BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Tujuan Hukum Gustav Radbruch adalah seorang filosof hukum dan seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum. Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah keadilan, kepastian, dan kemanfaatan1. a. Keadilan Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan, moral, dan etika. Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. 1 Omer, Artikel Politik Hukum : Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch, http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/07/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum-menurutgustav-radbruch, 7 Oktober 2011, diakses pada tanggal 10 Agustus 2014 12 Sedangkan makna menjadi perdebatan. Namun keadilan keadilan itu itu sendiri masih terkait dengan pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban. Demikian sentral dan dominan kedudukan dan peranan dari nilai keadilan bagi hukum, sehingga Gustav Radbruch menyatakan ”rechct ist wille zur gerechtigkeit” (hukum adalah kehendak demi untuk keadilan). Sedangkan Soejono K.S (dalam Artikel Politik Hukum) mendefinisikan keadilan adalah keseimbangan batiniah dan lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran dan perkembangan kebenaran yang beriklim toleransi dan kebebasan. Selanjutnya, hukum tidak ada untuk diri dan keperluannya sendiri melainkan untuk manusia, khususnya kebahagiaan manusia. Hukum tidak memilki tujuan dalam dirinya sendiri. Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan keadilan. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. 13 Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hokum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Hubungannya dengan hal tersebut, maka Plato (428-348 SM) pernah menyatakan, bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan harmoni. Harmoni di sini artinya warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan posisi sosialnya masing-masing. Namun di lain sisi, pemikiran kritis memandang bahwa keadilan tidak lain sebuah fatamorgana, seperti orang melihat langit yang seolah-olah kelihatan, akan tetapi tidak pernah menjangkaunya, bahkan juga tidak pernah mendekatinya.Walaupun demikian, haruslah diakui, bahwa hukum tanpa keadilan akan terjadi kesewenangwenangan. Sebenarnya keadilan dan kebenaran merupakan nilai kebajikan yang paling utama, sehingga nilai-nilai ini tidak bisa ditukar dengan nilai apapun. Dari sisi teori etis ini, lebih mengutamakan keadilan hukum dengan mengurangi sisi kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, seperti sebuah 14 bandul (pendulum) jam. Mengutamakan keadilan hukum saja, maka akan berdampak pada kurangnya kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, demikian juga sebaliknya. b. Kepastian Kepastian hukum itu adalah kepastian undang-undang atau peraturan, segala macam cara, metode dan lain sebagainya harus berdasarkan undang-undang atau peraturan. Di dalam kepastian hukum terdapat hukum positif dan hukum tertulis. Hukum tertulis ditulis oleh lembaga yang berwenang, mempunyai sanksi yang tegas, diumumkannya sah di dengan Lembaga sendirinya ditandai dengan Negara. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah 15 digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban. Kemudian muncul pengaruh pemikiran Francis Bacon di Eropa terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam pendekatan law and order (hukum dan ketertiban). Salah satu pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara hukum yang normatif (peraturan) dapat dimuati ketertiban yang bermakna sosiologis. Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif dari hukuman-hukuman yang terjadi karena pelanggarannya. Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar. 16 c. Kemanfaatan Bekerjanya hukum di masyarakat efektif atau tidak. Dalam nilai kemanfaatan, hukum berfungsi sebagai alat untuk memotret fenomena masyarakat atau realitasosial. Dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat. Penganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak- banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satualatnya. Salah seorang tokoh aliran utilitas yang paling radikal adalah Jeremy Benthan (1748-1832) yakni seorang filsuf, ekonom, yuris, dan reformer hukum, yang memiliki kemampuan untuk memformulasikan prinsip kegunaan/kemanfaatan (utilitas) menjadidoktrin etika, yang dikenal sebagai utilitarianism atau madzhab utilitis. Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh Bentham dalam karya monumentalnya Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789). Bentham mendefinisikannya cenderung sebagai menghasilkan sifat segala kesenangan, benda tersebut kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk mencegah terjadinya kerusakan, penderitaan, atau kejahatan,serta ketidakbahagiaan pada pihak yang kepentingannya 17 dipertimbangkan. Aliran utilitas menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat. Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut penganutnya bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin warga masyarakat. Bentham berpendapat, bahwa negara dan hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. Akan tetapi, konsep utilitas pun mendapatkan kritikan tajam seperti halnya yang dialami oleh nilai pertama di atas, sehingga dengan adanya kritik-kritik terhadap prinsip kemanfaatan hukum tersebut, maka John Rawls, mengembangkan sebuah teori baru yang menghindari banyak masalah yang tidak terjawab oleh utilitarianism. Teori kritikan terhadap utilitas dinamakan teori Rawls atau justice as fairness (keadilan sebagai kejujuran). Hubungan ketiga nilai dasar diantara ketiga nilai dasar terdapat suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di antara ketiga nilai dasar hukum tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan. Apabila diambil sebagai contoh kepastian hukum maka sebagai nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan kesamping. Menurut Radbruch, jika terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut, kita harus menggunakan dasar atau 18 asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada nilai keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Ini menunjukkan bahwa Radbruch menempatkan nilai keadilan lebih utama daripada nilai kemanfaatan dan nilai kepastian hukum dan menempatkan nilai kepastian hukum dibawah nilai kemanfaatan hukum. 