PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN DALAM BAHASA SEHARI-HARI (TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh : Yosep Trinowismanto 101224043 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN DALAM BAHASA SEHARI-HARI (TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh : Yosep Trinowismanto 101224043 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini, saya persembahkan kepada : Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Santo Yosef. Orangtua, Andreas Budiyono dan Valentina Suprihatinah. Keempat kakak Aluysius Ari Budi Cahyadi, Elisabeth Natalia Kristiani, Lusia Yuliani, dan Yustinus Ari Setyawan. Keponakan, Karolus Inggil. Keluarga Besar Joyo Harsono. Keluarga Besar Kismo Sudiro. Para sahabat PBSI USD 2010. Calon pendamping hidup yang akan ku jemput di ruang rindu. Saudara-saudara kita yang ada dalam keterbatasan dalam pendidikan. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTO Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles). Terpuruk dalam masalah merupakan peluang hebat untuk kita (Albert Eisntein). In the end, your success will speak for it self (Patrick Bet David). Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya (Yesaya 40:29). v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Trinowismanto, Yosep. 2016. Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0 s.d 3 Tahun dalam Bahasa Sehari-hari (Suatu Tinjauan Psikolinguistik). Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas tentang pemerolehan bahasa pertama anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang tahap-tahap perkembangan bahasa anak dan mendeskripsikan proses pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi, morfologi, sintaksis dan diksi. Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 0 sampai 3 tahun yang berada dalam lingkugan peneliti. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran mengenai tahap pemerolehan bahasa anak. penelitian ini juga memaparkan proses pemerolehan bahasa anak. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti adalah metode simak. Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi penelitian pemerolehan bahasa pertama anak. Simpulan secara umum Pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dikembangkan melalui beberapa tahap yaitu (1) tahap menangis, (2) tahap mendengkur, (3) tahap meraban pada usia 0-1 tahun, (4) tahap pola intonasi, (5) tahap tuturan satu kata, (6) tahap tuturan dua kata, (7) tahap infleksi dan aglutinatif, dan (8) tahap pola kalimat tanya dan ingkar. Peneliti menemukan bentuk proses pemerolehan bahasa diantaranya adalah pertama pada usia 0-1 tahun pemerolehan fonologi anak berfokus pada bunyi. Pemerolehan morfologi, munculnya bentuk morfem bebas. Pemerolehan sintaksis, anak mampu mengucapkan kata yang membentuk ujaran satu kata. Pemerolehan diksi pada usia 0-1 tahun belum tampak. Kedua pada usia 1-2 tahun pemerolehan fonologi, anak mampu mengeluarkan beragam bentuk bunyi terutama bunyi vokal dan konsonan. Pemerolehan morfologi, anak lebih banyak menggunakan morfem bebas dalam berkomunikasi. Pemerolehan sintaksis, anak mampu menggunakan dua kata, dan bentuk-bentuk kalimat mengandung unsur verba, nomina, dan adjektiva sudah mulai tampak. Pemerolehan diksi anak lebih banyak mengamati mitra tutur berbicara untuk memperbanyak kosakata yang ia miliki. Ketiga pada usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna dalam bunyi vokal dan diikuti bunyi konsonan. Pemerolehan morfologi bentuk morfem dan kosakata sudah mencapai beberapa ratus kata. pemerolehan sintaksis anak sudah mampu menggunakan kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks. Pemerolehan diksi anak mampu menggunakan pilihan kata dalam berkomunikasi. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Trinowismanto, Yosep. 2016. The First Language Acquirement 0-3 Year(s) Old Kid in Daily Language. (A Psycholinguistics). Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discussed about the first language acquirement 0-3 year(s) old kid in daily language. The purpose of this research is to describe the process of language acquirement in the aspect of phonology, morphology, syntax, and diction. The subject of this research is 0-3 year(s) old children which is inside of the research environment. The type of this research is qualitative descriptive, because this research is about the description about the children language acquirement stages. This research also describes about the children language acquirement process. The gathering-data method which is used in this research is observation and conversation method. The first method that is used by the researcher is the observation method. The technique that is used to conduct the observation method is taking-note technique and recording technique. From the notes and/or delivering record is the way data is collected as the research material of children’s first language acquirement. The general conclusion of 0-3 year(s) old children is developed through some stages which are (1) crying step, (2) snoring step, (3) jabber step in 0-1 year old, (4) intonation pattern step, (5) one word saying step, (6) two words saying steps, (7) agglutinative and inflection step, and (8) rejection and question pattern step. Researcher found out the form of language acquirement process is firstly in 0-1 year old, the focus of children’s phonology acquirement is singing. Morphology acquirement is in the form of free morpheme. Syntax acquirement is in the form of children who can say words which make a meaning. Diction requirement in 0-1 year old is not quietly shown. Secondly in 1-2 year old acquirement of phonology, children are able to produce various kind of sounds especially vocal and consonant sound. The morphology requirement is in the form of children who can use more free morphemes to communicate. The syntax requirement is in the form of children who can use two words, and the form of sentences which contains verbal, nominal, and adjective. The diction acquirement is in the form of more observing their friends talking to get more vocabulary they have. Thridly in 2-3 year old, phonology acquirement of children is perfect in vocal voice, followed by consonant voice. Morphology acquirement is in the form of morpheme form and vocabulary has reached a hundred of words. Syntax acquirement of children is in the form of children who can use more complex sentences. Diction acquirement is in the form of children who can use diction in communicating. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Anak-anak Usia 0-3 Tahun Dalam Bahasa Sehari-hari Tinjauan Psikolinguistik” dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam kurikulum Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Bahasa Dan Seni (JBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan dengan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku ketua Program Studi PBSI, yang telah banyak memberikan dukungan, pendampingan, nasihat, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan bijaksana, sabar, memotivasi, memberikan masukan yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh Dosen Program Studi PBSI, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang penuh dedikasi mendidik, mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberi motivasi kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai. 5. Robertus Marsidiq, selaku karyawan sekretariat PBSI yang dengan sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administratif. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Bapak Jumari, selaku ketua Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu, Sleman, Yogyakarta yang telah mendukung dalam penelitian skripsi. 7. Staff dan Karyawan Panti Asuhan Sayap Ibu, Sleman, Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi. 8. Keluarga Besar Joyo Harsono dan Keluarga Besar Kismosudiro. 9. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Andreas Budiyono, dan Ibu Valentina Suprihatinah yang selalu mendukung, memotivasi, dan membantu secara finansial kepada penulis. 10. Untuk kakak tercinta, Aluysius Ari Budi Cahyadi, Amd., Elisabeth Natalia Kristiani, Amd.Kep., Lusia Yuliani, S.Pd., Yustinus Ari Setyawan, S.T. 11. Karolus Inggil, Wisnu Saputra, Septi Puspitasari, Gisella Putri Cahyaningtyas, dan Ari Wahyudi yang bersedia menjadi subjek penelitian Penulis. 12. Elizabeth Tri Noviyani Nugroho, Amd.Kep. yang telah memberikan pengalaman dan motivasi begitu besar kepada penulis. 13. Andreas Dwi Yunianto, Sebastianus Seno Kurniawan, S.Pd., I Putu Ariyana, S.Pd., Dwi Kristanto Saputro, S.Pd., Deny Pradita Tri Handaru, S.Pd., Wilvridus Yolesa Roosando, S.Pd., Krisantus Roparman, S.Pd., Agustinus Adven Yudanto, Mateus Ananda Merfi Aditya, S.Pd., Vanio Praba Pradipa, Pratama Adi Winata, S.Pd., Eko Prasetyo, S.Pd., Agustina Marshella, Mega Yoshinta, S.Pd., Maria Tri Wijayanti, S.Pd., Caecilia Dhany Anja Reny, S.Pd., Natalia Harsanti, S.Pd., Maulida Reswari, S.Pd., Silviana Yudi Apsari, S.Pd., Anita Sugiyatno, S.Pd., Brigita Familia, S.Pd., Fransiska Budi Fitriana, S.Pd., Devi Pusawati, S.Pd., Natalia Astra, Fransiska Isti Ningsih Puji Rahayu, S.Pd., dan semua sahabat PBSI 2010 yang telah berdinamika bersama selama menjalani perkuliahan di PBSI. 14. Dwi Adi Prasetyo, S.E., Andronikus Kresna Dewantara, S.Pd, Delitiria Nehzra, Alit Pidegso, S.Pd., Zulvi Handoko, Sandy Kurniawan, Yohanes Berchmans, Sigit Prihadi, Hikmah Prianggara, Yanuarius xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv HALAMAN MOTO ............................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................. vii ABSTRAK ............................................................................................... viii ABSTRACT .............................................................................................. ix KATA PENGANTAR ............................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6 1.5 Batasan Istilah ................................................................................... 7 1.6 Sistematika Penyajian ....................................................................... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 10 2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 10 2.2 Landasan Teori ................................................................................. 13 2.2.1 Teori Perkembangan Bahasa Anak .................................. 16 2.2.2 Perkembangan Akuisisi Bahasa ....................................... 20 2.2.3 Proses Akuisisi Bahasa ................................................... 22 2.2.4 Tahap-tahap Perkembangan Bahasa ................................ 24 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2.2.5 Ujaran, Mengerti Ujaran dan Pikiran ............................... 27 2.2.6 Perkembangan Ujaran ..................................................... 29 2.2.7 Perkembangan Sosial dan Komunikasi ............................ 30 2.2.8 Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi ............................. 33 2.2.9 Pemerolehan Dalam Bidang Morfologi ........................... 42 2.2.10 Pemerolehan Dalam Bidang Sintaksis ............................. 48 2.2.11 Pemerolehan Dalam Bidang Diksi ................................... 52 2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................. 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 63 3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 63 3.2. Data dan Sumber Data .................................................................... 64 3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 64 3.4. Instrumen Penelitian ....................................................................... 65 3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................... 67 4.1. Deskripsi Data ................................................................................ 67 4.2. Analisis Data ................................................................................... 68 4.2.1 4.2.2 Tahap Pemerolehan Bahasa Usia 0 s.d 3 Tahun............... 69 4.2.1.1 Usia 0 – 1 Tahun ................................................... 69 4.2.1.2 Usia 1 – 2 Tahun ................................................... 75 4.2.1.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................................. 94 Pemerolehan Bahasa Usia 0 s.d 3 Tahun......................... 100 4.2.2.1 Pemerolehan Fonologi. ......................................... 101 4.2.2.1.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 102 4.2.2.1.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 104 4.2.2.1.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 109 4.2.2.2 Pemerolehan Morfologi ........................................ 113 4.2.2.2.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 114 4.2.2.2.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 115 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4.2.2.2.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 118 4.2.2.3 Pemerolehan Sintaksis .......................................... 123 4.2.2.3.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 124 4.2.2.3.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 125 4.2.2.3.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 128 4.2.2.4 Pemerolehan Diksi ................................................ 132 4.2.2.4.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 132 4.2.2.4.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 132 4.2.2.4.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 136 4.3. Pembahasan .................................................................................... 139 BAB V PENUTUP .................................................................................. 150 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 150 5.2 Saran ................................................................................................ 152 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 154 LAMPIRAN ............................................................................................ 156 BIOGRAFI PENULIS .......................................................................... 187 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi antara satu orang dengan yang lain itu sangat penting. Hal yang paling penting dalam berkomunikasi yaitu menggunakan bahasa. Maksud dan tujuan berbahasa adalah menyampaikan informasi seluas-luasnya dengan jelas sebagai kebutuhan seseorang dengan yang lainnya. Setiap orang dibekali untuk berbahasa ketika masih dalam kandungan. Secara tidak langsung ketika dalam kandungan seseorang tersebut mendapatkan informasi yang dirangsang oleh ibunya. Orang dewasa selalu terpesona pada perkembangan bahasa yang terjadi pada anak-anak. Meskipun lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak secara khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan gramatika yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara menggunakan bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial. Bahasa menurut Kridalaksana (dalam Chaer 2003:32), bahasa adalah sistem lambang yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Sedangkan definisi lain bahasa adalah alat komunikasi yang efektif antar manusia dalam berbagai macam situasi. Bahasa dapat digunakan dalam penyampaian gagasan ide dari pembicara ke pendengar atau penulis ke pembaca. Bahasa merupakan alat perantara dalam proses interaksi manusia dengan manusia lain. Meskipun bahasa 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 tidak pernah lepas dari manusia, namun belum ada angka pasti berapa jumlah bahasa di dunia (Crystal, dalam Chaer, 2003: 33). Bahasa berhubungan dengan kebudayaan manusia, dimana kebudayaan manusia muncul setelah bahasa lahir dan ada pula yang berpendapat bahwa bahasa merupakan pusat dari sebuah kebudayaan. Bahasa dipandang sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan. Sebagai produk sosial atau budaya, bahasa adalah wadah aspirasi sosial, perilaku masyarakat, dan wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu (Sumarsono, 2002: 20). Bahasa dan kebudayaan selalu terealisasi secara bersamaan, maksudnya ketika belajar bahasa asing maka terlebih dahulu mengenal kebudayaannya sehingga terjadi timbal-balik di dalamnya. Apabila tidak ada jalinan antara belajar bahasa dan kebudayaan mengakibatkan proses belajar bahasa atau kebudayaan tidak maksimal. Psikolinguistik termasuk salah satu cabang linguistik yang kerap perkembangannya pesat karena membuka diri dalam temuan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan masalah pemerolehan bahasa (language acguisition) serta komprehensi dan produksi bahasa (speech comprehension and production). Psikolinguistik merupakan salah satu cabang linguistik yang kompleks. Ahli psikolinguistik dituntut untuk dapat melakukan analisis pada semua tataran linguistik (fonologi-morfologi-sintaksis-wacanasemantik-pragmatik) dengan baik karena psikolinguistik berusaha memahami bagaimana bahasa berbahasa di otak manusia. Selain itu, psikolinguistik juga mempertanyakan kembali apakah terdapat bukti biologis bahwa bahasa bersifat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 anugerah kodrati (innate properties) sebagaimana dicetuskan oleh Chomsky. Kajian psikoliguistik akan memberi kajian yang bermanfaat untuk perencanaan bahasa jika penelitian tentang pemerolehan bahasa pertama (child language acquisition) ditingkatkan. Menurut Pateda (1990: 42) terdapat beberapa teori yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa pada anak yaitu menurut Nababan (1988), Clara dan W. Stern (1961), Aitchison (1976) dan menurut Lenne Berg (1975). Perkembangan bahasa anak menurut Nababan terdiri dari empat tahap. Tahap I Pengocehan (6 bulan), tahap II Satu Kata, Satu Frase (1 tahun), tahan III Dua kata, Satu Frasa (2 tahun), tahap IV Menyerupai Telegram. Perkembangan bahasa anak menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56) terdiri dari sepuluh tahap. Umur 0,3 (mulai dapat meraban), umur 0,9 (mulai terdengar pola intonasinya), umur 1,0 (dapat membuat kalimat satu kata), umur 1,3 (haus akan kata-kata), umur 1,8 (menguasai kalimat dua kata), umur 2,0 (dapat membuat kalimat empat kata, dapat membuat kalimat negatif, menguasai infleksi, pelafalan vokal telah sempurna), umur 3,6 (pelafalan konsonan mulai sempurna), umur 4,0 (penguasaan kalimat secara tepat, tetapi masih terbatas), umur 5,0 (konstruksi morfologis telah sempurna), umur 10,0 (matang berbicara). Pemerolehan bahasa oleh anak-anak dapat diketahui dengan mengadakan penelitian mengenai bahasa anak itu sendiri. Penelitian ini penting karena bahasa anak memang manarik untuk diteliti. Selain itu, hasil penelitiannya pun dapat membantu mencari solusi pada aneka ragam masalah serta dari hasil penelitian itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 pula jelaslah bahwa fenomena pemerolehan bahasa relevan bagi perkembangan teori linguistik Pertumbuhan dan perkembangan berbeda pada setiap anak, tergantung banyak hal, mulai dari masa anak dalam kandungan sampai dengan masa kelahiran hingga masa pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir. Faktor gen apakah pria dan wanitanya merupakan orang-orang yang sehat, tidak membawa sifat keturunan yang kurang, sehat, pada saat proses pembuahan dalam keadaan sehat pula. Perawatan dan pemeliharaan selama masa kehamilan tetap terjaga, sehingga janin dalam rahim tidak mengalami gangguan hingga proses persalinannya apakah normal atau tidak. Selanjutnya adalah bagaimana proses perawatan dan pemeliharaan anak oleh orangtuanya dalam masa tumbuh kembang. Proses pertumbuhan dan perkembangan akan sampai pada interaksi dengan orang lain, umumnya pada lingkungan di sekolah anak dan khususnya lingkungan di rumah terutama interaksi dengan orangtua si anak. Interaksi pada anak umur 4 tahun sudah dapat dilakukan melalui komunikasi dengan berbicara. Bagi orang tua yang tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak akan merasa heran apabila pada saat berkomunikasi dengan mereka, si anak akan berbicara sesuatu yang belum pernah di dengar. Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Masa bayi atau balita (di bawah lima tahun) adalah masa yang paling signifikan dalam kehidupan manusia. Seorang bayi dari hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya, ibu dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan masing-masing anak. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mengakaji pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa seharihari ditinjau dari segi kajian psikolinguistik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama penelitian adalah Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-3 tahun? Atas dasar rumusan masalah utama, maka disusun dalam sub rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-1 tahun pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 2. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 1-2 tahun pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi? 3. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 2-3 tahun pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan tahap pemerolehan bahasa pada anak usia 0-3 Tahun dalam bahasa sehari-hari. 2. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 0-1 Tahun Pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari. 3. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 1-2 Tahun Pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari. 4. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 2-3 Tahun Pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 1) Manfaat Teoritis Kajian-kajian yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Anak-anak Usia 0 s.d 3 Tahun sebagai fenomena psikolinguistik yang baru. 2) Manfaat Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para penutur dalam lingkup keluarga untuk mempertimbangkan pemerolehan bahasa anak pada usia dini agar mengetahui batasan- batasan pemerolehan bahasa pada anak dalam praktik berkomunikasi. b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter dalam lingkup keluarga yang merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa pada anak usia dini. 1.5 Batasan Istilah 1) Pemerolehan bahasa anak. Proses pengucapan bahasa yang dialami oleh anak. 2) Linguistik. Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (depdiknas, 2008: 832) 3) Psikolinguistik. Ilmu yang mempergunakan bahasa sebagai obyek studi. 4) Perkembangan bahasa anak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Perkembangan bahasa pada pada anak adalah proses pemerolehan bahasa yang dialami kanak-kanak sejak lahir sampai kira-kira menjelang usia sekolah. (Abdul Chaer, 2003: 221) 5) Keluarga. Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat (Depdiknas, 2008: 659). 1.6 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian. Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang pemerolehan bahasa pada anak usia 0 s.d 3 tahun. Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang (1) penelitian-penelitian yang relevan, (2) psikolinguistik, dan (3) Kajian teori. Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian hasil analisis data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian pemerolehan bahasa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pemerolehan bahasa anak usia dini dalam kajian ilmu psikolinguistik merupakan fenomena baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, penelitian psikolinguistik yang mendalami proses pemerolehan bahasa pada usia dini belum banyak ditemukan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang pemerolehan bahasa pertama ditinjau dari ilmu psikolinguistik sebagai penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tentang pemerolehan bahasa pada usia dini yang ditemukan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Putri Nasution (2009), Endang Rusyani (2008), dan Ana Lestari (2012). Penelitian tentang perkembangan bahasa anak dilakukan oleh Putri Nasution (2009) dengan judul Kemampuan Berbahasa anak usia 3 sampai 4 tahun (Pra Sekolah) di Play Group Tunas Mekar Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kemampuan berbahasa anak usia 3-4 Tahun di play Group Tunas Mekar Medan. Peneliti menggunakan metode kualitatif dalam pemerolehan dan penganalisisan data. Pada dasarnya, pemerolehan bahasa anak usia 3-4 Tahun dimulai dengan pemerolehan fonologi, sintaksis, dan semantik. Penelitian ini mengamati kemampuan berbahasa di antara anak-anak itu sendiri, baik dengan teman maupun dengan guru mereka. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa para responden pada dasarnya anak- 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 anak usia 3-4 Tahun mampu berbahasa baik dari pemerolehan fonologi, sintaksis, dan semantik. Walaupun anak mampu namun dalam pemerolehan fonologi anak mengalami pergantian sebuah bunyi yang disuarakan dengan bunyi yang tidak disuarakan, yaitu pada pelafalan kata “mau” menjadi “mo” yang merupakan pelepasan vokal [a] dan pengubahan vokal [u] menjadi [o], naka juga melakukan pelepasan konsonan yang lemah yaitu konsonan [l] dalam kata yang memiliki dua buah suku kata, anak melakukan proses reduplikasi, kemudian melakukan reduksi atau penyederhanaan kelompok kata. Pada pemerolehan sintaksis, anak mampu menggunakan kalimat-kalimat yang gramatikal dan pada pemerolehannya semantik anak lebih cenderung menggunakan makna denotatif. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh bahasa apa saja termasuk bahasa Indonesia. Kemampuan itu membawa anak seorang anak mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari sederhana sampai bentuk yang kompleks. Penelitian yang mengkaji tentang perkembangan bahasa anak juga dilakukan oleh Endang Rusyani (2008) dengan judul Pemerolehan Bahasa Anak 2,5 Tahun. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan tentang pemerolehan bahasa anak pada usia 2,5 Tahun. Pemerolehan data tidak melalui perlakuan (eksperimen). Subjek penelitian sebagai sumber data dibiarkan bercakap-cakap secara alamiah. Percakapan alamiah itu diharapkan memunculkan data yang bersifat alamiah. Data alamiah menjadi ciri khas penelitian ini. Dalam penelitian sederhana ini diperoleh melalui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 teknik perekamar, dan pencatatan. Perekaman dilakukan pada saat terjadi komunikasi antar keluarga. Temuan penelitain ini menunjukan bahwa anak telah mampu menguasai pemerolehan bahasa dari segi fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Pada umur 2,5 tahun, seorang anak yang normal sudah dapat mengucapkan fonem-fonem, dan kata yang terbatas sesuai dengan lingkungannya dan benda-benda yang ada disekitarnya. Di samping itu, kata-kata yang keluar adalah masih terpotongpotong dan ucapannya masih terpeleset. Pada umur 2,3 sampai 2,5 tahun, katakata yang diproduksinya sudah mulai bertambah dan mulai dari kata-kata benda dan kata kerja. Perkernbangan perbendaharaan bahasanya sudah mulai dengan kata-kata benda yang abstrak. Sementara kata-kata benda dan kata kerja juga bertambah diakibatkan oleh repetisi dari pemerolehan baik dari lingkungan dan keluarganya secara sadar maupun tidak sadar. Pada umur 2,5 tahun anak dapat merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai tiga kata, dan akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu sudah dapat ditangkap baik dalam kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat tanya yang diperoleyh sekitar umur 2,5 tahun. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Ana Lestari (2012) dengan judul Pemerolehan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 3-6 Tahun Pada Pendidikan Anak Usia Dini Bina Harapan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah anak usia 3-6 Tahun pada PAUD Bina Harapan. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa anak usia 3-6 tahun pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 PAUD Bina Harapan memperoleh kosakata dasar pada kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, kata ganti, kata yang berhubungan dengan kekerabatan, dan kata depan. Anak usia 3-6 tahun telah memperoleh kosakata turunan pada imbuhan prefiks, imbuhan sufiks, imbuhan infiks, dan imbuhan konfiks dan anak usia 3-6 tahun juga telah memperoleh kosakata ulang. Ketiga penelitian di atas merupakan penelitaian yang mengkaji tentang pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan bahasa pada aspek fonologi, sintaksis, dan semantik. Ketiga penelitian di atas menemukan tiga hal penting dalam pemerolehan bahasa yakni tentang pemerolehan fonologi, sintaksis, dan semantik. Dengan mengacu dari ketiga penelitian tersebut, peneliti akan mengkaji lebih dalam tentang pemerolehan bahasa anak, secara khusus tahap-tahap pemerolehan bahasa anak dan pemerolehan bahasa anak pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi. 2.2 Landasan Teori Secara etimologi bahwa kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun keduanya samasama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya saja objek materialnya berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda. Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 dengan teori yang berlainan. Hasil kajian kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Pada awal kerja sama antara kedua disiplin itu disebut linguistic psychology dan ada juga yang menyebutnya psychology of language. Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih baik, lebih terarah dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu antar disiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari suatu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya (Chaer, 2009: 5-6). Hartley (dalam Pateda, 1990: 11) mengakatan Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak dalam memori dan menghasilkan ujaran-ujaran dalam akuisisi bahasa. Yang penting dalam bahasa ini adalah bagaimana memori dapat dan menghasilkan ujaran-ujaran dan bagaimana akuisisi bahasa itu berlangsung. Proses bahasa hingga menghasilkan ujaran-ujaran merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 pekerjaan otak. Tidak diketahui dengan pasti, ialah bagaimana proses pengolahan bahasa sehingga berwujud satuan-satuan yang bermakna dan bagaimana proses pengolahan satuan ujaran yang dikirim oleh pembicara sehingga dimengerti oleh pendengar. Segala sesuatu berada dalam batas-batas kesadaran, baik pada pembicara maupun pra pendengar. Selanjutnya Robert Lado (dalam Tarigan, 1985: 3) mengatakan psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri. Menurut Lado, psikolinguistik hanya merupakan pendekatan. Pendekatan untuk menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan aspek-aspek ini. Disini jelas bahwa objek psikolinguistik adalah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, perubahan bahasa, dan hala-hal lain yang ada hubungannya dengan aspek-aspek ini. Langacker (dalam Pateda, 1990: 12) mengatakan psikolinguistik merupakan telaah akuisisi bahasa dan tingkah laku linguistik terutama mekanisme psikologis yang bertanggung jawab atas kedua aspek itu. Batasan ini menekankan akuisisi bahasa dan tingkah laku linguistik. Akuisisi bahasa bersangkut-paut dengan pemerolehan bahasa, sedangkan tingkah laku linguistik mengacu kepada proses kompetensi dan performansi bahasa. Proses-proses tetap berada di dalam otak (mind). Dengan kata lain mekanisme psikologi sangat berperan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang membahas hubungan bahasa dengan otak, dan juga sebagai pendekatan studi bahasa. Selain itu psikolinguisik juga membicarakan tentang akuisisi bahasa, kedwibahasaan dan perubahan bahasa. Ilmu psikolingistik juga membahas linguistik dan hubungan proses linguistis dengan persepsi dan kognisi. 