Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan

advertisement
ANALISIS DUKUNGAN SOSIAL, INTERAKSI SUAMI-ISTRI,
DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA (TKW)
(Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat)
ATIRAH
DEPERTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dukungan Sosial,
Interaksi Suami Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja
Wanita (TKW) adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
Atirah
NRP I24070024
ABSTRACT
ATIRAH. Analysis Social Support, Couple Interaction, and Marital Quality of
Female Migrant Workers Families in Sukabumi (Case Study in Padasih Vilagge,
Cisaat District, Sukabumi, West Java. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.
The aim of the research was to analyze correlate of social support, couple
interaction, and marital quality of female migrant workers. The desain of this
research was using crosssectional study. Research location was selected
purposively. Sample of this research was family who has wife as female migrant
workers at least for six months and have children under eighteen years old.
Respondent of this research was husband who has wife as female migrant
workers at least for six months and have children under eighteen years old. This
research involved 60 family as samples which chosen by non probability
sampling method with snowball technique. There were real and positive
correlation between support which gave from neighbour with husband wife’s
interaction. Support which gave from extended family and neighbour have
correlation with husband and wife’s bonding. Social support which gave from
extended family, nuclear family, neighbour, and PJTKI to husband has a
correlation with husband and wife’s bonding. Marital quality observed from marital
happiness and satisfaction which showed there were no correlation with social
support. Husband wife’s interaction (communication and husband and wife’s
bonding) have correlation with marital quality (marital happiness and satisfaction).
Keywords: social support, couple interaction, and quality of marriage
ABSTRAK
ATIRAH. Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas
Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa
Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat). Dibimbing oleh HERIEN
PUSPITAWATI.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan
sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga Tenaga Kerja
Wanita (TKW). Desain dari penelitian ini dalah crosssectional study. Pemilihan
tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Contoh adalah keluarga
yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam
bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Responden pada penelitian ini
adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal
selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Penarikan contoh
menggunakan metode non probability dengan teknik snowball dengan jumlah
contoh sebanyak 60 orang. Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner.
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara dukungan yang diberikan
tetangga kepada suami dengan interaksi suami-istri. Dukungan yang diberikan
oleh keluarga besar dan tetangga memiliki hubungan nyata dengan ikatan
bonding suami-istri. Dukungan sosial yang diberikan baik yang berasal dari
keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI kepada suami memiliki
hubungan dengan ikatan bonding di antara suami-istri. Kualitas perkawinan
ditinjau dari kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki hubungan
dengan dukungan sosial. Interaksi suami-istri (komunikasi dan bonding) memiliki
hubungan nyata dengan kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan
perkawinan).
Kata kunci : dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan
RINGKASAN
ATIRAH. Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas
Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa
Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi Jawa Barat). Dibimbing oleh HERIEN
PUSPITAWATI.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga
Tenaga Kerja Wanita (TKW). Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: (1)
Mengetahui karakteristik contoh keluarga TKW, (2) Mengidentifikasi dukungan
sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan pada keluarga TKW, (3)
Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan dukungan
sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan, dan (4) Menganalisis
hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan.
Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Penelitian ini dilakukan di di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut
merupakan daerah yang memiliki penduduk yang cukup banyak bekerja sebagai
Tenaga Kerja Wanita (TKW). Secara keseluruhan penelitian dilakukan selama
sembilan bulan yaitu mulai bulan Febuari hingga Desember 2011. Contoh dari
penelitian ini yaitu keluarga TKW yang berada di Desa Padaasih Kecamatan
Cisaat Kabupaten Sukabumi. Responden dalam penelitian ini adalah suami yang
memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan
memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Penarikan contoh menggunakan metode
non probability sampling dengan teknik snowball. Jumlah contoh adalah 60
orang. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner
terstruktur dan melalui indepth interview untuk memperoleh informasi lebih
mendalam. Data sekunder diperoleh melalui data dari BPS (Badan Pusat
Statistik), data dari Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, gambaran umum
wilayah penelitian dan data penduduk yang diperoleh dari Kecamatan dan Desa,
dan literatur-literatur lainnya yang mendukung. Data yang telah terkumpul diolah
secara deskriptif dan inferensia (uji korelasi Pearson) dengan menggunakan
program komputer Microsoft Excel dan SPSS 17,0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh suami (50%) dan hampir
seluruh istri (90%) termasuk dalam usia dewasa awal. Hampir seluruh contoh
(86,7%) merupakan keluarga kecil. Persentase terbesar tingkat pendidikan suami
(48,3%) dan tingkat pendidikan istri (53,3%) ialah tamat Sekolah Dasar (SD).
Persentase terbesar (40%) pekerjaan suami bekerja sebagai buruh. Hampir
seluruh istri (91,7%) bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri.
Rata-rata pendapatan per bulan contoh sebesar Rp 2.799.239,00 sedangan ratarata pendapatan per kapita per bulan contoh sebesar Rp 915.126,4. Hampir
seluruh (93,3%) negara tujuan istri bekerja yaitu Arab Saudi. Lama kerja istri
menjadi TKW berkisar antara satu sampai dua tahun. Hal yang memotivasi istri
untuk menjadi TKW adalah untuk menambah penghasilan keluarga, memenuhi
kebutuhan keluarga, menjadi perempuan mandiri dan untuk merubah status
sosial ekonomi keluarga.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh
(83,3%) memperoleh dukungan sosial yang tergolong sedang. Interaksi suamiistri memiliki kategori yang tergolong tinggi (73,3%). Sebesar 66,7 persen contoh
memiliki kualitas perkawinan yang tergolong sedang. Hasil uji korelasi Pearson
diketahui bahwa dukungan yang diberikan tetangga (r=0,264; p<0,05) memiliki
hubungan nyata dengan interaksi suami-istri. Dukungan sosial yang berasal dari
keluarga besar (r=0,421; p<0,05) dan tetangga (r=0,447; p<0,05) memiliki
hubungan nyata dengan ikatan bonding suami-istri. Secara keseluruhan,
dukungan sosial yang diberikan baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga,
dan PJTKI (r=0,255; p<0,05) memiliki hubungan nyata dengan ikatan bonding
suami-istri.
Kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki hubungan yang
nyata dengan dukungan sosial baik dukungan sosial dari keluarga besar,
keluarga inti, tetangga maupun dari PJTKI. Komunikasi suami-istri memliki
hubungan nyata dan positif dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,327; p<0,05)
dan kepuasan perkawinan (r=0,281; p<0,05). Ikatan bonding memiliki hubungan
nyata dan positif dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,371; p<0,05), kepuasan
perkawinan (r=0,384; p<0,05), dan kualitas perkawinan (r=0,318, p<0,05).
Interaksi suami-istri memiliki hubungan nyata dengan kebahagiaan perkawinan
(r=0,270; p<0,05), kepuasan perkawinan (r=0,258; p<0,05), dan kualitas
perkawinan (r=0, 301; p<0,05). Saran yang diberikan penelitin ini sebaiknya
adanya kebijakan pemerintah untuk mengadakan persiapan atau pelatihan
terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri menjadi TKW. Selain itu, perlu
adanya peran serta dari organisasi wanita maupun organisasi lain agar dapat
mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI saja. Perlu ditekankan pula
bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap suami dan anak. Pemerintah
Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi
angka kemiskinan dan pengangguran serta dapat membawa suatu keluarga
kepada kesejahteraan.
Kata kunci : dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan © Hak Cipta millik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS DUKUNGAN SOSIAL, INTERAKSI SUAMI-ISTRI,
DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA
TENAGA KERJA WANITA (TKW)
(Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat)
ATIRAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPERTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi
:
Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan
Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita
(TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan
Cisaat, Sukabumi Jawa Barat).
Nama
:
Atirah
NIM
:
I24070024
Disetujui
Dr. Ir. Herien Puspitawati, M. Sc, M. Sc
Dosen Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji
dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul
“Analisis
Dukungan
Sosial,
Interaksi
Suami-Istri,
dan
Kualitas
Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa
Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat)”. Penulis menyadari
bahwa dalam tahap penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc, selaku pembimbing utama yang
dengan penuh kesabaran memberikan arahan, bimbingan dan masukan
dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati M.Si selaku dosen pemandu seminar, Ibu Tin
Herawati SP. Msi dan Dr. Ir. Hartoyo M.Sc selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Dwi Hastuti selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi
mahasiswa IKK.
4. Seluruh Aparat Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Aparat Pemerintah
Kecamatan Cisaat, Aparat Pemerintah Desa Padaasih, dan Pimpinan
Dinas Tenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten
Sukabumi, Bapak Ismail yang telah banyak membantu pada saat proses
penelitian sehingga dapat berjalan lancar dan baik.
5. Keluarga yang sangat saya cintai dan sayangi, Mama dan Kakakku yang
selalu memberikan dukungan baik secara material maupun moril serta
doa yang tiada henti. Semoga Allah membalas dengan surga- Nya.
6. Keluarga besar di Tajur yang selalu memberikan semangat, dorongan
dan doa selama proses penyelesain penulisan skripsi.
7. Keluarga Tagor (Uwa Edi, Uwa Titin, Kakak Oka, dan Adik eka) atas
semua informasi, kebaikkan, dukungan serta semangat yang diberikan
selama proses penilitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
8. Tri Yulianti, Khaerunnisa, Arisa Widyastuti, Metha Djuwita, dan Nadia
Tiara Putri yang selalu membuat hari-hari menjadi menyenangkan
karena dipenuhi dengan gelak canda tawa dan gurau yang selalu
diberikan dipagi hari hingga sore hari selama masa kuliah hingga proses
penulisan skripsi berlangsung.
9. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan dosen Ayunda W.
Savitri
Fauziah Fajrin, Novi Puspitasari, dan Latifatul Hayati yang selalu
berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan semangat, dukungan dan
bantuan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi.
10. IKK’ERS 44 atas bantuan, semangat, dan dukungan serta segala
perjuangan yang telah kita lewati bersama. Semoga dengan rahmat-Nya,
kita diberi kemudahan dalam mencapai kesuksesan.Amin
11. Tim dosen IKK IPB, terima kasih atas bantuan, dukungan serta
pengajaran yang diberikan, untuk para staff IKK juga terima kasih atas
bantuan selama perkuliahan dan penulisan hingga penyelesaian skripsi.
Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu.
Terimakasih, semoga Allah membalasnya dengan hal yang lebih
baik.amin.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan segala informasi yang terdapat didalamnya dan semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis dari semua pihak mendapatkan
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Bogor, Desember 2011
Penulis DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...........…..v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ...vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...........……...vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………............………………………...….vi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 Perumusan Masalah .......................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7 Keluarga ............................................................................................................ 7 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) .......................................................................... 12 Gender dan Peran Perempuan ........................................................................ 12 Dukungan Sosial .............................................................................................. 13 Komunikasi dan Interaksi ................................................................................. 15 Kualitas Perkawinan ........................................................................................ 17 KERANGKA PEMIKIRAN................................................................................... 21 METODE PENELITIAN ....................................................................................... 25 Disain, Tempat, dan Waktu ............................................................................. 25 Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ............................................................. 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................. 27 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................... 28 Definisi Operasional ......................................................................................... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 33 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 33 Karakteristik Keluarga Contoh ......................................................................... 33 Peran Istri sebagai TKW .................................................................................. 37 Dukungan Sosial .............................................................................................. 44 Interaksi Suami dan Istri .................................................................................. 49 Kualitas Perkawinan ........................................................................................ 55 Hubungan antara Variabel-variabel Penelitian ................................................ 59 PEMBAHASAN UMUM....................................................................................... 67 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 70 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 71 Simpulan .......................................................................................................... 71 Saran ............................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75 LAMPIRAN ......................................................................................................... 79 DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jenis data, peubah, skala, item pertanyaan, dan Cronbach Alpha
2. Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri
3. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
4. Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga
5. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri
6. Sebaran suami berdasarkan pekerjaan
7. Sebaran istri berdasarkan pekerjaan
8. Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan
9. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita per bulan
10. Sebaran istri berdasarkan negara tujuan TKW
11. Sebaran istri berdasarkan lama menjadi TKW
12. Sebaran suami berdasarkan motivasi istri menjadi TKW
13. Sebaran suami berdasarkan perasaan suami terhadap istri
14. Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial
15. Sebaran suami berdasarka kategori dukungan sosial
16. Sebaran suami berdasarkan komunikasi antara istri dan keluarga
17. Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri
18. Sebaran suami berdasarkan kategori interaksi suami-istri
19. Sebaran suami berdasarkan kualitas perkawinan suami-istri
20. Sebaran suami berdasarkan kategori kualitas perkawinan
21. Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan
karakteristik keluarga
22. Sebaran koefisien korelasi antara interaksi suami-istri dengan
karakteristik keluarga
23. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan
karakteristik keluarga
24. Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan
interaksi suami-istri
25. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan
dukungan sosial
26. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan
Interaksi suami-istri
27
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
40
44
46
49
51
53
55
56
58
60
60
61
62
64
65
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerangka pemikiran Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri,
dan Kualitas Perkawinan
23
26
2. Metode Penarikan Contoh
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Pengukuran Variabel
2. Lokasi Penelitian
3. Hasil Wawancara Mendalam
4. Uji Korelasi
Halaman
81
83
84
89
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh suatu negara.
Berdasarkan data BPS tahun 2010, persentase kemiskinan saat ini mencapai
13,3 persen. Kemiskinan tersebut terjadi karena tingkat pendapatan yang
rendah. Pengangguran merupakan salah satu dampak kurangnya lapangan
pekerjaan yang menjadikan salah satu faktor kemiskinan semakin meningkat.
Tersedianya informasi mengenai tata cara bekerja di luar negeri, desakan
ekonomi, dan adanya keterkaitan sejarah sosial yang panjang di lingkungan
masyarakat dapat menentukan minat masyarakat untuk bekerja sebagai Tenaga
Kerja Indonesia (TKI). Namun rendahnya pendidikan dan keterampilan membuat
para Tenaga Kerja Wanita (TKW) hanya dapat bekerja disektor informal atau
lazim disebut sebagai pembantu rumahtangga (Pageh 2008).
Program penempatan tenaga kerja di luar negeri memberikan dampak
positif terhadap Negara Indonesia yaitu menumbuhkan remitansi (pengiriman
uang) dan devisa. Selain itu, penempatan tenaga kerja di luar negeri
menumbuhkan ekonomi keluarga, pendorong ekonomi masyarakat, menaikkan
tabungan,
mengurangi
pengangguran,
meningkatkan
pendidikan,
dan
masyarakat mendapatkan keterampilan baru. Dampak negatif yang dirasakan
oleh TKI yaitu pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK), gaji tidak dibayar,
penganiayaan, pelecehan seksual, majikan bermasalah, komunikasi tidak lancar,
kecelakaan kerja, sakit akibat kerja, TKI hamil, PHK sepihak dan masalah
lainnya. Kekerasan yang dialami oleh TKI, sebagian besar terjadi pada TKI/TKW
yang bekerja di sektor informal yang jumlahnya 80 persen dari total TKI yang
telah diberangkatkan (Marzuki 2011). Dampak negatif yang timbul akibat
kepergian istri menjadi TKW yaitu menyebabkan terjadinya pergeseran peran
dalam keluarga dengan kondisi peran istri sebagai pencari nafkah utama serta
suami yang mengasuh dan merawat anak. Blood (1972) diacu dalam Luthfiyasari
(2004) menyatakan bahwa beberapa akibat yang mungkin terjadi dari
keterpisahan anggota keluarga dan perubahan keberfungsian keluarga antara
lain berkurangnya intensitas komunikasi, melemahnya ikatan kekerabatan,
goyahnya stabilitas keluarga serta melonggarnya keterikatan moral terhadap
budaya setempat. Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di
dalam suatu keluarga meliputi peran instrumental (pencari nafkah) yang
2
dilakukan suami atau bapak serta peran emosional atau ekspresif (peran
pemberi cinta, kelembutan serta kasih sayang) yang biasanya diperankan oleh
istri atau ibu (Megawangi 1999).
William F. Ogburn dan Talcot Parsons menyatakan bahwa pendekatan
struktural fungsional mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan
sosial serta masing-masing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi
yang terjadi dalam suatu keluarga tidak untuk memenuhi kepentingan individu
yang bersangkutan namun untuk mencapai tujuan bersama (Megawangi 1999).
Perubahan peran dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW dikarenakan
adanya tujuan yang diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk memperoleh
nasib yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi
materi. Adanya perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga menjadi
tantangan bagi keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan
adaptasi atas perubahan tersebut.
Kepergian istri juga berpengaruh terhadap komunikasi di antara suamiistri dan keluarga. Saat suami-istri berpisah dan tidak bersatu dalam satu atap
dalam waktu berkepanjangan akan menimbulkan kesenjangan komunikasi dua
arah, baik fisik dan non fisik. Adanya kegagalan dalam komunikasi dan afeksi
kemungkinan dapat menyebabkan menurunnya kebahagiaan dan kepuasan
perkawinan (Nurcahyanti 2010). Oleh karena itu, komunikasi yang baik dan
efektif merupakan hal yang sangat penting dalam memecahkan masalah
kesenjangan komunikasi. Powers dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983
menyatakan bahwa komunikasi yang baik sebagai kunci dalam interaksi keluarga
dan hubungan perkawinan. Hal ini sependapat dengan penelitian Setioningsih
(2010) bahwa kualitas perkawinan memiliki hubungan dengan interaksi suamiistri yang ditinjau dari komunikasi dan ikatan bonding antara suami-istri karena
tingginya interaksi di antara suami-istri menyebabkan semakin tingginya kualitas
perkawinan keluarga.
Selama istri pergi menjadi TKW dalam jangka waktu yang relatif cukup
lama, suami memerlukan dukungan keluarga agar tetap dapat menjalankan
fungsi keluarga dengan baik serta dapat bertahan hidup meskipun tanpa
kehadiran istri. Cutrona (1996) menyatakan bahwa pemenuhan dukungan sosial
sangat diperlukan pada saat seseorang mengalami peristiwa kehidupan yang
sangat menegangkan atau saat kondisi pribadi dan lingkungan dalam keadaan
buruk atau merugikan. Dukungan yang telah diberikan keluarga besar dapat
3
membantu meringankan beban ayah dan meminimalisir dampak kepergian istri.
Adanya dukungan yang diberikan akan membuat ayah dapat lebih baik dalam
memberikan pengasuhan kehangatan kepada anak, interaksi yang terjalin
diantara seluruh anggota keluarga akan semakin baik, serta kualitas perkawinan
juga semakin kokoh (Setioningsih 2010).
Perumusan Masalah
Kabupaten Sukabumi memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 419.970
Ha (BPS 2010) dengan jumlah penduduk yang relatif banyak. Hal ini memberikan
tantangan
kepada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Sukabumi
untuk
meminimalkan tingkat pengangguran yang meningkat seiring dengan makin
bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah pengangguran di Kabupaten Sukabumi
hingga 2011 masih terbilang tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga
Kerja Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi lebih dari 28.000 warga
masih belum memiliki pekerjaan.
Ketidakmampuan penguasaan keahlian yang diperlukan sektor industri
merupakan faktor warga tidak bekerja. Hal itu berdampak terhadap ekonomi
keluarga. Rendahnya tingkat pendapatan, mendorong wanita untuk ikut
berpartisipasi dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak istri yang rela
berpisah dengan suami demi meningkatkan kehidupan dan memperbaiki nasib.
Tersedianya informasi mengenai tata cara bekerja di luar negeri dan keterkaitan
sejarah sosial masyarakat yang panjang, juga menentukan minat masyarakat
bekerja di luar negeri. Faktor pendorong lainnya seperti struktur persediaan
tenaga kerja di negara asal, mendorong minat masyarakat untuk bekerja sebagai
TKI. Hal inilah yang memicu para istri untuk ikut berpartisipasi menjadi TKI.
Namun rendahnya pendidikan dan keterampilan membuat para istri hanya dapat
bekerja disektor informal atau lazim disebut sebagai pembantu rumah tangga.
Jumhur (2011) menyatakan bahwa data dari Pusat Penelitian dan
Informasi (PUSLITFO) BNP2TKI menyebutkan jumlah penempatan TKI ke luar
negeri daerah Sukabumi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun
2008 sebanyak 644.731 orang terdiri atas 212.413 TKI formal (33%) dan 432.318
TKI informal (67%) tahun 2010 melonjak menjadi 575.804 orang terdiri atas
158.363 TKI formal (28%) dan 417.441 TKI informal (72%). Disisi lain, kepergian
istri menjadi TKW berdampak terhadap kehidupan keluarga yaitu beban suami
semakin besar karena selain dituntut untuk bekerja setiap hari dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan mengatur pekerjaan di dalam rumah, suami juga
4
harus mampu untuk mendidik, mengasuh serta mengawasi anak-anaknya (LPPM
UMP 2009).
Dampak dari kepergian istri menjadi TKW terhadap keluarga yang
ditinggalkan terlihat dari banyaknya peristiwa-peristiwa yang negatif terhadap
keluarga yaitu suami yang harus berjuang sebagai penopang ekonomi tunggal
demi menghidupi kedua anaknya saat istrinya memutuskan untuk menjadi TKW
diluar negeri terlebih lagi istri hilang tanpa kabar yang pasti (Rimanews 2010),
suami kehilangan komunikasi dengan istri dan sudah banyak menghabiskan
banyak biaya dan waktu untuk mencari istrinya harus kecewa karena istri
selingkuh lagi dengan laki-laki lain (Fatkhulmuin 2011), suami yang mengalami
kecemasan yang berlebihan, sakit yang terlampau parah, dan rumah tangga
yang tidak harmonis sehingga berujung pada perceraian yang terjadi dengan istri
saat istri yang dicintai pergi menjadi TKW keluar negeri (Suryaputra 2011), dan
peristiwa yang cukup berat saat suami yang ditinggalkan istri yang menjadi TKW
telah melakukan perbuatan yang dilarang agama yaitu memperkosa anak
tetangga dan anak kandung dengan alasan tidak kuat menahan nafsu birahi
karena ditinggal istri yang bekerja di luar negeri sebagai TKW (Dimas 2010 dan
Wahid dan Aristianti 2011). Selain itu, terjadinya peningkatan kasus perceraian di
kota Sukabumi sebagai dampak dari kepergian istri menjadi TKW di luar negeri.
Hal ini terlihat dari pada tahun 2008 kasus perceraian yang telah berhasil
disidangkan mencapai 266 sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 346
kasus. Pada tahun 2010 meningkat menjadi 415 kasus dan pada tahun 2011
hingga bulan juni perkara yang berhasil disidangkan mencapai 213 kasus (Radar
Sukabumi 2011).
Hasil penelitian Setioningsih (2010) menyatakan bahwa kepergian istri
menjadi TKW dalam waktu yang relatif lama membuat komunikasi dan ikatan
bonding di antara suami-istri semakin melemah begitu pula untuk ikatan bonding
yang terjalin di antara ibu dan anak akan semakin melemah mengakibatkan
menurunnya kondisi anak hingga semakin stres, keterampilan sosial melemah,
dan prestasi akademik yang menurun. Selain itu, semakin lemah komunikasi dan
ikatan bonding di antara suami-istri akan membuat semakin menurunnya kualitas
perkawinan yang dirasakan pasangan. Kepergian istri menjadi TKW memberikan
dampak positif yaitu pendapatan yang diperoleh selama bekerja sebagai TKW
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, termasuk dalam investasi untuk
pendidikan anak, namun dampak negatif yang ditimbulkan saat istri menjadi TKW
5
yaitu adanya ketidakseimbangan ekosistem keluarga TKW yang beresiko
menurunkan kualitas perkawinan, menurunkan keterampilan sosial anak,
meningkatkan stres anak, serta menurunkan prestasi akademik anak akibat tidak
adanya perhatian ibu terhadap anak. Oleh karena itu, benefit dan cost rasio
akibat kepergian istri menjadi TKW tidaklah seimbang. Dampak negatif yang
ditimbulkan lebih besar dari pada dampak positif yang didapatkan. Akibat
ketidakseimbangan yang terjadi dalam kehidupan keluarga maka diperlukan
dukungan sosial yang dapat meringankan beban ayah dan dapat membantu
meminimalisir dampak kepergian istri. Dukungan yang diberikan dapat membuat
ayah lebih baik dalam memberikan pengasuhan kehangatan kepada anak,
interaksi yang terjalin di antara seluruh anggota keluarga semakin baik, serta
kualitas perkawinan juga semakin kokoh. Pentingnya peran PJTKI sebagai
penghubung antara ibu dengan anak sehingga dapat meminimalisir stres anak.
