat terjadinya efek fotolistrik.
Elektron pada logam ini akan teremisi setelah mendapat energi yang ‘cukup’ dari
foton yang menumbuknya. Energi yang cukup ini adalah minimal sebesar energi
ambang logam atau energi ikat antara elektron dengan atom. Pada alat percobaan
efek fotolistrik ini akan digunakan cahaya tampak sebagai sumber foton. Seperti
disebutkan pada tabel V.3 bahwa panjang gelombang terpendek yang digunakan
adalah 630 nm, maka energi ambang logam yang digunakan dapat kita hitung
dengan persamaan 2-3. Dengan memasukan nilai EK nol.
hc
hc
EK
o
Wo
hc
hc
EK
5-1
o
Wo
6,63.10 34.3.10 8
630.10 9
3,155.10
19
J
1,9eV
Berikut ini adalah data energi ambang beberapa logam yang telah
diketahui. Data ini dapat menjadi acuan kita untuk menentukan jenis logam yang
dapat kita pakai.
Tabel V.4 Data Fungsi Kerja Logam
Bahan
Fungsi
Bahan
Kerja (eV)
Fungsi Kerja
Bahan
(eV)
Fungsi Kerja
(eV)
Ag
4,26
Al
4,28
As
4,79
Au
5,1
Ba
2,52
Bi
4,34
Ca
2,87
Co
4,97
Cr
4,44
Cs
1,95
Cu
4,65
Fe
4,6
Ga
4,35
Ge
5,15
In
4,08
K
2,3
Mn
4,08
Mo
4,49
Na
2,36
Ni
5,15
Pb
4,25
Pd
5,4
Pt
5,63
Rb
2,05
Ru
4,71
Sb
4,56
Si
4,95
Sn
4,28
Ta
4,3
Ti
4,33
U
4,33
W
4,55
Zn
3,63
Logam yang paling mungkin digunakan untuk efek fotolistri dengan LED merah
adalah logam Cesium (Cs). Logam ini memiliki energi ambang 1,95eV. Jenisjenis katoda yang dikenal diantaranya adalah S-1 dengan bahan Ag-CsO-Cs
dengan panjang gelombang maksimum 1200nm dan puncak sensitifitas 800nm.
Katoda S-3 dengan bahan Ag-Rb dengan panjang gelombang maksimum 900nm
dan paling sensitif untuk panjang gelombang 430nm. Dan katoda S-4 dengan
bahan Sb3Cs yang memiliki batas panjang gelombang 700nm dan sangat sensitive
pada panjang gelombang 400nm. Sehingga katoda jenis S-4 ini sangat cocok
untuk nilai panjang gelombang yang akan kita gunakan. Selain itu, katoda S-4
memiliki efesiensi kuantum yang lebih baik dari jenis lainnya yaitu sekitar 0,1,
sedangkan S-1 dan S-3 hanya mencapai 0,004. Efesiensi kuantum adalah
perbandingan antara jumlah fotoelektron terhadap jumlah foton yang datang.
Bahan logam emiter biasanya merupakan campuran antara logam dan
semikonduktor, hal ini dilakukan untuk menurunkan nilai energi ambang logam.
b. Logam Anoda
Logam anoda merupakan tempat yang akan dituju elektron setelah lepas
dari emiter (katoda). Biasanya kedua logam ini kita hubungkan dengan beda
potensial tertentu untuk mengatur aliran dan laju gerak elektron dalam tabung.
Selain itu, elektron yang diterima katoda juga dapat kita ukur untuk dapat
mengetahui banyak elektron yang lepas dari emiter. Logam katoda tidak
ditentukan harus jenis tertentu, karena sifat yang diperlukan hanyalah sifat
konduktornya.
5.3
Rangkaian Current to Voltage Converter, Penguat dan Stopping
Potensila
a. Current to Voltage Converter dan Rangkaian Penguat
Pada saat terjadi emisi elektron dari emiter, maka elektron akan bergerak
menuju katoda dan dialirkan melewati amperemeter untuk diukur besar arusnya
sehingga diketahui jumlah elektron yang lepas. Tetapi yang menjadi masalah
adalah arus yang keluar dari rangkaian sangat kecil, bahkan bisa berorde piko
Ampere (pA). Sehingga kita memerlukan rangkaian penguat arus agar arus tetap
bisa dibaca oleh amperemeter.