2. Tujuan Teori Keadilan Ada dua tujuan teori menurut John Rawls (1973 : 50 -57), yaitu : Pertama, teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip – prinsip umum keadilan yang mendasari dan menerangkan berbagai keputusan moral yang sungguh – sungguh dipertimbangkan dalam keadaan – keadaan khusus kita. Yang dia maksudkan dengan “keputusan moral” adalah sederet evaluasi moral yang telah kita buat dan sekiranya menyebabkan tindakan sosial kita. Keputusan moral yang sungguh dipertimbangkan menunjuk pada evaluasi moral yang kita buat secara refleksif. Kedua, Rawls mau mengembangkan suatu teori keadilan sosial yang lebih unggul atas teori utilitarianisme. Rawls memaksudkannya “rata – rata” (average utilitarianisme). Maksudnya adalah bahwa institusi sosial dikatakan adil jika diabdiakan untuk memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan. Sedang utilitarianisme rata – rata memuat pandangan bahwa 19 institusi sosial dikatakan adil jika hanya diandikan untuk memaksimilasi keuntungan rata – rata perkapita. Untuk kedua versi utilitarianisme tersebut “keuntungan” didefinisikan sebagai kepuasan atau keuntungan yang terjadi melalui pilihan – pilihan. Rawls mengatakn bahwa dasar kebenaran teorinya membuat pandangannya lebh unggul dibanding kedua versi utilitarianisme tersebut. Prinsip – prinsip keadilan yang ia kemukakan lebih unggul dalam menjelaskan keputusan moral etis atas keadilan sosial. 3. Prinsip Keadilan Rawls Ada dua Prinsip Keadilan menurut John Rawls (1973 : 50 57), yaitu : Prinsip pertama disebut “prinsip kebebasan yang sama sebesarbesarnya” principle of greates Equal Liberty). Pada prinsip ini mencakup : a) Kebebasan untuk berperan dalam kehidupan politik, b) Kebebasan untuk berbicara, c) Kebebasan untuk berkeyakinan (menganut salah satu agama di dunia ini), d) Kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, e) Kebebasan dari penangkapan dan penahanan sewenangwenang, f) Hak untuk mempertahankan milik pribadi. 20 Prinsip kedua, terdiri dari dua bagian yaitu : a) Prinsip perbedaan” (the difference principle). Dan b) “Prinsip persamaan yang adil atas Kesempatan” (the principle of fair equality of opportunity) Prinsip perbedaan (the difference principle) mengandung arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah “perbedaan sosial ekonomi” menunuk pada ketidaksamaan dalam prospek seseorang untuk mendapatkan unsure pokok kesejahteraan, pendapatan, dan wewenang. Sedangkan istilah “yang paling kurang beruntung” menunjuk pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang atau kesempatan, dan wewenang. “ Prinsip persamaan yang adil atas Kesempatan” (the principle of fair equality of opportunity) atau mengandung arti bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka jembatan dan kedudukan sosial bagi semua yang ada di bawah kondisi persamaan kesempatan. Orang- \orang dengan ketrampilan, kopetensi, dan motivasi, kesempatan yang sama pula. 21 yang sama dapat menikmati 4. Pengertian Warga Negara Asing Pengertian warga negara asing didefinisikan sebagai orang yang tinggal dalam suatu negara dan bukan warga negara dari negara tersebut2. Dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menjelaskan bahwa “setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai warga negara asing”. Warga negara asing yang sudah menetap di Indonesia memiliki pengertian berdomisili belaka, atau berada saja di Indonesia. Jadi untuk dapat dikatakan sebagai Warga Negara Indonesia, harus ada suatu kenyataan menetap sebelum warga negara asing ini dipandang sebagai penduduk negara Indonesia.3 5. Pengertian Properti Pengertian properti menurut “common law” atau hukum Anglo Saxon dari Inggris disebutkan bahwa properti artinya pemilikan atau hak untuk memiliki sesuatu benda, atau segala benda yang dapat dimiliki. Artinya properti dapat dibedakan kepemilikannya atas benda-benda bergerak (personal property) dan tanah serta bangunan permanen (real property). Sedangkan dalam kamus online memberikan penjelasan tentang pengertian properti seperti 2 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero). 3 Gautama, S. 1987. Warga Negara dan Warga negara asing. Bandung:Alumni. Hal. 79. Hal. 45 22 berikut, “property is something that is owned, whether it is goods, land or creative. An example of property is a person's house”4. Dalam bidang ilmu hukum, istilah properti digunakan juga sebagai hak atas benda, baik bergerak maupun tidak, salah satunya ialah tanah beserta rumah tempat tinggal atau hunian yang berada di atasnya5. Properti biasanya digunakan dalam hubungannya dengan kesatuan hak termasuk: a. Kontrol atas penggunaan dari properti. b. Hak atas segala keuntungan dari properti. c. Suatu hak untuk mengalihkan properti. d. Suatu hak secara eksklusif. Sistem hukum saat ini telah berkembang sedemikian rupa untuk melindungi transaksi dan sengketa atas penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengalihan properti melalui suatu perjanjian. Hukum positif di Indonesia menegaskan mengenai hakhak tersebut dan untuk pelaksanaan penerapannya, maka digunakan suatu sistem hukum sebagai sarananya. Istilah properti menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sebagai harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah atau bangunan tersebut. Harta yang dimaksud salah satunya ialah rumah tempat tinggal atau 4 5 Kamus Online, http://www.sederet.com/ diakses pada tanggal 25 Februari 2014 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero). Hal. 105 23 hunian.6 Dalam kamus hukum menyebutkan penjelasan mengenai properti ialah the right to posses, use, and enjoy a determinate thing (either a tract of land or a chattel), the right of ownership (the institution of private property is protected from undue govermental interference). Any external thing over which the Rights of possession, use, and enjoyment are exercised. Berdasarkan pengertian di atas, kata properti berarti kepemilikan, yang meliputi dua unsur yaitu barang berwujud dan barang tidak berwujud. Unsur barang berwujud terbagi menjadi menjadi dua, yaitu immovable dan movable, yang termasuk dalam immovable inilah yang disebut sebagai real estate, sedangkan movable ialah personal property7. 