PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN DALAM BAHASA SEHARI-HARI
(TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh :
Yosep Trinowismanto
101224043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN DALAM BAHASA SEHARI-HARI
(TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh :
Yosep Trinowismanto
101224043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini, saya persembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Santo Yosef.

Orangtua, Andreas Budiyono dan Valentina Suprihatinah.

Keempat kakak Aluysius Ari Budi Cahyadi, Elisabeth Natalia Kristiani,
Lusia Yuliani, dan Yustinus Ari Setyawan.

Keponakan, Karolus Inggil.

Keluarga Besar Joyo Harsono.

Keluarga Besar Kismo Sudiro.

Para sahabat PBSI USD 2010.

Calon pendamping hidup yang akan ku jemput di ruang rindu.

Saudara-saudara kita yang ada dalam keterbatasan dalam pendidikan.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTO
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles).
Terpuruk dalam masalah merupakan peluang hebat untuk kita (Albert Eisntein).
In the end, your success will speak for it self (Patrick Bet David).
Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang
tiada berdaya (Yesaya 40:29).
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Trinowismanto, Yosep. 2016. Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0 s.d 3
Tahun dalam Bahasa Sehari-hari (Suatu Tinjauan Psikolinguistik).
Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas tentang pemerolehan bahasa pertama anak usia 0
s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang tahap-tahap perkembangan bahasa anak dan
mendeskripsikan proses pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi, morfologi,
sintaksis dan diksi. Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 0 sampai
3 tahun yang berada dalam lingkugan peneliti.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi
gambaran mengenai tahap pemerolehan bahasa anak. penelitian ini juga
memaparkan proses pemerolehan bahasa anak. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode
pertama yang digunakan oleh peneliti adalah metode simak. Adapun teknik yang
digunakan dalam rangka melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan
teknik rekam. Dari catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh
sebagai bahan jadi penelitian pemerolehan bahasa pertama anak.
Simpulan secara umum Pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun
dikembangkan melalui beberapa tahap yaitu (1) tahap menangis, (2) tahap
mendengkur, (3) tahap meraban pada usia 0-1 tahun, (4) tahap pola intonasi, (5)
tahap tuturan satu kata, (6) tahap tuturan dua kata, (7) tahap infleksi dan
aglutinatif, dan (8) tahap pola kalimat tanya dan ingkar. Peneliti menemukan
bentuk proses pemerolehan bahasa diantaranya adalah pertama pada usia 0-1
tahun pemerolehan fonologi anak berfokus pada bunyi. Pemerolehan morfologi,
munculnya bentuk morfem bebas. Pemerolehan sintaksis, anak mampu
mengucapkan kata yang membentuk ujaran satu kata. Pemerolehan diksi pada
usia 0-1 tahun belum tampak. Kedua pada usia 1-2 tahun pemerolehan fonologi,
anak mampu mengeluarkan beragam bentuk bunyi terutama bunyi vokal dan
konsonan. Pemerolehan morfologi, anak lebih banyak menggunakan morfem
bebas dalam berkomunikasi. Pemerolehan sintaksis, anak mampu menggunakan
dua kata, dan bentuk-bentuk kalimat mengandung unsur verba, nomina, dan
adjektiva sudah mulai tampak. Pemerolehan diksi anak lebih banyak mengamati
mitra tutur berbicara untuk memperbanyak kosakata yang ia miliki. Ketiga pada
usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna dalam bunyi vokal dan
diikuti bunyi konsonan. Pemerolehan morfologi bentuk morfem dan kosakata
sudah mencapai beberapa ratus kata. pemerolehan sintaksis anak sudah mampu
menggunakan kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks.
Pemerolehan diksi anak mampu menggunakan pilihan kata dalam berkomunikasi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Trinowismanto, Yosep. 2016. The First Language Acquirement 0-3 Year(s) Old
Kid in Daily Language. (A Psycholinguistics). Thesis. Yogyakarta: PBSI,
JPBS, FKIP, USD.
This research discussed about the first language acquirement 0-3 year(s)
old kid in daily language. The purpose of this research is to describe the process
of language acquirement in the aspect of phonology, morphology, syntax, and
diction. The subject of this research is 0-3 year(s) old children which is inside of
the research environment.
The type of this research is qualitative descriptive, because this research is
about the description about the children language acquirement stages. This
research also describes about the children language acquirement process. The
gathering-data method which is used in this research is observation and
conversation method. The first method that is used by the researcher is the
observation method. The technique that is used to conduct the observation method
is taking-note technique and recording technique. From the notes and/or
delivering record is the way data is collected as the research material of children’s
first language acquirement.
The general conclusion of 0-3 year(s) old children is developed through
some stages which are (1) crying step, (2) snoring step, (3) jabber step in 0-1 year
old, (4) intonation pattern step, (5) one word saying step, (6) two words saying
steps, (7) agglutinative and inflection step, and (8) rejection and question pattern
step. Researcher found out the form of language acquirement process is firstly in
0-1 year old, the focus of children’s phonology acquirement is singing.
Morphology acquirement is in the form of free morpheme. Syntax acquirement is
in the form of children who can say words which make a meaning. Diction
requirement in 0-1 year old is not quietly shown. Secondly in 1-2 year old
acquirement of phonology, children are able to produce various kind of sounds
especially vocal and consonant sound. The morphology requirement is in the form
of children who can use more free morphemes to communicate. The syntax
requirement is in the form of children who can use two words, and the form of
sentences which contains verbal, nominal, and adjective. The diction acquirement
is in the form of more observing their friends talking to get more vocabulary they
have. Thridly in 2-3 year old, phonology acquirement of children is perfect in
vocal voice, followed by consonant voice. Morphology acquirement is in the form
of morpheme form and vocabulary has reached a hundred of words. Syntax
acquirement of children is in the form of children who can use more complex
sentences. Diction acquirement is in the form of children who can use diction in
communicating.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemerolehan
Bahasa Pertama Pada Anak-anak Usia 0-3 Tahun Dalam Bahasa Sehari-hari
Tinjauan Psikolinguistik” dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan
memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam kurikulum Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia (PBSI), Jurusan Bahasa Dan Seni (JBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan dengan bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku ketua Program Studi PBSI,
yang telah banyak memberikan dukungan, pendampingan, nasihat, dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan
bijaksana, sabar, memotivasi, memberikan masukan yang sangat
berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Seluruh Dosen Program Studi PBSI, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
yang
penuh
dedikasi
mendidik,
mengarahkan,
membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberi motivasi kepada
penulis dari awal perkuliahan sampai selesai.
5. Robertus Marsidiq, selaku karyawan sekretariat PBSI yang dengan
sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam
menyelesaikan berbagai urusan administratif.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak Jumari, selaku ketua Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu, Sleman,
Yogyakarta yang telah mendukung dalam penelitian skripsi.
7. Staff dan Karyawan Panti Asuhan Sayap Ibu, Sleman, Yogyakarta yang
telah membantu penulis dalam penelitian skripsi.
8. Keluarga Besar Joyo Harsono dan Keluarga Besar Kismosudiro.
9. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Andreas Budiyono, dan Ibu Valentina
Suprihatinah yang selalu mendukung, memotivasi, dan membantu
secara finansial kepada penulis.
10. Untuk kakak tercinta, Aluysius Ari Budi Cahyadi, Amd., Elisabeth
Natalia Kristiani, Amd.Kep., Lusia Yuliani, S.Pd., Yustinus Ari
Setyawan, S.T.
11. Karolus Inggil, Wisnu Saputra, Septi Puspitasari, Gisella Putri
Cahyaningtyas, dan Ari Wahyudi yang bersedia menjadi subjek
penelitian Penulis.
12. Elizabeth Tri Noviyani Nugroho, Amd.Kep. yang telah memberikan
pengalaman dan motivasi begitu besar kepada penulis.
13. Andreas Dwi Yunianto, Sebastianus Seno Kurniawan, S.Pd., I Putu
Ariyana, S.Pd., Dwi Kristanto Saputro, S.Pd., Deny Pradita Tri
Handaru, S.Pd., Wilvridus Yolesa Roosando, S.Pd., Krisantus
Roparman, S.Pd., Agustinus Adven Yudanto, Mateus Ananda Merfi
Aditya, S.Pd., Vanio Praba Pradipa, Pratama Adi Winata, S.Pd., Eko
Prasetyo, S.Pd., Agustina Marshella, Mega Yoshinta, S.Pd., Maria Tri
Wijayanti, S.Pd., Caecilia Dhany Anja Reny, S.Pd., Natalia Harsanti,
S.Pd., Maulida Reswari, S.Pd., Silviana Yudi Apsari, S.Pd., Anita
Sugiyatno, S.Pd., Brigita Familia, S.Pd., Fransiska Budi Fitriana, S.Pd.,
Devi Pusawati, S.Pd., Natalia Astra, Fransiska Isti Ningsih Puji Rahayu,
S.Pd., dan semua sahabat PBSI 2010 yang telah berdinamika bersama
selama menjalani perkuliahan di PBSI.
14. Dwi Adi Prasetyo, S.E., Andronikus Kresna Dewantara, S.Pd, Delitiria
Nehzra, Alit Pidegso, S.Pd., Zulvi Handoko, Sandy Kurniawan,
Yohanes Berchmans, Sigit Prihadi, Hikmah Prianggara, Yanuarius
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................
iv
HALAMAN MOTO ...............................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................. vii
ABSTRAK ............................................................................................... viii
ABSTRACT ..............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ............................................................................
x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................
6
1.5 Batasan Istilah ...................................................................................
7
1.6 Sistematika Penyajian .......................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................
10
2.1 Penelitian Terdahulu .........................................................................
10
2.2 Landasan Teori .................................................................................
13
2.2.1
Teori Perkembangan Bahasa Anak ..................................
16
2.2.2
Perkembangan Akuisisi Bahasa .......................................
20
2.2.3
Proses Akuisisi Bahasa ...................................................
22
2.2.4
Tahap-tahap Perkembangan Bahasa ................................
24
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.5
Ujaran, Mengerti Ujaran dan Pikiran ...............................
27
2.2.6
Perkembangan Ujaran .....................................................
29
2.2.7
Perkembangan Sosial dan Komunikasi ............................
30
2.2.8
Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi .............................
33
2.2.9
Pemerolehan Dalam Bidang Morfologi ...........................
42
2.2.10 Pemerolehan Dalam Bidang Sintaksis .............................
48
2.2.11 Pemerolehan Dalam Bidang Diksi ...................................
52
2.3 Kerangka Berpikir .............................................................................
62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................
63
3.1. Jenis Penelitian ...............................................................................
63
3.2. Data dan Sumber Data ....................................................................
64
3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data .........................................
64
3.4. Instrumen Penelitian .......................................................................
65
3.5. Teknik Analisis Data ......................................................................
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................
67
4.1. Deskripsi Data ................................................................................
67
4.2. Analisis Data ...................................................................................
68
4.2.1
4.2.2
Tahap Pemerolehan Bahasa Usia 0 s.d 3 Tahun...............
69
4.2.1.1 Usia 0 – 1 Tahun ...................................................
69
4.2.1.2 Usia 1 – 2 Tahun ...................................................
75
4.2.1.3 Usia 2 – 3 Tahun ..................................................
94
Pemerolehan Bahasa Usia 0 s.d 3 Tahun......................... 100
4.2.2.1 Pemerolehan Fonologi. ......................................... 101
4.2.2.1.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 102
4.2.2.1.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 104
4.2.2.1.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 109
4.2.2.2 Pemerolehan Morfologi ........................................ 113
4.2.2.2.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 114
4.2.2.2.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 115
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2.2.2.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 118
4.2.2.3 Pemerolehan Sintaksis .......................................... 123
4.2.2.3.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 124
4.2.2.3.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 125
4.2.2.3.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 128
4.2.2.4 Pemerolehan Diksi ................................................ 132
4.2.2.4.1 Usia 0 – 1 Tahun .................................. 132
4.2.2.4.2 Usia 1 – 2 Tahun .................................. 132
4.2.2.4.3 Usia 2 – 3 Tahun .................................. 136
4.3. Pembahasan .................................................................................... 139
BAB V PENUTUP .................................................................................. 150
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 150
5.2 Saran ................................................................................................ 152
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 154
LAMPIRAN ............................................................................................ 156
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................... 187
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi antara satu orang dengan yang lain itu sangat penting. Hal
yang paling penting dalam berkomunikasi yaitu menggunakan bahasa. Maksud
dan tujuan berbahasa adalah menyampaikan informasi seluas-luasnya dengan jelas
sebagai kebutuhan seseorang dengan yang lainnya. Setiap orang dibekali untuk
berbahasa ketika masih dalam kandungan. Secara tidak langsung ketika dalam
kandungan seseorang tersebut mendapatkan informasi yang dirangsang oleh
ibunya. Orang dewasa selalu terpesona pada perkembangan bahasa yang terjadi
pada anak-anak. Meskipun lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4
tahun, anak-anak secara khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem
fonologi dan gramatika yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk
bagaimana cara menggunakan bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak
latar sosial.
Bahasa menurut Kridalaksana (dalam Chaer 2003:32), bahasa adalah
sistem lambang yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Sedangkan
definisi lain bahasa adalah alat komunikasi yang efektif antar manusia dalam
berbagai macam situasi. Bahasa dapat digunakan dalam penyampaian gagasan ide
dari pembicara ke pendengar atau penulis ke pembaca. Bahasa merupakan alat
perantara dalam proses interaksi manusia dengan manusia lain. Meskipun bahasa
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
tidak pernah lepas dari manusia, namun belum ada angka pasti berapa jumlah
bahasa di dunia (Crystal, dalam Chaer, 2003: 33). Bahasa berhubungan dengan
kebudayaan manusia, dimana kebudayaan manusia muncul setelah bahasa lahir
dan ada pula yang berpendapat bahwa bahasa merupakan pusat dari sebuah
kebudayaan. Bahasa dipandang sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan
merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan. Sebagai produk sosial atau
budaya, bahasa adalah wadah aspirasi sosial, perilaku masyarakat, dan wadah
penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat
pemakai bahasa itu (Sumarsono, 2002: 20). Bahasa dan kebudayaan selalu
terealisasi secara bersamaan, maksudnya ketika belajar bahasa asing maka terlebih
dahulu mengenal kebudayaannya sehingga terjadi timbal-balik di dalamnya.
Apabila tidak ada jalinan antara belajar bahasa dan kebudayaan mengakibatkan
proses belajar bahasa atau kebudayaan tidak maksimal.
Psikolinguistik termasuk salah satu cabang linguistik yang kerap
perkembangannya pesat karena membuka diri dalam temuan disiplin ilmu lain
sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan masalah pemerolehan bahasa
(language acguisition) serta komprehensi dan produksi bahasa (speech
comprehension and production). Psikolinguistik merupakan salah satu cabang
linguistik yang kompleks. Ahli psikolinguistik dituntut untuk dapat melakukan
analisis pada semua tataran linguistik (fonologi-morfologi-sintaksis-wacanasemantik-pragmatik) dengan baik karena psikolinguistik berusaha memahami
bagaimana bahasa berbahasa di otak manusia. Selain itu, psikolinguistik juga
mempertanyakan kembali apakah terdapat bukti biologis bahwa bahasa bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
anugerah kodrati (innate properties) sebagaimana dicetuskan oleh Chomsky.
Kajian psikoliguistik akan memberi kajian yang bermanfaat untuk perencanaan
bahasa jika penelitian tentang pemerolehan bahasa pertama (child language
acquisition) ditingkatkan.
Menurut Pateda (1990: 42) terdapat beberapa teori yang digunakan untuk
meneliti perkembangan bahasa pada anak yaitu menurut Nababan (1988), Clara
dan W. Stern (1961), Aitchison (1976) dan menurut Lenne Berg (1975).
Perkembangan bahasa anak menurut Nababan terdiri dari empat tahap. Tahap I
Pengocehan (6 bulan), tahap II Satu Kata, Satu Frase (1 tahun), tahan III Dua kata,
Satu Frasa (2 tahun), tahap IV Menyerupai Telegram.
Perkembangan bahasa anak menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika,
2009: 50-56) terdiri dari sepuluh tahap. Umur 0,3 (mulai dapat meraban), umur
0,9 (mulai terdengar pola intonasinya), umur 1,0 (dapat membuat kalimat satu
kata), umur 1,3 (haus akan kata-kata), umur 1,8 (menguasai kalimat dua kata),
umur 2,0 (dapat membuat kalimat empat kata, dapat membuat kalimat negatif,
menguasai infleksi, pelafalan vokal telah sempurna), umur 3,6 (pelafalan
konsonan mulai sempurna), umur 4,0 (penguasaan kalimat secara tepat, tetapi
masih terbatas), umur 5,0 (konstruksi morfologis telah sempurna), umur 10,0
(matang berbicara).
Pemerolehan bahasa oleh anak-anak dapat diketahui dengan mengadakan
penelitian mengenai bahasa anak itu sendiri. Penelitian ini penting karena bahasa
anak memang manarik untuk diteliti. Selain itu, hasil penelitiannya pun dapat
membantu mencari solusi pada aneka ragam masalah serta dari hasil penelitian itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
pula jelaslah bahwa fenomena pemerolehan bahasa relevan bagi perkembangan
teori linguistik
Pertumbuhan dan perkembangan berbeda pada setiap anak, tergantung
banyak hal, mulai dari masa anak dalam kandungan sampai dengan masa
kelahiran hingga masa pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir. Faktor gen
apakah pria dan wanitanya merupakan orang-orang yang sehat, tidak membawa
sifat keturunan yang kurang, sehat, pada saat proses pembuahan dalam keadaan
sehat pula. Perawatan dan pemeliharaan selama masa kehamilan tetap terjaga,
sehingga janin dalam rahim tidak mengalami gangguan hingga proses
persalinannya apakah normal atau tidak. Selanjutnya adalah bagaimana proses
perawatan dan pemeliharaan anak oleh orangtuanya dalam masa tumbuh
kembang.
Proses pertumbuhan dan perkembangan akan sampai pada interaksi
dengan orang lain, umumnya pada lingkungan di sekolah anak dan khususnya
lingkungan di rumah terutama interaksi dengan orangtua si anak. Interaksi pada
anak umur 4 tahun sudah dapat dilakukan melalui komunikasi dengan berbicara.
Bagi orang tua yang tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak akan
merasa heran apabila pada saat berkomunikasi dengan mereka, si anak akan
berbicara sesuatu yang belum pernah di dengar.
Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu
aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput
dari
perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.
Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar.
Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita
telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,
mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui
mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Masa bayi atau balita (di bawah
lima tahun) adalah masa yang paling signifikan dalam kehidupan manusia.
Seorang bayi dari hari ke hari akan mengalami perkembangan bahasa dan
kemampuan bicara, namun tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya,
ada yang cepat berbicara ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Untuk
membantu perkembangannya, ibu dapat membantu memberikan stimulasi yang
disesuaikan dengan keunikan masing-masing anak. Sejalan dengan perkembangan
kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses
bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mengakaji
pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa seharihari ditinjau dari segi kajian psikolinguistik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama penelitian adalah
Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-3 tahun? Atas dasar
rumusan masalah utama, maka disusun dalam sub rumusan masalah sebagai
berikut
1. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-1 tahun pada
aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 1-2 tahun pada
aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi?
3. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 2-3 tahun pada
aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tahap pemerolehan bahasa pada anak usia 0-3 Tahun
dalam bahasa sehari-hari.
2. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 0-1 Tahun Pada
tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari.
3. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 1-2 Tahun Pada
tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari.
4. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 2-3 Tahun Pada
tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai
pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1) Manfaat Teoritis
Kajian-kajian yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat
memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang
Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Anak-anak Usia 0 s.d 3 Tahun
sebagai fenomena psikolinguistik yang baru.
2) Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para penutur
dalam lingkup keluarga untuk mempertimbangkan pemerolehan
bahasa anak pada usia dini agar mengetahui batasan- batasan
pemerolehan bahasa pada anak dalam praktik berkomunikasi.
b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter
dalam lingkup keluarga yang merupakan salah satu faktor penting
yang berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa pada anak
usia dini.
1.5 Batasan Istilah
1) Pemerolehan bahasa anak.
Proses pengucapan bahasa yang dialami oleh anak.
2) Linguistik.
Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (depdiknas, 2008:
832)
3) Psikolinguistik.
Ilmu yang mempergunakan bahasa sebagai obyek studi.
4) Perkembangan bahasa anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Perkembangan bahasa pada pada anak adalah proses pemerolehan
bahasa yang dialami kanak-kanak sejak lahir sampai kira-kira
menjelang usia sekolah. (Abdul Chaer, 2003: 221)
5) Keluarga.
Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang
menjadi tanggungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar
dalam masyarakat (Depdiknas, 2008: 659).
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan istilah, dan sistematika penelitian.
Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang pemerolehan bahasa pada anak
usia 0 s.d 3 tahun. Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori
tentang (1) penelitian-penelitian yang relevan, (2) psikolinguistik, dan (3) Kajian
teori.
Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang
akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan
diuraikan (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3) metode dan teknik
pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data,
(6) sajian hasil analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)
pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan
saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian pemerolehan
bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pemerolehan bahasa anak usia dini dalam kajian ilmu psikolinguistik
merupakan fenomena baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh karena itu,
penelitian psikolinguistik yang mendalami proses pemerolehan bahasa pada usia
dini belum banyak ditemukan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang pemerolehan bahasa
pertama ditinjau dari ilmu psikolinguistik sebagai penelitian yang relevan.
Penelitian-penelitian tentang pemerolehan bahasa pada usia dini yang ditemukan
oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Putri Nasution (2009),
Endang Rusyani (2008), dan Ana Lestari (2012).
Penelitian tentang perkembangan bahasa anak dilakukan oleh Putri
Nasution (2009) dengan judul Kemampuan Berbahasa anak usia 3 sampai 4
tahun (Pra Sekolah) di Play Group Tunas Mekar Medan. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kemampuan
berbahasa anak usia 3-4 Tahun di play Group Tunas Mekar Medan. Peneliti
menggunakan metode kualitatif dalam pemerolehan dan penganalisisan data. Pada
dasarnya, pemerolehan bahasa anak usia 3-4 Tahun dimulai dengan pemerolehan
fonologi, sintaksis, dan semantik. Penelitian ini mengamati kemampuan berbahasa
di antara anak-anak itu sendiri, baik dengan teman maupun dengan guru mereka.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa para responden pada dasarnya anak-
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
anak usia 3-4 Tahun mampu berbahasa baik dari pemerolehan fonologi, sintaksis,
dan semantik. Walaupun anak mampu namun dalam pemerolehan fonologi anak
mengalami pergantian sebuah bunyi yang disuarakan dengan bunyi yang tidak
disuarakan, yaitu pada pelafalan kata “mau” menjadi “mo” yang merupakan
pelepasan vokal [a] dan pengubahan vokal [u] menjadi [o], naka juga melakukan
pelepasan konsonan yang lemah yaitu konsonan [l] dalam kata yang memiliki dua
buah suku kata, anak melakukan proses reduplikasi, kemudian melakukan reduksi
atau penyederhanaan kelompok kata. Pada pemerolehan sintaksis, anak mampu
menggunakan kalimat-kalimat yang gramatikal dan pada pemerolehannya
semantik anak lebih cenderung menggunakan makna denotatif. Dengan demikian,
dapat dilihat bahwa anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh bahasa
apa saja termasuk bahasa Indonesia. Kemampuan itu membawa anak seorang
anak mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari sederhana sampai
bentuk yang kompleks.
Penelitian yang mengkaji tentang perkembangan bahasa anak juga
dilakukan oleh Endang Rusyani (2008) dengan judul Pemerolehan Bahasa Anak
2,5 Tahun. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini
mendeskripsikan tentang pemerolehan bahasa anak pada usia 2,5 Tahun.
Pemerolehan data tidak melalui perlakuan (eksperimen). Subjek penelitian
sebagai sumber data dibiarkan bercakap-cakap secara alamiah. Percakapan
alamiah itu diharapkan memunculkan data yang bersifat alamiah. Data alamiah
menjadi ciri khas penelitian ini. Dalam penelitian sederhana ini diperoleh melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
teknik perekamar, dan pencatatan. Perekaman dilakukan pada saat terjadi
komunikasi antar keluarga.
Temuan penelitain ini menunjukan bahwa anak telah mampu menguasai
pemerolehan bahasa dari segi fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Pada umur
2,5 tahun, seorang anak yang normal sudah dapat mengucapkan fonem-fonem,
dan kata yang terbatas sesuai dengan lingkungannya dan benda-benda yang ada
disekitarnya. Di samping itu, kata-kata yang keluar adalah masih terpotongpotong dan ucapannya masih terpeleset. Pada umur 2,3 sampai 2,5 tahun, katakata yang diproduksinya sudah mulai bertambah dan mulai dari kata-kata benda
dan kata kerja. Perkernbangan perbendaharaan bahasanya sudah mulai dengan
kata-kata benda yang abstrak. Sementara kata-kata benda dan kata kerja juga
bertambah diakibatkan oleh repetisi dari pemerolehan baik dari lingkungan dan
keluarganya secara sadar maupun tidak sadar. Pada umur 2,5 tahun anak dapat
merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai tiga kata, dan
akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih
berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu
sudah dapat ditangkap baik dalam kalimat berita, kalimat imperatif ataupun
kalimat tanya yang diperoleyh sekitar umur 2,5 tahun.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Ana Lestari (2012) dengan
judul Pemerolehan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 3-6 Tahun Pada
Pendidikan Anak Usia Dini Bina Harapan. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Subjek penelitian adalah anak usia 3-6 Tahun pada PAUD Bina
Harapan. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa anak usia 3-6 tahun pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
PAUD Bina Harapan memperoleh kosakata dasar pada kata benda, kata kerja,
kata sifat, kata bilangan, kata ganti, kata yang berhubungan dengan kekerabatan,
dan kata depan. Anak usia 3-6 tahun telah memperoleh kosakata turunan pada
imbuhan prefiks, imbuhan sufiks, imbuhan infiks, dan imbuhan konfiks dan anak
usia 3-6 tahun juga telah memperoleh kosakata ulang.
Ketiga penelitian di atas merupakan penelitaian yang mengkaji tentang
pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan bahasa pada aspek fonologi,
sintaksis, dan semantik. Ketiga penelitian di atas menemukan tiga hal penting
dalam pemerolehan bahasa yakni tentang pemerolehan fonologi, sintaksis, dan
semantik. Dengan mengacu dari ketiga penelitian tersebut, peneliti akan mengkaji
lebih dalam tentang pemerolehan bahasa anak, secara khusus tahap-tahap
pemerolehan bahasa anak dan pemerolehan bahasa anak pada aspek fonologi,
morfologi, sintaksis, dan diksi.
2.2 Landasan Teori
Secara etimologi bahwa kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan
kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri
sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun keduanya samasama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya saja objek materialnya
berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian
objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dengan teori yang berlainan. Hasil kajian kedua disiplin ini pun banyak yang
sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan oleh karena itulah, telah lama
dirasakan perlu adanya kerja sama kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh
hasil kajian yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
Pada awal kerja sama antara kedua disiplin itu disebut linguistic
psychology dan ada juga yang menyebutnya psychology of language. Kemudian
sebagai hasil kerja sama yang lebih baik, lebih terarah dan lebih sistematis
diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin baru yang disebut psikolinguistik,
sebagai ilmu antar disiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku Psycholinguistics : A
Survey of Theory and Research Problems yang disunting oleh Charles E. Osgood
dan thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada
waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh
manusia. Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari suatu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat
menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya (Chaer, 2009: 5-6).
Hartley (dalam Pateda, 1990: 11) mengakatan Psikolinguistik membahas
hubungan bahasa dengan otak dalam memori dan menghasilkan ujaran-ujaran
dalam akuisisi bahasa. Yang penting dalam bahasa ini adalah bagaimana memori
dapat dan menghasilkan ujaran-ujaran dan bagaimana akuisisi bahasa itu
berlangsung. Proses bahasa hingga menghasilkan ujaran-ujaran merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
pekerjaan otak. Tidak diketahui dengan pasti, ialah bagaimana proses pengolahan
bahasa sehingga berwujud satuan-satuan yang bermakna dan bagaimana proses
pengolahan satuan ujaran yang dikirim oleh pembicara sehingga dimengerti oleh
pendengar.
Segala sesuatu berada dalam batas-batas kesadaran, baik pada
pembicara maupun pra pendengar.
Selanjutnya Robert Lado (dalam Tarigan, 1985: 3) mengatakan
psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi
telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan
bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah
dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah
atau sendiri-sendiri. Menurut Lado, psikolinguistik hanya merupakan pendekatan.
Pendekatan untuk menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, dan hal-hal
lain yang ada kaitannya dengan aspek-aspek ini. Disini jelas bahwa objek
psikolinguistik adalah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, perubahan bahasa,
dan hala-hal lain yang ada hubungannya dengan aspek-aspek ini.
Langacker (dalam Pateda, 1990: 12) mengatakan psikolinguistik
merupakan telaah akuisisi bahasa dan tingkah laku linguistik terutama mekanisme
psikologis yang bertanggung jawab atas kedua aspek itu. Batasan ini menekankan
akuisisi bahasa dan tingkah laku linguistik. Akuisisi bahasa bersangkut-paut
dengan pemerolehan bahasa, sedangkan tingkah laku linguistik mengacu kepada
proses kompetensi dan performansi bahasa. Proses-proses tetap berada di dalam
otak (mind). Dengan kata lain mekanisme psikologi sangat berperan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa bahwa psikolinguistik
adalah ilmu yang membahas hubungan bahasa dengan otak, dan juga sebagai
pendekatan studi bahasa. Selain itu psikolinguisik juga membicarakan tentang
akuisisi bahasa, kedwibahasaan dan perubahan bahasa. Ilmu psikolingistik juga
membahas linguistik dan hubungan proses linguistis dengan persepsi dan kognisi.
2.2.1
Teori Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak
tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang
dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori
dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial itu
dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang
berpendapat bahwa perkembangan bahasa anak bersifat alamiah (nature), dan
pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada anakanak bersifat suapan (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dan Jean
Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang
berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya pun disebut sebagai
kognitivisme (Chaer, 2009: 221).
a)
Pandangan Nativisme atau Mentalisme
Nativisme
atau
mentalisme
berpendapat
bahwa
selama
proses
pemerolehan bahasa pertama, anak-anak sedikit demi sedikit membuka
kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini
tidak menganggap lingungkannya memiliki pengaruh dalam pemerolehan bahasa,
melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dengan yang disebut hipotesis pemberian alam. Kaum nativis berpendapat bahwa
bahasa sangat kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam
waktu singkat melalui metode seperti peniruan. Jadi pasti ada beberapa aspek
penting mengenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah
(Chaer, 2009: 222).
Chomsky (1965,1975) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi
juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau
pelaksanaan bahasa. Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang
lain. Selama belajar meraka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya
menyusun tata bahasa.
Menurut Chomsky (1965) bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia.
Binatang tidak mungkin menguasai bahasa manusia. Pendapat ini landasi pada
tiga asumsi. Pertama, perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunakan (genetik),
pola perkembangan bahasa adalah sama pada semacam bahasa dan budaya, dan
lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua,
bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat
berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak
dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan bahasa yang rumit dari
orang dewasa.
Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan
bahasa” Language Acquistion Device (LAD). Alat ini merupakan pemberian
biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari
suatu bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
untuk memproses bahasa, tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif
lainnya.
b)
Pandangan Behaviorisme
Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama
dikendalikan dari luar si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui
lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris menganggap kurang tepat karena
istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, suatu yang dimiliki atau digunakan,
dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan suatu perilaku,
diantara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka
menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip
dengan perilaku lain harus dipelajari.
Menurut Skinner (1969) kaidah gramtikal atau kaidah bahasa adalah
perilaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan
sesuatu. Namun, kalau demikian anak dapat berbicara, bukan karena penguasan
kaidah sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan
dibentuk secara langsung oleh faktor di luar dirinya.
Kaum behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai
kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakan ciri-ciri penting
dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan dari lingkungan
tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka
dipandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara
acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui
prinsip pertalian S – R (stimulus-respon) dan proses peniruan-peniruan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
c) Pandangan Kognitivisme
Ahli psikologi yang pertama kali membicarakan pandangan kognitivisme
adalah Slobin (1971). Slobin mengatakan bahwa seoarn anak itu lahir dengan
seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan Chomsky LAD. Slobin
mengatakan bahwa yang dibwa lahir bukanlah pengetahuan seperangkat kategori
linguistik yang semesta, seperti yang dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur
dan aturan-aturan bahasa yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seorang
untuk mengolah data linguistik. Menurut Slobin, perkembangan umum kognitif
dan mental anak adalah faktor penentu perolehan bahasa. Seorang anak belajar
atau memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak
struktur dan fungsi bahasa, secara aktif ia burusaha untuk mengembangkan batasbatas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan
batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan
keterampilan bahasanya menurut strategi persepsi yang dimilikinya. Menurut
Slobin perolehan bahasa anak sudah diselesaikan pada usia kira-kira pada usia 3-4
tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan
kognitif umum anak itu.
Jean Piaget (1954) menyatakan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah
yang terpisah, melainkan salah satu daiatara beberapa kemampuan yang berasal
dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar; maka perkembangan
bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di
dalam kognisi, jadi urutannya perkembangan kognitif menentukan perkembangan
bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2.2.2
Perkembangan Akuisisi Bahasa
Perkembangan
akuisisi
bahasa
berhubungan
dengan
kematangan
neoromuskularnya yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya
setiap hari. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya
termasuk tingkah lau berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak
refleks. Pada bulan-bulan pertama otaknya berkembang dan mengatur mekanisme
syaraf sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol.
Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut. Misalnya anak akan
mengedipkan mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak
apabila sesuatu yang disentuhkan pada bibirnya (Pateda, 1990: 53).
Dalam
memikirkan
perkembangan
akuisisi
bahasa
ada
baiknya
membedakan kematangan anak berbicara dan kematangan untuk mendengar
pembicaraan orang lain. Kematangan mendengarkan disebut dengan kematangan
menerima (receptive language skills), dan kematangan mengeluarkan bunyi
bahasa (expressive language skills) adalah kematangan untuk berbicara.
Kematangan menerima lebih dahulu daripada kematangan berbicara meskipun
dalam perkembangan selanjutnya kedua kematangan ini saling berhubungan
(Pateda, 1990: 54).
Pada awal kelahirannya, anak belum dapat membahas stimulus yang
berasal dari manusia. Ia belum dapat membahas dengan kata-kata. Ia hanya
membalas dengan tertawa yang tentu saja diikuti oleh gerakan anggota tubuhnya,
misalnya tangan dan kaki. Pada usia 9 bulan ia mulai mereaksi dengan kata-kata
sederhana, kata-kata yang pernah ia dengar, kata-kata yang memiliki frekuensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
tinggi dalam awal kehidupan sebagai manusia. Selama 3 bulan berikutnya ia
belajar mengerti hubungan kata-kata barangkali yang ia dengar dan pada usia
setahun ia sudah dapat mereaksi terhadap kata yang mengandung makna
komando. Berbicara mengenai akuisisi bahasa, tentu tidak terlepas dai
perkembangan fisik. Perkembangan fisik dimaksud adalah perkembangan fisik
yang normal, karena perkembangan fisik yang tidak normal merupakan gangguan
dalam
kematangan
fisiknya.
Perkembangan
fisik
berhubungan
dengan
perkembangan motorik. Perkembangan motorik ini berupa :
a) Pada bagian kepala:

Koordiansi mata, lebih dahulu yang horizontal, lalu yang
verikaldan sesudah itu sirkuler.