2.2.1 Teori Perkembangan Bahasa Anak Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial itu dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa perkembangan bahasa anak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada anakanak bersifat suapan (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya pun disebut sebagai kognitivisme (Chaer, 2009: 221). a) Pandangan Nativisme atau Mentalisme Nativisme atau mentalisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak-anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingungkannya memiliki pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 dengan yang disebut hipotesis pemberian alam. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa sangat kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan. Jadi pasti ada beberapa aspek penting mengenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah (Chaer, 2009: 222). Chomsky (1965,1975) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa. Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar meraka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa. Menurut Chomsky (1965) bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin menguasai bahasa manusia. Pendapat ini landasi pada tiga asumsi. Pertama, perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunakan (genetik), pola perkembangan bahasa adalah sama pada semacam bahasa dan budaya, dan lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan bahasa yang rumit dari orang dewasa. Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan bahasa” Language Acquistion Device (LAD). Alat ini merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 untuk memproses bahasa, tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. b) Pandangan Behaviorisme Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris menganggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, suatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan suatu perilaku, diantara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain harus dipelajari. Menurut Skinner (1969) kaidah gramtikal atau kaidah bahasa adalah perilaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu. Namun, kalau demikian anak dapat berbicara, bukan karena penguasan kaidah sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor di luar dirinya. Kaum behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka dipandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S – R (stimulus-respon) dan proses peniruan-peniruan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 c) Pandangan Kognitivisme Ahli psikologi yang pertama kali membicarakan pandangan kognitivisme adalah Slobin (1971). Slobin mengatakan bahwa seoarn anak itu lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan Chomsky LAD. Slobin mengatakan bahwa yang dibwa lahir bukanlah pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti yang dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan bahasa yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seorang untuk mengolah data linguistik. Menurut Slobin, perkembangan umum kognitif dan mental anak adalah faktor penentu perolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi bahasa, secara aktif ia burusaha untuk mengembangkan batasbatas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan keterampilan bahasanya menurut strategi persepsi yang dimilikinya. Menurut Slobin perolehan bahasa anak sudah diselesaikan pada usia kira-kira pada usia 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu. Jean Piaget (1954) menyatakan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu daiatara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar; maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi, jadi urutannya perkembangan kognitif menentukan perkembangan bahasa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 2.2.2 Perkembangan Akuisisi Bahasa Perkembangan akuisisi bahasa berhubungan dengan kematangan neoromuskularnya yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya setiap hari. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya termasuk tingkah lau berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak refleks. Pada bulan-bulan pertama otaknya berkembang dan mengatur mekanisme syaraf sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut. Misalnya anak akan mengedipkan mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak apabila sesuatu yang disentuhkan pada bibirnya (Pateda, 1990: 53). Dalam memikirkan perkembangan akuisisi bahasa ada baiknya membedakan kematangan anak berbicara dan kematangan untuk mendengar pembicaraan orang lain. Kematangan mendengarkan disebut dengan kematangan menerima (receptive language skills), dan kematangan mengeluarkan bunyi bahasa (expressive language skills) adalah kematangan untuk berbicara. Kematangan menerima lebih dahulu daripada kematangan berbicara meskipun dalam perkembangan selanjutnya kedua kematangan ini saling berhubungan (Pateda, 1990: 54). Pada awal kelahirannya, anak belum dapat membahas stimulus yang berasal dari manusia. Ia belum dapat membahas dengan kata-kata. Ia hanya membalas dengan tertawa yang tentu saja diikuti oleh gerakan anggota tubuhnya, misalnya tangan dan kaki. Pada usia 9 bulan ia mulai mereaksi dengan kata-kata sederhana, kata-kata yang pernah ia dengar, kata-kata yang memiliki frekuensi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 tinggi dalam awal kehidupan sebagai manusia. Selama 3 bulan berikutnya ia belajar mengerti hubungan kata-kata barangkali yang ia dengar dan pada usia setahun ia sudah dapat mereaksi terhadap kata yang mengandung makna komando. Berbicara mengenai akuisisi bahasa, tentu tidak terlepas dai perkembangan fisik. Perkembangan fisik dimaksud adalah perkembangan fisik yang normal, karena perkembangan fisik yang tidak normal merupakan gangguan dalam kematangan fisiknya. Perkembangan fisik berhubungan dengan perkembangan motorik. Perkembangan motorik ini berupa : a) Pada bagian kepala: Koordiansi mata, lebih dahulu yang horizontal, lalu yang verikaldan sesudah itu sirkuler. Reaksimata terhadap objek bergerak. Reaksi senyum. Refleks pejam mata. Kecakapan mengangkat kepala. b) Pada lengan: Posisi jari yang memungkinkan anak dapat memegang sesuatu. Koordinasi mata-tangan yang memungkinkan pencapaian pegangan yang tepat, Kecakapan makan. Kecakapan menggunakan satu tangan. c) Pada tubuh : Kecakapan membalik tubuh yang mulai pada usia 2 bulan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 Duduk sendiri yang akan tampak pada usia 9 atau 10 bulan. Gerakan dari tegak sikap duduk yang akan tampak pada usia satu tahun. d) Pada kaki : Kecakapan berjalan yang dimulai dari kecakapan menginjak dan kemudian diikuti oleh kecakapan menjaga keseimbangan. Kecakapan merayap, berpindah tanpa pertolongan kaki atau tangan. Berjingkrak, gerakan berpindah karena bantuan kaki dan tangan. Berdiri. Berjalan, mulai dengan pertolongan. Kecakapan diatas berlangsung samapi anak usia berumur 1,5 tahun. Umur 1,5-6 tahun kecakapan itu akan tampak, misalnya berlari, melompat, memanjat (Pateda, 1990: 54-55). 2.2.3 Proses Akuisisi Bahasa Telah ada keyakinan diantara sesama ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa bersifat dinamis. Artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap ke tahap yang lain. Di dalam tahap perkembangan akuisisi ini terjadi, Pertama, perubahan-perubahan, teuratama yang berhubungan dengan struktur bahasa. Kedua, perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya saraf secara baik, dan proses kognitif. Ketiga, bahwa dalam akuisisi terjadi poroses pemilihan kata-kata dan stuktur yang tidak dianalisis oleh anak. Keempat bahwa teori yang digunakan bersifat umum. Lain dari kata itu telah disepakati pula bahwa akuisisi bahasa dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 lain akuisisi bahasa bergantung pada lingkungan bahasa anak (Lowenthal, Et-al, 1982:303). Akuisisi bahasa merupakan proses yang berkelanjutan dari satu fase ke fase berikutnya. Konstruksi linguistik yang muncul merupakan rangkaian konstruksi yang telah dikuasai sebelumnya, dan banyak diantaranya belum dapat dijelaskan secara ilmiah. Saporta (dalam Pateda, 1990 ) menyatakan bahwa anak tidak memiliki insting bawaan untuk meniru. Bayi belajar dengan jalan meniru yang kemudian hasil tiruannya itu menjadi kebiasaan. Apa yang ditiru diulang berkali-kali pada kesempatan yang berbeda. Setiap kali anak mengulanginya karena kebutuhan, lingkungan anak menguatkannya. Miller dan Dollaerd menyatakan bahwa kemampuan meniru menolong anak untuk merangkai katakata yang dibutuhkannya. Mowrer (Saporta, Ed., 1961: 333) menyatakan bahwa dalam tahapan menggumam (cooing) dan meraban (babbling), anak selalu mengulanginya karena bunyi-bunyi itu mirip denagn bunyi yang ia dengar dari ibunya. Mowrer juga berpendapat bahwa anak membentuk kata dan kalimat yang dibutuhkannya karena ada stimulus. Jadi, dalam proses akuisisi bahasa anak belajar kata atau kalimat yang dibutuhkan dan gerakan mana yang diperlukan apabila sesuatu diinginkan atau tidak diinginkan. Bersamaan dengan itu, anak mulai mengenal makna dan berkemaknaan apa yang dikatakan dan didengarnya. Stimulus yang diterimanya tentu bersifat global pada tahap awal. Stimulus global itu lama-lama memperlihatkan perbedaan dalam urutan pengalamannya. Ia mencoba dan mencoba lagi. Hal seperti ini mengingatkan kita pada proses trial PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 dan error. Staats (Palermo, 1978: 18) menyatakan bahwa anak memperluas bahasanya dengan jalam menambahkan kata yang dikuasainya pada kata atau gabungan kata yang diucapkannya. 2.2.4 Tahap-tahap Perkembangan Bahasa Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), tahap kemampuan bahasa anak sebagai berikut. Tahap Prkembangan Bahasa Usia Menangis Lahir Mendekur 6 minggu Meraban 6 bulan Pola intonasi 8 bulan Tuturan Satu Kata 1 tahun Tuturan dua kata 18 bulan Infleksi kata 2 tahun Kalimat Tanya dan Ingkar 2,5 tahun Konstruksi yang jarang dan kompleks 5 tahun Tuturan yang matang 10 tahun a) Menangis Menangis pada bayi mempunyai beberapa makna, seperti tangisan untuk minta minum, minta makan, tangisan karena kesakitan, dan sebagainya. b) Mendekur Mendekur sebenarnya sulit dideskpripsikan, karena bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal, tapi hasil bunyi itu tidak sama dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Tampaknya dengan mendengkur si bayi melatih peranti alat ucapnya. c) Meraban Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. d) Pola intonasi Pada usia delapan atau sembilan bulan, anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Hasil tuturan anak mirip dengan yang dikatakan oleh ibunya. Anak tampaknya mencoba menirukan percakapan dan hasilnya adalah tuturan yang kadang-kadang tidak dipahami oleh orangtuanya atau orang dewasa yang lain. e) Tuturan satu kata (Holofrases) Antara umur satu tahun dan delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi tergantung masing-masing anak. Biasanya variasi berupa kata mama, papa, meong. f) Tuturan dua kata Pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 g) Infleksi kata Secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap di antara kata benda dan kata kerja yang digunakan oleh anak. h) Kalimat tanya dan ingkar Pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?, siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? Sedangkan dalam kalimat ingkar biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik. i) Konstruksi yang jarang dan kompleks Pada usia lima tahun, anak secara mengesankan memperoleh bahasa. Kemampuan bahasa terus berlanjut meskipun agak lamban. Tata bahasa anak berusia lima tahun berbeda dengan tata bahasa orang dewasa. Tetapi lazimnya mereka tidak menyadari kekurangan mereka dalam hal itu. j) Tuturan yang matang Perbedaan tuturan anak dengan tuturan orang dewasa secara pelanpelan akan berkurang ketika usia anak itu semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu menghasilkan kalimat perintah yang setara dengan kalimat perintah orang dewasa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 2.2.5 Ujaran, Mengerti Ujaran dan Pikiran Ketika seseorang ingin menguasai bahasa, ia belum mengerti lebih dahulu apa yang akan dikataknnya sebelum ia menghasilkan ujarannya. Bagi seorang anak tentu ia lebih banyak dan memperhatikan orang lain yang sedang berbicara. Anak kecil tadi kemudian mengasosiasikan ujaran yang ia dengar dengan apa yang terjadi setelah pembicara mengujarkan sesuatu. Misalnya seorang ibu berkata kepada seorang anakyang sedang mengganggunya sementara ibu sedang memasak. “Tunggu ya, ibu memasak dulu”. Anak akan memperhatikan perilaku ibunya. Ia melihat setelah mengatakan “ Tunggu ya, ibu memasak dulu”, ibunya bergegas menuangkan air kedalam periuk, lalu periuk diangkat dan disimpan atas kompor. Setelah itu anak akan mengerti bahwa memasak adalah kegiatan menuangkan air kedalam periuk dan disimpan diatas kompor. Disini anak memperoleh kesempatan untuk lebih dahulu mendengarkan ujaran orang lain. Ia mengasosiasikannya dengan kegiatan yang berhubungan denfgan ujaran tersebut. Ia lebih banyak mendegarkan ujaran norang lain. Orang yang ada disekitarnya banyak memberikan informasi tentang berbagai hal. Ia selalu menghubungkan ujaran orang lain dengan kenyataan atau kejadian yang berhubungan dengan ujaran itu. Baginya tiap bunyi yang berwujud ujaran mempunyai makna. “Tanpa asosiasi dengan makna, ujaran tidak ada artinya atau tidak mempunyai makna komunikatif baginya” (Steinberg, dalam Pateda 1990: 62) Pada waktu anak belajar berbahasa, ia harus mendengarkan lebih dahulu kata-kata atau kalimat yang didengar. Kata-kata dan kalimat yang diucapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 orang lain dihubungkannya dengan proses, kegiatan, benda dan situasi yang ia saksikan. Ini berarti bahwa anak menghubungkan apa yang ia dengar melalui proses pikirannya. Dengan kata lain proses berpikir menjadi dasar untuk mengerti ujaran. Bagi anak, benda, proses, peristiwa harus berfungsi baginya, bahkan ia merasa senang ketika makan pisang. Disini tampak bahwa pengertian pisang, bendanya dan makna pisang melewati pengertian fungsi. Namun demikian Eve Clarck (dalam Dato, 1975: 86) menyatakan bahwa ada tiga kesulitan yang berkaitan dengan peranan fungsi itu dalam akuisisi makna. Kesulitan itu adalah pertama, banyak contoh dimana fungsi dihubungkan dengan bentuk. Kedua, pengetahuan tentang fungsi kadang-kadang diperoleh terlambat dalam beberapa hal. Ketiga, banyak benda yang ternyata belum fungsi bagi anak, misalnya kuda, lantai, langit. Kata-kata pisang, bubur, air, segera dipahami makna karena kata-kata ini berfungsi bagi anak. Eve Clark (dalam Dato, 1975:91) berpendapat bahwa ada tiga tahap akuisisi bahasa yang berhubungan dengan makna yakni, (i) tidak ada kontras antara disni dan disana, (ii) hanya sebagian yang kontras, misalnya hanya dalam stu konteks, dan (iii) kontras penuh, misalnya bodoh dengan pandai, tebal dengan tipis. Steinberg (dalam Pateda, 1990: 64) berpendapat bahwa perkembangan bahasa tidak tergantung pada kematangan otak secara biologis, tetapi apa yang dirasakan anak untuk mengujarkan apa yang dipikirkannya. Memang ada dua pendapat yang bertentangan, yakni pandangan mekanis dan pandangan mentalis. Pandangan mekanis mengatakan bahwa anak lahir tidak membawa apa-apa yang berhubungan dengan bahasa, sedangkan pandangan mentalis berpendapat bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 anak lahir telah membawa potensi atau kapasitas bahasa yang akan berkembang kalau kematangannya telah tiba. 2.2.6 Perkembangan Ujaran Banyak bunyi yang dikeluarkan oleh bayi tetapi tidak semuanya mempunyai wujud di dunia sekelilingnya. Tentu saja dalam ujaran bayi yang mula-mula muncul yakni vokal, oleh karena vokal yang mudah diujarkan. Dengan kata lain bunyi bahasa yang diujarkan bergantung pada tingkat kesulitan bunyi bahasa itu. Itu sebabnya konsonan /th/ dalam kata thought, thing, thin jarang segera terdengar jika dibandingkan dengan konsonan /m/ atau /n/. Nakazima (dalam Steinberg, 1982: 148) melaporkan bahwa pada usia 6 bulan, anak-anak sudah dapat mengujarkan kata-kata dan kata-kata yang bertekanan. Kenyataan ini telah mengarahkan kepada hal yang dipelajari melewati pendengaran. Kadang-kadang meraban yang dapat ditafsirkan sebagai kata-kata, baru muncul ketika bayi telah berumur setahun. Dalam pengujaran konsonan, biasanya konsonan depan yang mengawali pengujaran konsonan belakang. Jadi konsonan /m, b, t, d/ akan mendahului konsonan /k, g, x/, sedangkan pengujaran vokal cenderung dari belakang kedepan. Jadi, vokal /o,u/ mendahului pengujaran /i, e, a/. Steinberg (1982: 149) berpendapat bahwa dalam pengujaran konsonan, dapat kita bagi atas konsonan yang segera terlihat artikulasinya dengan konsonan yang mudah diartikulasikan. Itu sebabnuya anak dahulu mengujarkan konsonan / m, b, p/ karena konsonan-konsonan itu mudah dilihat alat berbicara yang menghasilkannya. Sebaliknya konsonan stop, misalnya / k,g/ dan frikatif, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 misalnya /f, s/ tidak segera dapat diujarkan karena alat bicara yang mengahsilkannya tidak kelihatan. Hal ini dapat dihubungkan dengan kenyataan yang menyatakan bahwa anak belajar melaui proses meniru. Hal yang ditiru tentu harus dapat dilihat. Dipandang dari segi kemudahan mengujarkan, maka vokal /a/ lebih mudah diujarkan. Itu sebabya menurut steinberg vokal /a/ yang dahulu dapat diujarkan jika dibandingkan dengan vokal yang lain, misalnya / i, e, o, u/. 2.2.7 Perkembangan Sosial dan Komunikasi Ada pendapat bahwa sejak lahir bayi usia sekitar setahun dianggap belum punya bahasa atau belum berbahasa (Poerwo, 1989). Kiranya anggapan ini belum mencerminkan perilaku bayi yang sesungguhnya, sebab meskipun dikatakan belum mempunyai bahasa, tetapi sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi. Menangis merupakan salah satu cara pertama untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarnya. Sesungguhnya semenjak lahir bayi sudah disetel secara biologis untuk berkomunikasi, dia akan tanggap terhadap kejadian yang ditimbulkan oleh orang sekitarnya (terutama ibunya). Daya lihat bayi yang paling baik berada pada jarak kira-kira 20 cm, yakni jarak yang terjadi pada waktu interaksi rutin antara bayi dan ibu, yaitu pada saat bayi menyusu pada ibunya, dalam jarak 20 cm itu. Oleh karena itu, bayi akan membahas tatapan ibunya denagn melihat mata sang ibu yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi saling tatap mata berarti ada komunikasi, antara dia dan ibunya. Bayi memang sudah terlibat aktif dalam proses interaktif dengan ibunya tak lama setelah dilahirkan. Dia menanggapi suara dan gerak-gerik ibunya, serta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 mengamati wajah ibunya. Pada minggu pertama kehidupannya dia sudah mulai menirukan kegiatan menggerakan tangan, menjulurkan lidah, dan membuka mulut. Menjelang usia satu bulan dia mulai menirukan tinggi rendah dan panjang pendek suara ibunya. Pada usia dua minggu bayi sudah dapat membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Dia sangat tanggap terhadap terhadap setiap orang yang mendekatinya dan terutama tertarik untuk mengamati mata dan mulut; dan dia akan bereaksi dengan senyum. Pada usia sekitar tiga minggu senyum bayi sudah dapat disebut sebagai “senyum sosial”, sebab senyum itu diberikan sebagai reaksi sosial terhadap rangsangan (berupa wajah atau suara ibu) dari luar. Pada bulan kedua bayi semakin sering berkedut (cooing), bunyi seperti bunyi burung merpati. Bayi berkedut jika berada dalam keadaan senang, misalnya karena ada yang menemani, mengajak berbicara, mengajak bermain, dan sebagainya. Menjelang usia tiga bulan kemampuan kognitif bayi sudah meningkat, dia tidak tertarik pada wajah yang diam saja; dia mengaharapkan lebih dari itu agar tetap berminat untuk berinteraksi. Dalam hal ini sang ibu pun tampak menyesuaikan diri dengan sikap dan ekspresi wajahnya., berbicara lebih banyak, dan dengan variasi suara yang dilebih-lebihkan. Terhadap sikap ibu yang baru ini bayi merasa tertarik lagi, dan mau menanggapinya. Maka terjadilah kemajuan setapak lagi dalam perkembangan kemampuan bayi untuk berkomunikasi. Setapak demi setapak kemajuan interaksi dan komunikasi bayi semakin bertambah. Ibu selalu menyesuaikan diri dengan tahap baru perkembangan bayi. Dialog keduanya semakin meningkat, dan peran bayi dalam kegiatan semakin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 meningkat. Pada saat menjelang usia 12 minggu bayi mulai mengeluarkan suara balasan jika ibu memberikan tanggapan terhadap suaranya. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang bayi berumur enam bulan. Pada tahap berikutnya bayi mulai memahami pola gilir (turn talking) di dalam berkomunikasi. Maksudnya adalah, dia mulai mengerti kapan dia harus bereaksi terhadap rangsangan dari ibunya, dan kapan pula dia harus diam. Permainan “ci-luk-ba” atau semacamnya semakin mempertajam kemampuan bayi untuk memahami pola gilir di dalam komunikasi. Melaui permaina “ci-luk-ba” itu bayi juga belajar mengakhiri suatu komunikasi. Dia mengerti, misalnya, kalau ibu mengalihkan padangan ke arah lain, berarti permainan berhenti. Menjelang usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak-gerik orang dewasa secara sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajahnya. Lalu, pada usia lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukan rasa senang, rasa tidak senang, dan rasa ingin tahu. Menjelang usia enam bulan miant bayi pada mainan dan benda-benda semakin meningkat; tadinya minatnya lebih terarah pada manusia. Dia akan tertarik dengan benda-benda yang digerakan atau yang berbunyi. Pada usia enam bulan terjadi pergeseran minat, dia lebih tertarik pada enda daripada manusia. Maka sejak itu, interaksi menjadi tiga serangkai yakni bayi, ibu, dan benda-benda. Antara usia tujuh samapai dua belas bulan anak mulai lebih memegang kendali didalam interaksi dengan ibunya. Anak belajar menyatakan keinginan atau kehendak secara lebih jelas dan lebih efektif. Cara yang digunakan untuk menyampaikan kehendak ini terutama dilakukan dengan gerak-geriknya, terutama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 gerakan tangan. Pada mulanya gerakan tangan yang menyatakan keinginan itu tanpa disertai suara, tetapi kemudian secara bertahap suara muncul menyertainya. Von Reffler Engel mencatat bahwa anak laki-laki menyuarakan “e-e-e” untuk meminta sesuatu, dan menyuarakan “u-u-u” jika tidak menyetujui sesuatu. Sedangkan Dore (dalam Purwo, 1989) melaporkan telah mendengar empat anak manusia sebelas bulan secara konsisten menyuarakan “a-a-a” untuk menyatakan rasa senang, dan bunyi “e-e-e” untuk menyatakan protes. 2.2.8 Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo, 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya. Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo, 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian, strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini kemudian diulang sehingga muncul struktur seperti berikut. C1 V1 C1 V1 C1 V1 .......... → papapa mamama bababa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Orang tua akan mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang di benak anak tidaklah kita ketahui dan tidak bisa dipungkiri bahwa celotehan itu hanya sekedar latihan artikulasi belaka. Konsonan dan vokalnya secara bertahap berubah sehingga muncul seperti kata dadi, dida, tita, dita, mama, mami, dan sebagainya. Konsonan pada akhir kata sampai dengan umur sekitar 2;0 banyak yang tidak diucapkan sehingga kata mobil diucapkan /bi/. Sampai sekitar umur 3;0 anak belum dapat mengucapkan kelompok konsonan sehingga kata Eyang Putri akan disapanya dengan eyang /ti/. a) Teori Struktural Universal Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (dalam Chaer, 2009: 185-189), pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pemerolehan fonologi berdasarkan struktur-struktur universal linguistik, yakni hukum-hukum struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi. Dalam penelitiannya Jakobson mengamati pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel (bablling) dan menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbabagi ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi bunyi konsonan. Namun, ketika bayi mulai memperolah “kata” pertamanya pada usia satu tahun, maka kebanyakan bunyi-bunyi itu baru muncul kembalai beberapa tahun kemudian. Dari pengamatannya, Jakobson menyimpulkan adanya dua tahap pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa murni.Pada tahap prabahasa bunyi-bunyi yang dihasilkan bayi tidak menunjukan suatu urutan perkembangan tertentu, dan sama sekali tidak mempunyai hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 dengan masa pemerolehan bahasa berikutnya. Jadi, pada tahap membabel ini bayi hanya melatih alat-alat vokal dengan cara mengeluarkan bunyi-bunyi tanpa tujuan tertentu, atau bukan untuk berkomunikasi. Sebaliknya, pada tahap pemerolehan bahasa yang sebenarnya bayi mengikuti suatu pemerolehan bunyi yang realtif universal dan tidak berubah. Jika tahap pemerolehan bahasa yang sebenarnya dimulai, maka akan terdapat urutan peringkat perkembangan yang teratur dan tidak berubah, meskipun taraf kemajuan tiap individu tidak sama. Perkembangan peringkat ini ditentukan oleh hukum-hukum yang besrsifat universal yang oleh Jakobson disebut “the laws of irreversible solidarty”.Perkembangan itu bergerak dari bentuk yang sederhana kepada bentuk yang kompleks dan rumit. Kerumitan suatu bunyi ditentukan oleh jumlah fitur (oposisi) yang dimiliki oleh bunyi itu dalam satu sistem. Jadi, sebenarnya yang diperoleh oleh bayi bukanlah bunyi satu demi satu, melaikan berupa oposisi-oposisi tau kontras fonemik, atau fitur yang berkontras. Bunyi-bunyi bahasa-bahasa yang ada di dunia ini berbeda-beda, namun hubungan-hubungan tertentu yang ada pada bunyi-bunyi ini sifatnya tetap. Umpamanya, apabila suatu bahasa memiliki bunyi hambat velar seperti [g] maka bahasa itu pasti mempunyai bunyi hambat alveolar seperti [t], dan juga hambat bilabial seperti [b]. Jika suatu bahasa mempunyai bunyi hambat alveolar [t] dan [d], maka bahasa itu juga pasti mempunyai bunyi hambat bilabial [b] dan [p]; tetapi belum tentu bahasa itu memiliki bunyi velar [g] dan [k]. Begitu juga apabila suatu bahasa mempunyai konsonan frikatif [v] dan [s], maka bahasa itu pasti mempunyai konsonan hambat seperti [t] dan [b]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 Berdasarkan keterangan di atas Jakobson memprediksikan bahwa bayi-bayi akan memperoleh kontras atau oposisi antara hambat bilabial dengan hambat dental atau hambat alveolar lebih dahulu daripada kontras-kontras diantara bilabial dan velar atau di antara dental dengan velar.konsonan hambat akan dahulu diperoleh daripada frikatif dan afrikat. Yang terakhir diperoleh adalah bunyibunyi likuida seperti [l] dan [r]; dan bunyi luncuran glide [y] dan [w]. Jakobson (dalam Chaer, 2009: 185-189), menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal +vokal optimal”. Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa). Urutan pemerolehan kontras fonemik bersifat universal. Artinya, bisa terjadi dalam bahasa apapun dan oleh anak-anak mana pun. Maka setelah konsonan bilabial dan vokal lebar di atas, akan muncul oposisi bunyi oral dan bunyi nasal seperti [papa] [mama]. Kemudian diikuti oleh oposisi bilabial dan dental/aveolar, sperti [papa] – [tata] atau [mama] – [nana]. Jadi Jakobson berpendapat bahwa urutan pemerolehan konsona adalah bilabial-dental (aveolar) – palatal – velar. Ini berarti, apabila seorang anak telah membunyikan konsonan frikatif, berarti dia juga telah mampu membunyikan bunyi-bunyi hambat. Munculnya konsonan belakang dalam ucapan anak-anak menandakan bahwa dia juga menguasai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 konsona depan. Ini disebut hukum-hukum implikasi oleh Jakobson. Kontras vokal pertama yang diperoleh anak adalah kontras vokal lebar [a] dengan vokal [i]. Kemudian, diikuti oleh kontras vokal sempit depan [i] dengan vokal sempit belakang [u]. Sesudah itu baru antara vokal [e] dan vokal [u]; vokal [o] dengan vokal [e]. b) Teori Proses Fonologi Alamiah Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe (dalam Chaer, 2009: 190-191), yakni satu teori yang disusun berdasarkan teori fonologi alamiah yang juga telah diperkenalkan sejak tahun 1965. Menurut Stampe proses fonologi anak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang dewasa. Suatu proses fonologi terdiri dari kesatruan-kesatuan yang saling bertentangan. Umpamanya, terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi hambat menjadi tidak bersuara dalam semua konteks, karena halangan oralnya menghalangi arus udara yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara oleh proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi bersamaan, maka keduanya akan saling menindih, dan saling bertentangan. Sebuah bunyi hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan tidak bersuara pada lingkungan yang sama. Masalah yang bertentangan ini dapat dipecahkan dengan tiga cara sebagai berikut. i. Menindas salah satu dari dua proses yang bertentangan itu. Umpamanya bila anak-anak telah menguasai bunyi-bunyi hambat bersuara dalam semua konteks, maka berarti dia telah berhasil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 menindas proses penghilangan suara yang ditimbulkan oleh halangan oral bunyi itu. ii. Membatasi jumlah segmen atau jumlah konteks yang terlibat dalam proses itu. Misalnya, proses penghilangan suara dibatasi hanya pada bunyi-bunyi hambat longgar tidak dilibatkan. iii. Menagtur terjadinya proses penghilangan bunyi suara dan proses pengadaan bunyi secara berurutan. Urutannya boleh dimulai dengan proses penghilangan bunyi suara lalu diikuti oleh proses pengadaan bunyi bersuara. Kedua proses ini tidak mungkin terjadi secara bersamaan. c) Teori Kontras dan Proses Teori ini diperkenalkan oleh Ingram, yakni suatu teori yang menggabungkan bagian-bagian penting dan teori Jakobson dengan bagian-bagian penting dari teori Stampe; kemudian menyelaraskan hasil penggabungan dengan teori perkembangan dari piaget. Menurut Ingram, anak memperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan struktur sendiri, kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik. Perkembangan fonologi ini melalui asimilasi dan akomodasi yang terus menerus mengubah struktur untuk menyelaraskan dengan kenyataan. Peristiwa ini dapat digambarkan sebagai berikut. Kata orang dewasa → Sistem anak-anak → Kata anak-anak Umpamanya pada tahap permulaan anak-anak telah menetapkan pola KV sebagai struktur kata-kata barunya. Maka semua kata-kata baru orang dewasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 akan diasimilasikan dengan pola itu. Setelah mempelajari lebih banyak kata-kata orang dewasa, maka struktur sistem yang telah diciptakannya akan diubah dan disesuaikan untuk dapat menanpung kata-kata orang dewasa dengan menciptakan satu pola baru yaitu KVK (Chaer, 2009: 192-195). Ingram (dalam Chaer, 2009: 192-195) menemukan konsonan pertama yang muncul bukan hanya konsonan bilabial, melainkan juga ditemukan konsonan dental dan konsonan frikatif. Namun, konsonan bilabial lebih banyak begitu juga dengan bunyi vokal. Selain bunyi vokal [a] yang utama, muncul juga vokal [u] dan [i] sebagai vokal pertama. Oleh karena itu, menurut ingram kata-kata yang didengar anak-anak sebagai masukan menentukan bunyi-bunyi pertama yang diperoleh anak-anak itu. Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dengan sendirisendiri, melainkan secara perlahan dan berangsur-angsur. Ucapan anak-anak selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak benar. Secara progresif sampai ucapan seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi anak-anak terjadi melalui beberapa proses penyederhanaan umum yang melibatkan semua kelas bunyi. Proses-proses itu adalah : a. Proses Subtitusi : penukaran satu segmen oleh segmen lain. Proses ini terdiri dari sebagai berikut. 1) Penghentian : bunyi frikatif ditukar dengan bunyi hambat. <sea> [ti : ] <sing> [ti] 2) Pengedepanan : yaitu bunyi velar dan palatal dengan bunyi aveolar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 <shoe> [zu’] <shop> [za’p] 3) Peluncuran : yaitu likuida ([l], [r]) ditukar dengan bunyi luncuran (glide) [w] dan [y]. <leg> [yek] <ready> [wedi] 4) Vokalisasi : satu suku kata konsonan ditukar dengan satu suku kata vokal. <apple> [apo] <bottle> [babu] 5) Naturalisasi vokal : bunyi vokal berubah menjadi vokal tengah. <back> [bat] <bug> [had] b. Proses Asimilasi, yaitu kecenderungan untuk mengasimilasikan satu segmen kepada segmen lain dalam satu kata. Proses ini terdiri dari : 1) Penyuaraan, yakni bunyi –bunyi konsonan cenderung disuarakan jika muncul di depan sebuah vokal, dan tidak disuarakan bila muncul pada akhir suku kata. <paper> [be : ba] <tiny> [daini] <bird> [bit] 2) Keharmonisan konsonan, yakni bunyi konsonan cenderung berasimilasi satu sama lain. Pola-pola yang sering muncul adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan konsonan velar yang berdekatan. Contohnya adalah <duck> [gak], <tongue> [gan]. Konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan konsonan bilabial yang berdekatan. Contohnya <tub> [bab], <tape> [beip]. 3) Asimilasi vokal progresif, yakni sebuah vokal yang tidak mendapat tekanan diasimilasikan pada vokal yang mendapat tekanan suara yang muncul di depan atau di belakangnya. <bacoa> [bu : du] <hammer> [ha : ma] c. Proses Struktur suku kata, yaitu kecenderungan anak-anak menyederhanakan struktur suku kata. Pada umumnya penyederhanaan suku kata ini berlaku ke arah suku kata KV. Proses ini terdiri dari: 1) Reduksi klaster : satu klaster konsonan direduksikan menjadi satu konsonan saja. <clown> [kaun] <play> [pe] 2) Penggunaan konsonan akhir : suku kata KVK dipendekan menjadi KV dengan menggugurkan konsonan akhir. <bike> [bai] <out> [au] PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 3) Pengguguran satu kata yang tidak dapat mendapat tekanan suara : suku kata yang tidak mendapat tekanan digugurkan jika satu kata mendahului satu kata yang mendapat tekanan suara. <banana> [naena] <potato> [pedo] 4) Reduplikasi : dalam kata panjang suku kata KV diulang <cookie> [gege] <TV> [didi] 2.2.9 Pemerolehan Dalam Bidang Morfologi Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk dasar. Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai hal tersebut. a) Bloom dan Tardif (Dardjowijojo, 2005: 259) mengatakan kelas kata kerja diperoleh lebih awal dari pada kelas kata lainnya, dan frekuensi penggunaannya juga lebih tinggi. b) Gentner (Dardjowijojo, 2005: 568) mengatakan bahwa kata benda diperoleh lebih awal daripada kata kerja dan frekuensinya lebih tinggi. c) Dardjowijojo (2005) mengatakan pendapatnya berdasarkan penelitiannya, bahwa selama lima tahun pemerolehan leksikon anak didominasi oleh kata benda, diikuti kata kerja pada urutan kedua, kata sifat pada urutan ketiga, serta kata tugas pada urutan berikutnya. Contoh kata benda adalah susu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 mobil, dan baju. Kata kerja seperti makan, beli, baca. Kata sifat seperti enak, cantik, dan jelek. Kata tugas si, yang, di, dan ke. a. Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem ada dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009 : 2). Kata diperjualbelikan dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian terkecil yang masih mempunyai makna masing-masing menjadi jual beli dan di-+[per-...—kan]. Gabungan kata jual beli dapat dipecah menjadi jual dan beli yang masing-masing memiliki arti. Jika kata jual dan beli dipotong lagi menjadi ju-al dan be-li, potongan-potongan tersebut bukan morfem., melaikan suku kata. Kemudian, bentuk di-, per-, dan –kan juga tergolong morfem karena merupakan satuan terkecil yang mengandung makna, dan bentuk –bentuk itu tidak bisa dipotong menjadi lebih kecil lagi. Proses pembentukan kata diperjualbelikan adalah sebagai berikut. Jual beli Jual belikan Perjualbelikan Diperjualbelikan Berikut diberikan contoh lain dengan keterangannya. Membantu Morfem bebas : bantu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 Morfem terikat : memMencari Morfem bebas : cari Morfem terikat : men- Kedinginan morfem bebas : dingin Morfem terikat : ke-an Pembawaan morfem bebas : bawa Morfem terikat : pem-an Contoh di atas terdapat bentuk mem- dan men- yang masing-masing dulekatkan pada kata bantu dan cari. Baik mem- maupun men- sebenarnya mempunyai fungsi dan makna yang sama, yaitu merupakan unsur yang membentuk verba (kata kerja) aktif (Arifin dan Junaiyah 2009 : 3). Perbedaan wujud imbuhan meng-, mem-, men-, meny-, dan meng- ditentukan oleh fonem pertama yang mengawali kata dasar. Jika fonem pertama yang mengikutinya berupa fonem /b/, bentuk yang muncul adalah mem-, tetapi jika fonem awalnya berupa fonem /c/, bentuk yang muncul adalah men-. Bentuk memdan men- merupakan alomorf dari morfem yang sama, yaitu {meng-}. Jadi, alomorf adalah anggota satuan morfem yang wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi yang sama. b. Afiks atau imbuhan Bahasa indonesia memiliki empat jenis imbuhan, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan imbuhan terbelah (konfiks). Dari keempat imbuhan itu, tampaknya hanya infiks yang kurang produktif. Untuk itu, perhatikanlah uraian di bawah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 Afiks atau imbuhan di dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat penting, sebab kehadiran imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi, kategori, dan makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Misalnya kata datang (kata dasar) berbeda bentuk, fungsi, kategori, dan maknanya dari kata kedatangan. Perbedaan itu terjadi akibat melekatnya konfiks ke-...-an pada kata kerja datang. Contoh : - - - - Bentuk Kategori Fungsi Makna datang (kata dasar) Kedatangan (kata jadian) datang (verba) Kedatangan (nomina) datang (predikat) Kedatangan (bisa subjek) datang Kedatangan ‘hal datang’ Perhatiakan perbedaan pemakaiannya berikut ini. - Sampai hari ini ia belum juga datang. - Kedatangannya memang sangat mengejutkan kami. Kata dasar datang dan kata jadian kedatangannya pada kalimat itu tentu saja tidak dapat menghasilkan kalimat yang tidak berterima, bahkan tidak masuk akal. Hasil pertukarannya sebagai berikut. - Sampai hari ini ai belum juga kedatangan. - Datang memang sangat mengejutkan kami. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya para pemakai bahasa indonesia mengetahui dengan baik bagaimana bentuk dan apa makna imbuhan yang digunakannya ketika ia berbahasa indonesia (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4). c. Prefiks atau awalan Awalan atau prefiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan dasar (mungkin kata dasar dan pula kata jadian). Di dalam bahasa indonesia terdapat delapan awalan, yaitu ber- dan per-; meng-, dan di-; ter-, ke-, dan se-. Contohnya adalah dilipat dan ditiru, dilihat, dan tertawa. Kedua dan keempat. Sedasa dan setempat (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4). d. Infiks atau sisipan Sisipan adalah imbuhan yang dilekatkan di tengah dasar. Bahasa indonesia memiliki empat buah, yaitu –el, -em, -er, dan –in seperti getar menjadi geletar dan gemetar. Kerja menjadi kinerja. Kelut menjadi kemelut (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4). e. Sufiks atau Akhiran Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia memiliki akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi, dan –nya. Contonya adalah seni menjadi seniman. Warta menjadi wartawan dan wartawati. Dunia menjadi duniawi. Turun menjadi turunnya (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4). f. Konfiks atau imbuhan terbelah Konfiks, lazim juga disebut imbuhan terbelah merupakan imbuhan yang dilekatkan pada awal dan akhir dasar. Konfiks harus diletakan sekaligus pada dasar, karena konfiks merupakan imbuhan tunggal. Contoh dari konfiks adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 konfiks ke-..-an pada keuangan, kematian, dan keahlian. Konfiks ber-...-an pada berhamburan, bertabrakan, dan berciuman. Konfiks peng-....-an pada pengalaman, dan pengambilan. Konfiks per-...-an pada perjuangan, pergaulan, dan pertemuan. Konfiks se-...-nya pada sebaik-baiknya, dan seharusnya (Arifin dan Junaiyah 2009 : 5). g. Simulfiks atau imbuhan gabung Simulfiks adalah dua imbuhan atau lebih yang ditambahkan pada kata dasar tidak sekaligus tetapi bertahap. Contoh simulfiks adalah imbuhan member-kan yang melekat pada kata memberlakukan dan memberdayakan. Afiks yang pertama kali melekat pada kata dasar laku dan daya adalah prefiks ber- menjadi berlaku dan berdaya, setelah itu sufiks –kan menjadi berlakuan dan berdayakan. Akhirnya baru prefiks meng- dilekatkan pada kata tersebut menjadi memberlakukan dan memberdayakan (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 7) . 2.2.10 Pemerolehan Dalam Bidang Sintaksis Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah kata yang mana dia pilih? Seandainya anak tersebut bernama Dodi, dan pesan yang disampaikannya adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk dodi), mau (untuk mau), buk (untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Mengapa? Dalam pola pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tetntang informasi lama dengan informasi baru kepada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 pendengarnya. Kalimat yang diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Pada tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak memilih kata buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata (USK), anak tidak sembarangan memilih kata yang dia akan katakan sebagai informasi baru. Dalam bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya sebagian saja dri kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermakusd mengatakan: a) Ma, itu mobil b) Ma, ayo kita ke mobil c) Aku minta (mainan) mobil Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke. Disamping itu, kata-katanya selalu kategori sini dan kini. Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk mengatakan lampu menyala, anak bukan mengatakan /lampunala/ “Lampu nyala” tetapi /lampu// nala/ “Lampu nyala” dengan jeda di antara lampu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 dan nyala. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. Kalau kita mendengar anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh diatas, kita akan mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.ciri lain UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan, dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut ujaran telegrafik. Pada UDK ini juga belum ditemukan afiks macam apapun. Untuk bahasa Inggris, misalnya, belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini : belum ada – ing untuk kala progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak belum memakai prefiks meN- atau surfisk –kan, -i, atau –an. Berikut adalah beberapa cotoh ujaran dua kata yang dikeluarkan anak umur 1;8 (Dardjowidjojo, 2000:146). a) /liat tuputupu/ “Ayo lihat kupu-kupu” b) /etsa nani/ “Echa mau nyanyi” c) /eyang tsini/ “Eyang, ke sini” Contoh-contoh diatas telah tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus. Pada contoh (a), misalnya anak telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 menguasai hubungan kasus antara perbuatan dengan objek. Pada (b) kita temukan hubungan kasus pelaku-perbuatan, dan seterusnya. Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0 anak telah menguasai hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi berikut (Brown 1973 dalam Aitchison 1998:20) Pelaku-perbuatan : Echa nyanyi. Pelaku-objek : Echa Roti. Perbuatan-objek : Maem krupuk. Perbuatan-lokasi : Pergi kamar. Pemilik-dimiliki : Sarung Eyang Objek-lokasi : Mama Kursi Meskipun pada UDK semantiknya semakin jelas, makna yang dimaksud anak masih harus diterka sesuai dengan konteksnya. Kalimat Echa roti belum tentu berarti Echa meminta roti. Bisa juga yang dimaksud adalah lain, misalnya, Echa mau mengambil roti. Pada tahap ini anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif. Pada anak anak indonesia, proses mentalnya agak lebih rumit karena dalam bahasa indonesia terdapat bentuk negatif : bukan, belum, dan tidak. Pemerolehan bentuk negatif bukan secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan kini yang membuat nomina lebih dominan daripada kategori yang lain sehingga kata bukan merupakan negasi antara dua nomina. Munculnya bentuk negasi ini mula-mula sebagai respon terhadap pertanyaan. Perhatikan percakapan anatara Echa dan Eyang Kakungnya : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 EK : Ini ikan, ya, Cha? EC : Utan. Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan konsep sini dan kini karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata negatif ndak atau enggak juga muncul hampir bersamaan dengan belum karena alasan yang sama. Setelah UDK tidak ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga memakai USK, setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah kata dengan jumlah lkata lain bukan merupakn tahap yang terputus. 2.2.11 Pemerolehan Bidang Diksi Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan idea atau gagasan seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu sendiri (Keraf, 1984: 22-23). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 a. Makna kata Kata sebagai satuan dari pembendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan panca indra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya segi isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi. Pada waktu orang berteriak “maling!” timbul reaksi dalam pikiran kita bahwa ada sesorang telah berusaha mencuri barang milik orang lain. Jadi bentuk ekspresinya adalah kata maling yang diucapkan oleh orang tadi., sedangkan makna atau isi adalah reaksi yang timbul pada orang yang mendengar (Keraf, 1984: 25-26). Reaksi yang timbul itu dapat terwujud “pengertian” atau “tindakan” atau keduanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan kata, tetapi dengan rangkaian kata yang mendukung suatu amanat, maka ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran kita yaitu pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan hal-hal tertentu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan reaksi tertentu. Perasaan lebih mengarah kepada sikap pembicara terhadap apa yang dikatakannya, bertalian dengan nilai rasa terhadap apa yang dikatakan pembicara atau penulis. Nada mencakup sikap pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembacanya,. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan kata dengan cara menyampaikan amanat itu. Relasi antara pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 melahirkan nada suatu ujaran. Sedangkan tujuan adalah efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis. Memahami semua itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari seluruh usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. b. Macam-macam makna Masalah bentuk kata lazim dibicarakan dalam tata bahasa setiap bahasa. Bagaimana bentuk sebuah kata dasar, bagaimana menurunkan kata baru dari bentuk dasar atau gabungan dari bentuk-bentuk dasar biasanya dibicarakan secara terperinci dalam tata bahasa. Masalah ketepatan pilihan kata atau kesesuaian pilihan kata tergantung pula pada makna yang didukung oleh bermacam-macam bentuk itu. Sebab itu, dalam bagian ini masalah makna kata perlu diperhatikan secara khusus (Keraf , 1984: 27-30). Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakaan atas makna yang bersifat denotatif dan konotatif. Untuk menjelaskan kedua jenis makna ini, perhatikan contoh kalimat berikut. Toko itu dilayani gadis-gadis manis. denotatif Toko itu dilayani dara-dara manis. konotatif Toko itu dilayani perawan-perawan manis. konotatif Ketiga kata yang dicetak miring di atas memiliki makna yang sama, ketiganya memiliki referensi yang sama untuk referen yang sama, yaitu wanita yang masih muda. Namun, kata gadis boleh dikatakan mengandung asosiasi yang paling umum, yang menunjuk wanita yang masih muda, jugaa mengandung sesuatu yang lain yaitu rasa indah dan puitis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 a) Makna Denotatif Makna denotatif adalah Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep referen/ide). Makna yang sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, pertama adalah relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua adalah relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf 1984 : 28). Berikut ini contoh penggunaan denotasi. “Adul duwe motor anyar” “Adul punya sepeda motor baru” Kata motor „sepeda motor’ pada contoh diatas merupakan contoh denotasi atau makna sebenarnya. Motor ‘sepeda motor’ merupakan jenis kendaraan roda dua yang dipakai sebagai alat transportasi, motor termasuk denotasi karena mempunyai makna yang sebenarnya yaitu jenis kendaraan roda dua . b) Makna Konotatif Konotasi merupakan makna kata yang mengandung arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu . Konotasi mengacu pada makna kias atau makna tidak sebenarnya. Konotasi adalah masalah yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi. Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan sosial atau hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 intrapersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain (Keraf, 1984: 29). Berikut contoh dari konotasi. “Aja dolan karo bocah sing dawa tangane, sengsara”. “Jangan bermain dengan anak yang panjang tangan, sengsara” Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat yang termasuk contoh konotasi yaitu dawa tangane “panjang tangan”. Pada contoh diatas termasuk konotasi karena dawa tangane ’panjang tangan’ memiliki makna yang tidak sebenarnya yaitu bermakna orang yang suka mencuri bukan bermakna tangan yang ukuranya panjang. Orang yang panjang tangan dibaratkan sebagai orang yang suka mengambil barang milik orang lain. c. Kata Khusus Kata khusus mengacu pada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkrit. Sebuah kata khusus akan lebih detail dan jelas maknanya. Makna dari kata itu akan lebih spesifik karena lebih khusus yang membuat itu semakin rinci. Menurut Akhadiah (1988: 88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman. Berikut ini merupakan contoh penggunaan kata khusus. a). “Ibu wau enjing mundhut duren, salak lan nanas wonten ing Peken”. “Ibu tadi pagi membeli duren, salak dan nanas di Pasar”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 b). “Hawane panas banget”. “Hawanya panas sekali”. Pada contoh (a) kata duren durian’, salak ‘salak’ dan nanas ‘nanas’ dalam kutipan diatas termasuk kata khusus karena menyebutkan nama atau jenis buah-buahan yang dimaksud secara jelas. Kata duren ‘durian’, salak ‘salak dan nanas ‘nanas’ merupakan kata khusus dari buah-buahan, gambarannya lebih jelas dibandingkan kata buah yang lebih umum dan kurang detail. Penggunaan kata khusus yang lain dapat dilihat pada contoh (b) yaitu pada kata panas ‘panas’. Kata tersebut termasuk kata khusus indria peraba karena ditanggapi oleh indera peraba yaitu kulit yang sensitif terhadap suhu, rabaan, dan sentuhan. Kata panas ‘panas’ digunakan untuk menjelaskan tentang suhu udara yang sedang panas karena suatu hal tertentu seperti matahari yang terik ataupun penyebab yang lainya. d. Kata Umum Kata umum merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin umum, maka akan semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya apabila kata itu semakin khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf 1984 : 92). Berikut ini merupakan contoh penggunaan denotasi. “Ani menanam bunga di pot” Kata ‘bunga’ pada contoh diatas termasuk kata umum, karena spesifikasinya terlalu umum atau kurang khusus. Sementara jenis bunga itu banyak sekali, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 sehingga akan menimbulkan berbagai macam penafsiran makna pada kata kembang ‘bunga’ tadi. e. Kata Ilmiah Kata ilmiah merupakan kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah. Selain itu, kata-kata ini juga dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi khusus, teristimewa dan juga ilmiah. Berikut ini merupakan contoh penggunaan kata ilmiah. “Ades minum paracetamol (obat) ketika sakit” Kalimat di atas berisi kata yang termasuk kata ilmiah yaitu paracetamol “paracetamol (obat turun panas)”, yang merupakan kata ilmiah dalam bidang farmasi atau obat-obatan medis. Paracetamol adalah obat kimia yang digunakan oleh dokter untuk menurunkan panas ketika seseorang sakit. Kata tersebuut hanya digunakan dalam bidang kedokteran media dan farmasi. f. Kata Populer Kata populer merupakan kata yang umum dipakai oleh semua lapisan masyarakat baik itu kaum terpelajar ataupun oleh orang kebanyakan. Kata ini selalu dipakai dalam komunikasi sehari-hari, baik orang lapisan atas maupun lapisan bawah. Berikut ini merupakan contoh penggunaan kata populer. “Dimas membeli handphone kamera” Kata handphone “telepon genggam” termasuk kata populer karena kata itu sudah umum dipakai oleh semua lapisan masyarakat. Handphone “telepon genggam” terkenal sebagai perangkat elektronik atau alat komunikasi yang canggih dan gampang digunakan serta diketahui banyak orang. Hal itulah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 yang menyebabkan handphone ‘telepon genggam’ merupakan barang yang terkenal di berbagai kalangan sehingga merupakan termasuk kata populer karena sudah umum dan banyak diketahui orang. g. Jargon Jargon adalah suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Pada makna yang lain jargon diartikan sebagai kata-kata rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia atau kelompok-kelompok khusus (Keraf 1984 : 107). Pada bidang hukum dan perundang-undangan istilah involuntary conversion artinya kehilangan atau kerusakan barang karena pencurian ataupun kecelakaan. Selain itu juga di kalagan masyarakat sering digunakan kata operasi untuk menyebut adanya razia yang dilakukan polisi di jalan raya. h. Slang Slang merupakan kata yang informal, yang disusun secara khas bertenaga, lucu yang dipakai dalam percakapan. Semacam kata percakapan yang tinggi atau murni. Merupakan kata-kata nonstandard yang informal, yang disusun secara khas atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan (Keraf 1984 : 108). Contoh Slang sebagai berikut. “Hiré nyasayé Dab?” “Piyé kabaré Mas?” “Bagaimana kabarnya Mas?” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Slang jenis ‘balikan’ ini mempunyai rumus yang diambil dari huruf Jawa. Huruf Jawa yang berjumlah dua puluh dan terbagi ke dalam empat baris kemudian saling dibalikkan, huruf yang terdapat pada baris pertama diganti dengan huruf yang terdapat pada baris ketiga, demikian juga sebaliknya. Huruf yang terdapat pada baris kedua diganti dengan huruf yang terdapat pada baris nomor empat dan sebaliknya. Secara rinci beberapa kaidah dalam bahasa walikan dapat diuraikan seperti konsonan diganti sesuai dengan kedudukan dalam urutan huruf Jawa sedangkan vokal tetap, misalnya proses penggantian kata kowé menjadi nyothé adalah sebagai berikut. ha na ca ra ka da ta sa wa la pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga i. Idiom Idiom merupakan pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah bahasa-bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Keraf, 1984: 109). Berikut ini merupakan contoh penggunaan idiom. “Toto dadi kembang lambe ing desane” ‘Toto menjadi bahan pembicaraan orang di kampungnya’ Kembang lambe pada data di atas terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda yaitu kembang ‘bunga dan lambe ‘bibir, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 berarti bunga yang ada di bibir. Tetapi pada data di atas makna dari penggabungan kata kembang ‘bunga dan lambe ‘bibir mempunyai arti yang berbeda dari makna sebenarnya yaitu bahan perbincangan orang lain. Makna dari sebuah idiom bertumpu pada kata-kata yang membentuknya sehingga makna sebuah idiom berbeda sekali dengan makna sebenarnya dari kata-kata yang digunakan itu. j. Bahasa Artifisial Yang dimaksud dengan bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak mengandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dan pertanyaannya yang sederhana dapat diungkapkan secara langsung tak perlu disembunyikan (Keraf , 1984: 110) k. Diksi Indria Diksi indria atau kata indria adalah diksi/ kata yang merupakan tanggapan dari tiap-tiap panca indera. Akhadiah (1988: 88) berpendapat bahwa diksi indria/indera termasuk kedalam kata khusus tentang panca indera manusia meliputi indera penglihatan yaitu mata, indera penciuman yang ada di hidung, indera pendengaran yaitu telinga, indera perasa yang berupa lidah dan indera peraba yang diinderai oleh kulit. Akhadiah (1988: 88) membagi kata-kata indera atau diksi indria menjadi beberapa jenis yaitu kata untuk indera pengecap, kata untuk indera peraba, kata untuk indera pendengaran, kata untuk indera penglihatan dan kata untuk indera penciuman. Berikut ini merupakan salah satu contoh penggunaan diksi indria. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 “ Bu, bu!, nuwun sewu inggih bu ! Ibu kok ngendika klesak-klesik” ‘Bu, bu !, maaf bu! Ibu kok bicaranya bisik-bisik.’ Klesak-klesik ‘bisik-bisik’ merupakan contoh kata yang termasuk diksi indera pendengaran karena dapat ditanggapi oleh telinga yang dapat menangkap atau menerima tanggapan yang berpa suara atau bunyi. Klesak-klesik ‘bisik-bisik’. 2.3 Kerangka Berpikir Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0 – 3 Tahun Psikolinguistik Kajian Teori Pemerolehan Bahasa Pertama Tahap Pemerolehan Bahasa Aspek-aspek Pemerolehan Pertama Bahasa Tahap Meraban Pemerolehan Bahasa Fonologi Tahap Pola Intonasi Pemerolehan Bahasa Morfologi Tuturan Satu Kata Pemerolehan Bahasa Sintaksis Tuturan Dua Kata Pemerolehan Diksi Infleksi Kata Kalimat Tanya dan Ingkat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Widi, 2010: 47−48). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena pemerolehan bahasa anak dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan cross sectional, metode yang mengambil subjek dari berbagai tigkat umur dan karakteristik lain dari waktu yang bersamaan untuk memperoleh data yang lengkap dan cepat sehingga dapat menggambarkan perkembangan individu selama masa pertumbuhan (Wiranta, 2006: 132-149). Menurut Moleong (2007: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sejalan dengan pendapat 63 Moleong, Herdiansyah (2010: 9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. 3.2. Data dan Sumber Data Sumber data berasal dari aktivitas tuturan anak sehari-hari yang diambil dari anak-anak yang ada di kalangan keluarga peneliti dan beberapa anak yang ada di Panti Asuhan Sayap Ibu di daerah Pringwulung, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Keseluruhan data tersebut berasal dari cuplikan yang diambil secara natural dalam percakapan antara orang tua dengan anak dan peneliti dengan anak. Data diperoleh dari tuturan masing-masing anak yang dikelompokan usianya. Peneliti mengelompokan data anak pada usia 0-1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2 tahun, 2 subjek; dan anak usia 2-3 tahun, 2 subjek. Berikut biodata dari subjek peneliti 1. Nama : Karolus Inggil Tanggal Lahir : 12 September 2014 Usia : 6 Bulan Alamat : Jl. Lio No. 53 RT 01/10 Sukabumi, Jawa Barat 2. Nama : Ari Wahyudi Tanggal Lahir : 14 Oktober 2013 Usia : 1 Tahun 5 bulan Alamat : Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 3. Nama : Gisella Putri Cahyaningtyas Tanggal Lahir : 10 Januari 2013 Usia : 2 Tahun 3 Bulan Alamat : Gunungan, Bambanglipuro, Bantul, DIY 4. Nama : Wisnu Saputra Tanggal Lahir : 11 Desember 2012 Usia : 2 Tahun 4 Bulan Alamat : Yaayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta 5. Nama : Septi Puspitasari Tanggal Lahir : 1 September 2012 Usia : 2 Tahun 7 Bulan Alamat : Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta 3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti adalah metode simak. Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi penelitian pemerolehan bahasa pertama anak. Metode kedua yang dipakai peneliti adalah metode cakap, Penamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 (Mahsun, 2007:95). Dengan adanya metode cakap ini bertujuan untuk mengetahui berupa percakapan antara subjek dengan peneliti, Teknik ini dipergunakan untuk menjaring data tentang elemen bunyi yang berkembang pada anak urutan perkembangan bunyi yang diperoleh, serta variasi bunyi yang muncul. Di samping itu teknik lain yang digunakan adalah elisitasi atau pemancingan. Elisitasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat pancingan atau konfirmasi apakah suatu elemen bunyi memang muncul atau belum, sehingga bisa diyakini bahwa suatu elemen memang sudah atau belum muncul pada usia atau fase tertentu. 3.4. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, instrumennya adalah peneliti yang berbekal teori pemerolehan bahasa dibantu dengan metode simak dan cakap. Selanjutnya, ketika penelitian semakin jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan menjadi penelitian instrumen sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan yang telah ditemukan melalui observasi (Sugiyono, 2012: 223224). Peneliti telah melihat bagaimana perkembangan bahasa anak-anak di kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut bisa memudahkan peneliti dalam mengupayakan hasil penelitian secara maksimal. 3.5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada kajian analisis deskripstif. Analisis deskriptif yang dimaksud adalah analisis dengan merinci dan menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam bentuk kalimat (Nurastuti, 2007: 203). Peneliti menggunakan langkahlangkah berikut untuk menganalisis data dalam penelitian ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 1. Tahap Klasifkasi Peneliti mengelompokan data penelitian berdasrakan tahap pemerolehan bahasa yang mengacu pada teori. 2. Tahap Identifikasi Peneliti melakukan identifikasi data. Identifikasi data dilakukan denagn mengkaji tuturan-tuturan anak dengan teori-teori perkembangan bahasa anak. 3. Tahap Interpretasi Peneliti memberikan pemaknaan temuan-temuan yang ada dalam penelitian. 4. Tahap Deskriptif Peneliti memaparkan pembahasan. hasil kajian dan menyimpulkan hasil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Pemerolehan bahasa pertama pada anak sangat penting. Bahasa merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi dengan yang lainnya. Dengan adanya bahasa, informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penutur maupun mitra tutur. Pembentukan bahasa terjadi pada usia dini. Pada usia 0 – 1 tahun adalah peroide yang sangat penting bagi pembentukan bahasa, dimana pada usia tersebut merupakan pembentukan bahasa si anak sebagai dasar untuk memperoleh atau menyampaikan informasi dari dan kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Bahasa dapat berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini psikolinguistik sangat berperan penting dalam pembentukan bahasa. Linguistik lebih mengacu kepada struktur bahasa, sedangkan psikologi mengacu kepada proses berbahasa. Dua aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui cara berproses berbahasa di setiap tahapnya. Dalam pemerolehan bahasa pertama, psikolinguistik memaparkan melalui pakar-pakarnya beberapa cara tahap pemerolehan bahasa. Menurut Atchison (1976) pemerolehan bahasa dapat diketahui dengan perfomansi bahasa yang dapat dilihat pada perkembangannya di setiap bulannya. Begitu pun menurut Chomsky (1965) perkembangan bahasa anak karena adanya 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 “alat pemerolehan bahasa” Language Acquistion Device (LAD). Alat ini merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butirbutir yang mungkin dari suatu bahasa. Dari hasil klasifikasi menunjukan ada beberapa tahapan pemerolehan bahasa periode usia 0 s.d 3 tahun, diantaranya menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Dengan adanya tingkatan pemerolehan bahasa itu, peneliti bisa mengetahui bahwa data-data yang ada sudah sesuai dengan tahapan pemerolehan bahasa. Kemudian, setelah mengetahui tahapan pemerolehan bahasa, peneliti ingin juga mengetahui pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 Tahun pada aspek – aspek bahasa pada setiap percakapannya atau bunyi yang dikeluarkan oleh anak pada saat percakapan terjadi. Aspek- aspek bahasa itu dilihat dan dan di teliti pada tataran (1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, dan (4) diksi. Data yang dianalisis oleh peneliti adalah pemerolehan bahasa pada anak usia 0 sampai 3 tahun. Data diambil dari pengamatan peneliti tentang pemerolehan bahasa anak di Panti Asuhan dan kalangan keluarga selama tiga bulan periode Januari – Mei 2015. Terdapat 5 subjek yang dianalisis dalam penelitian ini oleh peneliti. Anak usia 0 – 1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2 tahun, 2 subjek; anak usia 2-3 tahun, 2 subjek. Ada sekitar 30 tuturan yang dianalisis dalam penelitian ini. 4.2. Analisis Data Sesuai dengan teknik analisis data yang telah dipaparkan pada metodologi penelitian, maka data yang terkumpul telah diidentifikasi. Dari hasil klasifikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 menunjukan ada beberapa tingkatan pemerolehan bahasa periode usia 0 s.d 3 tahun, diantaranya menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Terdapat juga pemerolehan aspek- aspek bahasa pada tataran (1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, dan (4) diksi. 4.2.1 Tahap pemerolehan bahasa usia 0-3 Tahun Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan perkembangan bahasa awal. Hartley (1982: 23) menuliskan pendapat Atchison (1976) tentang stadia akuisisi bahasa yang berkaitan dengan performansi linguistik. Dalam stadia akuisisi bahasa tersebut, peneliti mengambil beberapa tahap performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Agar lebih terperinci,peneliti mengelompokan data menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) kelompok usia 0-1 Tahun, (2) Kelompok 1-2 Tahun, dan (3) 2-3 Tahun. Klasifikasi data tersebut telah diidentifikasi berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan pada bab II. 4.2.1.1 Usia 0-1 Tahun Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dianalisis tahap perkembangan bahasa awal. Dalam hal ini peneliti menggunakan Pendapat Atchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), tentang stadia akuisisi bahasa yang berkaitan dengan performansi linguistik. Stadia akuisisi bahasa tersebut, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 peneliti mengambil beberapa tahap performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Tahap Performansi pada usia 0-1 Tahun meliputi tahap menangis, mendekur meraban, dan pola Intonasi. Tahap Performansi tersebut akan dianalisis sebagai berikut. a) Performansi Linguistik Tahap Menangis, Meraban, dan Tahap Pola Intonasi Menangis pada bayi mempunyai beberapa makna, seperti tangisan untuk minta minum, minta makan, tangisan karena kesakitan, dan sebagainya. Proses menangis pada anak biasanya muncul pada saat ia lahir hingga beberapa minggu. Mendekur sebenarnya sulit dideskpripsikan, karena bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal, tapi hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Tampaknya dengan mendengkur si bayi melatih peranti alat ucapnya. Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Dalam tahap meraban awal, bunyi yang dihasilkan tersebut bukan merupakan ujaran, akan tetapi merupakan tanda-tanda anak sedang menggerakan alat bicaranya. Beberapa minggu kemudian anak akan memasuki tahap meraban lanjutan dimana Peneliti berpendapat bahwa anak usia 0-6 bulan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 adalah masa anak memasuki performansi linguistik tahap meraban sesuai dengan teori dari Aitchison. Data penelitian disajikan sebagai berikut. (1). Anak : “aaaaaaaa” Mitra Tutur : Adek kenapa nangis? Anak : “eeeaaaaaakk” Mitra Tutur : Cup-cup Dik, yuk mama gendong. Anak : “aaaaaa.. eaaaaaee” (Konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 6 bulan. Mitra tutur adalah ibu dari anak yang berusia 6 bulan. Situasi itu terjadi saat anak menangis. Ibu dari anak itu sedang berusaha menenangkan anak dengan cara menggendong). (2). Anak : “uhuk-uhuk” Mitra Tutur : Adik batuk. Pelan-pelan Dik?.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi batuk. Dalam perkembangan anak, tentu orang tua akan bangga dan bersyukur karena anak berkembang secara normal). (3). Mitra Tutur : Adik belum sendawa ya? Anak “ eeeuuk” Mitra Tutur : Terima kasih Tuhan, Adik sendawa. (Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi sendawa. Orang tua berusaha memancing agar anak bisa sendawa dengan cara memberikan asupan kepada anak berupa susu dan sedikit memijat tengkuk anak). (4). Anak : “aauuu... aaaaa” Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik? Anak “ auuuaa.. aaahhhaa” (Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 Data (1) mengindikasikan bahwa anak sudah bisa menangis dan menjerit. Semua anak usia 0-2 pasti menangis, terkadang tangisan mereka berbeda-beda, beberapa anak menangis dengan sangat keras dan juga ada menangis dengan suara pelan. Ada anak menangis seperti merengek-rengek dan ada pula anak lebih sedikit daripada anak usia 0-2 bulan lainnya. Tangisan atau jeritan merupakan cara yang digunakan anak usia 0-2 bulan untuk berkomunikasi, maka setiap tangisan yang keluar dari mulut bayi memiliki arti yang berbeda-beda. Ada tangisan tanda lapar ataupun tangisan tanda ketidaknyamanan. Dalam data ini anak menandakan bahwa ia ia tidak nyaman dengan situasi yang dialaminya. Alasan utama anak usia 0-2 bulan menangis karena lapar adalah pada awal kehidupannya anak usia tersebut mengalami proses tumbuh dan berkembang. Untuk proses tumbuh dan berkembang anak membutuhkan makanan. Umumnya, tangisan karena lapar diawali dengan tangisan perlahan lalu semakin keras. Sering kali juga terdapat jeda selama beberapa detik karena anak menelan udara saat menangis. Tetapi tangisan tersebut akan terus berlangsung sampai ia mendapatkan makanannya. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan yang menutupi wajah ketika anak kaget, misalnya mendengar suara nyaring yang keras. Menurut anak suara yang didengarnya dirasa menganggu kenyamanannya. Menurut Poerwo (1989) Pada usia dua minggu bayi sudah dapat membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Dia sangat tanggap terhadap setiap orang yang mendekatinya dan terutama tertarik untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 mengamati mata dan mulut; dan dia akan bereaksi dengan senyum. Pada usia sekitar tiga minggu senyum bayi sudah dapat disebut sebagai “senyum sosial”, sebab senyum itu diberikan sebagai reaksi sosial terhadap rangsangan (berupa wajah atau suara ibu) dari luar. Data (2) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-4 bulan. Dalam data ini anak mengeluarkan bunyi batuk seperti tersedak pada bagian dadanya. Pada data ini bunyi batuk muncul karena anak tesedak oleh makanan atau minuman yang masuk tidak sempurna pada pencernaan, sehingga anak mengalami hal yang tidak nyaman pada dada hingga rongga kerongkongan yang berakibat munculnya bunyi batuk yang dikeluarkan oleh mulut anak. Data (3) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-4 bulan. Dalam data ini, anak mengeluarkan bunyi sendawa pada data dituliskan menjadi kata “eeuukk” . anak akan mengeluarkan bunyi “eeuuk” atau sendawa beberapa menit setelah makan dan artinya bunyi tersebut menandakan bahwa anak sudah kenyang. Jika anak setelah makan atau pun minum belum mengeluarkan bunyi sendawa, orang tua akan sedikit memancing dengan cara melakukan pijatan pada tengkuk anak. Sendawa termasuk pada tahap performansi linguistik meraban. Data (4) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-6 bulan. Dalam data ini anak mengeluarkan bunyi “auuu auuu aaahha”. Ketika anak mengeluarkan bunyi “auuu auuu aahha” aktivatis anak sedang dalam pangkuan orang tua dan sedang berbaring, tetapi biasanya bunyi tersebut sering PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 terdengar saat anak berbaring. Bunyi mendekur sesekali terdengar saat anak melalukan kegiatan untuk meraih suatu benda yang ia lihat. Bunyi tersebut termasuk dalam kategori performansi linguistik tahap meraban. b) Tahap Pola Intonasi Anak-anak mulai menirukan pola intonasi sejak usia delapan hingga sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip dengan tuturan ibunya atau pun apa yang ia dengar. Anak tampaknya menirukan tuturan orang tuanya tetapi hasilnya tidak bisa dipahami oleh orang yang ada disekelilingnya. Orang tua terutama ibu sering mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan intonasi tanya dengan nada tinggi pada akhiran yang diucapkannya. Maka orang tua sering melatih anaknya berbicara dengan kalimat bertanya “kamu mau apa?” dan sebagainya. Data penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. (5) Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : Cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa? (Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh anak). Data (5) merupakan tuturan yang diucapakan oleh anak usia 8 bulan. Tuturan yang diucapkan oleh anak berupa bunyi yang terdiri dari susunan huruf vokal dan konsonan “babababa”. Bunyi nasal pola /m/, dan /n/ sudah mulai terdengar misalnya anak mengeluarkan bunyi “euuuh.. mmaaa”. Meskipun bunyi pola intonasi ini belum memiliki makna komunikasi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 jelas, namun tujuan anak mengeluarkan bunyi tersebut untuk menggerakan alat bicaranya agar terbiasa terlatih untuk memperoleh tahap perkembangan bahasa yang selanjutnya. Bunyi tersebut muncul karena anak mendengar suara-suara yang ada di sekitarnya, dan memicu anak mengeluarkan bunyi pola intonasi tersebut. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), Pada usia delapan atau sembilan bulan, anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Hasil tuturan anak mirip dengan yang dikatakan oleh ibunya. Anak tampaknya mencoba menirukan percakapan dan hasilnya adalah tuturan yang kadangkadang tidak dipahami oleh orangtuanya atau orang dewasa yang lain. 4.2.1.2 Usia 1-2 Tahun Dalam stadia akuisisi bahasa, peneliti mengambil beberapa tahap performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Pada usia 1-2 Tahun Tahap performansi yang muncul adalah Tahap Tuturan satu kata, tuturan dua kata dan Infleksi kata. Tahap performansi tersebut dianalisis dalam data sebagai berikut. a) Tahap Tuturan Satu Kata Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaranujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap tersebut memiliki fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, katakata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulai mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana. Data penelitian disajikan sebagai berikut. (6) Ibu : Adik mau apa? Anak: Mimi! Anak : Akut! Ibu : Takut kenapa? Anak : Itu... Anak : Akit. Anak : Apa tu? (konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5 tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak). (7)Ibu : Ci Luk Baa Anak : Hahaaauuuu..eeehh.. Ibu : Adik jangan keluar!! Anak : Baba... baba Ibu : Sini Adik bobo ya? Anak : bobo. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 Ibu : Bobo ma mama ya? Anak : Gaa... Ibu : kok engga, dik? Anak : Bobo. Bobo. (Konteks : Pada situasi ini anak berkomunikasi dengan ibunya. Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi dengan bunyi konsonan. Tujuan komunikasi ini adalah merangsang anak dalam mengucapkan suara. Perkembangan motorik yang muncul adalah anak sudah bisa berdiri dan berjalan. Perkembangan motorik yang lainnya adalah ketika anak mengucuapkan bunyi, gerakan mulut cenderung kedepan). (8) Ibu : Ari mau maem engga? Anak : Emoh. Ibu : Sini maem dulu! Anak : Emoh... Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya? Anak : Aaaaa.... Ibu : Bener lho, mama tinggal lho.. Anak : Aaaaaa...... Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter.. Anak : Emoh.. (Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung mengkerut). (9) Anak : Ma. Ibu : Gambar apa itu? Anak : Ini. Anak : Maaaa.. Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus. Anak : Ini. Ibu : Ye, gambarnya bagus. Anak : Ini, Ma. Ibu : Ye, Ari pinter gambar. (Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis. Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan dada anak). (10) Ibu : Ari sama Papa ya? Anak: Mama. Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa? Anak : Ma Papa. Ibu : Iya, sama Papa yaa? Anak : Iya. Ayah : Sini Dik, sama Papa main. Anak : Papapa. Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok. Anak : Eca (cicak). Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan. Anak : Eca yan eyan Ayah : Nanti Ari digigit cicak... Anak : It eca... (Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan). Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi. Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya kata papa). Data (6) merupakan tuturan dari seorang anak yang berusia 1,5 tahun. Pada tuturan ini menjelaskan bahwa anak sudah mampu mengucapkan pola tuturan satu kata. Kata mimi yang artinya minum sudah biasa dikatakan oleh anak karena sering terdengar dari ucapan dari orang tua. Pada usia ini anak lebih banyak mendengar dan melihat kejadian-kejadian yang ada disekitarnya dan merekam itu semua dalam memori ingatannya. Ketika bertutur, anak akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 menirukan kata-kata yang ia ingat dalam memori ingatannya. Namun kata-kata yang diingat hanya dapat dikatakan berpola satu kata. Pada umumnya anak usia 1,5 tahun sudah mampu berkomunikasi dengan baik melalui alat bicaranya maupun dengan bahasa tubuhnya. Data (7) merupakan tuturan dari seoarang anak yang berusia 1,5 tahun. Konteks pada tuturan ini adalah anak sedang melakukan kegiatan bermain. Kata yang diucapkan anak biasanya mengucapkan kata baba dan kata hahaha. Pada dasarnya kata-kata yang diucapkan oleh anak tidak memiliki makna atau arti sama sekali. Kata-kata yang diucapkan oleh anak cenderung tiruan dari percakapan yang didengarnya saja. Data (8) merupakan tuturan anak usia 1,5 tahun yang terjadi pada saat anak hendak makan siang. Pada saat terjadi tuturan antara anak dengan mitra tuturnya, anak hanya mengucapkan kata emoh yang artinya tidak mau. Kata emoh pada tuturan ini termasuk kedalam performansi linguistik tututran satu kata, karena saat anak diajak untuk makan oleh mitra tutur, jawaban kata emoh diucapkan berulang-ulang pada setiap pertanyaan oleh anak dan cenderung berteriak. Pada kejadian ini pun anak sering sering berteriak dan mengeluarkan bunyi aaaaa yang memiliki arti bahwa anak merasa terganggu atau menegaskan dari kata emoh bahwa ia menolak tidak mau makan. Data (9) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun. Pada data ini anak mengajak berkomunikasi orang yang ada disekitarnya terutama orang tuanya. Pada data ini menunjukan bahwa anak menggunakan tuturan satu kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 pada berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Anak hanya mengatakan kata ini dan kata maa yang artinya mama untuk berkomunikasi. Anak berkomunikasi dengan orang tuanya saat anak melakukan kegiatan menulis, dan tuturan-tuturan itu muncul saat anak ingin menunjukan karya tulisannya kepada orang tuanya. Kata ini dan ma dapat digolongkan kedalam tuturan satu kata. Pada saat anak mengatakan kata tersebut, anak tidak menambahkan kata apapun di belakang kata ini dan ma. Data (10) merupakan tuturan seorang anak dengan orang tuanya. Pada data ini anak banyak menggunakan tuturan satu kata pada saat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Misalnya saja kata mama, iyaaa, papapa, dan eca. Pada saat anak mengatakan kata mama ia mengatakan bahwa ia ingin bersama orang tuanya. Ketika anak bertutur kata iyaaa¸ dan papapa ia mengatakan bahwa ia ingin bersama ayahnya, namun pada dasarnya ketika anak usia 1,5 tahun bertutur belum memiliki arti seutuhnya pada perkataan yang ia ucapkan. Tetapi biasanya orang tua mengartikan bahwa ketika anak mengatakan mama berarti anak ingin bersama ibunya atau ketika anak mengatakan kata papapa orang tua mengartikan bahwa anak ingin bersama dengan ayahnya. b) Tahap Tuturan Dua Kata Pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu (Aitchison dalam Harras dan Andika, 2009: 5056). Ciri yang paling menonjol pada periode ini adalah kenaikan kosakata anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 yang muncul secara dramatis. Ketika umurnya mencapai dua setengah tahun, kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu dihitung dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut morfem. Data penelitian diuraikan sebagai berikut. (11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam. Anak : Ijemmm, ijemmm Ibu : Icel mau minta? Anak : Itahhh.. Itahhh Ibu : Icel udah makan? Anak : Utahh mam.. (Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan. Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar). (12) Ayah : Icel, Mama galau ga? Anak : Galau Ayah : Kalau Papa? Anak : Galau Ayah : Kalau Icel? Anak : Galau Ayah : Terus apa lagi? Anak : Baju galau, mobil galau, mama galau. Ayah : Semuanya galau? Anak : Heeuh galau. Ayah : Yang ngajarin Icel wan tu wan tu siapa? Anak : Icel wan tu wan tu.. (bilangan bahasa inggris one, two) Ayah : Icel hebat belajar... Anak : Heeuh, Icel, Icel mau mam.. Ayah: icel mau mam apa? Anak : Mama galau, icel mau gi ma Mama galau.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di kamar penutur dengan situasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 santai Mitra tutur lebih cenderung bertanya kepada penutur. Penutur merespon dengan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang diulang-ulang. Penutur sudah mulai membuka pembicaraan dengan mitra tutur. Perkataan yang diucapkan oleh penutur belum spenuhnya memiliki makna. Perkembangan Motorik : Tatapan mata anak mengikuti sumber suara terkadang memalingkan tatapannya ke objek yang lain. Anak terkadang menjawab pertanyaan yang ditanyakan sambil berjalan ataupun berlompat-lompat. Konsentrasi pendengaran anak masih pada suara mitra tutur meskipun anak melakukan kegiatan lain). (13) Ayah : Gisell.. Anak : Icell Ayah : Namanya siapa hayo? Anak : Icell.. Ayah : Icel lagi apa sih? Anak : Lihat Ayam.. Ayah : Ayam lagi apa, Cel? Anak : Agi galau.. Ayah : Kok galau? Anak : Galau... Ayah : Dari kemarin galau mulu? Anak : Ayamnya galau, mam, us galau ja.. Ayah : Ooo, icel kasih maem ayamnya? Anak : Tu, ma Mama Ayah : icel suka ayam engga? Anak : Ayam ena.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi, penutur dan mitra tutur berada di teras depan rumah. Penutur lebih banyak menjawab pertanyaan mitra tutur dengan satu hingga dua kata. Mitra tutur cenderung bertnaya tentang apa yang dilakukan oleh penutur. Penutur mengucapkan jawaban dengan kata-kata yang diulang dan susunan kata dan kalimatnya belum sempurna. Perkembangan motorik : gerakan badan yang sangat menonjol adalah penutur lebih aktif berjalan-jalan diteras rumah. Saat mitra tutur bertanya kepad penutur, gerakan kepala penutur cenderung tak acuh kepada mitra tutur. Dalam hal ini penutur lebih banyak menggunakan pendengaran dan menjawab pertanyaan). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 (14) Anak : Apa tu, Ma? Ibu : Ini minuman Mama, Icel. Anak : Numan tu. Ibu : Iya biar Mama sehat. Anak : Mau mau.... Ibu : Nanti Mama buatin ya? Anak : Mau itu. (Menunjuk) Ibu : Ini, enak gak? Anak : Acemm.. (asam) (Konteks : Situasi pada data ini terjadi saat penutur (anak) dan mitra tutur (orang tua) berada di ruang makan dalam keadaan santai. Anak sudah mulai membuka percakapan dengan orang tuanya. Dalam data ini anak menunjukan rasa penasaran dengan apa yang dilihatnya. Orang tua dari anak merespon dengan baik pertanyaan yang diajukan kepadanya). (15) Bibi : Icell lagi apa? Anak : Gi mam oti. (lagimakan roti) Bibi : Roti apa, Icel? Anak : Otinya kejuu. Bibi : Bibi minta, boleh ga? Anak : Mauu aja luhh. Bibi : Mana Bibi minta? Anak : ma mama ja. Bibi : Punya Icel aja ya? Anak : Ma Mama ja, Ini Icel una. (Konteks : Situasi ini terjadi pada saat anak sedang melakukan kegiatan di ruang tengah rumah. Mitra tutur anak kali ini adalah saudaranya yang sedang berkunjung ke rumahnya. Dalam data ini anak sudah tidak merasa asing dengan orang lain selain orang tuanya sendiri. Sehingga komunikasi antara anak dengan mitra tutur berjalan dengan lancar. Anak sudah memulai menjawab pertanyaan dengan lantang kepada mitra tutur. komunikasi berjalan dengan lancar karena adanya timbal balik pertanyaan antara anak dengan mitra tutur. Perkembangan motorik : gerakan kepala anak tetap terfokus dengan kegiatannya makan roti. Meskipun anak diajak berkomunikasi, anaak tetap menjawab tanpa melihat mitra tutur. Gerakan mulut anak ketika menjawab pertanyaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 dimajukan kedepan cenderung menjawab pertanyaan dengan nada berteriak). (16) Anak : Mama ini. Ibu : Kue dari siapa ini? Anak : Bibi. Ibu : Icel bilang apa tadi sama Bibi? Anak : Ilang makasih gitu. (Konteks : Pada data ini anak sudah mulai membuka komunikasi dengan orang disekitarnya terutama dengan orang tuanya. Kata-kata yang diucapkan anak sudah mengkombinasikan anatara pola satu kata dengan pola dua kata Pada data ini huruf konsonan /k/ masih sulit dikatakan oleh anak. Misalnya saja pada data kata makasih masih diucapkan ma asih. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat terlihat ketika anak memberikan, menunjukan benda kepada orang tuanya saat terjadi komunikasi). (17) Anak : Ma. Ibu : Apa Dik? Anak : Ada meong. Ibu : Mana? Anak : Itu dual Ibu : suarnya gmn, Dik? Anak : Meong-meong tu. Ibu : Icel mau meongnya ga? Anak : Entaaa, nti digit loo. (Konteks: Pada data ini situasi menujukan ketika anak sedang di dalam ruangan tamu. Anak membuka komunikasi dengan mitra tuturnya orang tua. Anak ingin menunjukan kepada mitra tutur tentang apa yang ia lihat. Mitra tutur merespon pertanyaan dengan baik, dan mengajukan kembali pertanyaan kepada anak tentang apa yang dilihatnya. Perkembangan motorik : gerakan tangan dan kepala sangat terlihat pada tindak tutur ini, gerakan tangan menujuk kepada objek yang dilihat oleh anak, sedangkan gerakan kepala fokus kepada mitra tutur saat sedang berkomunikasi). (18) Ibu : Icel anaknya siapa? Anak : Mama Papa? Ibu : Ini siapa? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 Anak : Mama Ibu : kalau Papanya? Anak: Ta da, kelya... (Tidak ada, kerja) Ibu: Icel kangen ga ma Papa? Anak : Kanen... (Kangen). (Konteks : Pada data ini terjadi saat situasi sedang santai. Orang tua membuka percakapan dengan anak tentang keluarga. Anak merespon pertanyaan dengan baik dan menjawab pertanyaan dengan benar Tujuan komunikasi yang dilakukan oleh orang tua adalah merangsang ingatan anak Komunikasi yang dilakukan oleh orang tua adalah tentang keluarga. Orang tua merangsang ingatan anak dengan media foto yang ditunjukan kepada anak. Gerakan motorik : gerakan tangan menujukan objek apa yang dilihatnya sekaligus merangsang objek siapa yanga ada dalam foto tersebut). Data (11) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2 tahun. Pada data ini anak bertutur kepada orang tuanya untuk meminjam sesuatu barang dengan pola dua kata. Kata yang diucapkan oleh anak adalah kata ijem-ijem yang artinya meminjam. Kata tersebut secara struktural salah dalam pengucapannya, tetapi dalam perkembangan bahasa anak kata tersebut sudah mencapai pola dua kata yang hampir sempurna. Kata ijem-ijem yang diucapkan oleh anak dapat diartikan bahwa ia mempertegas kepada mitra tuturnya untuk merespon dan melakukan sesuatu kepadanya. Begitu pun dengan kata itah yang minta atau meminta sesuaatu yang dilihat oleh anak. Kata itah dalam data ini diucapkan berulang dan memenuhi pola dua kata. Data (12) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2 tahun dan mitra tuturnya adalah orang tua atau ayah dari anak tersebut. Dalam data ini anak dengan ayah sedang membicarakan tentang kebiasaan atau kegiatan yang dilakukan oleh anak. Percakapan data ini tujuannya adalah ayah dari anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 tersebut ingin mengetahui perkembangan bicara anak dengan memamcing atau mengajukan pertanyaan kepada anak. Pada awalnya anak hanya menjawab dengan pola satu kata, kemudian berangsur menjadi pola dua kata. Misalnya pada data ini anak mengucapkan kata heeuh galau yang memiliki arti iya galau, kemudian anak menjawab pertanyaan dari ayahnya dengan pola dua kata yaitu mama galau, icel mau gi ma mama galau, artinya mama sedang galau, icel lagi sama mama galau. Pada perkataan anak tersebut pola dua kata sudah mulai dikatakan bahkan lebih dari dua kata. Dari segi makna perkataan yang diucapkan oleh anak memiliki arti namun terkadang tidak memiliki arti atau kosong. Data (13) merupakan tuturan anak berusia 2 tahun dan mitra tuturnya adalah ayah atau orang tua dari anak tersebut. Pada data ini terlihat anak melakukan percakapan dengan anak menggunakan tuturan dua kata. Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56), Pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu. pada data ini anak sedikit demi sedikit pola tuturan dua kata sudah terdengar meskipun pada percakapannnya masih terdengar tuturan satu kata yang diucapkan oleh anak. Misalnya anak mengatakan liat ayam yang artinya melihat ayam. Ucapan anak tersebut secara langsung menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ayahnya. Data (14) merupakan tuturan dari anak usia 2 tahun. Mitra tutur adalah ibu atau orang tua dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak menanyakan tentang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 benda yang digenggam oleh ibunya. Ketika anak memulai percakapan, pola cakap anak sudah terlihat menggunakan pola dua kata. Saat anak bertanya dan mengucapkan kata apa tu ma?, ini menandakan anak sudah mulai menggunakan pola dua kata dalam setiap percakapannya. Penanda bahwa anak menggunakan pola dua kata muncul lagi ketika anak bertanya kembali kepada mitra tuturnya, pada data ini anak berkata numan tu?. Kata numan tu? Yang memiliki arti minuman itu?, konteks disini anak menegaskan kepada mitra tuturnya. Secara pola kalimat anak belum mampu menggunakan tata kalimat yang baik saat bertanya atau menjawab pertanyaan, namun secara tahap performansi linguistik anak sudah mampu mengucapkan pola dua kata sesuai dengan rentangan usianya yang masuk pada usia dua tahun. Data (15) merupakan tuturan dari anak usia 2 tahun. Data ini menjelaskan tuturan anak dengan saudaranya yang menjadi mitra tutur. Tuturan pada data ini diawali oleh mitra tutur yang bertanya kepada anak tentang kegiatan yang di lakukan oleh anak. Ketika anak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mitra tutur, anak lebih banyak menjawab pertanyaan dengan menggunakan pola dua kata. Contoh dari pola dua kata yang diucapkan oleh anak pada data (15) ini adalah kalimat gi mam oti yang artinya sedang makan roti. Dalam percakapan ini anak lebih banyak menjawab atau merespon peertanyaan dari mitra tutur dengan pola dua kata. Prosesnya adalah ketika mitra tutur bertanya anak selalu aktif dalam menjawab dan cenderung menggunakan pola dua kata bahkan lebih. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 Data (16) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak berusia 2 tahun. Pada data ini anak membuka percakapan dengan orangtuanya sebagai mitra tutur. Proses dari percakapan ini adalah ketika anak memberikan benda yang digenggam olehnya lalu diberikan kepada mitra tutur. Saat memberikan benda tersebut anak berkata mama ini. Mitra tutur menjawab dan memberi pertanyaan balik kepada anak dengan berkata kue dari siapa ini?. Ketika anak diberi pertanyaan tersebut anak sudah merespon dan menjawab bibi dan mengucapkan kalimat bilang makasih gitu pada jawaban pertanyaan berikutnya. Dasar dari data ini adalah anak ingin memberi tahu kepada orang tuanya yang berperan sebagai mitra tutur tentang apa yang ia dapat. Secara performansi linguistik, anak sudah mampu mengucapkan pola dua kata pada setiap percakapan dengan mitra tuturnya. Kalimat yang diungkapkan anak menjadi informasi yang ditujukan kepada mitra tutur. Data (17) merupakan tuturan dari anak berusia dua tahun. Mitra tutur dalam percakapn ini adalah orangtua dari penutur. Konteks dari percakapan ini adalah penutur atau anak ingin memberikan informasi kepada penutur tentang objek yang dilihatnya. Dalam data ini, anak membuka percakapan dengan memanggil kata mama, saat dipanggil mitra tutur akan merespon pertanyaan dari penutur. Pada saat itu anak akan menjelaskan bahwa ia sedang melihat binatang yang ada di luar rumah, contohnya ketika menjelaskan anak mengucapkan kalimat ada meong arti dari kalimat yang diungkapkan oleh anak adalah bahwa ia sedang melihat meong atau kucing. Terlihat bahwa dalam data ini anak mampu menggunakan performansi lingusitik pola dua kata dan tahap satu kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 (holofrases) dalam satu percakapan. Secara urutan usia anak dua tahun sudah mampu berkata satu kata dalam data ini anak mampu belajar terbiasa menggunakan kalimat pola satu kata dan pola dua kata dalam satu percakapan. Data (18) merupakan tuturan dari seorang anak berusia dua tahun. Dalam data ini anak sudah mampu mengungkapkan pola dua kata pada setiap kalimat yang diucapkannya. Misalnya saja kata mama papa. Sesuai dengan teori Aitchison bahwa anak berusia dua tahun mampu mengucapkan arti penting dalam setiap kata-katanya. Pada percakapan ini anak masih sulit mengucapkan kalimat yang benar terutama pada pelafalan huruf. Misalnya kata kangen diucapkan kanen. Kata ta da, kelya artinya tidak ada kerja. Mungkin kata yang diucapkan oleh anak sulit dimengerti dan hanya dapat dimengerti oleh beberapa orang saja. c) Infleksi Kata dan Aglutinatif Pada tahap ini Secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap di antara kata benda dan kata kerja yang digunakan oleh anak. (Aitchison dalam Harras dan Andika 2009: 50-56). Secara urutan teori yang dikemukakan oleh Aitchison, usia 2-3 tahun anak sudah mencapai infleksi, tetapi Bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa aglutinatif. Montolalu (melalui Kushartanti, 2007: 178) mengatakan bahwa bahasa aglutinatif ialah bahasa berafiks, yakni bahasa yang sering menempelnempelkan morfem lain pada bentuk dasarnya. Hal yang demikian ini dinamakan dengan proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 bahasa Indonesia dapat terjadi dengan proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bahasa-bahasa yang tergolong tipe ini, antara lain: bahasa Jawa, bahasa Melayu, bahasa Gorontalo, bahasa Sunda, bahasa Dayak, bahasa Makasar, bahasa Malagasi, bahasa Tapalog, dan bahasa-bahasa Austronesia pada umumnya. Data penelitian diuraikan sebagai berikut. (20) Anak : Keeta Inu dimana? Mbak Asti : Keeta apa Nu? Anak : Keeta Inu mainan!. Mbak Asti: Inu simpan dimana mainannya? Anak : Keeta Inu kemana? Mbak Asti: Inu kemarin simpen dimana? Anak : Di situ! Mbak Asti: Dicari dulu coba? Anak : Keeta yang melah, sama Mbak Septi. (konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi saat diruang bermain anak. Tujuan percakapan ini adalah ketika anak mencari mainan yang diinginkannya, lalu bertanya kepada penutur. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tubuh yang aktif mencari mainan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam ruangan. Gerakan tangan yang lincah mencari benda yang diinginkannya. Tatapan mata yang fokus terhadap benda yang dicari). (21) Mbak Asti: Inu maem dulu, yaa? Anak : Mam apa? Mbak Asti : Ini mam sayur bening ya? Anak : Jipangnya mana? Mbak Asti: Inu suka maem jipang? Anak : Iya suka, jipangnya mana? Mbak Asti : Ini maem dulu, di telan Dik. Anak : Mbak, pake jipangnya. Mbak Asti: Maemnya diabisin ya! Anak : Mau jipangnya. Mbak Asti : Ini tuh jpangnya banyak. Anak : Udah. Mbak Asti : Nek ga abis tak bilangin mbak Nina lho.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Anak : Aaaa, ga mau. Mba Asti : Makanya diabisin nanti ketemu mbak Nina dimarahin. (konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi di ruangan makan. Tujuan komuniukasi ini adalah mitra tutur mengajak anak untuk makan. Gerakan motorik yang muncul adalah Saat makan, gerak tubuh anak tetap aktif. Misalnya ketika makan anak masih berlari-lari diruangan. Duduk-duduk dengan melakukan kegiatan lain. Anak masih bicara saat mengunyah makanan. Gigi anak pada usia sudah muncul. Sehingga anak mudah berbicara walaupun anak sedang makan). (23) Mbak Asti : Wisnu lagi apa? Anak : Lagi gambaran aja. Mbak Asti : Coba Lihat gimana? Anak : ini. Mbak Asti: Coba Inu bisa gambar apa dong? Anak : Ayam. Mbak Asti : Ayam kakinya ada berapa coba? Dua atau tiga? Anak : Ada dua. Mbak Asti : Bulu nya warna apa coba? Anak : Warnana melah. Mbak Asti: Yee Inu pinter. (Konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan terjadi di ruang belajar anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh ingin mengetahui kegiatan anak pada ruangan tersebut. Anak sedang menggambar sesuatu pada kertas yang telah di sediakan. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tangan yang sedang menulis, gerakan bibir yang menghasilkan bunyi bilabial dan bunyi dental). (24) Anak : Mbak, Mbak. Mba Asti : Apa inu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 Anak : Mau mainan yg melah mana? Mbak Asti : Itu sama mbak Septi. Anak : Mbak, mau itu. Mbak Asti : Nanti gantian ya, mainnya. Anak : Mau yg itu mbak, Mbak Asti: Bilang sama mbak Septi gantian. Anak : Katanya ga boleh. Mbak Asti: Wisnu main yg lainnya aja ya.. Anak : Aaaa.. (Konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan terjadi di ruang bermain anak Percakapan diawali oleh anak yang sedang mencari mainannya. Anak memulai percakapn dengan nada tinggi cenderumg berteriak. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan badan dan tangan yang menunjuk benda yang diinginkannya, tatapan mata yang mengarah pada objek yang diinginkannya). Data (20) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan mitra tutur ibu asuh dari anak. Tuturan yang terjadi dalam data ini adalah ketika anak mencari mainan yang diinginkannya, aglutinatif yang muncul adalah ketika anak mengucapkan kata dimana. Secara afiksasi bentuk dasar kata yang diucapkan oleh anak adalah mana dan morfem menempel adalah morfem terikat di pada awal bentuk dasar kata yang disebut prefiks, sehingga menjadi kata dimana. Adapun pada data yang sama aglutinatif yang muncul adalah ketika anak mengatakan mainan. Afiksasi yang terjadi adalah kata mainan memiliki pola “kata dasar + sufiks” kata dasar yang dimaksud adalah kata main sedangkan sufiksnya an. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Data (21) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan ini terjadi di ruangan makan. Tujuan komuniukasi ini adalah mitra tutur mengajak anak untuk makan. Pada konteks percakapan data ini anak sudah mengerti makanan apa yang akan dimakannya. Jawaban anak masih terus diulang-ulang. Ini menandakan anak memiliki rasa penasaran. Anak cenderung berbicara sekaligus menguyah makanan yang ditelannya. Dalam hal ini, anak cenderung asyik sendiri. Anak sudah sempurna menyebutkan kata jipang. Pelafalan konsonan sudah mulai sempurna terdengar. Aglutinatif yang muncul pada data ini adalah ketika anak mengatakan kata jipangnya. Secara bentuk kata, aglutinatif terjadi dengan adanya afiksasi. Afiksasi yang muncul adalah ketika anak mengatakan jipangnya yang jika ditelaah kata jipang merupakan kata dasar dan nya merupakan sufiks. Data (23) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan terjadi di ruang belajar anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh ingin mengetahui kegiatan anak pada ruangan tersebut. aglutinatif yang terjadi pada data ini adalah ketika anak mengucapkan kata gambaran. Secara maksud anak menjelaskan bahwa dirinya sedang melakukan kegiatan melukis pada buku. Jika ditinjau aglutinatifnya bentuk dasar kata gambaran adalah gambar dan adanya morfem yang menempel yaitu sufiks an. Data (24) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan terjadi di ruang bermain anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Percakapan diawali oleh anak yang sedang mencari mainannya. Anak memulai percakapn dengan nada tinggi cenderumg berteriak. Aglutinatif yang timbul pada data ini adalah ketika anak mengatakan kata mainan dan katanya pada saat melakukan percakapan dengan mitra tutur. Sama halnya dengan data (20) Afiksasi yang terjadi adalah kata mainan memiliki pola “kata dasar + sufiks” kata dasar yang dimaksud adalah kata main sedangkan sufiksnya an. Sedangkan kata katanya merupakan bentuk dasar dari kata kata dengan menempelnya morfem terikat nya yang membentuk makna baru pada kata tersebut. 4.2.1.3 Usia 2-3 Tahun Dalam stadia akuisisi bahasa, peneliti mengambil beberapa tahap performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, aglutinatif, dan kalimat tanya ingkar. Pada usia 2 -3 Tahun, tahap performansi Linguistik yang muncul adalah tahap kalimat tanya dan ingkar. Pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?, siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? Sedangkan dalam kalimat ingkar biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik. Data dianalisis sebagai berikut. (25) Anak : Mbak, Wisnu nakal. Ibu : Jangan ganggu Wisnu, Septinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 Anak : Isnunya cubit mbak. Ibu : Jangan berantem yaa. Anak : Isnunya nakal. Ibu : Sini Dik Septi sama mbak aja. Main sama mbak Asti ya? Anak : Engen mainan itu. Ibu : Berhitung yuk, telinga Septi mana? Anak : Ini. Ibu : Satunya mana? Anak : Ini. Ibu : Telinga Septi ada berapa ya? Satu apa dua? Anak : Satu. Ibu : Kok satu, satu tambah satu jadinya du.. Anak : Duaa.. (Konteks : Penutur merupakan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin menyampaikan informasi tentang apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah berusaha menenangkan anak pada hal yang dialaminya dengan cara membuat hal baru agar anak menjadi tenang. Pekembangan motorik yang dialami oleh anak adalah medekati orang tuanya untuk mencari perlindungan. Bahasa tubuh yang sering tampak adalah gerak mata anak ketika melihat atau memperhatikan suatu objek yang menarik. Anak sudah mengerti tentang bagian tubuhnya. Sehingga ketika orang tua mengatakan kata telinga, respon tangan anak mulai menyentuh telinganya sendiri). (26) Anak : Mbak Asti, itu apa? Ibu : Ini sayur, Septi mau maem? Anak : Sayur apa? Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu. Anak : Itu apa? Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya. Anak : Ga mau., ga mau jipang. Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat. Anak : Ga mau, ga mau pake itu. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya). (27) Anak : Oom ini ini apa? Oom : Ini namanya kamera, Adik mau? Anak : Mau, mbak Asti mau amela? Ibu : Jangan itu punya Oom lho. Anak : Mau amela.. Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya? Anak : Mainan amela yaa. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung disentuh). Ibu : Septi mau belajar apa? Anak : Tung-itung.. (berhitung) Ibu : Sini mba asti kasih soalnya.. Satu tambah satu sama dengan du..a Anak : Uaa.. (Dua) Ibu : Wisnu sama septi jadi berapa? Anak : Uaa Ibu : Dua dikurangi satu jadi sa.. Anak : Atu.. Ibu : Sekali lagi, dua dikurangi satu berapa? Anak : Atu (Satu) (Konteks : Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi di ruangan bermain pada saat ibu asuh mengajarkan berhitung pada anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh mengajarkan berhitung apada anak, dan melatih anak agar terbiasa berhitung dan melafalkan kata-kata dengan lancar. Situasi yang terjadi pada saat tuturan adalah anak berusaaha mengerti dengan memperhatikan ibu asuh ketika berbicara. Perkembangan motorik yang muncul adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 Saat kondisi belajar, tatapan anak sangat tajam terhadap sumber suara. Kontak mata yang selalu memperhatikan. Ketika menjawab pertanyaan hitungan gerak kepala anak naik turun seperti mengangguk). (29) Anak : Ni apa? Ibu : Ini namanya balon. Anak : Alon ilu ya? Ibu : Iya warnanya biru. Anak : Ilu, telbang Ibu : Septi mau terbang naik baloon ga? Anak : Mau, yang ede. (Konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bermain diruangan bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang lain. Tujuan komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang dilihatnya dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Perkembangan motorik yang muncul adalah Gerakan tangan sebagai alat untuk menunjuk sering dilakukan oleh anak. Ketika mengucapkan kata terbang, anak secara refleks merentangkan kedua tangannya. Ini menandakan bahwa daya imajinasi anak mulai berkembang). (30) Anak : Mbak, mbak... Ibu : Apa septi apa? Anak : mbak, mbak. Ibu : Apa sini. Anak : main ke sana? Ibu : Di luar hujan nanti septi sakit. Anak : A, ke sana mbak. (Konteks : Mitra tutur adalah ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bersama ibu asuh berada di ruangan bermain. Tujuan komunikasi ini adalah anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan diluar ruangan.. Cara ibu asuh untuk melarang anak agar tidak keluar ruangan yaitu dengan cara membujuk dan sedikit menakut-nakuti anak.) Data (25) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 menyampaikan informasi tentang apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Pada data ini Pola kalimat pada percakapan anak sudah memiliki makna dan arti. Anak masih sulit mengatakan huruf pada awal kalimat terutama huruf konsonan. Informasi yang disampaikan anak adalah ia sangat terganggu di lingkunagnnya pada saat itu. Peran orang tua sudah baik, yaitu mengendalikan keadaan saat anak merasa tertekan. Data (26) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukan kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Pertanyaan apa dan mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan anak sering diulang-ulang. Respon orang tua sangat berperan dalam mengartikan maksudnya. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56), pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?, siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? dalam kalimat ingkar biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik. Data (27) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Sama halnya dengan data 26, Pertanyaan apa dan mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan pertanyaan. Anak masih sulit mengatakan huruf konsonan /k/, sehingga kata kamera dikatakan amela. Konsonan /m/ pada kalimat awal samar-samar hilang saat diucapkan anak. Misalnya kata mau diucapkan au, dan mainan diucapkan ainan. Data (28) Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi di ruangan bermain pada saat ibu asuh mengajarkan berhitung pada anak. Situasi yang terjadi pada saat tuturan adalah anak berusaaha mengerti dengan memperhatikan ibu asuh ketika berbicara. Pada data ini, kalimat tanya jawab sangat dominan. Orang tua sangat berperan dalam aksi tanya jawab, dengan pancingan-pancingan agar anak bisa menjawab pertanyaannya. Kata pertama masih belum terdengar jelas. Misalnya saja pada kata bilangan satu diucapkan oleh anak menjadi atu, dua menjadi uaa. Data (29) Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bermain diruangan bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang lain. Tujuan komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang dilihatnya dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Pada data 29, ucapan anak masih ada yang kurang jelas, misalnya pada awal kalimat, huruf pertama masih belum terdengar. Kata ini diucapkan ni, kata balon diucapkan alon, biru diucapkan ilu, dan gede, diucapkan ede. Kalimat tanya apa sering ditanyakan oleh anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Data (30) merupakan tuturan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bersama ibu asuh berada di ruangan bermain. Situasi pada data ini adalah ketika cuaca sedang hujan dan anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan di luar ruangan Tujuan komunikasi ini adalah anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan diluar ruangan. Cara ibu asuh untuk melarang anak agar tidak keluar ruangan yaitu dengan cara membujuk dan sedikit menakut-nakuti anak. Anak masih mengatakan pertanyaan yang diulang-ulang. Kalimat ajakan sudah dibiasakan oleh anak. Pada data ini, anak mengajak mba asti untuk keluar ruangan. Ketika anak kecewa karena ajakannya ditolak, ini menandakan bahwa, anak sudah mengerti makna dan arti. Setelah kecewa anak hanya bisa menangis. 4.2.2 Pemerolehan bahasa usia 0-3 Tahun Setelah membahas dan menganalisis beberapa hal tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa, selanjutnya peneliti ingin melihat perkembangan atau proses pemerolehan bahasa anak pada aspek–aspek bahasa. Data-data di atas sudah dijelaskan mengenai tahap pemerolehan bahasa menurut teori yang diapaparkan oleh Aitchison (1976). Di bawah ini akan dipaparkan hasil temuan berupa pemerolehan bahasa anak mengenai aspek-aspek bahasa. Dalam tulisan ini yang dimaksud aspek-aspek bahasa adalah aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi yang diucapkann oleh anak-anak dalam percakapannya dan diteliti oleh peneliti. Untuk memudahkan dalam memaparkan data, maka peneliti mengelompokan aspek –aspek bahasa itu kedalam beberapa kategori umur yaitu (1) pemerolehan fonologi usia 0-1 tahun (2) pemerolehan fonologi usia 1-2 tahun, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 dan (3) pemerolehan fonologi usia 2-3 tahun., (4) pemerolehan morfologi usia 0-1 tahun, (5) pemerolehan morfologi usia 1-2 tahun, (5) pemerolehan morfologi usia 2-3 tahun, (6) pemerolehan sintaksis usia 0-1 tahun, (7) pemerolehan sintaksis 1-2 tahun, (8) pemerolehan sintaksis 2-3 tahun, (9) pemerolehan diksi 0-1 tahun, (10) pemerolehan diksi 1-2 tahun, dan (11) pemerolehan diksi 2-3 tahun. Data dipaparkan sebagai berikut. 4.2.2.1 Pemerolehan Fonologi Fonologi adalah bidang ilmu yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Fonologi terbagi dua bagian yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi atau bagaimana bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungisnya sebagai pembeda arti. Istilah lain yang ada dalam bagian fonologi adalah, fona, fonem, konsonan, dan vokal. . Teori yang mendukung pada pemerolehan fonologi yaitu teori yang dikemukakan oleh Jakobson (1986), menurutnya ada dua tahap pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa murni. 4.2.2.1.1 Usia 0-1 Tahun Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya. Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian, strukturnya adalah CV. Data penelitian disajikan sebagai berikut. (1). Anak : “aaaaaaaa” Mitra Tutur : Adek kenapa nangis? Anak : “eeeaaaaaakk” Mitra Tutur : Cup-cup Dik, yuk mama gendong. Anak : “aaaaaa.. eaaaaaee” (Konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 6 bulan. Mitra tutur adalah ibu dari anak yang berusia 6 bulan. Situasi itu terjadi saat anak menangis. Ibu dari anak itu sedang berusaha menenangkan anak dengan cara menggendong). (2). Anak : “uhuk-uhuk” Mitra Tutur : Adik batuk. Pelan-pelan Dik?.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi batuk. Dalam perkembangan anak, tentu orang tua akan bangga dan bersyukur karena anak berkembang secara normal). (3). Mitra Tutur : Adik belum sendawa ya? Anak “ eeeuuk” Mitra Tutur : Terima kasih Tuhan, Adik sendawa. (Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi sendawa. Orang tua berusaha memancing agar anak bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 sendawa dengan cara memberikan asupan kepada anak berupa susu dan sedikit memijat tengkuk anak). Data (1) memaparkan bahwa anak memperoleh dan memproduksi fonem vokal dan fonem konsonan. Fonem vokal yang diperoleh dan dikuasai anak adalah /a/, dan /u/. Fonem konsonan yang diperoleh oleh anak adalah /h/. Pada saat mitra tutur mengajak komunikasi anak, bunyi yang dikeluarkan oleh anak semakin beragam. Fonem yang muncul fonem vokal /e/, /a/, dan fonem konsonan /k/. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti itu dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya. Data (2) sama halnya dengan data (1), yang pada dasarnya anak memperoleh bunyi yang dinamakan cooing atau mendekut. Proses mendekut artinya anak mengeluarkan bunyi dekut yang beragam dan belum jelas identitas dan maknanya (Dardjowidjojo 2000: 63). Pada data ini anak memperoleh fonem vokal /a/ dan /u/. Anak dapat mengeluarkan bunyi –bunyi tersebut pada usia awal 6 minggu hingga usia 4 bulan. Setelah anak berusia usia 5 bulan pemerolehan fonem vokal dan fonem konsonannya akan lebih beragam. Data (3) anak sudah mampu mengeluarkan fonem yang beragam, seperti bababa dan papapaa. Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo 2000: 63). Celotehan yang dikeluarkan oleh anak biasanya diawali dengan bunyi konsonan dan diikuti oleh bunyi vokal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 4.2.2.1.2 Usia 1-2 Tahun Pada usia anak mencapai 1-2 tahun, bunyi yang banyak dikeluarkan oleh anak adalah bunyi membabel. Bunyi babel yang dikeluarkan oleh anak berupa bunyi yang dikeluarkan oleh anak secara terus-menerus tanpa ada maksud tertentu. Selain itu, ada bunyi yang dikeluarkan oleh anak untuk merespon suarasuara tertentu yang ada disekitarnya. Pada analisis data ini, peneliti menggunakan teori struktural Universal yang dikemukakan oleh Jakobson (1968). Dalam penelitiannya Jakobson mengamati pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel (bablling) dan menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbabagi ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi bunyi konsonan. Namun, ketika bayi mulai memperolah “kata” pertamanya pada usia satu tahun, maka kebanyakan bunyi-bunyi itu baru muncul kembali beberapa tahun kemudian. Dari pengamatannya, Jakobson menyimpulkan adanya dua tahap pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa murni. (4). Anak : “aauuu... aaaaa” Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik? Anak “ auuuaa.. aaahhhaa” (Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 (5) Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : Cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa? (Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh anak). (6) Ibu : Adik mau apa? Anak: Mimi! Anak : Akut! Ibu : Takut kenapa? Anak : Itu... Anak : Akit. Anak : Apa tu? (konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5 tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak). (7)Ibu : Ci Luk Baa Anak : Hahaaauuuu..eeehh.. Ibu : Adik jangan keluar!! Anak : Baba... baba Ibu : Sini Adik bobo ya? Anak : bobo. Ibu : Bobo ma mama ya? Anak : Gaa... Ibu : kok engga, dik? Anak : Bobo. Bobo. (Konteks : Pada situasi ini anak berkomunikasi dengan ibunya. Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi dengan bunyi konsonan. Tujuan komunikasi ini adalah merangsang anak dalam mengucapkan suara. Perkembangan motorik yang muncul adalah anak sudah bisa berdiri dan berjalan. Perkembangan motorik yang lainnya adalah ketika anak mengucuapkan bunyi, gerakan mulut cenderung kedepan). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 Data (4) merupakan pemerolehan fonologi anak usia 1,5 tahun. Pada data ini terlihat bahwa anak sudah mampu berkomunikasi dan mengatakan kata tetapi tidak sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Ini membuktikan bahwa bunyi yang berupa kata tersebut penanda anak sudah mencapai tahap membabel. Pada teori fonologi alamiah Menurut Stampe (1972, 1973) proses fonologi anak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresif), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang dewasa. Suatu proses fonologi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang saling bertentangan. Umpamanya, terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi hambat menjadi tidak bersuara dalam semua konteks, karena halangan oralnya menghalangi arus udara yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara oleh proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi bersamaan, maka keduanya akan saling menindih, dan saling bertentangan. Sebuah bunyi hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan tidak bersuara pada lingkungan yang sama. Pada data ini anak mengucapkan kata “Mimi!”, “ takit” dan sebagainya. Jika diteliti, kata-kata yang diucapakan oleh anak tersebut sudah sesuai dengan teori fonologi analisis, karena pada takit terjadi bunyi hambat yang diucapkan oleh anak. Data (5) merupakan pemerolehan fonologi anak usia 1,5 tahun. Pada situasi ini anak berkomunikasi dengan ibunya. Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi dengan bunyi konsonan. Jakobson (Jakobson dan Hall, 1958) menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal + vokal optimal”. Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuansatuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa). Pada data ini jika dianalisis sudah ada kaitannya dengan teori yang diungkapan oleh Jakobson tersebut. Misalnya kata bobo yang diucapkan oleh anak sudah sesuai dengan konsep universal KV (konsonan + Vokal). Kata bobo dan baba yang diucapkan oleh anak selalu terjadi adanya reduplikasi disetiap anak berkomunikasi. Data (6) merupakan tuturan anak berusia awal 2 tahun. Pada data ini terlihat anak mengatakan kata emo dan kata aaaa secara berulang-ulang. Pada konteks ini anak sedang melakukan kegiatan makan bersama pengasuhnya. Jika dianalisis secara fonologi, kata yang diungkapkan oleh anak berusia 2 tahun tersebut sesuai dengan Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (1986), dimana dalam data ini anak masih terdengar membabel pada kata aaa. Sedangkan, kata emo dalam bahasa indonesia artinya kata merupkan Penggunaan konsonan akhir : suku kata KVK dipendekan menjadi KV dengan menggugurkan konsonan akhir. Seharusnya kata emo diucapkan emoh. Data (7) merupakan tuturan seorang anak berusia 2 tahun. Pada data ini sudah terlihat bahwa anak sudah banyak mencapai tahap membabel. Misalnya munculnya bunyi konsonan [p] dan munculnya kata papa. Data ini sangat terkait PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 dengan teori Jakobson (1986) menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal + vokal optimal”. Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa). Selain itu kata yang diucapkan anak adalah kalimat cicak jalan-jalan, tetapi bunyi yang muncul diucapkan oleh anak adalah eca yan eyan. Jika diteliti, bunyi yang diucapkan oleh anak belum sempurna. Menurut Stampe (1965) proses fonologi anak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang dewasa. Suatu proses fonologi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang saling bertentangan. Umpamanya, terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi hambat menjadi tidak bersuara dalam semua konteks, karena halangan oralnya menghalangi arus udara yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara oleh proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi bersamaan, maka keduanya akan saling menindih, dan saling bertentangan. Sebuah bunyi hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan tidak bersuara pada lingkungan yang sama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 4.2.2.1.3 Usia 2-3 Tahun Pemerolehan fonologi anak usia 2-3 tahun sudah mencapai tahap satu kata. hasil penelitian menunjukan bahwa pemerolehan fonologi usia 2-3 tahun khususnya pada bunyi vokal [a, i, u, e, o] telah sesuai dengan teori Jakobson. Bunyi konsonan yang sudah dikuasai anak adalah bunyi [m, p, b, t, l]. Bunyi konsonan yang sudah dikuasai di tengah kata yaitu [g, c, n, s ]. Konsonan [r, w, y] sudah diperoleh tapi jumlahnya terbatas. Sedangkan bunyi konsonan yang belum terdengar [f, v, x, z ]. Data diuraikan sebagai berikut. (8) Ibu : Ari mau maem engga? Anak : Emoh. Ibu : Sini maem dulu! Anak : Emoh... Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya? Anak : Aaaaa.... Ibu : Bener lho, mama tinggal lho.. Anak : Aaaaaa...... Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter.. Anak : Emoh.. (Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung mengkerut). (9) Anak : Ma. Ibu : Gambar apa itu? Anak : Ini. Anak : Maaaa.. Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus. Anak : Ini. Ibu : Ye, gambarnya bagus. Anak : Ini, Ma. Ibu : Ye, Ari pinter gambar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 (Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis. Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan dada anak). (10) Ibu : Ari sama Papa ya? Anak: Mama. Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa? Anak : Ma Papa. Ibu : Iya, sama Papa yaa? Anak : Iya. Ayah : Sini Dik, sama Papa main. Anak : Papapa. Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok. Anak : Eca (cicak). Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan. Anak : Eca yan eyan Ayah : Nanti Ari digigit cicak... Anak : It eca... (Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan). Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi. Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya kata papa). (11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam. Anak : Ijemmm, ijemmm Ibu : Icel mau minta? Anak : Itahhh.. Itahhh Ibu : Icel udah makan? Anak : Utahh mam.. (Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan. Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar). Data (8) merupakan data pemerolahan fonologi anak berusia 2 Tahun 7 bulan. Dalam data ini anak sudah mampu mengucapkan bunyi vokal secara utuh yakni [a, i, u, e, o], begitu pun dengan bunyi konsonan yang secara beragam dapat diucapkan dengan baik. Jika di teliti lebih lanjut kata yang diucapkan oleh anak sudah berpola KV atau konsonan + vokal. Menurut Ingram (1974, 1979), anak memperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan struktur sendiri, kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik. Perkembangan fonologi ini melalui asimilasi dan akomodasi yang terus menerus mengubah struktur untuk menyelaraskan dengan kenyataan. Umpamanya pada tahap permulaan anak-anak telah menetapkan pola KV sebagai struktur kata-kata barunya. Maka semua kata-kata baru orang dewasa akan diasimilasikan dengan pola itu. Setelah mempelajari lebih banyak kata-kata orang dewasa, maka struktur sistem yang telah diciptakannya akan diubah dan disesuaikan untuk dapat menanpung kata-kata orang dewasa dengan menciptakan satu pola baru yaitu KVK. Data (9) merupakan tutran seorang anak berusia 2 Tahun 7 bulan. Dalam data ini anak sudah mampu berkata lebih dari satu kata. Pemerolehan fonologi yang muncul pada percakapan ini adalah anak sudah mampu mengatakan kata apa dengan berulang-ulang. Menurut Jakobson (Jakobson dan Hall, 1958) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal + vokal optimal”. Kata apa yang dikatakan oleh anak berupa tanggapan yang sering diucapkan oleh anak untuk memperoleh informasi yang lebih rinci. Bunyi yang muncul pada kata apa adalah bunyi bilabial dan vokal lebar dan terbentuk kata apa yang diucapkan oleh anak. Data (10) merupakan tuturan dari seseorang anak yang berusia 2,4 tahun. Pada data ini pemerolehan fonologi anak terlihat saat anak belum mampu mengucapkan konsonan /r/ pada tengah-tengah kata. Kata merah diucapkan melah, tetapi bunyi konsonan /r/ hampir diucapkan benar pada akhir kata seperti kata gambar namun masih terdengar konsonan /l/. Jakobson (1986) mengatakan bahwa bayi-bayi akan memperoleh kontras atau oposisi antara hambat bilabial dengan hambat dental atau hambat alveolar lebih dahulu daripada kontras-kontras diantara bilabial dan velar atau di antara dental dengan velar.konsonan hambat akan dahulu diperoleh daripada frikatif dan afrikat. Yang terakhir diperoleh adalah bunyi-bunyi likuida seperti [l] dan [r]; dan bunyi luncuran glide [y] dan [w]. Pada percakapan data (10) ini anak lebih sering mengucapkan kata ini artinya menunjukan sesuatu yang ditanyakan oelh penutur. Bunyi vokal /i/ pada kata ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 merupakan bunyi vokal pertama anak ketika anak mulai berbicara atau mengeluarkan bunyi pada pertumbuhan alat bicaranya. Data (11) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun. Pada tuturan ini pemerolehan fonologi anak dapat dilihat sulit menngucapkan konsonan /r/ pada tengah kata yang diapit oleh bunyi vokal yang sama. Anak mengucapkan kata kereta, tetapi bunyi yang diucapkan oleh anak menjadi keeta dan bunyi /r/ menjadi lesap atau hilang. Menurut Ingram (1974, 1979) kejadian tersebut merupakan proses Struktur suku kata, yaitu kecenderungan anak-anak menyederhanakan struktur suku kata. Pada umumnya penyederhanaan suku kata ini berlaku ke arah suku kata KV. Pengguguran satu kata yang tidak dapat mendapat tekanan suara. Suku kata yang tidak mendapat tekanan digugurkan jika satu kata mendahului satu kata yang mendapat tekanan suara. 4.2.2.2 Pemerolehan Morfologi Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk dasar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem ada dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009 : 2). Pemerolehan morfologi dibagi dalam tiga kategori usia yaitu usia 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-3 tahun. Data diuraikan sebagai berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 4.2.2.2.1 Usia 0-1 tahun Pada usia 0-1 tahun pada umumnya pemerolehan morfologi atau kata sangat jarang terdengar, karena pada usia ini anak lebih banyak mengeluarkan bunyi yang membentuk atau melatih alat bicaranya. Namun dalam hal ini peneliti melihat perkembangan bicara anak bahwa kenyataannya ada beberapa pemerolehan morfologi yang diucapkan oleh anak pada usia 0-1 tahun. Data diuraikan sebagai berikut. (4). Anak : “aauuu... aaaaa” Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik? Anak “ auuuaa.. aaahhhaa” (Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama). (5) Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : Cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa? (Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh anak). Data (4) merupakan pemerolehan morfologi anak usia 6 bulan. Pada data ini anak mengeluarkan bunyi bababa dan papaa. Bunyi yang terdengar bababa dan papaa itu jika ditinjau dari segi morfologi merupakan morfem bebas. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009: 2). Data (5) merupkan pemerolehan morfologi anak usia 6 bulan. Sama halnya dengan data (4) di atas, anak lebih sering berbicara sendiri dengan mengucapkan kata babababa... papaaa dan ihhi eeuuhh maaaa. Jika ditinjau dari segi morfologi, ucapan yang dikeluarkan oleh anak merupakan morfem bebas yang dapat berdiri sendiri tanpa memiliki makna. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009 : 2). 4.2.2.2.2 Usia 1-2 tahun Usia anak 1-2 tahun merupakan usia produktif anak dalam mengolah dan menambah pembendaharaan kosakata ketika anak mulai berkomunikasi. Dalam hal ini, anak lebih banyak mendengar ucapan yang didengarnya dan juga banyak mengeluarkan kata-kata yang ia dengar. Pada pemerolehan morfologi, anak usia 1-2 tahun lebih banyak mengucapkan kata yang menagndung morfem bebas dan sebagainya. Maka dalam hal ini peneliti ingin memaparkan analisis data tentang pemerolehan morfologi anak usia 1-2 tahun. Data dipaparkan sebagai berikut. (6) Ibu : Adik mau apa? Anak: Mimi! Anak : Akut! Ibu : Takut kenapa? Anak : Itu... Anak : Akit. Anak : Apa tu? (konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5 tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak). (9) Anak : Ma. Ibu : Gambar apa itu? Anak : Ini. Anak : Maaaa.. Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus. Anak : Ini. Ibu : Ye, gambarnya bagus. Anak : Ini, Ma. Ibu : Ye, Ari pinter gambar. (Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis. Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan dada anak). (10) Ibu : Ari sama Papa ya? Anak: Mama. Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa? Anak : Ma Papa. Ibu : Iya, sama Papa yaa? Anak : Iya. Ayah : Sini Dik, sama Papa main. Anak : Papapa. Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok. Anak : Eca (cicak). Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan. Anak : Eca yan eyan Ayah : Nanti Ari digigit cicak... Anak : It eca... (Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan). Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi. Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya kata papa). Data (6) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun yang sedang berkomunikasi dengan orang tuanya. Pemerolehan morfologi yang di dapat pada data (6) ini adalah adanya morfem bebas yang diucapkan oleh anak. Morfem bebas yang diucapkan oleh anak adalah kata “akit” yang sebenarnya kata “sakit”. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem ada dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009 : 2). Data (9) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun. Pemerolehan morfologi yang diucapakan oleh ana k pada data ini adalah anak mengatakan kata “ni” atau kata sebenarnya “ini”. Dalam data ini anak lebih sering mengucapkan kata “ini” pada setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Dalam segi morfologi kata “ini” merupakan morfem bebas dapat memiliki makna sendiri. Menurut Arifin dan Junaiyah 2009, Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri. Data (10) merupakan tuturan dari seorang anak usia 1, 5 tahun, pemerolehan morfologi anak adalah ketika anak mengatakan kata “eca” kata sebenarnya adalah cicak. Kata “eca” merupakan morfem bebas yang dapat berdiri sendiri. Selanjuntnya pada data ini anak mengatakan kata “mama” dan “papa”. Kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 tersebut merupakan morfem bebas. Menurut Arifin dan Junaiyah 2009, Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri. 4.2.2.2.3 Usia 2-3 tahun Pada usia anak interval 2-3 tahun, perkembangan komunikasi anak sudah mencapai dua suku kata. Ketika umurnya mencapai dua setengah tahun, kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu dihitung dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut morfem. Morfem merupakan satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil. Pemerolehan morfologi anak usia 2-3 tahun diuraikan dalam bentuk data sebagai berikut. (13) Ayah : Gisell.. Anak : Icell Ayah : Namanya siapa hayo? Anak : Icell.. Ayah : Icel lagi apa sih? Anak : Lihat Ayam.. Ayah : Ayam lagi apa, Cel? Anak : Agi galau.. Ayah : Kok galau? Anak : Galau... Ayah : Dari kemarin galau mulu? Anak : Ayamnya galau, mam, us galau ja.. Ayah : Ooo, icel kasih maem ayamnya? Anak : Tu, ma Mama Ayah : icel suka ayam engga? Anak : Ayam ena.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi, penutur dan mitra tutur berada di teras depan rumah. Penutur lebih banyak menjawab pertanyaan mitra tutur dengan satu hingga dua kata. Mitra tutur cenderung bertnaya tentang apa yang dilakukan oleh penutur. Penutur mengucapkan jawaban dengan kata-kata yang diulang dan susunan kata dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 kalimatnya belum sempurna. Perkembangan motorik : gerakan badan yang sangat menonjol adalah penutur lebih aktif berjalan-jalan diteras rumah. Saat mitra tutur bertanya kepad penutur, gerakan kepala penutur cenderung tak acuh kepada mitra tutur. Dalam hal ini penutur lebih banyak menggunakan pendengaran dan menjawab pertanyaan). (14) Anak : Apa tu, Ma? Ibu : Ini minuman Mama, Icel. Anak : Numan tu. Ibu : Iya biar Mama sehat. Anak : Mau mau.... Ibu : Nanti Mama buatin ya? Anak : Mau itu. (Menunjuk) Ibu : Ini, enak gak? Anak : Acemm.. (asam) (Konteks : Situasi pada data ini terjadi saat penutur (anak) dan mitra tutur (orang tua) berada di ruang makan dalam keadaan santai. Anak sudah mulai membuka percakapan dengan orang tuanya. Dalam data ini anak menunjukan rasa penasaran dengan apa yang dilihatnya. Orang tua dari anak merespon dengan baik pertanyaan yang diajukan kepadanya) (26) Anak : Mbak Asti, itu apa? Ibu : Ini sayur, Septi mau maem? Anak : Sayur apa? Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu. Anak : Itu apa? Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya. Anak : Ga mau., ga mau jipang. Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat. Anak : Ga mau, ga mau pake itu. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 (27) Anak : Oom ini ini apa? Oom : Ini namanya kamera, Adik mau? Anak : Mau, mbak Asti mau amela? Ibu : Jangan itu punya Oom lho. Anak : Mau amela.. Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya? Anak : Mainan amela yaa. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung disentuh). (29) Anak : Ni apa? Ibu : Ini namanya balon. Anak : Alon ilu ya? Ibu : Iya warnanya biru. Anak : Ilu, telbang Ibu : Septi mau terbang naik baloon ga? Anak : Mau, yang ede. (Konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bermain diruangan bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang lain. Tujuan komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang dilihatnya dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Perkembangan motorik yang muncul adalah Gerakan tangan sebagai alat untuk menunjuk sering dilakukan oleh anak. Ketika mengucapkan kata terbang, anak secara refleks merentangkan kedua tangannya. Ini menandakan bahwa daya imajinasi anak mulai berkembang). Data (13) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,3 tahun. Pemerolehan morfologi pada data ini adalah anak mengucapkan beberapa kata sepert kata “galau”, dan “ayam”. Jika ditinjau kata yang diucapkan oleh anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 merupakan pemerolehan morfologi bagian morfem bebas. Kata “ayam”, dan “galau” dapat memiliki makna dan bisa berdiri sendiri. Secara keseluruhan bahasa yang dipakai dalam percakapan adalah ragam bahasa non formal, sebagian besar kata yang digunakan tanpa menggunakan afiks. Afiks atau imbuhan di dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat penting, sebab kehadiran imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi, kategori, dan makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Misalnya kata yang diucapkan anak galau (kata dasar) berbeda bentuk, fungsi, kategori, dan maknanya dari kata kegalauan. Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya para pemakai bahasa indonesia mengetahui dengan baik bagaimana bentuk dan apa makna imbuhan yang digunakannya ketika ia berbahasa indonesia (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4). Data (14) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,3 tahun. Pemerolehan morfologi pada data ini adalah anak berusaha mengatakan kata minuman namun yang diucapkan adalah kata numan. Selain itu, anak juga berusaha mengucapkan kata asam dan diucapkan oleh anak menjadi acem. Ditinjau dari pengucapan tersebut, anak sudah mampu berkomunikasi dengan baik dengan pemerolehan morfologinya. Kata-kata tersebut merupakan morfologi yang masuk kedalam kategori morfem bebas seperti kata asam yang diucapakan acem. Beberapa kata yang diucapkan anak memiliki afiks atau imbuhan, Afiks atau imbuhan di dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat penting, sebab kehadiran imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi, kategori, dan makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Imbuhan yang ada dalam data ini adalah akhiran atau sufiks. Akhiran adalah imbuhan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia memiliki akhiran –i, -kan, -an, man, -wan, -wati, -wi, dan –nya. (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4). Contohnya kata minuman, bentuk dasar adalah kata minum (kata kerja) dan memiliki akhiran –an menjadi minuman (kata benda). Data (26) merupakan tuturan anak yang berusia 2,7 tahun. Pemerolehan morfologi yang muncul pada data dalam komunikasi ini adalah anak lebih banyak mengucapkan morfem bebas dalam konteks kalimat dan anak sudah mampu mengucapkan lebih dari dua suku kata. morfologi yang diperoleh pada data ini adalah anak mengucapakan ipang kata yang sebenarnya adalah jipang sejenis sayuran. Data lain tentang pemerolehan morfologi adalah anak mengucapkan kata itu menjadi tu, dan kata apa menjadi pa. Data (27) merupakan tutura anak berusia 2,7 tahun. Pemerolehan morfologi yang muncul pada data ini anak mampu mengucapkan beberapa morfem bebas dan imbuhan surfiks atau akhiran dalam satu konteks kalimat. Pada saat penutur berkomunikasi dengan anak, penutur menggunakan objek tertentu untuk menarik perhatian anak. hasilnya adalah anak berkata kepada penutur menanyakan tentang objek tersebut, contohnya adalah anak berkata om ini ini apa?. Pada konteks kalimat tersebut anak mengucapkan kata tanya yang berulang seperti ini yang diucapkan lebih dari satu kali dan mengucapkan kata apa. Sedangkan pemerolehan surfiks yang diucapkan oleh anak adalah ia mengucapkan kata mainan. Kata mainan merupakan bentuk dasar dari kata main. Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi, dan –nya (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4). Data (29) merupakan pemerolehan morfologi anak berusia 2,7 tahun. Pemerolehan yang muncul pada data komunikasi ini adalah anak lebih sering mengucapkan morfem bebas dalam satu konteks kalimat meskipun belum sempurna dalam pengucapannya. Seperti yang diucapkan anak dalam data ini adalah kata ilu, kata sebenarnya biru. Kata telbang, kata sebenarnya terbang. Dalam data ini anak sudah mampu berkomunikasi dengan lancar. Dan peran orang tua adalah mampu memahami per kata yang diucapkannya. 4.2.2.3 Pemerolehan Sintaksis Pemerolehan sintaksis pada anak adalah anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata. Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata (USK). Setelah melewati fase Ujaran Satu Kata, anak melanjutkan ke tahap dua kata atau Ujaran Dua Kata (UDK). Anak tidak sembarang saja memilih kata itu; dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru. Anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 4.2.2.3.1 Usia 0-1 Tahun Pada anak usia 0-1 tahun merupakan masa pra-lingual. tahap pra linguistik dimulai dengan bunyi di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorokan terjadi pada saat anak berusia 0-3 bulan. Pada saat anak berusia 3-12 bulan, anak lebih bnayak mengunakan bibir dan langit-langit mulut untuk berkomunikasi, misalnya mengucapkan ma, ba, dan pa yang merupakan Ujaran Satu Kata. Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia 18 bulan meskipun tak jarang susunan sintaskis terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Peneliti mendapatkan data sebagai berikut. (4). Anak : “aauuu... aaaaa” Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik? Anak “ auuuaa.. aaahhhaa” (Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama). (5) Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : Cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa? (Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh anak). Data (4) merupakan tahap pra linguistik anak usia 0-1 tahun. Dalam data ini anak mengeluarkan suara auaua. Proses ini merupakan tahap anak melatih alat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 bicaranya. Pemerolehan sintaksis ini merupakan ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik. Menurut Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke. Disamping itu, kata-katanya selalu kategori sini dan kini (Darjowidjojo 2000:146). Data (5) merupakan tahap pra linguistik anak usia 0-1 tahun. Hampir sama dengan data sebelumnya data (4). Pada data ini anak mengucapkan bunyi holofrastik yang menggunakan langit-langit mulut sehingga muncul ujaran babababa... papaaa dan ihhi eeuuhh maaaa. Sejalan dengan data (4) bahwa USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke (Darjowidjojo 2000:146). 4.2.2.3.2 Usia 1-2 Tahun Pada usia 1-2 tahun pemerolehan sintaskis pada awalnya berupa dua kata. rangkaian dua kata berbeda dengan kalimat satu kata yang sebelumnya disebut sebagai masa holofrastik.anak yang berusia 1-2 pemakaian kata masih beragam dalam suatu kalimat. Masih banyak dijumpai kalimat satu kata dan tak jarang juga anak mengucapkan lebih dari dua kata yang menjadi kalimat dua kata. Data dapat diuraikan sebagai berikut. (8) Ibu : Ari mau maem engga? Anak : Emoh. Ibu : Sini maem dulu! Anak : Emoh... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya? Anak : Aaaaa.... Ibu : Bener lho, mama tinggal lho.. Anak : Aaaaaa...... Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter.. Anak : Emoh.. (Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung mengkerut). (9) Anak : Ma. Ibu : Gambar apa itu? Anak : Ini. Anak : Maaaa.. Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus. Anak : Ini. Ibu : Ye, gambarnya bagus. Anak : Ini, Ma. Ibu : Ye, Ari pinter gambar. (Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis. Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan dada anak). (10) Ibu : Ari sama Papa ya? Anak: Mama. Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa? Anak : Ma Papa. Ibu : Iya, sama Papa yaa? Anak : Iya. Ayah : Sini Dik, sama Papa main. Anak : Papapa. Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 Anak : Eca (cicak). Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan. Anak : Eca yan eyan Ayah : Nanti Ari digigit cicak... Anak : It eca... (Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan). Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi. Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya kata papa). Data (8) merupakan pemerolehan sintaksis dari seorang anak berusia 1,5 tahun. Dalam data ini pemerolehan sintaksisnya sangat jelas yaitu anak berkomunikasi menggunakan kalimat satu kata. Ketika anak berkomunikasi dengan mitra tuturnya, anak menjawab dengan pola satu kata seperti kata emoh. Kata emoh yang diucapkan anak merupakan kata dari bahasa daerah (jawa) dalam bahasa Indonesia artinya tidak mau. Kata emoh selalu diucapkan berulang-ulang oleh anak pada mitra tutur yang mengajukan pertanyaan padanya. Data (9) merupakan tuturan dari seorang berusia 1,5 tahun. Pemerolehan sintaksis yang ada pada anak dalam data percakapan ini adalah anak memulai berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Kata yang diucapkan oleh anak adalah kata mama, selanjutnya kata yang diucapkan oleh anak adalah kata ini. Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada verbia. Data (10) merupakan tuturan dari anak berusia 1,5 tahun. Dalam data ini pemerolehan sintaksis yang didapat oleh anak adalah anak sudah mulai terdengar pola dua kata dalam komunikasinya dengan mitra tutur. Pola dua kata yang diucapkan oleh anak adalah “ma papa..”. dan eca yan eyan. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. UDK yang diucapkan oleh anak bermaksud menjelaskan tentang objek yang dilihatnya yaitu binatang cicak yang sedang berjalan., 4.2.2.3.3 Usia 2-3 Tahun Ketika anak mencapai usia 2-3 Tahun, pemerolehan sintaksis anak sudah mencapai kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang terdiri dari beberapa kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabungan dua kalimat menjadi kata, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka yang membedakan adalah intonasi. Pemerolehan sintaksis meningkat pesat ketika anak sudah memasuki usia 2 tahun, dan mencapai puncak pemerolehan sintaksisnya akhir usia 2 tahun. Peneliti menguraikan analisis data pemerolehan sintaksis sebagai berikut. (25) Anak : Mbak, Wisnu nakal. Ibu : Jangan ganggu Wisnu, Septinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 Anak : Isnunya cubit mbak. Ibu : Jangan berantem yaa. Anak : Isnunya nakal. Ibu : Sini Dik Septi sama mbak aja. Main sama mbak Asti ya? Anak : Engen mainan itu. Ibu : Berhitung yuk, telinga Septi mana? Anak : Ini. Ibu : Satunya mana? Anak : Ini. Ibu : Telinga Septi ada berapa ya? Satu apa dua? Anak : Satu. Ibu : Kok satu, satu tambah satu jadinya du.. Anak : Duaa.. (Konteks : Penutur merupakan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin menyampaikan informasi tentang apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah berusaha menenangkan anak pada hal yang dialaminya dengan cara membuat hal baru agar anak menjadi tenang. Pekembangan motorik yang dialami oleh anak adalah medekati orang tuanya untuk mencari perlindungan. Bahasa tubuh yang sering tampak adalah gerak mata anak ketika melihat atau memperhatikan suatu objek yang menarik. Anak sudah mengerti tentang bagian tubuhnya. Sehingga ketika orang tua mengatakan kata telinga, respon tangan anak mulai menyentuh telinganya sendiri). (26) Anak : Mbak Asti, itu apa? Ibu : Ini sayur, Septi mau maem? Anak : Sayur apa? Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu. Anak : Itu apa? Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya. Anak : Ga mau., ga mau jipang. Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat. Anak : Ga mau, ga mau pake itu. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya). (27) Anak : Oom ini ini apa? Oom : Ini namanya kamera, Adik mau? Anak : Mau, mbak Asti mau amela? Ibu : Jangan itu punya Oom lho. Anak : Mau amela.. Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya? Anak : Mainan amela yaa. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung disentuh). Data (25) merupakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam data ini terlihat bahwa anak berkomunikasi dengan mitra tuturnya dengan menggunakan pola dua kata dalam konteks kalimatnya. Pola intonasi dalam data ini juga terdapat pada saat saat mengatakan ujaran “mba... isnu nakal”. Penjelasannya adalah ketika anak mengatakan kata mba adanya jeda intonasi dan dilanjutkan dengan pola dua kata yaitu “isnu nakal”. Selebihnya data dalam percakapan ini anak sudah mampu menggunakan Ujaran dua kata. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 Data (26) merupakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam data ini anak sudah mulai terbiasa menggunakan ujaran dua kata dalam percakapannya. Dapat dilihat dalam data ini ada dua percakapan anak yang menggunakan ujnran dua kata yaitu anak mengatakan sayur apa?, dan mengakatan itu apa. Selain itu dalam data ini adanya jeda yang dilakukan oleh anak keta melakukan percakapan dengan mitra tutur seperti yang dapat dilihat ketika anak mengatakan mba asti...itu apa? Terdapat jeda dalam beberapa detik agar intonasi percakapan dari anak dapat terjaga dan mudah dimengerti oleh mitra tutur. Data (27) meruapakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam data ini pemerolehan sintaksisnya dalam ujaran dua kata sudah mulai jelas terlihat. Ketika anak berkata mba asti, itu apa? Terdapat adanya jeda dalam ujaran dua kata. secara perlahan anak mulai mampu menggunakan kalimat dengan baik yang lebih dari dua kata. Menurut Darjowidjojo (2000:146) Setelah UDK tidak ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga memakai USK, setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah kata dengan jumlah ikata lain bukan merupakn tahap yang terputus. Kasus tersebut bisa dilihat dalam data ketika anak mengatakan “mau, mba asti mau amela?”. Dapat dilihat jika anak sudah mampu menggunakan kalimat dengan baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 4.2.2.4 Pemerolehan Diksi Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan ide atau gagasan seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu sendiri (Keraf 1984 : 22-23). 4.2.2.4.1 Usia 0-1 Tahun Pemerolehan diksi pada anak usia 0-1 tahun sangat beragam. Banyak ujaran-ujaran yang belum dapat dimengerti oleh mitra tutur tentang ujaran-ujaran yang dikeluarkan oleh anak usia 0-1 tahun ini, dalam hal ini mitra tutur hanya sebatas menafsirkan apa yang di maksud oleh si anak tersebut. Dalam beberapa ujaran yang dikelurakan oleh anak usia tersebut lazimnya hanya sebatas menangis dalam konteks diksi makna dari menangis anak merupakan gagasan anak tersebut untuk menyampaikan hal atau sesuatu yang dirasakannya. 4.2.2.4.2 Usia 1-2 Tahun Ketika usia 1-2 tahun, pemerolehan diksi pada anak sudah mulai tampak. Awal mulanya pemerolehan diksi anak diperoleh dari lawan mitra tutur anak dan juga anak yeng mengamati percakapan seseorang dengan yang lainnya. Perolehan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 diksi sangat beragam tergantung dari situasi dan kondisi lingkungan tersebut. peneliti menganalisis data tentang pemerolehan diksi sebagai berikut. (6) Ibu : Adik mau apa? Anak: Mimi! Anak : Akut! Ibu : Takut kenapa? Anak : Itu... Anak : Akit. Anak : Apa tu? (konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5 tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak). (11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam. Anak : Ijemmm, ijemmm Ibu : Icel mau minta? Anak : Itahhh.. Itahhh Ibu : Icel udah makan? Anak : Utahh mam.. (Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan. Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar). (12) Ayah : Icel, Mama galau ga? Anak : Galau Ayah : Kalau Papa? Anak : Galau Ayah : Kalau Icel? Anak : Galau Ayah : Terus apa lagi? Anak : Baju galau, mobil galau, mama galau. Ayah : Semuanya galau? Anak : Heeuh galau. Ayah : Yang ngajarin Icel wan tu wan tu siapa? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 Anak : Icel wan tu wan tu.. (bilangan bahasa inggris one, two) Ayah : Icel hebat belajar... Anak : Heeuh, Icel, Icel mau mam.. Ayah: icel mau mam apa? Anak : Mama galau, icel mau gi ma Mama galau.. (Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di kamar penutur dengan situasi santai Mitra tutur lebih cenderung bertanya kepada penutur. Penutur merespon dengan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang diulang-ulang. Penutur sudah mulai membuka pembicaraan dengan mitra tutur. Perkataan yang diucapkan oleh penutur belum spenuhnya memiliki makna. Perkembangan Motorik : Tatapan mata anak mengikuti sumber suara terkadang memalingkan tatapannya ke objek yang lain. Anak terkadang menjawab pertanyaan yang ditanyakan sambil berjalan ataupun berlompat-lompat. Konsentrasi pendengaran anak masih pada suara mitra tutur meskipun anak melakukan kegiatan lain). Data (6) merupakan tuturan dari anak berusia 1,5 tahun, diksi yang diperoleh dan digunakan oleh anak adalah diksi yang mengandung makna denotatif. Seperti yang dikatakan dalam data percakapan ini anak mengatakan kata mimi. Kata mimi merupakan kata kiasan dari arti yang sebenarnya yaitu minum. Sejalan dengan teorinya, makna denotatif adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep referen/ide). Makna yang sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, pertama adalah relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua adalah relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf 1984 : 28). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 Data (11) merupakan tuturan dari anak berusia 2,3 tahun. Dalam data ini pemerolehan diksi anak lebih mengacu kedalam makna kata khusus. Anak mengatakan kata ijemmm... ijemmm dan kata itahhh.. itahhh. Kedua kata tersebut digolongkan ke dalam diksi makna kata khusus karena mengacu pada pengarahanpengarahan yang khusus dan konkrit. Sebuah kata khusus akan lebih detail dan jelas maknanya. Kata ijemmm... ijemmm dan kata itahhh.. itahhh memiliki arti pinjam dan minta. Ketika anak menggunakan diksi ini karena adanya rangsangan dari luar yang menarik perhatian bagi anak tersebut. Makna dari kata itu akan lebih spesifik karena lebih khusus yang membuat itu semakin rinci. Menurut Akhadiah (1988:88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman. Data (12) merupakan tuturan dari anak yang berusia 2,1 tahun. Pemerolehan diksi yang digunakan oleh anak lebih mengacu pada makna kata denotatif. Pada data ini anak melakukan percakapan dengan orang tua yang berperan sebagai mitra tutur. Percakapn tersebut anak mengucapkan kata galau dalam setiap pertanyaan yang ia jawab. Kata galau merupakan kata sifat jika dikaitkan dengan diksi berupa makna denotatif. Makna denotatif adalah Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep referen/ide). Makna yang sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, pertama adalah relasi antara sebuah kata dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 barang individual yang diwakilinya, dan kedua adalah relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf 1984 : 28). 4.2.2.4.3 Usia 2-3 Tahun Pemerolehan diksi pada anak usia 2-3 sudah mulai banyak yang digunakan dalam komunikasinya. Peneliti menemukan beberapa perkembangan diksi yang diperoleh anak saat berkomunikasi. Menurut peneliti anak menggunakan diksi sesuai dengan informasi yang ditangkap dalam lingkungannya dan diterapkan oleh anak sebagai penyambung dalam komunikasinya sehari-hari. Berikut data yang menampilkan diksi anak usia 2-3 tahun. (20) Anak : Keeta Inu dimana? Mbak Asti : Keeta apa Nu? Anak : Keeta Inu mainan!. Mbak Asti: Inu simpan dimana mainannya? Anak : Keeta Inu kemana? Mbak Asti: Inu kemarin simpen dimana? Anak : Di situ! Mbak Asti: Dicari dulu coba? Anak : Keeta yang melah, sama Mbak Septi. (konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi saat diruang bermain anak. Tujuan percakapan ini adalah ketika anak mencari mainan yang diinginkannya, lalu bertanya kepada penutur. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tubuh yang aktif mencari mainan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam ruangan. Gerakan tangan yang lincah mencari benda yang diinginkannya. Tatapan mata yang fokus terhadap benda yang dicari). (26) Anak : Mbak Asti, itu apa? Ibu : Ini sayur, Septi mau maem? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 Anak : Sayur apa? Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu. Anak : Itu apa? Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya. Anak : Ga mau., ga mau jipang. Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat. Anak : Ga mau, ga mau pake itu. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya). (27) Anak : Oom ini ini apa? Oom : Ini namanya kamera, Adik mau? Anak : Mau, mbak Asti mau amela? Ibu : Jangan itu punya Oom lho. Anak : Mau amela.. Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya? Anak : Mainan amela yaa. (konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung disentuh). Data (20) merupakan tuturan dari anak berusia 2,4 tahun, pada data ini peneliti menemukan gaya bahasa diksi yang digunakan anak yang mengucapkan kata keeta yang ejaan sebenarnya kereta. Kata keeta termasuk kedalam kategori diksi makna kata umum. Kata yang diucapakan anak yaitu keeta memiliki makna PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 umum, karena kata keeta atau kereta memiliki arti yang sangat luas. Kata umum merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin umum, maka akan semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya apabila kata itu semakin khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf 1984 : 92). Data (26) merupakan tuturan dari anak yang berusia 2,7 tahun. Dalam percakapan ini diksi yang digunakan anak lebih kepada makna kata khusus dan makna kata umum. Data yang dimaksud dalam makna khusus dalam percakapan ini adalah ketika anak mengatakan kata jipang. Menurut Akhadiah (1988:88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman. Dalam data ini kata jipang atau buah labu termasuk kata khusus karena menyebutkan nama atau jenis buahbuahan yang dimaksud secara jelas. Sedangkan kata menggunakan makna kata umum pada kata sayu, sayu disini maksudnya adalah kata sayur. Kata umum merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin umum, maka akan semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya apabila kata itu semakin khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf 1984 : 92). Kata sayu pada contoh diatas termasuk kata umum, karena spesifikasinya terlalu umum atau kurang khusus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 Data (27) merupakan percakapan dari seorang anak berusia 2,7 tahun. Penggunaan diksi yang diperoleh anak pada data percakapan ini adalah anak mengakatan kata amela ejaan sebenarnya kata kamera. Kata kamera menunjukan bahwa anak sudah mampu menguasai diksi makna kata khusus. Sama seperti data (27) Menurut Akhadiah (1988:88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman. 4.3. Pembahasan Pada bagian ini peneliti akan memaparkan terkait hasil penelitian secara keseluruhan yang akan diambil dari proses analisis data untuk menjelaskan topik utama tentang pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari. Dalam proses analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah tuturan lisan dan percakapan dengan subjek penelitian. Pada penelitian ini terdapat banyak aspek-aspek yang mengulas tentang pemerolehan bahasa anak, seperti aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi. Adapun aspek utama dalam penelitian ini yaitu tahap-tahap perkembangan bahasa pada anak menurut teori Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56). Menurut Aitchison, perkembangan bahasa dibagi kedalam beberapa kelompok yaitu usia 0,3 (mulai dapat meraban), usia 0,9 (mulai terdengar pola intonasinya), usia 1,0 (dapat membuat kalimat satu kata), usia 1,3 (haus akan kata-kata), usia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 1,8 (menguasai kalimat dua kata), usia 2,0 (dapat membuat kalimat empat kata, dapat membuat kalimat negatif, menguasai infleksi, pelafalan vokal telah sempurna), usia 3,6 (pelafalan konsonan mulai sempurna), usia 4,0 (penguasaan kalimat secara tepat, tetapi masih terbatas), usia 5,0 (konstruksi morfologis telah sempurna), usia 10,0 (matang berbicara). Namun peneliti menggunakan teori tersebut dimulai dari pemerolehan meraban hingga pelafalan konsonan mulai sempurna atau usia 0-3 tahun. Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak yaitu pandangan (1) pandangan nativisme (2) pandangan behaviorisme, (3) pandangan kognitivisme. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji bahwa data yang dianalisis sesuai dengan hipotesis-hipotesis yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Chomsky. Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan bahasa” Language Acquistion Device (LAD). Alat ini merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Bukti yang mendukung dengan teori ini adalah anak sering mengakatakan hal-hal garamatikal misalnya pada data (7) ketika anak mengakatakan kata bobo.. bobo dan pada data (9) ketika anak mengatakan iniiii... maaa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 Hipotesis mengenai LAD itu sebagai alat untuk memperoleh bahasa oleh anak-anak semakin memperkuat fakta-fakta yang telah diamati oleh para ahli dalam bidang pemerolehan bahasa yang mendukung hipotesis tersebut. Misalnya, satu fakta yang jelas mendukung LAD ialah keadaan masukan, yaitu ucapanucapan yang didengar oleh anak di lingkungannya. Ucapan-ucapan tersebut penuh dengan pembukaan kata yang salah, kesalahan gramatikal, dan lain-lain. Namun, anak-anak memperoleh juga bahasa pertamanya. Bahasa yang diperoleh anakanak dalam keadaan yang beragam walau bagaimanapun bentuknya. Anak-anak tidak mungkin mendapatkan aspek-aspek bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi jika tidak dianugerahkan dengan suatu mekanisme nurani yang khusus untuk berbahasa. Perkembangan ujaran yang penliti dapatkan dari hasil observasi anak usia 0-1 tahun adalah Banyak bunyi yang dikeluarkan oleh anak tetapi tidak semuanya mempunyai wujud di dunia sekelilingnya. Mula-mula ujaran yang mucul yaitu bunyi vokal. Anak sering mengelurakan bunyi vokal seperti a,i,u,e dan o. Ketika masuki usia 1-2 tahun bunyi konsonan sudah mulai membetuk dalam ujran anak misalnya anak mengakatan kata mama dan papa. Anak usia 1-2 tahun merupakan usia yang paling menonjol dalam pemerolehan bahasanya. Usia 2-3 tahun merupakan masa anak yang mampu mengujarkan apa yang dilihatnya atau diucapkannya. Pelafalan konsonan dan vokal sudah sempurna, walaupun peneliti kerap kali menjumpai bahwa anak masih belum sempurna dalam mengujrakan kata yang diucapkannya. Mislanya saja kata kereta diucapakan keeta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143 Perkembangan sosial dan komunikasi yang dipeoleh pada observasi adalah usia 0-1 tahun komunikasi anak hanya sebatas memberikan senyuman dan tatapan mata dari anak yang merupakan bentuk interaksinya kepada lingkungan disekitarnya. Adapaun reaksi anak usia ini adalah menyerukan bunyi cooing dalam interaksinya. Peneliti berasumsi bahwa anak memberikan respon kepada lingkungan yang dilihatnya. Pada usia1-2 tahun perkembangan sosial dan komunikasinya mulai beragam, peneliti melihat bahwa anak lebih tertatik dalam hal yang menjurus ke arah permainan. Sesuai dengan kajian teori, dalam hal ini anak mulai masuk kedalam tahap pola gilir interaksi sosial, artinya anak sudah mengerti kapan ia harus bereaksi dalam berinteraksi. Misalnya saja dalam permainan “Ci Luk Ba”. Pada permainan ini anak mengerti kapan harus memberi respon terhadap objek yang dilihatnya. Pada usia 2-3 tahun interaksi sosial anak sudah masuk ke fase pertanyaan. Peneliti meninjau anak yang usia 2-3 tahun lebih aktif dalam berkomunikasi dalam lingkungannya. Anak akan bertanya apa yang dilihatnya, menyentuh apa yang menurut mereka menarik. Pada penelitian ini peneliti mengamati proses perkembangan akuisisi bahasa pada anak. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya termasuk tingkah laku berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak refleks. Ketika usia anak menginjak 0-3 bulan otaknya berkembang dan mengatur mekanisme syaraf sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut. Misalnya anak akan mengedipkan mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak apabila sesuatu yang disentuhkan pada bibirnya. Hal tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144 awalnya bukan untuk berkomunikasi, melainkan si anak sedang mengalami proses perkembangan fisik yang akan menunjang perkembangan akuisisi bahasa di tahap selanjutnya. Ketika peneliti melakukan observasi terhadap subjek penelitian hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengamatan, berinteraksi langsung dengan subjek dan menjadi pihak ketiga subjek peneliti sedang berintekasi dengan mitra tuturnya. Secara keseluruhan, penelitian ini merupakan bentuk proses tahap pemerolehan bahasa anak terutama usia 0-3 tahun. Pada penelitian ini peneliti mengelompokan hasil pengambilan ke dalam beberapa kategori yaitu (1) Usia 0-1 tahun, (2) Usia 1-2 tahun, dan (3) Usia 2-3 tahun. Peneliti menemukan beberapa tahapan pemerolehan bahasa dalam kategori usia anak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Aitchison. Tahapan tersebut terdiri dari 7 tahap perkembangan bahasa anak. Pada usia 0-1 tahun tahap kemampuan bahasa anak yang ditemukan oleh peneliti yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah tahap meraban. Pada tahap meraban tersebut yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah anak mulai menangis, batuk, sendawa, tertawa, mengigau, dan mendengkur. Secara keseluruhan meraban merupakan bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang adalah terdengarnya pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi kata. Pola intonasi merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145 didengarnya. Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang adalah terdengarnya pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi kata. Pola intonasi merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang didengarnya. Contohnya adalah (5) Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : adek ini ngoceh apa? Pada data (5) ini merupakan proses pola intonasi suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan suaranya. Hasilnya anak akan merespon suara tersebut dan meniru apa yang dikatakan oleh mitra tuturnya. Selanjutnya adalah proses tahap perkembangan bahasa tahap tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi tergantung masing-masing anak. Biasanya variasi berupa kata mama, papa, meong. Ketika berkomunikasi, anak hanya menggunakan tuturan satu kata dalam nejawab pertanyaan dari mitra tuturnya. Ini sesuai dengan pendapat Aitchison, dalam penelitian, peneliti berasumsi bahwa ketika anak berusia 1-2 tahun anak akan menjawab pertanyaan dengan satu kata, dan menggunakan kata yang sama dalam setiap jawabannya. Misalnya seperti data dibawah ini. (7)Ibu : Ci Luk Baa Anak : hahaaauuuu..eeehh.. Ibu : Dede jangan keluar!! Anak : baba... baba Ibu : sini dede bobo ya? Anak : bobo... Ibu : bobo ma mama ya? Anak : gaa... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146 Ibu : kok engga de? Anak : bobo... bobo.. Setelah anak melewati proses tuturan satu kata, satu bulan berikutnya anak mulai memperoleh tuturan dua kata yang sesuai dengan pendapat Aitchison. tuturan dua kata yang dimaksud adalah yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu. Misalnya seperti data berikut. (11) Ibu : bilang sama papa pinjam.. Anak : ijemmm... ijemmm Ibu : icel mau minta? Anak : itahhh.. itahhh Ibu : icel udah makan? Anak : utahh mam.. Data diatas merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada kedua data tersebut jelas bahwa data (11) pengucapan anak sudah menggunakan dua kata ketika anak berusia 2 tahun. Dapat dilihat ketika anak mengucapkan kata “ijemm.. ijemm..” dan “udah mam”. Berikutnya adalah pemerolehan bahasa infleksi kata. Dalam bahasa Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya hanya mengatakan Kakak mukul adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik dipukul kakak. Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata majemuk, seperti orang tua, namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena kemampuan setiap anak bervariasi. Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56) secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap diantara kata benda dan kata kerja yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147 digunakan oleh anak. Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa infleksi anak yaitu ketika anak mengucapkan kata mulu. Kata mulu oleh anak diucapkan berulang-ulang disetipa perkataan yang diucapkannya. Anak sudah terbiasa dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya dan menjawab dengan baik. Anak sudah memahami makna kata yang didengar atau yang diucapkannya. Pengucapan kata konsonan masih sulit, terutama pada huruf konsonan /r/ dalam kata marah dikatakan menjadi malah. Pada usia 2-3 tahun kemampuan berbahasa anak mulai meningkat. Dalam tahap perkembangan bahasa pendapat Aitchison, usia 2-3 tahun merupakan tahap kalimat tanya dan ingkar. Pada saat penelitian, peneliti menemukan beberapa data mengenai kalimat tanya dan ingkar misalnya ketika anak berkomunikasi menggunakan kalimat tanya seperti yang dijelaskan pada data (29) misalnya, anak berkata “ni apa?”, “alon itu ya?”. Ucapan anak tersebut merupakan bentuk dari tahap kalimat tanya dan ingkar. Secara keseluruhan pada penelitian ini, proses pemerolehan bahasa anak sangat sesuai dengan teori dari Aitchison. Proses perkembangan bahasa harus dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tahap perkembangan bahasa dari mulai meraban hingga kalimat tanya ingkar yang dibatasi dengan subjek penelitian usia 0-3 tahun Adapun aspek-aspek yang mendukung dan berkaitan dnegan pemerolehan bahasa yakni aspek kebahasaan yang meliputi pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, dan juga diksi. Hasil dari aspek kebahasaan tersebut jelas telah dianalisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148 dalam sub bab analisa data yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa juga mengkur kemampuan anak dalam pemerolehan kebahasaannya. Hal terpenting ketika anak mulai berbahasa adalah ketika anak melewati proses fonologi. Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya. Setelah melewati pemerolehan fonologi, anak mulai memasuki pemerolehan lainnya, seperti pemerolehan morfologi. Dalam prosesnya, anak lebih banyak memperoleh bentuk morfem, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk dasar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Ketika melakukan penelitian, peneliti hanya menemukan sebagian kecil ketika anak memperoleh bentuk prefiks, infiks dan sufiks dalam setiap pengucapan katanya karena secara teori yang ada bentuk-bentuk imbuhan tersebut akan lancar digunakan oleh anak ketika usia sudah menginjak empat tahun. Selanjutnya adalah aspek mengenai sintaksis. Sintaksis pada anak adalah anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata. Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149 mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata (USK). Setelah melewati fase Ujaran Satu Kata, anak melanjutkan ke tahap dua kata atau Ujaran Dua Kata (UDK). Dalam bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya sebagian saja dri kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Aspek diksi juga sangat penting dalam proses perkembangan bahasa anak. pemerolehan diksi merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansanuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan idea atau gagasan seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu sendiri (Keraf 1984 : 22-23). Jika ditinaju dari pemerelohan bahasa anak, diksi ini akan menentukan cara komunikasi anak untuk kedepannya. Misalnya anak harus mengetahui kata-kata apa saja yang harus diucapkan ketika berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Selain itu, diksi juga penentu anak dalam berkomunikasi yang baik dan benar. Hambatan hambatan yang dijumpai oleh peneliti adalah keterbatasannya waktu dalam penelitian. Peneliti tidak bisa melakukan observasi secara berkala PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150 dalam kurun waktu yang berdekatan. Peneliti hanya bisa melakukan observasi 2 hari dalam setiap minggunya. Selain itu, peneliti juga terhambat oleh faktor psikologis anak yang sewaktu-waktu bisa berubah. Faktor inilah yang menyebabkan data yang didapatkan kurang maksimal namun cukup untuk dianalisa dalam penelitian ini. Subjek penelitian diambil dari beberapa anak yang tinggal di yayasan panti asuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian tentang proses pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari, peneliti dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dikembangkan melalui beberapa tahap yaitu (1) tahap menangis, (2) tahap mendengkur, (3) tahap meraban pada usia 0-1 tahun, (4) tahap pola intonasi, (5) tahap tuturan satu kata, (6) tahap tuturan dua kata, (7) tahap infleksi dan aglutinatif, dan (8) tahap pola kalimat tanya dan ingkar. Berdasarkan hasil kesimpulan umum tersebut, kemudian disusun kesimpulan khusus sebagai berikut. 1. Peneliti juga melakukan penelitian tentang pemerolehan bahasa mengenai aspek-aspek kebahasaan di antaranya adalah aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi. Pada usia 0-1 tahun pemerolehan fonologi anak muncul ketika ia lahir yang mengeluarkan bunyi tangisan diikuti dengan bunyi ocehan-ocehan pada hari-hari berikutnya guna untuk melatih alat bicaranya. Pemerolehan morfologi yang muncul pada anak adalah adanya morfem bebas yang diucapkan sebagai bentuk komunikasi atau isyarat kepada lingkungan di sekitarnya. Pemerolehan sintaksis pada usia 0-1 tahun anak lebih banyak berkomunikasi menggunakan langit-langit mulut yang membentuk ujaran satu kata. Ujaran-ujaran yang dikaitkan kepada sintaksis membentuk kata verba, nomina, dan adjektiva. Sedangkan 151 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152 Pemerolehan diksi pada anak usia 0-1 tahun belum tampak. Anak lebih banyak mengeluarkan ujaran-ujaran yang belum dapat dimengerti oleh mitra tutur tentang ujaran-ujaran yang dikeluarkan oleh anak usia 0-1 tahun ini, dalam hal ini mitra tutur hanya sebatas menafsirkan apa yang di maksud oleh si anak tersebut. 2. Pada usia 1-2 tahun, anak memperoleh aspek fonologi tahap membabel. Artinya anak mengeluarkan ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi bunyi konsonan. Ragam bunyi itu bersifat sebagai bentuk melatih alat bicaranya dan juga sebagai bentuk ungkapan anak dalam berkomunikasi pada lingkungan disekitarnya. Pemerolehan morfologi muncul pada usia ini anak lebih banyak menggunakan morfem bebas dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Pemerolehan sintaksis yang lebih dominan pada usia ini yaitu anak sudah mampu mengucapkan ujaran dua kata bahkan lebih dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Bentuk-bentuk kalimat yang mengandung kata verba, nomina, dan adjektiva sudah mulai tampak. Sedangkan pemerolehan diksi pada usia 0-1 tahun ini anak lebih banyak mengamati dan memahami kata-kata yang didengar di lingkunganya untuk menambah pembendaharaan kosakata anak itu sendiri. 3. Pada usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna terutama pengucapan pada bunyi vokal dan diikuti dengan bunyi-bunyi konsonan meskipun pada saat anak berkomunikasi masih ada bunyi konsonan dan vokal yang belum terdengar secara jelas. Morfologi anak usia ini juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153 kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu dihitung dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut morfem. Morfem yang paling dominan yaitu morfem bebas, sedangkan bentuk morfem yang lain hanya beberapa saja yang terdengar. Dalam hal sintaksis, anak sudah mampu mencapai kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang terdiri dari beberapa kata terjadi secara bertahap. Diksi anak mulai sangat menonjol ketika anak berusia 3 tahun, karena ketika usianya masih 0-2 tahun anak lebih banyak mendengar dan meniru kata-kata yang diucapkan dalam lingkungannya dan secara tidak langsung anak sudah memperoleh kosakata yang banyak untuk berkomunikasi di tahap selanjutnya. Ketika anak menggunakan diksi berarti anak sudah mampu menyampaikan gagasan-gagasan yang ingin diungkapkanya kepada mitra tutur saat berkomunikasi. 5.2 Saran Berdasarkan hasil temuan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang perlu diperhatikan. 1. Bagi penelitian lanjutan, penelitian ini hanya membahas pemerolehan bahasa anak dari usia 0 s.d 3 tahun. Apabila jika ditinjau dari ilmu psikolinguistik, masih banyak aspek yang belum dibahas dalam penelitian ini, misalnya saja tentang pemerolehan bahasa pada usia pra sekolah. 2. Bagi masyarakat khususnya yang memiliki anak usia balita, sebaiknya lebih memperhatikan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak. Lebih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154 peka dan teliti dalam mengajarkan tata bahasa kepada anak terutama saat berkomunikasi dengan anak itu sendiri. Karena setiap usia anak berlanjut pemerolehan bahasa anak juga akan meningkat dan pemerolehan kosakata anak juga akan bertambah banyak dan kosakata tersebut lebih banyak didapatkan pada lingkungan tempat tinggal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Andika, Dutha Bachari dan Kholid A. Harras. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press. Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: bentuk, makna, dan fungsi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo. ______________________. 2005. Psikolinguistik Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia. Hartley, Trevor A. 2001. Psychology of Language from Data to Teory. Sussex: Erlbaum Taylor & Francis. Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta.: PT. Gramedia Pustaka. Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lestari, Ana. 2012. Pemerolehan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 3-6 Tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini Bina Harapan. Skripsi. Medan: Universitas Negeri Medan. Lowenthal, F et al Ed. 1982. Language and Language Acquisition. New YorkLondon: Plenum Press. Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution, Putri. 2009. Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3 sampai 4 Tahun (Pra Sekolah) di Play Group Tunas Mekar Medan. Tesis. Medan: USU. Nurastuti, Wiji. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Ardana Media. 155 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156 Palermo, David S. 1978. Psychology of Language. Illinois. Scott: Forresman and Company. Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-aspek Psikolinguistik. Flores-NTT: Nusa Indah Poerwo, Bambang Kaswanti. 1991. Perkembangan Bahasa Anak Pragmatik dan Tata Bahasa dalam Darjowidjojo. Saporta, Sol Ed.1961. Psycholinguistics a Book Readings. New York-Holt: Rinehadt Winston. Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabetha : Bandung. Sumarsono, Paina Pratama. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda. Tarigan, Henry Guntur. 1977. Linguistik Kontrastif. Bandung: FKSS, IKIP Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wiranta, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN DALAM BAHASA SEHARI-HARI (TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK) TRIANGULASI DATA Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Disusun oleh : Yosep Trinowismanto 101224043 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 157 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158 TRIANGULASI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0-12 BULAN Nama : Karolus Inggil Usia : 6 bulan NO DATA TUTURAN 1. Anak : “aaaaaaaa” Mitra Tutur : Adik kenapa nangis? Anak : “eeeaaaaaakk” Mitra Tutur : cup-cup dik yuk mama gendong. Anak : “aaaaaa.. eaaaaaee” 2. Anak : “uhukuhuk” Mitra Tutur : Adik batuk kenapa.. KONTEKS TAHAP KETERANGAN PERFORMANSI Data ini merupakan Penutur Tahap merupakan Meraban tuturan yang seorang anak termasuk ke dalam yang berusia 6 tahap meraban. bulan. Sesuai dengan teori Mitra tutur Aitchison (dalam adalah ibu dari Harras dan Andika anak yang 2009: 50berusia 6 bulan. 56),bahwa Situasi itu terjadi menangis pada bayi saat anak mempunyai menangis. beberapa makna, Ibu dari anak itu seperti tangisan sedang berusaha untuk minta menenangkan minum, minta anak dengan cara makan, tangisan menggendong. karena kesakitan, dan sebagainya. Data ini menunjukan bahwa anak sedang tidak nyaman pada keadaan yang dialaminya. Data ini bunyi yang Situasi ini Tahap menggambarkan Meraban dikeluarkan oleh anak anak adalah bunyi mengeluarkan batuk, bunyi batuk bunyi batuk mengindikasikan Dalam adanya aktivitas perkembangan pada rongga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159 anak, bunyi batuk menandakan ada aktivitas pada rongga pernafasan anak 3. Mitra Tutur : Adik mau sendawa ya Anak “ eeeuuk” Mitra Tutur : Terima Kasih Tuhan, adik sendawa. 4. Anak : “aauuu... aaaaa” Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik? Anak “ auuuaa.. aaahhhaa” Situasi ini merupakan anak yang sudah bisa sendawa Orang tua berusaha memancing agar anak bisa sendawa dengan cara memberikan asupan kepada anak berupa susu dan sedikit memijat tengkuk anak. Dalam situasi ini sebelumnya anak sering mengeluaarkan suara saat menyusui, menelan makanan Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. pernafasan anak yang memicu terjadinya bunyi batuk. Tahap Meraban Data ini anak mengeluarkan bunyi seperti sendawa. Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Tahap Meraban Data ini anak mulai mengoceh dengan mengeluarkan bunyi yang hampir mirip dengan bunyi vokal. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 5056), mendekur sebenarnya sulit PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160 5. Anak : “babababa... papaaa” Mitra Tutur : cilukba? Anak : “ihhi eeuuhh maaaa” Mitra Tutur : adik ini ngoceh apa? Mitra tutur memancing dengan suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama. Situasi ini memperjelas bahwa anak sudah mampu mengucapkan vokal yang bervariasi dengan pola bunyi vokal dan bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh anak. Tahap Pola Intonasi dideskpripsikan karena bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal, tapi hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Tampaknya dengan mendengkur si bayi melatih peranti alat ucapnya Bunyi yang dikeluarkan oleh anak sudah mulai jelas Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56), anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Hasil tuturan anak mirip dengan yang dikatakan oleh ibunya. Anak tampaknya mencoba menirukan percakapan dan hasilnya adalah tuturan yang kadang-kadang tidak dipahami oleh orangtuanya atau orang dewasa yang lain.erdengar pola intonasinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161 TRIANGULASI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 1-2 TAHUN NO Nama : Ari Wahyudi Usia : 1 tahun 5 bulan DATA TUTURAN KONTEKS TAHAP KETERANGAN PERFORMANSI Data ini anak sudah Tuturan satu mampu mengucapkan kata satu kata /mimi/, /akut/, /itu/, /takit/, dengan lancar meskipun mengucapkannya masih terbata-bata. Bunyi pertama pada kata yang diucapkan tidak terdengar. Meskipun Ucapan yang diungkapkan anak masih belum jelas, masih berbicara sendiri. Mungkin untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya. 6. Ibu : AdIk mau apa? Penutur Anak: “Mimi!” merupakan (keterangan meminta seorang anak minum). yang berusia 1 Anak : “Akut!” tahun 5 bulan. Ibu : Takut kenapa? Mitra Tutur Anak : itu... anak adalah (Ketakutan) orang tua dari Anak : “Akit........!” anak. (sambil menangis) Percakapan ini (kesakitan pada jari) terjadi ketika Anak : Apa tu? anak ingin (menunjuk sesuatu) meminta minum, ketakutan, dan menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan menncari tahu penyebabnya dengan bertanya kepada anak. 7. Ibu : Ci Luk Baa Pada situasi Anak : ini anak hahaaauuuu..eeehh.. berkomunikasi Ibu : Adik jangan dengan keluar!! ibunya. Anak : Baba... baba Anak Ibu : sini adik bobo, berbicara Tuturan satu kata Data ini anak mampu mengeluarkan bunyi vokal /a/, /e/, /u/ sebagai tanda bunyi tertawa yang dikeluarkan ol;eh bayi. Selain itu bunyi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162 ya? Anak : Bobo... Ibu : Bobo sama mama, ya? Anak : Gaa... Ibu : Kok engga de? Anak : Bobo... 8. Ibu : Ari mau maem engga? Anak : Emoh.. Ibu : Sini maem dulu! mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi dengan bunyi konsonan Tujuan komunikasi ini adalah merangsang anak dalam mengucapkan suara. Perkembangan motorik yang muncul adalah anak sudah bisa berdiri dan berjalan. Perkembangan motorik yang lainnya adalah ketika anak mengucuapkan bunyi, gerakan mulut cenderung kedepan. Pada situasi ini anak melakukan percakapn Tuturan satu kata konsonan muncul dalam ucapan anak. Anak cenderung menirukan suara vokal yang didengarnya dari orang lain. Anak sering mengeluarkan bunyi vokal secara berulangulang. Steinberg berpendapat bahwa dalam pengujaran konsonan, dapat dibagi atas konsonan yang terlihat artikulasinya dengan konsonan yang mudah diartikulasikan. Itu sebabnuya anak dahulu mengujarkan konsonan / m, b, p/ karena konsonankonsonan itu mudah dilihat alat berbicara yang menghasilkannya. Sebaliknya konsonan stop, misalnya / k,g/ dan frikatif, misalnya /f, s/ tidak segera dapat diujarkan karena alat bicara yang mengahsilkannya tidak kelihatan. Data ini anak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163 Anak : Emoh... Ibu : Kalau ga maem tak tinggal ya? (Kalau tidak makan ditinggal ya?) Anak : Aaaaa.... Ibu : Bener lho, mama tinggal lho.. Anak : Aaaaaa...... Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter..(Makanya makan dulu biar pintar) Anak : Emoh.. 9. Anak : Ma. Ibu : Gambar apa itu? Anak : Ini. Anak : Ma. Ibu : Ayo dek, gambar yang bagus. Anak : Ini.... Ibu : Ye, gambarnya bagus. Anak : Ini ma. Ibu : Ye, Ari pinter dengan orang tuanya,. Orang tua mengajak anak untuk makan Anak menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang artinya tidak mau. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras, cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung mengkerut. Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis. Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. jawaban yang sama. Bunyi vokal /a/, /e/, /u/, /o/ semakin jelas terdengar dan bunyi yang dikeluarkan semakin bervariasi dengan bunyi konsonan. Kata emoh (tidak mau) diucapkan oleh anak dengan lantang dan ada variasi bunyi vokal, konsonan, dan bunyi velar [h] pada kata emoh. Tuturan satu kata Anak mampu Mengucapkan kata ini dengan lantang dan panjang. Artinya bahwa apa yang dilakukan oleh anak harus dilihat oleh mitra tutur . Pola dua kata sudah mulai terdengar, misalnya pada ucapan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164 gambar. 10. Ibu : Ari sama Papa, yaa? Anak: Mama. Ibu : Sama Papa dulu, Mama masak dulu yaa? Anak : Ma Papa... Ibu : Iyaa, sama papa yaa? Anak : Iyaaaa Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua merespons pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan dada anak. Pada situasi ini anak sedang bersama ibunya. Ibunya mengajak anak berkomunikasi untuk memberi tahu agar anak bersama ayahnya. Respons anak anak ini.. maa.. Tuturan satu kata Pada data ini Bunyi vokal /a/, masih sangat dominan diucapkan oleh anak. Anak cenderung menirukan ucapan orang tuanya yang sesuai dengan kemampuan alat bicaranya. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56), antara umur satu tahun dan delapan belas bulan anak mulai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165 Ayah : Sini dik sama Papa main. Anak : Papapa.. Ayah : Itu lihat ada cicak dIk di tembok.. Anak : Eca Ayah : Cicak tuhhh. tuhh jalan-jalan... Anak : Eca yan eyan Ayah : Nanti Ari digigit cicak... Anak : It eca... hanya menjawab kata mama, iyaa,dan papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalanjalan). Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak berkomunikasi dengan ayahnya terlihat fokus. Gerakan bibir atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi . Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya kata papa. mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi tergantung masing-masing anak. Biasanya variasi berupa kata mama, papa, meong. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166 TRIANGULASI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN Nama : Gisella Putri Cahyaningtyas Usia : 2 tahun 3 bulan NO DATA TUTURAN 11. Ibu : Bilang sama Papa pinjam.. Anak : Ijemmm ijemmm. (Pinjam Ibu : Icel mau minta? Anak : Itahhh, itahhh. (Minta) Ibu : Icel udah makan? Anak : Utahh mam. (Sudah makan) KONTEKS Penutur merupakan anak usia 2 tahun 3 bulan. Mitra Tutur adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak untuk berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. Ketika tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah rumah dalam situasi santai. Perkembangan Motorik : Gerak lidah pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan. Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara TAHAP KETERANGAN PERFORMANSI Pada data ini mitra Tuturan dua tutur berkomunikasi kata dengan penutur. Penutur (anak) sudah mengucapkan bunyi konsonan yang bervariasi. Konsonan /j/, dan /t/ sudah mulai kuat menggantikan konsonan /d/. Misalnya pada penutur mengucapkan kata utah yang bermakna sudah. Kata ijem yang bermakna pinjam. Anak juga sudah menggunakan dua kata yang berulang. Contohnya itah-itah yang artinya meminta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167 yang didengar 12. Ayah : Icel mama galau ga? Anak : Galau Ayah : Kalau papa? Anak : Galau Ayah : Kalau icel? Anak : Galau Ayah : Terus apa lagi? Anak : Baju galau, mobil galau, mama galau. Ayah : Semuanya galau Anak : Heeuh galau.. Ayah : Yang ngajarin icel wan tu wan tu siapa? Anak : Icel wan tu wan tu.. (bilangan bahasa inggris one, two) Ayah : Icel hebat belajar... Anak : Heeuh, icel, icel mau mam. Ayah: Icel mau mam apa? Anak : Mama galau, icel mau gi ma mama galau.. (mama galau, icel mau pergi sama mama). Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Ketika tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di kamar penutur dengan situasi santai Mitra tutur lebih cenderung bertanya kepada penutur. Penutur merespon dengan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang diulangulang. Penutur sudah mulai membuka pembicaraan dengan mitra tutur. Perkataan yang diucapkan oleh penutur belum spenuhnya memiliki makna. Perkembangan Motorik : Tuturan dua kata Pada data ini penutur lebih banyak mengulang-ulang jawaban pada pertanyaan yang diajukan oleh mitra tutur. Bunyi vokal yang dominan diucapkan oleh penutur yaitu vokal /au/. Ucapan penutur usia 2-3 tahun sudah mengenal 2 sampai 3 unsur kata. Tetapi tidak bermakna. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56), pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan katakata yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu. Pada tuturan ini anak lebih sering mengatakan kata galau, lalu ungkapan lainnya juga diucapkan. Anak hanya mengucapkan katakata yang ditanyakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168 13. Ayah : Gisell. Anak : Icell. Ayah : Namanya siapa hayo? Anak : Icell.. Ayah : Icel lagi apa sih? Anak : Liat ayam (lihat ayam). Ayah : Ayam lagi apa cel? Anak : Agi galau. (Lagi galau) Ayah : Kok galau? Anak : Galau Ayah : Dari kemarin galau mulu? Tatapan mata anak mengikuti sumber suara terkadang memalingkan tatapannya ke objek yang lain. Anak terkadang menjawab pertanyaan yang ditanyakan sambil berjalan ataupun berlompatlompat. Konsentrasi pendengaran anak masih pada suara mitra tutur meskipun anak melakukan kegiatan lain. Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Ketika tuturan terjadi, penutur dan mitra tutur berada di teras depan rumah. Penutur lebih banyak menjawab pertanyaan mitra tutur dengan satu oleh mitra tutur. Tuturan Dua Kata Pada data ini anak terbiasa mengucapkan huruf konsonan /s/ menjadi /c/. Hal ini terbiasa saat anak menginjak usia 2 tahun. Kosakata anak sudah mulai banyak dan bervariasi dan ia mengerti objek yang dilihatnya. Penggabungan dua kata sudah dominan dalam hal menjawab pertanyaan. Perkataan fungsian sudah nampak, misalnya pada kata disebutkan tu yang berarti kata itu, dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169 hingga dua kata. Mitra tutur cenderung bertnaya tentang apa yang dilakukan oleh penutur. Penutur mengucapkan jawaban dengan kata-kata yang diulang dan susunan kata dan kalimatnya belum sempurna. Perkembangan motorik : gerakan badan yang sangat menonjol adalah penutur lebih aktif berjalan-jalan diteras rumah. Saat mitra tutur bertanya kepad penutur, gerakan kepala penutur cenderung tak acuh kepada mitra tutur. Dalam hal ini penutur lebih banyak menggunakan pendengaran dan menjawab pertanyaan 14. Anak : Apa tu ma? Situasi pada (apa itu ma?) data ini terjadi kata us yang berarti terus. Perkataan dengan pola satu kata masih terdengar. Anak sudah mulai mengerti tentang objek yang dilihatnya. Terutama binatang. Anak : Ayamnya galau, mam, us galau ja. Ayah : Ooo, icel kasih maem ayamnya? Anak : Tu, ma mama Ayah : Icel suka ayam engga? Anak : Ayam ena.. (Ayam enak). Tuturan Dua Kata Pada data ini anak masih mengatakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170 Ibu : Ini minuman mama icel.. Anak : Numan tu.. (minuman itu) Ibu : Iya biar mama sehat... Anak : Mau, mau. Ibu : Nanti mama buatin yaa? Anak : Mau itu... (Sambil Menunjuk) Ibu : Ini, enak gak? Anak : Acemm.. saat penutur (anak) dan mitra tutur (orang tua) berada di ruang makan dalam keadaan santai. Anak sudah mulai membuka percakapan dengan orang tuanya. Dalam data ini anak menunjukan rasa penasaran dengan apa yang dilihatnya. Orang tua dari anak merespon dengan baik pertanyaan yang diajukan kepadanya. 15. Bibi : Icell lagi apa? Anak : Mam oti.. (makan roti) Bibi : Roti apa icel? Situasi ini terjadi pada saat anak sedang melakukan kegiatan di ruang Tuturan dua kata kata yang sama pada pola dua kata atau diulang-ulang pada pertanyaan yang diajukannya. Bunyi konsonan yang diucapkan oleh anak belum sempurna misalnya pada kata asem diucapkan acem. Pada dasarnya anak sudah mengerti kata yang diucapkannya ataupun yang telah didengarnya. Menurut Steinberg, (1982:142), Orang yang ada disekitarnya banyak memberikan informasi tentang berbagai hal. Ia selalu menghubungkan ujaran orang lain dengan kenyataan atau kejadian yang berhubungan dengan ujaran itu. Baginya tiap bunyi yang berwujud ujaran mempunyai makna. “Tanpa asosiasi dengan makna, ujaran tidak ada artinya atau tidak mempunyai makna komunikatif baginya”. Pada data ini tuturan anak sudah pada tahap dua kata yang sempurna, namun dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171 Anak : Oti kejuu.. Bibi : Bibi minta boleh ga? Anak : Mauu luhh. Bibi : Mana bibi minta? Anak : Ma mama ja.. Bibi : Punya icel aja ya? Anak : Ma mama ja..ini icel una.. tengah rumah. Mitra tutur anak kali ini adalah saudaranya yang sedang berkunjung ke rumahnya. Dalam data ini anak sudah tidak merasa asing dengan orang lain selain orang tuanya sendiri. Sehingga komunikasi antara anak dengan mitra tutur berjalan dengan lancar. Anak sudah memulai menjawab pertanyaan dengan lantang kepada mitra tutur. komunikasi berjalan dengan lancar karena adanya timbal balik pertanyaan antara anak dengan mitra tutur. Perkembangan motorik : gerakan kepala anak tetap terfokus dengan kegiatannya pengucapannya belum terdengar jelas. Anak sudah mengerti apa yang diujarkan, dan mengerti ujaran yang disampaikan kepadanya. Menurut Pateda (1990 : 62) ketika seseorang ingin menguasai bahasa, ia belum mengerti lebih dahulu apa yang akan dikataknnya sebelum ia menghasilkan ujarannya.bagi seorang anak tentu ia lebih banyak dan memperhatikan orang lain yang sedang berbicara. Anak kecil tadi kemudian mengasosiasikan ujaran yang ia dengar dengan apa yang terjadi setelah pembicara mengujarkan sesuatu. Dalam hal ini anak sudah menegrti apa yang diujarkan kepadanya setelah ia memperhatikan dan mendengarkan ujaran-ujaran yang diucaapkan orangorang disekitarnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172 makan roti. Meskipun anak diajak berkomunikasi, anaak tetap menjawab tanpa melihat mitra tutur. Gerakan mulut anak ketika menjawab pertanyaan dimajukan kedepan cenderung menjawab pertanyaan dengan nada berteriak. 16. Anak : Mama ini. Ibu : Kue dari siapa ini? Anak : Bibi... Ibu : Icel bilang apa tadi sama bibi? Anak : Ma’asih itu... (terima kasih gitu). Pada data ini anak sudah mulai membuka komunikasi dengan orang disekitarnya terutama dengan orang tuanya. Kata-kata yang diucapkan anak sudah mengkombinasi kan anatara pola satu kata dengan pola dua kata Pada data ini huruf konsonan /k/ masih sulit dikatakan oleh anak. Misalnya saja pada data Tuturan dua kata Pada data ini terlihat anak sudah mulai membuka pertanyaan atau mengajak komunikasi orang yang ada diekitarnya. Tujuannya adalah anak ingin memperlihatkan apa yang ia rasakan keapda orang yang ada disekitarnya. Pada stuktur pola pengucapan katanya, anak masih belum sempurna mengatakan huruf konsonan /k/ pada kata makasih, sehingga ucapan menjadi ma’asih. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173 17. Anak : Maaaa.... Ibu : apa dik? Anak : Ada meong.. (Ada Kucing). Ibu : Dimana? Anak : Itu dual (Itu di luar) Ibu : Suarnya gmn dik? Anak : Meongmeong tuu Ibu : Icel mau meongnya ga? Anak : entaaa, nti digit loo.. (Tidak nanti digigit lho). kata makasih masih diucapkan ma asih. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat terlihat ketika anak memberikan, menunjukan benda kepada orang tuanya saat terjadi komunikasi. Pada data ini situasi menujukan ketika anak sedang di dalam ruangan tamu. Anak membuka komunikasi dengan mitra tuturnya orang tua. Anak ingin menunjukan kepada mitra tutur tentang apa yang ia lihat. Mitra tutur merespon pertanyaan dengan baik, dan mengajukan kembali pertanyaan Tuturan dua kata Pada data ini anak sudah terbiasa membuka komunikasi dengan orang tuanya tentang apa yang dilihatnya. Anak belum sempurna mengucapkan kata benda luar dengan pronomina di. Anak mengucapkaannya menjadi diual. Meong artinya adalah binatang kucing. Anak mengucapkan kata meong karena ia melihat binatang berkaki empat dan bersuara meong. Dapat dikatakan anak dapat menyimpulkan itu binatang meong karena mendengar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174 kepada anak tentang apa yang dilihatnya. Perkembangan motorik : gerakan tangan dan kepala sangat terlihat pada tindak tutur ini, gerakan tangan menujuk kepada objek yang dilihat oleh anak, sedangkan gerakan kepala fokus kepada mitra tutur saat sedang berkomunikasi. suaranya saja. 18. Ibu : Icelll anaknya siapa? Anak : Mama sama papa? Ibu : Ini siapa? Anak : Mama Ibu : Kalau papanya? Anak: Gi kelya... (Lagi kerja). Ibu: Icel kangen ga ma papa? Anak : Kanen... (kangen). Pada data ini terjadi saat situasi sedang santai. Orang tua membuka percakapan dengan anak tentang keluarga. Anak merespons pertanyaan dengan baik dan menjawab pertanyaan dengan benar Tujuan komunikasi Tuturan dua kata Pada data ini anak sudah bisa mengerti bahwa orang yang selalu dekat dengannya setiap hari adalah orang tuanya. Anak menyebutnya dengan mama dan papa. mengakatan dua kata yaitu ga ada yang menjadi ta da. Huruf konsonan /r/ masih sulit diucapkan oleh anak, misalnya saja kata kerja menjadi kelya. Kata Kangen diucapkan kanen. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175 yang dilakukan oleh orang tua adalah merangsang ingatan anak Komunikasi yang dilakukan oleh orang tua adalah tentang keluarga. Orang tua merangsang ingatan anak dengan media foto yang ditunjukan kepada anak. Gerakan motorik : gerakan tangan menujukan objek apa yang dilihatnya sekaligus merangsang objek siapa yanga ada dalam foto tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176 TRIANGULASI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN Nama : Wisnu Saputra Usia :2 tahun 4 bulan NO DATA TUTURAN 19. Anak : Ketawa KONTEKS mulu ya? Mbak Asti : siapa yg ketawa mulu? Anak : Itu ci oom ketawa mulu ya. Mbak Asti : Ketawa sama siapa si oomnya? Anak : Sama Inu, liatin terus, ketawa mulu. Mbak Asti : Inu lucu kali ya, si oomnya ketawa. Anak : Iya kali, Inu lucu, mbak ga lucu ya.. Mbak Asti : Mbak asti lok ga lucu.. Anak : malahmalah telus mbak mah. Mbak Asti : Malah TAHAP KETERANGAN PERFORMANSI Pada data ini ucapan Penutur adalah Infleksi kata anak usia 2,4 dan aglutinatif anak sudah mencapai mencapai tiga kata Tahun dalam satu kalimat. Mitra tutur Menurut Aitchison adalah ibu asuh (dalam Harras dan dari anak Andika 2009: 50-56) Situasi ini terjadi secara gradual, katasaat penutur dan kata yang dianggap mitra tutur remeh atau tidak berada di penting mulai ruangan bermain. digunakan. Infleksi Tujuan kata juga mulai komunikasi digunakan. Kata-kata adalah penutur yang dianggap remeh memberi tahu dan infleksi itu mulai kepada mitra merayap di antara tutur tentang apa kata benda dan kata yang dilihatnya. kerja yang digunakan Perkembangan oleh anak. Misalnya Motorik : dalam data gerakan bibir disebutkan kata saat anak mulu. Kata mulu oleh mengucapkan anak diucapkan kata-kata terlihat berulang-ulang menonjol disetipa perkataan kedepan. Raut yang diucapkannya. wajah anak Anak sudah terbiasa keheranan dalam menjawab ketika melihat pertanyaanorang asing yang pertanyaan yang dilihatnya. diajukan kepadanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177 ma siapa ? Anak : Ma inu, ma yang lain.. (Sama wisnu, sama yang lain). Mitra tutur Infleksi kata merupakan ibu dan aglutinatif mana? (Kereta asuh dari penutur. wisnu mana?). Percakapan ini Mbak Asti : Keeta terjadi saat diruang bermain apa nu? anak. Anak : Keeta inu Tujuan mainan.. percakapan ini Mbak Asti: Inu adalah ketika anak mencari mainan simpan dimana yang mainannya? diinginkannya, Anak : Keeta inu lalu bertanya kepada penutur. mana? Gerakan motorik Mba Asti: Inu yang muncul kemarin simpan adalah gerakan tubuh yang aktif dimana? mencari mainan Anak : Di situ! dari satu sisi ke Mba Asti: Dicari sisi yang lain dulu coba? dalam ruangan. Gerakan tangan Anak : Keeta yang yang lincah melah, sama mba mencari benda septi yang 20. Anak : Keeta inu dan menjawab dengan baik. Anak sudah memahami makna kata yang didengar atau yang diucapkannya. Pengucapan huruf konsonan masih sulit, terutama pada huruf konsonan /r/ dalam kata marah dikatakan menjadi malah. Pada data ini anak mempertanyakan mainan yang diinginkannya. Dalam hal ini anak sudah mengerti dan paham mengajukan pertanyaan kepada orang lain tentang objek yang diinginkannya. Kata keeta yang dimaksud adalah kereta. Anak sudah paham, atau ingatannya sangat kuat. Sehingga ia masih ingat mainan tersebut terakhir disimpan dimana dan oleh siapa disimpannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 178 21. Mbak Asti: Inu maem dulu yaa? Anak : Mam apa? Mbak Asti : Ini mam sayur bening ya? Anak : Jipangnya mana? Mbak Asti: Inu suka maem jipang? Anak : Iya suka, jipangnya mana? Mbak Asti : Ini maem dulu.. di telen dek. Anak : Mbak, pake jipangnya. Mbak Asti: Maemnya diabisin ya! Anak : Mau jipangnya.. Mbak Asti : Ini tuh jpangnya banyak. Anak : Sudah.. Mbak Asti : nek ga abis tak bilangin diinginkannya. Tatapan mata yang fokus terhadap benda yang dicari. Penutur Infleksi kata merupakan anak dan aglutinatif berusia 2 Tahun 4 bulan. Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi di ruangan makan. Tujuan komuniukasi ini adalah mitra tutur mengajak anak untuk makan. Gerakan motorik yang muncul adalah Saat makan, gerak tubuh anak tetap aktif. Misalnya ketika makan anak masih berlari-lari diruangan. Dudukduduk dengan melakukan kegiatan lain. Anak masih bicara saat mengunyah makanan. Gigi anak pada usia sudah muncul. Sehingga anak mudah berbicara walaupun anak sedang makan. Pada konteks percakapan data ini anak sudah mengerti makanan apa yang akan dimakannya. Jawaban anak masih terus diulang-ulang. Ini menandakan anak memiliki rasa penasaran. Anak cenderung berbicara sekaligus menguyah makanan yang ditelannya. Dalam hal ini, anak cenderung asyik sendiri. Anak sudah sempurna menyebutkan kata jipang. Pelafalan konsonan sudah mulai sempurna terdengar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179 mbak nina lho.. (Kalau tidak habis dibilang mbak nina) Anak : Aaaa... ga mau... Mba Asti :Makanya diabisin nanti ketemu mba nina dimarahin.. 22. Anak : Siapa itu? Siapa itu? Mbak Asti : Itu kan si oom... Anak : Takut.. Mbak Asti : Kan si oom mau ketemu adik Anak : Oom ino yaa Mbak Asti : Iyaa.. itu oom ini mau main.. Mitra tutur Infleksi kata merupakan ibu dan aglutinatif asuh dari penutur. Percakapan terjadi diruang bermain anak. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui apa yang dilihat dan mengajak komunikasi mitra tuturnya. Anak merasa ketakutan ketika melihat orang asing yang belum benar-benar ia kenal. Gerakan motorik yang muncul adalah Wajah anak akan mengkerut, jika anak melihat hal asing. Gerak Anak sudah mulai menanyakan sesuatu pada objek yang dilihatnya dengan kata siapa yang termasuk dalam kalimat ingkar. Memori anak sudah bisa berjalan baik terutama dalam hal ingatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180 tubuh anak akan aktif saat memperhatikan hal yang ia ingin ketahui, misalnya tatapan mata fokus terhadap hal tersebut. 23. Mbak Asti : Wisnu lagi apa? Anak : Lagi gambar aja. Mbak Asti : Coba Lihat gimana? Anak : Ini .. Mbak Asti: Coba inu bisa gambar apa dong? Anak : Ayam... Mbak Asti : Ayam kakinya ada berapa coba? Dua atau tiga? Anak : Ada dua.. Mbak Asti : Bulu nya warna apa coba? Anak : Warna melah.. Mbak Asti: Ye inu pinter .. Mitra tutur Infleksi kata merupakan ibu dan aglutinatif asuh dari penutur. Percakapan terjadi di ruang belajar anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh ingin mengetahui kegiatan anak pada ruangan tersebut. Anak sedang menggambar sesuatu pada kertas yang telah di sediakan. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tangan yang sedang menulis, gerakan bibir yang menghasilkan bunyi bilabial dan bunyi dental. Pada data ini katakata yang dianggap remeh sudah diucapkan oleh anak pada struktur kalimat yang diucapkannya. Misalnya pada kalimat lagi gambar aja. Kalimat tersebut menandakan kalimat infleksi kata. Sesuai dengan pendapat dari Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56) secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap di antara kata benda dan kata kerja yang digunakan oleh anak. 24. Anak : Mbaaa... mbaa... Mbak Asti : Apa Mitra tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Kata infleksi yang diucapakan semakin terdengar di setiap Infleksi kata dan aglutinatif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181 inu... Anak : Mau mainan yg melah mana? Mbak Asti : Itu sama mba septi.. Anak : Mbaa mau itu.. Mbak Asti : Nanti gantian yaa, mainnya.. Anak : Mau yg itu mbaa, Mbak Asti: Bilang sama mba septi gantian.. Anak : Katanya ga boleh... Mbak Asti: Wisnu main yg lainnya aja ya.. Anak : Aaaaa...aaaaa.. Percakapan terjadi di ruang bermain anak Percakapan diawali oleh anak yang sedang mencari mainannya. Anak memulai percakapn dengan nada tinggi cenderumg berteriak. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan badan dan tangan yang menunjuk benda yang diinginkannya, tatapan mata yang mengarah pada objek yang diinginkannya struktur kalimatnya. Misalnya saja kalimat ga boleh diucapkan menjadi katanya ga boleh. Penambahan sisipan kata yang dianggap remeh sudah diucapkan lebih dari satu kata. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182 TRIANGULASI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN Nama : Septi Puspitasari Usia : 2 tahun 7 bulan NO DATA TUTURAN 25. Anak : mbak, wisnu nakal. Ibu : Jangan ganggu wisnu, septinya. Anak : Isnunya cubit mbaa. Ibu : Jangan berantem yaa.. Anak : isnunya nakal.. Ibu : Sini dik septi sama mba aja. Main sama mbak asti ya? Anak : Engen mainan itu.. Ibu : Berhitung yuk... telinga septi mana? Anak : Ini.. Ibu : Satunya mana? Anak : Ini KONTEKS Penutur merupakan seorang anak berusia 2,7 tahun Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak Tuturan terjadi pada saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin menyampaikan informasi tentang apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah berusaha menenangkan anak pada hal yang dialaminya dengan cara membuat hal baru agar anak menjadi tenang. Pekembangan motorik yang TAHAP KETERANGAN PERFORMANSI Kalimat Tanya Pada data ini Pola kalimat pada dan ingkar percakapan anak sudah memiliki makna dan arti. Anak masih sulit mengatakan huruf pada awal kalimat terutama huruf konsonan. Informasi yang disampaikan anak adalah ia sangat terganggu di lingkunagnnya pada saat itu. Peran orang tua sudah baik ketika anak merasa tertekan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183 Ibu : Telinga septi ada berapa ya? Satu apa dua? Anak : Satu.. Ibu : Kok satu, satu tambah satu jadinya du.. Anak : Duaa.. 26. Anak : Mbak asti, itu apa? Ibu : Ini sayur, septi mau maem? Anak : Sayur apa? Ibu : Sayur bening, sini maem bareng wisnu.. Anak : Itu apa? Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya.. Anak : Ga mau... dialami oleh anak adalah medekati orang tuanya untuk mencari perlindungan. Bahasa tubuh yang sering tampak adalah gerak mata anak ketika melihat atau memperhatikan suatu objek yang menarik. Anak sudah mengerti tentang bagian tubuhnya. Sehingga ketika orang tua mengatakan kata telinga, respon tangan anak mulai menyentuh telinganya sendiri. Mitra tutur Kalimat Tanya merupakan ibu dan ingkar asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab Pertanyaan apa dan mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan anak sering diulang-ulang. Respon orang tua sangat berperan dalam mengartikan maksudnya. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009: 50-56), pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184 ga mau jipang.. Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini septi maem juga biar sehat... Anak : Ga mau... ga mau pake itu.. (Ga mau = Tidak mau) 27. Anak : Oom ini ini apa? Oom : Ini namanya kamera.. adik mau? Anak : Mau kamera, mbak Asti mau amela? Ibu : Jangan itu punya oom lho.. Anak : Au amela... (mau kamera) Oom : Nanti oom beliin yg mainan ya? Anak : ainan amela yaa.. pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya. Mitra tutur adalah Kalimat Tanya peneliti sendiri dan ingkar ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?, siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? Sedangkan dalam kalimat ingkar biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik. Sama halnya dengan data 26, Pertanyaan apa dan mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan pertanyaan. Anak masih sulit mengatakan huruf konsonan /k/, sehingga kata kamera dikatakan amela. Konsonan /m/ pada kalimat awal samarsamar hilang saat diucapkan anak. Misalnya kata mau diucapkan au, dan mainan diucapkan ainan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185 28. Ibu : Septi mau belajar apa? Anak : Tung- itung.. (berhitung) Ibu : Sini mba asti kasih soalnya.. Satu tambah satu sama dengan du..a Anak : Uaa.. (Dua) Ibu : Wisnu sama septi jadi berapa? Anak : Uaa Ibu : Dua dikurangi satu jadi sa.. Anak : Atu.. Ibu : Sekali lagi, dua dikurangi satu berapa? Anak : Atu (Satu) muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung disentuh. Mitra tutur Kalimat Tanya merupakan ibu dan ingkar asuh dari anak. Tuturan terjadi di ruangan bermain pada saat ibu asuh mengajarkan berhitung pada anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh mengajarkan berhitung apada anak, dan melatih anak agar terbiasa berhitung dan melafalkan katakata dengan lancar. Situasi yang terjadi pada saat tuturan adalah anak berusaaha mengerti dengan memperhatikan ibu asuh ketika berbicara. Perkembangan motorik yang muncul adalah Pada data ini, kalimat tanya jawab sangat dominan. Orang tua sangat berperan dalam aksi tanya jawab, dengan pancingan-pancingan agar anak bisa menjawab pertanyaannya. Kata pertama masih belum terdengar jelas. Misalnya saja pada kata bilangan satu diucapkan oleh anak menjadi atu, dua menjadi uaa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186 Saat kondisi belajar, tatapan anak sangat tajam terhadap sumber suara. Kontak mata yang selalu memperhatikan. Ketika menjawab pertanyaan hitungan gerak kepala anak naik turun seperti mengangguk. 29. Anak : Ni apa? Mitra tutur Kalimat Tanya merupakan ibu dan ingkar Ibu : Ini namanya asuh dari anak. balon.. Tuturan terjadi Anak : Alon ilu pada saat anak bermain diruangan ya? (balon biru ya) bermain bersama Ibu : Iya warnanya ibu asuh dan anakbiru anak yang lain. Anak : Ilu.. Tujuan komunikasi ini telbang adalah anak Ibu : Septi mau menanyakan terbang naik baloon tentang hal yang dilihatnya dan ibu ga? asuh berusaha Anak : Mau,, yang menjawab agar ede.. (mau yang anak mengerti. gede) Mitra tutur adalah Kalimat Tanya ibu asuh dari anak. dan ingkar mbak... Tuturan terjadi Ibu : Apa septi apa? pada saat anak Anak : mbak, bersama ibu asuh berada di ruangan mbak. 30. Anak : Mbak, Pada data 29, ucapan anak masih ada yang kurang jelas, misalnya pada awal kalimat, huruf pertama masih belum terdengar. Kata ini diucapkan ni, kata balon diucapkan alon, biru diucapkan ilu, dan gede, diucapkan ede. Kalimat tanya apa sering ditanyakan oleh anak. Anak masih mengatakan pertanyaan yang diulang-ulang. Kalimat ajakan sudah dibiasakan oleh anak. Pada data ini, anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 187 Ibu : Apa sini. Anak : main ke sana? Ibu : Di luar hujan nanti septi sakit. Anak : A, ke sana mbak. bermain. Tujuan komunikasi ini adalah anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan diluar ruangan.. Cara ibu asuh untuk melarang anak agar tidak keluar ruangan yaitu dengan cara membujuk dan sedikit menakutnakuti anak. mengajak mba asti untuk keluar ruangan. Ketika anak kecewa karena ajakannya ditolak, ini menandakan bahwa, anak sudah mengerti makna dan arti. Setelah kecewa anak hanya bisa menangis. Data dan analisisnya sudah diperiksa dan dinyatakan benar. Triangulator Dr. Y. Karmin, M.Pd. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BIOGRAFI PENULIS Yosep Trinowismanto lahir di Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 20 Agustus 1992. Ia mengawali pendidikan dasar di SDN Cipanas, Sukabumi, Jawa Barat dan lulus tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Mardi Waluya 2, kota Sukabumi, Jawa Barat dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Mardi Yuana, Sukabumi, Jawa Barat dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Masa studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0 s.d 3 Tahun Dalam Bahasa Sehari-hari Suatu Tinjauan Psikolinguistik. Masa pendidkan Strata 1 tersebut berakhir pada tahun 2016. 188