6. Pengertian Real estate Real estate merupakan sebuah istilah hukum yang mencakup tanah bersama dengan apa pun yang tinggal tetap di atas tanah tersebut, seperti bangunan, maupun tempat tinggal atau hunian. Real estate sering dianggap sinonim dengan real property, tetapi kontras dengan hak milik pribadi, namun, dalam penggunaan tekniknya, beberapa orang tetap memilih membedakan antara real estate, yang menunjuk ke arah tanah dan benda diatasnya, dan real property, menunjuk ke arah hak pemilikan atas real estate. Poerwadarminta, 2002., “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Depdiknas, edisi III, Cetakan Kedua, Jakarta: Balai Pustaka. 7 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero). Hal. 45 6 24 Istilah real estate dan real property utamanya digunakan dalam common law. Properti dalam bahasa asing seringkali disebut juga real property yang kadang-kadang disebut juga realty (di Indonesia istilah real estate lebih digunakan untuk menunjukkan suatu wilayah perumahan yang dikembangkan oleh perusahaan pengembang perumahan)8. 7. Pengertian Tempat tinggal Tempat tinggal dalam KBBI disebut dengan rumah yang berfungsi sebagai tempat orang tinggal. Sebuah tempat tinggal biasanya berwujud sebagai bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal, istilah ini dapat digunakan untuk macam-macam tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden sampai apartemen-apartemen bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang lain. Unit sosial yang tinggal di sebuah tempat tinggal disebut sebagai rumah tangga. Menurut Serfianto (2001), rumah tangga ialah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa kelompok sosial lainnya, seperti seorang tunggal, atau sekelompok individu yang tidak berhubungan keluarga, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang 8 Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Properti pada tanggal 26 Maret 2014 25 berkedudukan di Indonesia, untuk itu jenis-jenis properti yang tergolong dalam residensial (tempat hunian) meliputi rumah, perumahan, rumah susun/ kondominium atau apartemen.9 8. Jenis – Jenis Hak Atas Tanah di Indonesia 1. Hak Milik Ketentuan Umum mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, 20 s/d 27, 50 ayat (1), 56 UUPA. Pengertian Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan memperhatikan fungsi sosial tanah. Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang 9 Serfianto.dan Iswi Hariyani. 2010. Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal. JakartaSelatan: Visi media. Hal. 64. 26 lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. a. Subyek Hak Milik. Yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA dan peraturan pelaksanaanya, adalah: 1. Perseorangan. Warga Negara Indonesia, baik pria maupun wanita, dan tidak berkewarganegaraan rangkap. 2. Badan-badan hukum tertentu. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial. b. Terjadinya Hak Milik. Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai mana disebutkan dala Pasal 22 UUPA, yaitu: 1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat; a) Terjadi karena Pembukaan tanah (pembukaan hutan) b) Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah. 2. Hak Milik Atas tanah tertadi karena Penetapan Pemerintah; a) Pemberian hak baru (melalui permohonan) b) Peningkatan hak 3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang; a) Ketentuan Konversi Pasal I, II. VI c. Sifat dan ciri-ciri Hak Milik. 27 1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan. 3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Turun temurun 5. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial 6. Dapat dijadikan induk hak lain. 7. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. d. Hapusnya Hak Milik. Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu; 1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA. 2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya. 3. Dicabut untuk kepentinga umum. 4. Tanahnya ditelantarkan. 5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai sunyek hak milik atas tanah. 6. Karena peralihan hak yang mengakibatkantanahnya berpindah kepada pihak lain yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah. 7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam. 28 2. Hak Guna Usaha Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, 28 s/d 34, 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 s/d 18 PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan HP. Pengertian HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna kegiatan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, atau peternakan.10 a. Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA, Pasal 2 PP No. 40/1996, adalah: 2. Warga Negara Indonesia. 3. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. b. Asal dan terjadinya HGU. Asal HGU adalah tanah negara. Asal tanah HGU berupa tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan atas penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat melalui penetapan pemerintah (pemberian hak) dan ketentuan Undang-undang. c. 10 Luas HGU. Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 29 Luas tanah HGU adalah untuk perserorangan minimal 5 Ha dan maksimal 25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas minimal 5 Ha dan luas maksimal 25 Ha atau lebih (menurut UUPA). Ketentuan luas maksimal tidak ditentukan dengan jelas tetapi PP No. 40/1996 menyebutkan luas maksimal ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan pertimbangan pejabat yang berwenang. Dengan membandingkan kewenangan Surat Keputusan Pemberian Hak seperti kewenangan Ka BPN Kota/kab maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal 200 Ha, di atas 200 Ha kewenangan Menteri Agraria/Ka BPN. d. Jangka waktu HGU. HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun11. Sedang menurut Pasal 8 PP No. 40/1996 mengatur jangka waktu HGU untuk pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan dan pembaharuan diajukan palaing lambat 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan adalah; 11 Pasal 29 Undang – Undang Pokok Agraria 30 1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. 2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. e. Kewajiban pemegang HGU12: 1. Membayar uang pemasukan kepada negara. 2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan. 3. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai kelayakan usaha berdasarkan kriteria dari instansi teknis. 4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan HGU. 5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup. 6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU. 7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara setelah hapus. 