Reaksimata terhadap objek bergerak.

Reaksi senyum.

Refleks pejam mata.

Kecakapan mengangkat kepala.
b) Pada lengan:

Posisi jari yang memungkinkan anak dapat memegang sesuatu.

Koordinasi mata-tangan yang memungkinkan pencapaian pegangan
yang tepat,

Kecakapan makan.

Kecakapan menggunakan satu tangan.
c) Pada tubuh :

Kecakapan membalik tubuh yang mulai pada usia 2 bulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22

Duduk sendiri yang akan tampak pada usia 9 atau 10 bulan.

Gerakan dari tegak sikap duduk yang akan tampak pada usia satu
tahun.
d) Pada kaki :

Kecakapan berjalan yang dimulai dari kecakapan menginjak dan
kemudian diikuti oleh kecakapan menjaga keseimbangan.

Kecakapan merayap, berpindah tanpa pertolongan kaki atau tangan.

Berjingkrak, gerakan berpindah karena bantuan kaki dan tangan.

Berdiri.

Berjalan, mulai dengan pertolongan.
Kecakapan diatas berlangsung samapi anak usia berumur 1,5 tahun. Umur
1,5-6 tahun kecakapan itu akan tampak, misalnya berlari, melompat, memanjat
(Pateda, 1990: 54-55).
2.2.3
Proses Akuisisi Bahasa
Telah ada keyakinan diantara sesama ahli psikolinguistik bahwa akuisisi
bahasa bersifat dinamis. Artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap ke
tahap yang lain. Di dalam tahap perkembangan akuisisi ini terjadi, Pertama,
perubahan-perubahan, teuratama yang berhubungan dengan struktur bahasa.
Kedua, perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya saraf
secara baik, dan proses kognitif. Ketiga, bahwa dalam akuisisi terjadi poroses
pemilihan kata-kata dan stuktur yang tidak dianalisis oleh anak. Keempat bahwa
teori yang digunakan bersifat umum. Lain dari kata itu telah disepakati pula
bahwa akuisisi bahasa dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
lain akuisisi bahasa bergantung pada lingkungan bahasa anak (Lowenthal, Et-al,
1982:303).
Akuisisi bahasa merupakan proses yang berkelanjutan dari satu fase ke
fase berikutnya. Konstruksi linguistik yang muncul merupakan rangkaian
konstruksi yang telah dikuasai sebelumnya, dan banyak diantaranya belum dapat
dijelaskan secara ilmiah. Saporta (dalam Pateda, 1990 ) menyatakan bahwa anak
tidak memiliki insting bawaan untuk meniru. Bayi belajar dengan jalan meniru
yang kemudian hasil tiruannya itu menjadi kebiasaan. Apa yang ditiru diulang
berkali-kali pada kesempatan yang berbeda. Setiap kali anak mengulanginya
karena kebutuhan, lingkungan anak menguatkannya. Miller dan Dollaerd
menyatakan bahwa kemampuan meniru menolong anak untuk merangkai katakata yang dibutuhkannya.
Mowrer (Saporta, Ed., 1961: 333) menyatakan bahwa dalam tahapan
menggumam (cooing) dan meraban (babbling), anak selalu mengulanginya karena
bunyi-bunyi itu mirip denagn bunyi yang ia dengar dari ibunya. Mowrer juga
berpendapat bahwa anak membentuk kata dan kalimat yang dibutuhkannya karena
ada stimulus. Jadi, dalam proses akuisisi bahasa anak belajar kata atau kalimat
yang dibutuhkan dan gerakan mana yang diperlukan apabila sesuatu diinginkan
atau tidak diinginkan. Bersamaan dengan itu, anak mulai mengenal makna dan
berkemaknaan apa yang dikatakan dan didengarnya.
Stimulus yang diterimanya tentu bersifat global pada tahap awal. Stimulus
global itu lama-lama memperlihatkan perbedaan dalam urutan pengalamannya. Ia
mencoba dan mencoba lagi. Hal seperti ini mengingatkan kita pada proses trial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dan error. Staats (Palermo, 1978: 18) menyatakan bahwa anak memperluas
bahasanya dengan jalam menambahkan kata yang dikuasainya pada kata atau
gabungan kata yang diucapkannya.
2.2.4
Tahap-tahap Perkembangan Bahasa
Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), tahap
kemampuan bahasa anak sebagai berikut.
Tahap Prkembangan Bahasa
Usia
Menangis
Lahir
Mendekur
6 minggu
Meraban
6 bulan
Pola intonasi
8 bulan
Tuturan Satu Kata
1 tahun
Tuturan dua kata
18 bulan
Infleksi kata
2 tahun
Kalimat Tanya dan Ingkar
2,5 tahun
Konstruksi yang jarang dan kompleks
5 tahun
Tuturan yang matang
10 tahun
a) Menangis
Menangis pada bayi mempunyai beberapa makna, seperti tangisan
untuk minta minum, minta makan, tangisan karena kesakitan, dan
sebagainya.
b) Mendekur
Mendekur sebenarnya sulit dideskpripsikan, karena bunyi yang
dihasilkan mirip dengan vokal, tapi hasil bunyi itu tidak sama dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Tampaknya dengan
mendengkur si bayi melatih peranti alat ucapnya.
c) Meraban
Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu
mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap
meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan
secara serentak.
d) Pola intonasi
Pada usia delapan atau sembilan bulan, anak mulai menirukan pola-pola
intonasi. Hasil tuturan anak mirip dengan yang dikatakan oleh ibunya.
Anak tampaknya mencoba menirukan percakapan dan hasilnya adalah
tuturan yang kadang-kadang tidak dipahami oleh orangtuanya atau
orang dewasa yang lain.
e) Tuturan satu kata (Holofrases)
Antara umur satu tahun dan delapan belas bulan anak mulai
mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi
tergantung masing-masing anak. Biasanya variasi berupa kata mama,
papa, meong.
f) Tuturan dua kata
Pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata
yang mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu
berubah menjadi Ani mau minum susu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
g) Infleksi kata
Secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai
digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang
dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap di antara kata benda dan
kata kerja yang digunakan oleh anak.
h) Kalimat tanya dan ingkar
Pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang
lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat
tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa
ini?, siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? Sedangkan dalam
kalimat ingkar biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau
makan, ini bukan punya adik.
i) Konstruksi yang jarang dan kompleks
Pada usia lima tahun, anak secara mengesankan memperoleh bahasa.
Kemampuan bahasa terus berlanjut meskipun agak lamban. Tata bahasa
anak berusia lima tahun berbeda dengan tata bahasa orang dewasa.
Tetapi lazimnya mereka tidak menyadari kekurangan mereka dalam hal
itu.
j) Tuturan yang matang
Perbedaan tuturan anak dengan tuturan orang dewasa secara pelanpelan akan berkurang ketika usia anak itu semakin bertambah. Ketika
usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu menghasilkan kalimat
perintah yang setara dengan kalimat perintah orang dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.2.5
Ujaran, Mengerti Ujaran dan Pikiran
Ketika seseorang ingin menguasai bahasa, ia belum mengerti lebih dahulu
apa yang akan dikataknnya sebelum ia menghasilkan ujarannya. Bagi seorang
anak tentu ia lebih banyak dan memperhatikan orang lain yang sedang berbicara.
Anak kecil tadi kemudian mengasosiasikan ujaran yang ia dengar dengan apa
yang terjadi setelah pembicara mengujarkan sesuatu. Misalnya seorang ibu
berkata kepada seorang anakyang sedang mengganggunya sementara ibu sedang
memasak. “Tunggu ya, ibu memasak dulu”. Anak akan memperhatikan perilaku
ibunya. Ia melihat setelah mengatakan “ Tunggu ya, ibu memasak dulu”, ibunya
bergegas menuangkan air kedalam periuk, lalu periuk diangkat dan disimpan atas
kompor. Setelah itu anak akan mengerti bahwa memasak adalah kegiatan
menuangkan air kedalam periuk dan disimpan diatas kompor.
Disini anak memperoleh kesempatan untuk lebih dahulu mendengarkan
ujaran orang lain. Ia mengasosiasikannya dengan kegiatan yang berhubungan
denfgan ujaran tersebut. Ia lebih banyak mendegarkan ujaran norang lain. Orang
yang ada disekitarnya banyak memberikan informasi tentang berbagai hal. Ia
selalu menghubungkan ujaran orang lain dengan kenyataan atau kejadian yang
berhubungan dengan ujaran itu. Baginya tiap bunyi yang berwujud ujaran
mempunyai makna. “Tanpa asosiasi dengan makna, ujaran tidak ada artinya atau
tidak mempunyai makna komunikatif baginya” (Steinberg, dalam Pateda 1990:
62)
Pada waktu anak belajar berbahasa, ia harus mendengarkan lebih dahulu
kata-kata atau kalimat yang didengar. Kata-kata dan kalimat yang diucapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
orang lain dihubungkannya dengan proses, kegiatan, benda dan situasi yang ia
saksikan. Ini berarti bahwa anak menghubungkan apa yang ia dengar melalui
proses pikirannya. Dengan kata lain proses berpikir menjadi dasar untuk mengerti
ujaran. Bagi anak, benda, proses, peristiwa harus berfungsi baginya, bahkan ia
merasa senang ketika makan pisang. Disini tampak bahwa pengertian pisang,
bendanya dan makna pisang melewati pengertian fungsi.
Namun demikian Eve Clarck (dalam Dato, 1975: 86) menyatakan bahwa
ada tiga kesulitan yang berkaitan dengan peranan fungsi itu dalam akuisisi makna.
Kesulitan itu adalah pertama, banyak contoh dimana fungsi dihubungkan dengan
bentuk. Kedua, pengetahuan tentang fungsi kadang-kadang diperoleh terlambat
dalam beberapa hal. Ketiga, banyak benda yang ternyata belum fungsi bagi anak,
misalnya kuda, lantai, langit. Kata-kata pisang, bubur, air, segera dipahami makna
karena kata-kata ini berfungsi bagi anak. Eve Clark (dalam Dato, 1975:91)
berpendapat bahwa ada tiga tahap akuisisi bahasa yang berhubungan dengan
makna yakni, (i) tidak ada kontras antara disni dan disana, (ii) hanya sebagian
yang kontras, misalnya hanya dalam stu konteks, dan (iii) kontras penuh, misalnya
bodoh dengan pandai, tebal dengan tipis.
Steinberg (dalam Pateda, 1990: 64) berpendapat bahwa perkembangan
bahasa tidak tergantung pada kematangan otak secara biologis, tetapi apa yang
dirasakan anak untuk mengujarkan apa yang dipikirkannya. Memang ada dua
pendapat yang bertentangan, yakni pandangan mekanis dan pandangan mentalis.
Pandangan mekanis mengatakan bahwa anak lahir tidak membawa apa-apa yang
berhubungan dengan bahasa, sedangkan pandangan mentalis berpendapat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
anak lahir telah membawa potensi atau kapasitas bahasa yang akan berkembang
kalau kematangannya telah tiba.
2.2.6
Perkembangan Ujaran
Banyak bunyi yang dikeluarkan oleh bayi tetapi tidak semuanya
mempunyai wujud di dunia sekelilingnya. Tentu saja dalam ujaran bayi yang
mula-mula muncul yakni vokal, oleh karena vokal yang mudah diujarkan. Dengan
kata lain bunyi bahasa yang diujarkan bergantung pada tingkat kesulitan bunyi
bahasa itu. Itu sebabnya konsonan /th/ dalam kata thought, thing, thin jarang
segera terdengar jika dibandingkan dengan konsonan /m/ atau /n/.
Nakazima (dalam Steinberg, 1982: 148) melaporkan bahwa pada usia 6
bulan, anak-anak sudah dapat mengujarkan kata-kata dan kata-kata yang
bertekanan. Kenyataan ini telah mengarahkan kepada hal yang dipelajari melewati
pendengaran. Kadang-kadang meraban yang dapat ditafsirkan sebagai kata-kata,
baru muncul ketika bayi telah berumur setahun. Dalam pengujaran konsonan,
biasanya konsonan depan yang mengawali pengujaran konsonan belakang. Jadi
konsonan /m, b, t, d/ akan mendahului konsonan /k, g, x/, sedangkan pengujaran
vokal cenderung dari belakang kedepan. Jadi, vokal /o,u/ mendahului pengujaran
/i, e, a/.
Steinberg (1982: 149) berpendapat bahwa dalam pengujaran konsonan,
dapat kita bagi atas konsonan yang segera terlihat artikulasinya dengan konsonan
yang mudah diartikulasikan. Itu sebabnuya anak dahulu mengujarkan konsonan /
m, b, p/ karena konsonan-konsonan itu mudah dilihat alat berbicara yang
menghasilkannya. Sebaliknya konsonan stop, misalnya / k,g/ dan frikatif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
misalnya /f, s/ tidak segera dapat diujarkan karena alat bicara yang
mengahsilkannya tidak kelihatan. Hal ini dapat dihubungkan dengan kenyataan
yang menyatakan bahwa anak belajar melaui proses meniru. Hal yang ditiru tentu
harus dapat dilihat. Dipandang dari segi kemudahan mengujarkan, maka vokal /a/
lebih mudah diujarkan. Itu sebabya menurut steinberg vokal /a/ yang dahulu dapat
diujarkan jika dibandingkan dengan vokal yang lain, misalnya / i, e, o, u/.
2.2.7
Perkembangan Sosial dan Komunikasi
Ada pendapat bahwa sejak lahir bayi usia sekitar setahun dianggap belum
punya bahasa atau belum berbahasa (Poerwo, 1989). Kiranya anggapan ini belum
mencerminkan perilaku bayi yang sesungguhnya, sebab meskipun dikatakan
belum mempunyai bahasa, tetapi sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi.
Menangis merupakan salah satu cara pertama untuk berkomunikasi dengan dunia
sekitarnya.
Sesungguhnya semenjak lahir bayi sudah disetel secara biologis untuk
berkomunikasi, dia akan tanggap terhadap kejadian yang ditimbulkan oleh orang
sekitarnya (terutama ibunya). Daya lihat bayi yang paling baik berada pada jarak
kira-kira 20 cm, yakni jarak yang terjadi pada waktu interaksi rutin antara bayi
dan ibu, yaitu pada saat bayi menyusu pada ibunya, dalam jarak 20 cm itu. Oleh
karena itu, bayi akan membahas tatapan ibunya denagn melihat mata sang ibu
yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi
saling tatap mata berarti ada komunikasi, antara dia dan ibunya.
Bayi memang sudah terlibat aktif dalam proses interaktif dengan ibunya
tak lama setelah dilahirkan. Dia menanggapi suara dan gerak-gerik ibunya, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mengamati wajah ibunya. Pada minggu pertama kehidupannya dia sudah mulai
menirukan kegiatan menggerakan tangan, menjulurkan lidah, dan membuka
mulut. Menjelang usia satu bulan dia mulai menirukan tinggi rendah dan panjang
pendek suara ibunya.
Pada usia dua minggu bayi sudah dapat membedakan wajah ibunya dari
wajah orang lain. Dia sangat tanggap terhadap terhadap setiap orang yang
mendekatinya dan terutama tertarik untuk mengamati mata dan mulut; dan dia
akan bereaksi dengan senyum. Pada usia sekitar tiga minggu senyum bayi sudah
dapat disebut sebagai “senyum sosial”, sebab senyum itu diberikan sebagai reaksi
sosial terhadap rangsangan (berupa wajah atau suara ibu) dari luar.
Pada bulan kedua bayi semakin sering berkedut (cooing), bunyi seperti
bunyi burung merpati. Bayi berkedut jika berada dalam keadaan senang, misalnya
karena ada yang menemani, mengajak berbicara, mengajak bermain, dan
sebagainya. Menjelang usia tiga bulan kemampuan kognitif bayi sudah
meningkat, dia tidak tertarik pada wajah yang diam saja; dia mengaharapkan lebih
dari itu agar tetap berminat untuk berinteraksi. Dalam hal ini sang ibu pun tampak
menyesuaikan diri dengan sikap dan ekspresi wajahnya., berbicara lebih banyak,
dan dengan variasi suara yang dilebih-lebihkan. Terhadap sikap ibu yang baru ini
bayi merasa tertarik lagi, dan mau menanggapinya. Maka terjadilah kemajuan
setapak lagi dalam perkembangan kemampuan bayi untuk berkomunikasi.
Setapak demi setapak kemajuan interaksi dan komunikasi bayi semakin
bertambah. Ibu selalu menyesuaikan diri dengan tahap baru perkembangan bayi.
Dialog keduanya semakin meningkat, dan peran bayi dalam kegiatan semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
meningkat. Pada saat menjelang usia 12 minggu bayi mulai mengeluarkan suara
balasan jika ibu memberikan tanggapan terhadap suaranya. Hal ini berlangsung
terus sampai menjelang bayi berumur enam bulan.
Pada tahap berikutnya bayi mulai memahami pola gilir (turn talking) di
dalam berkomunikasi. Maksudnya adalah, dia mulai mengerti kapan dia harus
bereaksi terhadap rangsangan dari ibunya, dan kapan pula dia harus diam.
Permainan “ci-luk-ba” atau semacamnya semakin mempertajam kemampuan bayi
untuk memahami pola gilir di dalam komunikasi. Melaui permaina “ci-luk-ba”
itu bayi juga belajar mengakhiri suatu komunikasi. Dia mengerti, misalnya, kalau
ibu mengalihkan padangan ke arah lain, berarti permainan berhenti.
Menjelang usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak-gerik
orang dewasa secara sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan
ekspresi wajahnya. Lalu, pada usia lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap
yang menunjukan rasa senang, rasa tidak senang, dan rasa ingin tahu.
Menjelang usia enam bulan miant bayi pada mainan dan benda-benda
semakin meningkat; tadinya minatnya lebih terarah pada manusia. Dia akan
tertarik dengan benda-benda yang digerakan atau yang berbunyi. Pada usia enam
bulan terjadi pergeseran minat, dia lebih tertarik pada enda daripada manusia.
Maka sejak itu, interaksi menjadi tiga serangkai yakni bayi, ibu, dan benda-benda.
Antara usia tujuh samapai dua belas bulan anak mulai lebih memegang
kendali didalam interaksi dengan ibunya. Anak belajar menyatakan keinginan atau
kehendak secara lebih jelas dan lebih efektif. Cara yang digunakan untuk
menyampaikan kehendak ini terutama dilakukan dengan gerak-geriknya, terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
gerakan tangan. Pada mulanya gerakan tangan yang menyatakan keinginan itu
tanpa disertai suara, tetapi kemudian secara bertahap suara muncul menyertainya.
Von Reffler Engel mencatat bahwa anak laki-laki menyuarakan “e-e-e” untuk
meminta sesuatu, dan menyuarakan “u-u-u” jika tidak menyetujui sesuatu.
Sedangkan Dore (dalam Purwo, 1989) melaporkan telah mendengar empat anak
manusia sebelas bulan secara konsisten menyuarakan “a-a-a” untuk menyatakan
rasa senang, dan bunyi “e-e-e” untuk menyatakan protes.
2.2.8
Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi
Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya.
Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan
bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya
karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi
seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan
(Dardjowidjojo, 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan
belum jelas identitasnya.
Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal
sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah
diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo, 2000: 63). Celotehan dimulai
dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama
adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan
demikian, strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini
kemudian diulang sehingga muncul struktur seperti berikut.
C1 V1 C1 V1 C1 V1 .......... → papapa mamama bababa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Orang tua akan mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu
meskipun apa yang di benak anak tidaklah kita ketahui dan tidak bisa dipungkiri
bahwa celotehan itu hanya sekedar latihan artikulasi belaka. Konsonan dan
vokalnya secara bertahap berubah sehingga muncul seperti kata dadi, dida, tita,
dita, mama, mami, dan sebagainya. Konsonan pada akhir kata sampai dengan
umur sekitar 2;0 banyak yang tidak diucapkan sehingga kata mobil diucapkan /bi/.
Sampai sekitar umur 3;0 anak belum dapat mengucapkan kelompok konsonan
sehingga kata Eyang Putri akan disapanya dengan eyang /ti/.
a) Teori Struktural Universal
Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (dalam
Chaer, 2009: 185-189), pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pemerolehan
fonologi berdasarkan struktur-struktur universal linguistik, yakni hukum-hukum
struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi. Dalam penelitiannya Jakobson
mengamati pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel
(bablling) dan menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbabagi
ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi bunyi konsonan.
Namun, ketika bayi mulai memperolah “kata” pertamanya pada usia satu tahun,
maka kebanyakan bunyi-bunyi itu baru muncul kembalai beberapa tahun
kemudian. Dari pengamatannya, Jakobson menyimpulkan adanya dua tahap
pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap
pemerolehan bahasa murni.Pada tahap prabahasa bunyi-bunyi yang dihasilkan bayi tidak menunjukan
suatu urutan perkembangan tertentu, dan sama sekali tidak mempunyai hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dengan masa pemerolehan bahasa berikutnya. Jadi, pada tahap membabel ini bayi
hanya melatih alat-alat vokal dengan cara mengeluarkan bunyi-bunyi tanpa tujuan
tertentu, atau bukan untuk berkomunikasi. Sebaliknya, pada tahap pemerolehan
bahasa yang sebenarnya bayi mengikuti suatu pemerolehan bunyi yang realtif
universal dan tidak berubah.
Jika tahap pemerolehan bahasa yang sebenarnya dimulai, maka akan terdapat
urutan peringkat perkembangan yang teratur dan tidak berubah, meskipun taraf
kemajuan tiap individu tidak sama. Perkembangan peringkat ini ditentukan oleh
hukum-hukum yang besrsifat universal yang oleh Jakobson disebut “the laws of
irreversible solidarty”.Perkembangan itu bergerak dari bentuk yang sederhana
kepada bentuk yang kompleks dan rumit. Kerumitan suatu bunyi ditentukan oleh
jumlah fitur (oposisi) yang dimiliki oleh bunyi itu dalam satu sistem. Jadi,
sebenarnya yang diperoleh oleh bayi bukanlah bunyi satu demi satu, melaikan
berupa oposisi-oposisi tau kontras fonemik, atau fitur yang berkontras.
Bunyi-bunyi bahasa-bahasa yang ada di dunia ini berbeda-beda, namun
hubungan-hubungan tertentu yang ada pada bunyi-bunyi ini sifatnya tetap.
Umpamanya, apabila suatu bahasa memiliki bunyi hambat velar seperti [g] maka
bahasa itu pasti mempunyai bunyi hambat alveolar seperti [t], dan juga hambat
bilabial seperti [b]. Jika suatu bahasa mempunyai bunyi hambat alveolar [t] dan
[d], maka bahasa itu juga pasti mempunyai bunyi hambat bilabial [b] dan [p];
tetapi belum tentu bahasa itu memiliki bunyi velar [g] dan [k]. Begitu juga apabila
suatu bahasa mempunyai konsonan frikatif [v] dan [s], maka bahasa itu pasti
mempunyai konsonan hambat seperti [t] dan [b].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Berdasarkan keterangan di atas Jakobson memprediksikan bahwa bayi-bayi
akan memperoleh kontras atau oposisi antara hambat bilabial dengan hambat
dental atau hambat alveolar lebih dahulu daripada kontras-kontras diantara
bilabial dan velar atau di antara dental dengan velar.konsonan hambat akan dahulu
diperoleh daripada frikatif dan afrikat. Yang terakhir diperoleh adalah bunyibunyi likuida seperti [l] dan [r]; dan bunyi luncuran glide [y] dan [w].
Jakobson (dalam Chaer, 2009: 185-189), menyatakan bahwa pemerolehan
bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi
vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang
akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a]
membentuk satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang
memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal +vokal optimal”.
Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan
anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa).
Urutan pemerolehan kontras fonemik bersifat universal. Artinya, bisa terjadi
dalam bahasa apapun dan oleh anak-anak mana pun. Maka setelah konsonan
bilabial dan vokal lebar di atas, akan muncul oposisi bunyi oral dan bunyi nasal
seperti [papa] [mama]. Kemudian diikuti oleh oposisi bilabial dan dental/aveolar,
sperti [papa] – [tata] atau [mama] – [nana]. Jadi Jakobson berpendapat bahwa
urutan pemerolehan konsona adalah bilabial-dental (aveolar) – palatal – velar. Ini
berarti, apabila seorang anak telah membunyikan konsonan frikatif, berarti dia
juga telah mampu membunyikan bunyi-bunyi hambat. Munculnya konsonan
belakang dalam ucapan anak-anak menandakan bahwa dia juga menguasai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
konsona depan. Ini disebut hukum-hukum implikasi oleh Jakobson.
Kontras
vokal pertama yang diperoleh anak adalah kontras vokal lebar [a] dengan vokal
[i]. Kemudian, diikuti oleh kontras vokal sempit depan [i] dengan vokal sempit
belakang [u]. Sesudah itu baru antara vokal [e] dan vokal [u]; vokal [o] dengan
vokal [e].
b) Teori Proses Fonologi Alamiah
Teori ini diperkenalkan oleh David Stampe (dalam Chaer, 2009: 190-191),
yakni satu teori yang disusun berdasarkan teori fonologi alamiah yang juga telah
diperkenalkan sejak tahun 1965. Menurut Stampe proses fonologi anak bersifat
nurani yang harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan
sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang dewasa. Suatu proses
fonologi terdiri dari kesatruan-kesatuan yang saling bertentangan. Umpamanya,
terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi hambat menjadi tidak bersuara
dalam semua konteks, karena halangan oralnya menghalangi arus udara yang
diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara oleh
proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi bersamaan,
maka keduanya akan saling menindih, dan saling bertentangan. Sebuah bunyi
hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan tidak bersuara pada
lingkungan yang sama. Masalah yang bertentangan ini dapat dipecahkan dengan
tiga cara sebagai berikut.
i. Menindas
salah satu dari dua proses yang bertentangan itu.
Umpamanya bila anak-anak telah menguasai bunyi-bunyi hambat
bersuara dalam semua konteks, maka berarti dia telah berhasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
menindas proses penghilangan suara yang ditimbulkan oleh halangan
oral bunyi itu.
ii. Membatasi jumlah segmen atau jumlah konteks yang terlibat dalam
proses itu. Misalnya, proses penghilangan suara dibatasi hanya pada
bunyi-bunyi hambat longgar tidak dilibatkan.
iii. Menagtur terjadinya proses penghilangan bunyi suara dan proses
pengadaan bunyi secara berurutan. Urutannya boleh dimulai dengan
proses penghilangan bunyi suara lalu diikuti oleh proses pengadaan
bunyi bersuara. Kedua proses ini tidak mungkin terjadi secara
bersamaan.
c) Teori Kontras dan Proses
Teori ini diperkenalkan oleh Ingram, yakni suatu teori yang menggabungkan
bagian-bagian penting dan teori Jakobson dengan bagian-bagian penting dari teori
Stampe;
kemudian
menyelaraskan
hasil
penggabungan
dengan
teori
perkembangan dari piaget. Menurut Ingram, anak memperoleh sistem fonologi
orang dewasa dengan cara menciptakan struktur sendiri, kemudian mengubah
struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem orang dewasa semakin baik.
Perkembangan fonologi ini melalui asimilasi dan akomodasi yang terus menerus
mengubah struktur untuk menyelaraskan dengan kenyataan. Peristiwa ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Kata orang dewasa → Sistem anak-anak → Kata anak-anak
Umpamanya pada tahap permulaan anak-anak telah menetapkan pola KV
sebagai struktur kata-kata barunya. Maka semua kata-kata baru orang dewasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
akan diasimilasikan dengan pola itu. Setelah mempelajari lebih banyak kata-kata
orang dewasa, maka struktur sistem yang telah diciptakannya akan diubah dan
disesuaikan untuk dapat menanpung kata-kata orang dewasa dengan menciptakan
satu pola baru yaitu KVK (Chaer, 2009: 192-195).
Ingram (dalam Chaer, 2009: 192-195) menemukan konsonan pertama yang
muncul bukan hanya konsonan bilabial, melainkan juga ditemukan konsonan
dental dan konsonan frikatif. Namun, konsonan bilabial lebih banyak begitu juga
dengan bunyi vokal. Selain bunyi vokal [a] yang utama, muncul juga vokal [u]
dan [i] sebagai vokal pertama. Oleh karena itu, menurut ingram kata-kata yang
didengar anak-anak sebagai masukan menentukan bunyi-bunyi pertama yang
diperoleh anak-anak itu.
Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dengan sendirisendiri, melainkan secara perlahan dan berangsur-angsur. Ucapan anak-anak
selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak benar. Secara progresif sampai
ucapan seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi anak-anak terjadi
melalui beberapa proses penyederhanaan umum yang melibatkan semua kelas
bunyi. Proses-proses itu adalah :
a. Proses Subtitusi : penukaran satu segmen oleh segmen lain. Proses ini
terdiri dari sebagai berikut.
1) Penghentian : bunyi frikatif ditukar dengan bunyi hambat.
<sea>  [ti : ]
<sing>  [ti]
2) Pengedepanan : yaitu bunyi velar dan palatal dengan bunyi aveolar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
<shoe>  [zu’]
<shop>  [za’p]
3) Peluncuran : yaitu likuida ([l], [r]) ditukar dengan bunyi luncuran
(glide) [w] dan [y].
<leg>  [yek]
<ready>  [wedi]
4) Vokalisasi : satu suku kata konsonan ditukar dengan satu suku kata
vokal.
<apple>  [apo]
<bottle>  [babu]
5) Naturalisasi vokal : bunyi vokal berubah menjadi vokal tengah.
<back>  [bat]
<bug>  [had]
b. Proses Asimilasi, yaitu kecenderungan untuk mengasimilasikan satu
segmen kepada segmen lain dalam satu kata. Proses ini terdiri dari :
1) Penyuaraan, yakni bunyi –bunyi konsonan cenderung disuarakan
jika muncul di depan sebuah vokal, dan tidak disuarakan bila
muncul pada akhir suku kata.
<paper> [be : ba]
<tiny>  [daini]
<bird>  [bit]
2) Keharmonisan konsonan, yakni bunyi konsonan cenderung
berasimilasi satu sama lain. Pola-pola yang sering muncul adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan konsonan velar
yang berdekatan. Contohnya adalah <duck> [gak], <tongue> 
[gan]. Konsonan apikal cenderung berasimilasi dengan konsonan
bilabial yang berdekatan. Contohnya <tub>  [bab], <tape> 
[beip].
3) Asimilasi vokal progresif, yakni sebuah vokal yang tidak mendapat
tekanan diasimilasikan pada vokal yang mendapat tekanan suara
yang muncul di depan atau di belakangnya.
<bacoa>  [bu : du]
<hammer>  [ha : ma]
c. Proses
Struktur
suku
kata,
yaitu
kecenderungan
anak-anak
menyederhanakan struktur suku kata. Pada umumnya penyederhanaan
suku kata ini berlaku ke arah suku kata KV. Proses ini terdiri dari:
1) Reduksi klaster : satu klaster konsonan direduksikan menjadi satu
konsonan saja.
<clown>  [kaun]
<play>  [pe]
2) Penggunaan konsonan akhir : suku kata KVK dipendekan
menjadi KV dengan menggugurkan konsonan akhir.
<bike>  [bai]
<out>  [au]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3) Pengguguran satu kata yang tidak dapat mendapat tekanan suara :
suku kata yang tidak mendapat tekanan digugurkan jika satu kata
mendahului satu kata yang mendapat tekanan suara.
<banana>  [naena]
<potato>  [pedo]
4) Reduplikasi : dalam kata panjang suku kata KV diulang
<cookie>  [gege]
<TV>  [didi]
2.2.9
Pemerolehan Dalam Bidang Morfologi
Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem
pada anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem
terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk
dasar. Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai hal tersebut.
a) Bloom dan Tardif (Dardjowijojo, 2005: 259) mengatakan kelas kata kerja
diperoleh lebih awal dari pada kelas kata lainnya, dan frekuensi
penggunaannya juga lebih tinggi.
b) Gentner (Dardjowijojo, 2005: 568) mengatakan bahwa kata benda
diperoleh lebih awal daripada kata kerja dan frekuensinya lebih tinggi.
c) Dardjowijojo (2005) mengatakan pendapatnya berdasarkan penelitiannya,
bahwa selama lima tahun pemerolehan leksikon anak didominasi oleh kata
benda, diikuti kata kerja pada urutan kedua, kata sifat pada urutan ketiga,
serta kata tugas pada urutan berikutnya. Contoh kata benda adalah susu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
mobil, dan baju. Kata kerja seperti makan, beli, baca. Kata sifat seperti
enak, cantik, dan jelek. Kata tugas si, yang, di, dan ke.
a. Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar
Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem
ada dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas
adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur.
Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki
makna (Arifin dan Junaiyah 2009 : 2).
Kata diperjualbelikan dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian
terkecil yang masih mempunyai makna masing-masing menjadi jual beli dan
di-+[per-...—kan]. Gabungan kata jual beli dapat dipecah menjadi jual dan
beli yang masing-masing memiliki arti. Jika kata jual dan beli dipotong lagi
menjadi ju-al dan be-li, potongan-potongan tersebut bukan morfem.,
melaikan suku kata. Kemudian, bentuk di-, per-, dan –kan juga tergolong
morfem karena merupakan satuan terkecil yang mengandung makna, dan
bentuk –bentuk itu tidak bisa dipotong menjadi lebih kecil lagi. Proses
pembentukan kata diperjualbelikan adalah sebagai berikut.
Jual beli
Jual belikan
Perjualbelikan
Diperjualbelikan
Berikut diberikan contoh lain dengan keterangannya.
Membantu