Dengan demikian, sangat menarik untuk diteliti mengenai interaksi suami-istri
dan dukungan sosial yang memiliki peran penting dalam menentukan kualitas
perkawinan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitian ini
adalah: (1) Bagaimana
karakteristik keluarga TKW, (2) Seberapa besar
dukungan sosial yang diterima dari keluarga TKW, interaksi yang terjadi di antara
suami-istri, dan kualitas perkawinan selama istri bekerja di luar negeri?, (3)
Apakah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan dukungan
sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan?, (4) Apakah terdapat
hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan
pada keluarga TKW?.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial,
interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga Tenaga Kerja Wanita
(TKW).
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik contoh keluarga TKW
2. Mengidentifikasi dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas
perkawinan pada keluarga TKW.
6
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan
dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan.
4. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri dan
kualitas perkawinan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi masyarakat mengenai hubungan dukungan sosial dan interaksi suami-istri
terhadap kualitas perkawinan pada keluarga yang istrinya bekerja sebagai TKW
sehingga dapat menentukan keputusan yang tepat sebelum menjadi TKW. Bagi
penulis, penelitian ini pun diharapkan dapat menambah wawasan khususnya
dibidang ilmu keluarga.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
sumbangan pemikiran bagi pemerintah, lembaga konsultasi keluarga, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam upaya pengembangan usaha
peningkatan kualitas perkawinan. Penelitian dengan topik dukungan sosial,
interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan ini diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu keluarga (family studies) khususnya di Institut Pertanian
Bogor dan pada umumnya di Indonesia.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Keluarga
Definisi Keluarga
Berdasarkan
undang-undang
Nomor
10
Tahun
1992,
keluarga
merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan
oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain
yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak
laki-laki dan perempuan saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan
pemelihara kebudayaan bersama.
Menurut Kertamuda (2011) bahwa keluarga merupakan bagian dari
masyarakat kecil yang penting dalam membentuk kepribadian serta karakter bagi
para anggota keluarganya. Keluarga juga merupakan tempat seseorang untuk
bergantung, baik secara ekonomi maupun dalam kehidupan sosial lainnya, serta
berperan secara dominan dalam menentukan dan mengambil keputusan.
Megawangi (1999) mengartikan keluarga sebagai sebuah sistem sosial yang
memiliki tugas atau fungsi agar sistem tersebut dapat berjalan. Adapun tugas
tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas serta
pemeliharaan keluarga. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi, sosialisasi atau
pendidikan, peran seksual dan reproduksi.
Keluarga adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang telah
dipersatukan oleh kelahiran, adopsi, perkawinan, dan hidup bersama dalam
sebuah rumah tangga (Saxton 1990). Menurut Knox (1985), keluarga merupakan
karakteristik dari group sosial di suatu tempat tinggal umum (pasangan hidup
bersama), kerja sama ekonomi (pasangan berbagi uang dan tugas-tugas), dan
reproduksi seksual (pasangan memiliki atau mengadopsi anak). Burgess Locke
(1960) menyatakan bahwa keluarga memiliki empat karaktyeristik keluarga yaitu
(1) Keluarga disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, (2) Seluruh
anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap, (3) Keluarga saling
berinteraksi dan berkomunikasi yang menghasilkan peran-peran sosial, dan (4)
Keluarga merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama yang diperoleh dari
kebudayaan umum.
8
Pendekatan Teori Struktural-Fungsional
Pendekatan struktural fungsional merupakan salah satu pendekatan teori
sosiologi yang telah diterapkan dalam institusi keluaraga. Selain pendekatan ini,
adapula pendekatan teori lain seperti teori interaksi simbolik, teori pertukaran
sosial, teori ekologi keluarga, teori sitem, teori konflik sosial, dan teori
perkembangan keluarga (Klein and White 1996). Megawangi (1999) menyatakan
bahwa pendekatan struktural fungsional merupakan pendekatan teori sosiologi
yang diterapkan dalam suatu institusi keluarga, Pendekatan ini telah mengakui
banyaknya keragaman di dalam suatu kehidupan sosial. Keragaman ini adalah
sumber yang utama yang merupakan bagian dari struktur masyarakat yang pada
akhirnya muncullah keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang
dalam struktur sebuah sistem. Struktur dan fungsi ini dipengaruhi oleh budaya,
norma, serta nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu.
Menurut Megawangi (1999), pendekatan teori ini mengakui adanya
keragaman dalam suatu kehidupan sosial lalu diakomodasi kedalam fungsi yang
sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Pada pendekatan
struktural fungsional lebih menekankan pada kesimbangan sistem sosial dalam
masyarakat serta keseimbangan sistem yang stabil dalam suatu keluarga. Pada
konteks keluarga, penerapan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga
dapat terlihat dari struktur dan aturan yang telah diterapkan. Struktur di dalam
sebuah keluarga dapat menjadikan institusi keluarga sebagai suatu sistem
kesatuan. Maka dari itu, terdapat beberapa elemen penting dan utama dalam
struktur internal keluarga yang saling berhubungan, diantaranya yaitu:
1. Status sosial: Keluarga inti memiliki tiga struktur utama yakni suami/bapak
(pencari nafkah), istri/ibu (ibu rumahtangga), dan anak-anak (balita, anak
sekolah, remaja, dll).
2. Fungsi sosial: Konsep dari peran sosial yaitu mendeskripsikan peran dari
masing-masing individu atau kelompok berdasarkan status social.
3. Fungsi instrumental: Secara primer terdapat hubungan yang sangat
berkaitan antara keluarga dengan situasi eksternal serta penetapan
hubungan keluarga.
4. Fungsi ekspresif: Berkaitan dengan solidaritas keluarga, hubungan
internal antar anggota keluarga, serta pemenuhan kebutuhan emosionalafeksional anggota keluarga.
9
5. Norma
sosial:
Sebuah
peraturan
yang
menjelaskan
bagaimana
seharusnya seseorang bertingkah laku dengan sebaiknya dalam
kehidupan sosial.
Selain itu, terdapat pula prasyarat dalam teori struktural fungsional yang
sangat diperlukan untuk mencapai keseimbangan sistem baik dalam tingkat
masyarakat maupun ditingkat keluarga. Menurut Levy (Megawangi, 1999),
persyaratan struktural yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh keluarga agar
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yakni meliputi :
1. Diferensiasi peran, yakni pembagian atau pengalokasian tugas serta
aktivitas yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga. Terminologi
diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, generasi, gender, serta
posisi status politik dan ekonomi dari masing-masing aktor.
2.
Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota
keluarga berdasarkan cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta
atau kepuasan mendeskripsikan hubungan antar anggota. Misalnya
keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan
mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya.
Misalnya hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama
daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Intensitas
adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian,
ataupun ketakutan.
3. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar
anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Diferensiasi tugas
juga terdapat dalam hal ini terutama hal produksi, distribusi, serta
konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.
4. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga.
Agar
keluarga
dapat
berfungsi
dengan
baik,
maka
diperlukan
pendistribusian kekuasaan pada tingkat tertentu seperti distribusi
kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas
setiap tindakan anggota keluarga.
5. Alokasi integrasi dan ekspresi, yaitu meliputi teknik atau cara sosialisasi
internalisasi serta pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap
anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku.
10
Peran dan Fungsi Keluarga
Menurut Kammeyer (1987), peran merupakan persepsi tingkah laku
interpersonal yang dikaitkan dengan pengakuan masyarakat akan diri seseorang.
Peran juga diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh
seseorang yang sesuai dengan kedudukan atau jabatannya.
Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin dicapai agar dapat
terwujudnya keluarga yang sejahtera baik sejahtera lahir ( fisik dan ekonomi) dan
batin (sosial, psikologi, spritual, dan mental). Menurut Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996) mengemukakan ada delapan fungsi yang
harus dijalankan oleh keluarga yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan
nonfisik yang terdiri atas fungsi:
a) Fungsi Keagamaan, keluarga diharuskan memberikan dorongan kepada
seluruh anggota keluarga agar dalam kehidupan keluarga bersemai nilainilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa satu sama lain yang dapat
membentuk diri menjadi insan-insan agamais yang bertakwa dan beriman
Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Fungsi Sosial Budaya yaitu dengan memberikan kesempatan keluarga
dan seluruh anggotanya agar dapat mengembangkan kebudayaan dan
kekayaan bangsa yang beraneka dalam satu kesatuan.
c) Fungsi Cinta Kasih, dimana keluarga dapat memberikan landasan yang
kokoh terhada hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anaknya,
anak dengan anaknya dan hubungan kekerabatan antar generasi
sehingga menjadikan keluarga sebagai wadah yang paling utama
bersemainya kehidupan yang dipenuhi rasa cinta kasih lahir serta batin.
d) Fungsi Melindungi, bertujuan untuk menumbuhkan rasa kehangatan dan
rasa aman.
e) Fungsi Reproduksi adalah suatu mekanisme yang direncanakan untuk
melanjutkan keturunan yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan
umat manusia di dunia yang penuh iman dan takwa.
f)
Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memiliki peran dalam keluarga untuk
mendidik keturunan agar dapat menyesuaikan dengan alam kehidupan
dimasa depan.
g) Fungsi
Ekonomi,
merupakan
kemandirian keluarga.
unsur
pendukung
ketahanan
dan
11
h) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga
kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang
sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.
Selain itu, menurut Kertamuda (2010) terdapat lima fungsi keluarga yaitu:
1. Mengatur aktivitas seksual.
2. Tempat bersoasialisasi (bermasyarakat) bagi anak. Keluarga merupakan
sarana dan tempat pertama anak belajar bersosialisasi.
3. Jaminan dan keamanan secara ekonomi. Keluarga banyak berperan
dalam pemenuhan kebutuhan baik kebutuhan keamanan serta kebutuhan
finansial seperti makanan, pakaian, perlindungan serta sumber-sumber
materi untuk kelangsungan hidup.
4. Pemberi dukungan emosional. Keluarga merupakan kelompok utama
yang memiliki peranan penting karena dapat memberikan cinta,
dukungan, dan kebutuhan emosional sehingga membuat anggota
keluarga merasa terpenuhi kebutuhannya dan pada akhirnya dapat
membuat mereka sehat, bahagia, serta aman.
5. Tempat status sosial. Kelas sosial dapat dikategorikan dengan tingkat
dalam kemasyarakatan yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan,
kekayaan, prestise dan sumber nilai-nilai.
Fungsi keluarga mempengaruhi terwujudnya keluarga yang sehat, adapun tujuh
fungsi instrumen keluarga menurut pandangan Soemarno dan Soedarsono
(1997), yaitu
1. Fungsi ekonomi sangat penting demi tercapainya kelangsungan dan
kesinambungan hidup suatu keluarga.
2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran terhadap suatu
keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat melakukan adaptasi
dan penyesuaian dengan kehidupannya dimasa depan.
3. Fungsi keagamaan mendorong dan mengembangkan keluarga dan
anggotanya dalam kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian
nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa agar menjadi
insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
4. Fungsi Sosial Budaya dapat memberikan kesempatan kepada
keluarga dan anggotanya untuk mengembangkan budaya bangsa
yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
12
5. Fungsi cinta kasih dalam suatu keluarga akan memberikan landasan
kokoh terhadap hubungan suami dengan istri, orangtua dan anaknya,
anak dan anak serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga
keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan penuh cinta
kasih lahir dan batin.
6. Fungsi melindungi untuk menumbuhkan rasa aman serta kehangatan.
7. Fungsi reproduksi yaitu sebuah mekanisme untuk melanjutkan
keturunan
yang
telah
direncanakan
yang
dapat
menunjang
terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan
takwa.
8. Fungsi
pembinaan
lingkungan
yaitu
memberikan
keluarga
kemampuan agar dapat menempatkan diri secara selaras, serasi, dan
seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang
berubah secara dinamis.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebutan untuk warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam status hubungan kerja untuk jangka
waktu
tertentu
dengan
menerima
upah.
Namun
seringkali
istilah
TKI
dikonotasikan sebagai pekerja kasar (Marzuki 2011). Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kerja dan Transmigrasi nomor
KEP. 104A/MEN/ 2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri adalah Warga
Negara Indonesia (WNI) baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar
negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui
prosedur tertentu.
Gender dan Peran Perempuan
Konsep Gender
Handayani dan Sugiarti (2002) mengatakan bahwa gender merupakan
faktor yang berpengaruh dalam menentukan persepsi serta kehidupan
perempuan, membentuk kesadaran, keterampilannya, dan membentuk pula
hubungan kekuasan antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah istilah dari
psikologis atau budaya bukan konotasi biologis. Jika istilah yang tepat untuk sex
adalah laki-laki dan perempuan, yang tepat untuk jenis kelamin adalah maskulin
dan feminisme yang mungkin cukup independen dari sex (biologis). Berdasarkan
13
model teori Parsons dan Bales dalam Laswell dan Laswell (1987), laki-laki
memperoleh memperoleh kekuasan melalui harta sedangkan perempuan
memperoleh kekuasan melalui sex (hubungan intim). Konsep gender dari
keperempuanan dan kejantanan dan memiliki tiga basis yaitu biologi, perilaku,
dan identifikasi diri (Saxton 1990).
Menurut Puspitawati (2009), gender merupakan perbedaan peran, sifat,
tugas, fungsi, serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang telah dibentuk,
dibuat serta dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Konsep gender berdasarkan feminisme bukanlah suatu
yang alami atau kodrat namun sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural yang
berproses sepanjang sejarah manusia. Secara sosiologis, terdapat dua konsep
yang mengakibatkan terjadinya perbedaan perempuan dan laki-laki yaitu
pertama konsep nurture yang dimana perbedaan perempuan dan laki-laki
merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya sehingga menghasilkan peran
serta tugas yang berbeda dan kedua konsep nature yaitu perbedaan perempuan
dan laki-laki merupakan kodrat dan harus diterima.
Dukungan Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial karena selalu membutuhkan
pertolongan orang lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Ketika orang lain
memberikan pertolongan hal tersebut dapat dikatakan sebagai dukungan sosial.
Menjalin hubungan dengan orang lain adalah kunci dalam memperoleh
dukungan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan sosial ((Bowlby 1969, Weiss
1974), diacu dalam Cutrona 1996). Dukungan sosial dapat diperoleh melalui
keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada
di lingkungan sekitar. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan
bahwa dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan.
Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan
yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan,
perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat
pertukaran pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup: (1)
Emotional support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya
dikasihi serta diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar
percaya bahwa dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu
mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan
14
komunikasi yang melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976
dalam McCubbin dan Thompson 1988).
Banyaknya dukungan sosial yang diterima anggota keluarga ketika krisis
tergantung pada seberapa banyak dukungan yang telah mereka berikan dari satu
orang ke orang lain terutama pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah
memberikan sangat banyak dukungan pada anak mereka selama dalam proses
pengasuhan akan mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et
al. 1994 dalam Galvin et al. 2003). Komunikasi sebagai jalan penting yang
digunakan untuk berbagi serta menerima kenyamanan atau kesenangan hidup
(Galvin et al. 2003), dan sebagai suatu cara dalam mendapatkan dukungan dari
anggota kelompok (Cawyer et al. 1995 dalam Galvin et al. 2003).
Menurut McCubbin dan Thompson (1988) bahwa anggota keluarga
memperoleh dukungan dari satu sama lain sedangkan unit keluarga dan
anggotanya dapat memperoleh dukungan dari kerabat, teman, tetangga, asosiasi
kerja, kelompok sosial serta jaringan yang lebih formal lain. Keluarga dan teman
berperan dalam memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu
membutuhkan dukungan yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki
banyak dukungan lebih baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta
pengalaman yang menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001).
Fungsi Dukungan Sosial
Terdapat enam fungsi yang berbeda dari hubungan antara sesama
manusia yang disebut “the social provision scale” (Weiss 1974 dalam Cutrona
1996), yaitu :
1. Emotional attachment
Hubungan yang dekat atau karib menyediakan perlindungan serta
keamanan.
2. Sosial integration
Perasaan saling memiliki dalam suatu kelompok atau masyarakat
yang memiliki kesamaan ketertarikan dan perhatian.
3. Reassurance of worth
Pengenalan keahlian serta kecakapan dari seseorang.
4. Guidance
Sebagai penyediaan nasehat dan informasi.
15
5. Reliable alliance
Pengetahuan mengenai orang lain dapat menawarkan bantuan tanpa
syarat ketika dibutuhkan.
6. Opportunity to provide nurturing
Perasaan dibutuhkan untuk kesejahteraan orang lain.
Bentuk Dukungan Sosial
Bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan menurut Kaplan (Cutrona 1996)
terdiri dari:
1. Dukungan Emosional (Emosional Support), seperti rasa cinta dan
kasih sayang dari orang-orang yang berada di sekitar individu.
2. Dukungan Instrumen (Instrumental Support). Bentuk dukungan ini
berupa bantuan langsung seperti bantuan finansial atau bantuan
dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.
3. Dukungan Penghargaan (Esteem Support). Dukungan ini seperti
pujian, penilaian positif terhadap ide-ide orang lain, menghargai
perasaan, pikiran, serta tingkah laku orang lain.
4. Dukungan
Informasi
(Informational
Support)
seperti
informasi
mengenai nasihat, kenyataan, serta penilaian terhadap situasi. Adanya
dukungan informasi membuat individu dapat memperoleh dan memiliki
pengetahuan dari orang lain.
Komunikasi dan Interaksi
Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga
merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan
juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan
efisiensi dan efektivitas kerja Surbakti (2008). Komunikasi yang terbuka dan jelas
di antara dua orang dalam suatu hubungan tergantung pada beberapa kualitas.
Pola dasar dari mendengarkan dan ekspresi mempengaruhi keterbukaan,
kepercayaan,
kemampuan
untuk
percaya,
empati
dan
kemampuan
mendengarkan (Laswell dan Laswell 1987). Komunikasi antar manusia dapat
didefinisikan satu orang pengirim pesan dan yang lain menerima pesan (Rice
1983). Komunikasi diperlukan dalam lingkungan masyarakat tertentu untuk dapat
bertahan hidup karena adanya perubahan dan stabilitas. Komunikasi mengacu
16
pada pengirim dan penerima pesan baik melalui kata-kata dan perilaku non
verbal yang terjadi dalam konteks sosial (Smart dan Smart 1980). Komunikasi
diperlukan dalam suatu keluarga. Proses pengambilan keputusan dan interaksi
dalam suatu keluarga sangat memerlukan komunikasi yang baik (Muladsih
2011). Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian pesan, dari sipemberi pesan kepada sipenerima pesan dengan
cara mempengaruhi individu untuk saling mengerti satu dengan yang lain.
Komunikasi dalam Keluarga
Menata komunikasi dalam kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi
dibedakan menjadi empat komponen yang saling berhubungan dan menunjang
keharmonisan suatu keluarga, yaitu: (1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, menjalin
komunikasi yang baik dengan Tuhan merupakan suatu kebutuhan yang harus
dilaksanakan setiap waktu dan dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga.
Komunikasi dengan Tuhan merupakan dasar utama dan penting dalam
membentuk dan menata keluarga yang sakinah; (2) Komunikasi antar anggota
keluarga inti. Keluarga terdiri dari anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan
kerabat), fasilitas (rumah, makanan, minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran
agama yang telah dianut secara turun-temurun dari keluarga sebelumnya; (3)
Komunikasi antar keluarga besar. Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga
yang harus terus dipertahankan yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi
dengan anggota keluarga besar. Hal itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga
inti dengan keluarga besar semakin erat dan harmonis; dan (4) Komunikasi
dengan masyarakat luas. Hubungan komunikasi tidak hanya terbatas kepada
hubungan komunikasi antar anggota keluarga saja tetapi adapula hubungan
komunikasi dengan masyarakat yang ada di sekitar keluarga. Hubungan
komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan banyak orang yang dimana
memiliki karakteristik yang sangat beragam. Hubungan komunikasi dengan
masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu keluarga dapat memahami
karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Keharmonisan yang
terjadi dalam masyarakat bergantung pada keharmonisan yang terjadi dalam
keluarga (Sauri 2008).
Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa keluarga memiliki sistem
jaringan interaksi yang bersifat hubungan interpersonal sebab masing-masing
17
anggota keluarga memiliki intensitas hubungan satu sama lain dan saling
tergantung. Komunikasi yang efektif memberikan kontribusi besar dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari dan pemecahan masalah serta dalam
mengambil keputusan.
Interaksi Suami dan Istri
Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah
elemen penting dari kualitas perkawinan. Terdapat tiga jenis komunikasi yang
sangat penting dalam hubungan suami-istri yaitu: (1) Open and Honest
Communication, dimana pasangan mengekspresikan perasaan secara tepat
serta tidak mencampuradukkan pesan. Komunikasi dengan tipe ini berkontribusi
terhadap
hubungan
kualitas
perkawinan,
(2)
Supportiveness,
yaitu
memperlakukan orang yang sedang berbicara dengan memberikan perhatian
penuh dan respect. Komunikasi dapat berjalan dengan baik tergantung pada
jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara positif), dan studi menunjukkan
ketika pasangan yang sudah menikah memperhatikan kualitas komunikasi
mereka, kepuasan serta kualitas pernikahan mereka lebih besar (Montgomery
1981 dalam Kammeyer 1987); (3) Self- Disclosure, self-disclosure sama dengan
open and honesty, namun terdapat beberapa elemen perasaan serta emosi yang
lebih kuat. Berbicara mengenai ketakutan, harapan, serta keinganan kepada
orang lain merupakan inti dari self-disclosure (Kammeyer 1987). Penelitian
Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) menyatakan bahwa secara umum
adanya hubungan positif antara self-disclosure dengan kepuasan perkawinan.
Terdapat suatu kesepakatan, yang didukung oleh banyak bukti penelitian, bahwa
komunikasi yang baik antara suami dan istri merupakan sebuah elemen penting
dalam menentukan kualitas sebuah pernikahan. Sejumlah peneliti telah
menunjukan bahwa komunikasi yang efektif mengarah pada kualitas pernikahan
yang lebih baik (Lewis and Spanier 1979 dalam Laswell dan Laswell 1987).
Pasangan yang memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik dapat memerbaiki
hubungan mereka. Seiring hubungan yang membaik, pasangan tersebut akan
lebih termotivasi untuk memerbaiki komunikasi mereka (Montgomery 1981 dalam
Kammeyer 1987).
Kualitas Perkawinan
Menurut Tati (2004), perkawinan adalah perwujudan formal antara
pasangan laki-laki dan perempuan yang akan membina suatu rumah tangga dan
18
merupakan kodrat yang alami antara dua insan manusia yang berlawanan jenis,
serta adanya ketertarikan satu sama lain untuk tujuan. Selain itu perkawinan juga
merupakan suatu komitmen terhadap tugas kewajiban dan hak yang harus
dilaksanakan oleh suami atau istri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dengan wanita sebagai pasangan suami istri dengan tujuan
membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia serta kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan merupakan proses institusional dimana secara seremonial
laki-laki dan perempuan saling memberi, dan umumnya mempertahankan,
hubungan timbal balik yang cocok untuk tujuan mendirikan dan mempertahankan
keluarga (Hoult 1969 dalam Laswell dan Laswell 1987). Perkawinan menyiratkan
upacara, suatu persatuan dengan sanksi sosial, pengakuan kewajiban kepada
masyarakat diasumsikan oleh mereka memasuki hubungan (Burgess dan Locke
1960). Schwartz dan Scott (1994) dalam Tati (2004) mengemukakan bahwa
perkawinan sebagai kontrak hukum yang dimana perkawinan diartikan dari dua
sudut pandang yang berbeda yaitu dalam konteks hukum dan konteks sosial.
Secara hukum, perkawinan adalah perjanjian yang diikat secara hukum atau
suatu hubungan kontrak antara dua orang yang telah diakui serta disahkan oleh
hukum agama dan hukum Negara. Sedangkan secara sosial, perkawinan adalah
hubungan pasangan yang berperilaku untuk hidup bersama tanpa menikah dan
sepakat atau setuju menikah yang dimana esensinya sama dengan perkawinan
secara hukum.