8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan. 12 Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. 31 f. Hak pemegang HGU13: 1. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan. 2. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah. 3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain. 4. Membebani dengan Hak Tanggungan g. Sifat dan ciri-ciri HGU 1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan. 3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial. 5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu. 7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas. h. Hapusnya HGU14; 1. Jangka waktunya berakhir. 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak dipenuhi. 13 14 Pasal 14 Peraturan P emerintah No. 40.1996 Pasal 34 Undang – Undang Pokok Agraria. 32 3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya. 4. Dicabut untuk kepentingan umum. 5. Ditelantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGU 3. Hak Guna Bangunan Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 19 s/d 38 PP No. 40/1996). Pengertian Hak Guna Banguna adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu. a. Subyek HGB. Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA Jo. Pasal 19 PP No. 40/1996, adalah: 1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. b. Asal atau obyek tanah HGB. HGB berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara, tanah Hak Pengelolaan atau tanah milik orang lain. c. Terjadinya HGB. HGB dapat terjadi karena; 33 1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan). 2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT. 3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi d. Jangka waktu HGB. Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya, sebagai berikut: 1. HGB atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. 2. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HGB dapat diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat. e. Kewajiban pemegang HGB 1. Membayar uang pemasukan kepada negara. 2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 34 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB hapus. 5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan. 6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkuryng oleh tanah HGB. f. Hak pemegang HGB 1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu. 2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya. 3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain. 4. Membebani dengan Hak Tanggungan g. Sifat dan ciri-ciri HGB 1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan. 3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial. 5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 35 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu. 7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas. h. Hapusnya HGB15 1. Jangka waktunya berakhir. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena; a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam HGB. b. Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajibankewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik. c. Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. 3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya. 4. Dicabut untuk kepentingan umum. 5. Ditelantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB. 15 Pasal 40 Undang – Undang Pokok Agraria 36 4. Hak Pakai Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9) huruf d, 41 s/d 43, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996. Pengertian Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah16. a. Subyek HP 1. Warga Negara Indonesia. 1. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 2. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah. 3. Badan-badan keagamaan dan sosial. 4. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 5. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 6. Perwakilan negara internasional. b. Objek Hak Pakai17: 1. Tanah Negara. 16 17 Pasal 41 (1) Undang – Undang Pokok Agraria. Pasal 41 (1) Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996. 37 asing dan perwakilan badan 2. Tanah Hak Pengelolaan. 3. Tanah Hak Milik. Hak Pakai dapat terjadi karena, 1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan). 2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT. 3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi. c. Jangka waktu Hak Pakai. Jangka waktu Hak Pakai berbeda sesuai dengan asal tanahnya, berikut adalah rincian jangka waktu 1. Hak Pakai atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Khusus Hak Pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. 2. Hak Pakai atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang Hak 38 Pakai dapat diperbarui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat. d. Kewajiban pemegang Hak Pakai 1. Membayar uang pemasukan kepada negara, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik. 2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya sesuai keputusan pemberian haknya, perjanjian pengguanaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai hapus. 5. Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan. 6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah Hak Pakai. e. Hak pemegang Hak Pakai18 1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya. 2. Memindahkan hak tersebut kepada pihak lain. 18 Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 39 3. Membebani dengan Hak Tanggungan. 4. Menguasai dan menggunakan tanah untuk janga waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. f. Sifat dan ciri-ciri Hak Pakai. 1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah No. 24/1997. 2. Dapat diwariskan. 3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal. 4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial. 5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu. 7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain. 8. Peruntukkannya terbatas. g. Hapusnya Hak Pakai19 1. Jangka waktunya berakhir. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena: 19 Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 40 a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak Pakai. b. Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban- kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik. c. Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. 3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya. 4. Dicabut untuk kepentingan umum. 5. Ditelantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang Hak Pakai. 