Morfem bebas : bantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Morfem terikat : memMencari

Morfem bebas : cari
Morfem terikat : men-
Kedinginan

morfem bebas
: dingin
Morfem terikat : ke-an
Pembawaan

morfem bebas
: bawa
Morfem terikat : pem-an
Contoh di atas terdapat bentuk mem- dan men- yang masing-masing
dulekatkan pada kata bantu dan cari. Baik mem- maupun men- sebenarnya
mempunyai fungsi dan makna yang sama, yaitu merupakan unsur yang
membentuk verba (kata kerja) aktif (Arifin dan Junaiyah 2009 : 3).
Perbedaan wujud imbuhan meng-, mem-, men-, meny-, dan meng- ditentukan
oleh fonem pertama yang mengawali kata dasar. Jika fonem pertama yang
mengikutinya berupa fonem /b/, bentuk yang muncul adalah mem-, tetapi jika
fonem awalnya berupa fonem /c/, bentuk yang muncul adalah men-. Bentuk memdan men- merupakan alomorf dari morfem yang sama, yaitu {meng-}. Jadi,
alomorf adalah anggota satuan morfem yang wujudnya berbeda, tetapi
mempunyai fungsi yang sama.
b. Afiks atau imbuhan
Bahasa indonesia memiliki empat jenis imbuhan, yaitu awalan (prefiks),
sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan imbuhan terbelah (konfiks). Dari keempat
imbuhan itu, tampaknya hanya infiks yang kurang produktif. Untuk itu,
perhatikanlah uraian di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Afiks atau imbuhan di dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat
penting, sebab kehadiran imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah
bentuk, fungsi, kategori, dan makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Misalnya
kata datang (kata dasar) berbeda bentuk, fungsi, kategori, dan maknanya dari kata
kedatangan. Perbedaan itu terjadi akibat melekatnya konfiks ke-...-an pada kata
kerja datang.
Contoh :
-
-
-
-
Bentuk
Kategori
Fungsi
Makna
datang
(kata dasar)
Kedatangan
(kata jadian)
datang
(verba)
Kedatangan
(nomina)
datang
(predikat)
Kedatangan
(bisa subjek)
datang
Kedatangan
‘hal datang’
Perhatiakan perbedaan pemakaiannya berikut ini.
-
Sampai hari ini ia belum juga datang.
-
Kedatangannya memang sangat mengejutkan kami.
Kata dasar datang dan kata jadian kedatangannya pada kalimat itu tentu saja
tidak dapat menghasilkan kalimat yang tidak berterima, bahkan tidak masuk akal.
Hasil pertukarannya sebagai berikut.
-
Sampai hari ini ai belum juga kedatangan.
-
Datang memang sangat mengejutkan kami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya para pemakai bahasa indonesia
mengetahui dengan baik bagaimana bentuk dan apa makna imbuhan yang
digunakannya ketika ia berbahasa indonesia (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).
c. Prefiks atau awalan
Awalan atau prefiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan dasar
(mungkin kata dasar dan pula kata jadian). Di dalam bahasa indonesia terdapat
delapan awalan, yaitu ber- dan per-; meng-, dan di-; ter-, ke-, dan se-. Contohnya
adalah dilipat dan ditiru, dilihat, dan tertawa. Kedua dan keempat. Sedasa dan
setempat (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).
d. Infiks atau sisipan
Sisipan adalah imbuhan yang dilekatkan di tengah dasar. Bahasa indonesia
memiliki empat buah, yaitu –el, -em, -er, dan –in seperti getar menjadi geletar dan
gemetar. Kerja menjadi kinerja. Kelut menjadi kemelut (Arifin dan Junaiyah 2009
: 4).
e.
Sufiks atau Akhiran
Akhiran adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia
memiliki akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi, dan –nya. Contonya adalah
seni menjadi seniman. Warta menjadi wartawan dan wartawati. Dunia menjadi
duniawi. Turun menjadi turunnya (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 4).
f. Konfiks atau imbuhan terbelah
Konfiks, lazim juga disebut imbuhan terbelah merupakan imbuhan yang
dilekatkan pada awal dan akhir dasar. Konfiks harus diletakan sekaligus pada
dasar, karena konfiks merupakan imbuhan tunggal. Contoh dari konfiks adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
konfiks ke-..-an pada keuangan, kematian, dan keahlian. Konfiks ber-...-an pada
berhamburan,
bertabrakan,
dan
berciuman.
Konfiks
peng-....-an
pada
pengalaman, dan pengambilan. Konfiks per-...-an pada perjuangan, pergaulan,
dan pertemuan. Konfiks se-...-nya pada sebaik-baiknya, dan seharusnya (Arifin
dan Junaiyah 2009 : 5).
g. Simulfiks atau imbuhan gabung
Simulfiks adalah dua imbuhan atau lebih yang ditambahkan pada kata dasar
tidak sekaligus tetapi bertahap. Contoh simulfiks adalah imbuhan member-kan
yang melekat pada kata memberlakukan dan memberdayakan. Afiks yang pertama
kali melekat pada kata dasar laku dan daya adalah prefiks ber- menjadi berlaku
dan berdaya, setelah itu sufiks –kan menjadi berlakuan dan berdayakan.
Akhirnya
baru
prefiks
meng-
dilekatkan
pada
kata
tersebut
menjadi
memberlakukan dan memberdayakan (Arifin dan Junaiyah, 2009 : 7) .
2.2.10 Pemerolehan Dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan
satu kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia
belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari
seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah kata yang mana dia
pilih? Seandainya anak tersebut bernama Dodi, dan pesan yang disampaikannya
adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk dodi), mau (untuk mau), buk
(untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Mengapa?
Dalam pola pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai
pengetahuan
tetntang
informasi
lama
dengan
informasi
baru
kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
pendengarnya. Kalimat yang diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada
pendengarnya. Pada tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah
kata bubuk. Karena itulah anak memilih kata buk, dan bukan di, atau mau. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata
(USK), anak tidak sembarangan memilih kata yang dia akan katakan sebagai
informasi baru.
Dalam bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya
terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya
sebagian saja dri kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah
kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang
mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermakusd mengatakan:
a) Ma, itu mobil
b) Ma, ayo kita ke mobil
c) Aku minta (mainan) mobil
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran
holofrastik. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah
kata-kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba,
adjektiva, dan mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke.
Disamping itu, kata-katanya selalu kategori sini dan kini.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK).
Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu
terpisah. Untuk mengatakan lampu menyala, anak bukan mengatakan /lampunala/
“Lampu nyala” tetapi /lampu// nala/ “Lampu nyala” dengan jeda di antara lampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dan nyala. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang
normal.
Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa
menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas.
Kalau kita mendengar anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh diatas, kita
akan mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Jadi, berbeda dengan USK, UDK
sintaksisnya lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin
lebih jelas.ciri lain UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari
kategori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata
fungsi seperti di, yang, dan, dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram
ini maka UDK sering juga disebut ujaran telegrafik.
Pada UDK ini juga belum ditemukan afiks macam apapun. Untuk bahasa
Inggris, misalnya, belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini : belum ada –
ing untuk kala progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak belum memakai
prefiks meN- atau surfisk –kan, -i, atau –an.
Berikut adalah beberapa cotoh ujaran dua kata yang dikeluarkan anak umur
1;8 (Dardjowidjojo, 2000:146).
a) /liat tuputupu/
“Ayo lihat kupu-kupu”
b) /etsa nani/
“Echa mau nyanyi”
c) /eyang tsini/
“Eyang, ke sini”
Contoh-contoh diatas telah tampak bahwa dalam UDK anak ternyata
sudah menguasai hubungan kasus. Pada contoh (a), misalnya anak telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
menguasai hubungan kasus antara perbuatan dengan objek. Pada (b) kita
temukan hubungan kasus pelaku-perbuatan, dan seterusnya.
Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0
anak telah menguasai hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi berikut
(Brown 1973 dalam Aitchison 1998:20)
Pelaku-perbuatan
: Echa nyanyi.
Pelaku-objek
: Echa Roti.
Perbuatan-objek
: Maem krupuk.
Perbuatan-lokasi
: Pergi kamar.
Pemilik-dimiliki
: Sarung Eyang
Objek-lokasi
: Mama Kursi
Meskipun pada UDK semantiknya semakin jelas, makna yang dimaksud
anak masih harus diterka sesuai dengan konteksnya. Kalimat Echa roti belum
tentu berarti Echa meminta roti. Bisa juga yang dimaksud adalah lain,
misalnya, Echa mau mengambil roti.
Pada tahap ini anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif. Pada
anak anak indonesia, proses mentalnya agak lebih rumit karena dalam bahasa
indonesia terdapat bentuk negatif : bukan, belum, dan tidak. Pemerolehan
bentuk negatif bukan secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan
kini yang membuat nomina lebih dominan daripada kategori yang lain
sehingga kata bukan merupakan negasi antara dua nomina. Munculnya
bentuk negasi ini mula-mula sebagai respon terhadap pertanyaan. Perhatikan
percakapan anatara Echa dan Eyang Kakungnya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
EK : Ini ikan, ya, Cha?
EC : Utan.
Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan
konsep sini dan kini karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata
negatif ndak atau enggak juga muncul hampir bersamaan dengan belum
karena alasan yang sama.
Setelah UDK tidak ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada
umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga memakai USK,
setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran
yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah kata dengan jumlah
lkata lain bukan merupakn tahap yang terputus.
2.2.11 Pemerolehan Bidang Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa
yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai
ungkapan akan daya cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima
pembaca. Jenis diksi sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk
menyampaikan idea atau gagasan seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan
mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu sendiri (Keraf, 1984: 22-23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
a. Makna kata
Kata
sebagai
satuan
dari
pembendaharaan
kata
sebuah
bahasa
mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi
makna. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan panca
indra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya segi isi atau
makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau
pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi. Pada waktu orang berteriak
“maling!” timbul reaksi dalam pikiran kita bahwa ada sesorang telah
berusaha mencuri barang milik orang lain. Jadi bentuk ekspresinya adalah
kata maling yang diucapkan oleh orang tadi., sedangkan makna atau isi
adalah reaksi yang timbul pada orang yang mendengar (Keraf, 1984: 25-26).
Reaksi yang timbul itu dapat terwujud “pengertian” atau “tindakan” atau
keduanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan
kata, tetapi dengan rangkaian kata yang mendukung suatu amanat, maka ada
beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran kita yaitu pengertian, perasaan,
nada, dan tujuan. Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan
hal-hal tertentu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan reaksi
tertentu. Perasaan lebih mengarah kepada sikap pembicara terhadap apa yang
dikatakannya, bertalian dengan nilai rasa terhadap apa yang dikatakan
pembicara atau penulis. Nada mencakup sikap pembicara atau penulis kepada
pendengar atau pembacanya,. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan
mempengaruhi pula pilihan kata dengan cara menyampaikan amanat itu.
Relasi antara pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
melahirkan nada suatu ujaran. Sedangkan tujuan adalah efek yang ingin
dicapai oleh pembicara atau penulis. Memahami semua itu dalam seluruh
konteks adalah bagian dari seluruh usaha untuk memahami makna dalam
komunikasi.
b. Macam-macam makna
Masalah bentuk kata lazim dibicarakan dalam tata bahasa setiap bahasa.
Bagaimana bentuk sebuah kata dasar, bagaimana menurunkan kata baru dari
bentuk dasar atau gabungan dari bentuk-bentuk dasar biasanya dibicarakan
secara terperinci dalam tata bahasa. Masalah ketepatan pilihan kata atau
kesesuaian pilihan kata tergantung pula pada makna yang didukung oleh
bermacam-macam bentuk itu. Sebab itu, dalam bagian ini masalah makna
kata perlu diperhatikan secara khusus (Keraf , 1984: 27-30).
Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakaan atas makna yang
bersifat denotatif dan konotatif. Untuk menjelaskan kedua jenis makna ini,
perhatikan contoh kalimat berikut.
Toko itu dilayani gadis-gadis manis.  denotatif
Toko itu dilayani dara-dara manis.  konotatif
Toko itu dilayani perawan-perawan manis.  konotatif
Ketiga kata yang dicetak miring di atas memiliki makna yang sama,
ketiganya memiliki referensi yang sama untuk referen yang sama, yaitu
wanita yang masih muda. Namun, kata gadis boleh dikatakan mengandung
asosiasi yang paling umum, yang menunjuk wanita yang masih muda, jugaa
mengandung sesuatu yang lain yaitu rasa indah dan puitis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
a) Makna Denotatif
Makna denotatif adalah Konsep dasar yang didukung oleh suatu
kata (makna itu menunjuk pada konsep referen/ide). Makna yang
sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang mengacu pada
makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat
dibedakan atas dua macam relasi, pertama adalah relasi antara sebuah
kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua adalah
relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari
barang yang diwakilinya (Keraf 1984 : 28). Berikut ini contoh
penggunaan denotasi.
“Adul duwe motor anyar”
“Adul punya sepeda motor baru”
Kata motor „sepeda motor’ pada contoh diatas merupakan contoh
denotasi atau makna sebenarnya. Motor ‘sepeda motor’ merupakan
jenis kendaraan roda dua yang dipakai sebagai alat transportasi, motor
termasuk denotasi karena mempunyai makna yang sebenarnya yaitu
jenis kendaraan roda dua .
b) Makna Konotatif
Konotasi merupakan makna kata yang mengandung arti tambahan,
imajinasi atau nilai rasa tertentu . Konotasi mengacu pada makna kias
atau makna tidak sebenarnya. Konotasi adalah masalah yang jauh lebih
berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi. Konotasi pada
dasarnya timbul karena masalah hubungan sosial atau hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
intrapersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain (Keraf,
1984: 29). Berikut contoh dari konotasi.
“Aja dolan karo bocah sing dawa tangane, sengsara”.
“Jangan bermain dengan anak yang panjang tangan, sengsara”
Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat yang termasuk contoh
konotasi yaitu dawa tangane “panjang tangan”. Pada contoh diatas
termasuk konotasi karena dawa tangane ’panjang tangan’ memiliki
makna yang tidak sebenarnya yaitu bermakna orang yang suka
mencuri bukan bermakna tangan yang ukuranya panjang. Orang yang
panjang tangan dibaratkan sebagai orang yang suka mengambil barang
milik orang lain.
c. Kata Khusus
Kata khusus mengacu pada pengarahan-pengarahan yang khusus dan
konkrit. Sebuah kata khusus akan lebih detail dan jelas maknanya. Makna
dari kata itu akan lebih spesifik karena lebih khusus yang membuat itu
semakin rinci. Menurut Akhadiah (1988: 88) yang termasuk kata khusus
adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering
digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan
dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba,
pendengaran, penglihatan serta penciuman. Berikut ini merupakan contoh
penggunaan kata khusus.
a). “Ibu wau enjing mundhut duren, salak lan nanas wonten ing Peken”.
“Ibu tadi pagi membeli duren, salak dan nanas di Pasar”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b). “Hawane panas banget”.
“Hawanya panas sekali”.
Pada contoh (a) kata duren durian’, salak ‘salak’ dan nanas ‘nanas’ dalam
kutipan diatas termasuk kata khusus karena menyebutkan nama atau jenis
buah-buahan yang dimaksud secara jelas. Kata duren ‘durian’, salak ‘salak
dan nanas ‘nanas’ merupakan kata khusus dari buah-buahan, gambarannya
lebih jelas dibandingkan kata buah yang lebih umum dan kurang detail.
Penggunaan kata khusus yang lain dapat dilihat pada contoh (b) yaitu pada
kata panas ‘panas’. Kata tersebut termasuk kata khusus indria peraba karena
ditanggapi oleh indera peraba yaitu kulit yang sensitif terhadap suhu, rabaan,
dan sentuhan. Kata panas ‘panas’ digunakan untuk menjelaskan tentang suhu
udara yang sedang panas karena suatu hal tertentu seperti matahari yang terik
ataupun penyebab yang lainya.
d. Kata Umum
Kata umum merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas,
kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin
umum, maka akan semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya
apabila kata itu semakin khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf
1984 : 92). Berikut ini merupakan contoh penggunaan denotasi.
“Ani menanam bunga di pot”
Kata ‘bunga’ pada contoh diatas termasuk kata umum, karena spesifikasinya
terlalu umum atau kurang khusus. Sementara jenis bunga itu banyak sekali,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
sehingga akan menimbulkan berbagai macam penafsiran makna pada kata
kembang ‘bunga’ tadi.
e. Kata Ilmiah
Kata ilmiah merupakan kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama
dalam tulisan-tulisan ilmiah. Selain itu, kata-kata ini juga dipakai dalam
pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi khusus, teristimewa dan
juga ilmiah. Berikut ini merupakan contoh penggunaan kata ilmiah.
“Ades minum paracetamol (obat) ketika sakit”
Kalimat di atas berisi kata yang termasuk kata ilmiah yaitu paracetamol
“paracetamol (obat turun panas)”, yang merupakan kata ilmiah dalam bidang
farmasi atau obat-obatan medis. Paracetamol
adalah obat kimia yang
digunakan oleh dokter untuk menurunkan panas ketika seseorang sakit. Kata
tersebuut hanya digunakan dalam bidang kedokteran media dan farmasi.
f. Kata Populer
Kata populer merupakan kata yang umum dipakai oleh semua lapisan
masyarakat baik itu kaum terpelajar ataupun oleh orang kebanyakan. Kata ini
selalu dipakai dalam komunikasi sehari-hari, baik orang lapisan atas maupun
lapisan bawah. Berikut ini merupakan contoh penggunaan kata populer.
“Dimas membeli handphone kamera”
Kata handphone “telepon genggam” termasuk kata populer karena kata itu
sudah umum dipakai oleh semua lapisan masyarakat. Handphone “telepon
genggam” terkenal sebagai perangkat elektronik atau alat komunikasi yang
canggih dan gampang digunakan serta diketahui banyak orang. Hal itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
yang menyebabkan handphone ‘telepon genggam’ merupakan barang yang
terkenal di berbagai kalangan sehingga merupakan termasuk kata populer
karena sudah umum dan banyak diketahui orang.
g. Jargon
Jargon adalah suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan
atau aneh. Pada makna yang lain jargon diartikan sebagai kata-kata rahasia
dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan
rahasia atau kelompok-kelompok khusus (Keraf 1984 : 107). Pada bidang
hukum dan perundang-undangan istilah involuntary conversion artinya
kehilangan atau kerusakan barang karena pencurian ataupun kecelakaan.
Selain itu juga di kalagan masyarakat sering digunakan kata operasi untuk
menyebut adanya razia yang dilakukan polisi di jalan raya.
h. Slang
Slang merupakan kata yang informal, yang disusun secara khas bertenaga,
lucu yang dipakai dalam percakapan. Semacam kata percakapan yang tinggi
atau murni. Merupakan kata-kata nonstandard yang informal, yang disusun
secara khas atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata
kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan
(Keraf 1984 : 108). Contoh Slang sebagai berikut.
“Hiré nyasayé Dab?”
“Piyé kabaré Mas?”
“Bagaimana kabarnya Mas?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Slang jenis ‘balikan’ ini mempunyai rumus yang diambil dari huruf Jawa.
Huruf Jawa yang berjumlah dua puluh dan terbagi ke dalam empat baris
kemudian saling dibalikkan, huruf yang terdapat pada baris pertama diganti
dengan huruf yang terdapat pada baris ketiga, demikian juga sebaliknya.
Huruf yang terdapat pada baris kedua diganti dengan huruf yang terdapat
pada baris nomor empat dan sebaliknya. Secara rinci beberapa kaidah dalam
bahasa walikan dapat diuraikan seperti konsonan diganti sesuai dengan
kedudukan dalam urutan huruf Jawa sedangkan vokal tetap, misalnya proses
penggantian kata kowé menjadi nyothé adalah sebagai berikut.
ha na ca ra ka
da ta sa wa la
pa dha ja ya nya
ma ga ba tha nga
i. Idiom
Idiom merupakan pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah
bahasa-bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak
bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada
makna kata-kata yang membentuknya (Keraf, 1984: 109). Berikut ini
merupakan contoh penggunaan idiom.
“Toto dadi kembang lambe ing desane”
‘Toto menjadi bahan pembicaraan orang di kampungnya’
Kembang lambe pada data di atas terdiri dari dua kata yang masing-masing
mempunyai makna yang berbeda yaitu kembang ‘bunga dan lambe ‘bibir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
berarti bunga yang ada di bibir. Tetapi pada data di atas makna dari
penggabungan kata kembang ‘bunga dan lambe ‘bibir mempunyai arti yang
berbeda dari makna sebenarnya yaitu bahan perbincangan orang lain. Makna
dari sebuah idiom bertumpu pada kata-kata yang membentuknya sehingga
makna sebuah idiom berbeda sekali dengan makna sebenarnya dari kata-kata
yang digunakan itu.
j. Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun
secara seni. Bahasa yang artifisial tidak mengandung dalam kata yang
digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud.
Fakta dan pertanyaannya yang sederhana dapat diungkapkan secara langsung
tak perlu disembunyikan (Keraf , 1984: 110)
k. Diksi Indria
Diksi indria atau kata indria adalah diksi/ kata yang merupakan
tanggapan dari tiap-tiap panca indera. Akhadiah (1988: 88) berpendapat
bahwa diksi indria/indera termasuk kedalam kata khusus tentang panca indera
manusia meliputi indera penglihatan yaitu mata, indera penciuman yang ada
di hidung, indera pendengaran yaitu telinga, indera perasa yang berupa lidah
dan indera peraba yang diinderai oleh kulit. Akhadiah (1988: 88) membagi
kata-kata indera atau diksi indria menjadi beberapa jenis yaitu kata untuk
indera pengecap, kata untuk indera peraba, kata untuk indera pendengaran,
kata untuk indera penglihatan dan kata untuk indera penciuman. Berikut ini
merupakan salah satu contoh penggunaan diksi indria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
“ Bu, bu!, nuwun sewu inggih bu ! Ibu kok ngendika klesak-klesik”
‘Bu, bu !, maaf bu! Ibu kok bicaranya bisik-bisik.’
Klesak-klesik ‘bisik-bisik’ merupakan contoh kata yang termasuk diksi indera
pendengaran karena dapat ditanggapi oleh telinga yang dapat menangkap atau
menerima tanggapan yang berpa suara atau bunyi. Klesak-klesik ‘bisik-bisik’.
2.3 Kerangka Berpikir
Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak Usia 0 – 3 Tahun
Psikolinguistik
Kajian Teori Pemerolehan
Bahasa Pertama
Tahap Pemerolehan Bahasa
Aspek-aspek Pemerolehan
Pertama
Bahasa
Tahap Meraban
Pemerolehan Bahasa Fonologi
Tahap Pola Intonasi
Pemerolehan Bahasa Morfologi
Tuturan Satu Kata
Pemerolehan Bahasa Sintaksis
Tuturan Dua Kata
Pemerolehan Diksi
Infleksi Kata
Kalimat Tanya dan Ingkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara
sistematis tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program,
ataupun menyediakan informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu
masyarakat pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari
suatu fenomena, pengukuran cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Widi,
2010: 47−48). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci
tentang fenomena pemerolehan bahasa anak dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan cross sectional, metode
yang mengambil subjek dari berbagai tigkat umur dan karakteristik lain dari
waktu yang bersamaan untuk memperoleh data yang lengkap dan cepat sehingga
dapat menggambarkan perkembangan individu selama masa pertumbuhan
(Wiranta, 2006: 132-149).
Menurut Moleong (2007: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Sejalan
dengan
pendapat
63
Moleong,
Herdiansyah
(2010:
9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu penelitian ilmiah yang bertujuan
untuk memahami fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan
mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti
dengan fenomena yang diteliti.
3.2. Data dan Sumber Data
Sumber data berasal dari aktivitas tuturan anak sehari-hari yang diambil
dari anak-anak yang ada di kalangan keluarga peneliti dan beberapa anak yang
ada di Panti Asuhan Sayap Ibu di daerah Pringwulung, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Keseluruhan data tersebut berasal dari cuplikan yang diambil secara
natural dalam percakapan antara orang tua dengan anak dan peneliti dengan anak.
Data diperoleh dari tuturan masing-masing anak yang dikelompokan usianya.
Peneliti mengelompokan data anak pada usia 0-1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2
tahun, 2 subjek; dan anak usia 2-3 tahun, 2 subjek. Berikut biodata dari subjek
peneliti
1. Nama
: Karolus Inggil
Tanggal Lahir : 12 September 2014
Usia
: 6 Bulan
Alamat
: Jl. Lio No. 53 RT 01/10 Sukabumi, Jawa Barat
2. Nama
: Ari Wahyudi
Tanggal Lahir : 14 Oktober 2013
Usia
: 1 Tahun 5 bulan
Alamat
: Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
3. Nama
: Gisella Putri Cahyaningtyas
Tanggal Lahir : 10 Januari 2013
Usia
: 2 Tahun 3 Bulan
Alamat
: Gunungan, Bambanglipuro, Bantul, DIY
4. Nama
: Wisnu Saputra
Tanggal Lahir : 11 Desember 2012
Usia
: 2 Tahun 4 Bulan
Alamat
: Yaayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta
5. Nama
: Septi Puspitasari
Tanggal Lahir : 1 September 2012
Usia
: 2 Tahun 7 Bulan
Alamat
: Yayasan Panti Asuhan Sayap Ibu Yogyakarta
3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti
adalah metode simak. Adapun teknik yang digunakan dalam rangka
melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari
catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi
penelitian pemerolehan bahasa pertama anak.
Metode kedua yang dipakai peneliti adalah metode cakap, Penamaan metode
penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang ditempuh dalam
pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
(Mahsun, 2007:95). Dengan adanya metode cakap ini bertujuan untuk
mengetahui berupa percakapan antara subjek dengan peneliti, Teknik ini
dipergunakan untuk menjaring data tentang elemen bunyi yang berkembang pada
anak urutan perkembangan bunyi yang diperoleh, serta variasi bunyi yang
muncul. Di samping itu teknik lain yang digunakan adalah elisitasi atau
pemancingan. Elisitasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat
pancingan atau konfirmasi apakah suatu elemen bunyi memang muncul atau
belum, sehingga bisa diyakini bahwa suatu elemen memang sudah atau belum
muncul pada usia atau fase tertentu.
3.4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumennya adalah peneliti yang berbekal teori
pemerolehan bahasa dibantu dengan metode simak dan cakap. Selanjutnya, ketika
penelitian semakin jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan menjadi
penelitian instrumen sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan
membandingkan yang telah ditemukan melalui observasi (Sugiyono, 2012: 223224). Peneliti telah melihat bagaimana perkembangan bahasa anak-anak di
kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut bisa memudahkan peneliti dalam
mengupayakan hasil penelitian secara maksimal.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada
kajian analisis deskripstif. Analisis deskriptif yang dimaksud adalah analisis
dengan merinci dan menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian
dalam bentuk kalimat (Nurastuti, 2007: 203). Peneliti menggunakan langkahlangkah berikut untuk menganalisis data dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
1. Tahap Klasifkasi
Peneliti
mengelompokan
data
penelitian
berdasrakan
tahap
pemerolehan bahasa yang mengacu pada teori.
2. Tahap Identifikasi
Peneliti melakukan identifikasi data. Identifikasi data dilakukan
denagn
mengkaji
tuturan-tuturan
anak
dengan
teori-teori
perkembangan bahasa anak.
3. Tahap Interpretasi
Peneliti memberikan pemaknaan temuan-temuan yang ada dalam
penelitian.
4. Tahap Deskriptif
Peneliti
memaparkan
pembahasan.
hasil
kajian
dan
menyimpulkan
hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Pemerolehan bahasa pertama pada anak sangat penting. Bahasa merupakan
bagian terpenting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi dengan yang
lainnya. Dengan adanya bahasa, informasi yang ingin disampaikan dapat diterima
dengan baik oleh penutur maupun mitra tutur. Pembentukan bahasa terjadi pada
usia dini. Pada usia 0 – 1 tahun adalah peroide yang sangat penting bagi
pembentukan bahasa, dimana pada usia tersebut merupakan pembentukan bahasa
si anak sebagai dasar untuk memperoleh atau menyampaikan informasi dari dan
kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
Bahasa dapat berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini
psikolinguistik sangat berperan penting dalam pembentukan bahasa. Linguistik
lebih mengacu kepada struktur bahasa, sedangkan psikologi mengacu kepada
proses berbahasa. Dua aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui cara
berproses berbahasa di setiap tahapnya. Dalam pemerolehan bahasa pertama,
psikolinguistik memaparkan melalui pakar-pakarnya beberapa cara
tahap
pemerolehan bahasa.
Menurut Atchison (1976) pemerolehan bahasa dapat diketahui dengan
perfomansi bahasa yang dapat dilihat pada perkembangannya di setiap bulannya.
Begitu pun menurut Chomsky (1965) perkembangan bahasa anak karena adanya
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
“alat pemerolehan bahasa” Language Acquistion Device (LAD). Alat ini
merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butirbutir yang mungkin dari suatu bahasa.
Dari hasil klasifikasi menunjukan ada beberapa tahapan pemerolehan bahasa
periode usia 0 s.d 3 tahun, diantaranya menangis, mendekur, meraban, pola
intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya
ingkar. Dengan adanya tingkatan pemerolehan bahasa itu, peneliti bisa
mengetahui bahwa data-data yang ada sudah sesuai dengan tahapan pemerolehan
bahasa. Kemudian, setelah mengetahui tahapan pemerolehan bahasa, peneliti
ingin juga mengetahui pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 Tahun pada aspek –
aspek bahasa pada setiap percakapannya atau bunyi yang dikeluarkan oleh anak
pada saat percakapan terjadi. Aspek- aspek bahasa itu dilihat dan dan di teliti pada
tataran (1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, dan (4) diksi.
Data yang dianalisis oleh peneliti adalah pemerolehan bahasa pada anak usia 0
sampai 3 tahun. Data diambil dari pengamatan peneliti tentang pemerolehan
bahasa anak di Panti Asuhan dan kalangan keluarga selama tiga bulan periode
Januari – Mei 2015. Terdapat 5 subjek yang dianalisis dalam penelitian ini oleh
peneliti. Anak usia 0 – 1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2 tahun, 2 subjek; anak usia
2-3 tahun, 2 subjek. Ada sekitar 30 tuturan yang dianalisis dalam penelitian ini.
4.2. Analisis Data
Sesuai dengan teknik analisis data yang telah dipaparkan pada metodologi
penelitian, maka data yang terkumpul telah diidentifikasi. Dari hasil klasifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
menunjukan ada beberapa tingkatan pemerolehan bahasa periode usia 0 s.d 3
tahun, diantaranya menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata,
tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Terdapat juga
pemerolehan aspek- aspek bahasa pada tataran (1) fonologi, (2) morfologi, (3)
sintaksis, dan (4) diksi.
4.2.1
Tahap pemerolehan bahasa usia 0-3 Tahun
Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan perkembangan
bahasa awal. Hartley (1982: 23) menuliskan pendapat Atchison (1976) tentang
stadia akuisisi bahasa yang berkaitan dengan performansi linguistik. Dalam stadia
akuisisi bahasa tersebut, peneliti mengambil beberapa tahap performansi
linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap performansi
linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan
satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar.
Agar lebih terperinci,peneliti mengelompokan data menjadi beberapa