Kualitas Perkawinan. Elder et al. (1991), menilai kualitas perkawinan
dalam batas-batas kepuasan dan kebahagiaan serta ketidakstabilan perkawinan
dalam batasan pemikiran, perceraian atau aksi. Kualitas perkawinan dibagi ke
dalam tiga bagian, yakni kebahagiaan yang diukur dari besarnya rasa cinta,
pengertian, serta hubungan seksual. Kedua, interaksi diukur berdasarkan
banyaknya interaksi yang dilakukan bersama pasangan, misalnya makan malam
bersama, berekreasi, mengunjungi teman, dan berbelanja. Ketiga, diukur dari
konflik yang ada, berkenaan dengan pertengkaran yang terjadi serta disebabkan
frekuensi ketidaksepakatan, jumlah aktivitas fisik yang dilakukan pasangan ketika
marah (tamparan, dorongan, pukulan), serta tidak adanya pembagian kerja
dalam rumahtangga. Maka dari itu, dimensi kualitas perkawinan dibedakan
berdasarkan proses dan tujuan.
19
Konsep dari dimensi kualitas perkawinan itu sendiri yaitu perbedaanperbedaan yang ada pada masing-masing individu yang perlu disesuaikan, yang
dimana
penyesuaian
dilakukan
untuk
mencapai
keharmonisan.
Apabila
keharmonisan telah tercapai maka asumsi kebahagiaan tercapai. Dengan kata
lain, penyesuaian dan keharmonisan merupakan proses dalam mencapai satu
tujuan perkawinan yaitu kebahagiaan dalam kehidupan perkawinan. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan keberhasilan perkawinan yaitu latar belakang masa
kanak-kanak, usia saat menikah, persiapan yang kosong, kematangan
emosional, munculnya kepentingan dan nilai, pertunangan yang panjang, dan
pendidikan
seks
yang
memadai.
Selain
faktor-faktor
tersebut,
yang
mempengaruhi keberhasilan perkawinan juga yaitu faktor yang homogen dan
beragam (ras, kelompok etnis, kelas sosial, dominasi, penyerahan, dll) semua
berhubungan dengan keberhasilan perkawinan (Saxton 1990).
Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan merupakan keadaan subyektif
pikiran, perasaan, kondisi serta pengalaman personal. Kebahagiaan perkawinan
akan tumbuh terhadap pasangan suami istri apabila dilandasi dengan adanya
perasaan cinta dari kedua pasangan, saling menghargai dan menghormati, kasih
sayang, adanya kebersamaan, serta adanya pengorbanan untuk pasangan dan
keluarga (Ritongga 2007). Olson (2002) mengatakan bahwa kebahagiaan terdiri
dari dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi
kecocokan, komunikasi, kepribadian, seksualitas dan penyelesaian masalah atau
konflik. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi sikap religius, waktu luang, anak,
teman, keuangan dan kecenderungan stress.
Susmayanti (1995) menyatakan bahwa skor kebahagiaan perkawinan
akan meningkat seiring dengan meningkatnya alokasi pribadi serta waktu luang
di dalam keluarga sehingga terdapat perbedaan kebahagiaan perkawinan antara
istri yang tidak bekerja dengan istri yang bekerja. Istri yang bekerja sebagai
buruh relatif kurang bahagia dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja.
Namun, istri yang bekerja di bidang jasa relatif lebih bahagia dibandingkan
dengan istri yang tidak bekerja.
Kepuasan Perkawinan. Menurut Duvall dan Miller (1985), karakteristik
kepuasan perkawinan meliputi: (1) Ekspresif afeksi yang terbuka satu sama lain,
(2) Komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, (3) Terjalinnya rasa
saling percaya, (4) Tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain,
keputusan dibuat bersama (bermusyawarah), (5) Tempat tinggal relatif stabil, (6)
20
Hubungan intim yang saling terbuka antara pasangan, (7) Melakukan kegiatan
bersama dalam hal aktivitas di luar rumah, dan (8) Penghasilan yang memadai.
Rifai mengatakan bahwa adanya pandangan lain yang menyatakan keluarga
yang bahagia merupakan keluarga yang memiliki iklim hidup psikologis yang
telah memberikan nilai-nilai kepuasan yang sangat mendalam kepada para
anggota keluarga, sehingga dirasakan bahwa kepuasan itu diperolehnya dalam
situasi yang penuh kehangatan, kegembiraan, nyaman serta penuh rasa aman
dan merasa terlindung. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa jika
kepuasan terpenuhi maka kebahagiaan pun dapat tercapai (Tati 2004). Tingkat
pendapatan dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan karena semakin tinggi
pendapatan akan membuat semakin tinggi pula kepuasan perkawinan. Lebih
lanjut, semakin tinggi konflik yang terjadi dalam suatu keluarga maka akan
semakin menurunkan tingkat kepuasan yang dicapai keluarga (Fitasari 2004).
21
KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang
telah disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi
satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah
dan ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara laki-laki dan perempuan serta
merupakan pemelihara kebudayaan bersama (Undang-undang Nomor 10 Tahun
1992). Dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga menjalankan berbagai fungsi
agar dapat bertahan di lingkungan masyarakat. Pada dasarnya, suami adalah
pemberi nafkah bagi keluarganya. Namun karena desakan ekonomi, banyak istri
yang rela berpisah dengan suami demi meningkatkan kesejahteraan keluarga
dalam segi materi. Lapangan kerja yang sempit dan pendidikan yang rendah
mengakibatkan istri memutuskan untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita
(TKW) di luar negeri (Pageh 2008).
Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah keluarga yang telah
mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada
keluarga TKW, istri berperan sebagai pencari nafkah demi memperbaiki nasib
keluarganya. Puspitawati (2009) menyatakan bahwa perempuan mampu menjadi
penyelamat keluarga dimasa krisis ekonomi dengan keuletan perempuan dalam
berakreatifitas mencari tambahan uang demi keluarganya. Namun, kepergian istri
menjadi TKW memberikan dampat negatif terhadap kehidupan keluarga yang
ditinggalkan yaitu adanya perubahan fungsi dimana suami harus berperan ganda
yaitu sebagai pencari nafkah, merawat anak, dan mengasuh anak.
Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di dalam suatu
keluarga meliputi peran instrumental yang dilakukan suami atau bapak serta
peran emosional atau ekspresif yang biasanya diperankan oleh istri atau ibu.
Peran instrumental telah dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk
keberlangsungan hidup seluruh keluarga. Peran emosional ekspresif yaitu peran
pemberi cinta, kelembutan serta kasih sayang (Megawangi 1999). William F.
Ogburn dan Talcot Parsons adalah sosiolog ternama yang mengembangkan
pendekatan struktural fungsional dalam kehidupan keluarga. Pendekatan ini
mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial serta masingmasing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi yang terjadi dalam
suatu keluarga tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan
namun untuk mencapai tujuan bersama (Megawangi 1999). Perubahan peran
dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW dikarenakan adanya tujuan yang
22
diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk memperoleh nasib yang lebih baik
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi materi. Adanya
perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga menjadi tantangan bagi
keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan adaptasi atas
perubahan tersebut.
Kepergian istri menjadi TKW memberikan perubahan juga terhadap pola
komunikasi yang terjadi di antara suami dan istri serta keluarga besar. Ketika istri
berada di rumah, suami dan istri dapat berinteraksi secara langsung. Namun saat
istri sudah menjadi TKW hingga ke luar negeri interaksi di antara suami dan istri
semakin berkurang. Namun, masalah ini tidak akan menjadi hambatan apabila
suami dan istri tetap menjaga komunikasi mereka dengan baik. Komunikasi yang
baik sebagai kunci dalam interaksi keluarga dan hubungan perkawinan (Powers
dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983). Komunikasi yang tetap terjaga dengan
baik antara suami dan istri akan membuat ikatan batin atau perasaan antara
suami dan istri tetap merasa dekat dan harmonis. Dengan adanya komunikasi,
hubungan antara suami dan istri dapat tetap terjalin dan bahkan mempererat
hubungan suami-istri agar tetap bertumbuh, serta dengan komunikasi maka
kebutuhan masing-masing dapat tersalurkan (Kuntaraf dan Kuntaraf 1999).
Selama istri pergi menjadi TKW, keluarga dapat memberikan dukungan
sosial kepada suami. Dukungan sosial yang diberikan kepada keluarga TKW
akan meringankan peran ganda yang harus dijalankan oleh suami sehingga
suami dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik dan tujuan keluarga yang
diinginkan pun dapat tercapai dengan baik. Dalam situasi tertentu keluarga
memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu
individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup
pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan
pelatihan (Firestone dan Weinstein 2008). Selain itu, pemenuhan kebutuhan
dukungan sosial sangat diperlukan pada saat seseorang mengalami peristiwa
kehidupan yang sangat menegangkan atau saat keadaan pribadi atau
lingkungan dalam keadaan buruk atau merugikan sehingga akan memberikan
kelancaran dan kesuksesan seseorang dalam menjalani hidupnya (Cutrona
1996). Dukungan sosial yang diberikan kepada suami akan memberikan
kenyamanan dan ketenangan sehingga suami dapat mempertahankan hubungan
baik dengan istri yang berdampak terhadap keharmonisan rumah tangga.
23
Karakteristik TKW
‐ Umur
‐ Pendidikan
‐ Pekerjaan
‐ Pendapatan
‐ Lama menjadi TKW
Karakteristik Suami TKW
dan Keluarga
‐ Umur
‐ Pendidikan
‐ Pekerjaan
‐ Pendapatan
‐ Jumlah anggota
keluarga
Interaksi SuamiIstri
- Komunikasi
- Bonding
Kualitas
Perkawinan
Dukungan Sosial
Lingkungan
‐ Keluarga besar
‐ Keluarga inti
‐ Tetangga
‐ PJTKI
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Dukungan Sosial, Interaksi SuamiIsteri, dan Kualitas Perkawinan
25
METODE PENELITIAN
Disain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan topik
“Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada
Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Disain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu
waktu tertentu. Data cross sectional study mencakup karakteristik keluarga pada
saat istri atau ibu yang menjadi tenaga kerja wanita, dukungan sosial, interaksi
suami-istri, dan kualitas perkawinan.
Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu
di
Desa
Padaasih,
Kecamatan
Cisaat,
Kabupaten
Sukabumi
dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah yang memiliki penduduk
yang cukup banyak bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Penelitian
dilaksanakan dalam jangka waktu 12 bulan yang dilakukan dari bulan Febuari
2011 hingga Desember 2011 yang mencakup persiapan, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan.
Contoh dan Teknik Penarikan Contoh
Populasi dari penelitian ini yaitu keluarga TKW yang berada di Desa
Pada Asih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Kriteria contoh pada
penelitian ini adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar
negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun.
Responden pada penelitian ini adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai
TKW. Penarikan contoh menggunakan metode non probability sampling dengan
teknik snowball, yaitu metode yang dilakukan dengan mencari satu individu
responden dengan karakteristik yang dicari dalam wilayah tertentu, kemudian
ditanyai dengan pertanyaan dari kuesioner yang telah disiapkan.
Pencarian contoh dilakukan dari siang hari hingga malam hari dengan
bantuan kader posyandu Desa Padaasih. Kader posyandu tersebut juga
menjabat sebagai ketua RT 27 dan RT 28. Informasi yang diberikan berupa
identitas ketua RT dari semua RT di Desa Padaasih. Setelah mendapatkan
informasi mengenai ketua RT di Desa Padaasih, enumerator mendatangi rumah
ketua RT dan menanyakan siapa calon responden yang memiliki kriteria yang
sama. Hal ini dilakukan hingga tercapai target jumlah contoh yang diminta yaitu
26
60 keluarga berasal dari Desa Padaasih. Metode penarikan contoh dapat dilihat
pada Gambar 2.
Propinsi Jawa Barat
Kabupaten Sukabumi
Kecamatan Cisaat
Desa Padaasih
n keseluruhan= 60 responden
Purposive. Jawa barat merupakan
propinsi yang paling banyak jumlah
pengiriman TKW keluar negeri (BPS
2010).
Purposive. Kabupaten sukabumi
merupakan peringkat ke empat
pengiriman TKW
terbanyak
(BNP2TKI 2010).
Purposive. Kecamatan Cisaat merupakan
kecamatan yang paling banyak mengirimkan
jumlah TKW (Disnakertrans 2008).
Purposive. Desa Padaasih
merupakan desa yang paling
banyak penduduk desanya
menjadi TKW.
Teknik Snowball
Gambar 2 Metode Penarikan Contoh
27
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan alat bantu
kuisioner terstruktur yang meliputi: (1) Karateristik istri (umur, pendidikan,
pekerjaan, dan riwayat sebagai TKW), (2) Karakteristik suami dan keluarga
(umur, pendidikan, pekerjaan, dan besaran keluarga), (3) Dukungan sosial
(keluarga luas, tetangga, PJTK), (4) Interaksi dalam suami-istri (komunikasi dan
bonding suami-istri), dan (5) Kualitas perkawinan (kebahagiaan perkawinan dan
kepuasan
perkawinan).
Peneliti
mengembangkan
kuesioner
berdasarkan
berbagai penelitian serupa terdahulu dan kuesioner telah diuji realibilitas dan
validitasnya. Daftar pertanyaan pada kuesioner berupa pertanyaan terbuka dan
tertutup. Data sekunder diperoleh melalui data dari BPS (Badan Pusat Statistik),
data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transformasi (Disnakertrans) Kabupaten
Sukabumi, gambaran umum wilayah penelitian dan data penduduk yang
diperoleh dari kantor Kecamatan dan Desa setempat, dan literatur-literatur
lainnya yang mendukung. Secara lebih rinci peubah, skala, jumlah item
pertanyaan, dan Crobach Alpha (α) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data, peubah, skala, item pertanyaan, dan Cronbach Alpha (α)
No
Peubah
Data Primer
1 Karakteristik sosial demografi
keluarga
2 Dukungan sosial
3 Interaksi suami istri
4 Kualitas Perkawinan
Data Sekunder
1 Data demografi
2 Data TKW
Skala Data
Item
Pertanyaan
Cronbach
Alpha (α)
Nominal
-
-
Ordinal
Ordinal
Ordinal
34
17
4
0,800
0,797
0,502
28
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan
menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 17.0 for Windows. Tahap
pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entering, dan cleaning.
Tahapan editing meliputi meneliti kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan,
kejelasan dari makna jawaban, relevansi jawaban, kekonsistenan antara jawaban
satu dengan jawaban lainnya serta, serta keragaman suatu data. Setelah
melakukan editing dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu coding yang merupakan
penyusunan kode sebagai panduan dalam mengentri dan mengolah data lalu
berlanjut dengan memasukan data ke dalam komputer (entering). Kemudian
dilanjutkan dengan tahap cleaning yaitu tahap pembersihan data dengan cara
melihat distribusi frekuensi dari setiap peubah. Jika terjadi kesalahan dalam
memasukkan data ke dalam komputer maka dilakukan pengecekan ulang. Data
dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif yang telah
digunakan di antaranya nilai rata-rata, minimum, dan maksimum untuk semua
data kuantitatif. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji Cronbach Alpha
digunakan untuk uji kekonsistenan antar item pertanyaan diantaranya dengan
mengukur nilai reliabilitas dukungan sosial sebesar 0,800, interaksi suami-istri
sebesar 0,797 dan kualitas perkawinan sebesar 0,502 dan uji Korelasi Pearson
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga
dengan dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan serta
untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan
kualitas perkawinan. Pemberian skor terhadap setiap pertanyaan dari masingmasing variabel, kemudian nilai skor tersebut dikompositkan sehingga diperoleh
total skor. Selanjutnya dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 dengan
rumus sebagai berikut (Tati 2004):
Y - min
Z=
x 100
max-min
29
Hasil transformasi tersebut dikategorikan dengan menggunakan interval kelas.
Interval kelas dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut:
Interval kelas (IK) = Skor maksimum-Skor minimum
Jumlah Kategori
Pengelompokan kategori adalah sebagai berikut:
‐
Rendah : ≥ 33,33
‐
Sedang : 33,34 – 66,67
‐
Tinggi
: > 66,68
Data karakteristik karakteristik keluarga meliputi umur suami dan istri,
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan total keluarga, pendapatan per kapita
keluarga, dan besar keluarga. Umur suami dan istri dibagi menjadi tiga kategori
yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), usia lanjut (>60
tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tidak
pernah sekolah tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tamat
SMA, dan perguruan tinggi. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN
(1996) menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar
(≥7 orang). Pekerjaan suami dikelompokkan menjadi wiraswasta, petani, buruh,
pedagang, dan tidak memiliki pekerjaan. Pekerjaan istri dikelompokkan menjadi
pembantu rumahtangga, buruh, perawat kesehatan, pengasuh anak, kerja
restoran, dan lain-lain. Pendapatan total keluarga diperoleh melalui penjumlahan
antara pendapatan istri, suami, dan anak. Pendapatan per kapita per bulan
diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota
keluarga.
Dukungan sosial terdiri dari variabel dukungan dari keluarga besar,
keluarga inti, tetangga dan PJTKI. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor
berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika
jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh
dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala
ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, masing-masing dukungan sosial tersebut
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67),
dan tinggi (>66,68).
30
Interaksi suami-istri terdiri dari variabel komunikasi antar suami-istri dan
bonding
antara
suami-istri.
Masing-masing
dari
pertanyaan
diberi
skor
berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika
jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh
dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala
ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, komunikasi dan bonding antara suami
istri masing-masing dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33),
sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68).
Kualitas perkawinan terdiri dari variabel kebahagiaan perkawinan dan
kepuasan perkawinan. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan
skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak bahagia/tidak puas, skor 2 jika
jawaban cukup bahagia/cukup puas, dan skor 3 jika jawaban bahagia/puas. Skor
yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan
transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Kemudian kebahagiaan dan
kepuasan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang
(33,34-66,67), dan tinggi (>66,68).
Definisi Operasional
Bonding adalah kedekatan secara emosional antara suami dan istri saat istri jadi
TKW.
Contoh adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri
minimal selama enam bulan dan memiliki anak dibawah 18 tahun.
Dukungan sosial adalah bantuan atau pertolongan yang telah diberikan orang
lain kepada seseorang.
Interaksi suami-istri adalah hubungan suami istri yang dilihat dari komunikasi
dan bonding saat istri menjadi TKW.
Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang tinggal dalam satu atap
dan memiliki ikatan keluarga yang disatukan oleh ikatan darah atau
perkawinan.
Karakteristik keluarga/suami adalah ciri-ciri yang dilihat dari aspek sosial
ekonomi yang melekat pada keluarga seperti usia, pendidikan,
pekerjaan, dan pendapatan.
Karakteristik TKW adalah ciri-ciri yang dilihat dari aspek sosial ekonomi yang
melekat pada isri seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
31
Kebahagiaan Perkawinan adalah kebahagiaan yang dirasakan oleh suami yang
bersifat relatif dan subyektif yang diukur berdasarkan rasa bahagia
suami terhadap istri dan rasa bahagia dan bersyukur suami terhadap
perkawinannya dengan istri.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang-orang
yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah ataupun
adopsi.
Keluarga besar adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki ikatan darah
baik yang disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, ataupun
adopsi seperti ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek.
Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Kepuasan perkawinan adalah kepuasan yang dirasakan oleh suami yang
bersifat relatif dan subyektif yang diukur berdasarkan rasa puas suami
terhadap istri dan rasa puas dan bersyukur suami terhadap
perkawinannya dengan istri.
Komunikasi adalah pertukaran informasi dari seseorang kepada orang lain.
Komunikasi suami-istri adalah pertukaran informasi dari suami ke istri atau dari
istri ke suami.
Kualitas Perkawinan adalah ukuran berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan
menurut persepsi suami dalam menilai rasa bahagia atau puas suami
terhadap istri dan rasa bahagia atau puas dan bersyukur suami
terhadap perkawinannya dengan istri.
Pekerjaan adalah suatu mata pencaharian yang di geluti oleh suami yang terdiri
dari buruh, wiraswasta, petani dan pedagang sedangkan mata
pencaharian istri sebagai TKW.
Pendapatan adalah gaji, upah, atau hasil yang diperoleh suami dan istri berupa
uang dalam jangka waktu satu bulan.
Pekerjaan adalah jenis profesi yang dilakukan oleh suami dan istri baik yang
terikat ataupun tidak terikat dan memperoleh imbalan baik berupa gaji
atau upah atau bahkan tidak memperoleh gaji seperti tidak bekerja,
buruh, wiraswasta, pedagang, petani, dan pedagang.
PJTKI adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyaluran jasa.
Perkawinan adalah komitmen yang dijalankan oleh seorang laki-laki dan
perempuan yang disatukan melalui ikatan lahir dan batin dalam rangka
32
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Responden adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri
minimal selama enam bulan dan memiliki anak dibawah 18 tahun.
Tetangga adalah orang-orang yang tinggal disekitar lingkungan suatu keluarga.
TKW adalah tenaga kerja wanita yang bekerja diluar Negeri baik secara legal
maupun illegal.
Umur
adalah
usia
suami
dan
istri
pada
waktu
penelitian
dilakukan.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Cisaat, Kabupten Sukabumi, Jawa Barat merupakan daerah
yang memiiki luas wilayah sebesar 2.162,820 hektar yang terdiri dari sawah
sebesar 1.202,54 hektar dan darat sebesar 960,28 hektar. Secara geografis,
sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kadudampit, sebelah
Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Gunungguruh, sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Caringin dan Kecamatan Cicantayan, dan
sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Sukabumi. Kecamatan ini terdiri
dari 13 desa dan memiliki jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu sebanyak
113.398 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kecamatan Cisolok
adalah petani/buruh tani, sedangkan yang lainnya memiliki mata pencaharian
sebagai pedagang, pegawai swasta, pegawai negeri sipil dan TNI/POLRI.
Desa Padaasih
Desa Padaasih merupakan bagian dari salah satu desa yang berada di
wilayah Kecamatan Cisaat. Desa Cisaat memiliki luas wilayah sebesar 257.263
hektar dengan ketinggian sebesar 550 meter dari permukaan laut. Adapun batas
wilayah Desa Cisaat, disebelah Utara dibatasi oleh Desa Cimahi, sebelah
Selatan dibatasi oleh Desa Mangkalaya, sebelah Barat dibatasi oleh Desa
Cantayan dan sebelah Timur dibatasi oleh Desa Cibatu. Desa ini terdiri dari 4
dusun dengan 10 RW dan 48 RT. Jumlah penduduk desa sebanyak 8.283 orang.
Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Padaasih adalah buruh sedangkan
yang lainnya memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta, petani, pedagang
dan ada pula yang tidak memiliki pekerjaan.
Karakteristik Keluarga Contoh
Usia Suami dan Istri
Menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa
awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang secara
hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya berada pada usia
41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia 61 tahun ke atas. Usia
suami berkisar antara 26 hingga 70 tahun dengan rata-rata umur 41,40 tahun.
Tabel 2 menunjukkan bahwa separuh suami (50%) berada pada kategori dewasa
awal (26-40 tahun), sedangkan hampir dari setengah suami (46,7%) berada
pada kategori dewasa madya (41-60 tahun), dan sisanya (3,3%) berada pada
34
kategori dewasa akhir (62-70 tahun). Usia istri berkisar antara 22 hingga 50
tahun dengan rata-rata umur 33,47 tahun. Hampir seluruh istri (90%) berada
pada kategori dewasa awal (22-40 tahun) sedangkan sisanya (10%) berada
pada kategori dewasa madya (42-50 tahun) (Tabel 2).