5. Hak Sewa Untuk Bangunan Ketentuan mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1), 44, 45, 52 ayat(2) UUPA. Pengertian HSUB adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang HSUB20. HSUB merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus. Hak 20 Pasal 44 (1) Undang – Undang Pokok Agraria 41 sewa hanya disediakan untuk bangunan-banguna yang berhubung dengan pertanian d. Subyek HSUB21. 1. Warga Negara Indonesia. 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. e. Objek HSUB. Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain adalah Hak Milik dan objek yang disewakan pemilik tanah kepada pemeganag HSUB adalah tanah bukan bangunan. Terjadinya HSUB karena perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengadung unsur-unsur pemerasan. f. Jangka waktu HSUB. UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka waktu HSUB, jangka waktu HSUB diserahkan kepada kesepakatan anatar pemilik tanah dengan pemegang HSUB. Pembayaran uang sewa dalam HSUB. Ketentuan mengenai pembanyaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap 21 Pasal 45 Undang – Undang Pokok Agraria 42 waktu tertentu. Juga dapat dilakukan sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan oleh pemegang HSUB. Tergantung kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB. g. Peralihan HSUB. Pada dasarnya pemegang HSUB tidak diperbolehkan mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain tanpa seizin dari pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa antara pemili tanah dan pemegang HSUB. h. Sifat dan ciri-ciri HSUB. 1. Tujuan pengunaannya sementara, artinya jangka waktu terbatas. 2. Bersifat pribadi dan tidak boleh dialihkan. 3. Tidak dapat diwariskan. 4. Hubungan hak sewa tidak terputus dengan dialihkannya Hak Milik yang bersangkutan kepada pihak lain. 5. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 6. Pemegang HSUB dapat melepas sendiri hak sewanya. 7. Tidak termasuk golongan hak-hak yang harus didaftarkan. i. Hapusnya HSUB. Faktor-faktor penyebab hapusnya HSUB, adalah: 1. Jangka waktunya berakhir. 43 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena pemegang HSUB tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HSUB. 3. Dilepaskan oleh pemegang HSUB sebelum jangka waktu berakhir. 4. Hak Milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum. 5. Tanahnya musnah. B. Hasil Penelitian 1. Tinjauan Kepemilikan Properti Dari Sisi HAM Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dijelaskan: a. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. b. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. c. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, 44 golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kelompok dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. d. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja,sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga,dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau pengetahuan siapapun dan atau pejabat publik. e. Anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. f. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi 45 manusia seseorang atau kelompok orangyang dijamin oleh Undangundang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. g. Komisi Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Adanya hak azasi manusia untuk memiliki atau membeli barang sesuai dengan keinginannya merupakan salah satu HAM sosial maupun ekonomi. Begitu pula dengan kepemilikan properti untuk orang asing yang ada di Indonesia, kepemilikan properti yang ada di Indonesia merupakan HAM sebagai mahluk sosial dan mahluk ekonomi. Berkaitan dengan hak ekonomi dan sosial kepemilikan propertinya di Indonesia, Hak WNA tersebut dibatasi oleh adanya diskriminasi HAM. Diskriminasi HAM ini berasal dari adanya peraturan disetiap Negara yang berbeda. Di Indonesia, Negara hanya mengakui hak sosial dan ekonomi WNA mengenai kepemilikan propertinya ini hanya terbatas sebagai Hak Pakai. Kondisi ini berbeda dengan kepemilikan properti bagi WNI, Negara mengakui kepemilikan propertinya sampai dengan Hak Milik. Adanya diskriminasi HAM oleh WNA dan WNI ini disebabkan oleh status kebangsaannya, kewajibannya sebagai warga Negara, dan hak yang dimiliki sesuai dengan kewarganegaraannya. 46 Pengaturan HAM mengenai kepemilikan propertinya ini oleh WNA maupun WNI memberikan segala macam kebebasan yang telah diatur oleh Negara. Adanya diskriminasi tentang Hak WNA dengan Hak WNI ini juga diatur oleh Negara. Karena setiap Negara memiliki peraturan dan kebijakan yang berbeda antara Negara satu dengan Negara yang lain mengenai hak dan kewajiban setiap WNA dan WNI yang ada di Indonesia. Pengaturan ini dilakukan demi menjaga pertahanan, keamanan, kedamaian dan ketertiban yang ada di Indonesia. 2. Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia a. Hak Pakai Berdasarkan undang - undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria, Warga Negara Asing hanya diperbolehkan memiliki hak pakai. Adapun definisi hak pakai terdapat dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA yang berbunyi: “Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsungoleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalamkeputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian denganpemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segalasesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuanketentuan Undang-undang ini.” Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 Undang – Undang Pokok Agraria yang hanya membolehkan WNA untuk memiliki hak pakai. Bunyi selengkapnya pasal tersebut adalah: “Yang dapat mempunyai hak pakai ialah: a. warga-negara Indonesia; b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 47 d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.” b. Kepemilikan Rumah Tinggal/Hunian oleh WNA Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. “Warga negara asing dapat memiliki rumah yang berdiri sendiri diatas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara (HPTN) atau diatas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah. Perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan. Berdasarkan peraturan diatas maka pada hakikatnya, WNA yang berdomisili di Indonesia diperbolehkan memiliki satu rumah tempat tinggal, bisa berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai. c. Hak Sewa untuk Bangunan Menurut setiabudi Hak sewa merupakan Hak Pakai yang mempunyai sifat-sifat yang mempunyai sifat-sifat khusus dan diatur tersendiri. 