kelompok, yaitu (1) kelompok usia 0-1 Tahun, (2) Kelompok 1-2 Tahun, dan (3)
2-3 Tahun. Klasifikasi data tersebut telah diidentifikasi berdasarkan landasan teori
yang telah dipaparkan pada bab II.
4.2.1.1 Usia 0-1 Tahun
Berdasarkan
data
yang
diperoleh,
kemudian
dianalisis
tahap
perkembangan bahasa awal. Dalam hal ini peneliti menggunakan Pendapat
Atchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), tentang stadia akuisisi bahasa
yang berkaitan dengan performansi linguistik. Stadia akuisisi bahasa tersebut,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
peneliti mengambil beberapa tahap performansi linguistik yang sesuai dengan
data yang telah diambil. Tahap performansi linguistik tersebut adalah menangis,
mendekur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi
kata, dan kalimat tanya ingkar. Tahap Performansi pada usia 0-1 Tahun meliputi
tahap menangis, mendekur meraban, dan pola Intonasi. Tahap Performansi
tersebut akan dianalisis sebagai berikut.
a) Performansi Linguistik Tahap Menangis, Meraban, dan Tahap Pola
Intonasi
Menangis pada bayi mempunyai beberapa makna, seperti tangisan untuk
minta minum, minta makan, tangisan karena kesakitan, dan sebagainya. Proses
menangis pada anak biasanya muncul pada saat ia lahir hingga beberapa
minggu. Mendekur sebenarnya sulit dideskpripsikan, karena bunyi yang
dihasilkan mirip dengan vokal, tapi hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi
vokal yang dihasilkan orang dewasa. Tampaknya dengan mendengkur si bayi
melatih peranti alat ucapnya. Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul
pada waktu anak itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia
masuk pada tahap meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan
konsonan secara serentak.
Dalam tahap meraban awal, bunyi yang dihasilkan tersebut bukan
merupakan ujaran, akan tetapi merupakan tanda-tanda anak sedang
menggerakan alat bicaranya. Beberapa minggu kemudian anak akan memasuki
tahap meraban lanjutan dimana Peneliti berpendapat bahwa anak usia 0-6 bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
adalah masa anak memasuki performansi linguistik tahap meraban sesuai
dengan teori dari Aitchison. Data penelitian disajikan sebagai berikut.
(1). Anak : “aaaaaaaa”
Mitra Tutur : Adek kenapa nangis?
Anak : “eeeaaaaaakk”
Mitra Tutur : Cup-cup Dik, yuk mama gendong.
Anak : “aaaaaa.. eaaaaaee”
(Konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 6
bulan. Mitra tutur adalah ibu dari anak yang berusia 6 bulan.
Situasi itu terjadi saat anak menangis. Ibu dari anak itu sedang
berusaha menenangkan anak dengan cara menggendong).
(2). Anak : “uhuk-uhuk”
Mitra Tutur : Adik batuk. Pelan-pelan Dik?..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi
batuk. Dalam perkembangan anak, tentu orang tua akan bangga
dan bersyukur karena anak berkembang secara normal).
(3). Mitra Tutur : Adik belum sendawa ya?
Anak “ eeeuuk”
Mitra Tutur : Terima kasih Tuhan, Adik sendawa.
(Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi
sendawa. Orang tua berusaha memancing agar anak bisa
sendawa dengan cara memberikan asupan kepada anak berupa
susu dan sedikit memijat tengkuk anak).
(4). Anak : “aauuu... aaaaa”
Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik?
Anak “ auuuaa.. aaahhhaa”
(Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan
suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit
terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan
suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak
mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Data (1) mengindikasikan bahwa anak sudah bisa menangis dan
menjerit. Semua anak usia 0-2 pasti menangis, terkadang tangisan mereka
berbeda-beda, beberapa anak menangis dengan sangat keras dan juga ada
menangis dengan suara pelan. Ada anak menangis seperti merengek-rengek
dan ada pula anak lebih sedikit daripada anak usia 0-2 bulan lainnya. Tangisan
atau jeritan merupakan cara yang digunakan anak usia 0-2 bulan untuk
berkomunikasi, maka setiap tangisan yang keluar dari mulut bayi memiliki arti
yang berbeda-beda. Ada tangisan tanda lapar ataupun tangisan tanda
ketidaknyamanan. Dalam data ini anak menandakan bahwa ia ia tidak nyaman
dengan situasi yang dialaminya.
Alasan utama anak usia 0-2 bulan menangis karena lapar adalah pada
awal kehidupannya anak usia tersebut mengalami proses tumbuh dan
berkembang. Untuk proses tumbuh dan berkembang anak membutuhkan
makanan. Umumnya, tangisan karena lapar diawali dengan tangisan perlahan
lalu semakin keras. Sering kali juga terdapat jeda selama beberapa detik karena
anak menelan udara saat menangis. Tetapi tangisan tersebut akan terus
berlangsung sampai ia mendapatkan makanannya.
Perkembangan motorik yang muncul adalah gerakan tangan yang
menutupi wajah ketika anak kaget, misalnya mendengar suara nyaring yang
keras.
Menurut
anak
suara
yang
didengarnya
dirasa
menganggu
kenyamanannya. Menurut Poerwo (1989) Pada usia dua minggu bayi sudah
dapat membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Dia sangat tanggap
terhadap setiap orang yang mendekatinya dan terutama tertarik untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
mengamati mata dan mulut; dan dia akan bereaksi dengan senyum. Pada usia
sekitar tiga minggu senyum bayi sudah dapat disebut sebagai “senyum sosial”,
sebab senyum itu diberikan sebagai reaksi sosial terhadap rangsangan (berupa
wajah atau suara ibu) dari luar.
Data (2) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-4 bulan.
Dalam data ini anak mengeluarkan bunyi batuk seperti tersedak pada bagian
dadanya. Pada data ini bunyi batuk muncul karena anak tesedak oleh makanan
atau minuman yang masuk tidak sempurna pada pencernaan, sehingga anak
mengalami hal yang tidak nyaman pada dada hingga rongga kerongkongan
yang berakibat munculnya bunyi batuk yang dikeluarkan oleh mulut anak.
Data (3) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-4 bulan.
Dalam data ini, anak mengeluarkan bunyi sendawa pada data dituliskan
menjadi kata “eeuukk” . anak akan mengeluarkan bunyi “eeuuk” atau sendawa
beberapa menit setelah makan dan artinya bunyi tersebut menandakan bahwa
anak sudah kenyang. Jika anak setelah makan atau pun minum belum
mengeluarkan bunyi sendawa, orang tua akan sedikit memancing dengan cara
melakukan pijatan pada tengkuk anak. Sendawa termasuk pada tahap
performansi linguistik meraban.
Data (4) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak usia 0-6 bulan.
Dalam data ini anak mengeluarkan bunyi “auuu auuu aaahha”. Ketika anak
mengeluarkan bunyi “auuu auuu aahha” aktivatis anak sedang dalam
pangkuan orang tua dan sedang berbaring, tetapi biasanya bunyi tersebut sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
terdengar saat anak berbaring. Bunyi mendekur sesekali terdengar saat anak
melalukan kegiatan untuk meraih suatu benda yang ia lihat. Bunyi tersebut
termasuk dalam kategori performansi linguistik tahap meraban.
b) Tahap Pola Intonasi
Anak-anak mulai menirukan pola intonasi sejak usia delapan hingga
sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip dengan tuturan ibunya atau pun apa
yang ia dengar. Anak tampaknya menirukan tuturan orang tuanya tetapi
hasilnya tidak bisa dipahami oleh orang yang ada disekelilingnya. Orang tua
terutama ibu sering mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan intonasi
tanya dengan nada tinggi pada akhiran yang diucapkannya. Maka orang tua
sering melatih anaknya berbicara dengan kalimat bertanya “kamu mau apa?”
dan sebagainya. Data penelitian dapat diuraikan sebagai berikut.
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : Cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa?
(Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu
mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan
bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai
muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu
berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh
anak).
Data (5) merupakan tuturan yang diucapakan oleh anak usia 8 bulan.
Tuturan yang diucapkan oleh anak berupa bunyi yang terdiri dari susunan
huruf vokal dan konsonan “babababa”. Bunyi nasal pola /m/, dan /n/ sudah
mulai terdengar misalnya anak mengeluarkan bunyi “euuuh.. mmaaa”.
Meskipun bunyi pola intonasi ini belum memiliki makna komunikasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
jelas, namun tujuan anak mengeluarkan bunyi tersebut untuk menggerakan alat
bicaranya agar terbiasa terlatih untuk memperoleh tahap perkembangan bahasa
yang selanjutnya. Bunyi tersebut muncul karena anak mendengar suara-suara
yang ada di sekitarnya, dan memicu anak mengeluarkan bunyi pola intonasi
tersebut. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), Pada
usia delapan atau sembilan bulan, anak mulai menirukan pola-pola intonasi.
Hasil tuturan anak mirip dengan yang dikatakan oleh ibunya. Anak tampaknya
mencoba menirukan percakapan dan hasilnya adalah tuturan yang kadangkadang tidak dipahami oleh orangtuanya atau orang dewasa yang lain.
4.2.1.2 Usia 1-2 Tahun
Dalam stadia akuisisi bahasa, peneliti mengambil beberapa tahap
performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap
performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola
intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya
ingkar. Pada usia 1-2 Tahun Tahap performansi yang muncul adalah Tahap
Tuturan satu kata, tuturan dua kata dan Infleksi kata. Tahap performansi tersebut
dianalisis dalam data sebagai berikut.
a) Tahap Tuturan Satu Kata
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaranujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu
pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak
mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan
dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Menurut
pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap tersebut
memiliki fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu
sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu
perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, katakata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan
seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e. Pada periode ini bahasa yang
digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulai
mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai
melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat
bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana. Data penelitian
disajikan sebagai berikut.
(6) Ibu : Adik mau apa?
Anak: Mimi!
Anak : Akut!
Ibu : Takut kenapa?
Anak : Itu...
Anak : Akit.
Anak : Apa tu?
(konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5
tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi
ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan
menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan
menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak).
(7)Ibu : Ci Luk Baa
Anak : Hahaaauuuu..eeehh..
Ibu : Adik jangan keluar!!
Anak : Baba... baba
Ibu : Sini Adik bobo ya?
Anak : bobo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Ibu : Bobo ma mama ya?
Anak : Gaa...
Ibu : kok engga, dik?
Anak : Bobo. Bobo.
(Konteks : Pada situasi ini anak berkomunikasi dengan ibunya.
Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi
dengan bunyi konsonan. Tujuan komunikasi ini adalah
merangsang anak dalam mengucapkan suara. Perkembangan
motorik yang muncul adalah anak sudah bisa berdiri dan
berjalan. Perkembangan motorik yang lainnya adalah ketika
anak mengucuapkan bunyi, gerakan mulut cenderung kedepan).
(8) Ibu : Ari mau maem engga?
Anak : Emoh.
Ibu : Sini maem dulu!
Anak : Emoh...
Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya?
Anak : Aaaaa....
Ibu : Bener lho, mama tinggal lho..
Anak : Aaaaaa......
Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter..
Anak : Emoh..
(Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan
orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak
menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang
artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras
cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala
digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung
mengkerut).
(9) Anak : Ma.
Ibu : Gambar apa itu?
Anak : Ini.
Anak : Maaaa..
Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus.
Anak : Ini.
Ibu : Ye, gambarnya bagus.
Anak : Ini, Ma.
Ibu : Ye, Ari pinter gambar.
(Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis.
Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung
berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua
merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan
tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis
kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan
dada anak).
(10) Ibu : Ari sama Papa ya?
Anak: Mama.
Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa?
Anak : Ma Papa.
Ibu : Iya, sama Papa yaa?
Anak : Iya.
Ayah : Sini Dik, sama Papa main.
Anak : Papapa.
Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok.
Anak : Eca (cicak).
Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan.
Anak : Eca yan eyan
Ayah : Nanti Ari digigit cicak...
Anak : It eca...
(Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan
papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau
bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa
kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan).
Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak
berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir
atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi.
Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya
kata papa).
Data (6) merupakan tuturan dari seorang anak yang berusia 1,5 tahun.
Pada tuturan ini menjelaskan bahwa anak sudah mampu mengucapkan pola
tuturan satu kata. Kata mimi yang artinya minum sudah biasa dikatakan oleh
anak karena sering terdengar dari ucapan dari orang tua. Pada usia ini anak
lebih banyak mendengar dan melihat kejadian-kejadian yang ada disekitarnya
dan merekam itu semua dalam memori ingatannya. Ketika bertutur, anak akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
menirukan kata-kata yang ia ingat dalam memori ingatannya. Namun kata-kata
yang diingat hanya dapat dikatakan berpola satu kata. Pada umumnya anak usia
1,5 tahun sudah mampu berkomunikasi dengan baik melalui alat bicaranya
maupun dengan bahasa tubuhnya.
Data (7) merupakan tuturan dari seoarang anak yang berusia 1,5 tahun.
Konteks pada tuturan ini adalah anak sedang melakukan kegiatan bermain.
Kata yang diucapkan anak biasanya mengucapkan kata baba dan kata hahaha.
Pada dasarnya kata-kata yang diucapkan oleh anak tidak memiliki makna atau
arti sama sekali. Kata-kata yang diucapkan oleh anak cenderung tiruan dari
percakapan yang didengarnya saja.
Data (8) merupakan tuturan anak usia 1,5 tahun yang terjadi pada saat
anak hendak makan siang. Pada saat terjadi tuturan antara anak dengan mitra
tuturnya, anak hanya mengucapkan kata emoh yang artinya tidak mau. Kata
emoh pada tuturan ini termasuk kedalam performansi linguistik tututran satu
kata, karena saat anak diajak untuk makan oleh mitra tutur, jawaban kata emoh
diucapkan berulang-ulang pada setiap pertanyaan oleh anak dan cenderung
berteriak. Pada kejadian ini pun anak sering sering berteriak dan mengeluarkan
bunyi aaaaa yang memiliki arti bahwa anak merasa terganggu atau
menegaskan dari kata emoh bahwa ia menolak tidak mau makan.
Data (9) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun. Pada data ini
anak mengajak berkomunikasi orang yang ada disekitarnya terutama orang
tuanya. Pada data ini menunjukan bahwa anak menggunakan tuturan satu kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
pada berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Anak hanya
mengatakan kata ini dan kata maa yang artinya mama untuk berkomunikasi.
Anak berkomunikasi dengan orang tuanya saat anak melakukan kegiatan
menulis, dan tuturan-tuturan itu muncul saat anak ingin menunjukan karya
tulisannya kepada orang tuanya. Kata ini dan ma dapat digolongkan kedalam
tuturan satu kata. Pada saat anak mengatakan kata tersebut, anak tidak
menambahkan kata apapun di belakang kata ini dan ma.
Data (10) merupakan tuturan seorang anak dengan orang tuanya. Pada data
ini anak banyak menggunakan tuturan satu kata pada saat menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Misalnya saja kata mama, iyaaa,
papapa, dan eca. Pada saat anak mengatakan kata mama ia mengatakan bahwa
ia ingin bersama orang tuanya. Ketika anak bertutur kata iyaaa¸ dan papapa ia
mengatakan bahwa ia ingin bersama ayahnya, namun pada dasarnya ketika
anak usia 1,5 tahun bertutur belum memiliki arti seutuhnya pada perkataan
yang ia ucapkan. Tetapi biasanya orang tua mengartikan bahwa ketika anak
mengatakan mama berarti anak ingin bersama ibunya atau ketika anak
mengatakan kata papapa orang tua mengartikan bahwa anak ingin bersama
dengan ayahnya.
b) Tahap Tuturan Dua Kata
Pada tahap ini tuturan bersifat telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata yang
mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah
menjadi Ani mau minum susu (Aitchison dalam Harras dan Andika, 2009: 5056). Ciri yang paling menonjol pada periode ini adalah kenaikan kosakata anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
yang muncul secara dramatis. Ketika umurnya mencapai dua setengah tahun,
kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu
dihitung dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut
morfem. Data penelitian diuraikan sebagai berikut.
(11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam.
Anak : Ijemmm, ijemmm
Ibu : Icel mau minta?
Anak : Itahhh.. Itahhh
Ibu : Icel udah makan?
Anak : Utahh mam..
(Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur
adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak
untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat
tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah
rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah
pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan.
Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar).
(12) Ayah : Icel, Mama galau ga?
Anak : Galau
Ayah : Kalau Papa?
Anak : Galau
Ayah : Kalau Icel?
Anak : Galau
Ayah : Terus apa lagi?
Anak : Baju galau, mobil galau, mama galau.
Ayah : Semuanya galau?
Anak : Heeuh galau.
Ayah : Yang ngajarin Icel wan tu wan tu siapa?
Anak : Icel wan tu wan tu..
(bilangan bahasa inggris one, two)
Ayah : Icel hebat belajar...
Anak : Heeuh, Icel, Icel mau mam..
Ayah: icel mau mam apa?
Anak : Mama galau, icel mau gi ma Mama galau..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang
berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi
mitra tutur dan penutur berada di kamar penutur dengan situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
santai Mitra tutur lebih cenderung bertanya kepada penutur.
Penutur merespon dengan menjawab pertanyaan dengan
jawaban yang diulang-ulang. Penutur sudah mulai membuka
pembicaraan dengan mitra tutur. Perkataan yang diucapkan
oleh penutur belum spenuhnya memiliki makna. Perkembangan
Motorik : Tatapan mata anak mengikuti sumber suara
terkadang memalingkan tatapannya ke objek yang lain. Anak
terkadang menjawab pertanyaan yang ditanyakan sambil
berjalan ataupun berlompat-lompat. Konsentrasi pendengaran
anak masih pada suara mitra tutur meskipun anak melakukan
kegiatan lain).
(13) Ayah : Gisell..
Anak : Icell
Ayah : Namanya siapa hayo?
Anak : Icell..
Ayah : Icel lagi apa sih?
Anak : Lihat Ayam..
Ayah : Ayam lagi apa, Cel?
Anak : Agi galau..
Ayah : Kok galau?
Anak : Galau...
Ayah : Dari kemarin galau mulu?
Anak : Ayamnya galau, mam, us galau ja..
Ayah : Ooo, icel kasih maem ayamnya?
Anak : Tu, ma Mama
Ayah : icel suka ayam engga?
Anak : Ayam ena..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang
berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi,
penutur dan mitra tutur berada di teras depan rumah. Penutur
lebih banyak menjawab pertanyaan mitra tutur dengan satu
hingga dua kata. Mitra tutur cenderung bertnaya tentang apa
yang dilakukan oleh penutur. Penutur mengucapkan jawaban
dengan kata-kata yang diulang dan susunan kata dan
kalimatnya belum sempurna. Perkembangan motorik : gerakan
badan yang sangat menonjol adalah penutur lebih aktif
berjalan-jalan diteras rumah. Saat mitra tutur bertanya kepad
penutur, gerakan kepala penutur cenderung tak acuh kepada
mitra tutur. Dalam hal ini penutur lebih banyak menggunakan
pendengaran dan menjawab pertanyaan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
(14) Anak : Apa tu, Ma?
Ibu : Ini minuman Mama, Icel.
Anak : Numan tu.
Ibu : Iya biar Mama sehat.
Anak : Mau mau....
Ibu : Nanti Mama buatin ya?
Anak : Mau itu. (Menunjuk)
Ibu : Ini, enak gak?
Anak : Acemm.. (asam)
(Konteks : Situasi pada data ini terjadi saat penutur (anak) dan
mitra tutur (orang tua) berada di ruang makan dalam keadaan
santai. Anak sudah mulai membuka percakapan dengan orang
tuanya. Dalam data ini anak menunjukan rasa penasaran
dengan apa yang dilihatnya. Orang tua dari anak merespon
dengan baik pertanyaan yang diajukan kepadanya).
(15) Bibi : Icell lagi apa?
Anak : Gi mam oti. (lagimakan roti)
Bibi : Roti apa, Icel?
Anak : Otinya kejuu.
Bibi : Bibi minta, boleh ga?
Anak : Mauu aja luhh.
Bibi : Mana Bibi minta?
Anak : ma mama ja.
Bibi : Punya Icel aja ya?
Anak : Ma Mama ja, Ini Icel una.
(Konteks : Situasi ini terjadi pada saat anak sedang melakukan
kegiatan di ruang tengah rumah. Mitra tutur anak kali ini
adalah saudaranya yang sedang berkunjung ke rumahnya.
Dalam data ini anak sudah tidak merasa asing dengan orang
lain selain orang tuanya sendiri. Sehingga komunikasi antara
anak dengan mitra tutur berjalan dengan lancar. Anak sudah
memulai menjawab pertanyaan dengan lantang kepada mitra
tutur. komunikasi berjalan dengan lancar karena adanya timbal
balik pertanyaan antara anak dengan mitra tutur.
Perkembangan motorik : gerakan kepala anak tetap terfokus
dengan kegiatannya makan roti. Meskipun anak diajak
berkomunikasi, anaak tetap menjawab tanpa melihat mitra
tutur. Gerakan mulut anak ketika menjawab pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dimajukan kedepan cenderung menjawab pertanyaan dengan
nada berteriak).
(16) Anak : Mama ini.
Ibu : Kue dari siapa ini?
Anak : Bibi.
Ibu : Icel bilang apa tadi sama Bibi?
Anak : Ilang makasih gitu.
(Konteks : Pada data ini anak sudah mulai membuka
komunikasi dengan orang disekitarnya terutama dengan orang
tuanya.
Kata-kata
yang
diucapkan
anak
sudah
mengkombinasikan anatara pola satu kata dengan pola dua
kata Pada data ini huruf konsonan /k/ masih sulit dikatakan oleh
anak. Misalnya saja pada data kata makasih masih diucapkan
ma asih. Perkembangan motorik : gerakan tangan sangat
terlihat ketika anak memberikan, menunjukan benda kepada
orang tuanya saat terjadi komunikasi).
(17) Anak : Ma.
Ibu : Apa Dik?
Anak : Ada meong.
Ibu : Mana?
Anak : Itu dual
Ibu : suarnya gmn, Dik?
Anak : Meong-meong tu.
Ibu : Icel mau meongnya ga?
Anak : Entaaa, nti digit loo.
(Konteks: Pada data ini situasi menujukan ketika anak sedang
di dalam ruangan tamu. Anak membuka komunikasi dengan
mitra tuturnya orang tua. Anak ingin menunjukan kepada mitra
tutur tentang apa yang ia lihat. Mitra tutur merespon
pertanyaan dengan baik, dan mengajukan kembali pertanyaan
kepada anak tentang apa yang dilihatnya. Perkembangan
motorik : gerakan tangan dan kepala sangat terlihat pada
tindak tutur ini, gerakan tangan menujuk kepada objek yang
dilihat oleh anak, sedangkan gerakan kepala fokus kepada mitra
tutur saat sedang berkomunikasi).
(18) Ibu : Icel anaknya siapa?
Anak : Mama Papa?
Ibu : Ini siapa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Anak : Mama
Ibu : kalau Papanya?
Anak: Ta da, kelya... (Tidak ada, kerja)
Ibu: Icel kangen ga ma Papa?
Anak : Kanen... (Kangen).
(Konteks : Pada data ini terjadi saat situasi sedang santai.
Orang tua membuka percakapan dengan anak tentang keluarga.
Anak merespon pertanyaan dengan baik dan menjawab
pertanyaan dengan benar Tujuan komunikasi yang dilakukan
oleh orang tua adalah merangsang ingatan anak Komunikasi
yang dilakukan oleh orang tua adalah tentang keluarga. Orang
tua merangsang ingatan anak dengan media foto yang
ditunjukan kepada anak. Gerakan motorik : gerakan tangan
menujukan objek apa yang dilihatnya sekaligus merangsang
objek siapa yanga ada dalam foto tersebut).
Data (11) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2 tahun. Pada data
ini anak bertutur kepada orang tuanya untuk meminjam sesuatu barang dengan
pola dua kata. Kata yang diucapkan oleh anak adalah kata ijem-ijem yang
artinya meminjam. Kata tersebut secara struktural salah dalam pengucapannya,
tetapi dalam perkembangan bahasa anak kata tersebut sudah mencapai pola dua
kata yang hampir sempurna. Kata ijem-ijem yang diucapkan oleh anak dapat
diartikan bahwa ia mempertegas kepada mitra tuturnya untuk merespon dan
melakukan sesuatu kepadanya. Begitu pun dengan kata itah yang minta atau
meminta sesuaatu yang dilihat oleh anak. Kata itah dalam data ini diucapkan
berulang dan memenuhi pola dua kata.
Data (12) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2 tahun dan mitra
tuturnya adalah orang tua atau ayah dari anak tersebut. Dalam data ini anak
dengan ayah sedang membicarakan tentang kebiasaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh anak. Percakapan data ini tujuannya adalah ayah dari anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
tersebut ingin mengetahui perkembangan bicara anak dengan memamcing atau
mengajukan pertanyaan kepada anak. Pada awalnya anak hanya menjawab
dengan pola satu kata, kemudian berangsur menjadi pola dua kata. Misalnya
pada data ini anak mengucapkan kata heeuh galau yang memiliki arti iya
galau, kemudian anak menjawab pertanyaan dari ayahnya dengan pola dua
kata yaitu mama galau, icel mau gi ma mama galau, artinya mama sedang
galau, icel lagi sama mama galau. Pada perkataan anak tersebut pola dua kata
sudah mulai dikatakan bahkan lebih dari dua kata. Dari segi makna perkataan
yang diucapkan oleh anak memiliki arti namun terkadang tidak memiliki arti
atau kosong.
Data (13) merupakan tuturan anak berusia 2 tahun dan mitra tuturnya adalah
ayah atau orang tua dari anak tersebut. Pada data ini terlihat anak melakukan
percakapan dengan anak menggunakan tuturan dua kata. Menurut Aitchison
dalam Harras dan Andika (2009: 50-56), Pada tahap ini tuturan bersifat
telegrafis, yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti paling penting.
Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu. pada
data ini anak sedikit demi sedikit pola tuturan dua kata sudah terdengar
meskipun pada percakapannnya masih terdengar tuturan satu kata yang
diucapkan oleh anak. Misalnya anak mengatakan liat ayam yang artinya
melihat ayam. Ucapan anak tersebut secara langsung menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh ayahnya.
Data (14) merupakan tuturan dari anak usia 2 tahun. Mitra tutur adalah ibu
atau orang tua dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak menanyakan tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
benda yang digenggam oleh ibunya. Ketika anak memulai percakapan, pola
cakap anak sudah terlihat menggunakan pola dua kata. Saat anak bertanya dan
mengucapkan kata apa tu ma?, ini menandakan anak sudah mulai
menggunakan pola dua kata dalam setiap percakapannya. Penanda bahwa anak
menggunakan pola dua kata muncul lagi ketika anak bertanya kembali kepada
mitra tuturnya, pada data ini anak berkata numan tu?. Kata numan tu? Yang
memiliki arti minuman itu?, konteks disini anak menegaskan kepada mitra
tuturnya. Secara pola kalimat anak belum mampu menggunakan tata kalimat
yang baik saat bertanya atau menjawab pertanyaan, namun secara tahap
performansi linguistik anak sudah mampu mengucapkan pola dua kata sesuai
dengan rentangan usianya yang masuk pada usia dua tahun.
Data (15) merupakan tuturan dari anak usia 2 tahun. Data ini menjelaskan
tuturan anak dengan saudaranya yang menjadi mitra tutur. Tuturan pada data
ini diawali oleh mitra tutur yang bertanya kepada anak tentang kegiatan yang di
lakukan oleh anak. Ketika anak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mitra
tutur, anak lebih banyak menjawab pertanyaan dengan menggunakan pola dua
kata. Contoh dari pola dua kata yang diucapkan oleh anak pada data (15) ini
adalah kalimat gi mam oti yang artinya sedang makan roti. Dalam percakapan
ini anak lebih banyak menjawab atau merespon peertanyaan dari mitra tutur
dengan pola dua kata. Prosesnya adalah ketika mitra tutur bertanya anak selalu
aktif dalam menjawab dan cenderung menggunakan pola dua kata bahkan
lebih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Data (16) merupakan tuturan yang diungkapkan oleh anak berusia 2 tahun.
Pada data ini anak membuka percakapan dengan orangtuanya sebagai mitra
tutur. Proses dari percakapan ini adalah ketika anak memberikan benda yang
digenggam olehnya lalu diberikan kepada mitra tutur. Saat memberikan benda
tersebut anak berkata mama ini. Mitra tutur menjawab dan memberi pertanyaan
balik kepada anak dengan berkata kue dari siapa ini?. Ketika anak diberi
pertanyaan tersebut anak sudah merespon dan menjawab bibi dan
mengucapkan kalimat bilang makasih gitu pada jawaban pertanyaan
berikutnya. Dasar dari data ini adalah anak ingin memberi tahu kepada orang
tuanya yang berperan sebagai mitra tutur tentang apa yang ia dapat. Secara
performansi linguistik, anak sudah mampu mengucapkan pola dua kata pada
setiap percakapan dengan mitra tuturnya. Kalimat yang diungkapkan anak
menjadi informasi yang ditujukan kepada mitra tutur.
Data (17) merupakan tuturan dari anak berusia dua tahun. Mitra tutur dalam
percakapn ini adalah orangtua dari penutur. Konteks dari percakapan ini adalah
penutur atau anak ingin memberikan informasi kepada penutur tentang objek
yang dilihatnya. Dalam data ini, anak membuka percakapan dengan memanggil
kata mama, saat dipanggil mitra tutur akan merespon pertanyaan dari penutur.
Pada saat itu anak akan menjelaskan bahwa ia sedang melihat binatang yang
ada di luar rumah, contohnya ketika menjelaskan anak mengucapkan kalimat
ada meong arti dari kalimat yang diungkapkan oleh anak adalah bahwa ia
sedang melihat meong atau kucing. Terlihat bahwa dalam data ini anak mampu
menggunakan performansi lingusitik pola dua kata dan tahap satu kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
(holofrases) dalam satu percakapan. Secara urutan usia anak dua tahun sudah
mampu berkata satu kata dalam data ini anak mampu belajar terbiasa
menggunakan kalimat pola satu kata dan pola dua kata dalam satu percakapan.
Data (18) merupakan tuturan dari seorang anak berusia dua tahun. Dalam
data ini anak sudah mampu mengungkapkan pola dua kata pada setiap kalimat
yang diucapkannya. Misalnya saja kata mama papa. Sesuai dengan teori
Aitchison bahwa anak berusia dua tahun mampu mengucapkan arti penting
dalam setiap kata-katanya. Pada percakapan ini anak masih sulit mengucapkan
kalimat yang benar terutama pada pelafalan huruf. Misalnya kata kangen
diucapkan kanen. Kata ta da, kelya artinya tidak ada kerja. Mungkin kata yang
diucapkan oleh anak sulit dimengerti dan hanya dapat dimengerti oleh
beberapa orang saja.
c) Infleksi Kata dan Aglutinatif
Pada tahap ini Secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak
penting mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang
dianggap remeh dan infleksi itu mulai merayap di antara kata benda dan kata
kerja yang digunakan oleh anak. (Aitchison dalam Harras dan Andika 2009:
50-56). Secara urutan teori yang dikemukakan oleh Aitchison, usia 2-3 tahun
anak sudah mencapai infleksi, tetapi Bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa
aglutinatif. Montolalu (melalui Kushartanti, 2007: 178) mengatakan bahwa
bahasa aglutinatif ialah bahasa berafiks, yakni bahasa yang sering menempelnempelkan morfem lain pada bentuk dasarnya. Hal yang demikian ini
dinamakan dengan proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
bahasa Indonesia dapat terjadi dengan proses afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Bahasa-bahasa yang tergolong tipe ini, antara lain: bahasa Jawa,
bahasa Melayu, bahasa Gorontalo, bahasa Sunda, bahasa Dayak, bahasa
Makasar, bahasa Malagasi, bahasa Tapalog, dan bahasa-bahasa Austronesia
pada umumnya. Data penelitian diuraikan sebagai berikut.
(20) Anak : Keeta Inu dimana?
Mbak Asti : Keeta apa Nu?
Anak : Keeta Inu mainan!.
Mbak Asti: Inu simpan dimana mainannya?
Anak : Keeta Inu kemana?
Mbak Asti: Inu kemarin simpen dimana?
Anak : Di situ!
Mbak Asti: Dicari dulu coba?
Anak : Keeta yang melah, sama Mbak Septi.
(konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra
tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi
saat diruang bermain anak. Tujuan percakapan ini adalah ketika
anak mencari mainan yang diinginkannya, lalu bertanya kepada
penutur. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tubuh
yang aktif mencari mainan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam
ruangan. Gerakan tangan yang lincah mencari benda yang
diinginkannya. Tatapan mata yang fokus terhadap benda yang
dicari).
(21) Mbak Asti: Inu maem dulu, yaa?
Anak : Mam apa?
Mbak Asti : Ini mam sayur bening ya?
Anak : Jipangnya mana?
Mbak Asti: Inu suka maem jipang?
Anak : Iya suka, jipangnya mana?
