ANALISIS DUKUNGAN SOSIAL, INTERAKSI SUAMI-ISTRI, DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat) ATIRAH DEPERTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Atirah NRP I24070024 ABSTRACT ATIRAH. Analysis Social Support, Couple Interaction, and Marital Quality of Female Migrant Workers Families in Sukabumi (Case Study in Padasih Vilagge, Cisaat District, Sukabumi, West Java. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI. The aim of the research was to analyze correlate of social support, couple interaction, and marital quality of female migrant workers. The desain of this research was using crosssectional study. Research location was selected purposively. Sample of this research was family who has wife as female migrant workers at least for six months and have children under eighteen years old. Respondent of this research was husband who has wife as female migrant workers at least for six months and have children under eighteen years old. This research involved 60 family as samples which chosen by non probability sampling method with snowball technique. There were real and positive correlation between support which gave from neighbour with husband wife’s interaction. Support which gave from extended family and neighbour have correlation with husband and wife’s bonding. Social support which gave from extended family, nuclear family, neighbour, and PJTKI to husband has a correlation with husband and wife’s bonding. Marital quality observed from marital happiness and satisfaction which showed there were no correlation with social support. Husband wife’s interaction (communication and husband and wife’s bonding) have correlation with marital quality (marital happiness and satisfaction). Keywords: social support, couple interaction, and quality of marriage ABSTRAK ATIRAH. Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat). Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Desain dari penelitian ini dalah crosssectional study. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Contoh adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Responden pada penelitian ini adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Penarikan contoh menggunakan metode non probability dengan teknik snowball dengan jumlah contoh sebanyak 60 orang. Data diperoleh melalui wawancara dan kuesioner. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara dukungan yang diberikan tetangga kepada suami dengan interaksi suami-istri. Dukungan yang diberikan oleh keluarga besar dan tetangga memiliki hubungan nyata dengan ikatan bonding suami-istri. Dukungan sosial yang diberikan baik yang berasal dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI kepada suami memiliki hubungan dengan ikatan bonding di antara suami-istri. Kualitas perkawinan ditinjau dari kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki hubungan dengan dukungan sosial. Interaksi suami-istri (komunikasi dan bonding) memiliki hubungan nyata dengan kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan perkawinan). Kata kunci : dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan RINGKASAN ATIRAH. Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi Jawa Barat). Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui karakteristik contoh keluarga TKW, (2) Mengidentifikasi dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan pada keluarga TKW, (3) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan, dan (4) Menganalisis hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah yang memiliki penduduk yang cukup banyak bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Secara keseluruhan penelitian dilakukan selama sembilan bulan yaitu mulai bulan Febuari hingga Desember 2011. Contoh dari penelitian ini yaitu keluarga TKW yang berada di Desa Padaasih Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Responden dalam penelitian ini adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Penarikan contoh menggunakan metode non probability sampling dengan teknik snowball. Jumlah contoh adalah 60 orang. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner terstruktur dan melalui indepth interview untuk memperoleh informasi lebih mendalam. Data sekunder diperoleh melalui data dari BPS (Badan Pusat Statistik), data dari Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, gambaran umum wilayah penelitian dan data penduduk yang diperoleh dari Kecamatan dan Desa, dan literatur-literatur lainnya yang mendukung. Data yang telah terkumpul diolah secara deskriptif dan inferensia (uji korelasi Pearson) dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS 17,0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh suami (50%) dan hampir seluruh istri (90%) termasuk dalam usia dewasa awal. Hampir seluruh contoh (86,7%) merupakan keluarga kecil. Persentase terbesar tingkat pendidikan suami (48,3%) dan tingkat pendidikan istri (53,3%) ialah tamat Sekolah Dasar (SD). Persentase terbesar (40%) pekerjaan suami bekerja sebagai buruh. Hampir seluruh istri (91,7%) bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri. Rata-rata pendapatan per bulan contoh sebesar Rp 2.799.239,00 sedangan ratarata pendapatan per kapita per bulan contoh sebesar Rp 915.126,4. Hampir seluruh (93,3%) negara tujuan istri bekerja yaitu Arab Saudi. Lama kerja istri menjadi TKW berkisar antara satu sampai dua tahun. Hal yang memotivasi istri untuk menjadi TKW adalah untuk menambah penghasilan keluarga, memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi perempuan mandiri dan untuk merubah status sosial ekonomi keluarga. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (83,3%) memperoleh dukungan sosial yang tergolong sedang. Interaksi suamiistri memiliki kategori yang tergolong tinggi (73,3%). Sebesar 66,7 persen contoh memiliki kualitas perkawinan yang tergolong sedang. Hasil uji korelasi Pearson diketahui bahwa dukungan yang diberikan tetangga (r=0,264; p<0,05) memiliki hubungan nyata dengan interaksi suami-istri. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga besar (r=0,421; p<0,05) dan tetangga (r=0,447; p<0,05) memiliki hubungan nyata dengan ikatan bonding suami-istri. Secara keseluruhan, dukungan sosial yang diberikan baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI (r=0,255; p<0,05) memiliki hubungan nyata dengan ikatan bonding suami-istri. Kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan dukungan sosial baik dukungan sosial dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga maupun dari PJTKI. Komunikasi suami-istri memliki hubungan nyata dan positif dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,327; p<0,05) dan kepuasan perkawinan (r=0,281; p<0,05). Ikatan bonding memiliki hubungan nyata dan positif dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,371; p<0,05), kepuasan perkawinan (r=0,384; p<0,05), dan kualitas perkawinan (r=0,318, p<0,05). Interaksi suami-istri memiliki hubungan nyata dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,270; p<0,05), kepuasan perkawinan (r=0,258; p<0,05), dan kualitas perkawinan (r=0, 301; p<0,05). Saran yang diberikan penelitin ini sebaiknya adanya kebijakan pemerintah untuk mengadakan persiapan atau pelatihan terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri menjadi TKW. Selain itu, perlu adanya peran serta dari organisasi wanita maupun organisasi lain agar dapat mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI saja. Perlu ditekankan pula bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap suami dan anak. Pemerintah Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran serta dapat membawa suatu keluarga kepada kesejahteraan. Kata kunci : dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan © Hak Cipta millik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB ANALISIS DUKUNGAN SOSIAL, INTERAKSI SUAMI-ISTRI, DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA KELUARGA TENAGA KERJA WANITA (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat) ATIRAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPERTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Skripsi : Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi Jawa Barat). Nama : Atirah NIM : I24070024 Disetujui Dr. Ir. Herien Puspitawati, M. Sc, M. Sc Dosen Pembimbing Diketahui Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) (Studi Kasus di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat)”. Penulis menyadari bahwa dalam tahap penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc, selaku pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati M.Si selaku dosen pemandu seminar, Ibu Tin Herawati SP. Msi dan Dr. Ir. Hartoyo M.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Dwi Hastuti selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa IKK. 4. Seluruh Aparat Pemerintah Kabupaten Sukabumi, Aparat Pemerintah Kecamatan Cisaat, Aparat Pemerintah Desa Padaasih, dan Pimpinan Dinas Tenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi, Bapak Ismail yang telah banyak membantu pada saat proses penelitian sehingga dapat berjalan lancar dan baik. 5. Keluarga yang sangat saya cintai dan sayangi, Mama dan Kakakku yang selalu memberikan dukungan baik secara material maupun moril serta doa yang tiada henti. Semoga Allah membalas dengan surga- Nya. 6. Keluarga besar di Tajur yang selalu memberikan semangat, dorongan dan doa selama proses penyelesain penulisan skripsi. 7. Keluarga Tagor (Uwa Edi, Uwa Titin, Kakak Oka, dan Adik eka) atas semua informasi, kebaikkan, dukungan serta semangat yang diberikan selama proses penilitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar. 8. Tri Yulianti, Khaerunnisa, Arisa Widyastuti, Metha Djuwita, dan Nadia Tiara Putri yang selalu membuat hari-hari menjadi menyenangkan karena dipenuhi dengan gelak canda tawa dan gurau yang selalu diberikan dipagi hari hingga sore hari selama masa kuliah hingga proses penulisan skripsi berlangsung. 9. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan dosen Ayunda W. Savitri Fauziah Fajrin, Novi Puspitasari, dan Latifatul Hayati yang selalu berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan semangat, dukungan dan bantuan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi. 10. IKK’ERS 44 atas bantuan, semangat, dan dukungan serta segala perjuangan yang telah kita lewati bersama. Semoga dengan rahmat-Nya, kita diberi kemudahan dalam mencapai kesuksesan.Amin 11. Tim dosen IKK IPB, terima kasih atas bantuan, dukungan serta pengajaran yang diberikan, untuk para staff IKK juga terima kasih atas bantuan selama perkuliahan dan penulisan hingga penyelesaian skripsi. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. Terimakasih, semoga Allah membalasnya dengan hal yang lebih baik.amin. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalamnya dan semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis dari semua pihak mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin. Bogor, Desember 2011 Penulis DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI…………………………………………………………………...........…..v DAFTAR TABEL .............................................................................................. ...vi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...........……...vi DAFTAR LAMPIRAN……………………………............………………………...….vi PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 Perumusan Masalah .......................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7 Keluarga ............................................................................................................ 7 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) .......................................................................... 12 Gender dan Peran Perempuan ........................................................................ 12 Dukungan Sosial .............................................................................................. 13 Komunikasi dan Interaksi ................................................................................. 15 Kualitas Perkawinan ........................................................................................ 17 KERANGKA PEMIKIRAN................................................................................... 21 METODE PENELITIAN ....................................................................................... 25 Disain, Tempat, dan Waktu ............................................................................. 25 Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ............................................................. 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................. 27 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................... 28 Definisi Operasional ......................................................................................... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 33 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 33 Karakteristik Keluarga Contoh ......................................................................... 33 Peran Istri sebagai TKW .................................................................................. 37 Dukungan Sosial .............................................................................................. 44 Interaksi Suami dan Istri .................................................................................. 49 Kualitas Perkawinan ........................................................................................ 55 Hubungan antara Variabel-variabel Penelitian ................................................ 59 PEMBAHASAN UMUM....................................................................................... 67 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 70 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 71 Simpulan .......................................................................................................... 71 Saran ............................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75 LAMPIRAN ......................................................................................................... 79 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis data, peubah, skala, item pertanyaan, dan Cronbach Alpha 2. Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri 3. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 4. Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga 5. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri 6. Sebaran suami berdasarkan pekerjaan 7. Sebaran istri berdasarkan pekerjaan 8. Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan 9. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita per bulan 10. Sebaran istri berdasarkan negara tujuan TKW 11. Sebaran istri berdasarkan lama menjadi TKW 12. Sebaran suami berdasarkan motivasi istri menjadi TKW 13. Sebaran suami berdasarkan perasaan suami terhadap istri 14. Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial 15. Sebaran suami berdasarka kategori dukungan sosial 16. Sebaran suami berdasarkan komunikasi antara istri dan keluarga 17. Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri 18. Sebaran suami berdasarkan kategori interaksi suami-istri 19. Sebaran suami berdasarkan kualitas perkawinan suami-istri 20. Sebaran suami berdasarkan kategori kualitas perkawinan 21. Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga 22. Sebaran koefisien korelasi antara interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga 23. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan karakteristik keluarga 24. Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan interaksi suami-istri 25. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan dukungan sosial 26. Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan Interaksi suami-istri 27 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 40 44 46 49 51 53 55 56 58 60 60 61 62 64 65 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka pemikiran Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan 23 26 2. Metode Penarikan Contoh DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Pengukuran Variabel 2. Lokasi Penelitian 3. Hasil Wawancara Mendalam 4. Uji Korelasi Halaman 81 83 84 89 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh suatu negara. Berdasarkan data BPS tahun 2010, persentase kemiskinan saat ini mencapai 13,3 persen. Kemiskinan tersebut terjadi karena tingkat pendapatan yang rendah. Pengangguran merupakan salah satu dampak kurangnya lapangan pekerjaan yang menjadikan salah satu faktor kemiskinan semakin meningkat. Tersedianya informasi mengenai tata cara bekerja di luar negeri, desakan ekonomi, dan adanya keterkaitan sejarah sosial yang panjang di lingkungan masyarakat dapat menentukan minat masyarakat untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun rendahnya pendidikan dan keterampilan membuat para Tenaga Kerja Wanita (TKW) hanya dapat bekerja disektor informal atau lazim disebut sebagai pembantu rumahtangga (Pageh 2008). Program penempatan tenaga kerja di luar negeri memberikan dampak positif terhadap Negara Indonesia yaitu menumbuhkan remitansi (pengiriman uang) dan devisa. Selain itu, penempatan tenaga kerja di luar negeri menumbuhkan ekonomi keluarga, pendorong ekonomi masyarakat, menaikkan tabungan, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendidikan, dan masyarakat mendapatkan keterampilan baru. Dampak negatif yang dirasakan oleh TKI yaitu pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK), gaji tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, majikan bermasalah, komunikasi tidak lancar, kecelakaan kerja, sakit akibat kerja, TKI hamil, PHK sepihak dan masalah lainnya. Kekerasan yang dialami oleh TKI, sebagian besar terjadi pada TKI/TKW yang bekerja di sektor informal yang jumlahnya 80 persen dari total TKI yang telah diberangkatkan (Marzuki 2011). Dampak negatif yang timbul akibat kepergian istri menjadi TKW yaitu menyebabkan terjadinya pergeseran peran dalam keluarga dengan kondisi peran istri sebagai pencari nafkah utama serta suami yang mengasuh dan merawat anak. Blood (1972) diacu dalam Luthfiyasari (2004) menyatakan bahwa beberapa akibat yang mungkin terjadi dari keterpisahan anggota keluarga dan perubahan keberfungsian keluarga antara lain berkurangnya intensitas komunikasi, melemahnya ikatan kekerabatan, goyahnya stabilitas keluarga serta melonggarnya keterikatan moral terhadap budaya setempat. Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di dalam suatu keluarga meliputi peran instrumental (pencari nafkah) yang 2 dilakukan suami atau bapak serta peran emosional atau ekspresif (peran pemberi cinta, kelembutan serta kasih sayang) yang biasanya diperankan oleh istri atau ibu (Megawangi 1999). William F. Ogburn dan Talcot Parsons menyatakan bahwa pendekatan struktural fungsional mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial serta masing-masing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi yang terjadi dalam suatu keluarga tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan namun untuk mencapai tujuan bersama (Megawangi 1999). Perubahan peran dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW dikarenakan adanya tujuan yang diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk memperoleh nasib yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi materi. Adanya perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga menjadi tantangan bagi keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan adaptasi atas perubahan tersebut. Kepergian istri juga berpengaruh terhadap komunikasi di antara suamiistri dan keluarga. Saat suami-istri berpisah dan tidak bersatu dalam satu atap dalam waktu berkepanjangan akan menimbulkan kesenjangan komunikasi dua arah, baik fisik dan non fisik. Adanya kegagalan dalam komunikasi dan afeksi kemungkinan dapat menyebabkan menurunnya kebahagiaan dan kepuasan perkawinan (Nurcahyanti 2010). Oleh karena itu, komunikasi yang baik dan efektif merupakan hal yang sangat penting dalam memecahkan masalah kesenjangan komunikasi. Powers dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983 menyatakan bahwa komunikasi yang baik sebagai kunci dalam interaksi keluarga dan hubungan perkawinan. Hal ini sependapat dengan penelitian Setioningsih (2010) bahwa kualitas perkawinan memiliki hubungan dengan interaksi suamiistri yang ditinjau dari komunikasi dan ikatan bonding antara suami-istri karena tingginya interaksi di antara suami-istri menyebabkan semakin tingginya kualitas perkawinan keluarga. Selama istri pergi menjadi TKW dalam jangka waktu yang relatif cukup lama, suami memerlukan dukungan keluarga agar tetap dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik serta dapat bertahan hidup meskipun tanpa kehadiran istri. Cutrona (1996) menyatakan bahwa pemenuhan dukungan sosial sangat diperlukan pada saat seseorang mengalami peristiwa kehidupan yang sangat menegangkan atau saat kondisi pribadi dan lingkungan dalam keadaan buruk atau merugikan. Dukungan yang telah diberikan keluarga besar dapat 3 membantu meringankan beban ayah dan meminimalisir dampak kepergian istri. Adanya dukungan yang diberikan akan membuat ayah dapat lebih baik dalam memberikan pengasuhan kehangatan kepada anak, interaksi yang terjalin diantara seluruh anggota keluarga akan semakin baik, serta kualitas perkawinan juga semakin kokoh (Setioningsih 2010). Perumusan Masalah Kabupaten Sukabumi memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 419.970 Ha (BPS 2010) dengan jumlah penduduk yang relatif banyak. Hal ini memberikan tantangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi untuk meminimalkan tingkat pengangguran yang meningkat seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah pengangguran di Kabupaten Sukabumi hingga 2011 masih terbilang tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi lebih dari 28.000 warga masih belum memiliki pekerjaan. Ketidakmampuan penguasaan keahlian yang diperlukan sektor industri merupakan faktor warga tidak bekerja. Hal itu berdampak terhadap ekonomi keluarga. Rendahnya tingkat pendapatan, mendorong wanita untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak istri yang rela berpisah dengan suami demi meningkatkan kehidupan dan memperbaiki nasib. Tersedianya informasi mengenai tata cara bekerja di luar negeri dan keterkaitan sejarah sosial masyarakat yang panjang, juga menentukan minat masyarakat bekerja di luar negeri. Faktor pendorong lainnya seperti struktur persediaan tenaga kerja di negara asal, mendorong minat masyarakat untuk bekerja sebagai TKI. Hal inilah yang memicu para istri untuk ikut berpartisipasi menjadi TKI. Namun rendahnya pendidikan dan keterampilan membuat para istri hanya dapat bekerja disektor informal atau lazim disebut sebagai pembantu rumah tangga. Jumhur (2011) menyatakan bahwa data dari Pusat Penelitian dan Informasi (PUSLITFO) BNP2TKI menyebutkan jumlah penempatan TKI ke luar negeri daerah Sukabumi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2008 sebanyak 644.731 orang terdiri atas 212.413 TKI formal (33%) dan 432.318 TKI informal (67%) tahun 2010 melonjak menjadi 575.804 orang terdiri atas 158.363 TKI formal (28%) dan 417.441 TKI informal (72%). Disisi lain, kepergian istri menjadi TKW berdampak terhadap kehidupan keluarga yaitu beban suami semakin besar karena selain dituntut untuk bekerja setiap hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengatur pekerjaan di dalam rumah, suami juga 4 harus mampu untuk mendidik, mengasuh serta mengawasi anak-anaknya (LPPM UMP 2009). Dampak dari kepergian istri menjadi TKW terhadap keluarga yang ditinggalkan terlihat dari banyaknya peristiwa-peristiwa yang negatif terhadap keluarga yaitu suami yang harus berjuang sebagai penopang ekonomi tunggal demi menghidupi kedua anaknya saat istrinya memutuskan untuk menjadi TKW diluar negeri terlebih lagi istri hilang tanpa kabar yang pasti (Rimanews 2010), suami kehilangan komunikasi dengan istri dan sudah banyak menghabiskan banyak biaya dan waktu untuk mencari istrinya harus kecewa karena istri selingkuh lagi dengan laki-laki lain (Fatkhulmuin 2011), suami yang mengalami kecemasan yang berlebihan, sakit yang terlampau parah, dan rumah tangga yang tidak harmonis sehingga berujung pada perceraian yang terjadi dengan istri saat istri yang dicintai pergi menjadi TKW keluar negeri (Suryaputra 2011), dan peristiwa yang cukup berat saat suami yang ditinggalkan istri yang menjadi TKW telah melakukan perbuatan yang dilarang agama yaitu memperkosa anak tetangga dan anak kandung dengan alasan tidak kuat menahan nafsu birahi karena ditinggal istri yang bekerja di luar negeri sebagai TKW (Dimas 2010 dan Wahid dan Aristianti 2011). Selain itu, terjadinya peningkatan kasus perceraian di kota Sukabumi sebagai dampak dari kepergian istri menjadi TKW di luar negeri. Hal ini terlihat dari pada tahun 2008 kasus perceraian yang telah berhasil disidangkan mencapai 266 sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 346 kasus. Pada tahun 2010 meningkat menjadi 415 kasus dan pada tahun 2011 hingga bulan juni perkara yang berhasil disidangkan mencapai 213 kasus (Radar Sukabumi 2011). Hasil penelitian Setioningsih (2010) menyatakan bahwa kepergian istri menjadi TKW dalam waktu yang relatif lama membuat komunikasi dan ikatan bonding di antara suami-istri semakin melemah begitu pula untuk ikatan bonding yang terjalin di antara ibu dan anak akan semakin melemah mengakibatkan menurunnya kondisi anak hingga semakin stres, keterampilan sosial melemah, dan prestasi akademik yang menurun. Selain itu, semakin lemah komunikasi dan ikatan bonding di antara suami-istri akan membuat semakin menurunnya kualitas perkawinan yang dirasakan pasangan. Kepergian istri menjadi TKW memberikan dampak positif yaitu pendapatan yang diperoleh selama bekerja sebagai TKW dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, termasuk dalam investasi untuk pendidikan anak, namun dampak negatif yang ditimbulkan saat istri menjadi TKW 5 yaitu adanya ketidakseimbangan ekosistem keluarga TKW yang beresiko menurunkan kualitas perkawinan, menurunkan keterampilan sosial anak, meningkatkan stres anak, serta menurunkan prestasi akademik anak akibat tidak adanya perhatian ibu terhadap anak. Oleh karena itu, benefit dan cost rasio akibat kepergian istri menjadi TKW tidaklah seimbang. Dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar dari pada dampak positif yang didapatkan. Akibat ketidakseimbangan yang terjadi dalam kehidupan keluarga maka diperlukan dukungan sosial yang dapat meringankan beban ayah dan dapat membantu meminimalisir dampak kepergian istri. Dukungan yang diberikan dapat membuat ayah lebih baik dalam memberikan pengasuhan kehangatan kepada anak, interaksi yang terjalin di antara seluruh anggota keluarga semakin baik, serta kualitas perkawinan juga semakin kokoh. Pentingnya peran PJTKI sebagai penghubung antara ibu dengan anak sehingga dapat meminimalisir stres anak. Dengan demikian, sangat menarik untuk diteliti mengenai interaksi suami-istri dan dukungan sosial yang memiliki peran penting dalam menentukan kualitas perkawinan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: (1) Bagaimana karakteristik keluarga TKW, (2) Seberapa besar dukungan sosial yang diterima dari keluarga TKW, interaksi yang terjadi di antara suami-istri, dan kualitas perkawinan selama istri bekerja di luar negeri?, (3) Apakah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan?, (4) Apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan pada keluarga TKW?. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan pada keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Tujuan Khusus: 1. Mengetahui karakteristik contoh keluarga TKW 2. Mengidentifikasi dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan pada keluarga TKW. 6 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga TKW dengan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan. 4. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai hubungan dukungan sosial dan interaksi suami-istri terhadap kualitas perkawinan pada keluarga yang istrinya bekerja sebagai TKW sehingga dapat menentukan keputusan yang tepat sebelum menjadi TKW. Bagi penulis, penelitian ini pun diharapkan dapat menambah wawasan khususnya dibidang ilmu keluarga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah, lembaga konsultasi keluarga, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam upaya pengembangan usaha peningkatan kualitas perkawinan. Penelitian dengan topik dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu keluarga (family studies) khususnya di Institut Pertanian Bogor dan pada umumnya di Indonesia. 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Definisi Keluarga Berdasarkan undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama. Menurut Kertamuda (2011) bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat kecil yang penting dalam membentuk kepribadian serta karakter bagi para anggota keluarganya. Keluarga juga merupakan tempat seseorang untuk bergantung, baik secara ekonomi maupun dalam kehidupan sosial lainnya, serta berperan secara dominan dalam menentukan dan mengambil keputusan. Megawangi (1999) mengartikan keluarga sebagai sebuah sistem sosial yang memiliki tugas atau fungsi agar sistem tersebut dapat berjalan. Adapun tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas serta pemeliharaan keluarga. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi, sosialisasi atau pendidikan, peran seksual dan reproduksi. Keluarga adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang telah dipersatukan oleh kelahiran, adopsi, perkawinan, dan hidup bersama dalam sebuah rumah tangga (Saxton 1990). Menurut Knox (1985), keluarga merupakan karakteristik dari group sosial di suatu tempat tinggal umum (pasangan hidup bersama), kerja sama ekonomi (pasangan berbagi uang dan tugas-tugas), dan reproduksi seksual (pasangan memiliki atau mengadopsi anak). Burgess Locke (1960) menyatakan bahwa keluarga memiliki empat karaktyeristik keluarga yaitu (1) Keluarga disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, (2) Seluruh anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap, (3) Keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi yang menghasilkan peran-peran sosial, dan (4) Keluarga merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum. 8 Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Pendekatan struktural fungsional merupakan salah satu pendekatan teori sosiologi yang telah diterapkan dalam institusi keluaraga. Selain pendekatan ini, adapula pendekatan teori lain seperti teori interaksi simbolik, teori pertukaran sosial, teori ekologi keluarga, teori sitem, teori konflik sosial, dan teori perkembangan keluarga (Klein and White 1996). Megawangi (1999) menyatakan bahwa pendekatan struktural fungsional merupakan pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam suatu institusi keluarga, Pendekatan ini telah mengakui banyaknya keragaman di dalam suatu kehidupan sosial. Keragaman ini adalah sumber yang utama yang merupakan bagian dari struktur masyarakat yang pada akhirnya muncullah keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Struktur dan fungsi ini dipengaruhi oleh budaya, norma, serta nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu. Menurut Megawangi (1999), pendekatan teori ini mengakui adanya keragaman dalam suatu kehidupan sosial lalu diakomodasi kedalam fungsi yang sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Pada pendekatan struktural fungsional lebih menekankan pada kesimbangan sistem sosial dalam masyarakat serta keseimbangan sistem yang stabil dalam suatu keluarga. Pada konteks keluarga, penerapan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga dapat terlihat dari struktur dan aturan yang telah diterapkan. Struktur di dalam sebuah keluarga dapat menjadikan institusi keluarga sebagai suatu sistem kesatuan. Maka dari itu, terdapat beberapa elemen penting dan utama dalam struktur internal keluarga yang saling berhubungan, diantaranya yaitu: 1. Status sosial: Keluarga inti memiliki tiga struktur utama yakni suami/bapak (pencari nafkah), istri/ibu (ibu rumahtangga), dan anak-anak (balita, anak sekolah, remaja, dll). 2. Fungsi sosial: Konsep dari peran sosial yaitu mendeskripsikan peran dari masing-masing individu atau kelompok berdasarkan status social. 3. Fungsi instrumental: Secara primer terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara keluarga dengan situasi eksternal serta penetapan hubungan keluarga. 4. Fungsi ekspresif: Berkaitan dengan solidaritas keluarga, hubungan internal antar anggota keluarga, serta pemenuhan kebutuhan emosionalafeksional anggota keluarga. 9 5. Norma sosial: Sebuah peraturan yang menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku dengan sebaiknya dalam kehidupan sosial. Selain itu, terdapat pula prasyarat dalam teori struktural fungsional yang sangat diperlukan untuk mencapai keseimbangan sistem baik dalam tingkat masyarakat maupun ditingkat keluarga. Menurut Levy (Megawangi, 1999), persyaratan struktural yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh keluarga agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yakni meliputi : 1. Diferensiasi peran, yakni pembagian atau pengalokasian tugas serta aktivitas yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga. Terminologi diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, generasi, gender, serta posisi status politik dan ekonomi dari masing-masing aktor. 2. Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga berdasarkan cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan mendeskripsikan hubungan antar anggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Misalnya hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Diferensiasi tugas juga terdapat dalam hal ini terutama hal produksi, distribusi, serta konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan pendistribusian kekuasaan pada tingkat tertentu seperti distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi, yaitu meliputi teknik atau cara sosialisasi internalisasi serta pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku. 10 Peran dan Fungsi Keluarga Menurut Kammeyer (1987), peran merupakan persepsi tingkah laku interpersonal yang dikaitkan dengan pengakuan masyarakat akan diri seseorang. Peran juga diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang yang sesuai dengan kedudukan atau jabatannya. Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin dicapai agar dapat terwujudnya keluarga yang sejahtera baik sejahtera lahir ( fisik dan ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spritual, dan mental). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996) mengemukakan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi: a) Fungsi Keagamaan, keluarga diharuskan memberikan dorongan kepada seluruh anggota keluarga agar dalam kehidupan keluarga bersemai nilainilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa satu sama lain yang dapat membentuk diri menjadi insan-insan agamais yang bertakwa dan beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa. b) Fungsi Sosial Budaya yaitu dengan memberikan kesempatan keluarga dan seluruh anggotanya agar dapat mengembangkan kebudayaan dan kekayaan bangsa yang beraneka dalam satu kesatuan. c) Fungsi Cinta Kasih, dimana keluarga dapat memberikan landasan yang kokoh terhada hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anaknya, anak dengan anaknya dan hubungan kekerabatan antar generasi sehingga menjadikan keluarga sebagai wadah yang paling utama bersemainya kehidupan yang dipenuhi rasa cinta kasih lahir serta batin. d) Fungsi Melindungi, bertujuan untuk menumbuhkan rasa kehangatan dan rasa aman. e) Fungsi Reproduksi adalah suatu mekanisme yang direncanakan untuk melanjutkan keturunan yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan umat manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. f) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memiliki peran dalam keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat menyesuaikan dengan alam kehidupan dimasa depan. g) Fungsi Ekonomi, merupakan kemandirian keluarga. unsur pendukung ketahanan dan 11 h) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis. Selain itu, menurut Kertamuda (2010) terdapat lima fungsi keluarga yaitu: 1. Mengatur aktivitas seksual. 2. Tempat bersoasialisasi (bermasyarakat) bagi anak. Keluarga merupakan sarana dan tempat pertama anak belajar bersosialisasi. 3. Jaminan dan keamanan secara ekonomi. Keluarga banyak berperan dalam pemenuhan kebutuhan baik kebutuhan keamanan serta kebutuhan finansial seperti makanan, pakaian, perlindungan serta sumber-sumber materi untuk kelangsungan hidup. 4. Pemberi dukungan emosional. Keluarga merupakan kelompok utama yang memiliki peranan penting karena dapat memberikan cinta, dukungan, dan kebutuhan emosional sehingga membuat anggota keluarga merasa terpenuhi kebutuhannya dan pada akhirnya dapat membuat mereka sehat, bahagia, serta aman. 5. Tempat status sosial. Kelas sosial dapat dikategorikan dengan tingkat dalam kemasyarakatan yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan, kekayaan, prestise dan sumber nilai-nilai. Fungsi keluarga mempengaruhi terwujudnya keluarga yang sehat, adapun tujuh fungsi instrumen keluarga menurut pandangan Soemarno dan Soedarsono (1997), yaitu 1. Fungsi ekonomi sangat penting demi tercapainya kelangsungan dan kesinambungan hidup suatu keluarga. 2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran terhadap suatu keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan kehidupannya dimasa depan. 3. Fungsi keagamaan mendorong dan mengembangkan keluarga dan anggotanya dalam kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa agar menjadi insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 4. Fungsi Sosial Budaya dapat memberikan kesempatan kepada keluarga dan anggotanya untuk mengembangkan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. 12 5. Fungsi cinta kasih dalam suatu keluarga akan memberikan landasan kokoh terhadap hubungan suami dengan istri, orangtua dan anaknya, anak dan anak serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan penuh cinta kasih lahir dan batin. 6. Fungsi melindungi untuk menumbuhkan rasa aman serta kehangatan. 7. Fungsi reproduksi yaitu sebuah mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang telah direncanakan yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. 8. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu memberikan keluarga kemampuan agar dapat menempatkan diri secara selaras, serasi, dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebutan untuk warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam status hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun seringkali istilah TKI dikonotasikan sebagai pekerja kasar (Marzuki 2011). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kerja dan Transmigrasi nomor KEP. 104A/MEN/ 2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri adalah Warga Negara Indonesia (WNI) baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur tertentu. Gender dan Peran Perempuan Konsep Gender Handayani dan Sugiarti (2002) mengatakan bahwa gender merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan persepsi serta kehidupan perempuan, membentuk kesadaran, keterampilannya, dan membentuk pula hubungan kekuasan antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah istilah dari psikologis atau budaya bukan konotasi biologis. Jika istilah yang tepat untuk sex adalah laki-laki dan perempuan, yang tepat untuk jenis kelamin adalah maskulin dan feminisme yang mungkin cukup independen dari sex (biologis). Berdasarkan 13 model teori Parsons dan Bales dalam Laswell dan Laswell (1987), laki-laki memperoleh memperoleh kekuasan melalui harta sedangkan perempuan memperoleh kekuasan melalui sex (hubungan intim). Konsep gender dari keperempuanan dan kejantanan dan memiliki tiga basis yaitu biologi, perilaku, dan identifikasi diri (Saxton 1990). Menurut Puspitawati (2009), gender merupakan perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang telah dibentuk, dibuat serta dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Konsep gender berdasarkan feminisme bukanlah suatu yang alami atau kodrat namun sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural yang berproses sepanjang sejarah manusia. Secara sosiologis, terdapat dua konsep yang mengakibatkan terjadinya perbedaan perempuan dan laki-laki yaitu pertama konsep nurture yang dimana perbedaan perempuan dan laki-laki merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya sehingga menghasilkan peran serta tugas yang berbeda dan kedua konsep nature yaitu perbedaan perempuan dan laki-laki merupakan kodrat dan harus diterima. Dukungan Sosial Manusia merupakan makhluk sosial karena selalu membutuhkan pertolongan orang lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Ketika orang lain memberikan pertolongan hal tersebut dapat dikatakan sebagai dukungan sosial. Menjalin hubungan dengan orang lain adalah kunci dalam memperoleh dukungan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan sosial ((Bowlby 1969, Weiss 1974), diacu dalam Cutrona 1996). Dukungan sosial dapat diperoleh melalui keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada di lingkungan sekitar. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat pertukaran pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup: (1) Emotional support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dikasihi serta diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan 14 komunikasi yang melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976 dalam McCubbin dan Thompson 1988). Banyaknya dukungan sosial yang diterima anggota keluarga ketika krisis tergantung pada seberapa banyak dukungan yang telah mereka berikan dari satu orang ke orang lain terutama pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah memberikan sangat banyak dukungan pada anak mereka selama dalam proses pengasuhan akan mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et al. 1994 dalam Galvin et al. 2003). Komunikasi sebagai jalan penting yang digunakan untuk berbagi serta menerima kenyamanan atau kesenangan hidup (Galvin et al. 2003), dan sebagai suatu cara dalam mendapatkan dukungan dari anggota kelompok (Cawyer et al. 1995 dalam Galvin et al. 2003). Menurut McCubbin dan Thompson (1988) bahwa anggota keluarga memperoleh dukungan dari satu sama lain sedangkan unit keluarga dan anggotanya dapat memperoleh dukungan dari kerabat, teman, tetangga, asosiasi kerja, kelompok sosial serta jaringan yang lebih formal lain. Keluarga dan teman berperan dalam memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu membutuhkan dukungan yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki banyak dukungan lebih baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta pengalaman yang menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001). Fungsi Dukungan Sosial Terdapat enam fungsi yang berbeda dari hubungan antara sesama manusia yang disebut “the social provision scale” (Weiss 1974 dalam Cutrona 1996), yaitu : 1. Emotional attachment Hubungan yang dekat atau karib menyediakan perlindungan serta keamanan. 2. Sosial integration Perasaan saling memiliki dalam suatu kelompok atau masyarakat yang memiliki kesamaan ketertarikan dan perhatian. 3. Reassurance of worth Pengenalan keahlian serta kecakapan dari seseorang. 4. Guidance Sebagai penyediaan nasehat dan informasi. 15 5. Reliable alliance Pengetahuan mengenai orang lain dapat menawarkan bantuan tanpa syarat ketika dibutuhkan. 6. Opportunity to provide nurturing Perasaan dibutuhkan untuk kesejahteraan orang lain. Bentuk Dukungan Sosial Bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan menurut Kaplan (Cutrona 1996) terdiri dari: 1. Dukungan Emosional (Emosional Support), seperti rasa cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang berada di sekitar individu. 2. Dukungan Instrumen (Instrumental Support). Bentuk dukungan ini berupa bantuan langsung seperti bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu. 3. Dukungan Penghargaan (Esteem Support). Dukungan ini seperti pujian, penilaian positif terhadap ide-ide orang lain, menghargai perasaan, pikiran, serta tingkah laku orang lain. 4. Dukungan Informasi (Informational Support) seperti informasi mengenai nasihat, kenyataan, serta penilaian terhadap situasi. Adanya dukungan informasi membuat individu dapat memperoleh dan memiliki pengetahuan dari orang lain. Komunikasi dan Interaksi Definisi Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas kerja Surbakti (2008). Komunikasi yang terbuka dan jelas di antara dua orang dalam suatu hubungan tergantung pada beberapa kualitas. Pola dasar dari mendengarkan dan ekspresi mempengaruhi keterbukaan, kepercayaan, kemampuan untuk percaya, empati dan kemampuan mendengarkan (Laswell dan Laswell 1987). Komunikasi antar manusia dapat didefinisikan satu orang pengirim pesan dan yang lain menerima pesan (Rice 1983). Komunikasi diperlukan dalam lingkungan masyarakat tertentu untuk dapat bertahan hidup karena adanya perubahan dan stabilitas. Komunikasi mengacu 16 pada pengirim dan penerima pesan baik melalui kata-kata dan perilaku non verbal yang terjadi dalam konteks sosial (Smart dan Smart 1980). Komunikasi diperlukan dalam suatu keluarga. Proses pengambilan keputusan dan interaksi dalam suatu keluarga sangat memerlukan komunikasi yang baik (Muladsih 2011). Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan, dari sipemberi pesan kepada sipenerima pesan dengan cara mempengaruhi individu untuk saling mengerti satu dengan yang lain. Komunikasi dalam Keluarga Menata komunikasi dalam kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi dibedakan menjadi empat komponen yang saling berhubungan dan menunjang keharmonisan suatu keluarga, yaitu: (1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan setiap waktu dan dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga. Komunikasi dengan Tuhan merupakan dasar utama dan penting dalam membentuk dan menata keluarga yang sakinah; (2) Komunikasi antar anggota keluarga inti. Keluarga terdiri dari anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan kerabat), fasilitas (rumah, makanan, minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran agama yang telah dianut secara turun-temurun dari keluarga sebelumnya; (3) Komunikasi antar keluarga besar. Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga yang harus terus dipertahankan yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan anggota keluarga besar. Hal itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga inti dengan keluarga besar semakin erat dan harmonis; dan (4) Komunikasi dengan masyarakat luas. Hubungan komunikasi tidak hanya terbatas kepada hubungan komunikasi antar anggota keluarga saja tetapi adapula hubungan komunikasi dengan masyarakat yang ada di sekitar keluarga. Hubungan komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan banyak orang yang dimana memiliki karakteristik yang sangat beragam. Hubungan komunikasi dengan masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu keluarga dapat memahami karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Keharmonisan yang terjadi dalam masyarakat bergantung pada keharmonisan yang terjadi dalam keluarga (Sauri 2008). Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa keluarga memiliki sistem jaringan interaksi yang bersifat hubungan interpersonal sebab masing-masing 17 anggota keluarga memiliki intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Komunikasi yang efektif memberikan kontribusi besar dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari dan pemecahan masalah serta dalam mengambil keputusan. Interaksi Suami dan Istri Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah elemen penting dari kualitas perkawinan. Terdapat tiga jenis komunikasi yang sangat penting dalam hubungan suami-istri yaitu: (1) Open and Honest Communication, dimana pasangan mengekspresikan perasaan secara tepat serta tidak mencampuradukkan pesan. Komunikasi dengan tipe ini berkontribusi terhadap hubungan kualitas perkawinan, (2) Supportiveness, yaitu memperlakukan orang yang sedang berbicara dengan memberikan perhatian penuh dan respect. Komunikasi dapat berjalan dengan baik tergantung pada jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara positif), dan studi menunjukkan ketika pasangan yang sudah menikah memperhatikan kualitas komunikasi mereka, kepuasan serta kualitas pernikahan mereka lebih besar (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987); (3) Self- Disclosure, self-disclosure sama dengan open and honesty, namun terdapat beberapa elemen perasaan serta emosi yang lebih kuat. Berbicara mengenai ketakutan, harapan, serta keinganan kepada orang lain merupakan inti dari self-disclosure (Kammeyer 1987). Penelitian Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) menyatakan bahwa secara umum adanya hubungan positif antara self-disclosure dengan kepuasan perkawinan. Terdapat suatu kesepakatan, yang didukung oleh banyak bukti penelitian, bahwa komunikasi yang baik antara suami dan istri merupakan sebuah elemen penting dalam menentukan kualitas sebuah pernikahan. Sejumlah peneliti telah menunjukan bahwa komunikasi yang efektif mengarah pada kualitas pernikahan yang lebih baik (Lewis and Spanier 1979 dalam Laswell dan Laswell 1987). Pasangan yang memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik dapat memerbaiki hubungan mereka. Seiring hubungan yang membaik, pasangan tersebut akan lebih termotivasi untuk memerbaiki komunikasi mereka (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987). Kualitas Perkawinan Menurut Tati (2004), perkawinan adalah perwujudan formal antara pasangan laki-laki dan perempuan yang akan membina suatu rumah tangga dan 18 merupakan kodrat yang alami antara dua insan manusia yang berlawanan jenis, serta adanya ketertarikan satu sama lain untuk tujuan. Selain itu perkawinan juga merupakan suatu komitmen terhadap tugas kewajiban dan hak yang harus dilaksanakan oleh suami atau istri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai pasangan suami istri dengan tujuan membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia serta kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan proses institusional dimana secara seremonial laki-laki dan perempuan saling memberi, dan umumnya mempertahankan, hubungan timbal balik yang cocok untuk tujuan mendirikan dan mempertahankan keluarga (Hoult 1969 dalam Laswell dan Laswell 1987). Perkawinan menyiratkan upacara, suatu persatuan dengan sanksi sosial, pengakuan kewajiban kepada masyarakat diasumsikan oleh mereka memasuki hubungan (Burgess dan Locke 1960). Schwartz dan Scott (1994) dalam Tati (2004) mengemukakan bahwa perkawinan sebagai kontrak hukum yang dimana perkawinan diartikan dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dalam konteks hukum dan konteks sosial. Secara hukum, perkawinan adalah perjanjian yang diikat secara hukum atau suatu hubungan kontrak antara dua orang yang telah diakui serta disahkan oleh hukum agama dan hukum Negara. Sedangkan secara sosial, perkawinan adalah hubungan pasangan yang berperilaku untuk hidup bersama tanpa menikah dan sepakat atau setuju menikah yang dimana esensinya sama dengan perkawinan secara hukum. Kualitas Perkawinan. Elder et al. (1991), menilai kualitas perkawinan dalam batas-batas kepuasan dan kebahagiaan serta ketidakstabilan perkawinan dalam batasan pemikiran, perceraian atau aksi. Kualitas perkawinan dibagi ke dalam tiga bagian, yakni kebahagiaan yang diukur dari besarnya rasa cinta, pengertian, serta hubungan seksual. Kedua, interaksi diukur berdasarkan banyaknya interaksi yang dilakukan bersama pasangan, misalnya makan malam bersama, berekreasi, mengunjungi teman, dan berbelanja. Ketiga, diukur dari konflik yang ada, berkenaan dengan pertengkaran yang terjadi serta disebabkan frekuensi ketidaksepakatan, jumlah aktivitas fisik yang dilakukan pasangan ketika marah (tamparan, dorongan, pukulan), serta tidak adanya pembagian kerja dalam rumahtangga. Maka dari itu, dimensi kualitas perkawinan dibedakan berdasarkan proses dan tujuan. 19 Konsep dari dimensi kualitas perkawinan itu sendiri yaitu perbedaanperbedaan yang ada pada masing-masing individu yang perlu disesuaikan, yang dimana penyesuaian dilakukan untuk mencapai keharmonisan. Apabila keharmonisan telah tercapai maka asumsi kebahagiaan tercapai. Dengan kata lain, penyesuaian dan keharmonisan merupakan proses dalam mencapai satu tujuan perkawinan yaitu kebahagiaan dalam kehidupan perkawinan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan perkawinan yaitu latar belakang masa kanak-kanak, usia saat menikah, persiapan yang kosong, kematangan emosional, munculnya kepentingan dan nilai, pertunangan yang panjang, dan pendidikan seks yang memadai. Selain faktor-faktor tersebut, yang mempengaruhi keberhasilan perkawinan juga yaitu faktor yang homogen dan beragam (ras, kelompok etnis, kelas sosial, dominasi, penyerahan, dll) semua berhubungan dengan keberhasilan perkawinan (Saxton 1990). Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan merupakan keadaan subyektif pikiran, perasaan, kondisi serta pengalaman personal. Kebahagiaan perkawinan akan tumbuh terhadap pasangan suami istri apabila dilandasi dengan adanya perasaan cinta dari kedua pasangan, saling menghargai dan menghormati, kasih sayang, adanya kebersamaan, serta adanya pengorbanan untuk pasangan dan keluarga (Ritongga 2007). Olson (2002) mengatakan bahwa kebahagiaan terdiri dari dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi kecocokan, komunikasi, kepribadian, seksualitas dan penyelesaian masalah atau konflik. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi sikap religius, waktu luang, anak, teman, keuangan dan kecenderungan stress. Susmayanti (1995) menyatakan bahwa skor kebahagiaan perkawinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya alokasi pribadi serta waktu luang di dalam keluarga sehingga terdapat perbedaan kebahagiaan perkawinan antara istri yang tidak bekerja dengan istri yang bekerja. Istri yang bekerja sebagai buruh relatif kurang bahagia dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja. Namun, istri yang bekerja di bidang jasa relatif lebih bahagia dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja. Kepuasan Perkawinan. Menurut Duvall dan Miller (1985), karakteristik kepuasan perkawinan meliputi: (1) Ekspresif afeksi yang terbuka satu sama lain, (2) Komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, (3) Terjalinnya rasa saling percaya, (4) Tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain, keputusan dibuat bersama (bermusyawarah), (5) Tempat tinggal relatif stabil, (6) 20 Hubungan intim yang saling terbuka antara pasangan, (7) Melakukan kegiatan bersama dalam hal aktivitas di luar rumah, dan (8) Penghasilan yang memadai. Rifai mengatakan bahwa adanya pandangan lain yang menyatakan keluarga yang bahagia merupakan keluarga yang memiliki iklim hidup psikologis yang telah memberikan nilai-nilai kepuasan yang sangat mendalam kepada para anggota keluarga, sehingga dirasakan bahwa kepuasan itu diperolehnya dalam situasi yang penuh kehangatan, kegembiraan, nyaman serta penuh rasa aman dan merasa terlindung. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa jika kepuasan terpenuhi maka kebahagiaan pun dapat tercapai (Tati 2004). Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan karena semakin tinggi pendapatan akan membuat semakin tinggi pula kepuasan perkawinan. Lebih lanjut, semakin tinggi konflik yang terjadi dalam suatu keluarga maka akan semakin menurunkan tingkat kepuasan yang dicapai keluarga (Fitasari 2004). 21 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992). Dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga menjalankan berbagai fungsi agar dapat bertahan di lingkungan masyarakat. Pada dasarnya, suami adalah pemberi nafkah bagi keluarganya. Namun karena desakan ekonomi, banyak istri yang rela berpisah dengan suami demi meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi materi. Lapangan kerja yang sempit dan pendidikan yang rendah mengakibatkan istri memutuskan untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri (Pageh 2008). Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah keluarga yang telah mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada keluarga TKW, istri berperan sebagai pencari nafkah demi memperbaiki nasib keluarganya. Puspitawati (2009) menyatakan bahwa perempuan mampu menjadi penyelamat keluarga dimasa krisis ekonomi dengan keuletan perempuan dalam berakreatifitas mencari tambahan uang demi keluarganya. Namun, kepergian istri menjadi TKW memberikan dampat negatif terhadap kehidupan keluarga yang ditinggalkan yaitu adanya perubahan fungsi dimana suami harus berperan ganda yaitu sebagai pencari nafkah, merawat anak, dan mengasuh anak. Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di dalam suatu keluarga meliputi peran instrumental yang dilakukan suami atau bapak serta peran emosional atau ekspresif yang biasanya diperankan oleh istri atau ibu. Peran instrumental telah dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup seluruh keluarga. Peran emosional ekspresif yaitu peran pemberi cinta, kelembutan serta kasih sayang (Megawangi 1999). William F. Ogburn dan Talcot Parsons adalah sosiolog ternama yang mengembangkan pendekatan struktural fungsional dalam kehidupan keluarga. Pendekatan ini mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial serta masingmasing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi yang terjadi dalam suatu keluarga tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan namun untuk mencapai tujuan bersama (Megawangi 1999). Perubahan peran dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW dikarenakan adanya tujuan yang 22 diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk memperoleh nasib yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi materi. Adanya perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga menjadi tantangan bagi keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan adaptasi atas perubahan tersebut. Kepergian istri menjadi TKW memberikan perubahan juga terhadap pola komunikasi yang terjadi di antara suami dan istri serta keluarga besar. Ketika istri berada di rumah, suami dan istri dapat berinteraksi secara langsung. Namun saat istri sudah menjadi TKW hingga ke luar negeri interaksi di antara suami dan istri semakin berkurang. Namun, masalah ini tidak akan menjadi hambatan apabila suami dan istri tetap menjaga komunikasi mereka dengan baik. Komunikasi yang baik sebagai kunci dalam interaksi keluarga dan hubungan perkawinan (Powers dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983). Komunikasi yang tetap terjaga dengan baik antara suami dan istri akan membuat ikatan batin atau perasaan antara suami dan istri tetap merasa dekat dan harmonis. Dengan adanya komunikasi, hubungan antara suami dan istri dapat tetap terjalin dan bahkan mempererat hubungan suami-istri agar tetap bertumbuh, serta dengan komunikasi maka kebutuhan masing-masing dapat tersalurkan (Kuntaraf dan Kuntaraf 1999). Selama istri pergi menjadi TKW, keluarga dapat memberikan dukungan sosial kepada suami. Dukungan sosial yang diberikan kepada keluarga TKW akan meringankan peran ganda yang harus dijalankan oleh suami sehingga suami dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik dan tujuan keluarga yang diinginkan pun dapat tercapai dengan baik. Dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan (Firestone dan Weinstein 2008). Selain itu, pemenuhan kebutuhan dukungan sosial sangat diperlukan pada saat seseorang mengalami peristiwa kehidupan yang sangat menegangkan atau saat keadaan pribadi atau lingkungan dalam keadaan buruk atau merugikan sehingga akan memberikan kelancaran dan kesuksesan seseorang dalam menjalani hidupnya (Cutrona 1996). Dukungan sosial yang diberikan kepada suami akan memberikan kenyamanan dan ketenangan sehingga suami dapat mempertahankan hubungan baik dengan istri yang berdampak terhadap keharmonisan rumah tangga. 23 Karakteristik TKW ‐ Umur ‐ Pendidikan ‐ Pekerjaan ‐ Pendapatan ‐ Lama menjadi TKW Karakteristik Suami TKW dan Keluarga ‐ Umur ‐ Pendidikan ‐ Pekerjaan ‐ Pendapatan ‐ Jumlah anggota keluarga Interaksi SuamiIstri - Komunikasi - Bonding Kualitas Perkawinan Dukungan Sosial Lingkungan ‐ Keluarga besar ‐ Keluarga inti ‐ Tetangga ‐ PJTKI Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Dukungan Sosial, Interaksi SuamiIsteri, dan Kualitas Perkawinan 25 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan topik “Analisis Dukungan Sosial, Interaksi Suami-Istri, dan Kualitas Perkawinan pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu. Data cross sectional study mencakup karakteristik keluarga pada saat istri atau ibu yang menjadi tenaga kerja wanita, dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah yang memiliki penduduk yang cukup banyak bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu 12 bulan yang dilakukan dari bulan Febuari 2011 hingga Desember 2011 yang mencakup persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan. Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Populasi dari penelitian ini yaitu keluarga TKW yang berada di Desa Pada Asih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Kriteria contoh pada penelitian ini adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak usia dibawah 18 tahun. Responden pada penelitian ini adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW. Penarikan contoh menggunakan metode non probability sampling dengan teknik snowball, yaitu metode yang dilakukan dengan mencari satu individu responden dengan karakteristik yang dicari dalam wilayah tertentu, kemudian ditanyai dengan pertanyaan dari kuesioner yang telah disiapkan. Pencarian contoh dilakukan dari siang hari hingga malam hari dengan bantuan kader posyandu Desa Padaasih. Kader posyandu tersebut juga menjabat sebagai ketua RT 27 dan RT 28. Informasi yang diberikan berupa identitas ketua RT dari semua RT di Desa Padaasih. Setelah mendapatkan informasi mengenai ketua RT di Desa Padaasih, enumerator mendatangi rumah ketua RT dan menanyakan siapa calon responden yang memiliki kriteria yang sama. Hal ini dilakukan hingga tercapai target jumlah contoh yang diminta yaitu 26 60 keluarga berasal dari Desa Padaasih. Metode penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Propinsi Jawa Barat Kabupaten Sukabumi Kecamatan Cisaat Desa Padaasih n keseluruhan= 60 responden Purposive. Jawa barat merupakan propinsi yang paling banyak jumlah pengiriman TKW keluar negeri (BPS 2010). Purposive. Kabupaten sukabumi merupakan peringkat ke empat pengiriman TKW terbanyak (BNP2TKI 2010). Purposive. Kecamatan Cisaat merupakan kecamatan yang paling banyak mengirimkan jumlah TKW (Disnakertrans 2008). Purposive. Desa Padaasih merupakan desa yang paling banyak penduduk desanya menjadi TKW. Teknik Snowball Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 27 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan alat bantu kuisioner terstruktur yang meliputi: (1) Karateristik istri (umur, pendidikan, pekerjaan, dan riwayat sebagai TKW), (2) Karakteristik suami dan keluarga (umur, pendidikan, pekerjaan, dan besaran keluarga), (3) Dukungan sosial (keluarga luas, tetangga, PJTK), (4) Interaksi dalam suami-istri (komunikasi dan bonding suami-istri), dan (5) Kualitas perkawinan (kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan). Peneliti mengembangkan kuesioner berdasarkan berbagai penelitian serupa terdahulu dan kuesioner telah diuji realibilitas dan validitasnya. Daftar pertanyaan pada kuesioner berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. Data sekunder diperoleh melalui data dari BPS (Badan Pusat Statistik), data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transformasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi, gambaran umum wilayah penelitian dan data penduduk yang diperoleh dari kantor Kecamatan dan Desa setempat, dan literatur-literatur lainnya yang mendukung. Secara lebih rinci peubah, skala, jumlah item pertanyaan, dan Crobach Alpha (α) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data, peubah, skala, item pertanyaan, dan Cronbach Alpha (α) No Peubah Data Primer 1 Karakteristik sosial demografi keluarga 2 Dukungan sosial 3 Interaksi suami istri 4 Kualitas Perkawinan Data Sekunder 1 Data demografi 2 Data TKW Skala Data Item Pertanyaan Cronbach Alpha (α) Nominal - - Ordinal Ordinal Ordinal 34 17 4 0,800 0,797 0,502 28 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 17.0 for Windows. Tahap pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entering, dan cleaning. Tahapan editing meliputi meneliti kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan dari makna jawaban, relevansi jawaban, kekonsistenan antara jawaban satu dengan jawaban lainnya serta, serta keragaman suatu data. Setelah melakukan editing dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu coding yang merupakan penyusunan kode sebagai panduan dalam mengentri dan mengolah data lalu berlanjut dengan memasukan data ke dalam komputer (entering). Kemudian dilanjutkan dengan tahap cleaning yaitu tahap pembersihan data dengan cara melihat distribusi frekuensi dari setiap peubah. Jika terjadi kesalahan dalam memasukkan data ke dalam komputer maka dilakukan pengecekan ulang. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif yang telah digunakan di antaranya nilai rata-rata, minimum, dan maksimum untuk semua data kuantitatif. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji Cronbach Alpha digunakan untuk uji kekonsistenan antar item pertanyaan diantaranya dengan mengukur nilai reliabilitas dukungan sosial sebesar 0,800, interaksi suami-istri sebesar 0,797 dan kualitas perkawinan sebesar 0,502 dan uji Korelasi Pearson yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga dengan dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan serta untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan. Pemberian skor terhadap setiap pertanyaan dari masingmasing variabel, kemudian nilai skor tersebut dikompositkan sehingga diperoleh total skor. Selanjutnya dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 dengan rumus sebagai berikut (Tati 2004): Y - min Z= x 100 max-min 29 Hasil transformasi tersebut dikategorikan dengan menggunakan interval kelas. Interval kelas dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut: Interval kelas (IK) = Skor maksimum-Skor minimum Jumlah Kategori Pengelompokan kategori adalah sebagai berikut: ‐ Rendah : ≥ 33,33 ‐ Sedang : 33,34 – 66,67 ‐ Tinggi : > 66,68 Data karakteristik karakteristik keluarga meliputi umur suami dan istri, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan total keluarga, pendapatan per kapita keluarga, dan besar keluarga. Umur suami dan istri dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), usia lanjut (>60 tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tidak pernah sekolah tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (1996) menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (≥7 orang). Pekerjaan suami dikelompokkan menjadi wiraswasta, petani, buruh, pedagang, dan tidak memiliki pekerjaan. Pekerjaan istri dikelompokkan menjadi pembantu rumahtangga, buruh, perawat kesehatan, pengasuh anak, kerja restoran, dan lain-lain. Pendapatan total keluarga diperoleh melalui penjumlahan antara pendapatan istri, suami, dan anak. Pendapatan per kapita per bulan diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Dukungan sosial terdiri dari variabel dukungan dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga dan PJTKI. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, masing-masing dukungan sosial tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). 30 Interaksi suami-istri terdiri dari variabel komunikasi antar suami-istri dan bonding antara suami-istri. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, komunikasi dan bonding antara suami istri masing-masing dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). Kualitas perkawinan terdiri dari variabel kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak bahagia/tidak puas, skor 2 jika jawaban cukup bahagia/cukup puas, dan skor 3 jika jawaban bahagia/puas. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Kemudian kebahagiaan dan kepuasan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). Definisi Operasional Bonding adalah kedekatan secara emosional antara suami dan istri saat istri jadi TKW. Contoh adalah keluarga yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak dibawah 18 tahun. Dukungan sosial adalah bantuan atau pertolongan yang telah diberikan orang lain kepada seseorang. Interaksi suami-istri adalah hubungan suami istri yang dilihat dari komunikasi dan bonding saat istri menjadi TKW. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang tinggal dalam satu atap dan memiliki ikatan keluarga yang disatukan oleh ikatan darah atau perkawinan. Karakteristik keluarga/suami adalah ciri-ciri yang dilihat dari aspek sosial ekonomi yang melekat pada keluarga seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Karakteristik TKW adalah ciri-ciri yang dilihat dari aspek sosial ekonomi yang melekat pada isri seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. 31 Kebahagiaan Perkawinan adalah kebahagiaan yang dirasakan oleh suami yang bersifat relatif dan subyektif yang diukur berdasarkan rasa bahagia suami terhadap istri dan rasa bahagia dan bersyukur suami terhadap perkawinannya dengan istri. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah ataupun adopsi. Keluarga besar adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki ikatan darah baik yang disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi seperti ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek. Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Kepuasan perkawinan adalah kepuasan yang dirasakan oleh suami yang bersifat relatif dan subyektif yang diukur berdasarkan rasa puas suami terhadap istri dan rasa puas dan bersyukur suami terhadap perkawinannya dengan istri. Komunikasi adalah pertukaran informasi dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi suami-istri adalah pertukaran informasi dari suami ke istri atau dari istri ke suami. Kualitas Perkawinan adalah ukuran berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan menurut persepsi suami dalam menilai rasa bahagia atau puas suami terhadap istri dan rasa bahagia atau puas dan bersyukur suami terhadap perkawinannya dengan istri. Pekerjaan adalah suatu mata pencaharian yang di geluti oleh suami yang terdiri dari buruh, wiraswasta, petani dan pedagang sedangkan mata pencaharian istri sebagai TKW. Pendapatan adalah gaji, upah, atau hasil yang diperoleh suami dan istri berupa uang dalam jangka waktu satu bulan. Pekerjaan adalah jenis profesi yang dilakukan oleh suami dan istri baik yang terikat ataupun tidak terikat dan memperoleh imbalan baik berupa gaji atau upah atau bahkan tidak memperoleh gaji seperti tidak bekerja, buruh, wiraswasta, pedagang, petani, dan pedagang. PJTKI adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyaluran jasa. Perkawinan adalah komitmen yang dijalankan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang disatukan melalui ikatan lahir dan batin dalam rangka 32 membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Responden adalah suami yang memiliki istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak dibawah 18 tahun. Tetangga adalah orang-orang yang tinggal disekitar lingkungan suatu keluarga. TKW adalah tenaga kerja wanita yang bekerja diluar Negeri baik secara legal maupun illegal. Umur adalah usia suami dan istri pada waktu penelitian dilakukan. 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cisaat, Kabupten Sukabumi, Jawa Barat merupakan daerah yang memiiki luas wilayah sebesar 2.162,820 hektar yang terdiri dari sawah sebesar 1.202,54 hektar dan darat sebesar 960,28 hektar. Secara geografis, sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kadudampit, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Gunungguruh, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Caringin dan Kecamatan Cicantayan, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Sukabumi. Kecamatan ini terdiri dari 13 desa dan memiliki jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu sebanyak 113.398 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kecamatan Cisolok adalah petani/buruh tani, sedangkan yang lainnya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, pegawai swasta, pegawai negeri sipil dan TNI/POLRI. Desa Padaasih Desa Padaasih merupakan bagian dari salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisaat. Desa Cisaat memiliki luas wilayah sebesar 257.263 hektar dengan ketinggian sebesar 550 meter dari permukaan laut. Adapun batas wilayah Desa Cisaat, disebelah Utara dibatasi oleh Desa Cimahi, sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Mangkalaya, sebelah Barat dibatasi oleh Desa Cantayan dan sebelah Timur dibatasi oleh Desa Cibatu. Desa ini terdiri dari 4 dusun dengan 10 RW dan 48 RT. Jumlah penduduk desa sebanyak 8.283 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Padaasih adalah buruh sedangkan yang lainnya memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta, petani, pedagang dan ada pula yang tidak memiliki pekerjaan. Karakteristik Keluarga Contoh Usia Suami dan Istri Menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang secara hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya berada pada usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia 61 tahun ke atas. Usia suami berkisar antara 26 hingga 70 tahun dengan rata-rata umur 41,40 tahun. Tabel 2 menunjukkan bahwa separuh suami (50%) berada pada kategori dewasa awal (26-40 tahun), sedangkan hampir dari setengah suami (46,7%) berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun), dan sisanya (3,3%) berada pada 34 kategori dewasa akhir (62-70 tahun). Usia istri berkisar antara 22 hingga 50 tahun dengan rata-rata umur 33,47 tahun. Hampir seluruh istri (90%) berada pada kategori dewasa awal (22-40 tahun) sedangkan sisanya (10%) berada pada kategori dewasa madya (42-50 tahun) (Tabel 2). Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri Umur (Tahun) Suami n 30 28 2 60 % Dewasa awal (18-40) tahun) 50,0 Dewasa madya (41-60 tahun) 46,7 Dewasa akhir (62-70 tahun) 3,3 Total 100,0 Rata-rata ± sd (tahun) 41,40±8,36 Min-max (tahun) 26-70 Keterangan : Klasifikasi menurut Hurlock (1980) Istri n 54 6 0 60 % 90 10 0 100 33,47±6,67 22-50 Besar Keluarga Contoh Besar keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang dari sama dengan empat anggota keluarga, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga lima sampai dengan tujuh orang, dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari sama dengan delapan orang. Jumlah anggota contoh berkisar antara dua sampai enam orang dengan memiliki nilai rata-rata sebesar 1,13 orang. Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (86,7%) memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang yang berada pada kategori keluarga kecil sedangkan sisanya (13,3%) memiliki jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang dan berada pada kategori keluarga sedang. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Klasifikasi Besar Keluarga n Keluarga kecil (≤4 orang) 52 Keluarga sedang (5-6 orang) 8 Keluarga besar (≥ 8 orang) 0 Total 60 Keterangan : Klasifikasi menurut BKKBN (1996) % 86,7 13,3 0,0 100,0 Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak sedangkan keluarga besar adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki ikatan darah baik yang disatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi seperti ayah, ibu, anak, nenek, dan kakek. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebesar 93,3 persen contoh terdiri dari keluarga inti sedangkan sisanya (6,7%) contoh terdiri dari keluarga besar karena kakek dan nenek hidup satu atap dengan keluarga inti. 35 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan kategori keluarga Kategori Keluarga inti Keluarga besar Total n 56 4 60 % 93,3 6,7 100,0 Tingkat Pendidikan Suami dan Istri Tingkat pendidikan suami bervariasi mulai dari tidak sekolah hingga tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa persentase terbesar (48,3%) tingkat pendidikan suami adalah tamat Sekolah Dasar (SD) sedangkan persentase terkecil tingkat pendidikan suami yaitu tidak sampai Perguruan Tinggi (0%) dan Tidak Sekolah (1,7%). Istri memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi dari tidak sekolah hingga Perguruan Tinggi. Persentase terbesar (53,3%) tingkat pendidikan istri adalah tamat Sekolah Dasar (SD) namun persentase terkecil (1,7%) tingkat pendidikan istri yaitu tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan masuk ke Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan istri lebih tinggi dibandingkan dengan suami. Berdasarkan hasil penelitian, istri yang memiliki tingkat pendidikan mencapai perguruan tinggi bekerja sebagai pengasuh anak. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dan istri No 1 2 3 4 5 6 7 Kategori pendidikan Tidak Sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP Tamat SMP Tamat SMA Perguruan Tinggi Total Suami n 1 12 29 5 10 3 0 60 Istri % 1,7 20,0 48,3 8,3 16,7 5,0 0,0 100,0 n 1 4 32 1 16 5 1 60 % 1,7 6,7 53,3 1,7 26,7 8,3 1,7 100,0 Jenis Pekerjaan Suami dan Istri Pekerjaan suami sangat bervariasi saat istri berangkat menjadi TKW. Tabel 6 menyajikan bahwa persentase terbesar (40%) pekerjaan suami bekerja sebagai buruh. Hanya sebagian kecil suami (6,7%) yang tidak memiliki pekerjaan saat penelitian berlangsung. Sebagian besar suami (65%) tidak mempunyai pekerjaan sampingan yang dapat memberikan tambahan pendapatan keluarga. Hanya 11,6 persen suami yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh dan pedagang. 36 Tabel 6 Sebaran suami berdasarkan pekerjaan Jenis Pekerjaan Wiraswasta Petani Buruh Pedagang Tidak memiliki pekerjaan Total Utama n 17 4 24 11 4 60 Sampingan % 28,3 6,7 40,0 3,4 6,7 100,0 n 3 4 7 7 39 60 % 5,0 6,7 11,6 11,6 65,0 100,0 Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri (91,7%) bekerja sebagai pembantu rumah tangga diluar negeri sedangkan sisanya 8,3 persen istri bekerja sebagai pengasuh anak. Rendahnya jenjang pendidikan yang ditempuh oleh istri mengakibatkan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh istri hanya sebagai pembantu rumah tangga dan pengasuh anak. Tabel 7 Sebaran istri berdasarkan pekerjaan Jenis Pekerjaan Pembantu rumahtangga Buruh Perawat kesehatan Pengasuh anak Kerja restoran Dll Total Saat TKW n 55 0 0 5 0 0 60 % 91,7 0,0 0,0 8,3 0,0 0,0 100,0 Keadaan Ekonomi Keluarga Contoh Total Pendapatan Keluarga. Tabel 8 menunjukkan total pendapatan contoh berkisar antara Rp 440.000,00 sampai dengan lebih dari Rp 7.780.000,00 per bulan. Persentase terbesar contoh (30%) memiliki pendapatan antara Rp 2.550.001,00 sampai dengan Rp 3.400.000,00. Rata-rata total pendapatan contoh per bulan sebesar Rp 2.799.239,00. 37 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan keluarga per bulan Pendapatan Kelarga Saat TKW (Rupiah/Bulan) % <850000 6,7 850001-1700000 18,3 1700001-2550000 16,7 2550001-3400000 30,0 3400001-4250000 11,6 4250001-5100000 8,3 5100001-5950000 1,7 5950001-6800000 1,7 6800001-7650000 3,3 >7650001 1,7 Total 100,0 Rata-rata ± SD 2.799.239 ± 1.640.719 Kisaran (min-max) 4.400.000-7.780.000 Keterangan : Selang berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi 2010 = Rp 850.000,00 Pendapatan Per Kapita Per Bulan. Kemampuan konsumsi untuk setiap anggota keluarga dapat digambarkan melalui pendapatan per kapita per bulan. Pendapatan per kapita per bulan diperoleh melalui hasil pembagian antara pendapatan keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan persentase terbesar contoh (51,7%) memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 741.341. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan contoh sebesar Rp 915.126,4 (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita per bulan Pendapatan Kelarga (Rupiah/Bulan) Saat TKW % <185335 3,3 185336-370670 16,7 370671-556005 11,7 556006-74134O 16,7 >741341 51,7 Total 100,0 Rata-rata ± SD 915.126,4 ± 708.509,1 Kisaran (min-max) 146.666,7-3.750.000,0 Keterangan : Selang berdasarkan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat 2010 = Rp 185 335,00 Peran Istri sebagai TKW Negara Tujuan TKW Pada saat penelitian dilakukan, sebagian besar (93,3%) negara tujuan istri Arab Saudi sedangkan sebesar 1,7 persen istri memilih untuk bekerja ke 38 Negara Malaysia, Hongkong, Singapore ada pula yang memilih kerja di negara lainnya (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran istri berdasarkan negara tujuan TKW No 1 2 3 4 5 Kategori Arab Malaysia Hongkong Singapore Lainnya Total n 56 1 1 1 1 60 % 93,3 1,7 1,7 1,7 1,7 100,0 Lama Bekerja Istri Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir separuh istri (48,3%) bekerja sebagai TKW pada jangka waktu antara satu sampai dengan dua tahun dan persentase terbesar kedua (26,7%) yaitu kurang dari satu tahun. Sebesar 18,3 persen istri bekerja dalam jangka waktu dua sampai dengan lima tahun. Sisanya sebesar 6,7 persen istri bekerja dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Banyaknya masalah yang terjadi pada istri di tempat kerja pada saat menjadi TKW mengakibatkan sedikit sekali istri yang bekerja dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Tabel 11 Sebaran istri berdasarkan lama menjadi TKW No 1 2 3 4 Kategori < 1 tahun 1 – 2 tahun 2 – 5 tahun > 5 tahun Total Rata-rata ± STD Kisaran (min-max) n 16 29 11 4 60 % 26,7 48,3 18,3 6,7 100,0 2,05 ± 0,852 1-4 Motivasi Menjadi TKW Motivasi TKW dapat dibedakan menjadi motivasi ekonomi dan motivasi non ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 12 menunjukan bahwa motivasi ekonomi antara lain motivasi untuk membayar hutang, memenuhi kebutuhan keluarga, suami tidak bekerja, anak dapat melanjutkan sekolah, ingin membangun atau membeli rumah, ingin menambah penghasilan keluarga, dan ingin merubah status sosial ekonomi keluarga sedangkan motivasi non ekonomi diantaranya ingin menjadi perempuan mandiri, ingin naik haji, dan ingin membuat keluarga bahagia. Lebih dari separuh suami (60%) menyatakan bahwa tidak benar apabila kepergian istri sebagai TKW karena suami tidak bekerja dan untuk membayar hutang. Sebagian besar suami (78,3%) membenarkan bahwa 39 motivasi kepergian istri sebagai TKW untuk menambah penghasilan keluarga karena berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh suami menyatakan tidak sanggup untuk memberikan istri mereka uang yang lebih dari cukup. Lebih dari separuh suami (56,7%) membenarkan bahwa kepergian istri sebagai TKW untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu dikarenakan gaji suami yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan anak, istri maupun rumah tangga. Namun sebagian besar suami (78,3%) tidak membenarkan kepergian istri ingin membuat keluarga bahagia karena suami merasakan kebutuhan fisik dan batin anak dan dirinya tidak dapat terpenuhi oleh istri. Sebanyak 41,7 persen suami membenarkan bahwa motivasi istri bekerja di luar negeri agar menjadi perempuan mandiri dan tidak bergantung pada penghasilan kerja suami saja karena penghasilan dari suami yang diberikan kepada istri dirasa kurang untuk menghidupi keluarga. Hampir separuh suami (40%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja sebagai TKW agar anak dapat melanjutkan sekolah. Suami berpendapat bahwa masih bisa membiayai sekolah anak mereka walaupun istri bekerja sebagai TKW. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, hampir separuh suami (48%) tidak membenarkan bahwa kepergian istri untuk bekerja di luar negeri untuk membangun atau membeli rumah karena sebelum istri berangkat sebagai TKW mereka sudah memiliki tempat tinggal walaupun tidak begitu bagus namun layak untuk ditempati. Hampir separuh suami (43,3%) tidak membenarkan motivasi istri bekerja sebagai TKW karena ingin naik haji. Suami mengatakan bahwa kepergian istri sebagai TKW semata-mata hanya untuk bekerja dan mencari uang. Sebesar 36,7 persen suami menyatakan tidak benar bahwa kepergian istri menjadi TKW karena untuk merubah status sosial ekonomi keluarga. Bagi suami, selama istri berada di luar negeri untuk bekerja tidak terjadi perubahan status sosial ekonomi keluarga karena dalam kehidupan sehari-hari suami masih mengalami kekurangan baik dari segi ekonomi (keuangan dan aset) maupun non ekonomi (rumah dan lahan). Secara garis besar, suami menyatakan bahwa kepergian istri bukan untuk membayar hutang keluarga, karena suami tidak bekerja, agar anak dapat melanjutkan sekolah, ingin membangun atau membeli rumah, dan ingin merubah status sosial ekonomi keluarga. Motivasi istri menjadi TKW disebabkan oleh keinginan untuk menambah penghasilan keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu kepergian istri menjadi TKW karena ingin menjadi 40 perempuan yang mandiri. Keinginan membuat keluarga bahagia dan naik haji bukanlah motivasi istri menjadi TKW. Tabel 12 Sebaran suami berdasarkan motivasi istri menjadi TKW No Motivasi istri Menjadi TW 1 Karena suami tidak bekerja 2 Karena membayar hutang keluarga 3 Untuk memenuhi kebutuhan keluarga 4 Agar menjadi perempuan mandiri 5 Agar anak dapat melanjutkan sekolah 6 Karena ingin membangun/membeli rumah 7 Untuk merubah status sosial ekonomi keluarga 8 Karena ingin naik haji 9 Karena ingin menambah penghasilan keluarga 10 Karena ingin membuat bahagia keluarga Keterangan : 1. Tidak benar 2. Sebagian benar 3. Benar 1 % 60,0 60,0 30,0 23,3 40,0 48,3 36,7 43,3 10,0 78,3 2 % 21,7 33,3 13,3 35,0 38,3 23,3 30,0 36,7 11,7 13,3 3 % 18,3 6,7 56,7 41,7 21,7 28,3 33,3 20,0 78,3 8,3 Permasalahan Selama menjadi TKW Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada lima contoh, terdapat informasi mengenai beberapa masalah yang menimpa TKW selama bekerja di luar negeri. Kasus yang menimpa para TKW hampir seluruhnya sama yaitu mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dengan suami dan keluarga besar. Kasus pertama menimpa istri Bapak A. Istri Bapak A untuk pertama kalinya menjadi TKW ke Arab Saudi namun sudah dua kali istri Bapak A pindah majikan. Pada majikan pertama, istri Bapak A selalu melakukan kekerasan fisik setiap kali berkomunikasi dengan Bapak A. Namun saat pindah bekerja dimajikan kedua, istri Bapak A bebas berkomunikasi dengan Bapak A (Kotak 1). KOTAK 1 “Permasalahan Istri Pak A” Selama istri bekerja menjadi TKW di luar negeri, sudah dua kali istri Pak A pindah majikan. Saat bekerja dimajikan pertama, istri tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan Pak A. Menurut majikan istri Pak A, komunikasi antara istri dengan suami dan keluarga akan menganggu pekerjaan. Pada awal pertama kerja, istri Pak A masih berani mencuri-curi kesempatan untuk menelepon Pak A dan keluarga untuk memberi kabar. Sampai suatu hari, tindakan istri Pak A tersebut diketahui oleh majikannya. Saat istri Pak A selesai menelepon Pak A, ia dipukul oleh majikannya. Setelah insiden pukulan itu, istri Pak A tidak berani menelepon Pak A lagi. Pak A pun kebingungan karena sudah tiga bulan tidak dapat berkomunikasi dengan istri, disms dan ditelepon pun tidak aktif. Saat itu, Pak A berusaha meminta bantuan orang-orang di sekitarnya baik dari aparat desa maupun kecamatan namun tidak ada yang bisa membantu Pak A. Hampir sembilan bulan tidak ada kabar, akhirnya istri Pak A bisa dihubungi dan ia pun bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah majikan pertamanya. Saat ini, istri Pak A memliki majikan kedua yang baik karena istri Pak A dibebaskan beromunikasi dengan keluarga dan Pak A. 41 Permasalahan kedua dialami oleh istri Bapak T. Istri Pak T sudah dua kali putaran menjadi TKW di Arab Saudi. Pada putaran pertama, istri Pak T mengalami kegagalan saat bekerja pada majikan pertama. Istri Pak T pun kabur dan pulang kembali ke Indonesia. Namun kejadian pada saat pertama kali menjadi TKW, tidak menyurutkan tekad istri Pak T untuk menjadi TKW kedua kalinya. Pada putaran kedua, istri Pak T dengan Pak T sudah kehilangan kontak selama 10 tahun (Kotak 2). KOTAK 2 “Tekad Bulat TKW yang Berdampak Kekawatiran Keluarga ” Saat putaran pertama menjadi TKW, istri Pak T mengalami kegagalan karena majikan TKW sangat galak dan suka melakukan kekerasan fisik. Secara diam-diam istri Pak T pun kabur karena sudah merasa tidak tahan dengan kelakuan buruk majikannya. Akhirnya, istri Pak T dipulangkan dari Arab Saudi. Namun, tidak disangka-sangka oleh Pak T, istrinya berniat untuk menjadi TKW kembali ke Arab saudi. Akhirnya dengan berat hati Pak T mengizinkan karena istrinya tetap memaksa untuk pergi. Saat istri Pak T berangkat, ia berjanji untuk menghubungi Pak T dan anak-anaknya. Pada awal pertama masuk kerja, istri Pak T dengan Pak T masih lancar berkomunikasi namun setelah lama menjadi TKW komunikasi di antara Pak T dan istri menghilang begitu saja bahkan sudah hampir sepuluh tahun ia dan istrinya tidak berkomunikasi. Hal ini membuat Pak T dan anak-anaknya khawatir namun Pak T dan anak-anaknya hanya bisa berdoa saja dan berharap istrinya baik-baik saja. Permasalahan ketiga dialami oleh Bapak O. Untuk pertama kalinya istri Pak O menjadi TKW di Malaysia dan sudah dua tahun istrinya bekerja. Sebelum istri berangkat menjadi TKW, Pak O dan istri membuat komitmen untuk tetap menjaga komunikasi namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan harapan Pak O dan istri karena majikan TKW tidak memperbolehkan Pak O untuk berkomunikasi dengan istri (Kotak 3). KOTAK 3 “Sulitnya Komunikasi” Untuk pertama kalinya istri berangkat menjadi TKW. Pak O dan istri berjanji untuk saling menjaga komunikasi di antara mereka. Namun sangat disayangkan harapan itu kandas karena majikan TKW tidak memberikan izin untuk berkomunikasi dengan Pak O. Pak O dan istri pun sangat kecewa dengan hal ini. Namun, keberuntungan datang kepada istri Pak O karena ada TKW Indonesia juga yang bekerja di Malaysia akhirnya istri Pak O memberikan no handphone temannya dan memberitahukan Pak O untuk menanyakan kabar istrinya lewat teman TKW. Perasaan Suami terhadap Istri Setiap pasangan suami istri yang tinggal secara berpisah dan cukup jauh dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan rumahtangga. Pada Tabel 13 terlihat bahwa lebih dari separuh suami (61,7%) 42 yang ditinggalkan oleh istri pergi untuk bekerja di luar negeri memiliki perasaan biasa saja yaitu tidak sedih ataupun tidak juga gembira pada saat istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya. Suami mengatakan bahwa sudah terbiasa mengerjakan segala pekerjaan rumahtangga baik mengurus rumah maupun anak selama istri tidak ada dirumah. Pada awalnya suami terpaksa melakukan kegiatan rumahtangga dan mengasuh anak namun semakin lama perasaan terpaksa tersebut berubah menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan secara ikhlas sehingga suami pun menjadi terbiasa dengan kegiatan rumahtangga yang dilakukannya. Sebesar 36,7 persen suami merasa malu karena istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya layaknya seperti ibu rumahtangga. Suami menginginkan istri tidak bekerja disektor publik namun suami lebih menginginkan istri bekerja disektor domestik (memasak, menyuci, dan mengepel), mengasuh anak, dan dapat melayani suami dengan baik. Sisanya sebesar 1,7 persen suami merasa bangga meskipun istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan rumahtangga. Bagi suami mengerjakan pekerjaan rumahtangga adalah hal yang tidak mudah namun karena rasa kasih sayang terhadap anak maka suami rela berkorban untuk memberikan yang terbaik dalam mengasuh anak dan mengerjakan kegiatan rumahtangga. Kepergian istri ke luar negeri bukan untuk mencari kesenangan namun untuk membantu keuangan keluarga. Oleh karena itu, suami merasa bangga walaupun istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya seperti ibu rumahtangga lain namun dapat berperan membantu meningkatkan keuangan keluarga. Saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hampir lebih dari separuh suami (60%) memiliki perasaan biasa saja yaitu tidak sedih ataupun gembira terhadap kondisi pekerjaan istri yang bekerja sebagai TKW. Hal itu dikarenakan suami menganggap bahwa kepergian istri menjadi TKW adalah hal biasa di lingkungan masyarakat tempat tinggal suami meninjau bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggal suami sudah terbiasa para suami ditinggalkan oleh para istrinya yang menjadi TKW di luar negeri. Sebesar 31,7 persen suami merasa malu saat istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri. Suami beranggapan bahwa istri bekerja menjadi TKW karena suami tidak sanggup mencukupi kebutuhan sang istri baik kebutuhan rumahtangga maupun kebutuhan pribadi istri. Pemikiran tersebut pada akhirnya menimbulkan rasa malu pada diri suami. Adapula suami yang bangga saat istri menjadi TKW 43 dengan persentase 8,3 persen. Hal itu dikarenakan, istri bekerja menjadi TKW di luar negeri dapat menambah penghasilan keluarga sehingga dapat meringkan beban suami dalam mencukupi kebutuhan anak dan rumahtangga. Suami yang ditinggal istri bekerja ke luar negeri, akan hidup tanpa istri untuk sementara waktu walaupun tidak jelas kapan tepat waktunya istri pulang. Sebesar 51,7 persen suami memiliki perasaan biasa saja saat hidup tanpa istri untuk sementara. Suami tidak merasa sedih ataupun gembira terhadap keadaan yang sedang dialaminya saat ini. Bagi suami, hal tersebut merupakan hal biasa yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya karena adapula tetangga yang bernasib sama ditinggalkan istri bekerja menjadi TKW hingga ke luar negeri. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 33,3 persen suami merasa malu karena hidup tanpa istri untuk sementara. Suami beranggapan bahwa karena kesalahan diri sendiri yang membuat istri bekerja hingga ke luar negeri yang pada akhirnya berakibat harus hidup tanpa istri untuk sementara. Sebagian kecil suami (3,3%) yang merasa bangga hidup tanpa istri. Suami menyatakan bahwa istri sudah bersusah payah mencari uang demi meningkatkan keuangan keluarga sehingga perlu adanya rasa bangga terhadap hasil kerja keras istri. Pada tabel menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (51,7%) memiliki perasaan biasa saja saat istri mempunyai penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena suami beranggapan yang paling utama adalah istri dapat mengirimkan uang untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga dan anak karena apabila hanya bergantung pada penghasilan suami saja tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga dan anak (Tabel 13). Sebesar 38,3 persen suami merasa malu karena istri mempunyai penghasilan lebih tinggi. Apabila istri mempunyai penghasilan tinggi daripada suami berarti suami gagal dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Sisanya sebesesar 10 persen suami bangga istri mempunyai penghasilan lebih tinggi karena dengan begitu istri dapat meringkan beban dan tanggung jawab suami dalam menafkahi keluarga (Tabel 13). Pada intinya suami merasa biasa saja terhadap situasi keluarga yang dialaminya. Hal ini dapat terlihat dari perasaan suami yang tidak sedih ataupun gembira saat istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya, istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri, hidup tanpa istri untuk sementara, dan istri punya penghasilan lebih tinggi. 44 Tabel 13 Sebaran suami berdasarkan perasaan suami terhadap istri No Perasaan suami terhadap situasi keluarga 1 Istri tidak dapat berperan sebagaimana mestinya 2 Istri bekerja menjadi TKW sampai ke luar negeri 3 Hidup tanpa istri untuk sementara 4 Istri punya penghasilan lebih tinggi Keterangan : 1. Malu 2. Netral 3. Bangga 1 % 36,7 2 % 61,7 3 % 1,7 31,7 60,0 8,3 33,3 38,3 63,3 51,7 3,3 10,0 Dukungan Sosial Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya, juga bagi keluarga dalam menjalani kehidupan perkawinannya bagi pelaksanaan pengasuhan anak. Dukungan sosial diukur melalui dimensi emosi, ekonomi, dan informasi. Dukungan sosial dapat diperoleh melalui keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada di lingkungan sekitar. Dukungan sosial mampu memberikan kekuatan yang dimana dapat mengurangi kesulitan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kualitas dukungan sosial yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik yang semakin tinggi pula (Tati 2004). Dukungan keluarga besar adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga besar kepada suami baik berupa dukungan emosi, instrumen, penghargaan maupun informasi. Dukungan emosi yang sering diberikan keluarga besar kepada suami yaitu ketika keluarga besar mau mendengarkan masalah yang sedang saya hadapi, menunjukkan kepedulian serta memperlihatkan perhatian yang tinggi, berbagi kesulitan dengan suami, dan saat keluarga besar memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan instrumen yang sering diberikan keluarga besar kepada suami adalah bantuan dalam mengasuh anak (48,3%). Hampir separuh suami (41,7%) menyatakan bahwa keluarga besar kadang-kadang memberikan bantuan saat mengalami kesulitan keuangan. Lebih dari separuh suami (55%) mengatakan bahwa keluarga besar tidak pernah membantu meringankan pekerjaan rumah tangga selama istri menjadi TKW. Hal tersebut dikarenakan suami dan anak bekerja sama dalam melakukan pekerjaan rumah tangga serta tidak ingin merepotkan keluarga besar dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Dukungan penghargaan yang sering diberikan keluarga besar kepada suami yaitu ketika keluarga besar mengatakan sesuatu yang dapat membuat tenang dan merasa dihargai serta apapun yang suami lakukan 45 keluarga besar selalu mendukung tindakan suami selama tindakan tersebut positif. Berdasarkan hasil wawancara, lebih dari satu pertiga suami (36,17%) sering memperoleh dukungan informasi dari keluarga besar yaitu saat keluarga besar banyak memberi solusi setiap suami menghadapi masalah. Keluarga inti dalam penelitian ini terdiri dari suami dan anak maka dari itu dukungan keluarga inti adalah dukungan yang diberikan anak kepada suami. Adapun dukungan yang diberikan oleh keluarga inti dirasakan tinggi oleh semua suami. Lebih dari separuh suami (55%) menyatakan bahwa suami dan anakanak sering saling membantu dan mendukung selama istri menjadi TKW. Sebagian besar suami (75%) menyatakan bahwa suami dan anak-anak sering berkomunikasi dan saling terbuka. Tabel 14 menunjukan bahwa dukungan emosi yang diberikan tetangga dirasakan tinggi oleh suami. Adapun dukungan emosi yang sering diberikan oleh tetangga yaitu ketika lingkungan sosial masyarakat memberikan perasaan aman kepada suami terutama ketika istri menjadi TKW, suami merasa tenang dengan lingkungan tempat tinggalnya karena merupakan lingkungan yang baik untuk menumbuh kembangkan anak, dan teman-teman suami selalu menghibur ketika sedang menghadapi masalah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dukungan informasi yang sering diberikan oleh tetangga kepada suami yaitu saat suami dan tetangga selalu bertukar pikiran dan berbagi masalah (43,3%). Separuh suami (50%) mengatakan bahwa kadang-kadang tetangga memberikan solusi ketika menghadapi masalah dan sebesar 35 persen lingkungan sosial masyarakat memberikan nasihat dan saran kepada suami ketika menghadapi masalah. PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyaluran jasa keluar negeri dan PJTKI memiliki tugas dan tanggung jawab dari awal keberangkatan TKW hingga saat TKW sudah berangkat dan bekerja di luar negeri. Tabel 14 menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan oleh PJTKI dirasakan rendah oleh semua suami. Hampir seluruh suami menyatakan bahwa PJTKI tidak pernah memberikan dukungan sosial kepada keluarga contoh. Suami menyatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI kepada keluarga contoh diberikan sebelum istri berangkat menjadi TKW. Saat istri sudah berangkat dan bekerja menjadi TKW, PJTKI tidak pernah memberikan dukungan sosial kepada keluarga contoh. Bagi suami, hal tersebut dapat terjadi karena PJTKI menganggap bahwa setelah istri sudah 46 berangkat dan bekerja di luar negeri segala urusan yang berkaitan dengan keluarga contoh telah selesai. Tabel 14 Sebaran suami berdasarkan penerimaan dukungan sosial No 1 2 3 % % % Rata-rata Skor % 55,0 18,3 26,7 1,72 38,3 41,7 20,0 1,82 26,7 25,0 48,3 2,22 35,0 28,3 36,7 2,02 28,3 35,0 36,7 2,08 8,3 38,3 53,3 2,45 21,7 35,0 43,3 2,22 16,7 33,3 50,0 2,33 13,3 28,3 58,3 2,45 10,0 23,3 66,7 2,57 21,7 23,3 55,0 2,33 5,0 20,0 75,0 2,70 6,7 15,0 78,3 2,72 45,0 43,3 11,7 1,67 23,3 58,3 18,3 1,95 26,7 30,0 43,3 2,17 16,7 30,0 53,3 2,37 30,0 50,0 20,0 1,90 Dukungan Sosial Keluarga Besar 1 Keluarga besar berperan banyak dalam membantu meringankan pekerjaan rumah tangga selama istri menjadi TKW 2 Keluarga besar berperan banyak dalam membantu kesulitan keuangan 3 Keluarga besar berperan banyak dalam membantu pengasuhan anak 4 Keluarga besar banyak memberi solusi setiap saya menghadapi masalah 5 Keluarga mau mendengarkan masalah yang sedang saya hadapi 6 Keluarga menunjukkan kepedulian serta memperlihatkan perhatian yang tinggi 7 Saya selalu berbagi kesulitan dengan keluarga besar 8 Keluarga saya memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW 9 Keluarga saya selalu mengatakan sesuatu yang dapat membuat saya tenang dan merasa dihargai 10 Apapun yang saya lakukan, keluarga selalu mendukung tindakan saya selama tindakan tersebut positif Keluarga Inti 1 Saya dan anak-anak saling membantu dan mendukung selama istri menjadi TKW 2 Saya dan anak-anak berkomunikasi dan saling terbuka Tetangga 1 Lingkungan sosial masyarakat memberikan perasaan aman terutama ketika istri menjadi TKW 2 Tetangga membantu meminjamkan uang atau barang ketika saya menghadapi kesulitan 3 Masyarakat selalu memberikan pertolongan ketika saya sedang menghadapi kesulitan 4 Saya selalu bertukar pikiran dan berbagi masalah dengan tetangga 5 Saya memiliki teman-teman yang saya yakini bahwa mereka dapat menghargai dan mendukung tindakan saya selama tindakan tersebut positif 6 Tetangga sering memberikan solusi ketika ketika saya menghadapi masalah. 47 Tabel 14 (lanjutan) 7 Saya merasa tenang dengan lingkungan 6,7 tempat tinggal saya karena merupakan lingkungan yang baik untuk menumbuh kembangkan anak 8 Lingkungan sosial masyarakat banyak 31,7 memberikan nasihat dan saran kepada saya ketika saya menghadapi masalah 9 Teman-teman saya mau mendengarkan 16,7 masalah yang sedang saya hadapi 10 Teman-teman saya selalu menghibur saya 3,3 ketika saya sedang menghadapi masalah 11 Bila keluarga sedang bermasalah, apakah 100,0 mendapat dukungan uang/sembako/tenaga/obat-obatan dari teman? 12 Apakah keluarga juga mendapat dukungan 95,0 tersebut dari kelompok atau anggota kemasyarakatan? PJTKI 1 Melakukan sosialisasi/penyuluhan program 98,3 penempatan TKW ke luar negeri 2 Membantu mengurus pembuatan paspor 98,3 ke kantor imigrasi yang ditunjuk Dinas Kabupaten 3 Menjelaskan isi lembar kontrak kepada 100,0 TKW dan anggota keluarga lainnya 4 Menjamin perlindungan dan keselamatan 76,7 TKW 5 Memberikan reward (penghargaan) baik 88,3 materi maupun non materi atas prestasi yang diberikan oleh TKW 6 Merespon ketika TKW mengalami masalah 98,3 dalam melengkapi persyaratan kerja 7 Mengadakan pertemuan antar TKW di luar 71,7 negeri untuk mempererat silaturahmi para TKW 8 Banyak memberikan saran dan nasehat 95,0 kepada TKW demi keselamatan dan keberhasilan kerja TKW diluar negeri 9 Memeriksa/mengontrol kondisi kesehatan 90,0 jasmani dan rohani TKW meskipun dari jarak jauh 10 Memberikan pelatihan dan pengajaran 100,0 yang baik dan benar kepada TKW demi mencapai keberhasilan kerja diluar negeri. Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering 25,0 68,3 2,62 35,0 33,3 2,02 55,0 28,3 2,12 20,0 76,7 2,73 0,0 0,0 1,00 3,3 1,7 1,07 1,7 0,0 1,02 1,7 0,0 1,02 0,0 0,0 1,00 23,3 0,0 1,23 11,7 0,0 1,12 1,7 0,0 1,02 15,0 13,3 1,42 5,0 0,0 1,05 10,0 0,0 1,10 0,0 0,0 1,00 Hasil penelitian pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga besar kepada suami berada pada kategori tinggi dan sedang (43,3%) dan sisanya (13,3%) berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga besar cukup peduli dan memberikan dukungan sosial yang cukup baik kepada suami. Sebesar (71,7%) suami memperoleh 48 dukungan sosial keluarga inti termasuk kategori tinggi, 20 persen suami merasa bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga inti berada pada kategori sedang, dan sisanya (8,3%) berada pada kategori rendah dalam menerima dukungan sosial dari keluarga inti. Tergambar bahwa suami mendapatkan dukungan penuh dan baik dari keluarga inti sehingga merasa semangat dan kuat dalam menjalani hidup. Sebanyak 65 persen suami memperoleh dukungan sosial dari tetangga termasuk ke dalam kategori sedang, 20 persen berada pada kategori tinggi, dan sisanya (15%) berada pada kategori rendah dalam menerima dukungan sosial tetangga. Hal ini menggambarkan bahwa dukungan sosial yang diberikan tetangga tergolong cukup baik sehingga suami cukup merasa tenang, nyaman, dan aman hidup di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Hampir seluruh contoh (100%) memperoleh dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh PJTKI dirasakan sangat kurang dan tidak lebih baik oleh contoh. Menurut contoh, dukungan yang diberikan oleh PJTKI diberikan sebelum istri menjadi TKW saja. Namun, setelah istri menjadi TKW, dukungan sosial hampir tidak pernah diberikan oleh PJTKI kepada contoh. Secara keseluruhan dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI berada pada kategori sedang (83,3%). Sebanyak 11,7 persen dukungan sosial yang diberikan kepada suami berada pada kategori tinggi dan sisanya (5%) berada pada kategori rendah. Tabel 15 menggambarkan bahwa keluarga besar memberikan dukungan yang sangat baik kepada suami. Namun, terkadang keluarga besar memberikan dukungan yang cukup baik kepada suami dan hal ini terlihat dari bantuan yang diberikan keluarga besar ketika suami mengalami kesulitan keuangan. Dukungan yang diberikan oleh keluarga inti kepada suami dapat dikatakan sangat baik hal dikarenakan keluarga keluarga inti selalu memberikan dukungan penuh kepada suami saat istri menjadi TKW. Dukungan yang selalu diberikan kepada suami, akan membangkitkan semangat hidup dan juang dalam diri suami untuk tetap bertahan dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dalam keluarga. Dukungan yang diberikan tetangga kepada suami dirasakan cukup baik namun untuk dukungan yang diberikan oleh PJTKI suami merasa tidak pernah memperoleh dukungan. Menurut suami, PJTKI tidak memberikan dukungan lagi kepada contoh karena saat istri berangkat menjadi TKW segala urusan yang 49 berkaitan dengan contoh telah selesai. Secara garis besar dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI berada pada kategori sedang yang artinya suami merasa cukup baik dalam memperoleh dukungan sosial baik dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI. Tabel 15 Sebaran suami berdasarkan kategori dukungan sosial Tingkat Dukungan Sosial Rendah (≤33,33) Sedang (33,3466,67) Tinggi (>66,68) Min-max Rataan ± SD Keluarga Besar % 13,30 43,30 Dukungan Sosial Keluarga Tetangga Inti % % 8,30 20,00 20,00 65,00 43,30 1-3 2,30±0,70 71,70 1-3 2,63±0,64 15,00 1-3 1,95±0,59 PJTKI % 100,00 0,00 Dukungan Sosial % 11,70 83,30 0,00 1-1 1,00±0,00 5,00 1-3 1,93±0,41 Interaksi Suami dan Istri Komunikasi Istri dan Keluarga Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas kerja (Surbakti 2008). Menata komunikasi dalam kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi dibedakan menjadi empat komponen yang saling berhubungan dan menunjang keharmonisan suatu keluarga, yaitu: (1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan setiap waktu dan dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga. Komunikasi dengan Tuhan merupakan dasar utama dan penting dalam membentuk dan menata keluarga yang sakinah. (2) Komunikasi antar anggota keluarga inti. Keluarga terdiri dari anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan kerabat), fasiltas (rumah, makanan, minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran agama yang telah dianut secara turun-temurun dari keluarga sebelumnya. (3) Komunikasi antar keluarga besar. Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga yang harus terus dipertahankan yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan anggota keluarga besar. Hal itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga inti dengan keluarga besar semakin 50 erat dan harmonis. (4) Komunikasi dengan masyarakat luas. Hubungan komunikasi tidak hanya terbatas kepada hubungan komunikasi antar anggota keluarga saja tetapi adapula hubungan komunikasi dengan masyarakat yang ada disekitar keluarga. Hubungan komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan banyak orang yang dimana memiliki karakteristik yang sangat beragam. Hubungan komunikasi dengan masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu keluarga dapat memahami karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Keharmonisan yang terjadi dalam masyarakat bergantung pada keharmonisan yang terjadi dalam keluarga (Sauri 2008). Dalam penelitian ini, komunikasi yang akan dibahas adalah komunikasi antara istri dan keluarga, menggunakan media apa dalam berkomunikasi, seberapa sering istri melakukan komunikasi dengan keluarga serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali komunikasi. Seiring berjalannya waktu teknologi pun semakin canggih sehingga media yang digunakan pada zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Penting mengetahui media apa yang akan kita gunakan dalam komunikasi agar tercipta efisiensi dan efektifitas dalam penyampaian suatu pesan atau informasi. Telepon seluler merupakan media yang mudah dan sering digunakan. Frekuensi komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi yang diberikan secara teratur dalam kejadian tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar (80%) frekuensi komunikasi antara istri dan keluarga sebanyak satu sampai tiga kali dan lebih dari tiga kali dalam satu bulan sedangkan sisanya sebesar 20% istri atau ibu dan keluarga tidak pernah berkomunikasi dalam waktu satu bulan. Waktu penyampaian komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam mencapai keefekifan komunikasi. Lebih dari separuh istri dan keluarga (61,7%) melakukan intensitas komunikasi kurang dari 15 menit, 35 persen komunikasi dilalukan dalam selang waktu 15 sampai 30 menit, dan sebesar 3,3 persen berkomunikasi lebih dari 30 menit. Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (58,3%) mengatakan bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman pesan singkat (sms) kepada keluarga. Sebesar 48,3 persen suami mengaku bahwa keluarga kadang-kadang berkomunikasi melalui telepon atau pengiriman pesan singkat (sms). Hal tersebut menggambarkan bahwa komunikasi ibu dengan keluarga melalui telepon atau “sms” lebih baik dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu baik melalui telepon ataupun 51 sms. Berdasarkan data yang diperoleh, lebih dari separuh suami (61,7%) menjelaskan bahwa baik ibu maupun keluarga tidak pernah memberikan ucapan selamat kepada anggota keluarga yang sedang berulang tahun. Pada saat hari raya atau hari besar, sebesar 38,3 persen suami mengaku bahwa ibu sering berkomunikasi melalui telepon pada saat hari penting yaitu ketika hari raya atau hari besar. Begitupun sebaliknya sebesar 31,7 persen suami mengatakan bahwa keluarga sering berkomunikasi kepada ibu di hari raya atau hari besar. Tabel 16 Sebaran suami berdasarkan komunikasi antara istri dan keluarga No Komunikasi Istri dan Keluarga 1 % Ibu telepon/sms kepada keluarga 5,0 Ibu telepon saat ulang tahun suami/anak 61,7 Ibu telepon pada saat hari raya atau hari 28,3 besar 4 Keluarga sms/telepon kepada ibu 11,7 5 Keluarga telepon pada saat ulang tahun ibu 61,7 6 Keluarga telepon pada saat hari raya/hari 36,7 besar Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering 1 2 3 2 3 % 36,7 18,3 33,3 % 58,3 20,0 38,3 Rata-rata Skor % 2,53 1,58 2,10 48,3 18,3 31,7 40,0 20,0 31,7 2,28 1,57 1,98 Interaksi Suami Istri Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah elemen penting dari kualitas perkawinan. Tabel 17 menunjukkan bahwa hampir seluruh suami (85%) menyatakan selalu berusaha berkomunikasi untuk membicarakan soal anak dengan istri. Suami menyatakan bahwa topik pembicaraan mengenai anak adalah hal yang penting dikomunikasikan kepada istri agar istri mengetahui bagaimana perkembangan jiwa dan psikologis anak. Hampir separuh suami (38,3%) terkadang berusaha berkomunikasi dengan istri untuk membicarakan masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini penting bagi suami karena meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu, suami dan istri tetap dapat berdiskusi dalam mencari solusi untuk masalah yang yang sedang terjadi dalam rumahtangga namun suami memikirkan perasaan istri yang sedang bekerja di luar negeri. Suami takut apabila ia bercerita kepada istrinya mengenai masalah yang terjadi dalam rumah tangga dapat menganggu istri nya bekerja. Oleh karena itu, suami terkadang menceritakan masalah dalam rumahtangga kepada istri namun terkadang juga tidak bercerita dan hal ini disesuai dengan kondisi istri yaitu apakah istri siap mendengarkan atau tidak. Selama istri menjadi TKW, suami dan istri sering (65%) membicarakan rasa cinta 52 di antara keduanya. Hal ini selalu ditekankan oleh suami agar rasa cinta dan sayang di antara istri dan suami tidak akan pudar meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu. Hampir seluruh suami (83,3%) menyatakan bahwa tidak pernah memiliki konflik atau masalah yang berat dengan istri selama istri menjadi TKW. Suami menyatakan bahwa beban istri untuk bekerja saja sudah sangat berat sehingga suami sangat menghargai istri dan tidak mau mencari masalah atau konflik dengan istri. Sebesar 46,7 persen suami selalu membicarakan masalah keuangan rumah tangga dengan istri. Hal ini penting bagi suami karena mengingat kepergian istri dikarenakan ingin menambah penghasilan keluarga dan memenuhi kebutuhan keluarga maka suami selalu membicarakan masalah keuangan kepada istri saat suami membutuhkan uang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sebanyak 86,7 persen suami selalu membicarakan mengenai keaadaan istri di tempat kerja saat berkomunikasi dengan istri. Bagi suami, hal ini sangatlah penting karena dengan begitu suami dapat mengetahui perkembangan kesehatan jasmani dan rohani sang istri di tempat kerja. Masa depan yang indah adalah impian dari setiap keluarga. Lebih dari separuh suami (56,7%) mengakui sering membicarakan masa depan keluarga dengan istri. Pembicaraan mengenai masa depan yang indah dan baik merupakan hal yang penting bagi suami istri agar keduanya selalu bersemangat dan saling bahu membahu saat menginginkan masa depan indah yang diimpikan menjadi kenyataan. Sebesar 51,7 persen suami menyatakan bahwa sering meminta izin dan melaporkan pada istri mengenai penggunaan keuangan. Penting hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan kecurigaan terhadap suami akan penggunaan uang untuk berfoya-foya atau melakukan hal-hal buruk yang dapat merugikan istri. Lebih dari separuh suami (56,7%) meminta ijin pada istri mengenai rencana pendidikan anak. Bagi suami dan istri, pendidikan anak adalah hal yang sangat penting. Suami dan istri ingin memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak. Oleh karena itu, setiap perkembangan pendidikan anak harus diinformasikan kepada istri. Interaksi suami dan istri ditinjau dari aspek bonding menunjukkan bahwa hampir seluruh suami (98,3%) selalu mendoakan keselamatan dan kesehatan istri selama jadi TKW. Berdoa kepada tuhan setiap hari merupakan hal yang rutin dilakukan suami. Hal itu dilakukan demi ketentraman batin karena suami tidak 53 dapat berada disamping istri saat menjadi TKW dan suami berharap bahwa istri selalu diberikan perlindungan dan kesehatan oleh Tuhan dimanapun dia berada. Sebanyak 91,7 persen suami menjaga kesetiaan terhadap istri. Bagi suami menjaga kesetiaan adalah hal yang penting dilakukan agar hubungan antara istri dan suami semakin baik dan terhindar dari keretakan rumah tangga seperti perceraian. Suami menyatakan bahwa sering merasa terikat perasaan dengan istri dengan persentase terbesar 65 persen. Lebih dari separuh suami (60%) menyatakan terkadang memimpikan istri namun terkadang juga tidak. Rasa rindulah yang menyebabkan suami memimpikan istri. Selain itu, keinginan untuk bertemu dengan istri namun tidak dapat tercapai membuat suami memimpikan istri. Sebesar 78,3 persen suami merasa kesepian saat