22 Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan. Dalam UUPA pasal 44 disebutkan bahwa seseorang atau suatu badan hukum memiliki hak sewa atas tanah apabil ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan melakukan pembayaran kepada pemilik sejumlah uang sebagai sewa. Berbeda dengan 22 Jayadi, Setiabudi. 2012. Tata Cara Mengurus Tanah Rumah dan Perizinannya.Yogyakarta: Buku Pintar. 48 Hak Pakai. Hak Sewa untuk Bangunan (HSUB) hanya dapat terjadi di atas tanah Hak Milik. Disebabkan tanah Hak Milik merupakan hak terkuat dan terpenuhi sehingga dapat dipakai sebagai dasar pemberian hak tanah lain, termasuk Hak Sewa untuk Bangunan. Untuk mendapatkan hak memiliki bangunan di atas tanah Hak Milik maka harus dibayarkan sejumlah uang sewa. Dimana pembayaran uang sewa ini diatur dalam pasal 44 ayat 2 dengan ketentuan dapat dilakukan satu kali pada tiap waktu tertentu atau sebelum maupun sesudah tanah tersebut digunakan. Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai dengan syarat yang mengandung unsur pemerasan. Selanjutnya pada pasal 45 disebutkan pihak-pihak yang dapat menggunakan Hak Sewa, adalah: Warga Negara Indonesia Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Badan Hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia 49 3. Kepastian Hukum Dari Kepemilikan Properti Untuk Warga negara asing. Kepastian hukum adalah salah satu dari tujuan hukum, di samping yang lainnya yakni kemanfaatan dan keadilan bagi setiap insan manusia selaku anggota masyarakat yang plural dalam interaksinya dengan insan yang lain tanpa membedakan asal usul dari mana dia berada23. Kepastian hukum dari kepemilikan properti untuk warga Negara asing ini diatur dalam: a. Pasal 57 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Aturan kepemilikan properti untuk warga negara asing di Indonesia pada sektor properti saat ini ada dalam Pasal 57 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang menyebutkan warga negara asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai. Terkait lamanya kepemilikan asing di properti, disesuaikan dengan UU.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan pembagian periode hak pakai WNA waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. 23 Budiman Ginting, Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17190 diakses tgl 16/09/2014 50 b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia diatur dalam pasal-pasal dibawah ini: 1. Pasal 1 a) Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. b) Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. 2. Pasal 2 Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah24: a) Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah: b) Hak Pakai atas tanah Negara; c) Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemengang hak atas tanah. d) Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara. 3. 24 Pasal 3 Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 51 a) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dibuat secara tertulis antara warga negara asing yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah. b) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. 4. Pasal 4 Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 wajib dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. 5. Pasal 5 a) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun. b) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperbaharui untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, sepanjang warga negara asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia. 6. Pasal 6 a) Apabila warga negara asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam 52 jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang lain yang memenuhi syarat. b) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hak atas tanah tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka apabila: 1) Rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, rumah beserta tanahnya dikuasai Negara untuk dilelang; 2) Rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 huruf b, rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. 7. Pasal 7 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria setelah mendengar pertimbangan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional. c. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 ayat (4) Hak milik adalah hak yang sangat asasi dan merupakan hak dasar yang dijamin konstitusi. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 ayat (4) mengatur bahwa setiap orang berhak mempunyai 53 hak milik dan hak tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Berdasarkan status subyek menentukan status hukum tanah yang boleh dikuasai, yaitu: 1. Warga Negara Indonesia: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Manumpang; 2. Badan Hukum Indonesia terdiri dari: Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Pengelolaan (khusus badan hukum Indonesia yang sahamnya milik negara) 3. Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing meliputi Hak Pakai (Pasal 24 UUPA) mengatur penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundang-undangan. 4. Hak Sewa (Pasal 45 UUPA), yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah: a) Warga Negara Indonesia b) Warga negara asing Yang Berkedudukan di Indonesia c) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia d) Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Berdasarkan tinjauan yuridis kepemilikan properti bagi WNA yang berada di Indonesia dari sisi HAM dan kepastian hukum, diketahui status 54 kepemilikan properti, status kewarisan dan lama pemakaian seperti tertian dalam tabel dibawah ini: No 1 2 Tabel 1. Pengaturan Properti bagi WNA yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan Dasar Peraturan Status Kepemilikan Lama Pemakaian Properti Pasal 57 UU Kepemilikan properti Waktu untuk pertama kali paling No.1/2011 bagi warga negara asing lama 25 tahun, dapat tentang dapat menghuni atau diperpanjang untuk jangka Perumahan dan menempati rumah waktu paling lama 20 tahun, dan Kawasan dengan cara hak sewa dapat diperbarui untuk jangka Permukiman atau hak pakai. waktu paling lama 20 tahun (PKP) PP No. 41 Hak pakai dibuat untuk jangka waktu yang tahun disepakati, tetapi tidak lebih 1996 tentang lama dari dua puluh lima tahun pemilikan dan dapat diperbaharui untuk rumah tempat jangka waktu yang