Mbak Asti : Ini maem dulu, di telan Dik.
Anak : Mbak, pake jipangnya.
Mbak Asti: Maemnya diabisin ya!
Anak : Mau jipangnya.
Mbak Asti : Ini tuh jpangnya banyak.
Anak : Udah.
Mbak Asti : Nek ga abis tak bilangin mbak Nina lho..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Anak : Aaaa, ga mau.
Mba Asti : Makanya diabisin nanti ketemu mbak Nina
dimarahin.
(konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra
tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi di
ruangan makan. Tujuan komuniukasi ini adalah mitra tutur
mengajak anak untuk makan. Gerakan motorik yang muncul
adalah Saat makan, gerak tubuh anak tetap aktif. Misalnya ketika
makan anak masih berlari-lari diruangan. Duduk-duduk dengan
melakukan kegiatan lain. Anak masih bicara saat mengunyah
makanan. Gigi anak pada usia sudah muncul. Sehingga anak
mudah berbicara walaupun anak sedang makan).
(23) Mbak Asti : Wisnu lagi apa?
Anak : Lagi gambaran aja.
Mbak Asti : Coba Lihat gimana?
Anak : ini.
Mbak Asti: Coba Inu bisa gambar apa dong?
Anak : Ayam.
Mbak Asti : Ayam kakinya ada berapa coba? Dua atau tiga?
Anak : Ada dua.
Mbak Asti : Bulu nya warna apa coba?
Anak : Warnana melah.
Mbak Asti: Yee Inu pinter.
(Konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra
tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan terjadi di
ruang belajar anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh ingin
mengetahui kegiatan anak pada ruangan tersebut. Anak sedang
menggambar sesuatu pada kertas yang telah di sediakan.
Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tangan yang
sedang menulis, gerakan bibir yang menghasilkan bunyi bilabial
dan bunyi dental).
(24) Anak : Mbak, Mbak.
Mba Asti : Apa inu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Anak : Mau mainan yg melah mana?
Mbak Asti : Itu sama mbak Septi.
Anak : Mbak, mau itu.
Mbak Asti : Nanti gantian ya, mainnya.
Anak : Mau yg itu mbak,
Mbak Asti: Bilang sama mbak Septi gantian.
Anak : Katanya ga boleh.
Mbak Asti: Wisnu main yg lainnya aja ya..
Anak : Aaaa..
(Konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra
tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan terjadi di
ruang bermain anak Percakapan diawali oleh anak yang sedang
mencari mainannya. Anak memulai percakapn dengan nada
tinggi cenderumg berteriak. Gerakan motorik yang muncul
adalah gerakan badan dan tangan yang menunjuk benda yang
diinginkannya, tatapan mata yang mengarah pada objek yang
diinginkannya).
Data (20) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan
mitra tutur ibu asuh dari anak. Tuturan yang terjadi dalam data ini adalah
ketika anak mencari mainan yang diinginkannya, aglutinatif yang muncul
adalah ketika anak mengucapkan kata dimana. Secara afiksasi bentuk dasar
kata yang diucapkan oleh anak adalah mana dan morfem menempel adalah
morfem terikat di pada awal bentuk dasar kata yang disebut prefiks, sehingga
menjadi kata dimana. Adapun pada data yang sama aglutinatif yang muncul
adalah ketika anak mengatakan mainan. Afiksasi yang terjadi adalah kata
mainan memiliki pola “kata dasar + sufiks” kata dasar yang dimaksud adalah
kata main sedangkan sufiksnya an.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Data (21) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan
mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan ini terjadi di ruangan makan. Tujuan
komuniukasi ini adalah mitra tutur mengajak anak untuk makan. Pada konteks
percakapan data ini anak sudah mengerti makanan apa yang akan dimakannya.
Jawaban anak masih terus diulang-ulang. Ini menandakan anak memiliki rasa
penasaran. Anak cenderung berbicara sekaligus menguyah makanan yang
ditelannya. Dalam hal ini, anak cenderung asyik sendiri. Anak sudah sempurna
menyebutkan kata jipang. Pelafalan konsonan sudah mulai sempurna
terdengar. Aglutinatif yang muncul pada data ini adalah ketika anak
mengatakan kata jipangnya. Secara bentuk kata, aglutinatif terjadi dengan
adanya afiksasi. Afiksasi yang muncul adalah ketika anak mengatakan
jipangnya yang jika ditelaah kata jipang merupakan kata dasar dan nya
merupakan sufiks.
Data (23) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan
mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan terjadi di ruang belajar anak. Tujuan
komunikasi ini adalah ibu asuh ingin mengetahui kegiatan anak pada ruangan
tersebut. aglutinatif yang terjadi pada data ini adalah ketika anak mengucapkan
kata gambaran. Secara maksud anak menjelaskan bahwa dirinya sedang
melakukan kegiatan melukis pada buku. Jika ditinjau aglutinatifnya bentuk
dasar kata gambaran adalah gambar dan adanya morfem yang menempel yaitu
sufiks an.
Data (24) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun dengan
mitra tutur ibu asuh dari anak. Percakapan terjadi di ruang bermain anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Percakapan diawali oleh anak yang sedang mencari mainannya. Anak memulai
percakapn dengan nada tinggi cenderumg berteriak. Aglutinatif yang timbul
pada data ini adalah ketika anak mengatakan kata mainan dan katanya pada
saat melakukan percakapan dengan mitra tutur. Sama halnya dengan data (20)
Afiksasi yang terjadi adalah kata mainan memiliki pola “kata dasar + sufiks”
kata dasar yang dimaksud adalah kata main sedangkan sufiksnya an.
Sedangkan kata katanya merupakan bentuk dasar dari kata kata dengan
menempelnya morfem terikat nya yang membentuk makna baru pada kata
tersebut.
4.2.1.3 Usia 2-3 Tahun
Dalam stadia akuisisi bahasa, peneliti mengambil beberapa tahap
performansi linguistik yang sesuai dengan data yang telah diambil. Tahap
performansi linguistik tersebut adalah menangis, mendekur, meraban, pola
intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, aglutinatif, dan kalimat tanya ingkar.
Pada usia 2 -3 Tahun, tahap performansi Linguistik yang muncul adalah tahap
kalimat tanya dan ingkar. Pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur
kalimat yang lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh
kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?,
siapa orang itu?, dan kapan Ayah pulang? Sedangkan dalam kalimat ingkar
biasanya berupa kalimat kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik.
Data dianalisis sebagai berikut.
(25) Anak : Mbak, Wisnu nakal.
Ibu : Jangan ganggu Wisnu, Septinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Anak : Isnunya cubit mbak.
Ibu : Jangan berantem yaa.
Anak : Isnunya nakal.
Ibu : Sini Dik Septi sama mbak aja. Main sama mbak Asti ya?
Anak : Engen mainan itu.
Ibu : Berhitung yuk, telinga Septi mana?
Anak : Ini.
Ibu : Satunya mana?
Anak : Ini.
Ibu : Telinga Septi ada berapa ya?
Satu apa dua?
Anak : Satu.
Ibu : Kok satu, satu tambah satu jadinya du..
Anak : Duaa..
(Konteks : Penutur merupakan seorang anak berusia 2,7 tahun.
Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada
saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak. Tujuan
komunikasi ini adalah anak ingin menyampaikan informasi tentang
apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah berusaha menenangkan anak pada hal yang
dialaminya dengan cara membuat hal baru agar anak menjadi
tenang. Pekembangan motorik yang dialami oleh anak adalah
medekati orang tuanya untuk mencari perlindungan. Bahasa tubuh
yang sering tampak adalah gerak mata anak ketika melihat atau
memperhatikan suatu objek yang menarik. Anak sudah mengerti
tentang bagian tubuhnya. Sehingga ketika orang tua mengatakan
kata telinga, respon tangan anak mulai menyentuh telinganya
sendiri).
(26) Anak : Mbak Asti, itu apa?
Ibu : Ini sayur, Septi mau maem?
Anak : Sayur apa?
Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu.
Anak : Itu apa?
Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya.
Anak : Ga mau., ga mau jipang.
Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat.
Anak : Ga mau, ga mau pake itu.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak
melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya.
Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak
dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus
membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik
yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat
aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya).
(27) Anak : Oom ini ini apa?
Oom : Ini namanya kamera, Adik mau?
Anak : Mau, mbak Asti mau amela?
Ibu : Jangan itu punya Oom lho.
Anak : Mau amela..
Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya?
Anak : Mainan amela yaa.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah
peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan
tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah
anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan
menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang
muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya
apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung
disentuh).
Ibu : Septi mau belajar apa?
Anak : Tung-itung.. (berhitung)
Ibu : Sini mba asti kasih soalnya.. Satu tambah satu sama dengan du..a
Anak : Uaa.. (Dua)
Ibu : Wisnu sama septi jadi berapa?
Anak : Uaa
Ibu : Dua dikurangi satu jadi sa..
Anak : Atu..
Ibu : Sekali lagi, dua dikurangi satu berapa?
Anak : Atu (Satu)
(Konteks : Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi
di ruangan bermain pada saat ibu asuh mengajarkan berhitung pada
anak. Tujuan komunikasi ini adalah ibu asuh mengajarkan berhitung
apada anak, dan melatih anak agar terbiasa berhitung dan
melafalkan kata-kata dengan lancar. Situasi yang terjadi pada saat
tuturan adalah anak berusaaha mengerti dengan memperhatikan ibu
asuh ketika berbicara. Perkembangan motorik yang muncul adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Saat kondisi belajar, tatapan anak sangat tajam terhadap sumber
suara. Kontak mata yang selalu memperhatikan. Ketika menjawab
pertanyaan hitungan gerak kepala anak naik turun seperti
mengangguk).
(29) Anak : Ni apa?
Ibu : Ini namanya balon.
Anak : Alon ilu ya?
Ibu : Iya warnanya biru.
Anak : Ilu, telbang
Ibu : Septi mau terbang naik baloon ga?
Anak : Mau, yang ede.
(Konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan
ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bermain diruangan
bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang lain. Tujuan
komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang dilihatnya
dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Perkembangan
motorik yang muncul adalah Gerakan tangan sebagai alat untuk
menunjuk sering dilakukan oleh anak. Ketika mengucapkan kata
terbang, anak secara refleks merentangkan kedua tangannya. Ini
menandakan bahwa daya imajinasi anak mulai berkembang).
(30) Anak : Mbak, mbak...
Ibu : Apa septi apa?
Anak : mbak, mbak.
Ibu : Apa sini.
Anak : main ke sana?
Ibu : Di luar hujan nanti septi sakit.
Anak : A, ke sana mbak.
(Konteks : Mitra tutur adalah ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada
saat anak bersama ibu asuh berada di ruangan bermain. Tujuan
komunikasi ini adalah anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan
diluar ruangan.. Cara ibu asuh untuk melarang anak agar tidak keluar
ruangan yaitu dengan cara membujuk dan sedikit menakut-nakuti
anak.)
Data (25) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat kegiatan bermain di
ruangan
bermain
anak.
Tujuan
komunikasi
ini
adalah
anak
ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
menyampaikan informasi tentang apa yang dia alami kepada mitra tuturnya.
Pada data ini Pola kalimat pada percakapan anak sudah memiliki makna dan
arti. Anak masih sulit mengatakan huruf pada awal kalimat terutama huruf
konsonan. Informasi yang disampaikan anak adalah ia sangat terganggu di
lingkunagnnya pada saat itu. Peran orang tua sudah baik, yaitu mengendalikan
keadaan saat anak merasa tertekan.
Data (26) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak melakukan kegiatan
makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini adalah anak ingin mengetahui
tentang objek yang dilihatnya. Tanggapan mitra tutur adalah menjawab
pertanyaan dari anak dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak,
sekaligus membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Pertanyaan apa dan
mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan
anak sering diulang-ulang. Respon orang tua sangat berperan dalam
mengartikan maksudnya. Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika 2009:
50-56), pada tahap ini anak sudah mulai memperoleh struktur kalimat yang
lebih rumit. Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya
seperti apa, siapa, dan kapan. Misalnya kalimat berbunyi apa ini?, siapa orang
itu?, dan kapan Ayah pulang? dalam kalimat ingkar biasanya berupa kalimat
kakak tidak nakal, ga mau makan, ini bukan punya adik.
Data (27) merupakan tuturan seorang anak berusia 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan tejadi di ruangan makan. Tujuan
komunikasi pada data ini adalah anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Tanggapan dari mitra tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut
dan menjelaskan dengan rinci kepada anak. Sama halnya dengan data 26,
Pertanyaan apa dan mengapa sangat dominan pada anak untuk mengajukan
pertanyaan. Anak masih sulit mengatakan huruf konsonan /k/, sehingga kata
kamera dikatakan amela. Konsonan /m/ pada kalimat awal samar-samar hilang
saat diucapkan anak. Misalnya kata mau diucapkan au, dan mainan diucapkan
ainan.
Data (28) Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu
asuh dari anak. Tuturan terjadi di ruangan bermain pada saat ibu asuh
mengajarkan berhitung pada anak. Situasi yang terjadi pada saat tuturan adalah
anak berusaaha mengerti dengan memperhatikan ibu asuh ketika berbicara.
Pada data ini, kalimat tanya jawab sangat dominan. Orang tua sangat berperan
dalam aksi tanya jawab, dengan pancingan-pancingan agar anak bisa menjawab
pertanyaannya. Kata pertama masih belum terdengar jelas. Misalnya saja pada
kata bilangan satu diucapkan oleh anak menjadi atu, dua menjadi uaa.
Data (29) Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada
saat anak bermain diruangan bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang
lain. Tujuan komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang
dilihatnya dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Pada data 29,
ucapan anak masih ada yang kurang jelas, misalnya pada awal kalimat, huruf
pertama masih belum terdengar. Kata ini diucapkan ni, kata balon diucapkan
alon, biru diucapkan ilu, dan gede, diucapkan ede. Kalimat tanya apa sering
ditanyakan oleh anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Data (30) merupakan tuturan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan ibu
asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bersama ibu asuh berada di
ruangan bermain. Situasi pada data ini adalah ketika cuaca sedang hujan dan
anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan di luar ruangan Tujuan
komunikasi ini adalah anak mengajak ibu asuh untuk melihat hujan diluar
ruangan. Cara ibu asuh untuk melarang anak agar tidak keluar ruangan yaitu
dengan cara membujuk dan sedikit menakut-nakuti anak. Anak masih
mengatakan pertanyaan yang diulang-ulang. Kalimat ajakan sudah dibiasakan
oleh anak. Pada data ini, anak mengajak mba asti untuk keluar ruangan. Ketika
anak kecewa karena ajakannya ditolak, ini menandakan bahwa, anak sudah
mengerti makna dan arti. Setelah kecewa anak hanya bisa menangis.
4.2.2
Pemerolehan bahasa usia 0-3 Tahun
Setelah membahas dan menganalisis beberapa hal tentang tahap-tahap
pemerolehan bahasa, selanjutnya peneliti ingin melihat perkembangan atau proses
pemerolehan bahasa anak pada aspek–aspek bahasa. Data-data di atas sudah
dijelaskan mengenai tahap pemerolehan bahasa menurut teori yang diapaparkan
oleh Aitchison (1976). Di bawah ini akan dipaparkan hasil temuan berupa
pemerolehan bahasa anak mengenai aspek-aspek bahasa. Dalam tulisan ini yang
dimaksud aspek-aspek bahasa adalah aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan
diksi yang diucapkann oleh anak-anak dalam percakapannya dan diteliti oleh
peneliti.
Untuk
memudahkan
dalam
memaparkan
data,
maka
peneliti
mengelompokan aspek –aspek bahasa itu kedalam beberapa kategori umur yaitu
(1) pemerolehan fonologi usia 0-1 tahun (2) pemerolehan fonologi usia 1-2 tahun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dan (3) pemerolehan fonologi usia 2-3 tahun., (4) pemerolehan morfologi usia 0-1
tahun, (5) pemerolehan morfologi usia 1-2 tahun, (5) pemerolehan morfologi usia
2-3 tahun, (6) pemerolehan sintaksis usia 0-1 tahun, (7) pemerolehan sintaksis 1-2
tahun, (8) pemerolehan sintaksis 2-3 tahun, (9) pemerolehan diksi 0-1 tahun, (10)
pemerolehan diksi 1-2 tahun, dan (11) pemerolehan diksi 2-3 tahun.
Data
dipaparkan sebagai berikut.
4.2.2.1 Pemerolehan Fonologi
Fonologi adalah bidang ilmu yang menganalisis bunyi bahasa secara umum.
Fonologi terbagi dua bagian yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah bagian
fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi atau bagaimana bunyi
bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik adalah bagian fonologi yang
mempelajari bunyi ujaran menurut fungisnya sebagai pembeda arti. Istilah lain
yang ada dalam bagian fonologi adalah, fona, fonem, konsonan, dan vokal.
. Teori yang mendukung pada pemerolehan fonologi yaitu teori yang
dikemukakan oleh Jakobson (1986), menurutnya ada dua tahap pemerolehan
fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa
murni.
4.2.2.1.1 Usia 0-1 Tahun
Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak
dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang
mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat
dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
mengeluarkan
bunyi-bunyi
seperti
ini
dinamakan
cooing,
yang
telah
diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan
bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya. Pada sekitar 6 bulan,
anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa
yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah diterjemahkan menjadi
celotehan (Dardjowidjojo 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan
diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan
bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian,
strukturnya adalah CV. Data penelitian disajikan sebagai berikut.
(1). Anak : “aaaaaaaa”
Mitra Tutur : Adek kenapa nangis?
Anak : “eeeaaaaaakk”
Mitra Tutur : Cup-cup Dik, yuk mama gendong.
Anak : “aaaaaa.. eaaaaaee”
(Konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 6
bulan. Mitra tutur adalah ibu dari anak yang berusia 6 bulan.
Situasi itu terjadi saat anak menangis. Ibu dari anak itu sedang
berusaha menenangkan anak dengan cara menggendong).
(2). Anak : “uhuk-uhuk”
Mitra Tutur : Adik batuk. Pelan-pelan Dik?..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi
batuk. Dalam perkembangan anak, tentu orang tua akan bangga
dan bersyukur karena anak berkembang secara normal).
(3). Mitra Tutur : Adik belum sendawa ya?
Anak “ eeeuuk”
Mitra Tutur : Terima kasih Tuhan, Adik sendawa.
(Konteks : Situasi ini menggambarkan anak mengeluarkan bunyi
sendawa. Orang tua berusaha memancing agar anak bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
sendawa dengan cara memberikan asupan kepada anak berupa
susu dan sedikit memijat tengkuk anak).
Data (1) memaparkan bahwa anak memperoleh dan memproduksi fonem
vokal dan fonem konsonan. Fonem vokal yang diperoleh dan dikuasai anak adalah
/a/, dan /u/. Fonem konsonan yang diperoleh oleh anak adalah /h/. Pada saat mitra
tutur mengajak komunikasi anak, bunyi yang dikeluarkan oleh anak semakin
beragam. Fonem yang muncul fonem vokal /e/, /a/, dan fonem konsonan /k/.
Proses mengeluarkan bunyi-bunyi seperti itu dinamakan cooing, yang telah
diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan
bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya.
Data (2) sama halnya dengan data (1), yang pada dasarnya anak
memperoleh bunyi yang dinamakan cooing atau mendekut. Proses mendekut
artinya anak mengeluarkan bunyi dekut yang beragam dan belum jelas identitas
dan maknanya (Dardjowidjojo 2000: 63). Pada data ini anak memperoleh fonem
vokal /a/ dan /u/. Anak dapat mengeluarkan bunyi –bunyi tersebut pada usia awal
6 minggu hingga usia 4 bulan. Setelah anak berusia usia 5 bulan pemerolehan
fonem vokal dan fonem konsonannya akan lebih beragam.
Data (3) anak sudah mampu mengeluarkan fonem yang beragam, seperti
bababa dan papapaa. Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan
dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut
babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo 2000: 63).
Celotehan yang dikeluarkan oleh anak biasanya diawali dengan bunyi konsonan
dan diikuti oleh bunyi vokal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.2.2.1.2 Usia 1-2 Tahun
Pada usia anak mencapai 1-2 tahun, bunyi yang banyak dikeluarkan oleh
anak adalah bunyi membabel. Bunyi babel yang dikeluarkan oleh anak berupa
bunyi yang dikeluarkan oleh anak secara terus-menerus tanpa ada maksud
tertentu. Selain itu, ada bunyi yang dikeluarkan oleh anak untuk merespon suarasuara tertentu yang ada disekitarnya.
Pada analisis data ini, peneliti menggunakan teori struktural Universal yang
dikemukakan oleh Jakobson (1968). Dalam penelitiannya Jakobson mengamati
pengeluaran bunyi-bunyi oleh bayi-bayi pada tahap membabel (bablling) dan
menemukan bahwa bayi yang normal mengeluarkan berbabagi ragam bunyi dan
vokalisasinya baik bunyi vokal maupun bunyi bunyi konsonan. Namun, ketika
bayi mulai memperolah “kata” pertamanya pada usia satu tahun, maka
kebanyakan bunyi-bunyi itu baru muncul kembali beberapa tahun kemudian. Dari
pengamatannya, Jakobson menyimpulkan adanya dua tahap pemerolehan
fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap pemerolehan bahasa
murni.
(4). Anak : “aauuu... aaaaa”
Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik?
Anak “ auuuaa.. aaahhhaa”
(Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan
suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit
terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan
suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak
mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : Cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa?
(Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu
mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan
bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai
muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu
berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh
anak).
(6) Ibu : Adik mau apa?
Anak: Mimi!
Anak : Akut!
Ibu : Takut kenapa?
Anak : Itu...
Anak : Akit.
Anak : Apa tu?
(konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5
tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi
ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan
menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan
menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak).
(7)Ibu : Ci Luk Baa
Anak : Hahaaauuuu..eeehh..
Ibu : Adik jangan keluar!!
Anak : Baba... baba
Ibu : Sini Adik bobo ya?
Anak : bobo.
Ibu : Bobo ma mama ya?
Anak : Gaa...
Ibu : kok engga, dik?
Anak : Bobo. Bobo.
(Konteks : Pada situasi ini anak berkomunikasi dengan ibunya.
Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal dan bervariasi
dengan bunyi konsonan. Tujuan komunikasi ini adalah
merangsang anak dalam mengucapkan suara. Perkembangan
motorik yang muncul adalah anak sudah bisa berdiri dan
berjalan. Perkembangan motorik yang lainnya adalah ketika
anak mengucuapkan bunyi, gerakan mulut cenderung kedepan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Data (4) merupakan pemerolehan fonologi anak usia 1,5 tahun. Pada data ini
terlihat bahwa anak sudah mampu berkomunikasi dan mengatakan kata tetapi
tidak sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Ini membuktikan bahwa bunyi
yang berupa kata tersebut penanda anak sudah mencapai tahap membabel.
Pada teori fonologi alamiah Menurut Stampe (1972, 1973) proses fonologi
anak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresif), pembatasan,
dan pengaturan sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang dewasa.
Suatu proses fonologi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang saling bertentangan.
Umpamanya, terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi hambat menjadi
tidak bersuara dalam semua konteks, karena halangan oralnya menghalangi arus
udara yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini akan menjadi bersuara
oleh proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua proses ini terjadi
bersamaan, maka keduanya akan saling menindih, dan saling bertentangan.
Sebuah bunyi hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan tidak bersuara
pada lingkungan yang sama. Pada data ini anak mengucapkan kata “Mimi!”, “
takit” dan sebagainya. Jika diteliti, kata-kata yang diucapakan oleh anak tersebut
sudah sesuai dengan teori fonologi analisis, karena pada takit terjadi bunyi hambat
yang diucapkan oleh anak.
Data (5) merupakan pemerolehan fonologi anak usia 1,5 tahun. Pada situasi
ini anak berkomunikasi dengan ibunya. Anak berbicara mengeluarkan bunyi vokal
dan bervariasi dengan bunyi konsonan. Jakobson (Jakobson dan Hall, 1958)
menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir
(bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya
[p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal
yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan
optimal + vokal optimal”. Berdasarkan pola inilah nanti akan muncul satuansatuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang biasanya terjadi dalam bentuk
reduplikasi , misalnya (pa + pa).
Pada data ini jika dianalisis sudah ada kaitannya dengan teori yang
diungkapan oleh Jakobson tersebut. Misalnya kata bobo yang diucapkan oleh
anak sudah sesuai dengan konsep universal KV (konsonan + Vokal). Kata bobo
dan baba yang diucapkan oleh anak selalu terjadi adanya reduplikasi disetiap
anak berkomunikasi.
Data (6) merupakan tuturan anak berusia awal 2 tahun. Pada data ini terlihat
anak mengatakan kata emo dan kata aaaa secara berulang-ulang. Pada konteks ini
anak sedang melakukan kegiatan makan bersama pengasuhnya. Jika dianalisis
secara fonologi, kata yang diungkapkan oleh anak berusia 2 tahun tersebut sesuai
dengan Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (1986),
dimana dalam data ini anak masih terdengar membabel pada kata aaa. Sedangkan,
kata emo dalam bahasa indonesia artinya kata merupkan Penggunaan konsonan
akhir : suku kata KVK dipendekan menjadi KV dengan menggugurkan konsonan
akhir. Seharusnya kata emo diucapkan emoh.
Data (7) merupakan tuturan seorang anak berusia 2 tahun. Pada data ini
sudah terlihat bahwa anak sudah banyak mencapai tahap membabel. Misalnya
munculnya bunyi konsonan [p] dan munculnya kata papa. Data ini sangat terkait
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
dengan teori Jakobson (1986) menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan
dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai
dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama
konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu
model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan
apa yang disebut “konsonan optimal + vokal optimal”. Berdasarkan pola inilah
nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang
biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa).
Selain itu kata yang diucapkan anak adalah kalimat cicak jalan-jalan, tetapi
bunyi yang muncul diucapkan oleh anak adalah eca yan eyan. Jika diteliti, bunyi
yang diucapkan oleh anak belum sempurna. Menurut Stampe (1965) proses
fonologi anak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan (supresi),
pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian representasi fonemik orang
dewasa. Suatu proses fonologi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang saling
bertentangan. Umpamanya, terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi
hambat menjadi tidak bersuara dalam semua konteks, karena halangan oralnya
menghalangi arus udara yang diperlukan untuk menghasilkan bunyi-bunyi ini
akan menjadi bersuara oleh proses lain dengan cara asimilasi tertentu. Jika kedua
proses ini terjadi bersamaan, maka keduanya akan saling menindih, dan saling
bertentangan. Sebuah bunyi hambat tidak mungkin secara serentak bersuara dan
tidak bersuara pada lingkungan yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
4.2.2.1.3 Usia 2-3 Tahun
Pemerolehan fonologi anak usia 2-3 tahun sudah mencapai tahap satu kata.
hasil penelitian menunjukan bahwa pemerolehan fonologi usia 2-3 tahun
khususnya pada bunyi vokal [a, i, u, e, o] telah sesuai dengan teori Jakobson.
Bunyi konsonan yang sudah dikuasai anak adalah bunyi [m, p, b, t, l]. Bunyi
konsonan yang sudah dikuasai di tengah kata yaitu [g, c, n, s ]. Konsonan [r, w,
y] sudah diperoleh tapi jumlahnya terbatas. Sedangkan bunyi konsonan yang
belum terdengar [f, v, x, z ]. Data diuraikan sebagai berikut.
(8) Ibu : Ari mau maem engga?
Anak : Emoh.
Ibu : Sini maem dulu!
Anak : Emoh...
Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya?
Anak : Aaaaa....
Ibu : Bener lho, mama tinggal lho..
Anak : Aaaaaa......
Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter..
Anak : Emoh..
(Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan
orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak
menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang
artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras
cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala
digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung
mengkerut).
(9) Anak : Ma.
Ibu : Gambar apa itu?
Anak : Ini.
Anak : Maaaa..
Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus.
Anak : Ini.
Ibu : Ye, gambarnya bagus.
Anak : Ini, Ma.
Ibu : Ye, Ari pinter gambar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
(Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis.
Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada
disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung
berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua
merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan
tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis
kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan
dada anak).
(10) Ibu : Ari sama Papa ya?
Anak: Mama.
Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa?
Anak : Ma Papa.
Ibu : Iya, sama Papa yaa?
Anak : Iya.
Ayah : Sini Dik, sama Papa main.
Anak : Papapa.
Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok.
Anak : Eca (cicak).
Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan.
Anak : Eca yan eyan
Ayah : Nanti Ari digigit cicak...
Anak : It eca...
(Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan
papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau
bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa
kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan).
Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak
berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir
atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi.
Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya
kata papa).
(11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam.
Anak : Ijemmm, ijemmm
Ibu : Icel mau minta?
Anak : Itahhh.. Itahhh
Ibu : Icel udah makan?
Anak : Utahh mam..
(Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur
adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat
tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah
rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah
pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan.
Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar).
Data (8) merupakan data pemerolahan fonologi anak berusia 2 Tahun 7 bulan.
Dalam data ini anak sudah mampu mengucapkan bunyi vokal secara utuh yakni
[a, i, u, e, o], begitu pun dengan bunyi konsonan yang secara beragam dapat
diucapkan dengan baik. Jika di teliti lebih lanjut kata yang diucapkan oleh anak
sudah berpola KV atau konsonan + vokal. Menurut Ingram (1974, 1979), anak
memperoleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan struktur
sendiri, kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem
orang dewasa semakin baik. Perkembangan fonologi ini melalui asimilasi dan
akomodasi yang terus menerus mengubah struktur untuk menyelaraskan dengan
kenyataan.
Umpamanya pada tahap permulaan anak-anak telah menetapkan pola KV
sebagai struktur kata-kata barunya. Maka semua kata-kata baru orang dewasa
akan diasimilasikan dengan pola itu. Setelah mempelajari lebih banyak kata-kata
orang dewasa, maka struktur sistem yang telah diciptakannya akan diubah dan
disesuaikan untuk dapat menanpung kata-kata orang dewasa dengan menciptakan
satu pola baru yaitu KVK.
Data (9) merupakan tutran seorang anak berusia 2 Tahun 7 bulan. Dalam
data ini anak sudah mampu berkata lebih dari satu kata. Pemerolehan fonologi
yang muncul pada percakapan ini adalah anak sudah mampu mengatakan kata
apa dengan berulang-ulang. Menurut Jakobson (Jakobson dan Hall, 1958)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
menyatakan bahwa pemerolehan bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir
(bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi vokal dimulai dengan satu vokal lebar,
biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang akan sama konsonan bilabial, biasanya
[p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk satu model silabel yang universal
yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang memcerminkan apa yang disebut “konsonan
optimal + vokal optimal”.
Kata apa yang dikatakan oleh anak berupa tanggapan yang sering diucapkan
oleh anak untuk memperoleh informasi yang lebih rinci. Bunyi yang muncul pada
kata apa adalah bunyi bilabial dan vokal lebar dan terbentuk kata apa yang
diucapkan oleh anak.
Data (10) merupakan tuturan dari seseorang anak yang berusia 2,4 tahun.
Pada data ini pemerolehan fonologi anak terlihat saat anak belum mampu
mengucapkan konsonan /r/ pada tengah-tengah kata. Kata merah diucapkan
melah, tetapi bunyi konsonan /r/ hampir diucapkan benar pada akhir kata seperti
kata gambar namun masih terdengar konsonan /l/. Jakobson (1986) mengatakan
bahwa bayi-bayi akan memperoleh kontras atau oposisi antara hambat bilabial
dengan hambat dental atau hambat alveolar lebih dahulu daripada kontras-kontras
diantara bilabial dan velar atau di antara dental dengan velar.konsonan hambat
akan dahulu diperoleh daripada frikatif dan afrikat. Yang terakhir diperoleh adalah
bunyi-bunyi likuida seperti [l] dan [r]; dan bunyi luncuran glide [y] dan [w].
Pada percakapan data (10) ini anak lebih sering mengucapkan kata ini artinya
menunjukan sesuatu yang ditanyakan oelh penutur. Bunyi vokal /i/ pada kata ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
merupakan bunyi vokal pertama anak ketika anak mulai berbicara atau
mengeluarkan bunyi pada pertumbuhan alat bicaranya.
Data (11) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,4 tahun. Pada
tuturan ini pemerolehan fonologi anak dapat dilihat sulit menngucapkan konsonan
/r/ pada tengah kata yang diapit oleh bunyi vokal yang sama. Anak mengucapkan
kata kereta, tetapi bunyi yang diucapkan oleh anak menjadi keeta dan bunyi /r/
menjadi lesap atau hilang. Menurut Ingram (1974, 1979) kejadian tersebut
merupakan proses Struktur suku kata, yaitu kecenderungan anak-anak
menyederhanakan struktur suku kata. Pada umumnya penyederhanaan suku kata
ini berlaku ke arah suku kata KV. Pengguguran satu kata yang tidak dapat
mendapat tekanan suara. Suku kata yang tidak mendapat tekanan digugurkan jika
satu kata mendahului satu kata yang mendapat tekanan suara.
4.2.2.2 Pemerolehan Morfologi
Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada
anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem
terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk
dasar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem
ada dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah
morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem
jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna
(Arifin dan Junaiyah 2009 : 2).
Pemerolehan morfologi dibagi dalam tiga
kategori usia yaitu usia 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-3 tahun. Data diuraikan
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
4.2.2.2.1 Usia 0-1 tahun
Pada usia 0-1 tahun pada umumnya pemerolehan morfologi atau kata sangat
jarang terdengar, karena pada usia ini anak lebih banyak mengeluarkan bunyi
yang membentuk atau melatih alat bicaranya. Namun dalam hal ini peneliti
melihat perkembangan bicara anak bahwa kenyataannya ada beberapa
pemerolehan morfologi yang diucapkan oleh anak pada usia 0-1 tahun. Data
diuraikan sebagai berikut.
(4). Anak : “aauuu... aaaaa”
Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik?
Anak “ auuuaa.. aaahhhaa”
(Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan
suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit
terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan
suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak
mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama).
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : Cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa?
(Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu
mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan
bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai
muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu
berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh
anak).
Data (4) merupakan pemerolehan morfologi anak usia 6 bulan. Pada data ini
anak mengeluarkan bunyi bababa dan papaa. Bunyi yang terdengar bababa dan
papaa itu jika ditinjau dari segi morfologi merupakan morfem bebas. Morfem
bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
tidur. Morfem jual, beli, duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang
memiliki makna (Arifin dan Junaiyah 2009: 2).
Data (5) merupkan pemerolehan morfologi anak usia 6 bulan. Sama halnya
dengan data (4) di atas, anak lebih sering berbicara sendiri dengan mengucapkan
kata babababa... papaaa dan ihhi
eeuuhh maaaa. Jika ditinjau dari segi
morfologi, ucapan yang dikeluarkan oleh anak merupakan morfem bebas yang
dapat berdiri sendiri tanpa memiliki makna. Morfem bebas adalah morfem yang
dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli, duduk,
dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan Junaiyah
2009 : 2).
4.2.2.2.2 Usia 1-2 tahun
Usia anak 1-2 tahun merupakan usia produktif anak dalam mengolah dan
menambah pembendaharaan kosakata ketika anak mulai berkomunikasi. Dalam
hal ini, anak lebih banyak mendengar ucapan yang didengarnya dan juga banyak
mengeluarkan kata-kata yang ia dengar. Pada pemerolehan morfologi, anak usia
1-2 tahun lebih banyak mengucapkan kata yang menagndung morfem bebas dan
sebagainya. Maka dalam hal ini peneliti ingin memaparkan analisis data tentang
pemerolehan morfologi anak usia 1-2 tahun. Data dipaparkan sebagai berikut.
(6) Ibu : Adik mau apa?
Anak: Mimi!
Anak : Akut!
Ibu : Takut kenapa?
Anak : Itu...
Anak : Akit.
Anak : Apa tu?
(konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5
tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan
menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan
menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak).
(9) Anak : Ma.
Ibu : Gambar apa itu?
Anak : Ini.
Anak : Maaaa..
Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus.
Anak : Ini.
Ibu : Ye, gambarnya bagus.
Anak : Ini, Ma.
Ibu : Ye, Ari pinter gambar.
(Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis.
Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada
disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung
berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua
merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan
tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis
kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan
dada anak).
(10) Ibu : Ari sama Papa ya?
Anak: Mama.
Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa?
Anak : Ma Papa.
Ibu : Iya, sama Papa yaa?
Anak : Iya.
Ayah : Sini Dik, sama Papa main.
Anak : Papapa.
Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok.
Anak : Eca (cicak).
Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan.
Anak : Eca yan eyan
Ayah : Nanti Ari digigit cicak...
Anak : It eca...
(Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan
papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau
bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa
kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan).
Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak
berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi.
Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya
kata papa).
Data (6) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun yang sedang
berkomunikasi dengan orang tuanya. Pemerolehan morfologi yang di dapat pada
data (6) ini adalah adanya morfem bebas yang diucapkan oleh anak. Morfem
bebas yang diucapkan oleh anak adalah kata “akit” yang sebenarnya kata “sakit”.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Morfem ada dua
macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem
yang dapat berdiri sendiri, seperti jual, beli, duduk, dan tidur. Morfem jual, beli,
duduk, dan tidur merupakan satuan terkecil yang memiliki makna (Arifin dan
Junaiyah 2009 : 2).
Data (9) merupakan tuturan seorang anak usia 1,5 tahun. Pemerolehan
morfologi yang diucapakan oleh ana k pada data ini adalah anak mengatakan kata
“ni” atau kata sebenarnya “ini”. Dalam data ini anak lebih sering mengucapkan
kata “ini”
pada setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya. Dalam segi
morfologi kata “ini” merupakan morfem bebas dapat memiliki makna sendiri.
Menurut Arifin dan Junaiyah 2009, Morfem bebas adalah morfem yang dapat
berdiri sendiri.
Data (10) merupakan tuturan dari seorang anak usia 1, 5 tahun, pemerolehan
morfologi anak adalah ketika anak mengatakan kata “eca” kata sebenarnya
adalah cicak. Kata “eca” merupakan morfem bebas yang dapat berdiri sendiri.
Selanjuntnya pada data ini anak mengatakan kata “mama” dan “papa”. Kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
tersebut merupakan morfem bebas. Menurut Arifin dan Junaiyah 2009, Morfem
bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri.
4.2.2.2.3 Usia 2-3 tahun
Pada usia anak interval 2-3 tahun, perkembangan komunikasi anak sudah
mencapai dua suku kata. Ketika umurnya mencapai dua setengah tahun,
kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu dihitung
dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut morfem. Morfem
merupakan satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif
stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil. Pemerolehan
morfologi anak usia 2-3 tahun diuraikan dalam bentuk data sebagai berikut.
(13) Ayah : Gisell..
Anak : Icell
Ayah : Namanya siapa hayo?
Anak : Icell..
Ayah : Icel lagi apa sih?
Anak : Lihat Ayam..
Ayah : Ayam lagi apa, Cel?
Anak : Agi galau..
Ayah : Kok galau?
Anak : Galau...
Ayah : Dari kemarin galau mulu?
Anak : Ayamnya galau, mam, us galau ja..
Ayah : Ooo, icel kasih maem ayamnya?
Anak : Tu, ma Mama
Ayah : icel suka ayam engga?
Anak : Ayam ena..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang
berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi,
penutur dan mitra tutur berada di teras depan rumah. Penutur
lebih banyak menjawab pertanyaan mitra tutur dengan satu
hingga dua kata. Mitra tutur cenderung bertnaya tentang apa
yang dilakukan oleh penutur. Penutur mengucapkan jawaban
dengan kata-kata yang diulang dan susunan kata dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
kalimatnya belum sempurna. Perkembangan motorik : gerakan
badan yang sangat menonjol adalah penutur lebih aktif
berjalan-jalan diteras rumah. Saat mitra tutur bertanya kepad
penutur, gerakan kepala penutur cenderung tak acuh kepada
mitra tutur. Dalam hal ini penutur lebih banyak menggunakan
pendengaran dan menjawab pertanyaan).
(14) Anak : Apa tu, Ma?
Ibu : Ini minuman Mama, Icel.
Anak : Numan tu.
Ibu : Iya biar Mama sehat.
Anak : Mau mau....
Ibu : Nanti Mama buatin ya?
Anak : Mau itu. (Menunjuk)
Ibu : Ini, enak gak?
Anak : Acemm.. (asam)
(Konteks : Situasi pada data ini terjadi saat penutur (anak) dan
mitra tutur (orang tua) berada di ruang makan dalam keadaan
santai. Anak sudah mulai membuka percakapan dengan orang
tuanya. Dalam data ini anak menunjukan rasa penasaran dengan
apa yang dilihatnya. Orang tua dari anak merespon dengan baik
pertanyaan yang diajukan kepadanya)
(26) Anak : Mbak Asti, itu apa?
Ibu : Ini sayur, Septi mau maem?
Anak : Sayur apa?
Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu.
Anak : Itu apa?
Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya.
Anak : Ga mau., ga mau jipang.
Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat.
Anak : Ga mau, ga mau pake itu.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak
melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini
adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya.
Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak
dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus
membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik
yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat
aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
(27) Anak : Oom ini ini apa?
Oom : Ini namanya kamera, Adik mau?
Anak : Mau, mbak Asti mau amela?
Ibu : Jangan itu punya Oom lho.
Anak : Mau amela..
Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya?
Anak : Mainan amela yaa.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah
peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan
tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah
anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan
menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang
muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya
apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung
disentuh).
(29) Anak : Ni apa?
Ibu : Ini namanya balon.
Anak : Alon ilu ya?
Ibu : Iya warnanya biru.
Anak : Ilu, telbang
Ibu : Septi mau terbang naik baloon ga?
Anak : Mau, yang ede.
(Konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur merupakan
ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada saat anak bermain diruangan
bermain bersama ibu asuh dan anak-anak yang lain. Tujuan
komunikasi ini adalah anak menanyakan tentang hal yang dilihatnya
dan ibu asuh berusaha menjawab agar anak mengerti. Perkembangan
motorik yang muncul adalah Gerakan tangan sebagai alat untuk
menunjuk sering dilakukan oleh anak. Ketika mengucapkan kata
terbang, anak secara refleks merentangkan kedua tangannya. Ini
menandakan bahwa daya imajinasi anak mulai berkembang).
Data (13) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,3 tahun.
Pemerolehan morfologi pada data ini adalah anak mengucapkan beberapa kata
sepert kata “galau”, dan “ayam”. Jika ditinjau kata yang diucapkan oleh anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
merupakan pemerolehan morfologi bagian morfem bebas. Kata “ayam”, dan
“galau” dapat memiliki makna dan bisa berdiri sendiri. Secara keseluruhan
bahasa yang dipakai dalam percakapan adalah ragam bahasa non formal, sebagian
besar kata yang digunakan tanpa menggunakan afiks. Afiks atau imbuhan di
dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat penting, sebab kehadiran
imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi, kategori, dan
makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Misalnya kata yang diucapkan anak
galau (kata dasar) berbeda bentuk, fungsi, kategori, dan maknanya dari kata
kegalauan. Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya para pemakai bahasa indonesia
mengetahui dengan baik bagaimana bentuk dan apa makna imbuhan yang
digunakannya ketika ia berbahasa indonesia (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4).
Data (14) merupakan tuturan dari seorang anak berusia 2,3 tahun.
Pemerolehan morfologi pada data ini adalah anak berusaha mengatakan kata
minuman namun yang diucapkan adalah kata numan. Selain itu, anak juga
berusaha mengucapkan kata asam dan diucapkan oleh anak menjadi acem.
Ditinjau dari pengucapan tersebut, anak sudah mampu berkomunikasi dengan baik
dengan pemerolehan morfologinya. Kata-kata tersebut merupakan morfologi yang
masuk kedalam kategori morfem bebas seperti kata asam yang diucapakan acem.
Beberapa kata yang diucapkan anak memiliki afiks atau imbuhan, Afiks atau
imbuhan di dalam bahasa indonesia mempunyai peran yang sangat penting, sebab
kehadiran imbuhan pada sebuah dasar (kata) dapat mengubah bentuk, fungsi,
kategori, dan makna dasar atau kata yang dilekatinya itu. Imbuhan yang ada
dalam data ini adalah akhiran atau sufiks. Akhiran adalah imbuhan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia memiliki akhiran –i, -kan, -an, man, -wan, -wati, -wi, dan –nya. (Arifin dan Junaiyah 2009 : 4). Contohnya kata
minuman, bentuk dasar adalah kata minum (kata kerja) dan memiliki akhiran –an
menjadi minuman (kata benda).
Data (26) merupakan tuturan anak yang berusia 2,7 tahun. Pemerolehan
morfologi yang muncul pada data dalam komunikasi ini adalah anak lebih banyak
mengucapkan morfem bebas dalam konteks kalimat dan anak sudah mampu
mengucapkan lebih dari dua suku kata. morfologi yang diperoleh pada data ini
adalah anak mengucapakan ipang kata yang sebenarnya adalah jipang sejenis
sayuran. Data lain tentang pemerolehan morfologi adalah anak mengucapkan kata
itu menjadi tu, dan kata apa menjadi pa.
Data (27) merupakan tutura anak berusia 2,7 tahun. Pemerolehan
morfologi yang muncul pada data ini anak mampu mengucapkan beberapa
morfem bebas dan imbuhan surfiks atau akhiran dalam satu konteks kalimat. Pada
saat penutur berkomunikasi dengan anak, penutur menggunakan objek tertentu
untuk menarik perhatian anak. hasilnya adalah anak berkata kepada penutur
menanyakan tentang objek tersebut, contohnya adalah anak berkata om ini ini
apa?. Pada konteks kalimat tersebut anak mengucapkan kata tanya yang berulang
seperti ini yang diucapkan lebih dari satu kali dan mengucapkan kata apa.
Sedangkan pemerolehan surfiks yang diucapkan oleh anak adalah ia mengucapkan
kata mainan. Kata mainan merupakan bentuk dasar dari kata main. Akhiran
adalah imbuhan yang dilekatkan pada akhir dasar. Bahasa indonesia memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
akhiran –i, -kan, -an, -man, -wan, -wati, -wi, dan –nya (Arifin dan Junaiyah 2009 :
4).
Data (29) merupakan pemerolehan morfologi anak berusia 2,7 tahun.
Pemerolehan yang muncul pada data komunikasi ini adalah anak lebih sering
mengucapkan morfem bebas dalam satu konteks kalimat meskipun belum
sempurna dalam pengucapannya. Seperti yang diucapkan anak dalam data ini
adalah kata ilu, kata sebenarnya biru. Kata telbang, kata sebenarnya terbang.
Dalam data ini anak sudah mampu berkomunikasi dengan lancar. Dan peran orang
tua adalah mampu memahami per kata yang diucapkannya.
4.2.2.3 Pemerolehan Sintaksis
Pemerolehan sintaksis pada anak adalah anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata. Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah
kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia
hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata
(USK). Setelah melewati fase Ujaran Satu Kata, anak melanjutkan ke tahap dua
kata atau Ujaran Dua Kata (UDK). Anak tidak sembarang saja memilih kata itu;
dia akan memilih kata yang memberikan informasi baru. Anak sudah mempunyai
pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan
untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
4.2.2.3.1 Usia 0-1 Tahun
Pada anak usia 0-1 tahun merupakan masa pra-lingual. tahap pra linguistik
dimulai dengan bunyi di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorokan terjadi
pada saat anak berusia 0-3 bulan. Pada saat anak berusia 3-12 bulan, anak lebih
bnayak mengunakan bibir dan langit-langit mulut untuk berkomunikasi, misalnya
mengucapkan ma, ba, dan pa yang merupakan Ujaran Satu Kata. Susunan
sintaksis paling awal terlihat pada usia 18 bulan meskipun tak jarang susunan
sintaskis terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Peneliti
mendapatkan data sebagai berikut.
(4). Anak : “aauuu... aaaaa”
Mitra Tutur : Aaauu kenapa dik?
Anak “ auuuaa.. aaahhhaa”
(Konteks : Situasi ini menjelaskan anak sedang mengoceh dengan
suara yang hampir mirip dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit
terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur memancing dengan
suaranya. Tujuannya agar mengetahui respon dari anak. Anak
mengoceh kembali dengan mengeluarkan bunyi yang sama).
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : Cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : Adik ini ngoceh apa?
(Konteks : Situasi ini memperjelas anak sudah mampu
mengucapkan vokal yang bervariasi dengan Pola bunyi vokal dan
bunyi konsonan. Pola bunyi konsonan nasal /m/,/n/ sudah mulai
muncul. Berceloteh tentang vokal dan konsonan /ba-ba/ dan /mama/ mulai terdengar jelas. Mitra tutur dalam hal ini selalu
berkomunikasi dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh
anak).
Data (4) merupakan tahap pra linguistik anak usia 0-1 tahun. Dalam data
ini anak mengeluarkan suara auaua. Proses ini merupakan tahap anak melatih alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
bicaranya. Pemerolehan sintaksis ini merupakan ujaran satu kata yang mempunyai
berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik. Menurut Ciri lain dari USK
adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik
utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada
verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke. Disamping itu, kata-katanya selalu
kategori sini dan kini (Darjowidjojo 2000:146).
Data (5) merupakan tahap pra linguistik anak usia 0-1 tahun. Hampir sama
dengan data sebelumnya data (4). Pada data ini anak mengucapkan bunyi
holofrastik yang menggunakan langit-langit mulut sehingga muncul ujaran
babababa... papaaa dan ihhi eeuuhh maaaa. Sejalan dengan data (4) bahwa USK
adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik
utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga ada
verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke (Darjowidjojo 2000:146).
4.2.2.3.2 Usia 1-2 Tahun
Pada usia 1-2 tahun pemerolehan sintaskis pada awalnya berupa dua kata.
rangkaian dua kata berbeda dengan kalimat satu kata yang sebelumnya disebut
sebagai masa holofrastik.anak yang berusia 1-2 pemakaian kata masih beragam
dalam suatu kalimat. Masih banyak dijumpai kalimat satu kata dan tak jarang juga
anak mengucapkan lebih dari dua kata yang menjadi kalimat dua kata. Data dapat
diuraikan sebagai berikut.
(8) Ibu : Ari mau maem engga?
Anak : Emoh.
Ibu : Sini maem dulu!
Anak : Emoh...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Ibu : Kalau ga maem, tak tinggal ya?
Anak : Aaaaa....
Ibu : Bener lho, mama tinggal lho..
Anak : Aaaaaa......
Ibu : Makanya, maem dulu ben pinter..
Anak : Emoh..
(Konteks : Pada situasi ini anak melakukan percakapn dengan
orang tuanya. Orang tua mengajak anak untuk makan. Anak
menjawab pertanyaan orang tuanya dengan kata emoh yang
artinya tidak. Anak menjawab pertanyaan dengan nada keras
cenderung berteriak. Perkembangan motorik : gerakan kepala
digelengkan ke kiri dan ke kanan, raut wajah anak cenderung
mengkerut).
(9) Anak : Ma.
Ibu : Gambar apa itu?
Anak : Ini.
Anak : Maaaa..
Ibu : Ayo Dik, gambar yang bagus.
Anak : Ini.
Ibu : Ye, gambarnya bagus.
Anak : Ini, Ma.
Ibu : Ye, Ari pinter gambar.
(Konteks : Pada situasi ini anak melalukan kegiatan menulis.
Anak sudah bisa memulai komunikasi dengan orang yang ada
disekitarnya. Anak mengucapkan kata ini, maaa, cenderung
berteriak. Tujuannya agar menarik perhatian. Orang tua
merespon pertanyaan anak. Perkembangan motorik : gerakan
tangan sangat dominan ketika anak menunjuk apa yang ia tulis
kepada orang tuanya. Gerakan tangan pun sejajar dengan
dada anak).
(10) Ibu : Ari sama Papa ya?
Anak: Mama.
Ibu : Sama Papa dulu, Mama mau masak dulu yaa?
Anak : Ma Papa.
Ibu : Iya, sama Papa yaa?
Anak : Iya.
Ayah : Sini Dik, sama Papa main.
Anak : Papapa.
Ayah : Itu lihat ada cicak Dik di tembok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Anak : Eca (cicak).
Ayah : Cicak, tuhh jalan-jalan.
Anak : Eca yan eyan
Ayah : Nanti Ari digigit cicak...
Anak : It eca...
(Konteks : Respon anak hanya menjawab kata mama, iyaa,dan
papa. Saat bersama ayahnya, anak diajak berkomunikasi atau
bermain. Saat bersama ayahnya anak menyebutkan beberapa
kata seperti papa, eca (cicak), yan yan (jalan-jalan).
Perkembangan motorik : Gerakan kepala saat anak
berkomunikasi dengan ayahnya sangat fokus. Gerakan bibir
atas dan bibir bawah terlihat dominan saat anak berkomunikasi.
Ini memicu timbulnya bunyi konsonan [b], [p] dan munculnya
kata papa).
Data (8) merupakan pemerolehan sintaksis dari seorang anak berusia 1,5
tahun. Dalam data ini pemerolehan sintaksisnya sangat jelas yaitu anak
berkomunikasi menggunakan kalimat satu kata. Ketika anak berkomunikasi
dengan mitra tuturnya, anak menjawab dengan pola satu kata seperti kata emoh.
Kata emoh yang diucapkan anak merupakan kata dari bahasa daerah (jawa) dalam
bahasa Indonesia artinya tidak mau. Kata emoh selalu diucapkan berulang-ulang
oleh anak pada mitra tutur yang mengajukan pertanyaan padanya.
Data (9) merupakan tuturan dari seorang berusia 1,5 tahun. Pemerolehan
sintaksis yang ada pada anak dalam data percakapan ini adalah anak memulai
berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Kata yang diucapkan oleh anak adalah kata
mama, selanjutnya kata yang diucapkan oleh anak adalah kata ini. Ujaran satu
kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik. Ciri lain
dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin
juga ada verbia.
Data (10) merupakan tuturan dari anak berusia 1,5 tahun. Dalam data ini
pemerolehan sintaksis yang didapat oleh anak adalah anak sudah mulai terdengar
pola dua kata dalam komunikasinya dengan mitra tutur. Pola dua kata yang
diucapkan oleh anak adalah “ma papa..”. dan eca yan eyan. Dengan adanya dua
kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang
dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. UDK yang diucapkan
oleh anak bermaksud menjelaskan tentang objek yang dilihatnya yaitu binatang
cicak yang sedang berjalan.,
4.2.2.3.3 Usia 2-3 Tahun
Ketika anak mencapai usia 2-3 Tahun, pemerolehan sintaksis anak sudah
mencapai kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks.
Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang terdiri dari beberapa kata
terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu
penggabungan dua kalimat menjadi kata, rangkaian kata tersebut berada pada
jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka yang
membedakan adalah intonasi. Pemerolehan sintaksis meningkat pesat ketika anak
sudah memasuki usia 2 tahun, dan mencapai puncak pemerolehan sintaksisnya
akhir usia 2 tahun. Peneliti menguraikan analisis data pemerolehan sintaksis
sebagai berikut.
(25) Anak : Mbak, Wisnu nakal.
Ibu : Jangan ganggu Wisnu, Septinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Anak : Isnunya cubit mbak.
Ibu : Jangan berantem yaa.
Anak : Isnunya nakal.
Ibu : Sini Dik Septi sama mbak aja. Main sama mbak Asti ya?
Anak : Engen mainan itu.
Ibu : Berhitung yuk, telinga Septi mana?
Anak : Ini.
Ibu : Satunya mana?
Anak : Ini.
Ibu : Telinga Septi ada berapa ya?
Satu apa dua?
Anak : Satu.
Ibu : Kok satu, satu tambah satu jadinya du..
Anak : Duaa..
(Konteks : Penutur merupakan seorang anak berusia 2,7 tahun.
Mitra tutur merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi pada
saat kegiatan bermain di ruangan bermain anak. Tujuan
komunikasi ini adalah anak ingin menyampaikan informasi tentang
apa yang dia alami kepada mitra tuturnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah berusaha menenangkan anak pada hal yang
dialaminya dengan cara membuat hal baru agar anak menjadi
tenang. Pekembangan motorik yang dialami oleh anak adalah
medekati orang tuanya untuk mencari perlindungan. Bahasa tubuh
yang sering tampak adalah gerak mata anak ketika melihat atau
memperhatikan suatu objek yang menarik. Anak sudah mengerti
tentang bagian tubuhnya. Sehingga ketika orang tua mengatakan
kata telinga, respon tangan anak mulai menyentuh telinganya
sendiri).
(26) Anak : Mbak Asti, itu apa?
Ibu : Ini sayur, Septi mau maem?
Anak : Sayur apa?
Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu.
Anak : Itu apa?
Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya.
Anak : Ga mau., ga mau jipang.
Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat.
Anak : Ga mau, ga mau pake itu.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak
melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya.
Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak
dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus
membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik
yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat
aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya).
(27) Anak : Oom ini ini apa?
Oom : Ini namanya kamera, Adik mau?
Anak : Mau, mbak Asti mau amela?
Ibu : Jangan itu punya Oom lho.
Anak : Mau amela..
Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya?
Anak : Mainan amela yaa.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah
peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan
tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah
anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan
menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang
muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya
apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung
disentuh).
Data (25) merupakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam
data ini terlihat bahwa anak berkomunikasi dengan mitra tuturnya dengan
menggunakan pola dua kata dalam konteks kalimatnya. Pola intonasi dalam data
ini juga terdapat pada saat saat mengatakan ujaran “mba... isnu nakal”.
Penjelasannya adalah ketika anak mengatakan kata mba adanya jeda intonasi dan
dilanjutkan dengan pola dua kata yaitu “isnu nakal”. Selebihnya data dalam
percakapan ini anak sudah mampu menggunakan Ujaran dua kata. Jeda ini makin
lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Data (26) merupakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam
data ini anak sudah mulai terbiasa menggunakan ujaran dua kata dalam
percakapannya. Dapat dilihat dalam data ini ada dua percakapan anak yang
menggunakan ujnran dua kata yaitu anak mengatakan sayur apa?, dan
mengakatan itu apa. Selain itu dalam data ini adanya jeda yang dilakukan oleh
anak keta melakukan percakapan dengan mitra tutur seperti yang dapat dilihat
ketika anak mengatakan mba asti...itu apa? Terdapat jeda dalam beberapa detik
agar intonasi percakapan dari anak dapat terjaga dan mudah dimengerti oleh mitra
tutur.
Data (27) meruapakan pemerolehan sintaksis anak usia 2,7 tahun. Dalam
data ini pemerolehan sintaksisnya dalam ujaran dua kata sudah mulai jelas
terlihat. Ketika anak berkata mba asti, itu apa? Terdapat adanya jeda dalam ujaran
dua kata. secara perlahan anak mulai mampu menggunakan kalimat dengan baik
yang lebih dari dua kata. Menurut Darjowidjojo (2000:146) Setelah UDK tidak
ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat anak
mulai memakai UDK, dia juga memakai USK, setelah beberapa lama memakai
UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi,
antara satu jumlah kata dengan jumlah ikata lain bukan merupakn tahap yang
terputus. Kasus tersebut bisa dilihat dalam data ketika anak mengatakan “mau,
mba asti mau amela?”. Dapat dilihat jika anak sudah mampu menggunakan
kalimat dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
4.2.2.4 Pemerolehan Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa
yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai
ungkapan akan daya cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima
pembaca. Jenis diksi sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk
menyampaikan ide atau gagasan seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan
mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu sendiri (Keraf 1984 : 22-23).
4.2.2.4.1 Usia 0-1 Tahun
Pemerolehan diksi pada anak usia 0-1 tahun sangat beragam. Banyak
ujaran-ujaran yang belum dapat dimengerti oleh mitra tutur tentang ujaran-ujaran
yang dikeluarkan oleh anak usia 0-1 tahun ini, dalam hal ini mitra tutur hanya
sebatas menafsirkan apa yang di maksud oleh si anak tersebut. Dalam beberapa
ujaran yang dikelurakan oleh anak usia tersebut lazimnya hanya sebatas menangis
dalam konteks diksi makna dari menangis anak merupakan gagasan anak tersebut
untuk menyampaikan hal atau sesuatu yang dirasakannya.
4.2.2.4.2 Usia 1-2 Tahun
Ketika usia 1-2 tahun, pemerolehan diksi pada anak sudah mulai tampak.
Awal mulanya pemerolehan diksi anak diperoleh dari lawan mitra tutur anak dan
juga anak yeng mengamati percakapan seseorang dengan yang lainnya. Perolehan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
diksi sangat beragam tergantung dari situasi dan kondisi lingkungan tersebut.
peneliti menganalisis data tentang pemerolehan diksi sebagai berikut.
(6) Ibu : Adik mau apa?
Anak: Mimi!
Anak : Akut!
Ibu : Takut kenapa?
Anak : Itu...
Anak : Akit.
Anak : Apa tu?
(konteks : Penutur merupakan seorang anak yang berusia 1,5
tahun. Mitra Tutur anak adalah orang tua dari anak. Situasi
ini terjadi saat anak ingin meminta minum, ketakutan, dan
menunjuk sesuatu. Mitra tutur berusaha menenangkan dan
menncari tahu penyebab dengan bertanya kepada anak).
(11) Ibu : Bilang sama Papa, pinjam.
Anak : Ijemmm, ijemmm
Ibu : Icel mau minta?
Anak : Itahhh.. Itahhh
Ibu : Icel udah makan?
Anak : Utahh mam..
(Konteks : Penutur merupakan anak usia 2,3 tahun. Mitra Tutur
adalah orang tua anak. Pada situasi ini orang tua melatih anak
untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitarnya. Saat
tuturan terjadi mitra tutur dan penutur berada di ruang tengah
rumah dalam situasi santai.Perkembangan Motorik : Gerak lidah
pada mulut seperti dilipat. Gerak bibir lebih condong kedepan.
Tatapan mata tajam mengikuti sumber suara yang didengar).
(12) Ayah : Icel, Mama galau ga?
Anak : Galau
Ayah : Kalau Papa?
Anak : Galau
Ayah : Kalau Icel?
Anak : Galau
Ayah : Terus apa lagi?
Anak : Baju galau, mobil galau, mama galau.
Ayah : Semuanya galau?
Anak : Heeuh galau.