ditinggal istri terlalu lama. Ketidakhadiran istri disamping suami, menimbulkan perasaan kehilangan sekali sehingga membuat suami merasa kesepian dan merasa hampa. Hampir seluruh suami (80%) selalu merindukan istri. Berada jauh dari sang istri merupakan hal yang sangat sulit karena suami tidak dapat bertemu dalam waktu yang lama sehingga perasaan rindu baik rindu bertatap muka dengan istri maupun bercengkrama dengan istri akan selalu muncul dalam benak atau pikiran suami. Kenangan indah adalah kenangan yang tidak pernah dapat dilupakan oleh setiap manusia. Sebesar 53,3 persen suami selalu mengingat hari-hari spesial saat bersama istri. Suami selalu mengingat masa-masa indah saat istri masih berada di rumah dan berada di samping suami. Hal inilah yang membuat suami merasa kehilangan teramat dalam. Setiap malam suami pun selalu teringat istri dengan persentase terbesar 46,7 persen. Tabel 17 Sebaran suami berdasarkan interaksi suami-istri No 1 2 3 % % % Rata-rata Skor % 5,0 10,0 85,0 2,80 36,7 38,3 25,0 1,88 16,7 18,3 65,0 2,48 83,3 15,0 1,7 1,18 21,7 31,7 46,7 2,25 Interaksi Suami-Istri Komunikasi 1 Saya dan istri berusaha berkomunikasi untuk membicarakan soal anak 2 Saya dan istri berusaha berkomunikasi membicarakan masalah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga 3 Saya dan istri selama menjadi TKW membicarakan rasa cinta diantara kami 4 Saya dan istri sering konflik selama menjadi TKW 5 Saya dan istri membicarakan masalah keuangan rumah tangga 54 Tabel 17 (lanjutan) 1 No % Saya dan istri membicarakan mengenai 3,3 keaadaan istri di tempat kerja 7 Saya dan istri membicarakan masa 16,7 depan keluarga 8 Saya minta ijin dan melaporkan pada istri 23,3 tentang penggunaan keuangan 9 Saya minta ijin pada istri saya mengenai 23,3 rencana pendidikan anak Bonding 1 Saya mendoakan keselamatan dan 1,7 kesehatan istri selama jadi TKW 2 Saya menjaga kesetiaan terhadap istri 1,7 saya 3 Saya merasa terikat perasaan dengan 6,7 istri saya 4 Saya bermimpi istri saya 16,7 5 Saya merasa kesepian saat ditinggal istri 3,3 terlalu lama 6 Saya selalu merindukan istri 1,7 7 Saya selalu mengingat hari-hari special 8,3 saat bersama istri 8 Setiap malam saya selalu teringat istri 10,0 Keterangan : 1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering 6 2 3 % 10,0 % 86,7 Rata-rata Skor % 2,83 26,7 56,7 2,40 25,0 51,7 2,28 20,0 56,7 2,33 0,0 98,3 2,97 6,7 91,7 2,90 28,3 65,0 2,58 60,0 18,3 23,3 78,3 2,07 2,75 18,3 38,3 80,0 53,3 2,78 2,45 43,3 46,7 2,37 Pertanyaan Sebesar 56,7 persen suami dan istri memiliki tingkat komunikasi yang sedang, 38,3 persen berada pada kategori tinggi, dan sisanya (5%) berada pada kategori rendah. Rendahnya komunikasi yang terjadi diantara suami istri disebabkan karena suami telah kehilangan kontak atau komunikasi dengan istri. Hal ini membuat suami khawatir namun segala daya upaya yang digunakan untuk mencari informasi mengenai istri hanya sia-sia dikarenakan pengaduan suami tidak ditanggapi oleh PJTKI. Adapula suami yang tidak peduli tidak mendapat kabar dan berkomunikasi dengan istri hal ini dikarenakan suami sudah mulai tidak peduli dengan keadaan istri ditempat kerjanya. Sebanyak 86,7 persen suami dan istri memiliki kategori bonding yang tinggi, 10 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada pada kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan interaksi suami-istri (komunikasi dan bonding) memiliki kategori yang tinggi (73,3%), 23,3 persen berada pada kategori sedang, dan sisanya (3,3%) berada pada kategori rendah. Tabel 18 menggambarkan bahwa suami dan istri selalu berkomunikasi dengan baik. Seringnya berkomunikasi di antara suami-istri yang membuat ikatan bonding di antara suami-istri semakin dekat dan tetap terjaga 55 serta bertahan dengan baik. Dengan demikian, interaksi di antara suami-istri pun akan selalu terjaga dengan baik dan tidak pernah terputus. Tabel 18 Sebaran suami berdasarkan kategori interaksi suami-istri Tingkat Interaksi Suami Istri Rendah (≤33,33) Sedang (33,34-66,67) Tinggi (>66,68) Min-max Rataan ± SD Interaksi Suami-Istri Komunikasi % 5,00 56,70 38,30 1-3 2,33±0,57 Bonding % 3,30 10,00 86,70 1-3 2,83±0,46 Interaksi Suami-Istri % 3,30 23,30 73,30 1-3 2,70±0,53 Kualitas Perkawinan Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan perkawinan dalam penelitian ini bersifat subjektif dan individual maka dari itu kebahagiaan perkawinan yang diukur dalam penelitian ini meliputi aspek perasaan bahagia terhadap istri dan perasaan bahagia dan bersyukur dengan perkawinan di antara suami dengan istri. Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (55%) merasa tidak bahagia dengan istri. Hasil wawancara menyatakan bahwa suami merasa bahagia apabila istri berada di samping mereka dan tidak bekerja hingga ke luar negeri. Suami lebih menyukai istri mereka tidak bekerja dan diam saja di rumah mengurusi suami, anak, dan rumahtangga. Keberangkatan istri ke luar negeri untuk bekerja membuat suami merasakan tidak adanya pengertian dari istri akan rasa kebutuhan suami baik secara fisik maupun batin. Hal ini sesuai dengan teori Elder et al. (1991) bahwa kebahagiaan diukur dari besarnya rasa cinta, pengertian, serta hubungan seksual merupakan bagian dari kualitas perkawinan. Sebesar 40 persen suami merasa cukup bahagia dengan istri. Bagi suami, terkadang merasa bahagia apabila istri dapat bekerja dan bisa membantu meringankan beban suami dari segi keuangan namun terkadang suami merasa tidak bahagia karena istri tidak ada di samping suami dan juga suami merasa kerepotan mengurus rumahtangga dan anak sendirian meskipun ada bantuan dari keluarga besar. Sisanya 5 persen suami merasa bahagia dengan istri. Bagi suami, hanya mengandalkan penghasilan dari suami saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Suami menyatakan dengan istri bekerja menjadi TKW dapat menambah keuangan keluarga karena istri bisa mengirimkan uang untuk kebutuhan anak dan rumahtangga sehingga kebutuhan rumahtangga dan anak tercukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspitawati (2009) bahwa perempuan mampu menjadi penyelamat keluarga di masa krisis 56 ekonomi dengan keuletan perempuan dalam berkreatifitas mencari tambahan uang demi keluarganya (family generating income). Separuh suami (50%) menyatakan merasa cukup bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya. Suami merasa cukup bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri karena mempunya istri yang dapat membantu suami dari segi keuangan. Sebesar 41,7 persen suami sering merasa bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya bersama istri karena merasa bangga terhadap kerja keras istri untuk membantu keuangan keluarga meskipun istri harus bekerja hingga ke luar negeri. Memiliki istri yang berjuang keras untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga membuat suami sangat bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Sisanya sebesar 8,3% persen suami merasa tidak bahagia dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Suami merasakan kepergian istri menjadi TKW membuat rumahtangga hancur. Hal ini disebabkan istri pada awal mulanya mengirim kabar dan uang secara rutin namun semakin lama istri bekerja suami tidak diberi kabar dan tidak dikirimkan uang lagi secara rutin. Suami menganggap kemungkinan istri memiliki laki-laki lain ditempat kerja yang pada akhirnya timbulah rasa kecewa serta perasaan tidak bahagia dan tidak bersyukur dengan perkawinannya dengan istri (Tabel 19). Tabel 19 Sebaran suami berdasarkan kualitas perkawinan suami-istri 1 No Kualitas Perkawinan 2 3 Rata-rata Skor % % % % Kebahagiaan 1 Saya merasa bahagia dengan istri 40,0 5,0 1,50 55,0 2 Saya merasa bahagia dan bersyukur 8,3 41,7 2,33 50,0 dengan perkawinan saya Kepuasan 1 Saya merasa puas dengan istri saya 35,0 3,3 1,42 61,7 2 Saya merasa puas dan bersyukur 11,7 40,0 2,28 48,3 dengan perkawinan saya Keterangan : 1. Tidak bahagia/tidak puas 2. Cukup bahagia/puas 3. Bahagia/puas Kepuasaan Perkawinan. Kepuasan yang diukur dalam penelitian ini adalah perasaan puas suami terhadap istri dengan perasaan puas dan bersyukur terhadap perkawinan antara istri dan suami. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, pada Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (61,7%) merasa tidak puas dengan istri. Rasa kesepian dan kurang terpenuhinya kebutuhan batin dan fisik suami menyebabkan suami tidak puas dengan istri. Hal ini sesuai dengan teori Stoner dan Freeman (1994) menyatakan bahwa 57 kepuasan berfokus pada kebutuhan bathiniah yang memotivasi perilaku. Untuk memuaskan kebutuhan, orang akan bertindak dengan cara-cara tertentu seperti seorang laki-laki membutuhkan seks maka kebutuhan ini akan mendorong lakilaki untuk menikah dengan seorang perempuan. Dari hal tersebut maka kebutuhan seks dapat terpenuhi (Tati 2004). Sebesar 35 persen suami merasa cukup puas dengan istri. Hal ini dikarenakan suami dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan istri. Adanya komunikasi menimbulkan kepercayaan suami terhadap istri sehingga tidak ada rasa curiga di antara suami dan istri. Menurut Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan meliputi (1) Ekspresif afeksi yang terbuka satu sama lain, (2) Komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, dan (3) Terjalinnya rasa saling percaya. Sisanya (3,3%) suami merasa puas dengan istri karena suami menghargai tindakan istri yang rela berkorban berpisah dengan suami untuk membantu mencari tambahan uang dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga dan anak. Hampir separuh suami (48,3%) merasa cukup puas dan bersyukur dengan perkawinannya. Saat ini suami memiliki peran ganda yaitu menjadi ayah dan ibu. Bagi suami ini adalah hal yang tidak mudah namun ini adalah konsekuensi yang harus diterima karena keberangkatan istri menjadi TKW atas persetujuan suami dan diputuskan secara musyawarah. Menurut Duvall dan Miller (1985) mengemukakan bahwa karakteristik kepuasan perkawinan yaitu tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain, keputusan dibuat bersama atau bermusyawarah. Sebesar 40 persen suami mengatakan merasa puas dan bersyukur dengan perkawinannya. Apapun keadaaan istri sekarang suami merasa bahagia dan bersyukur perkawinnya dengan istri. Suami tidak mempermasalahkan pekerjaan istri sebagi TKW karena istri bekerja demi kebaikan yaitu untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 11,7 persen suami tidak puas dan bersyukur dengan perkawinannya dengan istri. Kepergian istri menjadi TKW membuat suami menjadi resah hal ini dikarenakan tidak dapat mengontrol istri secara dekat dan komunikasi antara suami dan istri hanya melalui media komunikasi telepon seluler. Perpisahan antara suami dan istri dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kesepian dan berdampak terhadap ketidakpuasan suami terhadap istri. Apabila hal itu terjadi dalam waktu yang cukup lama, suami akan merasa pernikahannya dengan istri sia-sia karena istri 58 tidak dapat melayani suami dan tidak dapat menjadi ibu rumahtangga yang baik. Pada akhirnya terjadi perselingkuhan bahkan suami akan menikah lagi dengan perempuan lain. Cho et al (1996) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh terpenuhinya harapan peran dari pasangan. Kepuasan perkawinan pada wanita bekerja tergantung pada sikap peran seks istri dan suami, umur anak, alasan wanita untuk bekerja, status pekerjaan suami, dan ketersediaan pembantu rumahtangga. Tabel 20 Sebaran suami berdasarkan kategori kualitas perkawinan Tingkat Kualitas Perkawinan Kualitas Perkawinan Kepuasan Kebahagiaan Rendah (≤33,33) Sedang (33,34-66,67) Tinggi (>66,68) Min-max Rataan ± SD % 25,00 63,30 11,70 1-3 1,87±0,60 % 33,30 55,00 11,70 1-3 1,78±0,64 Kualitas perkawinan % 23,30 66,70 10,00 1-3 1,87±0,57 Kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami merupakan aspek yang diukur dari kulitas perkawinan. Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami (63,3%) merasakan kebahagiaan perkawinan yang tergolong sedang, sebesar 25 persen berada pada kategori rendah, dan sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori sedang (55%). Sebanyak 33,3 persen kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori rendah dan sisanya (11,7%) berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 66,7 persen keluarga contoh memiliki kualitas perkawinan yang tergolong sedang, 23,3 persen tergolong rendah, dan 10 persen tergolong tinggi. Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa kebahagiaan perkawinan yang dirasakan suami cukup baik namun terkadang suami tidak merasakan kebahagiaan dalam perkawinannya dengan istri. Selain itu, kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh suami cukup baik namun terkadang suami tidak merasakan kepuasan terhadap perkawinannya dengan istri. Hal ini menggambarkan, kualitas perkawinan yang dirasakan suami yaitu kadangkadang merasa bahwa kualitas perkawinan contoh dalam keadaan baik-baik saja namun terkadang merasa kualitas perkawinan contoh berada pada kondisi yang tidak baik. 59 Hubungan antara Variabel-variabel Penelitian Hubungan Dukungan Sosial dengan Karakteristik Keluarga Hubungan antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara umur ayah (r=0,332; p<0,05) dengan dukungan sosial yang diterima dari keluarga inti. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi umur suami maka akan semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga inti. Dukungan keluarga inti berasal dari dukungan anak kepada ayah begitupun sebaliknya dukungan diberikan dari ayah kepada anak. Semakin tinggi umur orangtua maka anak akan semakin banyak memberikan dukungan kepada orangtua. Hal ini dikarenakan umur yang meningkat menyebabkan produktifitas kerja orang tua menurun sehingga perlu diberikan dukungan dan perhatian penuh kepada orang tua agar dapat terus bertahan hidup. Tabel 21 menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,318; p<0,05) antara jumlah keluarga dengan dukungan yang diberikan keluarga inti. Hal ini berarti semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga inti kepada suami berasal dari anak atau begitupun sebaliknya dukungan yang diberikan dari suami kepada anak. Anak merupakan orang terdekat bagi suami saat istri telah menjadi TKW. Banyaknya dukungan yang diberikan keluarga inti tergantung dari jumlah anggota keluarga dalam suatu keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula dukungan yang diberikan keluarga inti kepada suami. Apabila suami memiliki banyak anak maka dukungan yang diberikan kepada suami akan banyak. Banyaknya dukungan sosial yang diterima anggota keluarga ketika krisis tergantung pada seberapa banyak dukungan yang telah mereka berikan dari satu orang ke orang lain terutama pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah memberikan sangat banyak dukungan pada anak mereka selama dalam proses pengasuhan akan mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et al. 1994 dalam Galvin et al. 2003). Tidak terdapat hubungan nyata antara dukungan sosial yang diberikan kepada suami baik yang berasal dari keluarga besar dan tetangga dengan karakteristik keluarga. Keluarga inti tidak memiliki hubungan nyata dengan tingkat pendidikan ayah dan lama ibu menjadi TKW. Secara keseluruhan, dukungan karakteristik keluarga. sosial tidak memiliki hubungan nyata dengan 60 Tabel 21 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan karakteristik keluarga Karakteristik Keluarga Umur ayah Pendidikan ayah Jumlah anggota keluarga Lama ibu jadi TKW * signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01 Keluarga Besar -0,051 0,119 -0,211 0,066 Keluarga Inti Tetangga 0,332** 0,021 0,318* -0,074 0,203 0,172 -0,183 0,117 Dukungan Sosial 0,233 0,129 -0,010 0,014 Hubungan antara Interaksi Suami-Istri dengan Karakteristik Keluarga Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0,332; p<0,05) antara pendapat total keluarga per bulan dengan komunikasi suami-istri. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pendapatan total keluarga per bulan maka semakin tinggi komunikasi suami-istri. Komunikasi antara suami-istri dilakukan melalui media komunikasi telepon seluler. Untuk berkomunikasi dengan istri, suami perlu mengeluarkan biaya yang cukup banyak demi kelancaran komunikasi antara suami-istri. Pendapatan total keluarga per bulan yang diperoleh sebagian disisihkan untuk membeli pulsa yang nantinya akan dipakai untuk berkomunikasi dengan istri yang berada di luar negeri. Semakin banyak total pendapatan keluarga per bulan yang diperoleh maka semakin lancar komunikasi di antara suami-istri karena suami dapat membeli pulsa untuk digunakan berkomunikasi dengan istri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muladsih (2011) bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin baik frekuensi komunikasi antar anggota keluarga karena untuk melakukan komunikasi yang baik memerlukan biaya, terutama jika jarak antar anggota keluarga berjauhan. Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang nyata antara ikatan bonding suami-istri dan interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga. Komunikasi suami-istri tidak memiliki hubungan yang nyata dengan umur ayah dan lama ibu menjadi TKW (Tabel 22). Tabel 22 Sebaran koefisien korelasi antara interaksi suami-istri dengan karakteristik keluarga Karakteristik Keluarga Umur ayah Lama ibu jadi TKW Pendapatan keluarga * signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01 Komunikasi 0,031 -0,185 0,332** Bonding 0,002 -0,025 0,014 Interaksi Suami-Istri 0,020 -0,128 0,213 61 Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Karakteristik Keluarga Tidak terdapat hubungan yang nyata antara kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga per bulan). Suami tidak merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya yang berasal dari karakteristik keluarga namun akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang diperoleh melalui keberadaan sang istri di samping suami. Selain itu, suami merasakan kebahagian dan kepuasan perkawinan saat kebutuhan biologis mereka terpenuhi. Rusman (2010) menyatakan bahwa kebahagiaan perkawinan menyangkut aspek hubungan antara suami dan istri, khususnya seks. Hasil penelitian Dobson mengatakan bahwa seks merupakan lima masalah terbesar yang ada dalam kehidupan berumahtangga (Kuntaraf dan Kuntaraf 1999). Secara keseluruhan, kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan) tidak memiliki hubungan yang nyata dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga per bulan). Tabel 23 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan karakteristik keluarga Karakteristik Keluarga Pendidikan ayah Pendidikan ibu Pendapatan keluarga * signifikan pada p<0,05 Kebahagiaan Perkawinan 0,070 0,127 0,010 Kepuasan Perkawinan 0,006 0,073 0,016 Kualitas Perkawinan 0,042 0,113 0,015 Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Interaksi Suami-Istri Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara dukungan yang diberikan keluarga besar (r=0,421; p<0,05) dengan ikatan bonding suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan keluarga besar dan tetangga maka semakin tinggi ikatan bonding di antara suami-istri. Friedman et al. (1999) mengatakan bahwa keluarga besar memiliki fungsi pendukung untuk seluruh anggota keluarganya. Sumber dukungan utama yang potensial diperoleh dalam keluarga karena dalam keluarga memiliki fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak berubah (Puspitawati dan Herawati 2009). Dukungan yang diberikan keluarga besar berupa kepedulian dan perhatian yang tinggi, memberikan semangat hidup selama istri bekerja sebagai TKW, dan selalu mengatakan sesuatu yang dapat membuat suami tenang dan merasa dihargai akan membuat ikatan bonding antara suami dan istri terjaga dengan baik. 62 Terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan sosial yang diberikan tetangga dengan ikatan bonding antara suami-istri (r=0,447; p<0,05) dan interaksi suami-istri (r=0,264; p<0,05). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan yang diberikan tetangga kepada suami maka semakin tinggi pula ikatan bonding dan interaksi di antara suami-istri. Integrasi sosial adalah dukungan sosial berupa perasaan memiliki suatu kelompok yang dimana memungkinkan terjadinya berbagi minat, perhatian dan melakukan kegiatan yang reaktif secara bersama-sama (Cutrona 1996). Dukungan sosial tetangga ini didapat dari teman dekat atau tetangga yang memiliki hubungan yang harmonis dan akrab dan memiliki persamaan nasib. Adapun dukungan yang diberikan tetangga kepada suami berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan perasaan aman terutama ketika istri menjadi TKW, bertukar pikiran dan berbagi masalah, banyak memberikan nasihat dan saran ketika suami menghadapi masalah, dan teman-teman mau mendengarkan masalah yang sedang dihadapi suami akan memberikan perasaan yang nyaman dan tentram dihati suami. Persamaan nasib yang dimiliki yaitu istri bekerja sebagai TKW antara suami dengan tetangga membuat suami berpikir untuk mempertahankan bonding dan interaksi di antara suami dan istri. Adanya dukungan dari tetangga membuat suami untuk selalu menjaga komunikasi dan kesetiaan terhadap istri serta merasa terikat perasaan dengan istri. Keluarga dan teman berperan dalam memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu membutuhkan dukungan yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki banyak dukungan lebih baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta pengalaman yang menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001). Tabel 24 Sebaran koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan interaksi suami-istri Variabel Komunikasi suami-istri Bonding suami-istri Interaksi suami-istri * signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01 Keluarga Besar 0,168 0,421** 0,207 Keluarga Inti 0,192 0,094 -0,019 Tetangga 0,244 0,447** 0,264* Dukungan Sosial 0,116 0,255** 0,210 Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara (r=0,255; p<0,05) dukungan sosial dengan ikatan bonding di antara suami-istri. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi ikatan bonding di antara suami-istri. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa 63 dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup (1) Emotional support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dikasihi dan diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan komunikasi yang melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976 dalam McCubbin dan Thompson 1988). Adanya dukungan sosial yang diberikan akan membuat suami mempertahankan ikatan bonding di antara suami dan istri (Tabel 24). Komunikasi suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan dukungan sosial baik yang berasal dari dukungan keluarga besar, keluarga inti, dan tetangga. Ikatan bonding suami-istri tidak memiliki hubungan nyata dengan dukungan keluarga inti. Dukungan yang diberikan keluarga besar dan keluarga inti tidak memiliki hubungan yang nyata dengan interaksi suami-istri. Secara keseluruhan dukungan sosial tidak memiliki hubungan yang nyata dengan interaksi suami-istri. Hubungan antara Kualitas Perkawinan dengan Dukungan Sosial Tabel 25 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara kebahagiaan dan kepuasan perkawinan dengan dukungan sosial. Hal itu diduga bahwa suami tidak merasakan kebahagian dan kepuasan perkawinan dalam hidupnya yang berasal dari dukungan sosial namun suami akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan pada saat istri ada di samping suami. Menurut Paruntu (1998) bahwa kebahagiaan bersifat relatif dan subyektif yang dialami oleh pasangan suami-istri. Olson dan Hamilton (1968) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan yaitu perasaan yang subyetif akan kebahagiaan, kepuasan, serta pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan yang mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam perkawinan tersebut (Paruntu 1998). Selain itu, kepuasan perkawinan bergerak pada sebuah kontinum dari sangat puas hingga pada sangat tidak puas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara subyektif suami lebih banyak menyatakan rasa kebahagiaan dan kepuasan diperoleh saat istri ada di samping suami dan kebutuhan seksual mereka terpenuhi. Cho et al. (1996) menyatakan kepuasan 64 perkawinan diperoleh melalui terpenuhinya harapan peran pasangan mengenai peran seksual dan emosional suami. Tabel 25 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan dukungan sosial Variabel Kebahagiaan Perkawinan Kepuasan Perkawinan Kualitas Perkawinan * signifikan pada p<0,05 * * signifikan pada p<0,01 Keluarga Besar 0,083 0,164 0,007 Keluarga Inti 0,075 -0,029 -0,117 Dukungan Sosial 0,007 0,035 0,024 Hubungan antara Interaksi Suami-Istri dengan Kualitas Perkawinan Tabel 26 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara komunikasi suami-istri dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,327; p<0,05) dan kepuasan perkawinan (r=0,281; p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi komunikasi antara suami-istri maka semakin tinggi kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang dirasakan suami. Pasangan akan merasakan kebahagiaan perkawinan bersama pasangannya apabila komunikasi di antara keduanya disertai dengan adanya pengertian, rasa cinta, suasana relasi yang nyaman, simpati, loyalitas serta adanya rasa saling membutuhkan kebersamaan. Apabila tidak disertai dengan hal tersebut maka dapat menimbulkan rasa kesepian sekalipun secara fisik berdekatan. Melalui sistem komunikasi yang terbentuk dengan baik maka setiap pasangan akan selalu merasakan kebersamaan meskipun terpisah oleh jarak maupun waktu (Duvall dan Miller 1985). Bell (1986) dalam Paruntu (1998) mengatakan akan pentingnya komunikasi dalam mempengaruhi kepuasan perkawinan. Kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh adanya kesempatan yang dimiliki oleh suami dan istri dalam mengekspresikan kepribadiannya masing-masing. Adanya kesepakatan dan persamaan di antara pasangan merupakan hal penting meskipun identitas diri secara pribadi tetap perlu diperhatikan. Suami dan istri merupakan sumber afeksi bagi diri mereka sebagai pasangan, melalui cinta dan afeksi, pasangan dapat mempertahankan perasaan saling membutuhkan di antara keduanya. Ikatan bonding memiliki hubungan nyata dan positif dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,371; p<0,05), kepuasan perkawinan (r=0,384; p<0,05), dan kualitas perkawinan (r=0,318; p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ikatan bonding antara suami dan istri maka semakin tinggi kebahagiaan perkawinan, kepuasan perkawinan, dan kualitas perkawinan yang dirasakan suami. Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara kedekatan suami-istri dengan kepuasan 65 perkawinan. Oleh karena itu, adanya ikatan bonding yang kuat antara suami-istri memberikan kepuasan terhadap suami. Ikatan bonding yang terjadi di antara suami-istri terlihat saat suami mendoakan keselamatan dan kesehatan istri selama jadi TKW, menjaga kesetiaan terhadap istri, merasa terikat perasaan dengan istri, bermimpi istri, merasa kesepian saat ditinggal istri terlalu lama, merindukan istri, selalu mengingat hari-hari spesial saat bersama istri, dan setiap malam saya selalu teringat istri. Adanya ikatan bonding yang kuat dan terjaga dengan baik antara suami dan istri akan menimbulkan kebahagiaan dalam diri suami. Ikatan bonding di antara suami dan istri akan menimbulkan kepuasan dalam perkawinan hal ini dikarenakan suami merasa meskipun dipisahkan antara jarak dan waktu ikatan bonding di antara suami dan istri tetap terjaga dengan baik. Selain itu, apabila kepuasan dan kebahagiaan suami tercapai karena adanya ikatan bonding yang baik di antara suami-istri maka kualitas perkawinan pun tercapai. Davidson et al. mengatakan bahwa kedekatan di antara suami-istri memberikan efek terhadap hubungan perkawinan (Kammeyer 1987). Tabel 26 Sebaran koefisien korelasi antara kualitas perkawinan dengan interaksi suami-istri Variabel Kebahagiaan Perkawinan Kepuasan Perkawinan Kualitas Perkawinan * * signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 Komunikasi Bonding 0,327** 0,281* 0,207 0,371** 0,384** 0,318* Interaksi Suami-Istri 0,270* 0,258* 0,301* Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara interaksi suami-istri dengan kebahagiaan perkawinan (r=0,270; p<0,05) dan kepuasan perkawinan (r=0,258; p<0,05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi di antara suami-istri maka semakin tinggi kebahagiaan dan kepuasan perkawinan. Interaksi suami-istri ditinjau dari dua hal yaitu komunikasi dan ikatan bonding di antara suami-istri. Adanya interaksi yang terjadi di antara suami-istri akan memberikan kebahagiaan dan kepuasan kepada suami dan istri. Montgomery (1981) menjelaskan adanya hubungan antara kualitas interaksi komunikasi dengan kualitas perkawinan yang berarti pasangan yang memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maka akan semakin baik hubungan atau kedekatan di antara suami-istri yang berdampak terhadap kebahagiaan yang dirasakan keduanya (Kammeyer 1987). Meskipun suami dan istri terpisah oleh jarak dan waktu, mereka tetap dapat berinteraksi melalui media komunikasi telepon seluler. Media tersebut mempermudah keduanya untuk tetap 66 mempertahankan kedekatan dan rasa kepercayaan di antara suami dan istri (Tabel 26). Media merupakan komponen penting dalam proses komunikasi dengan adanya media dapat memecahkan segala kendala baik kendala waktu, ruang, dan jarak (Guhardja et al. 1989). Tabel 26 menunjukkan terdapat hubungan yang nyata dan positif (r=0,301; p<0,05) antara interaksi suami-istri dengan kualitas perkawinan yang dirasakan contoh. Hal ini berarti, semakin tinggi interaksi suami-istri maka semakin tinggi kualitas perkawinan yang dirasakan contoh. Komunikasi yang baik adalah kunci dalam interaksi keluarga dan sangat diperlukan dalam hubungan perkawinan (Powers dan Hutchinson 1979 dalam Rice 1983). Komunikasi yang baik antara suami dan istri merupakan sebuah elemen penting dalam menentukan kualitas sebuah pernikahan (Lewis and Spanier 1979 dalam Laswell dan Laswell 1987). Interaksi (komunikasi dan ikatan bonding) di antara suami dan istri yang baik dan dilakukan secara rutin akan berdampak positif terhadap kualitas perkawinan yang dirasakan contoh. Pasangan yang memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik dapat memperbaiki hubungan mereka. Seiring hubungan yang membaik, pasangan tersebut akan lebih termotivasi untuk memperbaiki komunikasi mereka (Montgomery 1981 Kammeyer 1987). 67 PEMBAHASAN UMUM Kemiskinan adalah permasalahan yang selalu terjadi di suatu negara dan salah satunya terjadi di Negara Indonesia. Dampak dari kemiskinan menyebabkan keluarga di Indonesia diharuskan melakukan penyesuaian agar dapat memperoleh hidup yang lebih baik secara ekonomi. Desakan ekonomi inilah yang menyebabkan istri turut berpartisipasi dalam mencari nafkah untuk memperoleh kehidupan keluarga yang lebih baik. Salah satu strategi yang digunakan oleh istri untuk memperbaiki ekonomi keluarga yaitu dengan menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di luar negeri. Kepergian istri menjadi TKW menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi dalam keluarga. Perubahan struktur keluarga menyebabkan suami harus berperan ganda sebagai pencari nafkah, merawat anak, dan mengasuh anak. Parson dan Bales mengatakan bahwa peran orangtua di dalam suatu keluarga meliputi peran instrumental yang dilakukan suami atau bapak serta peran emosional atau ekspresif yang biasanya diperankan oleh istri atau ibu. Peran instrumental telah dikaitkan dengan peran mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup seluruh keluarga. Peran emosional ekspresif yaitu peran pemberi cinta, kelembutan, serta kasih sayang (Megawangi 1999). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996) mengemukakan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Saat istri menjadi TKW fungsi-fungsi tersebut mengalami perubahan dan tidak berfungsi secara optimal karena hilangnya peran istri dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Perubahan peran dan fungsi yang terjadi pada keluarga TKW dikarenakan adanya tujuan yang diharapkan oleh keluarga TKW yaitu untuk memperoleh nasib yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam segi materi. Pendekatan struktural fungsional mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial serta masing-masing akan memiliki fungsinya sendiri. Perbedaan fungsi yang terjadi dalam suatu keluarga tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan namun untuk mencapai tujuan bersama (William F. Ogburn dan Talcot Parsons dalam Megawangi 1999). Adanya perubahan peran dan fungsi dalam anggota keluarga 68 menjadi tantangan bagi keluarga TKW karena perlu melakukan penyesuaian dan adaptasi atas perubahan tersebut. Keluarga dapat berfungsi dengan baik dan sebagaimana mestinya meskipun terjadi perubahan peran dan fungsi dalam keluarga apabila dapat mematuhi dan menjalankan persyaratan struktural fungsional yaitu meliputi diferensiasi peran, alokasi solidaritas, alokasi ekonomi, alokasi politik, dan alokasi integrasi dan ekspresi (Levy dalam Megawangi 1999). Suami memerlukan dukungan sosial agar dapat mencapai keberhasilan dalam menjalankan fungsi keluarga dan dukungan tersebut diperoleh secara penuh dari keluarga inti. Dukungan keluarga inti merupakan dukungan yang diberikan oleh suami kepada anak atau dari anak kepada suami. Dukungan yang diberikan anak kepada suami akan semakin tinggi apabila umur suami semakin tua dan saat suami memiliki jumlah anggota keluarga (anak) dalam jumlah yang banyak. Dukungan yang diberikan oleh keluarga besar dan tetangga dirasakan cukup baik oleh suami dan dukungan ini dapat memberikan kelancaran dan kesuksesan suami dalam melalui peristiwa dan perubahan dalam kehidupan yang sangat menegangkan atau buruk. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan. Kepergian istri menjadi TKW, membawa perubahan terhadap pola komunikasi yang terjadi di antara suami-istri. Hasil analisis menunjukkan bahwa perpisahan suami berkomunikasi dan karena istri bukanlah adanya media hambatan bagi telekomunikasi keduanya untuk handphone yang memudahkan mereka untuk berkomunikasi sehingga ikatan bonding di antara keduanya dapat tetap terjaga dengan baik. Suami memerlukan biaya untuk membeli pulsa agar dapat berkomunikasi dengan istri melalui handphone. Pendapatan total keluarga yang meningkat menyebabkan tingginya komunikasi yang terjalin di antara suami-istri meningkat karena suami dapat membeli pulsa untuk berkomunikasi dengan istri ke luar negeri. Disisi lain, penelitian menggambarkan bahwa tingginya dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI) yang diberikan kepada suami menyebabkan tingginya ikatan bonding suami-istri. Dukungan sosial yang diberikan memberikan dampak positif pada suami untuk mempertahankan kedekatan hubungan melalui interaksi komunikasi yang baik dengan istri. 69 Keterkaitan antara interaksi suami-istri dengan kualitas perkawinan memberikan dampak yang positif yaitu tingginya interaksi di antara suami-istri mengakibatkan pula tingginya kualitas perkawinan. Interaksi yang baik antara suami-istri akan membawa suami kepada kepuasan dan kebahagiaan perkawinan sehingga contoh akan memperoleh kualitas perkawinan yang baik. Montgomery (1981) menjelaskan adanya hubungan hubungan antara kualitas komunikasi dengan kualitas perkawinan yang berarti pasangan yang memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maka akan semakin baik hubungan di antara suami-istri yang berdampak terhadap kebahagiaan yang dirasakan keduanya (Kammeyer 1987). Komunikasi yang baik adalah kunci dari interaksi keluarga dan dalam hubungan perkawinan (Powers and Hutchinson 1979 dalam Laswell dan Laswell 1987). Kepergian istri menjadi TKW memberikan dampak positif kepada keluarga yaitu pendapatan yang diperoleh istri melalui pengorbanannya sebagai TKW dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga (Setioningsih 2010). Namun disisi lain, dampak negatif yang dirasakan suami yaitu menurunnya kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami. Dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI) yang diberikan tidak memiliki hubungan dengan kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh suami. Kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan suami bersifat relatif dan subyektif. Oleh karena itu, meskipun banyaknya dukungan sosial yang diberikan kepada suami namun tidak dapat menggantikan rasa kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan suami karena kehadiran istri di samping suami yang dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan. Menurunnya kebahagiaan dan kepuasan perkawinan yang dirasakan suami berdampak pula pada kualitas perkawinan yang dirasakan oleh suami. Sebaiknya pemerintah memberikan kebijakan yang lebih lanjut baik yang bersifat holistik maupun solutif. Solusi preventif dan kuratif yang dapat diberikan oleh penulis kepada pemerintah yaitu: (1) Memberikan persiapan atau pelatihan terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri untuk menjadi TKW. Hal ini guna meminimalisir kehancuran atau perpecahan dalam rumahtangga dan (2) Pemerintah dapat bekerja sama dengan organisasi perempuan maupun organisasi lain agar dapat mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI saja. Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap suami dan anak. 70 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat dijadikan perbaikan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu: 1. Penarikan contoh dengan menggunakan teknik snowball hanya mewakili sebagian kecil saja populasi TKW di Kabupaten Sukabumi seharusnya penarikan contoh menggunakan teknik random sampling agar didapat data yang lebih mewakili populasi. 2. Tidak membedakan dukungan sosial, interaksi suami-istri, dan kualitas perkawinan sebelum dan setelah istri menjadi TKW. 3. Responden yang diwawancarai adalah suami sehingga penelitian ini hanya mengukur semua variabel berdasarkan perceived (yang dirasakan) suami/ayah saja, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan namun dengan keterlibatan istri (TKW) sebagai responden agar memperoleh informasi yang lebih jelas dan seimbang. 71 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga contoh meliputi umur, pendidikan, pendapatan total keluarga, besar keluarga, dan lama kerja istri sebagai TKW. Persentase terbesar suami dan istri berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun). Ratarata pendidikan suami dan istri berada pada jenjang pendidikan SD sampai SMP. Rata-rata pendapatan total keluarga saat istri menjadi TKW lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan total keluarga sebelum istri berangkat menjadi TKW. Sebagian besar keluarga contoh berada pada kategori keluarga kecil. Hampir seluruh contoh termasuk ke dalam kategori keluarga inti. Lama kerja istri menjadi TKW berkisar antara satu sampai dua tahun. Hal yang memotivasi istri untuk menjadi TKW adalah untuk menambah penghasilan keluarga, memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi perempuan mandiri, dan untuk merubah status sosial ekonomi keluarga. 2. Dukungan sosial terbagi menjadi dukungan keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI. Dukungan sosial yang diberikan keluarga besar kepada suami berada pada kategori tinggi dan sedang. Dukungan yang diberikan keluarga inti kepada suami berada pada kategori tinggi sedangkan dukungan dari tetangga berada pada kategori sedang. Dukungan yang diberikan PJTKI kepada contoh berada pada kategori rendah. Interaksi suami-istri dilihat dari dua hal yaitu komunikasi dan ikatan bonding antara suami-istri. Komunikasi di antara suami-istri yang dirasakan oleh suami berada pada kategori sedang, sedangkan ikatan bonding di antara suami-istri berada pada kategori tinggi. Kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan yang dirasakan suami berada pada kategori sedang. Secara keseluruhan, dukungan sosial yang diberikan kepada suami berada pada kategori sedang, interaksi suami-istri yang dirasakan suami berada pada kategori tinggi, dan kualitas perkawinan dirasakan suami berada pada kategori sedang. 3. Umur ayah, umur ibu, dan jumlah keluarga memiliki hubungan nyata dan positif dengan dukungan yang diberikan dari keluarga inti. Pendapatan total keluarga memiliki hubungan nyata dan positif dengan komunikasi suami-istri. Kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan) tidak 72 memiliki hubungan nyata dengan karakteristik contoh (pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pendapatan total keluarga). 4. Dukungan yang diberikan keluarga besar dan tetangga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan ikatan bonding di antara suami dan istri. Dukungan yang diberikan tetangga kepada suami memiliki hubungan nyata dengan interaksi suami-istri. Secara keseluruhan dukungan sosial (keluarga besar, keluarga inti, tetangga, dan PJTKI) memiliki hubungan nyata dan positif dengan ikatan bonding yang terjadi di antara suami-istri. Kebahagiaan dan kepuasan perkawinan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan dukungan sosial baik dukungan sosial dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga maupun dari PJTKI. Interaksi suami-istri yang ditinjau dari komunikasi dan ikatan bonding di antara suami-istri memiliki hubungan nyata dan positif dengan kualitas perkawinan (kebahagiaan dan kepuasan). Saran 1. Berdasarkan temuan yang dihasilkan maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai analisis hubungan dukungan sosial, interaksi suami-istri dan kualitas perkawinan sebelum dan sesudah istri menjadi TKW pada keluarga TKW. Selain itu, teknik pengambilan contoh menggunakan teknik random sampling agar didapat data yang lebih mewakili populasi. 2. Faktor ekonomi merupakan faktor yang mendorong para istri untuk ikut berpartisipasi dalam dunia kerja dalam mengatasi ketidakstabilan ekonomi yang disebabkan oleh kurangnya pendapatan keluarga, situasi perekonomian negara yang tidak stabil atau karena kebutuhan keluarga yang sangat banyak. Tidak jarang karena adanya desakan ekonomi, banyak istri yang berusaha rela berpisah dengan suami dengan harapan dapat memperbaiki nasib serta memperjuangkan hidup agar lebih mapan. Melihat hal itu, sebaiknya selain adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan persiapan atau pelatihan kepada istri sebagai calon TKW perlu pula adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan persiapan atau pelatihan terhadap keluarga yang ditinggalkan oleh istri untuk menjadi TKW. Hal ini guna meminimalisir kehancuran atau perpecahan dalam rumahtangga. 3. Sebaiknya ada peran serta dari organisasi perempuan maupun organisasi lain agar dapat mengubah pola pikir masyarakat bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga bukan hanya dengan menjadi TKW/TKI saja. Selain 73 itu perlu ditekankan pula bahwa istri memiliki tanggung jawab terhadap suami dan anak. 4. Kepergian istri memberikan dampak negatif terhadap keluarga yang ditinggalkan. Berbagai masalah akan timbul baik masalah fisik ataupun masalah psikologis. Oleh karena itu, perlu adanya konseling keluarga yang diadakan oleh aparat pemerintah setempat. 75 DAFTAR PUSTAKA Alie, Marzuki. 2010. TKI, Permasalahan antara Beban http://www.scribd.com/doc/60927605/TKI-marzuki-alie. 2011] dan Kewajiban. [20 Agustus Anonym. 2008. Kabupaten Sukabumi. http://www.kabupatensukabumi.go.id [diakses September 2011]. Antonnucci. 2001. Social relations: an examination of socoal networks, social support and sense of control. Didalam : Birren J E & Schale K W. Abeles R P, Gatz M & Salthouse, editor. Handbook of the Psychology of Aging. Ed ke-5. California: Elsevier Science USA Academic Press. Hlm 430538. Aprilianti, E. 2007. Analisis Tingkat Stres dan Strategi Koping pada Suami yang Istrinya Bekerja sebagai TKW di Luar Negeri [skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. BKKBN. 1996. Pemantapan Fungsi Keluarga menuju Terbentuknya Keluarga Sejahtera: Kajian Aplikasi dan Kriteria Implementasi Delapan Fungsi Keluarga. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statsitik. 2008. Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. http://www.bps.go.id [diakses September 2011]. _______________________. 2010. Jumlah Calon TKI/TKW yang Sudah Diseleksi Per bulan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Sukabumi, Tahun 2009. Jakarta, BPS. _______________________. 2010. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010. http://www.bps.go.id [diakses September 2011]. ________________________. 2011. Selama 16 Hari GPK Tangani 955 TKI Bermasalah. http://www.bps.go.id [diakses September 2011]. ________________________. 2011.Kepala BNP2TKI: Penempatan TKI Formal Sealam Agustus Meningkat 44 Persen. http://www.bps.go.id [diakses September 2011]. Burgess, E. W., Harvey, J. Locke. 1960. The Family Second Edition. New York: American Book Company. BNP2TKI. 2010. Kabupaten Terbanyak TKI Jawa Barat dalam Peluncuran 1 Pintu. http://www.bnp2tki.go.id [diakses Januari 2011]. Cho, Eun, B., Shin, Hwa-Yong.1996. Marriage and Family Review: Family Research and Theory in Korea. International Journal of Marriage and Family, 22, 1-2 pg, 10-136, 35 pgs. Cutrona. 1996. Social Support in Couples. USA: Sage Publications, Inc. Dimas. 2010. Ditinggal Istri jadi TKW, Cabuli Gadis http://www.poskota.co.id [diakses September 2011]. Tetangga. Disnakertrans. 2008. Daftar calon TKI Asal Kecamatan Cisaat Tahun 2008. 76 Duvall, E. M., Miller, B. C. 1985. Marriage and Family Development. New York: The Macmillan Company. Elder, Jr., Glen, H., Lorenz, F. O., Conger, R. D., Simon, R. L., Whitbeck, L. B. 1991. Economic Pressure and Marital Quality: An illustration of the Method Variance Problem in the Causal Modelling of Family Processe. Journal of Marriage and the Family 53 (May 1991): 375-388. Departement of Sosiology. University of North Caroline Chapel Hill. Kertamuda, E. F. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika. Fatkhulmuin. 2011. Kisah Rudi Hartono Dari Jepara, Istrinya 6 Tahun Menghilang Setelah jadi TKW Di Malaysia. http://kabarseputarmuria.lokal.detik.com [diakses September 2011]. Firestone, G., Weinsten, J.2008. In The Best Interest Of Children: A Proposal to Transform the Adversarial System. Journal of Resolving Family Conflict. Murphy JC. Editor. USA: Asghate. Fitasari. 2004. Strategi Keluarga Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup, Gizi Balita dan Tingkat Kepuasan Keluarga [skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Friedman, M., Bowden, V. R., Jones, E. 1999. Family Nursing; Research, Theory and Practice. Michigan: Prentice Hall. Galvin, Bylund, Brommel. 