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri
Umur (Tahun)
Suami
n
30
28
2
60
%
Dewasa awal (18-40) tahun)
50,0
Dewasa madya (41-60 tahun)
46,7
Dewasa akhir (62-70 tahun)
3,3
Total
100,0
Rata-rata ± sd (tahun)
41,40±8,36
Min-max (tahun)
26-70
Keterangan : Klasifikasi menurut Hurlock (1980)
Istri
n
54
6
0
60
%
90
10
0
100
33,47±6,67
22-50
Besar Keluarga Contoh
Besar keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil yang
terdiri dari kurang dari sama dengan empat anggota keluarga, keluarga sedang
dengan jumlah anggota keluarga lima sampai dengan tujuh orang, dan keluarga
besar yang terdiri dari lebih dari sama dengan delapan orang. Jumlah anggota
contoh berkisar antara dua sampai enam orang dengan memiliki nilai rata-rata
sebesar 1,13 orang. Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (86,7%)
memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang yang
berada pada kategori keluarga kecil sedangkan sisanya (13,3%) memiliki jumlah
anggota keluarga lima sampai dengan enam orang dan berada pada kategori
keluarga sedang.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Klasifikasi Besar Keluarga
n
Keluarga kecil (≤4 orang)
52
Keluarga sedang (5-6 orang)
8
Keluarga besar (≥ 8 orang)
0
Total
60
Keterangan : Klasifikasi menurut BKKBN (1996)
%
86,7
13,3
0,0
100,0
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak
sedangkan keluarga besar adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki
ikatan darah baik yang disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah,
ataupun adopsi seperti ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek. Tabel 4 menunjukkan
bahwa sebesar 93,3 persen contoh terdiri dari keluarga inti sedangkan sisanya
(6,7%) contoh terdiri dari keluarga besar karena kakek dan nenek hidup satu
atap dengan keluarga inti.
35
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga
Kategori
Keluarga inti
Keluarga besar
Total
n
56
4
60
%
93,3
6,7
100,0
Tingkat Pendidikan Suami dan Istri
Tingkat pendidikan suami bervariasi mulai dari tidak sekolah hingga tamat
Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa persentase
terbesar (48,3%) tingkat pendidikan suami adalah tamat Sekolah Dasar (SD)
sedangkan persentase terkecil tingkat pendidikan suami yaitu tidak sampai
Perguruan Tinggi (0%) dan Tidak Sekolah (1,7%). Istri memiliki tingkat
pendidikan yang bervariasi dari tidak sekolah hingga Perguruan Tinggi.
Persentase terbesar (53,3%) tingkat pendidikan istri adalah tamat Sekolah Dasar
(SD) namun persentase terkecil (1,7%) tingkat pendidikan istri yaitu tidak
sekolah, tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan masuk ke
Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan istri lebih tinggi
dibandingkan dengan suami. Berdasarkan hasil penelitian, istri yang memiliki
tingkat pendidikan mencapai perguruan tinggi bekerja sebagai pengasuh anak.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri
No
1
2
3
4
5
6
7
Kategori pendidikan
Tidak Sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tidak tamat SMP
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
Total
Suami
n
1
12
29
5
10
3
0
60
Istri
%
1,7
20,0
48,3
8,3
16,7
5,0
0,0
100,0
n
1
4
32
1
16
5
1
60
%
1,7
6,7
53,3
1,7
26,7
8,3
1,7
100,0
Jenis Pekerjaan Suami dan Istri
Pekerjaan suami sangat bervariasi saat istri berangkat menjadi TKW.
Tabel 6 menyajikan bahwa persentase terbesar (40%) pekerjaan suami bekerja
sebagai buruh. Hanya sebagian kecil suami (6,7%) yang tidak memiliki pekerjaan
saat penelitian berlangsung. Sebagian besar suami (65%) tidak mempunyai
pekerjaan sampingan yang dapat memberikan tambahan pendapatan keluarga.
Hanya 11,6 persen suami yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh
dan pedagang.
36
Tabel 6 Sebaran suami berdasarkan pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Wiraswasta
Petani
Buruh
Pedagang
Tidak memiliki pekerjaan
Total
Utama
n
17
4
24
11
4
60
Sampingan
%
28,3
6,7
40,0
3,4
6,7
100,0
n
3
4
7
7
39
60
%
5,0
6,7
11,6
11,6
65,0
100,0
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri (91,7%) bekerja
sebagai pembantu rumah tangga diluar negeri sedangkan sisanya 8,3 persen
istri bekerja sebagai pengasuh anak. Rendahnya jenjang pendidikan yang
ditempuh oleh istri mengakibatkan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh istri
hanya sebagai pembantu rumah tangga dan pengasuh anak.
Tabel 7 Sebaran istri berdasarkan pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pembantu rumahtangga
Buruh
Perawat kesehatan
Pengasuh anak
Kerja restoran
Dll
Total
Saat TKW
n
55
0
0
5
0
0
60
%
91,7
0,0
0,0
8,3
0,0
0,0
100,0
Keadaan Ekonomi Keluarga Contoh
Total Pendapatan Keluarga. Tabel 8 menunjukkan total pendapatan
contoh berkisar antara Rp 440.000,00 sampai dengan lebih dari Rp 7.780.000,00
per bulan. Persentase terbesar contoh (30%) memiliki pendapatan antara Rp
2.550.001,00 sampai dengan Rp 3.400.000,00. Rata-rata total pendapatan
contoh per bulan sebesar Rp 2.799.239,00.
37
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan
Pendapatan Kelarga
Saat TKW
(Rupiah/Bulan)
%
<850000
6,7
850001-1700000
18,3
1700001-2550000
16,7
2550001-3400000
30,0
3400001-4250000
11,6
4250001-5100000
8,3
5100001-5950000
1,7
5950001-6800000
1,7
6800001-7650000
3,3
>7650001
1,7
Total
100,0
Rata-rata ± SD
2.799.239 ± 1.640.719
Kisaran (min-max)
4.400.000-7.780.000
Keterangan : Selang berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi
2010 = Rp 850.000,00
Pendapatan Per Kapita Per Bulan. Kemampuan konsumsi untuk setiap
anggota keluarga dapat digambarkan melalui pendapatan per kapita per bulan.
Pendapatan per kapita per bulan diperoleh melalui hasil pembagian antara
pendapatan keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian
menunjukkan persentase terbesar contoh (51,7%) memiliki pendapatan per
kapita per bulan lebih dari Rp 741.341. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan
contoh sebesar Rp 915.126,4 (Tabel 9).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita per bulan
Pendapatan Kelarga
(Rupiah/Bulan)
Saat TKW
%
<185335
3,3
185336-370670
16,7
370671-556005
11,7
556006-74134O
16,7
>741341
51,7
Total
100,0
Rata-rata ± SD
915.126,4 ± 708.509,1
Kisaran (min-max)
146.666,7-3.750.000,0
Keterangan : Selang berdasarkan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat 2010 = Rp 185
335,00
Peran Istri sebagai TKW
Negara Tujuan TKW
Pada saat penelitian dilakukan, sebagian besar (93,3%) negara tujuan
istri Arab Saudi sedangkan sebesar 1,7 persen istri memilih untuk bekerja ke
38
Negara Malaysia, Hongkong, Singapore ada pula yang memilih kerja di negara
lainnya (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran istri berdasarkan negara tujuan TKW
No
1
2
3
4
5
Kategori
Arab
Malaysia
Hongkong
Singapore
Lainnya
Total
n
56
1
1
1
1
60
%
93,3
1,7
1,7
1,7
1,7
100,0
Lama Bekerja Istri
Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir separuh istri (48,3%) bekerja
sebagai TKW pada jangka waktu antara satu sampai dengan dua tahun dan
persentase terbesar kedua (26,7%) yaitu kurang dari satu tahun. Sebesar 18,3
persen istri bekerja dalam jangka waktu dua sampai dengan lima tahun. Sisanya
sebesar 6,7 persen istri bekerja dalam jangka waktu lebih dari lima tahun.
Banyaknya masalah yang terjadi pada istri di tempat kerja pada saat menjadi
TKW mengakibatkan sedikit sekali istri yang bekerja dalam jangka waktu lebih
dari lima tahun.
Tabel 11 Sebaran istri berdasarkan lama menjadi TKW
No
1
2
3
4
Kategori
< 1 tahun
1 – 2 tahun
2 – 5 tahun
> 5 tahun
Total
Rata-rata ± STD
Kisaran (min-max)
n
16
29
11
4
60
%
26,7
48,3
18,3
6,7
100,0
2,05 ± 0,852
1-4
Motivasi Menjadi TKW
Motivasi TKW dapat dibedakan menjadi motivasi ekonomi dan motivasi
non ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 12 menunjukan bahwa
motivasi ekonomi antara lain motivasi untuk membayar hutang, memenuhi
kebutuhan keluarga, suami tidak bekerja, anak dapat melanjutkan sekolah, ingin
membangun atau membeli rumah, ingin menambah penghasilan keluarga, dan
ingin merubah status sosial ekonomi keluarga sedangkan motivasi non ekonomi
diantaranya ingin menjadi perempuan mandiri, ingin naik haji, dan ingin membuat
keluarga bahagia. Lebih dari separuh suami (60%) menyatakan bahwa tidak
benar apabila kepergian istri sebagai TKW karena suami tidak bekerja dan untuk
membayar hutang. Sebagian besar suami (78,3%) membenarkan bahwa
39
motivasi kepergian istri sebagai TKW untuk menambah penghasilan keluarga
karena berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh suami menyatakan tidak
sanggup untuk memberikan istri mereka uang yang lebih dari cukup.
Lebih dari separuh suami (56,7%) membenarkan bahwa kepergian istri
sebagai TKW untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu dikarenakan gaji
suami yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan
anak, istri maupun rumah tangga. Namun sebagian besar suami (78,3%) tidak
membenarkan kepergian istri ingin membuat keluarga bahagia karena suami
merasakan kebutuhan fisik dan batin anak dan dirinya tidak dapat terpenuhi oleh
istri. Sebanyak 41,7 persen suami membenarkan bahwa motivasi istri bekerja di
luar negeri agar menjadi perempuan mandiri dan tidak bergantung pada
penghasilan kerja suami saja karena penghasilan dari suami yang diberikan
kepada istri dirasa kurang untuk menghidupi keluarga. Hampir separuh suami
(40%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja sebagai TKW
agar anak dapat melanjutkan sekolah. Suami berpendapat bahwa masih bisa
membiayai sekolah anak mereka walaupun istri bekerja sebagai TKW.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, hampir separuh suami
(48%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja di luar negeri
untuk membangun atau membeli rumah karena sebelum istri berangkat sebagai
TKW mereka sudah memiliki tempat tinggal walaupun tidak begitu bagus namun
layak untuk ditempati. Hampir separuh suami (43,3%) tidak membenarkan
motivasi istri bekerja sebagai TKW karena ingin naik haji. Suami mengatakan
bahwa kepergian istri sebagai TKW semata-mata hanya untuk bekerja dan
mencari uang. Sebesar 36,7 persen suami menyatakan tidak benar bahwa
kepergian istri menjadi TKW karena untuk merubah status sosial ekonomi
keluarga. Bagi suami, selama istri berada di luar negeri untuk bekerja tidak
terjadi perubahan status sosial ekonomi keluarga karena dalam kehidupan
sehari-hari suami masih mengalami kekurangan baik dari segi ekonomi
(keuangan dan aset) maupun non ekonomi (rumah dan lahan).
Secara garis besar, suami menyatakan bahwa kepergian istri bukan
untuk membayar hutang keluarga, karena suami tidak bekerja, agar anak dapat
melanjutkan sekolah, ingin membangun atau membeli rumah, dan ingin merubah
status sosial ekonomi keluarga. Motivasi istri menjadi TKW disebabkan oleh
keinginan untuk menambah penghasilan keluarga agar dapat memenuhi
kebutuhan keluarga. Selain itu kepergian istri menjadi TKW karena ingin menjadi
40
perempuan yang mandiri. Keinginan membuat keluarga bahagia dan naik haji
bukanlah motivasi istri menjadi TKW.
Tabel 12 Sebaran suami berdasarkan motivasi istri menjadi TKW
No
Motivasi istri Menjadi TW
1
Karena suami tidak bekerja
2
Karena membayar hutang keluarga
3
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga
4
Agar menjadi perempuan mandiri
5
Agar anak dapat melanjutkan sekolah
6
Karena ingin membangun/membeli rumah
7
Untuk merubah status sosial ekonomi keluarga
8
Karena ingin naik haji
9
Karena ingin menambah penghasilan keluarga
10
Karena ingin membuat bahagia keluarga
Keterangan : 1. Tidak benar 2. Sebagian benar 3. Benar
1
%
60,0
60,0
30,0
23,3
40,0
48,3
36,7
43,3
10,0
78,3
2
%
21,7
33,3
13,3
35,0
38,3
23,3
30,0
36,7
11,7
13,3
3
%
18,3
6,7
56,7
41,7
21,7
28,3
33,3
20,0
78,3
8,3
Permasalahan Selama menjadi TKW
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada lima
contoh, terdapat informasi mengenai beberapa masalah yang menimpa TKW
selama bekerja di luar negeri. Kasus yang menimpa para TKW hampir
seluruhnya sama yaitu mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dengan suami
dan keluarga besar. Kasus pertama menimpa istri Bapak A. Istri Bapak A untuk
pertama kalinya menjadi TKW ke Arab Saudi namun sudah dua kali istri Bapak A
pindah majikan. Pada majikan pertama, istri Bapak A selalu melakukan
kekerasan fisik setiap kali berkomunikasi dengan Bapak A. Namun saat pindah
bekerja dimajikan kedua, istri Bapak A bebas berkomunikasi dengan Bapak A
(Kotak 1).
KOTAK 1 “Permasalahan Istri Pak A”
Selama istri bekerja menjadi TKW di luar negeri, sudah dua kali istri Pak
A pindah majikan. Saat bekerja dimajikan pertama, istri tidak diperbolehkan
untuk berhubungan dengan Pak A. Menurut majikan istri Pak A, komunikasi
antara istri dengan suami dan keluarga akan menganggu pekerjaan. Pada awal
pertama kerja, istri Pak A masih berani mencuri-curi kesempatan untuk
menelepon Pak A dan keluarga untuk memberi kabar. Sampai suatu hari,
tindakan istri Pak A tersebut diketahui oleh majikannya. Saat istri Pak A selesai
menelepon Pak A, ia dipukul oleh majikannya. Setelah insiden pukulan itu, istri
Pak A tidak berani menelepon Pak A lagi. Pak A pun kebingungan karena sudah
tiga bulan tidak dapat berkomunikasi dengan istri, disms dan ditelepon pun tidak
aktif. Saat itu, Pak A berusaha meminta bantuan orang-orang di sekitarnya baik
dari aparat desa maupun kecamatan namun tidak ada yang bisa membantu Pak
A. Hampir sembilan bulan tidak ada kabar, akhirnya istri Pak A bisa dihubungi
dan ia pun bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah majikan pertamanya. Saat
ini, istri Pak A memliki majikan kedua yang baik karena istri Pak A dibebaskan
beromunikasi dengan keluarga dan Pak A.
41
Permasalahan kedua dialami oleh istri Bapak T. Istri Pak T sudah dua kali
putaran menjadi TKW di Arab Saudi. Pada putaran pertama, istri Pak T
mengalami kegagalan saat bekerja pada majikan pertama. Istri Pak T pun kabur
dan pulang kembali ke Indonesia. Namun kejadian pada saat pertama kali
menjadi TKW, tidak menyurutkan tekad istri Pak T untuk menjadi TKW kedua
kalinya. Pada putaran kedua, istri Pak T dengan Pak T sudah kehilangan kontak
selama 10 tahun (Kotak 2).
KOTAK 2 “Tekad Bulat TKW yang Berdampak Kekawatiran Keluarga ”
Saat putaran pertama menjadi TKW, istri Pak T mengalami kegagalan
karena majikan TKW sangat galak dan suka melakukan kekerasan fisik. Secara
diam-diam istri Pak T pun kabur karena sudah merasa tidak tahan dengan
kelakuan buruk majikannya. Akhirnya, istri Pak T dipulangkan dari Arab Saudi.
Namun, tidak disangka-sangka oleh Pak T, istrinya berniat untuk menjadi TKW
kembali ke Arab saudi. Akhirnya dengan berat hati Pak T mengizinkan karena
istrinya tetap memaksa untuk pergi. Saat istri Pak T berangkat, ia berjanji untuk
menghubungi Pak T dan anak-anaknya. Pada awal pertama masuk kerja, istri
Pak T dengan Pak T masih lancar berkomunikasi namun setelah lama menjadi
TKW komunikasi di antara Pak T dan istri menghilang begitu saja bahkan sudah
hampir sepuluh tahun ia dan istrinya tidak berkomunikasi. Hal ini membuat Pak T
dan anak-anaknya khawatir namun Pak T dan anak-anaknya hanya bisa berdoa
saja dan berharap istrinya baik-baik saja.
Permasalahan ketiga dialami oleh Bapak O. Untuk pertama kalinya istri
Pak O menjadi TKW di Malaysia dan sudah dua tahun istrinya bekerja. Sebelum
istri berangkat menjadi TKW, Pak O dan istri membuat komitmen untuk tetap
menjaga komunikasi namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan harapan Pak O
dan istri karena majikan TKW tidak memperbolehkan Pak O untuk berkomunikasi
dengan istri (Kotak 3).
KOTAK 3 “Sulitnya Komunikasi”
Untuk pertama kalinya istri berangkat menjadi TKW. Pak O dan istri
berjanji untuk saling menjaga komunikasi di antara mereka. Namun sangat
disayangkan harapan itu kandas karena majikan TKW tidak memberikan izin
untuk berkomunikasi dengan Pak O. Pak O dan istri pun sangat kecewa dengan
hal ini. Namun, keberuntungan datang kepada istri Pak O karena ada TKW
Indonesia juga yang bekerja di Malaysia akhirnya istri Pak O memberikan no
handphone temannya dan memberitahukan Pak O untuk menanyakan kabar
istrinya lewat teman TKW.
Perasaan Suami terhadap Istri
Setiap pasangan suami istri yang tinggal secara berpisah dan cukup jauh
dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan
rumahtangga. Pada Tabel 13 terlihat bahwa lebih dari separuh suami (61,7%)
42
yang ditinggalkan oleh istri pergi untuk bekerja di luar negeri memiliki perasaan
biasa saja yaitu tidak sedih ataupun tidak juga gembira pada saat istri tidak dapat
berperan sebagaimana mestinya. Suami mengatakan bahwa sudah terbiasa
mengerjakan segala pekerjaan rumahtangga baik mengurus rumah maupun
anak selama istri tidak ada dirumah. Pada awalnya suami terpaksa melakukan
kegiatan rumahtangga dan mengasuh anak namun semakin lama perasaan
terpaksa tersebut berubah menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan
secara ikhlas sehingga suami pun menjadi terbiasa dengan kegiatan
rumahtangga yang dilakukannya.
Sebesar 36,7 persen suami merasa malu karena istri tidak dapat
berperan sebagaimana mestinya layaknya seperti ibu rumahtangga. Suami
menginginkan istri tidak bekerja disektor publik namun suami lebih menginginkan
istri bekerja disektor domestik (memasak, menyuci, dan mengepel), mengasuh
anak, dan dapat melayani suami dengan baik. Sisanya sebesar 1,7 persen suami
merasa bangga meskipun istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya
dalam
kehidupan
rumahtangga.
Bagi
suami
mengerjakan
pekerjaan
rumahtangga adalah hal yang tidak mudah namun karena rasa kasih sayang
terhadap anak maka suami rela berkorban untuk memberikan yang terbaik dalam
mengasuh anak dan mengerjakan kegiatan rumahtangga. Kepergian istri ke luar
negeri bukan untuk mencari kesenangan namun untuk membantu keuangan
keluarga. Oleh karena itu, suami merasa bangga walaupun istri tidak dapat
berperan sebagaimana mestinya seperti ibu rumahtangga lain namun dapat
berperan membantu meningkatkan keuangan keluarga.
Saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hampir lebih dari
separuh suami (60%) memiliki perasaan biasa saja yaitu tidak sedih ataupun
gembira terhadap kondisi pekerjaan istri yang bekerja sebagai TKW. Hal itu
dikarenakan suami menganggap bahwa kepergian istri menjadi TKW adalah hal
biasa di lingkungan masyarakat tempat tinggal suami meninjau bahwa di sekitar
lingkungan tempat tinggal suami sudah terbiasa para suami ditinggalkan oleh
para istrinya yang menjadi TKW di luar negeri. Sebesar 31,7 persen suami
merasa malu saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri. Suami
beranggapan bahwa istri bekerja menjadi TKW karena suami tidak sanggup
mencukupi kebutuhan sang istri baik kebutuhan rumahtangga maupun
kebutuhan pribadi istri. Pemikiran tersebut pada akhirnya menimbulkan rasa
malu pada diri suami. Adapula suami yang bangga saat istri menjadi TKW
43
dengan persentase 8,3 persen. Hal itu dikarenakan, istri bekerja menjadi TKW di
luar negeri dapat menambah penghasilan keluarga sehingga dapat meringkan
beban suami dalam mencukupi kebutuhan anak dan rumahtangga.
Suami yang ditinggal istri bekerja ke luar negeri, akan hidup tanpa istri
untuk sementara waktu walaupun tidak jelas kapan tepat waktunya istri pulang.
Sebesar 51,7 persen suami memiliki perasaan biasa saja saat hidup tanpa istri
untuk sementara. Suami tidak merasa sedih ataupun gembira terhadap keadaan
yang sedang dialaminya saat ini. Bagi suami, hal tersebut merupakan hal biasa
yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya karena adapula tetangga yang
bernasib sama ditinggalkan istri bekerja menjadi TKW hingga ke luar negeri.
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 33,3 persen suami merasa malu karena
hidup tanpa istri untuk sementara. Suami beranggapan bahwa karena kesalahan
diri sendiri yang membuat istri bekerja hingga ke luar negeri yang pada akhirnya
berakibat harus hidup tanpa istri untuk sementara. Sebagian kecil suami (3,3%)
yang merasa bangga hidup tanpa istri. Suami menyatakan bahwa istri sudah
bersusah payah mencari uang demi meningkatkan keuangan keluarga sehingga
perlu adanya rasa bangga terhadap hasil kerja keras istri.
Pada tabel menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (51,7%)
memiliki perasaan biasa saja saat istri mempunyai penghasilan yang lebih tinggi.
Hal tersebut dapat terjadi karena suami beranggapan yang paling utama adalah
istri dapat mengirimkan uang untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga dan
anak karena apabila hanya bergantung pada penghasilan suami saja tidak cukup
dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga dan anak (Tabel 13). Sebesar 38,3
persen suami merasa malu karena istri mempunyai penghasilan lebih tinggi.
Apabila istri mempunyai penghasilan tinggi daripada suami berarti suami gagal
dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Sisanya sebesesar 10 persen
suami bangga istri mempunyai penghasilan lebih tinggi karena dengan begitu
istri dapat meringkan beban dan tanggung jawab suami dalam menafkahi
keluarga (Tabel 13). Pada intinya suami merasa biasa saja terhadap situasi
keluarga yang dialaminya. Hal ini dapat terlihat dari perasaan suami yang tidak
sedih ataupun gembira saat istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya,
istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hidup tanpa istri untuk
sementara, dan istri punya penghasilan lebih tinggi.
44
Tabel 13 Sebaran suami berdasarkan perasaan suami terhadap istri
No
Perasaan suami terhadap situasi keluarga
1
Istri tidak dapat berperan sebagaimana
mestinya
2
Istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar
negeri
3
Hidup tanpa istri untuk sementara
4
Istri punya penghasilan lebih tinggi
Keterangan : 1. Malu 2. Netral 3. Bangga
1
%
36,7
2
%
61,7
3
%
1,7
31,7
60,0
8,3
33,3
38,3
63,3
51,7
3,3
10,0
Dukungan Sosial
Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani
kehidupannya, juga bagi keluarga dalam menjalani kehidupan perkawinannya
bagi pelaksanaan pengasuhan anak. Dukungan sosial diukur melalui dimensi
emosi, ekonomi, dan informasi. Dukungan sosial dapat diperoleh melalui
keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada
di lingkungan sekitar. Dukungan sosial mampu memberikan kekuatan yang
dimana dapat mengurangi kesulitan seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Kualitas dukungan sosial yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan mental dan
fisik yang semakin tinggi pula (Tati 2004).