Ayah : Yang ngajarin Icel wan tu wan tu siapa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Anak : Icel wan tu wan tu..
(bilangan bahasa inggris one, two)
Ayah : Icel hebat belajar...
Anak : Heeuh, Icel, Icel mau mam..
Ayah: icel mau mam apa?
Anak : Mama galau, icel mau gi ma Mama galau..
(Konteks : Situasi ini menggambarkan penutur (anak) sedang
berbicara dengan mitra tutur (ayahnya). Saat tuturan terjadi
mitra tutur dan penutur berada di kamar penutur dengan situasi
santai Mitra tutur lebih cenderung bertanya kepada penutur.
Penutur merespon dengan menjawab pertanyaan dengan
jawaban yang diulang-ulang. Penutur sudah mulai membuka
pembicaraan dengan mitra tutur. Perkataan yang diucapkan
oleh penutur belum spenuhnya memiliki makna. Perkembangan
Motorik : Tatapan mata anak mengikuti sumber suara
terkadang memalingkan tatapannya ke objek yang lain. Anak
terkadang menjawab pertanyaan yang ditanyakan sambil
berjalan ataupun berlompat-lompat. Konsentrasi pendengaran
anak masih pada suara mitra tutur meskipun anak melakukan
kegiatan lain).
Data (6) merupakan tuturan dari anak berusia 1,5 tahun, diksi yang
diperoleh dan digunakan oleh anak adalah diksi yang mengandung makna
denotatif. Seperti yang dikatakan dalam data percakapan ini anak mengatakan kata
mimi. Kata mimi merupakan kata kiasan dari arti yang sebenarnya yaitu minum.
Sejalan dengan teorinya, makna denotatif adalah konsep dasar yang didukung
oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep referen/ide). Makna yang
sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang mengacu pada makna kias atau
makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam
relasi, pertama adalah relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang
diwakilinya, dan kedua adalah relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau
perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf 1984 : 28).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Data (11) merupakan tuturan dari anak berusia 2,3 tahun. Dalam data ini
pemerolehan diksi anak lebih mengacu kedalam makna kata khusus. Anak
mengatakan kata ijemmm... ijemmm dan kata itahhh.. itahhh. Kedua kata tersebut
digolongkan ke dalam diksi makna kata khusus karena mengacu pada pengarahanpengarahan yang khusus dan konkrit. Sebuah kata khusus akan lebih detail dan
jelas maknanya. Kata ijemmm... ijemmm dan kata itahhh.. itahhh memiliki arti
pinjam dan minta. Ketika anak menggunakan diksi ini karena adanya rangsangan
dari luar yang menarik perhatian bagi anak tersebut. Makna dari kata itu akan
lebih spesifik karena lebih khusus yang membuat itu semakin rinci. Menurut
Akhadiah (1988:88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi,
dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk menggambarkan
tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata
untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman.
Data (12) merupakan tuturan dari anak yang berusia 2,1 tahun.
Pemerolehan diksi yang digunakan oleh anak lebih mengacu pada makna kata
denotatif. Pada data ini anak melakukan percakapan dengan orang tua yang
berperan sebagai mitra tutur. Percakapn tersebut anak mengucapkan kata galau
dalam setiap pertanyaan yang ia jawab. Kata galau merupakan kata sifat jika
dikaitkan dengan diksi berupa makna denotatif. Makna denotatif adalah Konsep
dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep
referen/ide). Makna yang sebenarnya atau lawan dari makna konotasi yang
mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna denotatif dapat
dibedakan atas dua macam relasi, pertama adalah relasi antara sebuah kata dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
barang individual yang diwakilinya, dan kedua adalah relasi antara sebuah kata
dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf 1984 :
28).
4.2.2.4.3 Usia 2-3 Tahun
Pemerolehan diksi pada anak usia 2-3 sudah mulai banyak yang digunakan
dalam komunikasinya. Peneliti menemukan beberapa perkembangan diksi yang
diperoleh anak saat berkomunikasi. Menurut peneliti anak menggunakan diksi
sesuai dengan informasi yang ditangkap dalam lingkungannya dan diterapkan
oleh anak sebagai penyambung dalam komunikasinya sehari-hari. Berikut data
yang menampilkan diksi anak usia 2-3 tahun.
(20) Anak : Keeta Inu dimana?
Mbak Asti : Keeta apa Nu?
Anak : Keeta Inu mainan!.
Mbak Asti: Inu simpan dimana mainannya?
Anak : Keeta Inu kemana?
Mbak Asti: Inu kemarin simpen dimana?
Anak : Di situ!
Mbak Asti: Dicari dulu coba?
Anak : Keeta yang melah, sama Mbak Septi.
(konteks : Penutur merupakan anak berusia 2,4 Tahun. Mitra
tutur merupakan ibu asuh dari penutur. Percakapan ini terjadi
saat diruang bermain anak. Tujuan percakapan ini adalah ketika
anak mencari mainan yang diinginkannya, lalu bertanya kepada
penutur. Gerakan motorik yang muncul adalah gerakan tubuh
yang aktif mencari mainan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam
ruangan. Gerakan tangan yang lincah mencari benda yang
diinginkannya. Tatapan mata yang fokus terhadap benda yang
dicari).
(26) Anak : Mbak Asti, itu apa?
Ibu : Ini sayur, Septi mau maem?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Anak : Sayur apa?
Ibu : Sayur bening, sini maem bareng Wisnu.
Anak : Itu apa?
Ibu : Ini namanya jipang, sini maem pake jipangnya.
Anak : Ga mau., ga mau jipang.
Ibu : Wisnu aja seneng lho, sini Septi maem juga biar sehat.
Anak : Ga mau, ga mau pake itu.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur
merupakan ibu asuh dari anak. Tuturan terjadi saat anak
melakukakn kegiatan makan di ruang makan. Tujuan komunikasi ini
adalah anak ingin mengetahui tentang objek yang dilihatnya.
Tanggapan mitra tutur adalah menjawab pertanyaan dari anak
dengan menjelaskan objek yang dilihat oleh anak, sekaligus
membujuk anak dengan kata-kata rayuan. Perkembangan motorik
yang muncul adalah gerakan tangan terutama jari telunjuk sangat
aktif untuk menunjukan apa yang dilihatnya).
(27) Anak : Oom ini ini apa?
Oom : Ini namanya kamera, Adik mau?
Anak : Mau, mbak Asti mau amela?
Ibu : Jangan itu punya Oom lho.
Anak : Mau amela..
Oom : Nanti Oom beliin yg mainan ya?
Anak : Mainan amela yaa.
(konteks : Penutur merupakan anak 2,7 tahun. Mitra tutur adalah
peneliti sendiri ketika melakukan kegiatan penelitian anak. Tuturan
tejadi di ruangan makan. Tujuan komunikasi pada data ini adalah
anak ingin mengetahui objek yang dilihatnya. Tanggapan dari mitra
tutur adalah menjawab pertanyaan anak dengan lembut dan
menjelaskan dengan rinci kepada anak. Perkembangan motorik yang
muncul ketika itu adalah gerakan tangan sangat dominan, misalnya
apa yang dilihat oleh anak secara reflek benda yang dilihat langsung
disentuh).
Data (20) merupakan tuturan dari anak berusia 2,4 tahun, pada data ini
peneliti menemukan gaya bahasa diksi yang digunakan anak yang mengucapkan
kata keeta yang ejaan sebenarnya kereta. Kata keeta termasuk kedalam kategori
diksi makna kata umum. Kata yang diucapakan anak yaitu keeta memiliki makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
umum, karena kata keeta atau kereta memiliki arti yang sangat luas. Kata umum
merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas, kata-kata umum
menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin umum, maka akan
semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya apabila kata itu semakin
khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf 1984 : 92).
Data (26) merupakan tuturan dari anak yang berusia 2,7 tahun. Dalam
percakapan ini diksi yang digunakan anak lebih kepada makna kata khusus dan
makna kata umum. Data yang dimaksud dalam makna khusus dalam percakapan
ini adalah ketika anak mengatakan kata jipang. Menurut Akhadiah (1988:88) yang
termasuk kata khusus adalah nama diri, nama geografi, dan kata-kata indria/indera
yang sering digunakan untuk menggambarkan tanggapan panca indra akan
rangsangan dari luar. Kata indera dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan,
peraba, pendengaran, penglihatan serta penciuman. Dalam data ini kata jipang
atau buah labu termasuk kata khusus karena menyebutkan nama atau jenis buahbuahan yang dimaksud secara jelas. Sedangkan kata menggunakan makna kata
umum pada kata sayu, sayu disini maksudnya adalah kata sayur. Kata umum
merupakan kata yang mempunyai cakupan lingkup yang luas, kata-kata umum
menunjuk kepada banyak hal. Apabila kata itu semakin umum, maka akan
semakin kabur gambarannya atau maknanya. Sebaliknya apabila kata itu semakin
khusus, maka akan semakin jelas maknanya (Keraf 1984 : 92). Kata sayu pada
contoh diatas termasuk kata umum, karena spesifikasinya terlalu umum atau
kurang khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Data (27) merupakan percakapan dari seorang anak berusia 2,7 tahun.
Penggunaan diksi yang diperoleh anak pada data percakapan ini adalah anak
mengakatan kata amela ejaan sebenarnya kata kamera. Kata kamera menunjukan
bahwa anak sudah mampu menguasai diksi makna kata khusus. Sama seperti data
(27) Menurut Akhadiah (1988:88) yang termasuk kata khusus adalah nama diri,
nama geografi, dan kata-kata indria/indera yang sering digunakan untuk
menggambarkan tanggapan panca indra akan rangsangan dari luar. Kata indera
dibagi menjadi kata untuk indera penglihatan, peraba, pendengaran, penglihatan
serta penciuman.
4.3. Pembahasan
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan terkait hasil penelitian secara
keseluruhan yang akan diambil dari proses analisis data untuk menjelaskan topik
utama tentang pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 0 s.d 3 tahun dalam
bahasa sehari-hari. Dalam proses analisis data yang digunakan oleh peneliti
adalah tuturan lisan dan percakapan dengan subjek penelitian.
Pada penelitian ini terdapat banyak aspek-aspek yang mengulas tentang
pemerolehan bahasa anak, seperti aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi.
Adapun aspek utama dalam penelitian ini yaitu tahap-tahap perkembangan bahasa
pada anak menurut teori Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56).
Menurut Aitchison, perkembangan bahasa dibagi kedalam beberapa kelompok
yaitu usia 0,3 (mulai dapat meraban), usia 0,9 (mulai terdengar pola intonasinya),
usia 1,0 (dapat membuat kalimat satu kata), usia 1,3 (haus akan kata-kata), usia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
1,8 (menguasai kalimat dua kata), usia 2,0 (dapat membuat kalimat empat kata,
dapat membuat kalimat negatif, menguasai infleksi, pelafalan vokal telah
sempurna), usia 3,6 (pelafalan konsonan mulai sempurna), usia 4,0 (penguasaan
kalimat secara tepat, tetapi masih terbatas), usia 5,0 (konstruksi morfologis telah
sempurna), usia 10,0 (matang berbicara). Namun peneliti menggunakan teori
tersebut dimulai dari pemerolehan meraban hingga pelafalan konsonan mulai
sempurna atau usia 0-3 tahun.
Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak
tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut.
Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam
perkembangan bahasa anak yaitu pandangan (1) pandangan nativisme (2)
pandangan behaviorisme, (3) pandangan kognitivisme. Dalam penelitian ini
peneliti mengkaji bahwa data yang dianalisis sesuai dengan hipotesis-hipotesis
yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Chomsky.
Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan bahasa”
Language Acquistion Device (LAD). Alat ini merupakan pemberian biologis yang
sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu bahasa.
LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses
bahasa, tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Bukti yang
mendukung dengan teori ini adalah anak sering mengakatakan hal-hal garamatikal
misalnya pada data (7) ketika anak mengakatakan kata bobo.. bobo dan pada data
(9) ketika anak mengatakan iniiii... maaa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Hipotesis mengenai LAD itu sebagai alat untuk memperoleh bahasa oleh
anak-anak semakin memperkuat fakta-fakta yang telah diamati oleh para ahli
dalam bidang pemerolehan bahasa yang mendukung hipotesis tersebut. Misalnya,
satu fakta yang jelas mendukung LAD ialah keadaan masukan, yaitu ucapanucapan yang didengar oleh anak di lingkungannya. Ucapan-ucapan tersebut penuh
dengan pembukaan kata yang salah, kesalahan gramatikal, dan lain-lain. Namun,
anak-anak memperoleh juga bahasa pertamanya. Bahasa yang diperoleh anakanak dalam keadaan yang beragam walau bagaimanapun bentuknya. Anak-anak
tidak mungkin mendapatkan aspek-aspek bahasa seperti fonologi, morfologi,
sintaksis, dan diksi jika tidak dianugerahkan dengan suatu mekanisme nurani yang
khusus untuk berbahasa.
Perkembangan ujaran yang penliti dapatkan dari hasil observasi anak usia 0-1
tahun adalah Banyak bunyi yang dikeluarkan oleh anak tetapi tidak semuanya
mempunyai wujud di dunia sekelilingnya. Mula-mula ujaran yang mucul yaitu
bunyi vokal. Anak sering mengelurakan bunyi vokal seperti a,i,u,e dan o. Ketika
masuki usia 1-2 tahun bunyi konsonan sudah mulai membetuk dalam ujran anak
misalnya anak mengakatan kata mama dan papa. Anak usia 1-2 tahun merupakan
usia yang paling menonjol dalam pemerolehan bahasanya. Usia 2-3 tahun
merupakan masa anak yang mampu mengujarkan apa yang dilihatnya atau
diucapkannya. Pelafalan konsonan dan vokal sudah sempurna, walaupun peneliti
kerap kali menjumpai bahwa anak masih belum sempurna dalam mengujrakan
kata yang diucapkannya. Mislanya saja kata kereta diucapakan keeta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Perkembangan sosial dan komunikasi yang dipeoleh pada observasi adalah
usia 0-1 tahun komunikasi anak hanya sebatas memberikan senyuman dan tatapan
mata dari anak yang merupakan bentuk interaksinya kepada lingkungan
disekitarnya. Adapaun reaksi anak usia ini adalah menyerukan bunyi cooing
dalam interaksinya. Peneliti berasumsi bahwa anak memberikan respon kepada
lingkungan yang dilihatnya. Pada usia1-2 tahun perkembangan sosial dan
komunikasinya mulai beragam, peneliti melihat bahwa anak lebih tertatik dalam
hal yang menjurus ke arah permainan. Sesuai dengan kajian teori, dalam hal ini
anak mulai masuk kedalam tahap pola gilir interaksi sosial, artinya anak sudah
mengerti kapan ia harus bereaksi dalam berinteraksi. Misalnya saja dalam
permainan “Ci Luk Ba”. Pada permainan ini anak mengerti kapan harus memberi
respon terhadap objek yang dilihatnya. Pada usia 2-3 tahun interaksi sosial anak
sudah masuk ke fase pertanyaan. Peneliti meninjau anak yang usia 2-3 tahun lebih
aktif dalam berkomunikasi dalam lingkungannya. Anak akan bertanya apa yang
dilihatnya, menyentuh apa yang menurut mereka menarik.
Pada penelitian ini peneliti mengamati proses perkembangan akuisisi
bahasa pada anak. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah
lakunya termasuk tingkah laku berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya
bergerak refleks. Ketika usia anak menginjak 0-3 bulan otaknya berkembang dan
mengatur mekanisme syaraf sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah
dapat dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut.
Misalnya anak akan mengedipkan mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya
akan bergerak-gerak apabila sesuatu yang disentuhkan pada bibirnya. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
awalnya bukan untuk berkomunikasi, melainkan si anak sedang mengalami proses
perkembangan fisik yang akan menunjang perkembangan akuisisi bahasa di tahap
selanjutnya.
Ketika peneliti melakukan observasi terhadap subjek penelitian hal pertama
yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengamatan, berinteraksi langsung
dengan subjek dan menjadi pihak ketiga subjek peneliti sedang berintekasi dengan
mitra tuturnya. Secara keseluruhan, penelitian ini merupakan bentuk proses tahap
pemerolehan bahasa anak terutama usia 0-3 tahun. Pada penelitian ini peneliti
mengelompokan hasil pengambilan ke dalam beberapa kategori yaitu (1) Usia 0-1
tahun, (2) Usia 1-2 tahun, dan (3) Usia 2-3 tahun. Peneliti menemukan beberapa
tahapan pemerolehan bahasa dalam kategori usia anak sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Aitchison. Tahapan tersebut terdiri dari 7 tahap
perkembangan bahasa anak.
Pada usia 0-1 tahun tahap kemampuan bahasa anak yang ditemukan oleh
peneliti yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah tahap meraban. Pada tahap
meraban tersebut yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah anak mulai
menangis, batuk, sendawa, tertawa, mengigau, dan mendengkur. Secara
keseluruhan meraban merupakan bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak
itu mendekur dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap
meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak.
Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang adalah
terdengarnya pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi kata.
Pola intonasi merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
didengarnya. Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang
adalah terdengarnya pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi
kata. Pola intonasi merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang
didengarnya. Contohnya adalah
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : adek ini ngoceh apa?
Pada data (5) ini merupakan proses pola intonasi suara yang hampir mirip
dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur
memancing dengan suaranya. Hasilnya anak akan merespon suara tersebut dan
meniru apa yang dikatakan oleh mitra tuturnya.
Selanjutnya adalah proses tahap perkembangan bahasa tahap tuturan satu
kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi tergantung masing-masing anak.
Biasanya variasi berupa kata mama, papa, meong. Ketika berkomunikasi, anak
hanya menggunakan tuturan satu kata dalam nejawab pertanyaan dari mitra
tuturnya. Ini sesuai dengan pendapat Aitchison, dalam penelitian, peneliti
berasumsi bahwa ketika anak berusia 1-2 tahun anak akan menjawab pertanyaan
dengan satu kata, dan menggunakan kata yang sama dalam setiap jawabannya.
Misalnya seperti data dibawah ini.
(7)Ibu : Ci Luk Baa
Anak : hahaaauuuu..eeehh..
Ibu : Dede jangan keluar!!
Anak : baba... baba
Ibu : sini dede bobo ya?
Anak : bobo...
Ibu : bobo ma mama ya?
Anak : gaa...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Ibu : kok engga de?
Anak : bobo... bobo..
Setelah anak melewati proses tuturan satu kata, satu bulan berikutnya anak
mulai memperoleh tuturan dua kata yang sesuai dengan pendapat Aitchison.
tuturan dua kata yang dimaksud adalah
yaitu mengucapkan kata-kata yang
mengandung arti paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi
Ani mau minum susu. Misalnya seperti data berikut.
(11) Ibu : bilang sama papa pinjam..
Anak : ijemmm... ijemmm
Ibu : icel mau minta?
Anak : itahhh.. itahhh
Ibu : icel udah makan?
Anak : utahh mam..
Data diatas merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Pada kedua data tersebut jelas bahwa data (11)
pengucapan anak sudah
menggunakan dua kata ketika anak berusia 2 tahun. Dapat dilihat ketika anak
mengucapkan kata “ijemm.. ijemm..” dan “udah mam”.
Berikutnya adalah pemerolehan bahasa infleksi kata. Dalam bahasa
Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya
hanya mengatakan Kakak mukul adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik
dipukul kakak. Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata majemuk,
seperti orang tua, namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena
kemampuan setiap anak bervariasi. Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika
(2009: 50-56) secara gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting
mulai digunakan. Infleksi kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap
remeh dan infleksi itu mulai merayap diantara kata benda dan kata kerja yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
digunakan oleh anak. Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa infleksi
anak yaitu ketika anak mengucapkan kata mulu. Kata mulu oleh anak diucapkan
berulang-ulang disetipa perkataan yang diucapkannya. Anak sudah terbiasa dalam
menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya dan menjawab
dengan baik. Anak sudah memahami makna kata yang didengar atau yang
diucapkannya. Pengucapan kata konsonan masih sulit, terutama pada huruf
konsonan /r/ dalam kata marah dikatakan menjadi malah.
Pada usia 2-3 tahun kemampuan berbahasa anak mulai meningkat. Dalam
tahap perkembangan bahasa pendapat Aitchison, usia 2-3 tahun merupakan tahap
kalimat tanya dan ingkar. Pada saat penelitian, peneliti menemukan beberapa data
mengenai kalimat tanya dan ingkar misalnya ketika anak berkomunikasi
menggunakan kalimat tanya seperti yang dijelaskan pada data (29) misalnya, anak
berkata “ni apa?”, “alon itu ya?”. Ucapan anak tersebut merupakan bentuk dari
tahap kalimat tanya dan ingkar.
Secara keseluruhan pada penelitian ini, proses pemerolehan bahasa anak
sangat sesuai dengan teori dari Aitchison. Proses perkembangan bahasa harus
dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tahap
perkembangan bahasa dari mulai meraban hingga kalimat tanya ingkar yang
dibatasi dengan subjek penelitian usia 0-3 tahun
Adapun aspek-aspek yang mendukung dan berkaitan dnegan pemerolehan
bahasa yakni aspek kebahasaan yang meliputi pemerolehan fonologi, morfologi,
sintaksis, dan juga diksi. Hasil dari aspek kebahasaan tersebut jelas telah dianalisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
dalam sub bab analisa data yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa juga
mengkur kemampuan anak dalam pemerolehan kebahasaannya.
Hal terpenting ketika anak mulai berbahasa adalah ketika anak melewati
proses fonologi. Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak
dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang
mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat
dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses
mengeluarkan
bunyi-bunyi
seperti
ini
dinamakan
cooing,
yang
telah
diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan
bunyi-bunyi yang beragam dan belum jelas identitasnya.
Setelah melewati
pemerolehan fonologi, anak mulai memasuki pemerolehan lainnya, seperti
pemerolehan morfologi. Dalam prosesnya, anak lebih banyak memperoleh
bentuk morfem, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk
morfem terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa
bentuk dasar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna.
Ketika melakukan penelitian, peneliti hanya menemukan sebagian kecil ketika
anak memperoleh bentuk prefiks, infiks dan sufiks dalam setiap pengucapan
katanya karena secara teori yang ada bentuk-bentuk imbuhan tersebut akan lancar
digunakan oleh anak ketika usia sudah menginjak empat tahun.
Selanjutnya adalah aspek mengenai sintaksis. Sintaksis pada anak adalah
anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata. Dalam bidang sintaksis,
anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata
ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata (USK). Setelah melewati fase Ujaran Satu
Kata, anak melanjutkan ke tahap dua kata atau Ujaran Dua Kata (UDK). Dalam
bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya terdiri dari satu
kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya sebagian saja dri
kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah kompleks karena
satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna.
Aspek diksi juga sangat penting dalam proses perkembangan bahasa anak.
pemerolehan diksi merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansanuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi
merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya
cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi
sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan idea atau gagasan
seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau
gagasan itu sendiri (Keraf 1984 : 22-23). Jika ditinaju dari pemerelohan bahasa
anak, diksi ini akan menentukan cara komunikasi anak untuk kedepannya.
Misalnya anak harus mengetahui kata-kata apa saja yang harus diucapkan ketika
berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Selain itu, diksi juga penentu anak dalam
berkomunikasi yang baik dan benar.
Hambatan hambatan yang dijumpai oleh peneliti adalah keterbatasannya
waktu dalam penelitian. Peneliti tidak bisa melakukan observasi secara berkala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
dalam kurun waktu yang berdekatan. Peneliti hanya bisa melakukan observasi 2
hari dalam setiap minggunya. Selain itu, peneliti juga terhambat oleh faktor
psikologis anak yang sewaktu-waktu bisa berubah. Faktor inilah yang
menyebabkan data yang didapatkan kurang maksimal namun cukup untuk
dianalisa dalam penelitian ini. Subjek penelitian diambil dari beberapa anak yang
tinggal di yayasan panti asuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian tentang proses
pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari, peneliti
dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun
dikembangkan melalui beberapa tahap yaitu (1) tahap menangis, (2) tahap
mendengkur, (3) tahap meraban pada usia 0-1 tahun, (4) tahap pola intonasi,
(5) tahap tuturan satu kata, (6) tahap tuturan dua kata, (7) tahap infleksi dan
aglutinatif, dan (8) tahap pola kalimat tanya dan ingkar. Berdasarkan hasil
kesimpulan umum tersebut, kemudian disusun kesimpulan khusus sebagai
berikut.
1. Peneliti juga melakukan penelitian tentang pemerolehan bahasa mengenai
aspek-aspek kebahasaan di antaranya adalah aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan diksi. Pada usia 0-1 tahun pemerolehan fonologi anak
muncul ketika ia lahir yang mengeluarkan bunyi tangisan diikuti dengan
bunyi ocehan-ocehan pada hari-hari berikutnya guna untuk melatih alat
bicaranya. Pemerolehan morfologi yang muncul pada anak adalah adanya
morfem bebas yang diucapkan sebagai bentuk komunikasi atau isyarat
kepada lingkungan di sekitarnya. Pemerolehan sintaksis pada usia 0-1
tahun anak lebih banyak berkomunikasi menggunakan langit-langit mulut
yang membentuk ujaran satu kata. Ujaran-ujaran yang dikaitkan kepada
sintaksis membentuk kata verba, nomina, dan adjektiva. Sedangkan
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Pemerolehan diksi pada anak usia 0-1 tahun belum tampak. Anak lebih
banyak mengeluarkan ujaran-ujaran yang belum dapat dimengerti oleh
mitra tutur tentang ujaran-ujaran yang dikeluarkan oleh anak usia 0-1
tahun ini, dalam hal ini mitra tutur hanya sebatas menafsirkan apa yang di
maksud oleh si anak tersebut.
2. Pada usia 1-2 tahun, anak memperoleh aspek fonologi tahap membabel.
Artinya anak mengeluarkan ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi
vokal maupun bunyi bunyi konsonan. Ragam bunyi itu bersifat sebagai
bentuk melatih alat bicaranya dan juga sebagai bentuk ungkapan anak
dalam berkomunikasi
pada lingkungan disekitarnya. Pemerolehan
morfologi muncul pada usia ini anak lebih banyak menggunakan morfem
bebas dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Pemerolehan sintaksis
yang lebih dominan pada usia ini yaitu anak sudah mampu mengucapkan
ujaran dua kata bahkan lebih dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya.
Bentuk-bentuk kalimat yang mengandung kata verba, nomina, dan
adjektiva sudah mulai tampak. Sedangkan pemerolehan diksi pada usia 0-1
tahun ini anak lebih banyak mengamati dan memahami kata-kata yang
didengar di lingkunganya untuk menambah pembendaharaan kosakata
anak itu sendiri.
3. Pada usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna terutama
pengucapan pada bunyi vokal dan diikuti dengan bunyi-bunyi konsonan
meskipun pada saat anak berkomunikasi masih ada bunyi konsonan dan
vokal yang belum terdengar secara jelas. Morfologi anak usia ini juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
kosakatanya mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu
dihitung dalam hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut
morfem. Morfem yang paling dominan yaitu morfem bebas, sedangkan
bentuk morfem yang lain hanya beberapa saja yang terdengar. Dalam hal
sintaksis, anak sudah mampu mencapai kalimat rangkaian kata dan kalimat
konstruksi yang kompleks. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi
kalimat yang terdiri dari beberapa kata terjadi secara bertahap. Diksi anak
mulai sangat menonjol ketika anak berusia 3 tahun, karena ketika usianya
masih 0-2 tahun anak lebih banyak mendengar dan meniru kata-kata yang
diucapkan dalam lingkungannya dan secara tidak langsung anak sudah
memperoleh kosakata yang banyak untuk berkomunikasi di tahap
selanjutnya. Ketika anak menggunakan diksi berarti anak sudah mampu
menyampaikan gagasan-gagasan yang ingin diungkapkanya kepada mitra
tutur saat berkomunikasi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil temuan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, ada beberapa
saran yang perlu diperhatikan.
1. Bagi penelitian lanjutan, penelitian ini hanya membahas pemerolehan
bahasa anak dari usia 0 s.d 3 tahun. Apabila jika ditinjau dari ilmu
psikolinguistik, masih banyak aspek yang belum dibahas dalam penelitian
ini, misalnya saja tentang pemerolehan bahasa pada usia pra sekolah.
2. Bagi masyarakat khususnya yang memiliki anak usia balita, sebaiknya
lebih memperhatikan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak. Lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
peka dan teliti dalam mengajarkan tata bahasa kepada anak terutama saat
berkomunikasi dengan anak itu sendiri. Karena setiap usia anak berlanjut
pemerolehan bahasa anak juga akan meningkat dan pemerolehan kosakata
anak juga akan bertambah banyak dan kosakata tersebut lebih banyak
didapatkan pada lingkungan tempat tinggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Andika, Dutha Bachari dan Kholid A. Harras. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: bentuk, makna, dan fungsi. Edisi
kedua. Jakarta: Grasindo.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak
Indonesia. Jakarta: Grasindo.
______________________. 2005. Psikolinguistik Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia.
Hartley, Trevor A. 2001. Psychology of Language from Data to Teory. Sussex:
Erlbaum Taylor & Francis.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta.: PT. Gramedia Pustaka.
Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lestari, Ana. 2012. Pemerolehan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 3-6
Tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini Bina Harapan. Skripsi. Medan:
Universitas Negeri Medan.
Lowenthal, F et al Ed. 1982. Language and Language Acquisition. New YorkLondon: Plenum Press.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nasution, Putri. 2009. Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3 sampai 4 Tahun (Pra
Sekolah) di Play Group Tunas Mekar Medan. Tesis. Medan: USU.
Nurastuti, Wiji. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Ardana Media.
155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
Palermo, David S. 1978. Psychology of Language. Illinois. Scott: Forresman and
Company.
Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-aspek Psikolinguistik. Flores-NTT: Nusa Indah
Poerwo, Bambang Kaswanti. 1991. Perkembangan Bahasa Anak Pragmatik dan
Tata Bahasa dalam Darjowidjojo.
Saporta, Sol Ed.1961. Psycholinguistics a Book Readings. New York-Holt:
Rinehadt Winston.
Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabetha
: Bandung.
Sumarsono, Paina Pratama. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Tarigan, Henry Guntur. 1977. Linguistik Kontrastif. Bandung: FKSS, IKIP
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wiranta, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.d 3 TAHUN
DALAM BAHASA SEHARI-HARI
(TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK)
TRIANGULASI DATA
Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh :
Yosep Trinowismanto
101224043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
TRIANGULASI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0-12 BULAN
Nama
: Karolus Inggil
Usia
: 6 bulan
NO
DATA
TUTURAN
1. Anak :
“aaaaaaaa”
Mitra Tutur :
Adik kenapa
nangis?
Anak :
“eeeaaaaaakk”
Mitra Tutur :
cup-cup dik yuk
mama gendong.
Anak : “aaaaaa..
eaaaaaee”
2. Anak : “uhukuhuk”
Mitra Tutur :
Adik batuk
kenapa..
KONTEKS
TAHAP
KETERANGAN
PERFORMANSI
Data ini merupakan
 Penutur
 Tahap
merupakan
Meraban
tuturan yang
seorang anak
termasuk ke dalam
yang berusia 6
tahap meraban.
bulan.
Sesuai dengan teori
 Mitra tutur
Aitchison (dalam
adalah ibu dari
Harras dan Andika
anak yang
2009: 50berusia 6 bulan.
56),bahwa
 Situasi itu terjadi
menangis pada bayi
saat anak
mempunyai
menangis.
beberapa makna,
 Ibu dari anak itu
seperti tangisan
sedang berusaha
untuk minta
menenangkan
minum, minta
anak dengan cara
makan, tangisan
menggendong.
karena kesakitan,
dan sebagainya.
Data ini
menunjukan bahwa
anak sedang tidak
nyaman pada
keadaan yang
dialaminya.
Data ini bunyi yang
 Situasi ini
 Tahap
menggambarkan
Meraban
dikeluarkan oleh
anak
anak adalah bunyi
mengeluarkan
batuk, bunyi batuk
bunyi batuk
mengindikasikan
 Dalam
adanya aktivitas
perkembangan
pada rongga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
anak, bunyi
batuk
menandakan ada
aktivitas pada
rongga
pernafasan anak
3. Mitra Tutur :
Adik mau
sendawa ya
Anak “ eeeuuk”
Mitra Tutur :
Terima Kasih
Tuhan, adik
sendawa.