2003. Fammily Communication: Cohesion and Change. Ed ke-6. Boston: Pearson Education Inc. Guhardja, S., Puspitawati, H., Hartoyo, Mertianto, D. H. 1989. Manajemen Sumber daya keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Handayani, T., Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Surya Dharma, editor. Malang: UMM Press. Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Jurnal Sukabumi. 2009. Kasus http://radiocbs1077.multiply.com Perceraian Meningkat. Kammeyer, K. C. W. 1987. Marriage and Family: A Foundation for Personal Decisions. Allyn Bacon, Inc. Klein, D. M., White, J. M., 1996. Family Theories: An Introduction. United States of America (US): Sage Publications, Inc. Knox, D. 1985. Choice In Relationships “An Introduction To Marriage And The Family”. Minnesota: West Publishing Company. Kuntaraf, K. H. L., Kuntaraf J.1999. Komunikasi Keluarga: Kunci Kebahagiaan Anda. Bandung; Indonesia Publishing House. Laswell, M., Laswell, L. 1987. Marriage and the Family. California: Wordswort Publishing Company. Luthfiyasari, A. 2004. Peran Instrumental dan Ekspresif Orangtua serta Hubungannya dengan Sikap dan Perilaku Remaja pada Keluarga dengan Ibu Bekerja di Luar Negeri (TKW) [skripsi]. Program Studi Gizi 77 Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. LPPM UM PONOROGO. 2009. Pergeseran Peran Dan Fungsi Suami Terhadap Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Luar Negeri. http://lppm-ump.blogspot.com [diakses September 2011]. McCubbin, I. H., Anne, Thompson. (1988). Family Types and Family Strengths : A Life Cycle and Ecological Perspective.USA : Bellwether Press. Megawangi, R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tenteng Relasi Gender. Bandung: Mizan Muladsih, O. R. 2011. Pola Komunikasi, Pengambilan Keputusan, dan Kesejahteraan Keluarga Jarak Jauh pada Mahasiswa Pascasarjana IPB [skripsi]. Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Nurani. 2004. Pengaruh Kualitas Perkawinan, Pengasuhan Anak dan Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Anak [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Nurcahyanti, F. W. 2010. Manajemen konflik Rumah Tangga. Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi. Olson, D. H. 2002.Tujuh Tipe Perkawinan, http://www.intisari.com. Paruntu, Anastasia S. M. 1998. Hubungan Antara Komunikasi Intim dengan Kepuasan Perkawinan [skripsi]. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Depok. Pelita. 2011. Pengadilan Agama Sukabumi Menerima 402 Permohonan Cerai.http://www.pelitaonline.com [diakses September 2011]. Puspitawati, H. 2007. Konsep dan Teori Gender. Diktat Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. Puspitawati, H., Herawati, T. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Puspitawati, H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Radar Sukabumi. 2010. Sebulan, PA Cetak 40 Janda. http://radarsukabumi.com [diakses September 2011]. Republika. 2009. Kiriman Uang TKI SUkabumi Capai http://koran.republika.co.id [diakses Agustus 2011]. Rp 317 M. Rice, F. P. 1983. Contemporary Marriage. USA: Allyn and Bacon, Inc. Rimanews. 2010. TKW Indonesia Terus Berjatuhan jadi Korban Kriminal di Arab Saudi. http://m.rimanews.com [diakses September 2011]. Ritongga, K. M. 2007. Kajian Ketahanan Keluarga petani : Hubungan Kesejahteraan Keluarga dengan Kualitas Perkawinan [skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 78 Rusman, M. 2010. Pengaruh Relasi Gender dan Tingkat Stres Istri terhadap Kualitas Perkawinan pada Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) [skripsi]. Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sauri, S. 2008. Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: PT Genesindo. Saxton. 1990. The Individual, Marriage, and Family (7th ed). California: A Division of Wadsworth, Inc. Septiana, S. Setioningsih. 2010. Analisis Fungsi Pengasuhan dan Interaksi dalam Keluarga Terhadap Kualitas Perkawinan dan Kondisi Anak pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) [skripsi]. Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Smart, L. S., Smart, M. S. 1980. Families Developing Relationships Seconds Edition. New York: Macmillan Publisjing Co, Inc. Soemarno, Soedarsono.1997. Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional. Interma: Jakarta. Surbakti, E. B. 2008. Sudah Siapkah Anda Menikah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Suryaputra, Wahyu. 2011. Gangguan Cemas Menyeluruh Pada Pasien dengan Penyakit DM, Hipertensi dan TB Paru. http://www.fkumyecase.net.com [diakses September 2011]. Susmayanti, T. 1995. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan perkawinan pada istri bekerja dan tidak bekerja [tesis]. Bogor Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tati. 2004. Pengaruh Tekanan Ekonomi keluarga, Dukungan Sosial, dan Kualitas Perkawinan terhadap Pengasuhan Anak [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Wahid, M. U., Aristianti, L. 2010. Istri TKW, Anak http://www.indosiar.com [diakses September 2011]. jadi Sasaran. Wikipedia. Kota Sukabumi. http://id.wikipedia.org/wiki/ [diakses September 2011]. 79 LAMPIRAN 81 Lampiran 1 Pengukuran Variabel 1. Data karakteristik sosial demografi keluarga meliputi karakteristik istri (umur, pendidikan, pekerjaan, dan riwayat sebgai TKW), karakteristik suami dan keluarga (umur, pendidikan, karakteristik suami dan keluarga (umur, pendidikan, pekerjaan, dan besaran keluarga), dukungan sosial (keluarga luas, tetangga, PJTK), interaksi dalam keluarga (komunikasi dan bonding suami istri), dan kualitas perkawinan (kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan). Besar keluarga digolongkan berdasarkan BKKBN (1996) yang terdiri atas tiga kategori yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang dari sama dengan empat anggota keluarga, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga lima sampai dengan tujuh orang, dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari sama dengan delapan orang. Usia suami dan istri dibagi kedalam tiga kelompok menurut Hurlock (1980), usia dewasa terbagi menjadi tiga yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Usia dewasa awal dimulai pada usia matang secara hukum, yaitu usia 19-40 tahun, sedangkan usia dewasa madya berada pada usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir berada pada usia 61 tahun ke atas. Tingkat pendidikan suami dan istri yaitu tingkat pendidikan formal terakhir yang dicapai yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tamat SMA, dan lulus perguruan tinggi (S1). Jenis pekerjaan suami, baik pekerjaan utama maupun sampingan yaitu wiraswasta, petani, buruh, pedagang namun adapula yang tidak memiliki pekerjaan. Jenis pekerjaan istri yaitu pembantu rumah tangga, buruh, perawat kesehatan, pengasuh anak, kerja restoran, dll. Pendapatan contoh merupakan total pendapatan dari pendapatan suami, istri, dan anak per bulannya yang digolongkan berdasarkan UMR Kabupaten Sukabumi tahun 2010. Pendapatan perkapita perbulan diperoleh melalui hasil pembagian pendapatan keluarga secara keseluruhan dengan jumlah anggota keluarga. Negara tujuan TKW istri meliputi Arab, Malaysia, Hongkong, Singapore, dan lainnya. Lama istri menjadi TKW dibagi menjadi empat kategori yaitu kurang dari satu tahun, satu sampai dengan dua tahun, dua sampai dengan lima tahun, dan lebih dari lima tahun. 2. Dukungan sosial terdiri dari variabel dukungan dari keluarga besar, keluarga inti, tetangga dan PJTKI. Masing-masing dari pertanyaan diberi 82 skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, masing-masing dukungan sosial tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). 3. Interaksi suami istri terdiri dari variabel komunikasi antar suami istri dan bonding antara suami istri. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak pernah, skor 2 jika jawaban kadang-kadang, dan skor 3 jika jawaban sering. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Selanjutnya, komunikasi dan bonding antara suami istri masing-masing dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). 4. Kualitas perkawinan terdiri dari variabel kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan. Masing-masing dari pertanyaan diberi skor berdasarkan skala ordinal, yaitu skor 1 jika jawaban tidak bahagia/tidak puas, skor 2 jika jawaban cukup bahagia/cukup puas, dan skor 3 jika jawaban bahagia/puas. Skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan sikompositkan, lalu dilakukan transformasi skala ordinal dari 0-100 persen. Kemudian kebahagiaan dan kepuasan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (≤33,33), sedang (33,34-66,67), dan tinggi (>66,68). 83 Lampiran 2 Lokasi Penelitian Kota Sukabumi Kecamatan Cisaat 84 Lampiran 3 Hasil Wawancara Mendalam (Data Kualitatif) KASUS 1 “Pak D, Komitmen Untuk Menjaga Kesetiaan dan Komunikasi yang Lancar” Keluarga Pak D terdiri dari Pak D, istri, dan satu anak laki-lakinya. Sebelum berangkat ke Hongkong, Pak D dan istri berdiskusi tentang niat istri untuk bekerja sebagai TKW. Pada awalnya, Pak D khawatir apabila harus berjauhan dengan istri namun karena istri Pak D meyakinkan dan menjelaskan bahwa kepergiannya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik maka Pak D pun mengizinkan istrinya pergi bekerja hingga ke luar negeri. Namun, Pak D dan istri berkomitmen agar komunikasi tetap lancar dan baik serta saling menjaga perasaan dan kesetiaan terhadap pasangan. Setelah berangkat ke Hongkong, komunikasi dengan istri tetap lancar dan baik. Hampir setiap harinya Pak D dan istri saling berkomunikasi. Ia merasa meskipun istri berangkat ke Hongkong Pak D tetap merasa dekat dan mesra dengan istri. Dari segi aset dan materi, kehidupan Pak D semakin baik. Istri Pak D pintar berbahasa inggris, oleh karena itu istri Pak D memperoleh pekerjaan yang cukup baik di Hongkong. Tidak dipungkiri bahwa Pak D merasa kesepian karena tidak ada istri di sampingnya namun kesepian tersebut terobati dengan komunikasi yang lancar dan rasa saling percaya, setia, dan rasa cinta yang besar di antara keduanya. KASUS 2 “Pak M, Semangat Kerja Menurun Tanpa Kehadiran Istri” Keluarga Pak M adalah keluarga harmonis. Pak M dan istri dikarunia seorang anak laki-laki. Komunikasi Pak M dan istrinya pun sangat lancar. Suatu hari istri Pak M memiliki keinginan untuk merenovasi rumah, oleh karena itu istri Pak M bekerja sebagai TKW di luar negeri. Saat istri Pak M sudah berangkat dan bekerja di luar negeri, komunikasi antara Pa M dan istri pun tidak putus. Pak M bekerja sebagai tukang ojeg. Sebelum istri menjadi TKW dan berada dirumah, Pak M sangat rajin bekerja. Setiap hari Pak M berangkat pagi pulang malam demi mendapatkan penghasilan yang lebih banyak namun saat istri bekerja menjadi TKW semangat kerja Pak M menurun. Pak M hanya akan bekerja jika dia mau dan waktu bekerja pun sesuka hati Pak M. Pak M hanya bisa mengeluhkan masalah ini kepada istri, karena Pak M merasa kesepian tidak ada istri di sampingnya. 85 KASUS 3 “Pak C, Izin yang Membawa Dampak Kehancuran ” Keluarga Pak C adalah keluarga yang cukup harmonis meskipun banyak lika-liku yang terjadi dalam kehidupan keluarga mereka. Keluarga mereka terdiri dari Pak C, istri, dan ketiga orang anak. Anak pertama dan kedua Pak C adalah buah dari pernikahan dengan istri pertamanya sedangkan anak ketiga adalah buah dari pernikahan pak aim dengan istri keduanya. Pak C dan istri pertama sudah bercerai karena istri pertama Pak C berselingkuh dan menikah lagi dengan lelaki lain. Setiap hari komunikasi antara Pak C dan istri terbilang baik. Kesehariannya Pak C bekerja sebagai supir angkot dan bisa dibilang penghasilan dari supir angkot pun hanya cukup untuk makan setiap harinya. Istri Pak C pun sering mengeluh bahwa penghasilan Pak C tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan kebutuhan pribadinya. Perasaan rasa tidak puas terhadap keadaan ekonomi keluarga membuat istri Pak C berpikir dan mengambil keputusan untuk berkerja sebagai TKW. Pada awalnya, Pak C tidak menyetujui niat istri untuk bekerja sebagai TKW namun karena istri Pak C terus menerus memaksa akhirnya Pak C pun menyetujuinya. Demi keinginan istri terwujud, Pak C mengadaikan rumah mereka untuk membiayai segala macam keperluan istri berangkat menjadi TKW. Sebelum berangkat menjad TKW, hubungan dan komunikasi Pak C dengan istri dapat dikatakan baik. Setelah istri sudah bekerja cukup lama menjadi TKW di luar negeri, istri Pak C sudah tidak pernah lagi menghubungi Pak C dan anakanaknya. Pak C pun terkejut saat istri nya lebh sering berkomunikasi dengan mertua dan anak kandung dari istrinya sekarang. Lebih mengejutkan lagi, istri lebih sering mengirimkan hasil kerjanya kepada mertua dibandingkan kepada Pak C suaminya sendiri. Pak C merasa pengorbanannya sia-sia karena tetap saja istri Pak C yang sudah bekerja menjadi TKW dan mempunyai penghasilan yang besar tidak membagi hasil kerjanya kepada Pak C. Harapan Pak C untuk menebus kembali rumahnya pun telah sirna. Pak C mencurigai perubahan sikap dan perilaku istrinya dikarenakan hadirnya orang ketiga ditempat istri bekerja. Demi anak-anak, Pak C tetap mempertahankan kesetiaan dan rumah tangganya. Pak C dengan ikhlas dan pasrah kepada allah SWT menerima cobaan hidup yang dialaminya saat ini dan berharap istrinya dapat kembali seperti dulu. 86 KASUS 4 “Pak U, Istri Diam-diam Pulang Tanpa Memberi Kabar” Pak U adalah suami yang bijaksana dan baik. Setiap harinya hubungan dan komunikasi Pak U, istri, dan anak-anaknya sangat baik. Suatu saat istri Pak U berniat ingin membantu keuangan keluarga dengan bekerja sebagai TKW di luar negeri. Berdasarkan hasil musyawarah antara istri dan Pak U akhirnya sepakatlah bahwa istri diizinkan untuk bekerja di luar negeri namun dengan syarat istri harus tetap menjaga kesetiaan dan komunikasi pun tidak boleh terputus antara istri dengan Pak U. Setelah istri berangkat menjadi TKW di luar negeri, komunikasi antara istridengan Pak U dan anak-anaknya baik-baik saja. Suatu hari, ada suatu kejadian yang membuat Pak U marah dan komunikasi dengan istrinya pun terhambat. Tanpa sepengetahuan Pak U, istri Pak U pulang ke Indonesia namun tidak pulang kerumah melainkan berangkat ke Kalimantan bersama dengan paman dari istrinya. Pernah pula, istri Pak U mengirimkan uang tanpa sepengetahuan Pak U kepamannya. Pak U marah karena merasa tidak dihargai sebagai suami dan kepala rumahtangga lalu ia pun menegur sang istri. Istri Pak U akhrinya mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Pak U serta berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Setelah peristiwa tersebut, semuanya kembali normal. Komunikasi antara istri dan Pak U pun kembali berjalan lancar dan istri selalu memberikan kabar setiap mengirimkan uang kepada Pak U. 87 KASUS 5 “Pak L, Pemberian Izin yang Terpaksa” Pak L dan istri selalu bekerja sama dalam membina rumahtangga. Komunikasi yang terjalin di antara keduanya pun sangat baik. Namun suatu hari, istri Pak L mengeluh kepada Pak L dan mengatakan bahwa kebutuhan keluarga kurang tercukupi apabila hanya mengandalkan keuntungan dari warung dan penghasilan kerja Pak L. Maklum pekerjaan Pak L hanya sebagai buruh tani, penghasilannya pun dapat dikatakan sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Setiap hari istri Pak L memaksa Pak L untuk menyetujui istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri namun Pak L menolaknya. Pada akhirnya karena Pak L selalu menolak menyetujuinya, istri Pak L marah besar dan terjadilah perdebatan. Saat perdebatan terjadi tidak sengaja keluarlah katakata yang tidak disangka-sangka oleh Pak L yaitu kata perceraian dari mulut istri Pak L. Pak L pun terkejut lalu menurunkan emosinya dan berpikir apabila ia lebih mementingkan emosi dan ego maka perkawinannya akan hancur dan berdampak pada perceraian. Apabila bercerai bagaimana dampak perceraian terhadap anak-anaknya. Akhirnya dengan terpaksa Pak L mengizinkan istrinya untuk bekerja di luar negeri karena pertimbangan anaknya. Selama ditinggalkan istri menjadi TKW di luar negeri, kehidupan keluarga, Pak L berubah total. Anak-anak Pak L sering sekali kesepian dan termenung sendiri. Hingga saat ini, Pak L pun masih terpaksa sekali mengizinkan istri nya bekerja di luar negeri. Komunikasi yang terjalin diantara istri dengan Pak L dan anak-anak terhambat karena untuk berkomunikasi dengan istri melalui telepon seluler membutuhkan pulsa yang cukup banyak dan Pak L tidak bisa membeli pulsa untuk makan sehari-hari saja susah apalgi untuk membeli pulsa. 88 KASUS 6 “Pak B, Sakit Hati dan Dendam dijadikan Alasan untuk Bekerja sebagai TKW ” Pada awalnya, keluarga Pak B adalah keluarga harmonis yang dimana Pak B dan istrinya selalu mesra dan tidak pernah bertengkar. Pak B adalah lakilaki baik hati karena kepada siapapun Pak B berbaik hati dan saling tolong menolong namun malang dikata kebaikan Pak B selalu disalah artikan oleh tetangganya. Tetangga Pak B sering menggosipkan Pak B yang macam-macam sehingga istri Pak B cemburu dan berpikir negatif terhadap Pak B. Pak B sudah menjelaskan namun istri Pak B tidak percaya. Pada akhirnya karena merasa kecewa dan dendam pada Pak B, maka istri Pak B memiliki keinginan untuk bekerja sebagai TKW di luar negeri dan dengan sangat terpaksa Pak B mengizinkannya. Pak B merasa takut kehilangan istrinya maka dari itu Pak B rela mengorbankan perasaannya dengan mengizinkan istri Pak B pergi ke luar negeri menjadi TKW. Selama istri bekerja di luar negeri, sudah dua kali istri Pak B pindah majikan. Saat bekerja dimajikan pertama, istri tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan Pak B. Menurut majikan istri Pak B, komunikasi antara istri dengan suami dan keluarga akan menganggu pekerjaan. Pada awal pertama kerja istri Pak B masih berani mencuri-curi kesempatan untuk menelepon Pak B dan keluarga untuk memberi kabar. Sampai suatu hari, tindakan istri Pak B tersebut diketahui oleh majikannya. Saat istri Pak B selesai menelepon Pak B, ia dipukul oleh majikannya. Setelah insiden pukulan itu, istri Pak B tidak berani menelepon Pak B lagi. Pak B pun kebingungan karena sudah tiga bulan tidak dapat berkomunikasi dengan istri disms dan ditelepon pun tidak aktif. Saat itu Pak B berusaha meminta bantuan orang-orang di sekitarnya baik dari aparat desa maupun kecamatan namun tidak ada yang bisa membantu Pak B. Hampir sembilan bulan tidak ada kabar, akhirnya istri Pak B bisa dihubungi dan ia pun bercerita bahwa dirinya kabur dari rumah majikan pertamanya. Saat ini, istri Pak B memliki majikan kedua yang baik karena istri Pak B dibebaskan beromunikasi dengan keluarga dan Pak B. 89 Lampiran 4 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan dukungan sosial Variabel X1 X2 X1 1 0,673** X2 1 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X3 -0,287* -0,293* 1 X4 -0,453** -0,235 0,589** 1 X5 0,206 0,257* -0,161 -0,173 1 X6 0,084 0,219 -0,113 0,349** 0,027 1 X7 -0,127 -0,066 -0,052 -0,067 0,015 -0,136 1 X8 -0,051 -0,087 0,119 0,133 -0,211 0,066 0,142 1 X9 0,332** 0,280* 0,021 -0,035 0,318* -0,074 0,032 0,146 1 X10 0,203 0,193 0,172 0,141 -0,183 0,117 -0,043 0,448** 0,292* 1 X11 -0,050 0,059 -0,036 0,023 -0,223 -0,138 0,123 -0,026 -0,077 0,065 1 X12 0,233 0,192 0,129 0,100 -0,010 0,014 0,094 0,677** 0,692** 0,659** 0,058 1 X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan keluarga per bulan, X8=dukungan keluarga besar, X9=dukungan keluarga inti, X10=dukungan tetangga, X11=dukungan PJTKI, X12=dukungan sosial 89 90 90 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan interaksi suami-istri Variabel X1 X1 1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X2 0,673** 1 X3 -0,287* -0,293* 1 X4 -0,453** -0,235 0,589** 1 X5 0,206 0,257* -0,161 -0,173 1 X6 0,084 0,219 -0,113 0,349** 0,027 1 X7 -0,127 -0,066 -0,052 -0,067 0,015 -0,136 1 X8 0,031 -0,099 -0,064 -0,117 -0,022 -0,185 0,332** 1 X9 0,002 -0,203 0,137 0,094 -0,154 -0,025 0,014 0,591** 1 X10 0,020 -0,171 0,035 -0,022 -0,097 -0,128 -0,213 0,881** 0,841** 1 X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan keluarga per bulan, X8=komunikasi suami-istri, X9=bonding suami-istri, X10=interaksi suami-istri 91 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan kualitas perkawinan Variabel X1 X1 1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X2 0,673** 1 X3 -0,287* -0,293* 1 X4 -0,453** -0,235 0,589** 1 X5 0,206 0,257* -0,161 -0,173 1 X6 0,084 0,219 -0,113 0,349** 0,027 1 X7 -0,127 -0,066 -0,052 -0,067 0,015 -0,136 1 X8 -0,042 -0,124 0,070 0,127 -0,139 0,052 0,010 1 X9 0,112 0,136 0,006 0,073 -0,168 0,035 0,016 0,607** 1 X10 0,042 0,010 0,042 0,113 -0,175 0,050 0,015 0,871** 0,883** 1 X1=umur ayah, X2=umur ibu, X3=pendidikan ayah, X4=pendidikan ibu, X5=jumlah anggota keluarga, X6=lama kerja, X7=pendapatan keluarga per bulan, X8=kebahagiaan perkawinan, X9=kepuasan perkawinan, X10=kualitas perkawinan 91 92 92 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara interaksi suami-istri dengan dukungan sosial Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X1 1 X2 0,146 1 X3 0,448** 0,292* 1 X4 -0,026 -0,077 0,065 1 X5 0,677** 0,692** 0,659** 0,058 1 X6 0,168 0,192 0,244 0,296* 0,116 1 X7 0,421** 0,094 0,447** 0,156 0,255* 0,591** 1 X8 0,207 -0,019 0,264* 0,192 0,210 0,881** 0,841** 1 X1=dukungan keluarga besar, X2=dukungan keluarga inti, X3=dukungan tetangga, X4=dukungan PJTKI, X5=dukungan sosial, X6=komunikasi suami-istri, X7=bonding suami-istri, X8=interaksi suami-istri 93 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara kualitas perkawinan dengan dukungan sosial Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X1 1 X2 0,146 1 X3 0,448** 0,292* 1 X4 -0,026 0,077 0,065 1 X5 0,677** 0,692** 0,659** 0,058 1 X6 0,083 0,075 0,240 0,224 0,007 1 X7 0,164 -0,029 0,339** 0,299 0,035 0,607** 1 X8 0,007 -0,117 0,212 0,163 0,024 0,871** 0,883** 1 X1=dukungan keluarga besar, X2=dukungan keluarga inti, X3=dukungan tetangga, X4=dukungan PJTKI, X5=dukungan sosial, X6=kebahagiaan perkawinan, X7=kepuasan perkawinan, X8=kualitas perkawinan 93 94 94 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara kualitas perkawinan dengan interaksi suami-istri Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 **signifikan pada p<0,01 * signifikan pada p<0,05 X1 1 X2 0,591** 1 X3 0,881** 0,841** X4 0,327** 0,371** X5 0,281* 0,384** X6 0,207 0,318* 1 0,270* 1 0,258* 0,607** 0,301* 0,871** 1 0,883** 1 X1=komunikasi suami-istri, X2=bonding suami-istri, X3=interaksi suami-istri, X4=kebahagiaan perkawinan, X5=kepuasaan perkawinan, X6=kualitas perkawinan 95 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada Tanggal 08 Januari 1989 yang merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara keluarga Bapak Darwin Karwinta (Alm) dan Ibu Atikah. Pada tahun 2001 penulis tamat dari pendidikan SD di SDN Pengadilan 3 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SLTPN 7 Bogor dari Tahun 2001 hingga 2004, dan setelah Itu penulis melanjutkan di SMA PGRI 1 Bogor dan lulus pada Tahun 2007. Pada Tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dengan Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai anggota dari Divisi Consumer Club periode 2009-2010 dan menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB sebagai staff PBOS (Divisi Budaya, Olahraga, dan Seni) periode 2008-2009. Selain itu penulis juga aktif diberbagai kepanitian yang diadakan baik di luar maupun di dalam kampus. Penulis memperoleh beasiswa BBM selama empat semester periode tahun 2010/2011 dan 2011/2012