Dukungan keluarga besar adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga
besar kepada suami baik berupa dukungan emosi, instrumen, penghargaan
maupun informasi. Dukungan emosi yang sering diberikan keluarga besar
kepada suami yaitu ketika keluarga besar mau mendengarkan masalah yang
sedang saya hadapi, menunjukkan kepedulian serta memperlihatkan perhatian
yang tinggi, berbagi kesulitan dengan suami, dan saat keluarga besar
memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa dukungan instrumen yang sering diberikan keluarga
besar kepada suami adalah bantuan dalam mengasuh anak (48,3%). Hampir
separuh suami (41,7%) menyatakan bahwa keluarga besar kadang-kadang
memberikan bantuan saat mengalami kesulitan keuangan. Lebih dari separuh
suami (55%) mengatakan bahwa keluarga besar tidak pernah membantu
meringankan pekerjaan rumah tangga selama istri menjadi TKW. Hal tersebut
dikarenakan suami dan anak bekerja sama dalam melakukan pekerjaan rumah
tangga serta tidak ingin merepotkan keluarga besar dalam urusan pekerjaan
rumah tangga. Dukungan penghargaan yang sering diberikan keluarga besar
kepada suami yaitu ketika keluarga besar mengatakan sesuatu yang dapat
membuat tenang dan merasa dihargai serta apapun yang suami lakukan
45
keluarga besar selalu mendukung tindakan suami selama tindakan tersebut
positif. Berdasarkan hasil wawancara, lebih dari satu pertiga suami (36,17%)
sering memperoleh dukungan informasi dari keluarga besar yaitu saat keluarga
besar banyak memberi solusi setiap suami menghadapi masalah.
Keluarga inti dalam penelitian ini terdiri dari suami dan anak maka dari itu
dukungan keluarga inti adalah dukungan yang diberikan anak kepada suami.
Adapun dukungan yang diberikan oleh keluarga inti dirasakan tinggi oleh semua
suami. Lebih dari separuh suami (55%) menyatakan bahwa suami dan anakanak sering saling membantu dan mendukung selama istri menjadi TKW.
Sebagian besar suami (75%) menyatakan bahwa suami dan anak-anak sering
berkomunikasi dan saling terbuka.
Tabel 14 menunjukan bahwa dukungan emosi yang diberikan tetangga
dirasakan tinggi oleh suami. Adapun dukungan emosi yang sering diberikan oleh
tetangga yaitu ketika lingkungan sosial masyarakat memberikan perasaan aman
kepada suami terutama ketika istri menjadi TKW, suami merasa tenang dengan
lingkungan tempat tinggalnya karena merupakan lingkungan yang baik untuk
menumbuh kembangkan anak, dan teman-teman suami selalu menghibur ketika
sedang menghadapi masalah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan
informasi yang sering diberikan oleh tetangga kepada suami yaitu saat suami
dan tetangga selalu bertukar pikiran dan berbagi masalah (43,3%). Separuh
suami (50%) mengatakan bahwa kadang-kadang tetangga memberikan solusi
ketika menghadapi masalah dan sebesar 35 persen lingkungan sosial
masyarakat memberikan nasihat dan saran kepada suami ketika menghadapi
masalah.
PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) adalah perusahaan
yang bergerak dibidang penyaluran jasa keluar negeri dan PJTKI memiliki tugas
dan tanggung jawab dari awal keberangkatan TKW hingga saat TKW sudah
berangkat dan bekerja di luar negeri. Tabel 14 menunjukkan bahwa dukungan
yang diberikan oleh PJTKI dirasakan rendah oleh semua suami. Hampir seluruh
suami menyatakan bahwa PJTKI tidak pernah memberikan dukungan sosial
kepada keluarga contoh. Suami menyatakan bahwa dukungan sosial yang
diberikan oleh PJTKI kepada keluarga contoh diberikan sebelum istri berangkat
menjadi TKW. Saat istri sudah berangkat dan bekerja menjadi TKW, PJTKI tidak
pernah memberikan dukungan sosial kepada keluarga contoh. Bagi suami, hal
tersebut dapat terjadi karena PJTKI menganggap bahwa setelah istri sudah
46
berangkat dan bekerja di luar negeri segala urusan yang berkaitan dengan
keluarga contoh telah selesai.
Tabel 14 Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial
No
1
2
3
%
%
%
Rata-rata
Skor
%
55,0
18,3
26,7
1,72
38,3
41,7
20,0
1,82
26,7
25,0
48,3
2,22
35,0
28,3
36,7
2,02
28,3
35,0
36,7
2,08
8,3
38,3
53,3
2,45
21,7
35,0
43,3
2,22
16,7
33,3
50,0
2,33
13,3
28,3
58,3
2,45
10,0
23,3
66,7
2,57
21,7
23,3
55,0
2,33
5,0
20,0
75,0
2,70
6,7
15,0
78,3
2,72
45,0
43,3
11,7
1,67
23,3
58,3
18,3
1,95
26,7
30,0
43,3
2,17
16,7
30,0
53,3
2,37
30,0
50,0
20,0
1,90
Dukungan Sosial
Keluarga Besar
1
Keluarga besar berperan banyak dalam
membantu meringankan pekerjaan rumah
tangga selama istri menjadi TKW
2
Keluarga besar berperan banyak dalam
membantu kesulitan keuangan
3
Keluarga besar berperan banyak dalam
membantu pengasuhan anak
4
Keluarga besar banyak memberi solusi
setiap saya menghadapi masalah
5
Keluarga mau mendengarkan masalah
yang sedang saya hadapi
6
Keluarga menunjukkan kepedulian serta
memperlihatkan perhatian yang tinggi
7
Saya selalu berbagi kesulitan dengan
keluarga besar
8
Keluarga saya memberikan semangat
hidup selama istri bekerja sebagai TKW
9
Keluarga saya selalu mengatakan sesuatu
yang dapat membuat saya tenang dan
merasa dihargai
10
Apapun yang saya lakukan, keluarga
selalu mendukung tindakan saya selama
tindakan tersebut positif
Keluarga Inti
1
Saya dan anak-anak saling membantu dan
mendukung selama istri menjadi TKW
2
Saya dan anak-anak berkomunikasi dan
saling terbuka
Tetangga
1
Lingkungan sosial masyarakat memberikan
perasaan aman terutama ketika istri
menjadi TKW
2
Tetangga membantu meminjamkan uang
atau barang ketika saya menghadapi
kesulitan
3
Masyarakat
selalu
memberikan
pertolongan
ketika
saya
sedang
menghadapi kesulitan
4
Saya selalu bertukar pikiran dan berbagi
masalah dengan tetangga
5
Saya memiliki teman-teman yang saya
yakini bahwa mereka dapat menghargai
dan mendukung tindakan
saya selama tindakan tersebut positif
6
Tetangga sering memberikan solusi ketika
ketika saya menghadapi masalah.
47
Tabel 14 (lanjutan)
7
Saya merasa tenang dengan lingkungan
6,7
tempat tinggal saya karena merupakan
lingkungan yang baik untuk menumbuh
kembangkan anak
8
Lingkungan sosial masyarakat banyak
31,7
memberikan nasihat dan saran kepada
saya ketika saya menghadapi masalah
9
Teman-teman saya mau mendengarkan
16,7
masalah yang sedang saya hadapi
10
Teman-teman saya selalu menghibur saya
3,3
ketika saya sedang menghadapi masalah
11
Bila keluarga sedang bermasalah, apakah 100,0
mendapat
dukungan
uang/sembako/tenaga/obat-obatan
dari
teman?
12
Apakah keluarga juga mendapat dukungan
95,0
tersebut dari kelompok atau anggota
kemasyarakatan?
PJTKI
1
Melakukan sosialisasi/penyuluhan program
98,3
penempatan TKW ke luar negeri
2
Membantu mengurus pembuatan paspor
98,3
ke kantor imigrasi yang ditunjuk Dinas
Kabupaten
3
Menjelaskan isi lembar kontrak kepada 100,0
TKW dan anggota keluarga lainnya
4
Menjamin perlindungan dan keselamatan
76,7
TKW
5
Memberikan reward (penghargaan) baik
88,3
materi maupun non materi atas prestasi
yang diberikan oleh TKW
6
Merespon ketika TKW mengalami masalah
98,3
dalam melengkapi persyaratan kerja
7
Mengadakan pertemuan antar TKW di luar
71,7
negeri untuk mempererat silaturahmi para
TKW
8
Banyak memberikan saran dan nasehat
95,0
kepada TKW demi keselamatan dan
keberhasilan kerja TKW diluar negeri
9
Memeriksa/mengontrol kondisi kesehatan
90,0
jasmani dan rohani TKW meskipun dari
jarak jauh
10
Memberikan pelatihan dan pengajaran 100,0
yang baik dan benar kepada TKW demi
mencapai keberhasilan kerja diluar negeri.
Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering
25,0
68,3
2,62
35,0
33,3
2,02
55,0
28,3
2,12
20,0
76,7
2,73
0,0
0,0
1,00
3,3
1,7
1,07
1,7
0,0
1,02
1,7
0,0
1,02
0,0
0,0
1,00
23,3
0,0
1,23
11,7
0,0
1,12
1,7
0,0
1,02
15,0
13,3
1,42
5,0
0,0
1,05
10,0
0,0
1,10
0,0
0,0
1,00
Hasil penelitian pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dukungan sosial
yang diberikan keluarga besar kepada suami berada pada kategori tinggi dan
sedang (43,3%) dan sisanya (13,3%) berada pada kategori rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa keluarga besar cukup peduli dan memberikan dukungan
sosial yang cukup baik kepada suami. Sebesar (71,7%) suami memperoleh
48
dukungan sosial keluarga inti termasuk kategori tinggi, 20 persen suami merasa
bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga inti berada pada kategori
sedang, dan sisanya (8,3%) berada pada kategori rendah dalam menerima
dukungan sosial dari keluarga inti. Tergambar bahwa suami mendapatkan
dukungan penuh dan baik dari keluarga inti sehingga merasa semangat dan kuat
dalam menjalani hidup.
Sebanyak 65 persen suami memperoleh dukungan sosial dari tetangga
termasuk ke dalam kategori sedang, 20 persen berada pada kategori tinggi, dan
sisanya (15%) berada pada kategori rendah dalam menerima dukungan sosial
tetangga. Hal ini menggambarkan bahwa dukungan sosial yang diberikan
tetangga tergolong cukup baik sehingga suami cukup merasa tenang, nyaman,
dan aman hidup di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Hampir seluruh contoh
(100%) memperoleh dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI berada pada
kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan
oleh PJTKI dirasakan sangat kurang dan tidak lebih baik oleh contoh. Menurut
contoh, dukungan yang diberikan oleh PJTKI diberikan sebelum istri menjadi
TKW saja. Namun, setelah istri menjadi TKW, dukungan sosial hampir tidak
pernah diberikan oleh PJTKI kepada contoh. Secara keseluruhan dukungan
sosial yang diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar,
keluarga inti, tetangga, dan PJTKI berada pada kategori sedang (83,3%).
Sebanyak 11,7 persen dukungan sosial yang diberikan kepada suami berada
pada kategori tinggi dan sisanya (5%) berada pada kategori rendah.
Tabel 15 menggambarkan bahwa keluarga besar memberikan dukungan
yang sangat baik kepada suami. Namun, terkadang keluarga besar memberikan
dukungan yang cukup baik kepada suami dan hal ini terlihat dari bantuan yang
diberikan keluarga besar ketika suami mengalami kesulitan keuangan. Dukungan
yang diberikan oleh keluarga inti kepada suami dapat dikatakan sangat baik hal
dikarenakan keluarga keluarga inti selalu memberikan dukungan penuh kepada
suami saat istri menjadi TKW. Dukungan yang selalu diberikan kepada suami,
akan membangkitkan semangat hidup dan juang dalam diri suami untuk tetap
bertahan dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dalam keluarga.
Dukungan yang diberikan tetangga kepada suami dirasakan cukup baik
namun untuk dukungan yang diberikan oleh PJTKI suami merasa tidak pernah
memperoleh dukungan. Menurut suami, PJTKI tidak memberikan dukungan lagi
kepada contoh karena saat istri berangkat menjadi TKW segala urusan yang
49
berkaitan dengan contoh telah selesai. Secara garis besar dukungan sosial yang
diberikan kepada suami baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan
PJTKI berada pada kategori sedang yang artinya suami merasa cukup baik
dalam memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga besar, keluarga inti,
tetangga, dan PJTKI.
Tabel 15 Sebaran suami berdasarkan kategori dukungan sosial
Tingkat
Dukungan Sosial
Rendah (≤33,33)
Sedang (33,3466,67)
Tinggi (>66,68)
Min-max
Rataan ± SD
Keluarga
Besar
%
13,30
43,30
Dukungan Sosial
Keluarga
Tetangga
Inti
%
%
8,30
20,00
20,00
65,00
43,30
1-3
2,30±0,70
71,70
1-3
2,63±0,64
15,00
1-3
1,95±0,59
PJTKI
%
100,00
0,00
Dukungan
Sosial
%
11,70
83,30
0,00
1-1
1,00±0,00
5,00
1-3
1,93±0,41
Interaksi Suami dan Istri
Komunikasi Istri dan Keluarga
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga
merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan
juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan
efisiensi dan efektivitas kerja (Surbakti 2008). Menata komunikasi dalam
kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang
berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi dibedakan menjadi empat komponen
yang saling berhubungan dan menunjang keharmonisan suatu keluarga, yaitu:
(1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
beriman dan bertaqwa, menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan
merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan setiap waktu dan
dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga. Komunikasi dengan Tuhan
merupakan dasar utama dan penting dalam membentuk dan menata keluarga
yang sakinah. (2) Komunikasi antar anggota keluarga inti. Keluarga terdiri dari
anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan kerabat), fasiltas (rumah, makanan,
minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran agama yang telah dianut secara
turun-temurun dari keluarga sebelumnya. (3) Komunikasi antar keluarga besar.
Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga yang harus terus dipertahankan
yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan anggota keluarga besar. Hal
itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga inti dengan keluarga besar semakin
50
erat dan harmonis. (4) Komunikasi dengan masyarakat luas. Hubungan
komunikasi tidak hanya terbatas kepada hubungan komunikasi antar anggota
keluarga saja tetapi adapula hubungan komunikasi dengan masyarakat yang ada
disekitar keluarga. Hubungan komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan
banyak orang yang dimana memiliki karakteristik yang sangat beragam.
Hubungan komunikasi dengan masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu
keluarga dapat memahami karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang
luas.
Keharmonisan
yang
terjadi
dalam
masyarakat
bergantung
pada
keharmonisan yang terjadi dalam keluarga (Sauri 2008).
Dalam penelitian ini, komunikasi yang akan dibahas adalah komunikasi
antara istri dan keluarga, menggunakan media apa dalam berkomunikasi,
seberapa sering istri melakukan komunikasi dengan keluarga serta berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali komunikasi. Seiring
berjalannya waktu teknologi pun semakin canggih sehingga media yang
digunakan pada zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Penting
mengetahui media apa yang akan kita gunakan dalam komunikasi agar tercipta
efisiensi dan efektifitas dalam penyampaian suatu pesan atau informasi. Telepon
seluler merupakan media yang mudah dan sering digunakan.
Frekuensi komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi yang
diberikan secara teratur dalam kejadian tertentu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase terbesar (80%) frekuensi komunikasi antara istri dan keluarga
sebanyak satu sampai tiga kali dan lebih dari tiga kali dalam satu bulan
sedangkan sisanya sebesar 20% istri atau ibu dan keluarga tidak pernah
berkomunikasi dalam waktu satu bulan. Waktu penyampaian komunikasi
merupakan hal yang paling penting dalam mencapai keefekifan komunikasi.
Lebih dari separuh istri dan keluarga (61,7%) melakukan intensitas komunikasi
kurang dari 15 menit, 35 persen komunikasi dilalukan dalam selang waktu 15
sampai 30 menit, dan sebesar 3,3 persen berkomunikasi lebih dari 30 menit.
Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (58,3%)
mengatakan bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman
pesan singkat (sms) kepada keluarga. Sebesar 48,3 persen suami mengaku
bahwa keluarga kadang-kadang berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman
pesan singkat (sms). Hal tersebut menggambarkan bahwa komunikasi ibu
dengan keluarga melalui telepon atau “sms” lebih baik dibandingkan dengan
komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu baik melalui telepon ataupun
51
sms. Berdasarkan data yang diperoleh, lebih dari separuh suami (61,7%)
menjelaskan bahwa baik ibu maupun keluarga tidak pernah memberikan ucapan
selamat kepada anggota keluarga yang sedang berulang tahun.
Pada saat hari raya atau hari besar, sebesar 38,3 persen suami mengaku
bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon pada saat hari penting yaitu
ketika hari raya atau hari besar. Begitupun sebaliknya sebesar 31,7 persen
suami mengatakan bahwa keluarga sering berkomunikasi kepada ibu di hari raya
atau hari besar.
Tabel 16 Sebaran suami berdasarkan komunikasi antara istri dan keluarga
No
Komunikasi Istri dan Keluarga
1
%
Ibu telepon/sms kepada keluarga
5,0
Ibu telepon saat ulang tahun suami/anak
61,7
Ibu telepon pada saat hari raya atau hari 28,3
besar
4
Keluarga sms/telepon kepada ibu
11,7
5
Keluarga telepon pada saat ulang tahun ibu 61,7
6
Keluarga telepon pada saat hari raya/hari 36,7
besar
Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering
1
2
3
2
3
%
36,7
18,3
33,3
%
58,3
20,0
38,3
Rata-rata
Skor
%
2,53
1,58
2,10
48,3
18,3
31,7
40,0
20,0
31,7
2,28
1,57
1,98
Interaksi Suami Istri
Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah
elemen penting dari kualitas perkawinan. Tabel 17 menunjukkan bahwa hampir
seluruh suami (85%) menyatakan selalu berusaha berkomunikasi untuk
membicarakan soal anak dengan istri. Suami menyatakan bahwa topik
pembicaraan mengenai anak adalah hal yang penting dikomunikasikan kepada
istri agar istri mengetahui bagaimana perkembangan jiwa dan psikologis anak.
Hampir separuh suami (38,3%) terkadang berusaha berkomunikasi dengan istri
untuk membicarakan masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Hal
ini penting bagi suami karena meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu, suami
dan istri tetap dapat berdiskusi dalam mencari solusi untuk masalah yang yang
sedang terjadi dalam rumahtangga namun suami memikirkan perasaan istri yang
sedang bekerja di luar negeri. Suami takut apabila ia bercerita kepada istrinya
mengenai masalah yang terjadi dalam rumah tangga dapat menganggu istri nya
bekerja. Oleh karena itu, suami terkadang menceritakan masalah dalam
rumahtangga kepada istri namun terkadang juga tidak bercerita dan hal ini
disesuai dengan kondisi istri yaitu apakah istri siap mendengarkan atau tidak.
Selama istri menjadi TKW, suami dan istri sering (65%) membicarakan rasa cinta
52
di antara keduanya. Hal ini selalu ditekankan oleh suami agar rasa cinta dan
sayang di antara istri dan suami tidak akan pudar meskipun dipisahkan oleh jarak
dan waktu.
Hampir seluruh suami (83,3%) menyatakan bahwa tidak pernah memiliki
konflik atau masalah yang berat dengan istri selama istri menjadi TKW. Suami
menyatakan bahwa beban istri untuk bekerja saja sudah sangat berat sehingga
suami sangat menghargai istri dan tidak mau mencari masalah atau konflik
dengan istri. Sebesar 46,7 persen suami selalu membicarakan masalah
keuangan rumah tangga dengan istri. Hal ini penting bagi suami karena
mengingat kepergian istri dikarenakan ingin menambah penghasilan keluarga
dan memenuhi kebutuhan keluarga maka suami selalu membicarakan masalah
keuangan kepada istri saat suami membutuhkan uang dalam memenuhi
kebutuhan keluarga.
Sebanyak 86,7 persen suami selalu membicarakan mengenai keaadaan
istri di tempat kerja saat berkomunikasi dengan istri. Bagi suami, hal ini sangatlah
penting karena dengan begitu suami dapat mengetahui perkembangan
kesehatan jasmani dan rohani sang istri di tempat kerja. Masa depan yang indah
adalah impian dari setiap keluarga. Lebih dari separuh suami (56,7%) mengakui
sering membicarakan masa depan keluarga dengan istri. Pembicaraan mengenai
masa depan yang indah dan baik merupakan hal yang penting bagi suami istri
agar
keduanya
selalu
bersemangat
dan
saling
bahu
membahu
saat
menginginkan masa depan indah yang diimpikan menjadi kenyataan. Sebesar
51,7 persen suami menyatakan bahwa sering meminta izin dan melaporkan pada
istri mengenai penggunaan keuangan. Penting hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman dan kecurigaan terhadap suami akan penggunaan
uang untuk berfoya-foya atau melakukan hal-hal buruk yang dapat merugikan
istri. Lebih dari separuh suami (56,7%) meminta ijin pada istri mengenai rencana
pendidikan anak. Bagi suami dan istri, pendidikan anak adalah hal yang sangat
penting. Suami dan istri ingin memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak.
Oleh karena itu, setiap perkembangan pendidikan anak harus diinformasikan
kepada istri.
Interaksi suami dan istri ditinjau dari aspek bonding menunjukkan bahwa
hampir seluruh suami (98,3%) selalu mendoakan keselamatan dan kesehatan
istri selama jadi TKW. Berdoa kepada tuhan setiap hari merupakan hal yang rutin
dilakukan suami. Hal itu dilakukan demi ketentraman batin karena suami tidak
53
dapat berada disamping istri saat menjadi TKW dan suami berharap bahwa istri
selalu diberikan perlindungan dan kesehatan oleh Tuhan dimanapun dia berada.
Sebanyak 91,7 persen suami menjaga kesetiaan terhadap istri. Bagi suami
menjaga kesetiaan adalah hal yang penting dilakukan agar hubungan antara istri
dan suami semakin baik dan terhindar dari keretakan rumah tangga seperti
perceraian.
Suami menyatakan bahwa sering merasa terikat perasaan dengan istri
dengan persentase terbesar 65 persen. Lebih dari separuh suami (60%)
menyatakan terkadang memimpikan istri namun terkadang juga tidak. Rasa
rindulah yang menyebabkan suami memimpikan istri. Selain itu, keinginan untuk
bertemu dengan istri namun tidak dapat tercapai membuat suami memimpikan
istri. Sebesar 78,3 persen suami merasa kesepian saat ditinggal istri terlalu lama.
Ketidakhadiran istri disamping suami, menimbulkan perasaan kehilangan sekali
sehingga membuat suami merasa kesepian dan merasa hampa. Hampir seluruh
suami (80%) selalu merindukan istri. Berada jauh dari sang istri merupakan hal
yang sangat sulit karena suami tidak dapat bertemu dalam waktu yang lama
sehingga perasaan rindu baik rindu bertatap muka dengan istri maupun
bercengkrama dengan istri akan selalu muncul dalam benak atau pikiran suami.
Kenangan indah adalah kenangan yang tidak pernah dapat dilupakan
oleh setiap manusia. Sebesar 53,3 persen suami selalu mengingat hari-hari
spesial saat bersama istri. Suami selalu mengingat masa-masa indah saat istri
masih berada di rumah dan berada di samping suami. Hal inilah yang membuat
suami merasa kehilangan teramat dalam. Setiap malam suami pun selalu
teringat istri dengan persentase terbesar 46,7 persen.