tidak lebih tinggal atau lama dari dua puluh lima tahun, hunian oleh atas dasar kesepakatan yang warga negara dituangkan dalam perjanjian asing yang yang baru, sepanjang warga berkedudukan negara asing tersebut masih di Indonesia berkedudukan di Indonesia 3 UUD Tahun Setiap orang berhak 1945 Pasal 28 mempunyai hak milik ayat (4) dan hak tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapapun 4 UUPA Pasal 20 Hak Pakai Ayat (1) Waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun 55 Sumber: Berbagai literatur Berdasarkan temuan penelitian mengenai hak kepemilikan properti untuk warga negara asing yang ditinjau dari sisi HAM dan kepastian hukum, diketahui bahwa status kepemilikan properti untuk WNA telah memenuhi hak asasi manusia dengan diskriminasi atau pembatasan karena status kewarga negaraannya dengan status kepemilikan hak pakai selama 25 tahun dan untuk tahun berikutnya dapat diperpanjang berdasarkan ketentuan yang ada. C. Analisis a. Pengaturan kepemilikan properti untuk warga negara asing dalam perpektif hukum Indonesia telah memenuhi hak ekonomi sosial, dan budaya. Berdasarkan paparan dari hasil penelitian di atas, diketahui bahwa warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan hak asasi manusia atas status kepemilikan propertinya yang berada di Indonesia telah mendapatkan hak asasi manusianya, yang terwujud dalam status kepemilikan properti yang berkekuatan hukum sebagai hak pakai. Hak pakai atas properti yang dimiliki oleh WNA tersebut memiliki jangka waktu yang berbeda sesuai dengan asal tanahnya. Hak pakai atas properti yang dimiliki oleh WNA atas tanah negara dapat dikelola oleh WNA untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Sedangkan hak pakai 56 atas kepemilikan properti yang pergunakan oleh Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik seseorang yang dijualbelikan terhadap WNA memiliki jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak ada perpanjangan waktu, tetapi atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai, properti tersebut masih dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang baru dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat. Berdasarkan ketentuan yang ada dalam hak pakai, pemenuhan atas hak ekonomi dan social ini tercermin dari adanya hak dan kewajiban oleh individu atau lembaga yang memegang properti dengan status sebagai pemegang hak pakai. Kewajiban sebagai pemegang hak pakai ini antara lain membayar uang pemasukan kepada Negara atas perjanjian penggunaan tanah atau properti tersebut sebagai Hak Pengelolaan atau Hak Milik, selain itu pemegang hak pakai ini dapat mempergunakan propertinya tersebut sesuai peruntukkannya yang telah disepakati oleh pemberi keputusan atas pemberian haknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat (dalam hal ini pemilik properti dengan status hak milik, atau pemerintah). Warga Negara asing sebagai pemegang hak pakai atas properti yang dimilikinya di Indonesia ini juga memiliki kewajiban untuk memelihara dengan baik atas properti (tanah dan bangunan) serta menjaga kelestarian lingkungan hidupnya. Kewajiban yang lainnya adalah menyerahkan kembali tanah yang 57 diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang Hak Milik sesudah hak pakainya habis atau terhapus. Selanjutnya adalah WNA yang memegang hak pakai harus menyerahkan kembali sertifikat Hak Pakainya kepada kepala Kantor Pertanahan. Selain kewajiban oleh WNA sebagai pemegang hak pakai atas propertinya, pemegang hak pakai ini juga memiliki hak untuk menguasai dan mempergunakan properti atau tanahnya tersebut selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya, hak lainnya adalah pemegang hak pakai dapat memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebani dengan Hak Tanggungan, hak selanjutnya yang dapat dimiliki oleh pemegang hak pakai adalah dapat menguasai dan menggunakan tanah untuk janga waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Berdasarkan atas prespektif hukum yang berlaku di Indonesia, pemenuhan atas hak ekonomi dan sosial ini terwujud dalam pemberian kepastian hukum atas hak kepemilikan properti bagi WNA yaitu sama-sama memiliki hak dan kewajiban atas status hak pakai dari properti yang dimilikinya. Pemberian hak dan kewajiban atas status hak pakai dari properti yang dimilikinya ini dapat ditunjukkan dengan adanya hak dan kewajiban sebagai pemegang hak pakai. WNA sebagai pemegang hak pakai atas propertinya ini memiliki hak untuk menggunakan propertinya selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya, dalam haknya tersebut WNA dapat memindahkan haknya tersebut kepada pihak lain. Dengan hak pakai yang 58 dimilikinya WNA dapat menguasai dan dapat menggunakan propertinya tersebut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Berdasarkan hak-hak yang telah dijelaskan tersebut, terbukti bahwa dengan pemberian hak sebagai pemegang hak pakai, WNA dapat memenuhi hak sosial dan ekonominya. Adanya pembatasan atau diskriminasi antara HAM dari segi sosial dan ekonomi atas kepemilikan properti bagi WNA yang ada di Indonesia hanya diberikan status sebagai pemegang hak pakai sedangkan WNI diberikan status sebagai pemegang hak milik ini dianggap telah sesuai dan adil. Keadilan ini diperoleh berdasarkan pandangan atas status kewarganegaraannya antara WNI dan WNA yang berbeda, dimana WNI memiliki kewajiban-kewajiban atas bela Negara dan kewajiban-kewajiban yang lain sesuai kewajibannya sebagai WNI untuk kepentingan Negara Indonesia, sedangkan WNA tidak memiliki kewajiban bela Negara atau kewajiban-kewajiban yang lain untuk kepentingan Negara Indonesia. b. Pengaturan kepemilikan properti untuk Warga Negara Asing telah memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum Pengaturan kepemilikan properti oleh warga negara asing sesuai dengan prinsip keadilan dalam kepastian hukum yang berada di wilayah Indonesia, berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan staus hak pakai. Hak pakai atas property yang dikuasai oleh warga negara asing tersebut dapat 59 dipergunakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban yang tertera dalam hak pakai, yang dapat dimanfaatkan sesuai keperluan WNA tersebut. 1. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan prinsip keadilan Diperbolehkannya penggunaan properti atau tanah yang ada di Indonesia ini oleh WNA sebagai pemegang hak pakai ini menurut tipe kewajiban dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya telah memenuhi prinsip keadilan, karena Negara maupun WNI memenuhi hak atau memiliki kewajiban kepada WNA sebagai pemegang hak pakai untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kebutuhannya. Bentuk keadilan tersebut tercermin dari adanya kewajiban yang mengharuskan negara tidak mengganggu baik langsung maupun tidak langsung keberadaan hak pakai propertinya. Bukti keadilan yang lain adalah adanya perlindungan dari Negara untuk menghalangi campur tangan pihak ketiga dengan cara apapun keberadaan hak pakai atas properti yang dimilikinya, dan adanya kewajiban pemenuhan fasilitas yang mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah dalam memenuhi hak pakai atas propertinya tersebut. Bentuk keadilan bagi WNA sebagai pemegang hak pakai ini telah sesuai dengan prinsip keadilan, karena berdasarkan pemenuhan hak-hak atas status hak pakai kepemilikan properti ini telah sesuai dengan aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan, moral, dan etika menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. 60 Keadilan yang diperoleh oleh WNA sebagai pemegang hak pakai ini telah tercermin dari sifat normatif dan konstitutif dari segi hukum, sehingga sesuai dengan aspek keadilan tersebut, dapat dijadikan landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif yang berada di Negara Indonesia. Pengaturan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh WNA sebagai pemegang hak pakai atas properti yang berada di Indonesia ini akan memiliki makna sesuai dengan makna yang dimiliki oleh setiap manusia yang sesuai dengan kewarganegaraannya masing-masing dengan pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban. Pemenuhan dari keadilan yang diterima oleh WNA dengan status pemegang hak pakai ini telah mencapai tujuan dari keadilan. Tujuan keadilan tersebut tertera pada pengaturan ketentuan hukum kepemilikan properti oleh warga negara asing di Indonesia, yang merupakan suatu kebenaran, memiliki nilai kebajikan yang paling utama, karena nilai-nilai ini tidak bisa ditukar dengan nilai apapun. Berdasarkan atas azas prinsip keadilan ini, maka dapat diketahui bahwa kepemilikan properti bagi warga negara asing yang berada di Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang merata dan telah sesuai dengan prinsip keadilan yang ada. 2. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan prinsip kemanfaatan Pengaturan kepemilikan properti bagi WNA sebagai pemegang hak pakai ini sudah dianggap memenuhi tujuan dari aspek kemanfaatan. 61 Pemberian status hukum atas hak pakai kepada WNA ini memiliki fungi bekerjanya sistem hukum di masyarakat yang efektif. Sesuai dengan fungsi kemanfaatan hukum, pemberian status kepemilikan properti bagi WNA dengan sttus hak pakai dapat berfungsi sebagai alat atau kekuatan hukum dalam rangka memanfaatkan propertinya tersebut dalam realita kehidupan di Indonesia yang sebagai Negara hukum. Pemberian hak pakai ini dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat WNA maupun WNI sebagai pemegang hak pakai. Tujuan pengaturan kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan hukum ini semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak- banyaknya warga masyarakat WNA yang ada di Indonesia sebagi pemegang hak pakai. Penanganan hukumnya ini didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. 3. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan prinsip kemanfaatan Pengaturan hukum tentang kepemilikan properti untuk warga negara asing yang ada di Indonesia yang bertolak ukur pada asas kepastian hukum telah tercermin dalam Undang-Undang atau peraturan pemerintah yang ada di Negara Indonesia. Kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan aspek kepastian hukum ini terbukti atas pengakuan Negara dengan pemberian status hak pakai atas kepemilikan propertinya yang ada di Indonesia. Dalam pengakuan atau 62 pemberian hak pakai oleh pemerintah kepada WNA ini tertuang dalam hukum positif dan hukum tertulis. Hukum tertulis tersebut ditulis oleh lembaga yang berwenang (PPAT) yang disahkan oleh BTN setempat. Pelanggaran atas hukum yang telah disahkan oleh BTN tersebut apabila dilanggar akan memberikan sanksi yang tegas, sah dengan sendirinya dan ditandai dengan diumumkannya di Lembaga Negara. Kepastian hukum atas status hak pakai yang dimiliki oleh WNA ini merupakan suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Dari adanya kepastian hukum ini jelas bahwa pengaturan kepemilikan properti oleh warga negara asing ini tidak menimbulkan keragu-raguan atau multi-tafsir dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Berdasarkan tujuan dari pemberian status hukum atas kepemilikan properti bagi WNA sebagai pemegang hak pakai ini, untuk memberikan pengetahuan mengenai tingkatan norma-norma yang berlaku yang berkaitan dengan kepemilikan properti bagi warga negara asing, dan dari tingkatan norma tersebut dapat memberikan kekuatan berlakunya dari tiap norma kepemilikan properti bagi warga negara asing yang berada di Indonesia yang bergantung dari hubungan yang logis dengan norma yang lebih tinggi, atau tingkatan norma yang lebih rendah, sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Pemberian pengakuan dari pemerintah atau Negara mengenai status kepemilikan properti kepada WNA sebagai pemegang hak pakai ini 63 secara tidak langsung akan menimbulkan suatu perintah ketaatan warga Negara asing yang kemudian menjadikannya sebagai suatu kewajiban yang dipaksakan oleh norma, dan dapat menimbulkan suatu sanksi yang diberikan oleh norma bagi WNA yang melanggar norma tersebut. Adanya kepastian hukum tentang kepemilikan properti oleh warga negara asing ini merupakan keadaan yang pasti akan status, hak dan kewajiban setiap individu di suatu wilayah tertentu. Pemberian kepastian hokum ini berlaku untuk setiap perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum yang terlahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban dari persengketaan kepemilikan properti untuk warga negara asing dan warga Negara indonesia. Adanya pengaturan hukum tentang kepemilikan properti bagi warga negara asing dalam batasannya memperoleh hak dan kewajibannya dalam kepemilikan properti yang ada di Indonesia ini. Adanya penjelasan tentang tujuan pengaturan hukum kepemilikan properti untuk warga negara asing tersebut memiliki hubungan dari ketiga nilai dasar diantara ketiga nilai dasar hukum tersebut yang masing-masing yang saling mendukung antara satu sama lainnya. 64