Ada beberapa alternatif untuk melakukan penguatan, diantaranya adalah
dengan menggunakan transistor atau menggunakan Op Amp. Pada rangkaian ini
dipilih rangkaian Op Amp sebagai penguat. Salah satu alasan tidak menggunakan
transistor adalah kesulitan mencari transistor dengan nilai arus trigger berorde
piko Ampere. Gambar V.9 merupakan gambar rangkaian penguat tegangan.
Arus dari anoda akan menjadi input bagi op amp pertama yaitu Op Amp
jenis CA3140 yang memiliki arus input 10pA dan impedansi input 1,5MO.
Penguatan oleh Op Amp yang pertama ini ditentukan oleh resistor feedback yang
kita gunakan dalam hal ini adalah sebesar R7 = 1,2MO. Penguatan yang kedua
menggunakan Op Amp TL081CN dengan besar penguatan merupakan
perbandingan R9 = 2,7kO dan R8 = 0,47kO.
Gambar V.9
Rangkaian Penguat dengan Op Amp non inverting
b. Stopping Potensial
Salah satu tujuan dari percobaan efek fotolistrik adalah mengetahui energi
kinetik elektron saat lepas dari emiter. Hal ini didapatkan dengan cara mengubah
potensial listrik antara katoda dan anoda (emiter). Setelah elektron (dengan
muatan elementer -1,6.10-19C) memiliki energi kinetik dari hasil interaksi dengan
foton, kemudia diberikan nilai potensial listrik pada kedua elekktroda yang akan
menghentikan geraknya. Dengan demikian dapat dihitung besar energi kinetik
elektron dengan rumus:
E Kinetik
e.Vstoping
5-2
Nilai stopping potensial dibuat antara 0 volt sampai +3 volt yang besarnya akan
diatur dengan resistor variabel (potensio). Nilai interval 0 volt sampai +3volt ini
berkaitan dengan nilai energi ambang logam yang kita gunakan yaitu Cesium (Cs)
yang memiliki fungsi kerja (energi ambang) 1,95 eV dan energi terkecil dari foton
yang cahaya yang digunakan yaitu sekitar 3,1 eV sehingga akan menghasilkan
energi kinetik elektron terbesar adalah 1,15 eV. Artinya stopping potensial yang
harus diberikan untuk menghentikan elektron tercepat adalah 1,15 Volt.
Gambar V.10
Rangkaian Power Supply, penghasil tegangan maksimum untuk stopping potensial dan
kemudian besarnya akan diatur dengan potensio.
Rangkaian ini memiliki 3 buah keluaran, keluaran pilot LED untuk menyalakan
lampu indikator sebagai tanda rangkaian fotolistrik sedang aktif. Dan dua
tegangan lainnya adalah tegangan +3V dan 0 yang digunakan untuk batas
stopping potensial.
5.4 Alat Ukur Arus Elektron dan Stopping Potensial
Alat percobaan efek fotolistrik ini dilengkapi dengan dua buah alat ukur,
yaitu voltmeter untuk mengukur tegangan penghenti (stopping potensial) dan
voltmeter yang didisplay sebagai amperemeter untuk mengukur besar arus yang
keluar dari anoda. Pada umumnya amperemeter yang digunakan adalah
amperemeter analog. Tetapi untuk rangkaian yang dibuat ini akan menggunakan
voltmeter digital dengan menggunakan ICL7017 yang kemudian didisplay sebagai
amperemeter dengan cara melakukan kalibrasi sesuai dengan keluaran arus yang
sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembacaan data saat praktikum
Perubahan display ini dilakukan berkaitan dengan rangkaian penguat
tegangan yang sudah disebutkan pada Sub Bab 5.3. Dalam rangkaian tersebut
diggunakan current to voltage converter dan kemudian dilakukan penguat
tegangan dengan op amp non inverting. Sehingga walaupun keluaran dari anoda
adalah arus elektron tetapi yang dapat terukur dari rangkaian adalah tegangan.
Rancangan voltmeter ini secara lebih rinci telah dibahas pada bab IV
diatas. Berikut ini adalah profil rangkaian voltmeter yang digunakan dalam alat
percobaan efek fotolistrik yang dibuat.
Gambar V.11
Voltmeter menggunakan ICL7107
5.5 Kotak Tertutup
Bagian yang juga perlu untuk alat percobaan efek fotolistrik adalah sebuah kotak
atau ruang tertutup. Kotak ini tidak hanya berfungsi sebagai wadah tetapi yang
lebih penting adalah agar cahaya yang menyinari katoda benar-benar bersifat
monokromatik. Profil kotak yang akan dibuat adalah sebagai seperti gambar V.12
dibawah ini.
Gambar V.12
Kotak atau ruang tertutup untuk percobaan efek
fotolistrik.
Download