Tabel 17 Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri
No
1
2
3
%
%
%
Rata-rata
Skor
%
5,0
10,0
85,0
2,80
36,7
38,3
25,0
1,88
16,7
18,3
65,0
2,48
83,3
15,0
1,7
1,18
21,7
31,7
46,7
2,25
Interaksi Suami-Istri
Komunikasi
1
Saya dan istri berusaha berkomunikasi
untuk membicarakan soal anak
2
Saya dan istri berusaha berkomunikasi
membicarakan masalah yang terjadi
dalam kehidupan rumah tangga
3
Saya dan istri selama menjadi TKW
membicarakan rasa cinta diantara kami
4
Saya dan istri sering konflik selama
menjadi TKW
5
Saya dan istri membicarakan masalah
keuangan rumah tangga
54
Tabel 17 (lanjutan)
1
No
%
Saya dan istri membicarakan mengenai
3,3
keaadaan istri di tempat kerja
7
Saya dan istri membicarakan masa
16,7
depan keluarga
8
Saya minta ijin dan melaporkan pada istri
23,3
tentang penggunaan keuangan
9
Saya minta ijin pada istri saya mengenai
23,3
rencana pendidikan anak
Bonding
1
Saya mendoakan keselamatan dan
1,7
kesehatan istri selama jadi TKW
2
Saya menjaga kesetiaan terhadap istri
1,7
saya
3
Saya merasa terikat perasaan dengan
6,7
istri saya
4
Saya bermimpi istri saya
16,7
5
Saya merasa kesepian saat ditinggal istri
3,3
terlalu lama
6
Saya selalu merindukan istri
1,7
7
Saya selalu mengingat hari-hari special
8,3
saat bersama istri
8
Setiap malam saya selalu teringat istri
10,0
Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering
6
2
3
%
10,0
%
86,7
Rata-rata
Skor
%
2,83
26,7
56,7
2,40
25,0
51,7
2,28
20,0
56,7
2,33
0,0
98,3
2,97
6,7
91,7
2,90
28,3
65,0
2,58
60,0
18,3
23,3
78,3
2,07
2,75
18,3
38,3
80,0
53,3
2,78
2,45
43,3
46,7
2,37
Pertanyaan
Sebesar 56,7 persen suami dan istri memiliki tingkat komunikasi yang
sedang, 38,3 persen berada pada kategori tinggi, dan sisanya (5%) berada pada
kategori rendah. Rendahnya komunikasi yang terjadi diantara suami istri
disebabkan karena suami telah kehilangan kontak atau komunikasi dengan istri.
Hal ini membuat suami khawatir namun segala daya upaya yang digunakan
untuk mencari informasi mengenai istri hanya sia-sia dikarenakan pengaduan
suami tidak ditanggapi oleh PJTKI. Adapula suami yang tidak peduli tidak
mendapat kabar dan berkomunikasi dengan istri hal ini dikarenakan suami sudah
mulai tidak peduli dengan keadaan istri ditempat kerjanya.
Sebanyak 86,7 persen suami dan istri memiliki kategori bonding yang
tinggi, 10 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada pada
kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan
interaksi suami-istri (komunikasi dan bonding) memiliki kategori yang tinggi
(73,3%), 23,3 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada
pada kategori rendah. Tabel 18 menggambarkan bahwa suami dan istri selalu
berkomunikasi dengan baik. Seringnya berkomunikasi di antara suami-istri yang
membuat ikatan bonding di antara suami-istri semakin dekat dan tetap terjaga
55
serta bertahan dengan baik. Dengan demikian, interaksi di antara suami-istri pun
akan selalu terjaga dengan baik dan tidak pernah terputus.
Tabel 18 Sebaran suami berdasarkan kategori interaksi suami-istri
Tingkat
Interaksi Suami Istri
Rendah (≤33,33)
Sedang (33,34-66,67)
Tinggi (>66,68)
Min-max
Rataan ± SD
Interaksi Suami-Istri
Komunikasi
%
5,00
56,70
38,30
1-3
2,33±0,57
Bonding
%
3,30
10,00
86,70
1-3
2,83±0,46
Interaksi Suami-Istri
%
3,30
23,30
73,30
1-3
2,70±0,53
Kualitas Perkawinan
Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan perkawinan dalam penelitian ini
bersifat subjektif dan individual maka dari itu kebahagiaan perkawinan yang
diukur dalam penelitian ini meliputi aspek perasaan bahagia terhadap istri dan
perasaan bahagia dan bersyukur dengan perkawinan di antara suami dengan
istri. Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (55%) merasa tidak
bahagia dengan istri. Hasil wawancara menyatakan bahwa suami merasa
bahagia apabila istri berada di samping mereka dan tidak bekerja hingga ke luar
negeri. Suami lebih menyukai istri mereka tidak bekerja dan diam saja di rumah
mengurusi suami, anak, dan rumahtangga. Keberangkatan istri ke luar negeri
untuk bekerja membuat suami merasakan tidak adanya pengertian dari istri akan
rasa kebutuhan suami baik secara fisik maupun batin. Hal ini sesuai dengan teori
Elder et al. (1991) bahwa kebahagiaan diukur dari besarnya rasa cinta,
pengertian, serta hubungan seksual merupakan bagian dari kualitas perkawinan.
Sebesar 40 persen suami merasa cukup bahagia dengan istri. Bagi
suami, terkadang merasa bahagia apabila istri dapat bekerja dan bisa membantu
meringankan beban suami dari segi keuangan namun terkadang suami merasa
tidak bahagia karena istri tidak ada di samping suami dan juga suami merasa
kerepotan mengurus rumahtangga dan anak sendirian meskipun ada bantuan
dari keluarga besar. Sisanya 5 persen suami merasa bahagia dengan istri. Bagi
suami, hanya mengandalkan penghasilan dari suami saja tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga. Suami menyatakan dengan istri bekerja
menjadi
TKW
dapat
menambah
keuangan
keluarga
karena
istri
bisa
mengirimkan uang untuk kebutuhan anak dan rumahtangga sehingga kebutuhan
rumahtangga dan anak tercukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspitawati
(2009) bahwa perempuan mampu menjadi penyelamat keluarga di masa krisis
56
ekonomi dengan keuletan perempuan dalam berkreatifitas mencari tambahan
uang demi keluarganya (family generating income).
Separuh suami (50%) menyatakan merasa cukup bahagia dan bersyukur
dengan perkawinannya. Suami merasa cukup bahagia dan bersyukur dengan
perkawinannya dengan istri karena mempunya istri yang dapat membantu suami
dari segi keuangan. Sebesar 41,7 persen suami sering merasa bahagia dan
bersyukur dengan perkawinannya bersama istri karena merasa bangga terhadap
kerja keras istri untuk membantu keuangan keluarga meskipun istri harus bekerja
hingga ke luar negeri. Memiliki istri yang berjuang keras untuk membantu
mencukupi kebutuhan keluarga membuat suami sangat bahagia dan bersyukur
dengan perkawinannya dengan istri. Sisanya sebesar 8,3% persen suami
merasa tidak bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Suami
merasakan kepergian istri menjadi TKW membuat rumahtangga hancur. Hal ini
disebabkan istri pada awal mulanya mengirim kabar dan uang secara rutin
namun semakin lama istri bekerja suami tidak diberi kabar dan tidak dikirimkan
uang lagi secara rutin. Suami menganggap kemungkinan istri memiliki laki-laki
lain ditempat kerja yang pada akhirnya timbulah rasa kecewa serta perasaan
tidak bahagia dan tidak bersyukur dengan perkawinannya dengan istri (Tabel
19).
Tabel 19 Sebaran suami berdasarkan kualitas perkawinan suami-istri
1
No
Kualitas Perkawinan
2
3
Rata-rata
Skor
%
%
%
%
Kebahagiaan
1
Saya merasa bahagia dengan istri
40,0
5,0
1,50
55,0
2
Saya merasa bahagia dan bersyukur
8,3
41,7
2,33
50,0
dengan perkawinan saya
Kepuasan
1
Saya merasa puas dengan istri saya
35,0
3,3
1,42
61,7
2
Saya merasa puas dan bersyukur
11,7
40,0
2,28
48,3
dengan perkawinan saya
Keterangan : 1. Tidak bahagia/tidak puas 2. Cukup bahagia/puas 3. Bahagia/puas
Kepuasaan Perkawinan. Kepuasan yang diukur dalam penelitian ini
adalah perasaan puas suami terhadap istri dengan perasaan puas dan bersyukur
terhadap perkawinan antara istri dan suami. Berdasarkan data yang diperoleh
dari penelitian, pada Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami
(61,7%) merasa tidak puas dengan istri. Rasa kesepian dan kurang terpenuhinya
kebutuhan batin dan fisik suami menyebabkan suami tidak puas dengan istri. Hal
ini sesuai dengan teori Stoner dan Freeman (1994) menyatakan bahwa
57
kepuasan berfokus pada kebutuhan bathiniah yang memotivasi perilaku. Untuk
memuaskan kebutuhan, orang akan bertindak dengan cara-cara tertentu seperti
seorang laki-laki membutuhkan seks maka kebutuhan ini akan mendorong lakilaki untuk menikah dengan seorang perempuan. Dari hal tersebut maka
kebutuhan seks dapat terpenuhi (Tati 2004).
Sebesar 35 persen suami merasa cukup puas dengan istri. Hal ini
dikarenakan suami dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan istri.
Adanya komunikasi menimbulkan kepercayaan suami terhadap istri sehingga
tidak ada rasa curiga di antara suami dan istri. Menurut Duvall dan Miller (1985)
mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan meliputi (1) Ekspresif
afeksi yang terbuka satu sama lain, (2) Komunikasi yang bebas dan terbuka
antara pasangan, dan (3) Terjalinnya rasa saling percaya. Sisanya (3,3%) suami
merasa puas dengan istri karena suami menghargai tindakan istri yang rela
berkorban berpisah dengan suami untuk membantu mencari tambahan uang
dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga dan anak.
Hampir separuh suami (48,3%) merasa cukup puas dan bersyukur
dengan perkawinannya. Saat ini suami memiliki peran ganda yaitu menjadi ayah
dan ibu. Bagi suami ini adalah hal yang tidak mudah namun ini adalah
konsekuensi yang harus diterima karena keberangkatan istri menjadi TKW atas
persetujuan suami dan diputuskan secara musyawarah. Menurut Duvall dan
Miller (1985) mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan yaitu
tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain, keputusan dibuat bersama
atau bermusyawarah. Sebesar 40 persen suami mengatakan merasa puas dan
bersyukur dengan perkawinannya. Apapun keadaaan istri sekarang suami
merasa bahagia dan bersyukur perkawinnya dengan istri. Suami tidak
mempermasalahkan pekerjaan istri sebagi TKW karena istri bekerja demi
kebaikan yaitu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 11,7 persen suami tidak puas dan
bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Kepergian istri menjadi TKW
membuat suami menjadi resah hal ini dikarenakan tidak dapat mengontrol istri
secara dekat dan komunikasi antara suami dan istri hanya melalui media
komunikasi telepon seluler. Perpisahan antara suami dan istri dalam waktu yang
cukup
lama
dapat
menimbulkan
kesepian
dan
berdampak
terhadap
ketidakpuasan suami terhadap istri. Apabila hal itu terjadi dalam waktu yang
cukup lama, suami akan merasa pernikahannya dengan istri sia-sia karena istri
58
tidak dapat melayani suami dan tidak dapat menjadi ibu rumahtangga yang baik.
Pada akhirnya terjadi perselingkuhan bahkan suami akan menikah lagi dengan
perempuan lain. Cho et al (1996) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan
dipengaruhi oleh terpenuhinya harapan peran dari pasangan. Kepuasan
perkawinan pada wanita bekerja tergantung pada sikap peran seks istri dan
suami, umur anak, alasan wanita untuk bekerja, status pekerjaan suami, dan
ketersediaan pembantu rumahtangga.
Tabel 20 Sebaran suami berdasarkan kategori kualitas perkawinan
Tingkat Kualitas
Perkawinan
Kualitas Perkawinan
Kepuasan
Kebahagiaan
Rendah (≤33,33)
Sedang (33,34-66,67)
Tinggi (>66,68)
Min-max
Rataan ± SD
%
25,00
63,30
11,70
1-3
1,87±0,60
%
33,30
55,00
11,70
1-3
1,78±0,64
Kualitas
perkawinan
%
23,30
66,70
10,00
1-3
1,87±0,57
Kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami
merupakan aspek yang diukur dari kulitas perkawinan. Tabel 20 menunjukkan
bahwa lebih dari separuh suami (63,3%) merasakan kebahagiaan perkawinan
yang tergolong sedang, sebesar 25 persen berada pada kategori rendah, dan
sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Kepuasan perkawinan yang
dirasakan suami berada pada kategori sedang (55%). Sebanyak 33,3 persen
kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori rendah dan
sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian,
sebesar 66,7 persen keluarga contoh memiliki kualitas perkawinan yang
tergolong sedang, 23,3 persen tergolong rendah, dan 10 persen tergolong tinggi.
Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa kebahagiaan perkawinan yang
dirasakan suami cukup baik namun terkadang suami tidak merasakan
kebahagiaan
dalam
perkawinannya
dengan
istri.
Selain
itu,
kepuasan
perkawinan yang dirasakan oleh suami cukup baik namun terkadang suami tidak
merasakan
kepuasan
terhadap
perkawinannya
dengan
istri.
Hal
ini
menggambarkan, kualitas perkawinan yang dirasakan suami yaitu kadangkadang merasa bahwa kualitas perkawinan contoh dalam keadaan baik-baik saja
namun terkadang merasa kualitas perkawinan contoh berada pada kondisi yang
tidak baik.
59
Hubungan antara Variabel-variabel Penelitian
Hubungan Dukungan Sosial dengan Karakteristik Keluarga
Hubungan antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga dapat
dilihat pada Tabel 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang nyata dan positif antara umur ayah (r=0,332; p<0,05) dengan dukungan
sosial yang diterima dari keluarga inti. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
umur suami maka akan semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga inti.
Dukungan keluarga inti berasal dari dukungan anak kepada ayah begitupun
sebaliknya dukungan diberikan dari ayah kepada anak. Semakin tinggi umur
orangtua maka anak akan semakin banyak memberikan dukungan kepada
orangtua. Hal ini dikarenakan umur yang meningkat menyebabkan produktifitas
kerja orang tua menurun sehingga perlu diberikan dukungan dan perhatian
penuh kepada orang tua agar dapat terus bertahan hidup.
Tabel 21 menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,318;
p<0,05) antara jumlah keluarga dengan dukungan yang diberikan keluarga inti.
Hal ini berarti semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi
dukungan yang diberikan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga inti
kepada suami berasal dari anak atau begitupun sebaliknya dukungan yang
diberikan dari suami kepada anak. Anak merupakan orang terdekat bagi suami
saat istri telah menjadi TKW. Banyaknya dukungan yang diberikan keluarga inti
tergantung dari jumlah anggota keluarga dalam suatu keluarga. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula dukungan yang diberikan
keluarga inti kepada suami. Apabila suami memiliki banyak anak maka dukungan
yang diberikan kepada suami akan banyak. Banyaknya dukungan sosial yang
diterima anggota keluarga ketika krisis tergantung pada seberapa banyak
dukungan yang telah mereka berikan dari satu orang ke orang lain terutama
pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah memberikan sangat banyak
dukungan pada anak mereka selama dalam proses pengasuhan akan
mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et al. 1994 dalam
Galvin et al. 2003). Tidak terdapat hubungan nyata antara dukungan sosial yang
diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar dan tetangga
dengan karakteristik keluarga. Keluarga inti tidak memiliki hubungan nyata
dengan tingkat pendidikan ayah dan lama ibu menjadi TKW. Secara
keseluruhan,
dukungan
karakteristik keluarga.
sosial
tidak
memiliki
hubungan
nyata
dengan
60
Tabel 21 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan karakteristik
keluarga
Karakteristik Keluarga
Umur ayah
Pendidikan ayah
Jumlah anggota keluarga
Lama ibu jadi TKW
* signifikan pada p<0,05
* * signifikan pada p<0,01
Keluarga
Besar
-0,051
0,119
-0,211
0,066
Keluarga Inti
Tetangga
0,332**
0,021
0,318*
-0,074
0,203
0,172
-0,183
0,117
Dukungan
Sosial
0,233
0,129
-0,010
0,014
Hubungan antara Interaksi Suami-Istri dengan Karakteristik Keluarga
Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,332; p<0,05) antara pendapat
total keluarga per bulan dengan komunikasi suami-istri. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi pendapatan total keluarga per bulan maka semakin tinggi
komunikasi suami-istri. Komunikasi antara suami-istri dilakukan melalui media
komunikasi telepon seluler. Untuk berkomunikasi dengan istri, suami perlu
mengeluarkan biaya yang cukup banyak demi kelancaran komunikasi antara
suami-istri. Pendapatan total keluarga per bulan yang diperoleh sebagian
disisihkan untuk membeli pulsa yang nantinya akan dipakai untuk berkomunikasi
dengan istri yang berada di luar negeri. Semakin banyak total pendapatan
keluarga per bulan yang diperoleh maka semakin lancar komunikasi di antara
suami-istri karena suami dapat membeli pulsa untuk digunakan berkomunikasi
dengan istri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muladsih (2011) bahwa semakin
tinggi pendapatan maka semakin baik frekuensi komunikasi antar anggota
keluarga karena untuk melakukan komunikasi yang baik memerlukan biaya,
terutama jika jarak antar anggota keluarga berjauhan. Berdasarkan hasil
penelitian tidak terdapat hubungan yang nyata antara ikatan bonding suami-istri
dan interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga. Komunikasi suami-istri
tidak memiliki hubungan yang nyata dengan umur ayah dan lama ibu menjadi
TKW (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran koefisien korelasi antara interaksi suami-istri dengan
karakteristik keluarga
Karakteristik Keluarga
Umur ayah
Lama ibu jadi TKW
Pendapatan keluarga
* signifikan pada p<0,05
* * signifikan pada p<0,01
Komunikasi
0,031
-0,185
0,332**
Bonding
0,002
-0,025
0,014
Interaksi
Suami-Istri
0,020
-0,128
0,213
61
Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Karakteristik Keluarga
Tidak terdapat hubungan yang nyata antara kebahagiaan dan kepuasan
perkawinan dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan
pendapatan total keluarga per bulan). Suami tidak merasakan kebahagiaan dan
kepuasan dalam hidupnya yang berasal dari karakteristik keluarga namun akan
merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang diperoleh melalui
keberadaan sang istri di samping suami. Selain itu, suami merasakan
kebahagian dan kepuasan perkawinan saat kebutuhan biologis mereka
terpenuhi. Rusman (2010) menyatakan bahwa kebahagiaan perkawinan
menyangkut aspek hubungan antara suami dan istri, khususnya seks. Hasil
penelitian Dobson mengatakan bahwa seks merupakan lima masalah terbesar
yang ada dalam kehidupan berumahtangga (Kuntaraf dan Kuntaraf 1999).
Secara keseluruhan, kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan) tidak
memiliki hubungan yang nyata dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah,
pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga per bulan).
Tabel 23 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan
karakteristik keluarga
Karakteristik Keluarga
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
Pendapatan keluarga
* signifikan pada p<0,05
Kebahagiaan
Perkawinan
0,070
0,127
0,010
Kepuasan
Perkawinan
0,006
0,073
0,016
Kualitas
Perkawinan
0,042
0,113
0,015
Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Interaksi Suami-Istri
Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif
antara dukungan yang diberikan keluarga besar (r=0,421; p<0,05) dengan ikatan
bonding suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan
sosial yang diberikan keluarga besar dan tetangga maka semakin tinggi ikatan
bonding di antara suami-istri. Friedman et al. (1999) mengatakan bahwa
keluarga besar memiliki fungsi pendukung untuk seluruh anggota keluarganya.
Sumber dukungan utama yang potensial diperoleh dalam keluarga karena dalam
keluarga
memiliki
fungsi-fungsi
dukungan
tertentu
yang
tidak
berubah
(Puspitawati dan Herawati 2009). Dukungan yang diberikan keluarga besar
berupa kepedulian dan perhatian yang tinggi, memberikan semangat hidup
selama istri bekerja sebagai TKW, dan selalu mengatakan sesuatu yang dapat
membuat suami tenang dan merasa dihargai akan membuat ikatan bonding
antara suami dan istri terjaga dengan baik.
62
Terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan sosial yang
diberikan tetangga dengan ikatan bonding antara suami-istri (r=0,447; p<0,05)
dan interaksi suami-istri (r=0,264; p<0,05). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
dukungan yang diberikan tetangga kepada suami maka semakin tinggi pula
ikatan bonding dan interaksi di antara suami-istri. Integrasi sosial adalah
dukungan sosial berupa perasaan memiliki suatu kelompok yang dimana
memungkinkan terjadinya berbagi minat, perhatian dan melakukan kegiatan yang
reaktif secara bersama-sama (Cutrona 1996). Dukungan sosial tetangga ini
didapat dari teman dekat atau tetangga yang memiliki hubungan yang harmonis
dan akrab dan memiliki persamaan nasib. Adapun dukungan yang diberikan
tetangga kepada suami berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan
perasaan aman terutama ketika istri menjadi TKW, bertukar pikiran dan berbagi
masalah, banyak memberikan nasihat dan saran ketika suami menghadapi
masalah, dan teman-teman mau mendengarkan masalah yang sedang dihadapi
suami akan memberikan perasaan yang nyaman dan tentram dihati suami.
Persamaan nasib yang dimiliki yaitu istri bekerja sebagai TKW antara suami
dengan tetangga membuat suami berpikir untuk mempertahankan bonding dan
interaksi di antara suami dan istri. Adanya dukungan dari tetangga membuat
suami untuk selalu menjaga komunikasi dan kesetiaan terhadap istri serta
merasa terikat perasaan dengan istri. Keluarga dan teman berperan dalam
memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu membutuhkan dukungan
yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki banyak dukungan lebih
baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta pengalaman yang
menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001).
Tabel 24 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan interaksi
suami-istri
Variabel
Komunikasi suami-istri
Bonding suami-istri
Interaksi suami-istri
* signifikan pada p<0,05
* * signifikan pada p<0,01
Keluarga
Besar
0,168
0,421**
0,207
Keluarga
Inti
0,192
0,094
-0,019
Tetangga
0,244
0,447**
0,264*
Dukungan
Sosial
0,116
0,255**
0,210
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara (r=0,255; p<0,05)
dukungan sosial dengan ikatan bonding di antara suami-istri. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi ikatan bonding di
antara suami-istri. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa
63
dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan
yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang
terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan,
perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat
pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup (1) Emotional support
yaitu
mengarahkan
individu
agar
percaya
bahwa
dirinya
dikasihi
dan
diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar percaya bahwa
dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu mengarahkan individu
agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan komunikasi yang
melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976 dalam McCubbin
dan Thompson 1988). Adanya dukungan sosial yang diberikan akan membuat
suami mempertahankan ikatan bonding di antara suami dan istri (Tabel 24).
Komunikasi suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan dukungan
sosial baik yang berasal dari dukungan keluarga besar, keluarga inti, dan
tetangga. Ikatan bonding suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan
dukungan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga besar dan keluarga
inti tidak memiliki hubungan yang nyata dengan interaksi suami-istri. Secara
keseluruhan dukungan sosial tidak memiliki hubungan yang nyata dengan
interaksi suami-istri.
Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Dukungan Sosial
Tabel 25 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara
kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan dukungan sosial. Hal itu diduga
bahwa suami tidak merasakan kebahagian dan kepuasan perkawinan dalam
hidupnya yang berasal dari dukungan sosial namun suami akan merasakan
kebahagiaan dan kepuasan perkawinan pada saat istri ada di samping suami.
Menurut Paruntu (1998) bahwa kebahagiaan bersifat relatif dan subyektif yang
dialami oleh pasangan suami-istri. Olson dan Hamilton (1968) menyatakan
bahwa kepuasan perkawinan yaitu perasaan yang subyetif akan kebahagiaan,
kepuasan, serta pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing
pasangan yang mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam perkawinan
tersebut (Paruntu 1998). Selain itu, kepuasan perkawinan bergerak pada sebuah
kontinum dari sangat puas hingga pada sangat tidak puas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara subyektif suami lebih banyak menyatakan rasa
kebahagiaan dan kepuasan diperoleh saat istri ada di samping suami dan
kebutuhan seksual mereka terpenuhi. Cho et al. (1996) menyatakan kepuasan
64
perkawinan diperoleh melalui terpenuhinya harapan peran pasangan mengenai
peran seksual dan emosional suami.
Tabel 25 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan
dukungan sosial
Variabel
Kebahagiaan Perkawinan
Kepuasan Perkawinan
Kualitas Perkawinan
* signifikan pada p<0,05
* * signifikan pada p<0,01
Keluarga Besar
0,083
0,164
0,007
Keluarga Inti
0,075
-0,029
-0,117
Dukungan Sosial
0,007
0,035
0,024
Hubungan antara Interaksi Suami-Istri dengan Kualitas Perkawinan
Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara
komunikasi suami-istri dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,327; p<0,05) dan
kepuasan perkawinan (r=0,281; p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi
komunikasi antara suami-istri maka semakin tinggi kebahagiaan dan kepuasan
perkawinan yang dirasakan suami. Pasangan akan merasakan kebahagiaan
perkawinan bersama pasangannya apabila komunikasi di antara keduanya
disertai dengan adanya pengertian, rasa cinta, suasana relasi yang nyaman,
simpati, loyalitas serta adanya rasa saling membutuhkan kebersamaan. Apabila
tidak disertai dengan hal tersebut maka dapat menimbulkan rasa kesepian
sekalipun secara fisik berdekatan. Melalui sistem komunikasi yang terbentuk
dengan baik maka setiap pasangan akan selalu merasakan kebersamaan
meskipun terpisah oleh jarak maupun waktu (Duvall dan Miller 1985). Bell (1986)
dalam Paruntu (1998) mengatakan akan pentingnya komunikasi dalam
mempengaruhi kepuasan perkawinan. Kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh
adanya kesempatan yang dimiliki oleh suami dan istri dalam mengekspresikan
kepribadiannya masing-masing. Adanya kesepakatan dan persamaan di antara
pasangan merupakan hal penting meskipun identitas diri secara pribadi tetap
perlu diperhatikan. Suami dan istri merupakan sumber afeksi bagi diri mereka
sebagai pasangan, melalui cinta dan afeksi, pasangan dapat mempertahankan
perasaan saling membutuhkan di antara keduanya.
Ikatan bonding memiliki hubungan nyata dan positif dengan kebahagiaan
perkawinan (r=0,371; p<0,05), kepuasan perkawinan (r=0,384; p<0,05), dan
kualitas perkawinan (r=0,318; p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi ikatan bonding antara suami dan istri maka semakin tinggi kebahagiaan
perkawinan, kepuasan perkawinan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan
suami. Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) mengemukakan bahwa
terdapat hubungan positif antara kedekatan suami-istri dengan kepuasan
65
perkawinan. Oleh karena itu, adanya ikatan bonding yang kuat antara suami-istri
memberikan kepuasan terhadap suami. Ikatan bonding yang terjadi di antara
suami-istri terlihat saat suami mendoakan keselamatan dan kesehatan istri
selama jadi TKW, menjaga kesetiaan terhadap istri, merasa terikat perasaan
dengan istri, bermimpi istri, merasa kesepian saat ditinggal istri terlalu lama,
merindukan istri, selalu mengingat hari-hari spesial saat bersama istri, dan setiap
malam saya selalu teringat istri. Adanya ikatan bonding yang kuat dan terjaga
dengan baik antara suami dan istri akan menimbulkan kebahagiaan dalam diri
suami. Ikatan bonding di antara suami dan istri akan menimbulkan kepuasan
dalam perkawinan hal ini dikarenakan suami merasa meskipun dipisahkan antara
jarak dan waktu ikatan bonding di antara suami dan istri tetap terjaga dengan
baik. Selain itu, apabila kepuasan dan kebahagiaan suami tercapai karena
adanya ikatan bonding yang baik di antara suami-istri maka kualitas perkawinan
pun tercapai. Davidson et al. mengatakan bahwa kedekatan di antara suami-istri
memberikan efek terhadap hubungan perkawinan (Kammeyer 1987).
Tabel 26 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan interaksi
suami-istri
Variabel
Kebahagiaan Perkawinan
Kepuasan Perkawinan
Kualitas Perkawinan
* * signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
Komunikasi
Bonding
0,327**
0,281*
0,207
0,371**
0,384**
0,318*
Interaksi
Suami-Istri
0,270*
0,258*
0,301*
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara interaksi suami-istri
dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,270; p<0,05) dan kepuasan perkawinan
(r=0,258; p<0,05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi
di antara suami-istri maka semakin tinggi kebahagiaan dan kepuasan
perkawinan. Interaksi suami-istri ditinjau dari dua hal yaitu komunikasi dan ikatan
bonding di antara suami-istri. Adanya interaksi yang terjadi di antara suami-istri
akan memberikan kebahagiaan dan kepuasan kepada suami dan istri.
Montgomery (1981) menjelaskan adanya hubungan antara kualitas interaksi
komunikasi dengan kualitas perkawinan yang berarti pasangan yang memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maka akan semakin baik hubungan
atau kedekatan di antara suami-istri yang berdampak terhadap kebahagiaan
yang dirasakan keduanya (Kammeyer 1987). Meskipun suami dan istri terpisah
oleh jarak dan waktu, mereka tetap dapat berinteraksi melalui media komunikasi
telepon
seluler.
Media
tersebut
mempermudah
keduanya
untuk
tetap
66
mempertahankan kedekatan dan rasa kepercayaan di antara suami dan istri
(Tabel 26). Media merupakan komponen penting dalam proses komunikasi
dengan adanya media dapat memecahkan segala kendala baik kendala waktu,
ruang, dan jarak (Guhardja et al. 1989).
Tabel 26 menunjukkan terdapat hubungan yang nyata dan positif
(r=0,301; p<0,05) antara interaksi suami-istri dengan kualitas perkawinan yang
dirasakan contoh. Hal ini berarti, semakin tinggi interaksi suami-istri maka
semakin tinggi kualitas perkawinan yang dirasakan contoh. Komunikasi yang
baik adalah kunci dalam interaksi keluarga dan sangat diperlukan dalam
hubungan perkawinan (Powers dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983).
Komunikasi yang baik antara suami dan istri merupakan sebuah elemen penting
dalam menentukan kualitas sebuah pernikahan (Lewis and Spanier 1979 dalam
Laswell dan Laswell 1987). Interaksi (komunikasi dan ikatan bonding) di antara
suami dan istri yang baik dan dilakukan secara rutin akan berdampak positif
terhadap kualitas perkawinan yang dirasakan contoh. Pasangan yang memiliki
kecakapan berkomunikasi yang baik dapat memperbaiki hubungan mereka.
Seiring hubungan yang membaik, pasangan tersebut akan lebih termotivasi
untuk memperbaiki komunikasi mereka (Montgomery 1981 Kammeyer 1987).
67
PEMBAHASAN UMUM
Kemiskinan adalah permasalahan yang selalu terjadi di suatu negara dan
salah
satunya
terjadi
di
Negara
Indonesia.
Dampak
dari
kemiskinan
menyebabkan keluarga di Indonesia diharuskan melakukan penyesuaian agar
dapat memperoleh hidup yang lebih baik secara ekonomi. Desakan ekonomi
inilah yang menyebabkan istri turut berpartisipasi dalam mencari nafkah untuk
memperoleh kehidupan keluarga yang lebih baik. Salah satu strategi yang
digunakan oleh istri untuk memperbaiki ekonomi keluarga yaitu dengan menjadi
TKW (Tenaga Kerja Wanita) di luar negeri.
Kepergian istri menjadi TKW menyebabkan terjadinya perubahan struktur
dan fungsi dalam keluarga. Perubahan struktur keluarga menyebabkan suami
harus berperan ganda sebagai pencari nafkah, merawat anak, dan mengasuh
anak. Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di dalam suatu
keluarga meliputi peran instrumental yang dilakukan suami atau bapak serta
peran emosional atau ekspresif yang biasanya diperankan oleh istri atau ibu.
Peran instrumental telah dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk
keberlangsungan hidup seluruh keluarga. Peran emosional ekspresif yaitu peran
pemberi cinta, kelembutan, serta kasih sayang (Megawangi 1999).
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN
1996) mengemukakan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga
yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi
keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi
reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi
pembinaan lingkungan. Saat istri menjadi TKW fungsi-fungsi tersebut mengalami
perubahan dan tidak berfungsi secara optimal karena hilangnya peran istri dalam
menjalankan fungsi-fungsi tersebut.
Perubahan peran dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW
dikarenakan adanya tujuan yang diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk
memperoleh nasib yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga
dalam segi materi. Pendekatan struktural fungsional mengakui adanya segala
keberagaman dalam kehidupan sosial serta masing-masing akan memiliki
fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi yang terjadi dalam suatu keluarga tidak
untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan namun untuk
mencapai tujuan bersama (William F. Ogburn dan Talcot Parsons dalam
Megawangi 1999). Adanya perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga
68
menjadi tantangan bagi keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan
adaptasi atas perubahan tersebut. Keluarga dapat berfungsi dengan baik dan
sebagaimana mestinya meskipun terjadi perubahan peran dan fungsi dalam
keluarga apabila dapat mematuhi dan menjalankan persyaratan struktural
fungsional yaitu meliputi diferensiasi peran, alokasi solidaritas, alokasi ekonomi,
alokasi politik, dan alokasi integrasi dan ekspresi (Levy dalam Megawangi 1999).
Suami memerlukan dukungan sosial agar dapat mencapai keberhasilan
dalam menjalankan fungsi keluarga dan dukungan tersebut diperoleh secara
penuh dari keluarga inti. Dukungan keluarga inti merupakan dukungan yang
diberikan oleh suami kepada anak atau dari anak kepada suami. Dukungan yang
diberikan anak kepada suami akan semakin tinggi apabila umur suami semakin
tua dan saat suami memiliki jumlah anggota keluarga (anak) dalam jumlah yang
banyak. Dukungan yang diberikan oleh keluarga besar dan tetangga dirasakan
cukup baik oleh suami dan dukungan ini dapat memberikan kelancaran dan
kesuksesan suami dalam melalui peristiwa dan perubahan dalam kehidupan
yang sangat menegangkan atau buruk. Menurut Firestone dan Weinstein (2008)
mengatakan bahwa dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan
dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola
perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan
perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan.
Kepergian istri menjadi TKW, membawa perubahan terhadap pola
komunikasi yang terjadi di antara suami-istri. Hasil analisis menunjukkan bahwa
perpisahan
suami
berkomunikasi
dan
karena
istri
bukanlah
adanya
media
hambatan
bagi
telekomunikasi
keduanya
untuk
handphone
yang
memudahkan mereka untuk berkomunikasi sehingga ikatan bonding di antara
keduanya dapat tetap terjaga dengan baik. Suami memerlukan biaya untuk
membeli pulsa agar dapat berkomunikasi dengan istri melalui handphone.
Pendapatan total keluarga yang meningkat menyebabkan tingginya komunikasi
yang terjalin di antara suami-istri meningkat karena suami dapat membeli pulsa
untuk berkomunikasi dengan istri ke luar negeri. Disisi lain, penelitian
menggambarkan bahwa tingginya dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti,
tetangga, dan PJTKI) yang diberikan kepada suami menyebabkan tingginya
ikatan bonding suami-istri. Dukungan sosial yang diberikan memberikan dampak
positif pada suami untuk mempertahankan kedekatan hubungan melalui interaksi
komunikasi yang baik dengan istri.
69
Keterkaitan antara interaksi suami-istri dengan kualitas perkawinan
memberikan dampak yang positif yaitu tingginya interaksi di antara suami-istri
mengakibatkan pula tingginya kualitas perkawinan. Interaksi yang baik antara
suami-istri
akan
membawa
suami
kepada
kepuasan
dan
kebahagiaan
perkawinan sehingga contoh akan memperoleh kualitas perkawinan yang baik.
Montgomery (1981) menjelaskan adanya hubungan hubungan antara kualitas
komunikasi dengan kualitas perkawinan yang berarti pasangan yang memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maka akan semakin baik hubungan
di antara suami-istri yang berdampak terhadap kebahagiaan yang dirasakan
keduanya (Kammeyer 1987). Komunikasi yang baik adalah kunci dari interaksi
keluarga dan dalam hubungan perkawinan (Powers and Hutchinson 1979 dalam
Laswell dan Laswell 1987). Kepergian istri menjadi TKW memberikan dampak
positif kepada keluarga yaitu pendapatan yang diperoleh istri melalui
pengorbanannya sebagai TKW dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga
(Setioningsih 2010). Namun disisi lain, dampak negatif yang dirasakan suami
yaitu menurunnya kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan
suami. Dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI)
yang diberikan tidak memiliki hubungan dengan kebahagiaan dan kepuasan
yang dirasakan oleh suami. Kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan suami
bersifat relatif dan subyektif. Oleh karena itu, meskipun banyaknya dukungan
sosial yang diberikan kepada suami namun tidak dapat menggantikan rasa
kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan suami karena kehadiran istri di
samping suami yang dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan.
Menurunnya kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang dirasakan suami
berdampak pula pada kualitas perkawinan yang dirasakan oleh suami.
Sebaiknya pemerintah memberikan kebijakan yang lebih lanjut baik yang bersifat
holistik maupun solutif. Solusi preventif dan kuratif yang dapat diberikan oleh
penulis kepada pemerintah yaitu: (1) Memberikan persiapan atau pelatihan
terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri untuk menjadi TKW. Hal ini guna
meminimalisir kehancuran atau perpecahan dalam rumahtangga dan (2)
Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi perempuan maupun
organisasi lain agar dapat mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI
saja. Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa istri memiliki tanggung jawab
terhadap suami dan anak.
70
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat dijadikan
perbaikan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Keterbatasan-keterbatasan
tersebut yaitu:
1. Penarikan contoh dengan menggunakan teknik snowball hanya mewakili
sebagian kecil saja populasi TKW di Kabupaten Sukabumi seharusnya
penarikan contoh menggunakan teknik random sampling agar didapat
data yang lebih mewakili populasi.
2. Tidak membedakan dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas
perkawinan sebelum dan setelah istri menjadi TKW.
3. Responden yang diwawancarai adalah suami sehingga penelitian ini
hanya mengukur semua variabel berdasarkan perceived (yang dirasakan)
suami/ayah saja, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan namun
dengan keterlibatan istri (TKW) sebagai responden agar memperoleh
informasi yang lebih jelas dan seimbang.
71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga contoh meliputi umur, pendidikan, pendapatan total keluarga,
besar keluarga, dan lama kerja istri sebagai TKW. Persentase terbesar
suami dan istri berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun). Ratarata pendidikan suami dan istri berada pada jenjang pendidikan SD
sampai SMP. Rata-rata pendapatan total keluarga saat istri menjadi TKW
lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan total keluarga sebelum istri
berangkat menjadi TKW. Sebagian besar keluarga contoh berada pada
kategori keluarga kecil. Hampir seluruh contoh termasuk ke dalam
kategori keluarga inti. Lama kerja istri menjadi TKW berkisar antara satu
sampai dua tahun. Hal yang memotivasi istri untuk menjadi TKW adalah
untuk menambah penghasilan keluarga, memenuhi kebutuhan keluarga,
menjadi perempuan mandiri, dan untuk merubah status sosial ekonomi
keluarga.
2.
Dukungan sosial terbagi menjadi dukungan keluarga besar, keluarga inti,
tetangga, dan PJTKI. Dukungan sosial yang diberikan keluarga besar
kepada suami berada pada kategori tinggi dan sedang. Dukungan yang
diberikan keluarga inti kepada suami berada pada kategori tinggi
sedangkan dukungan dari tetangga berada pada kategori sedang.
Dukungan yang diberikan PJTKI kepada contoh berada pada kategori
rendah. Interaksi suami-istri dilihat dari dua hal yaitu komunikasi dan
ikatan bonding antara suami-istri. Komunikasi di antara suami-istri yang
dirasakan oleh suami berada pada kategori sedang, sedangkan ikatan
bonding di antara suami-istri berada pada kategori tinggi. Kebahagiaan
dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami berada pada
kategori sedang. Secara keseluruhan, dukungan sosial yang diberikan
kepada suami berada pada kategori sedang, interaksi suami-istri yang
dirasakan suami berada pada kategori tinggi, dan kualitas perkawinan
dirasakan suami berada pada kategori sedang.
3.
Umur ayah, umur ibu, dan jumlah keluarga memiliki hubungan nyata dan
positif dengan dukungan yang diberikan dari keluarga inti. Pendapatan
total keluarga memiliki hubungan nyata dan positif dengan komunikasi
suami-istri. Kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan) tidak
72
memiliki hubungan nyata dengan karakteristik contoh (pendidikan ayah,
pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga).
4.
Dukungan yang diberikan keluarga besar dan tetangga memiliki
hubungan yang nyata dan positif dengan ikatan bonding di antara suami
dan istri. Dukungan yang diberikan tetangga kepada suami memiliki
hubungan nyata dengan interaksi suami-istri. Secara keseluruhan
dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI)
memiliki hubungan nyata dan positif dengan ikatan bonding yang terjadi di
antara suami-istri. Kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki
hubungan yang nyata dengan dukungan sosial baik dukungan sosial dari
keluarga besar, keluarga inti, tetangga maupun dari PJTKI. Interaksi
suami-istri yang ditinjau dari komunikasi dan ikatan bonding di antara
suami-istri memiliki hubungan nyata dan positif dengan kualitas
perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan).
Saran
1.
Berdasarkan temuan yang dihasilkan maka diperlukan penelitian lanjutan
mengenai analisis hubungan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan
kualitas perkawinan sebelum dan sesudah istri menjadi TKW pada keluarga
TKW. Selain itu, teknik pengambilan contoh menggunakan teknik random
sampling agar didapat data yang lebih mewakili populasi.
2.
Faktor ekonomi merupakan faktor yang mendorong para istri untuk ikut
berpartisipasi dalam dunia kerja dalam mengatasi ketidakstabilan ekonomi
yang
disebabkan
oleh
kurangnya
pendapatan
keluarga,
situasi
perekonomian negara yang tidak stabil atau karena kebutuhan keluarga
yang sangat banyak. Tidak jarang karena adanya desakan ekonomi, banyak
istri yang berusaha rela berpisah dengan suami dengan harapan dapat
memperbaiki nasib serta memperjuangkan hidup agar lebih mapan. Melihat
hal itu, sebaiknya selain adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan
persiapan atau pelatihan kepada istri sebagai calon TKW perlu pula adanya
kebijakan dari pemerintah untuk memberikan persiapan atau pelatihan
terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri untuk menjadi TKW. Hal ini
guna meminimalisir kehancuran atau perpecahan dalam rumahtangga.
3.
Sebaiknya ada peran serta dari organisasi perempuan maupun organisasi
lain agar dapat mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI saja. Selain
73
itu perlu ditekankan pula bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap
suami dan anak.
4. Kepergian istri memberikan dampak negatif terhadap keluarga yang
ditinggalkan. Berbagai masalah akan timbul baik masalah fisik ataupun
masalah psikologis. Oleh karena itu, perlu adanya konseling keluarga yang
diadakan oleh aparat pemerintah setempat.
75 DAFTAR PUSTAKA
Alie,
Marzuki. 2010. TKI, Permasalahan antara Beban
http://www.scribd.com/doc/60927605/TKI-marzuki-alie.
2011]
dan Kewajiban.
[20 Agustus
Anonym. 2008. Kabupaten Sukabumi. http://www.kabupatensukabumi.go.id
[diakses September 2011].
Antonnucci. 2001. Social relations: an examination of socoal networks, social
support and sense of control. Didalam : Birren J E & Schale K W. Abeles
R P, Gatz M & Salthouse, editor. Handbook of the Psychology of Aging.
Ed ke-5. California: Elsevier Science USA Academic Press. Hlm 430538.
Aprilianti, E. 2007. Analisis Tingkat Stres dan Strategi Koping pada Suami yang
Istrinya Bekerja sebagai TKW di Luar Negeri [skripsi]. Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
BKKBN. 1996. Pemantapan Fungsi Keluarga menuju Terbentuknya Keluarga
Sejahtera: Kajian Aplikasi dan Kriteria Implementasi Delapan Fungsi
Keluarga. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statsitik. 2008. Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia. http://www.bps.go.id [diakses September 2011].
_______________________. 2010. Jumlah Calon TKI/TKW yang Sudah
Diseleksi Per bulan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Sukabumi,
Tahun 2009. Jakarta, BPS.
_______________________. 2010. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin,
Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks
Keparahan
Kemiskinan
(P2)
Menurut
Provinsi,
2010.
http://www.bps.go.id [diakses September 2011].
________________________. 2011. Selama 16 Hari GPK Tangani 955 TKI
Bermasalah. http://www.bps.go.id [diakses September 2011].
________________________. 2011.Kepala BNP2TKI: Penempatan TKI Formal
Sealam Agustus Meningkat 44 Persen. http://www.bps.go.id [diakses
September 2011].
Burgess, E. W., Harvey, J. Locke. 1960. The Family Second Edition. New York:
American Book Company.
BNP2TKI. 2010. Kabupaten Terbanyak TKI Jawa Barat dalam Peluncuran 1
Pintu. http://www.bnp2tki.go.id [diakses Januari 2011].
Cho, Eun, B., Shin, Hwa-Yong.1996. Marriage and Family Review: Family
Research and Theory in Korea. International Journal of Marriage and
Family, 22, 1-2 pg, 10-136, 35 pgs.
Cutrona. 1996. Social Support in Couples. USA: Sage Publications, Inc.
Dimas.
2010. Ditinggal Istri jadi TKW, Cabuli Gadis
http://www.poskota.co.id [diakses September 2011].
Tetangga.
Disnakertrans. 2008. Daftar calon TKI Asal Kecamatan Cisaat Tahun 2008.
76
Duvall, E. M., Miller, B. C. 1985. Marriage and Family Development. New York:
The Macmillan Company.
Elder, Jr., Glen, H., Lorenz, F. O., Conger, R. D., Simon, R. L., Whitbeck, L. B.
1991. Economic Pressure and Marital Quality: An illustration of the
Method Variance Problem in the Causal Modelling of Family Processe.
Journal of Marriage and the Family 53 (May 1991): 375-388.
Departement of Sosiology. University of North Caroline Chapel Hill.
Kertamuda, E. F. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta:
Salemba Humanika.
Fatkhulmuin. 2011. Kisah Rudi Hartono Dari Jepara, Istrinya 6 Tahun Menghilang
Setelah jadi TKW Di Malaysia. http://kabarseputarmuria.lokal.detik.com
[diakses September 2011].
Firestone, G., Weinsten, J.2008. In The Best Interest Of Children: A Proposal to
Transform the Adversarial System. Journal of Resolving Family Conflict.
Murphy JC. Editor. USA: Asghate.
Fitasari. 2004. Strategi Keluarga Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup,
Gizi Balita dan Tingkat Kepuasan Keluarga [skripsi]. Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Friedman, M., Bowden, V. R., Jones, E. 1999. Family Nursing; Research, Theory
and Practice. Michigan: Prentice Hall.
Galvin, Bylund, Brommel. 2003. Fammily Communication: Cohesion and
Change. Ed ke-6. Boston: Pearson Education Inc.
Guhardja, S., Puspitawati, H., Hartoyo, Mertianto, D. H. 1989. Manajemen
Sumber daya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Handayani, T., Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Surya
Dharma, editor. Malang: UMM Press.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Jurnal
Sukabumi.
2009.
Kasus
http://radiocbs1077.multiply.com Perceraian
Meningkat.
Kammeyer, K. C. W. 1987. Marriage and Family: A Foundation for Personal
Decisions. Allyn Bacon, Inc.
Klein, D. M., White, J. M., 1996. Family Theories: An Introduction. United States
of America (US): Sage Publications, Inc.
Knox, D. 1985. Choice In Relationships “An Introduction To Marriage And The
Family”. Minnesota: West Publishing Company.
Kuntaraf, K. H. L., Kuntaraf J.1999. Komunikasi Keluarga: Kunci Kebahagiaan
Anda. Bandung; Indonesia Publishing House.
Laswell, M., Laswell, L. 1987. Marriage and the Family. California: Wordswort
Publishing Company.
Luthfiyasari, A. 2004. Peran Instrumental dan Ekspresif Orangtua serta
Hubungannya dengan Sikap dan Perilaku Remaja pada Keluarga
dengan Ibu Bekerja di Luar Negeri (TKW) [skripsi]. Program Studi Gizi
77 Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
LPPM UM PONOROGO. 2009. Pergeseran Peran Dan Fungsi Suami Terhadap
Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Luar
Negeri. http://lppm-ump.blogspot.com [diakses September 2011].
McCubbin, I. H., Anne, Thompson. (1988). Family Types and Family Strengths :
A Life Cycle and Ecological Perspective.USA : Bellwether Press.
Megawangi, R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tenteng Relasi
Gender. Bandung: Mizan
Muladsih, O. R. 2011. Pola Komunikasi, Pengambilan Keputusan, dan
Kesejahteraan Keluarga Jarak Jauh pada Mahasiswa Pascasarjana IPB
[skripsi]. Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Bogor: Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Nurani.
2004. Pengaruh Kualitas Perkawinan, Pengasuhan Anak dan
Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Anak [tesis]. Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nurcahyanti, F. W. 2010. Manajemen konflik Rumah Tangga. Yogyakarta: PT
Bintang Pustaka Abadi.
Olson, D. H. 2002.Tujuh Tipe Perkawinan, http://www.intisari.com.
Paruntu, Anastasia S. M. 1998. Hubungan Antara Komunikasi Intim dengan
Kepuasan Perkawinan [skripsi]. Fakultas Psikologi, Universitas
Indonesia Depok.
Pelita. 2011. Pengadilan Agama Sukabumi Menerima 402 Permohonan
Cerai.http://www.pelitaonline.com [diakses September 2011].
Puspitawati, H. 2007. Konsep dan Teori Gender. Diktat Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor.
Puspitawati, H., Herawati, T. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Diktat Kuliah.
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Puspitawati, H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam
Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Radar Sukabumi. 2010. Sebulan, PA Cetak 40 Janda. http://radarsukabumi.com
[diakses September 2011].
Republika. 2009. Kiriman Uang TKI SUkabumi Capai
http://koran.republika.co.id [diakses Agustus 2011].
Rp
317
M.
Rice, F. P. 1983. Contemporary Marriage. USA: Allyn and Bacon, Inc.
Rimanews. 2010. TKW Indonesia Terus Berjatuhan jadi Korban Kriminal di Arab
Saudi. http://m.rimanews.com [diakses September 2011].
Ritongga, K. M. 2007. Kajian Ketahanan Keluarga petani : Hubungan
Kesejahteraan Keluarga dengan Kualitas Perkawinan [skripsi]. Program
Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
78
Rusman, M. 2010. Pengaruh Relasi Gender dan Tingkat Stres Istri terhadap
Kualitas Perkawinan pada Keluarga Penerima Program Keluarga
Harapan (PKH) [skripsi]. Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen.
Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sauri, S. 2008. Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: PT
Genesindo.
Saxton. 1990. The Individual, Marriage, and Family (7th ed). California: A Division
of Wadsworth, Inc.
Septiana, S. Setioningsih. 2010. Analisis Fungsi Pengasuhan dan Interaksi
dalam Keluarga Terhadap Kualitas Perkawinan dan Kondisi Anak pada
Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) [skripsi]. Departemen Ilmu
keluarga dan Konsumen. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Smart, L. S., Smart, M. S. 1980. Families Developing Relationships Seconds
Edition. New York: Macmillan Publisjing Co, Inc.
Soemarno, Soedarsono.1997. Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga
sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional. Interma: Jakarta.
Surbakti, E. B. 2008. Sudah Siapkah Anda Menikah. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Suryaputra, Wahyu. 2011. Gangguan Cemas Menyeluruh Pada Pasien dengan
Penyakit DM, Hipertensi dan TB Paru. http://www.fkumyecase.net.com
[diakses September 2011].
Susmayanti, T. 1995. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
perkawinan pada istri bekerja dan tidak bekerja [tesis]. Bogor Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tati. 2004. Pengaruh Tekanan Ekonomi keluarga, Dukungan Sosial, dan Kualitas
Perkawinan terhadap Pengasuhan Anak [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Wahid,
M. U., Aristianti, L. 2010. Istri TKW, Anak
http://www.indosiar.com [diakses September 2011].
jadi
Sasaran.
Wikipedia. Kota Sukabumi. http://id.wikipedia.org/wiki/ [diakses September 2011].
79 LAMPIRAN
81 Lampiran 1 Pengukuran Variabel
1. Data karakteristik sosial demografi keluarga meliputi karakteristik istri
(umur, pendidikan, pekerjaan, dan riwayat sebgai TKW), karakteristik
suami dan keluarga (umur, pendidikan, karakteristik suami dan keluarga
(umur, pendidikan, pekerjaan, dan besaran keluarga), dukungan sosial
(keluarga luas, tetangga, PJTK), interaksi dalam keluarga (komunikasi
dan bonding suami istri), dan kualitas perkawinan (kebahagiaan
perkawinan dan kepuasan perkawinan). Besar keluarga digolongkan
berdasarkan BKKBN (1996) yang terdiri atas tiga kategori yaitu keluarga
kecil yang terdiri dari kurang dari sama dengan empat anggota keluarga,
keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga lima sampai dengan
tujuh orang, dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari sama dengan
delapan orang. Usia suami dan istri dibagi kedalam tiga kelompok
menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa
awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang
secara hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya
berada pada usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia
61 tahun ke atas. Tingkat pendidikan suami dan istri yaitu tingkat
pendidikan formal terakhir yang dicapai yaitu tidak pernah sekolah, tidak
tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tamat SMA, dan lulus
perguruan tinggi (S1). Jenis pekerjaan suami, baik pekerjaan utama
maupun sampingan yaitu wiraswasta, petani, buruh, pedagang namun
adapula yang tidak memiliki pekerjaan. Jenis pekerjaan istri yaitu
pembantu rumah tangga, buruh, perawat kesehatan, pengasuh anak,
kerja restoran, dll. Pendapatan contoh merupakan total pendapatan dari
pendapatan suami, istri, dan anak per bulannya yang digolongkan
berdasarkan UMR Kabupaten Sukabumi tahun 2010. Pendapatan
perkapita perbulan diperoleh melalui hasil pembagian pendapatan
keluarga secara keseluruhan dengan jumlah anggota keluarga. Negara
tujuan TKW istri meliputi Arab, Malaysia, Hongkong, Singapore, dan
lainnya. Lama istri menjadi TKW dibagi menjadi empat kategori yaitu
kurang dari satu tahun, satu sampai dengan dua tahun, dua sampai
dengan lima tahun, dan lebih dari lima tahun.
2. Dukungan sosial terdiri dari variabel dukungan dari keluarga besar,
keluarga inti, tetangga dan PJTKI. Masing-masing dari pertanyaan diberi
82
skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah,
skor 2 jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor
yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu
dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya,
masing-masing dukungan sosial tersebut dikategorikan menjadi tiga
kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68).
3. Interaksi suami istri terdiri dari variabel komunikasi antar suami istri dan
bonding antara suami istri. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor
berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2
jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang
diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan
transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, komunikasi dan
bonding antara suami istri masing-masing dikategorikan menjadi tiga
kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68).
4. Kualitas perkawinan terdiri dari variabel kebahagiaan perkawinan dan
kepuasan perkawinan. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor
berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak bahagia/tidak
puas, skor 2 jika jawaban cukup bahagia/cukup puas, dan skor 3 jika
jawaban
bahagia/puas.
Skor
yang
diperoleh
dari
masing-masing
pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari
0-100 persen. Kemudian kebahagiaan dan kepuasan dikelompokkan
menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan
tinggi (>66,68).
83 Lampiran 2
Lokasi Penelitian
Kota Sukabumi
Kecamatan
Cisaat
84
Lampiran 3 Hasil Wawancara Mendalam (Data Kualitatif)
KASUS 1 “Pak D, Komitmen Untuk Menjaga Kesetiaan dan Komunikasi
yang Lancar”
Keluarga Pak D terdiri dari Pak D, istri, dan satu anak laki-lakinya.
Sebelum berangkat ke Hongkong, Pak D dan istri berdiskusi tentang niat istri
untuk bekerja sebagai TKW. Pada awalnya, Pak D khawatir apabila harus
berjauhan dengan istri namun karena istri Pak D meyakinkan dan menjelaskan
bahwa kepergiannya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik maka Pak D
pun mengizinkan istrinya pergi bekerja hingga ke luar negeri. Namun, Pak D dan
istri berkomitmen agar komunikasi tetap lancar dan baik serta saling menjaga
perasaan dan kesetiaan terhadap pasangan. Setelah berangkat ke Hongkong,
komunikasi dengan istri tetap lancar dan baik. Hampir setiap harinya Pak D dan
istri saling berkomunikasi. Ia merasa meskipun istri berangkat ke Hongkong Pak
D tetap merasa dekat dan mesra dengan istri. Dari segi aset dan materi,
kehidupan Pak D semakin baik. Istri Pak D pintar berbahasa inggris, oleh karena
itu istri Pak D memperoleh pekerjaan yang cukup baik di Hongkong. Tidak
dipungkiri bahwa Pak D merasa kesepian karena tidak ada istri di sampingnya
namun kesepian tersebut terobati dengan komunikasi yang lancar dan rasa
saling percaya, setia, dan rasa cinta yang besar di antara keduanya.
KASUS 2 “Pak M, Semangat Kerja Menurun Tanpa Kehadiran Istri”
Keluarga Pak M adalah keluarga harmonis. Pak M dan istri dikarunia
seorang anak laki-laki. Komunikasi Pak M dan istrinya pun sangat lancar. Suatu
hari istri Pak M memiliki keinginan untuk merenovasi rumah, oleh karena itu istri
Pak M bekerja sebagai TKW di luar negeri. Saat istri Pak M sudah berangkat dan
bekerja di luar negeri, komunikasi antara Pa M dan istri pun tidak putus. Pak M
bekerja sebagai tukang ojeg. Sebelum istri menjadi TKW dan berada dirumah,
Pak M sangat rajin bekerja. Setiap hari Pak M berangkat pagi pulang malam
demi mendapatkan penghasilan yang lebih banyak namun saat istri bekerja
menjadi TKW semangat kerja Pak M menurun. Pak M hanya akan bekerja jika
dia mau dan waktu bekerja pun sesuka hati Pak M. Pak M hanya bisa
mengeluhkan masalah ini kepada istri, karena Pak M merasa kesepian tidak ada
istri di sampingnya.
85 KASUS 3 “Pak C, Izin yang Membawa Dampak Kehancuran ”
Keluarga Pak C adalah keluarga yang cukup harmonis meskipun banyak
lika-liku yang terjadi dalam kehidupan keluarga mereka. Keluarga mereka terdiri
dari Pak C, istri, dan ketiga orang anak. Anak pertama dan kedua Pak C adalah
buah dari pernikahan dengan istri pertamanya sedangkan anak ketiga adalah
buah dari pernikahan pak aim dengan istri keduanya. Pak C dan istri pertama
sudah bercerai karena istri pertama Pak C berselingkuh dan menikah lagi
dengan lelaki lain. Setiap hari komunikasi antara Pak C dan istri terbilang baik.
Kesehariannya Pak C bekerja sebagai supir angkot dan bisa dibilang
penghasilan dari supir angkot pun hanya cukup untuk makan setiap harinya. Istri
Pak C pun sering mengeluh bahwa penghasilan Pak C tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga dan kebutuhan pribadinya. Perasaan rasa
tidak puas terhadap keadaan ekonomi keluarga membuat istri Pak C berpikir dan
mengambil keputusan untuk berkerja sebagai TKW. Pada awalnya, Pak C tidak
menyetujui niat istri untuk bekerja sebagai TKW namun karena istri Pak C terus
menerus memaksa akhirnya Pak C pun menyetujuinya.
Demi keinginan istri terwujud, Pak C mengadaikan rumah mereka untuk
membiayai segala macam keperluan istri berangkat menjadi TKW. Sebelum
berangkat menjad TKW, hubungan dan komunikasi Pak C dengan istri dapat
dikatakan baik. Setelah istri sudah bekerja cukup lama menjadi TKW di luar
negeri, istri Pak C sudah tidak pernah lagi menghubungi Pak C dan anakanaknya. Pak C pun terkejut saat istri nya lebh sering berkomunikasi dengan
mertua dan anak kandung dari istrinya sekarang. Lebih mengejutkan lagi, istri
lebih sering mengirimkan hasil kerjanya kepada mertua dibandingkan kepada
Pak C suaminya sendiri. Pak C merasa pengorbanannya sia-sia karena tetap
saja istri Pak C yang sudah bekerja menjadi TKW dan mempunyai penghasilan
yang besar tidak membagi hasil kerjanya kepada Pak C. Harapan Pak C untuk
menebus kembali rumahnya pun telah sirna. Pak C mencurigai perubahan sikap
dan perilaku istrinya dikarenakan hadirnya orang ketiga ditempat istri bekerja.
Demi anak-anak, Pak C tetap mempertahankan kesetiaan dan rumah tangganya.
Pak C dengan ikhlas dan pasrah kepada allah SWT menerima cobaan hidup
yang dialaminya saat ini dan berharap istrinya dapat kembali seperti dulu.
86
KASUS 4 “Pak U, Istri Diam-diam Pulang Tanpa Memberi Kabar”
Pak U adalah suami yang bijaksana dan baik. Setiap harinya hubungan
dan komunikasi Pak U, istri, dan anak-anaknya sangat baik. Suatu saat istri Pak
U berniat ingin membantu keuangan keluarga dengan bekerja sebagai TKW di
luar negeri. Berdasarkan hasil musyawarah antara istri dan Pak U akhirnya
sepakatlah bahwa istri diizinkan untuk bekerja di luar negeri namun dengan
syarat istri harus tetap menjaga kesetiaan dan komunikasi pun tidak boleh
terputus antara istri dengan Pak U. Setelah istri berangkat menjadi TKW di luar
negeri, komunikasi antara istridengan Pak U dan anak-anaknya baik-baik saja.
Suatu hari, ada suatu kejadian yang membuat Pak U marah dan komunikasi
dengan istrinya pun terhambat. Tanpa sepengetahuan Pak U, istri Pak U pulang
ke Indonesia namun tidak pulang kerumah melainkan berangkat ke Kalimantan
bersama dengan paman dari istrinya. Pernah pula, istri Pak U mengirimkan uang
tanpa sepengetahuan Pak U kepamannya. Pak U marah karena merasa tidak
dihargai sebagai suami dan kepala rumahtangga lalu ia pun menegur sang istri.
Istri Pak U akhrinya mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Pak U
serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Setelah peristiwa
tersebut, semuanya kembali normal. Komunikasi antara istri dan Pak U pun
kembali berjalan lancar dan istri selalu memberikan kabar setiap mengirimkan
uang kepada Pak U.
87 KASUS 5 “Pak L, Pemberian Izin yang Terpaksa”
Pak L dan istri selalu bekerja sama dalam membina rumahtangga.
Komunikasi yang terjalin di antara keduanya pun sangat baik. Namun suatu hari,
istri Pak L mengeluh kepada Pak L dan mengatakan bahwa kebutuhan keluarga
kurang tercukupi apabila hanya mengandalkan keuntungan dari warung dan
penghasilan kerja Pak L. Maklum pekerjaan Pak L hanya sebagai buruh tani,
penghasilannya pun dapat dikatakan sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan
keluarga sehari-hari. Setiap hari istri Pak L memaksa Pak L untuk menyetujui
istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri namun Pak L menolaknya. Pada
akhirnya karena Pak L selalu menolak menyetujuinya, istri Pak L marah besar
dan terjadilah perdebatan. Saat perdebatan terjadi tidak sengaja keluarlah katakata yang tidak disangka-sangka oleh Pak L yaitu kata perceraian dari mulut istri
Pak L. Pak L pun terkejut lalu menurunkan emosinya dan berpikir apabila ia lebih
mementingkan emosi dan ego maka perkawinannya akan hancur dan
berdampak pada perceraian. Apabila bercerai bagaimana dampak perceraian
terhadap anak-anaknya. Akhirnya dengan terpaksa Pak L mengizinkan istrinya
untuk bekerja di luar negeri karena pertimbangan anaknya.
Selama ditinggalkan istri menjadi TKW di luar negeri, kehidupan keluarga,
Pak L berubah total. Anak-anak Pak L sering sekali kesepian dan termenung
sendiri. Hingga saat ini, Pak L pun masih terpaksa sekali mengizinkan istri nya
bekerja di luar negeri. Komunikasi yang terjalin diantara istri dengan Pak L dan
anak-anak terhambat karena untuk berkomunikasi dengan istri melalui telepon
seluler membutuhkan pulsa yang cukup banyak dan Pak L tidak bisa membeli
pulsa untuk makan sehari-hari saja susah apalgi untuk membeli pulsa.
88
KASUS 6 “Pak B, Sakit Hati dan Dendam dijadikan Alasan untuk Bekerja
sebagai TKW ”
Pada awalnya, keluarga Pak B adalah keluarga harmonis yang dimana
Pak B dan istrinya selalu mesra dan tidak pernah bertengkar. Pak B adalah lakilaki baik hati karena kepada siapapun Pak B berbaik hati dan saling tolong
menolong namun malang dikata kebaikan Pak B selalu disalah artikan oleh
tetangganya. Tetangga Pak B sering menggosipkan Pak B yang macam-macam
sehingga istri Pak B cemburu dan berpikir negatif terhadap Pak B. Pak B sudah
menjelaskan namun istri Pak B tidak percaya. Pada akhirnya karena merasa
kecewa dan dendam pada Pak B, maka istri Pak B memiliki keinginan untuk
bekerja sebagai TKW di luar negeri dan dengan sangat terpaksa Pak B
mengizinkannya. Pak B merasa takut kehilangan istrinya maka dari itu Pak B rela
mengorbankan perasaannya dengan mengizinkan istri Pak B pergi ke luar negeri
menjadi TKW.
Selama istri bekerja di luar negeri, sudah dua kali istri Pak B pindah
majikan. Saat bekerja dimajikan pertama, istri tidak diperbolehkan untuk
berhubungan dengan Pak B. Menurut majikan istri Pak B, komunikasi antara istri
dengan suami dan keluarga akan menganggu pekerjaan. Pada awal pertama
kerja istri Pak B masih berani mencuri-curi kesempatan untuk menelepon Pak B
dan keluarga untuk memberi kabar. Sampai suatu hari, tindakan istri Pak B
tersebut diketahui oleh majikannya. Saat istri Pak B selesai menelepon Pak B, ia
dipukul oleh majikannya. Setelah insiden pukulan itu, istri Pak B tidak berani
menelepon Pak B lagi. Pak B pun kebingungan karena sudah tiga bulan tidak
dapat berkomunikasi dengan istri disms dan ditelepon pun tidak aktif. Saat itu
Pak B berusaha meminta bantuan orang-orang di sekitarnya baik dari aparat
desa maupun kecamatan namun tidak ada yang bisa membantu Pak B. Hampir
sembilan bulan tidak ada kabar, akhirnya istri Pak B bisa dihubungi dan ia pun
bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah majikan pertamanya. Saat ini, istri Pak
B memliki majikan kedua yang baik karena istri Pak B dibebaskan beromunikasi
dengan keluarga dan Pak B.
89 Lampiran 4
Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan dukungan sosial Variabel
X1
X2
X1
1
0,673**
X2
1
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
**signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05
X3
-0,287*
-0,293*
1
X4
-0,453**
-0,235
0,589**
1
X5
0,206
0,257*
-0,161
-0,173
1
X6
0,084
0,219
-0,113
0,349**
0,027
1
X7
-0,127
-0,066
-0,052
-0,067
0,015
-0,136
1
X8
-0,051
-0,087
0,119
0,133
-0,211
0,066
0,142
1
X9
0,332**
0,280*
0,021
-0,035
0,318*
-0,074
0,032
0,146
1
X10
0,203
0,193
0,172
0,141
-0,183
0,117
-0,043
0,448**
0,292*
1
X11
-0,050
0,059
-0,036
0,023
-0,223
-0,138
0,123
-0,026
-0,077
0,065
1
X12
0,233
0,192
0,129
0,100
-0,010
0,014
0,094
0,677**
0,692**
0,659**
0,058
1
X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan
keluarga per bulan, X8=dukungan keluarga besar, X9=dukungan keluarga inti, X10=dukungan tetangga, X11=dukungan PJTKI,
X12=dukungan sosial
89
90
90
Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan interaksi suami-istri Variabel
X1
X1
1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
**signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
X2
0,673**
1
X3
-0,287*
-0,293*
1
X4
-0,453**
-0,235
0,589**
1
X5
0,206
0,257*
-0,161
-0,173
1
X6
0,084
0,219
-0,113
0,349**
0,027
1
X7
-0,127
-0,066
-0,052
-0,067
0,015
-0,136
1
X8
0,031
-0,099
-0,064
-0,117
-0,022
-0,185
0,332**
1
X9
0,002
-0,203
0,137
0,094
-0,154
-0,025
0,014
0,591**
1
X10
0,020
-0,171
0,035
-0,022
-0,097
-0,128
-0,213
0,881**
0,841**
1
X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan
keluarga per bulan, X8=komunikasi suami-istri, X9=bonding suami-istri, X10=interaksi suami-istri
91 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan kualitas perkawinan
Variabel
X1
X1
1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
**signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
X2
0,673**
1
X3
-0,287*
-0,293*
1
X4
-0,453**
-0,235
0,589**
1
X5
0,206
0,257*
-0,161
-0,173
1
X6
0,084
0,219
-0,113
0,349**
0,027
1
X7
-0,127
-0,066
-0,052
-0,067
0,015
-0,136
1
X8
-0,042
-0,124
0,070
0,127
-0,139
0,052
0,010
1
X9
0,112
0,136
0,006
0,073
-0,168
0,035
0,016
0,607**
1
X10
0,042
0,010
0,042
0,113
-0,175
0,050
0,015
0,871**
0,883**
1
X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan
keluarga per bulan, X8=kebahagiaan perkawinan, X9=kepuasan perkawinan, X10=kualitas perkawinan
91
92
92
Sebaran koefisien korelasi Pearson antara interaksi suami-istri dengan dukungan sosial
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
**signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
X1
1
X2
0,146
1
X3
0,448**
0,292*
1
X4
-0,026
-0,077
0,065
1
X5
0,677**
0,692**
0,659**
0,058
1
X6
0,168
0,192
0,244
0,296*
0,116
1
X7
0,421**
0,094
0,447**
0,156
0,255*
0,591**
1
X8
0,207
-0,019
0,264*
0,192
0,210
0,881**
0,841**
1
X1=dukungan keluarga besar, X2=dukungan keluarga inti, X3=dukungan tetangga, X4=dukungan PJTKI, X5=dukungan sosial, X6=komunikasi
suami-istri, X7=bonding suami-istri, X8=interaksi suami-istri
93 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara kualitas perkawinan dengan dukungan sosial
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
**signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
X1
1
X2
0,146
1
X3
0,448**
0,292*
1
X4
-0,026
0,077
0,065
1
X5
0,677**
0,692**
0,659**
0,058
1
X6
0,083
0,075
0,240
0,224
0,007
1
X7
0,164
-0,029
0,339**
0,299
0,035
0,607**
1
X8
0,007
-0,117
0,212
0,163
0,024
0,871**
0,883**
1
X1=dukungan keluarga besar, X2=dukungan keluarga inti, X3=dukungan tetangga, X4=dukungan PJTKI, X5=dukungan sosial,
X6=kebahagiaan perkawinan, X7=kepuasan perkawinan, X8=kualitas perkawinan
93
94
94
Sebaran koefisien korelasi Pearson antara kualitas perkawinan dengan interaksi suami-istri
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
**signifikan pada p<0,01
* signifikan pada p<0,05
X1
1
X2
0,591**
1
X3
0,881**
0,841**
X4
0,327**
0,371**
X5
0,281*
0,384**
X6
0,207
0,318*
1
0,270*
1
0,258*
0,607**
0,301*
0,871**
1
0,883**
1
X1=komunikasi suami-istri, X2=bonding suami-istri, X3=interaksi suami-istri, X4=kebahagiaan perkawinan, X5=kepuasaan perkawinan,
X6=kualitas perkawinan
95 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada Tanggal 08 Januari 1989 yang
merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara keluarga Bapak Darwin Karwinta (Alm)
dan Ibu Atikah. Pada tahun 2001 penulis tamat dari pendidikan SD di SDN
Pengadilan 3 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SLTPN 7
Bogor dari Tahun 2001 hingga 2004, dan setelah Itu penulis melanjutkan di SMA
PGRI 1 Bogor dan lulus pada Tahun 2007. Pada Tahun yang sama, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI), dengan Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen
(HIMAIKO) sebagai anggota dari Divisi Consumer Club periode 2009-2010 dan
menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB sebagai staff PBOS
(Divisi Budaya, Olahraga, dan Seni) periode 2008-2009. Selain itu penulis juga
aktif diberbagai kepanitian yang diadakan baik di luar maupun di dalam kampus.
Penulis memperoleh beasiswa BBM selama empat semester periode tahun
2010/2011 dan 2011/2012
Download