4. Anak : “aauuu...
aaaaa”
Mitra Tutur :
Aaauu kenapa
dik?
Anak “ auuuaa..
aaahhhaa”

Situasi ini
merupakan anak
yang sudah bisa
sendawa
Orang tua
berusaha
memancing agar
anak bisa
sendawa dengan
cara
memberikan
asupan kepada
anak berupa susu
dan sedikit
memijat tengkuk
anak.
Dalam situasi ini
sebelumnya
anak sering
mengeluaarkan
suara saat
menyusui,
menelan
makanan
Situasi ini
menjelaskan
anak sedang
mengoceh
dengan suara
yang hampir
mirip dengan
bunyi vokal /a/,
/u/ dan sedikit
terdengar kata
konsonan /h/.
pernafasan anak
yang memicu
terjadinya bunyi
batuk.

Tahap
Meraban
Data ini anak
mengeluarkan
bunyi seperti
sendawa. Secara
bertahap, bunyi
konsonan akan
muncul pada waktu
anak itu mendekur
dan ketika anak
mendekati enam
bulan, ia masuk
pada tahap
meraban. Secara
impresif anak
menghasilkan
vokal dan konsonan
secara serentak.

Tahap
Meraban
Data ini anak mulai
mengoceh dengan
mengeluarkan
bunyi yang hampir
mirip dengan bunyi
vokal.
Menurut Aitchison
(dalam Harras dan
Andika 2009: 5056), mendekur
sebenarnya sulit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160


5. Anak :
“babababa...
papaaa”
Mitra Tutur :
cilukba?
Anak : “ihhi
eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur :
adik ini ngoceh
apa?



Mitra tutur
memancing
dengan
suaranya.
Tujuannya agar
mengetahui
respon dari anak.
Anak mengoceh
kembali dengan
mengeluarkan
bunyi yang
sama.
Situasi ini
memperjelas
bahwa anak
sudah mampu
mengucapkan
vokal yang
bervariasi
dengan pola
bunyi vokal dan
bunyi konsonan.
Pola bunyi
konsonan nasal
/m/,/n/ sudah
mulai muncul.
Berceloteh
tentang vokal
dan konsonan
/ba-ba/ dan /mama/ mulai
terdengar jelas.
Mitra tutur
dalam hal ini
selalu
berkomunikasi
dan memahami
apa yang
dikomunikasikan
oleh anak.

Tahap Pola
Intonasi
dideskpripsikan
karena bunyi yang
dihasilkan mirip
dengan vokal, tapi
hasil bunyi itu tidak
sama dengan bunyi
vokal yang
dihasilkan orang
dewasa.
Tampaknya dengan
mendengkur si bayi
melatih peranti alat
ucapnya
Bunyi yang
dikeluarkan oleh
anak sudah mulai
jelas Menurut
Aitchison (dalam
Harras dan Andika
2009: 50-56), anak
mulai menirukan
pola-pola intonasi.
Hasil tuturan anak
mirip dengan yang
dikatakan oleh
ibunya. Anak
tampaknya
mencoba
menirukan
percakapan dan
hasilnya adalah
tuturan yang
kadang-kadang
tidak dipahami oleh
orangtuanya atau
orang dewasa yang
lain.erdengar pola
intonasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
TRIANGULASI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 1-2 TAHUN
NO
Nama
: Ari Wahyudi
Usia
: 1 tahun 5 bulan
DATA TUTURAN
KONTEKS
TAHAP
KETERANGAN
PERFORMANSI
Data ini anak sudah
 Tuturan satu
mampu mengucapkan
kata
satu kata /mimi/,
/akut/, /itu/, /takit/,
dengan lancar
meskipun
mengucapkannya
masih terbata-bata.
Bunyi pertama pada
kata yang diucapkan
tidak terdengar.
Meskipun Ucapan
yang diungkapkan
anak masih belum
jelas, masih berbicara
sendiri. Mungkin
untuk menarik
perhatian orang-orang
yang ada di
sekitarnya.
6. Ibu : AdIk mau apa?  Penutur
Anak: “Mimi!”
merupakan
(keterangan meminta
seorang anak
minum).
yang berusia 1
Anak : “Akut!”
tahun 5 bulan.
Ibu : Takut kenapa?  Mitra Tutur
Anak : itu...
anak adalah
(Ketakutan)
orang tua dari
Anak : “Akit........!”
anak.
(sambil menangis)
 Percakapan ini
(kesakitan pada jari)
terjadi ketika
Anak : Apa tu?
anak ingin
(menunjuk sesuatu)
meminta
minum,
ketakutan, dan
menunjuk
sesuatu.
 Mitra tutur
berusaha
menenangkan
dan menncari
tahu
penyebabnya
dengan bertanya
kepada anak.
7. Ibu : Ci Luk Baa
 Pada situasi

Anak :
ini anak
hahaaauuuu..eeehh..
berkomunikasi
Ibu : Adik jangan
dengan
keluar!!
ibunya.
Anak : Baba... baba  Anak
Ibu : sini adik bobo,
berbicara
Tuturan satu
kata
Data ini anak mampu
mengeluarkan bunyi
vokal /a/, /e/, /u/
sebagai tanda bunyi
tertawa yang
dikeluarkan ol;eh
bayi. Selain itu bunyi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
ya?
Anak : Bobo...
Ibu : Bobo sama
mama, ya?
Anak : Gaa...
Ibu : Kok engga de?
Anak : Bobo...



8. Ibu : Ari mau maem 
engga?
Anak : Emoh..
Ibu : Sini maem dulu!
mengeluarkan
bunyi vokal
dan bervariasi
dengan bunyi
konsonan
Tujuan
komunikasi ini
adalah
merangsang
anak dalam
mengucapkan
suara.
Perkembangan
motorik yang
muncul adalah
anak sudah
bisa berdiri
dan berjalan.
Perkembangan
motorik yang
lainnya adalah
ketika anak
mengucuapkan
bunyi, gerakan
mulut
cenderung
kedepan.
Pada situasi
ini anak
melakukan
percakapn

Tuturan satu
kata
konsonan muncul
dalam ucapan anak.
Anak cenderung
menirukan suara
vokal yang
didengarnya dari
orang lain.
Anak sering
mengeluarkan bunyi
vokal secara berulangulang. Steinberg
berpendapat bahwa
dalam pengujaran
konsonan, dapat
dibagi atas konsonan
yang terlihat
artikulasinya dengan
konsonan yang mudah
diartikulasikan. Itu
sebabnuya anak
dahulu mengujarkan
konsonan / m, b, p/
karena konsonankonsonan itu mudah
dilihat alat berbicara
yang
menghasilkannya.
Sebaliknya konsonan
stop, misalnya / k,g/
dan frikatif, misalnya
/f, s/ tidak segera
dapat diujarkan
karena alat bicara
yang
mengahsilkannya
tidak kelihatan.
Data ini anak selalu
menjawab pertanyaan
yang diajukan
kepadanya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Anak : Emoh...
Ibu : Kalau ga maem
tak tinggal ya?

(Kalau tidak makan
ditinggal ya?)
Anak : Aaaaa....

Ibu : Bener lho,
mama tinggal lho..
Anak : Aaaaaa......
Ibu : Makanya, maem
dulu ben
pinter..(Makanya
makan dulu biar
pintar)

Anak : Emoh..

9. Anak : Ma.

Ibu : Gambar apa itu?
Anak : Ini.
Anak : Ma.
Ibu : Ayo dek,
gambar yang bagus.

Anak : Ini....
Ibu : Ye, gambarnya
bagus.
Anak : Ini ma.
Ibu : Ye, Ari pinter
dengan orang
tuanya,.
Orang tua
mengajak anak
untuk makan
Anak
menjawab
pertanyaan
orang tuanya
dengan kata
emoh yang
artinya tidak
mau.
Anak
menjawab
pertanyaan
dengan nada
keras,
cenderung
berteriak.
Perkembangan
motorik :
gerakan kepala
digelengkan
ke kiri dan ke
kanan, raut
wajah anak
cenderung
mengkerut.
Pada situasi

ini anak
melalukan
kegiatan
menulis.
Anak sudah
bisa memulai
komunikasi
dengan orang
yang ada di
sekitarnya.
jawaban yang sama.
Bunyi vokal /a/, /e/,
/u/, /o/ semakin jelas
terdengar dan bunyi
yang dikeluarkan
semakin bervariasi
dengan bunyi
konsonan.
Kata emoh (tidak
mau) diucapkan oleh
anak dengan lantang
dan ada variasi bunyi
vokal, konsonan, dan
bunyi velar [h] pada
kata emoh.
Tuturan satu
kata
Anak mampu
Mengucapkan kata ini
dengan lantang dan
panjang. Artinya
bahwa apa yang
dilakukan oleh anak
harus dilihat oleh
mitra tutur .
Pola dua kata sudah
mulai terdengar,
misalnya pada ucapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
gambar.



10. Ibu : Ari sama Papa,

yaa?
Anak: Mama.
Ibu : Sama Papa
dulu, Mama masak

dulu yaa?
Anak : Ma Papa...
Ibu : Iyaa, sama papa
yaa?
Anak : Iyaaaa

Anak
mengucapkan
kata ini, maaa,
cenderung
berteriak.
Tujuannya
agar menarik
perhatian.
Orang tua
merespons
pertanyaan
anak.
Perkembangan
motorik :
gerakan
tangan sangat
dominan
ketika anak
menunjuk apa
yang ia tulis
kepada orang
tuanya.
Gerakan
tangan pun
sejajar dengan
dada anak.
Pada situasi

ini anak
sedang
bersama
ibunya.
Ibunya
mengajak anak
berkomunikasi
untuk
memberi tahu
agar anak
bersama
ayahnya.
Respons anak
anak ini.. maa..
Tuturan satu
kata
Pada data ini Bunyi
vokal /a/, masih
sangat dominan
diucapkan oleh anak.
Anak cenderung
menirukan ucapan
orang tuanya yang
sesuai dengan
kemampuan alat
bicaranya. Menurut
Aitchison (dalam
Harras dan Andika
2009: 50-56), antara
umur satu tahun dan
delapan belas bulan
anak mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Ayah : Sini dik sama
Papa main.
Anak : Papapa..
Ayah : Itu lihat ada

cicak dIk di tembok..
Anak : Eca
Ayah : Cicak tuhhh.
tuhh jalan-jalan...

Anak : Eca yan eyan
Ayah : Nanti Ari
digigit cicak...
Anak : It eca...

hanya
menjawab kata
mama,
iyaa,dan papa.
Saat bersama
ayahnya, anak
diajak
berkomunikasi
atau bermain.
Saat bersama
ayahnya anak
menyebutkan
beberapa kata
seperti papa,
eca (cicak),
yan yan (jalanjalan).
Perkembangan
motorik :
Gerakan
kepala saat
anak
berkomunikasi
dengan
ayahnya
terlihat fokus.
Gerakan bibir
atas dan bibir
bawah terlihat
dominan saat
anak
berkomunikasi
. Ini memicu
timbulnya
bunyi
konsonan [b],
[p] dan
munculnya
kata papa.
mengucapkan tuturan
satu kata. Jumlah kata
yang diperoleh
bervariasi tergantung
masing-masing anak.
Biasanya variasi
berupa kata mama,
papa, meong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
TRIANGULASI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN
Nama
: Gisella Putri Cahyaningtyas
Usia
: 2 tahun 3 bulan
NO
DATA
TUTURAN
11. Ibu : Bilang sama
Papa pinjam..
Anak : Ijemmm
ijemmm. (Pinjam
Ibu : Icel mau
minta?
Anak : Itahhh,
itahhh. (Minta)
Ibu : Icel udah
makan?
Anak : Utahh
mam. (Sudah
makan)
KONTEKS





Penutur
merupakan anak
usia 2 tahun 3
bulan.
Mitra Tutur
adalah orang tua
anak.
Pada situasi ini
orang tua melatih
anak untuk
berkomunikasi
dengan orang
yang ada di
sekitarnya.
Ketika tuturan
terjadi mitra tutur
dan penutur
berada di ruang
tengah rumah
dalam situasi
santai.
Perkembangan
Motorik : Gerak
lidah pada mulut
seperti dilipat.
Gerak bibir lebih
condong
kedepan. Tatapan
mata tajam
mengikuti
sumber suara
TAHAP
KETERANGAN
PERFORMANSI
Pada data ini mitra
 Tuturan dua
tutur berkomunikasi
kata
dengan penutur.
Penutur (anak) sudah
mengucapkan bunyi
konsonan yang
bervariasi. Konsonan
/j/, dan /t/ sudah
mulai kuat
menggantikan
konsonan /d/.
Misalnya pada
penutur
mengucapkan kata
utah yang bermakna
sudah. Kata ijem
yang bermakna
pinjam. Anak juga
sudah menggunakan
dua kata yang
berulang. Contohnya
itah-itah yang artinya
meminta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
yang didengar

12. Ayah : Icel mama
galau ga?
Anak : Galau
Ayah : Kalau papa?
Anak : Galau
Ayah : Kalau icel?
Anak : Galau
Ayah : Terus apa
lagi?
Anak : Baju galau,
mobil galau,
mama galau.
Ayah : Semuanya
galau
Anak : Heeuh
galau..
Ayah : Yang
ngajarin icel wan tu
wan tu siapa?
Anak : Icel wan tu
wan tu..
(bilangan bahasa
inggris one, two)
Ayah : Icel hebat
belajar...
Anak : Heeuh, icel,
icel mau mam.
Ayah: Icel mau
mam apa?
Anak : Mama
galau, icel mau gi
ma mama galau..
(mama galau, icel
mau pergi sama
mama).





Situasi ini
menggambarkan
penutur (anak)
sedang
berbicara
dengan mitra
tutur (ayahnya).
Ketika tuturan
terjadi mitra
tutur dan
penutur berada
di kamar
penutur dengan
situasi santai
Mitra tutur lebih
cenderung
bertanya kepada
penutur. Penutur
merespon
dengan
menjawab
pertanyaan
dengan jawaban
yang diulangulang.
Penutur sudah
mulai membuka
pembicaraan
dengan mitra
tutur.
Perkataan yang
diucapkan oleh
penutur belum
spenuhnya
memiliki
makna.
Perkembangan
Motorik :

Tuturan dua
kata
Pada data ini penutur
lebih banyak
mengulang-ulang
jawaban pada
pertanyaan yang
diajukan oleh mitra
tutur. Bunyi vokal
yang dominan
diucapkan oleh
penutur yaitu vokal
/au/.
Ucapan penutur usia
2-3 tahun sudah
mengenal 2 sampai 3
unsur kata. Tetapi
tidak bermakna.
Menurut Aitchison
(dalam Harras dan
Andika 2009: 50-56),
pada tahap ini
tuturan bersifat
telegrafis, yaitu
mengucapkan katakata yang
mengandung arti
paling penting.
Tuturan yang
awalnya Ani susu
berubah menjadi Ani
mau minum susu.
Pada tuturan ini anak
lebih sering
mengatakan kata
galau, lalu ungkapan
lainnya juga
diucapkan.
Anak hanya
mengucapkan katakata yang ditanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
13. Ayah : Gisell.
Anak : Icell.
Ayah : Namanya
siapa hayo?
Anak : Icell..
Ayah : Icel lagi apa
sih?
Anak : Liat ayam
(lihat ayam).
Ayah : Ayam lagi
apa cel?
Anak : Agi galau.
(Lagi galau)
Ayah : Kok galau?
Anak : Galau
Ayah : Dari
kemarin galau
mulu?
Tatapan mata
anak mengikuti
sumber suara
terkadang
memalingkan
tatapannya ke
objek yang lain.
Anak terkadang
menjawab
pertanyaan yang
ditanyakan
sambil berjalan
ataupun
berlompatlompat.
Konsentrasi
pendengaran
anak masih pada
suara mitra tutur
meskipun anak
melakukan
kegiatan lain.
 Situasi ini
menggambarkan
penutur (anak)
sedang
berbicara
dengan mitra
tutur (ayahnya).
 Ketika tuturan
terjadi, penutur
dan mitra tutur
berada di teras
depan rumah.
 Penutur lebih
banyak
menjawab
pertanyaan
mitra tutur
dengan satu
oleh mitra tutur.

Tuturan Dua
Kata
Pada data ini anak
terbiasa
mengucapkan huruf
konsonan /s/ menjadi
/c/. Hal ini terbiasa
saat anak menginjak
usia 2 tahun.
Kosakata anak sudah
mulai banyak dan
bervariasi dan ia
mengerti objek yang
dilihatnya.
Penggabungan dua
kata sudah dominan
dalam hal menjawab
pertanyaan.
Perkataan fungsian
sudah nampak,
misalnya pada kata
disebutkan tu yang
berarti kata itu, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
hingga dua kata.
 Mitra tutur
cenderung
bertnaya tentang
apa yang
dilakukan oleh
penutur.
 Penutur
mengucapkan
jawaban dengan
kata-kata yang
diulang dan
susunan kata
dan kalimatnya
belum
sempurna.
 Perkembangan
motorik : gerakan
badan yang
sangat menonjol
adalah penutur
lebih aktif
berjalan-jalan
diteras rumah.
Saat mitra tutur
bertanya kepad
penutur, gerakan
kepala penutur
cenderung tak
acuh kepada
mitra tutur.
Dalam hal ini
penutur lebih
banyak
menggunakan
pendengaran dan
menjawab
pertanyaan
14. Anak : Apa tu ma?  Situasi pada
(apa itu ma?)
data ini terjadi
kata us yang berarti
terus.
Perkataan dengan
pola satu kata masih
terdengar. Anak
sudah mulai mengerti
tentang objek yang
dilihatnya. Terutama
binatang.
Anak : Ayamnya
galau, mam, us
galau ja.
Ayah : Ooo, icel
kasih maem
ayamnya?
Anak : Tu, ma
mama
Ayah : Icel suka
ayam engga?
Anak : Ayam ena..
(Ayam enak).

Tuturan Dua
Kata
Pada data ini anak
masih mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
Ibu : Ini minuman
mama icel..
Anak : Numan tu..
(minuman itu)
Ibu : Iya biar mama
sehat...
Anak : Mau, mau.
Ibu : Nanti mama
buatin yaa?
Anak : Mau itu...
(Sambil Menunjuk)
Ibu : Ini, enak gak?
Anak : Acemm..



saat penutur
(anak) dan mitra
tutur (orang tua)
berada di ruang
makan dalam
keadaan santai.
Anak sudah
mulai membuka
percakapan
dengan orang
tuanya.
Dalam data ini
anak
menunjukan
rasa penasaran
dengan apa
yang dilihatnya.
Orang tua dari
anak merespon
dengan baik
pertanyaan yang
diajukan
kepadanya.

15. Bibi : Icell lagi

apa?
Anak : Mam oti..
(makan roti)
Bibi : Roti apa icel?
Situasi ini terjadi
pada saat anak
sedang
melakukan
kegiatan di ruang

Tuturan dua
kata
kata yang sama pada
pola dua kata atau
diulang-ulang pada
pertanyaan yang
diajukannya. Bunyi
konsonan yang
diucapkan oleh anak
belum sempurna
misalnya pada kata
asem diucapkan
acem. Pada dasarnya
anak sudah mengerti
kata yang
diucapkannya
ataupun yang telah
didengarnya.
Menurut Steinberg,
(1982:142), Orang
yang ada
disekitarnya banyak
memberikan
informasi tentang
berbagai hal. Ia
selalu
menghubungkan
ujaran orang lain
dengan kenyataan
atau kejadian yang
berhubungan dengan
ujaran itu. Baginya
tiap bunyi yang
berwujud ujaran
mempunyai makna.
“Tanpa asosiasi
dengan makna,
ujaran tidak ada
artinya atau tidak
mempunyai makna
komunikatif
baginya”.
Pada data ini tuturan
anak sudah pada
tahap dua kata yang
sempurna, namun
dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Anak : Oti kejuu..
Bibi : Bibi minta
boleh ga?
Anak : Mauu luhh.
Bibi : Mana bibi
minta?
Anak : Ma mama
ja..
Bibi : Punya icel
aja ya?
Anak : Ma mama
ja..ini icel una..





tengah rumah.
Mitra tutur anak
kali ini adalah
saudaranya yang
sedang
berkunjung ke
rumahnya.
Dalam data ini
anak sudah tidak
merasa asing
dengan orang
lain selain orang
tuanya sendiri.
Sehingga
komunikasi
antara anak
dengan mitra
tutur berjalan
dengan lancar.
Anak sudah
memulai
menjawab
pertanyaan
dengan lantang
kepada mitra
tutur.
komunikasi
berjalan dengan
lancar karena
adanya timbal
balik pertanyaan
antara anak
dengan mitra
tutur.
Perkembangan
motorik :
gerakan kepala
anak tetap
terfokus dengan
kegiatannya
pengucapannya
belum terdengar
jelas. Anak sudah
mengerti apa yang
diujarkan, dan
mengerti ujaran yang
disampaikan
kepadanya. Menurut
Pateda (1990 : 62)
ketika seseorang
ingin menguasai
bahasa, ia belum
mengerti lebih
dahulu apa yang
akan dikataknnya
sebelum ia
menghasilkan
ujarannya.bagi
seorang anak tentu ia
lebih banyak dan
memperhatikan
orang lain yang
sedang berbicara.
Anak kecil tadi
kemudian
mengasosiasikan
ujaran yang ia dengar
dengan apa yang
terjadi setelah
pembicara
mengujarkan sesuatu.
Dalam hal ini anak
sudah menegrti apa
yang diujarkan
kepadanya setelah ia
memperhatikan dan
mendengarkan
ujaran-ujaran yang
diucaapkan orangorang disekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
makan roti.
Meskipun anak
diajak
berkomunikasi,
anaak tetap
menjawab tanpa
melihat mitra
tutur. Gerakan
mulut anak
ketika menjawab
pertanyaan
dimajukan
kedepan
cenderung
menjawab
pertanyaan
dengan nada
berteriak.
16. Anak : Mama ini.
Ibu : Kue dari siapa
ini?
Anak : Bibi...
Ibu : Icel bilang apa
tadi sama bibi?
Anak : Ma’asih
itu... (terima kasih
gitu).



Pada data ini
anak sudah
mulai membuka
komunikasi
dengan orang
disekitarnya
terutama dengan
orang tuanya.
Kata-kata yang
diucapkan anak
sudah
mengkombinasi
kan anatara pola
satu kata dengan
pola dua kata
Pada data ini
huruf konsonan
/k/ masih sulit
dikatakan oleh
anak. Misalnya
saja pada data

Tuturan dua
kata
Pada data ini terlihat
anak sudah mulai
membuka pertanyaan
atau mengajak
komunikasi orang
yang ada diekitarnya.
Tujuannya adalah
anak ingin
memperlihatkan apa
yang ia rasakan
keapda orang yang
ada disekitarnya.
Pada stuktur pola
pengucapan katanya,
anak masih belum
sempurna
mengatakan huruf
konsonan /k/ pada
kata makasih,
sehingga ucapan
menjadi ma’asih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173

17. Anak : Maaaa....
Ibu : apa dik?
Anak : Ada
meong.. (Ada
Kucing).
Ibu : Dimana?
Anak : Itu dual
(Itu di luar)
Ibu : Suarnya gmn
dik?
Anak : Meongmeong tuu
Ibu : Icel mau
meongnya ga?
Anak : entaaa, nti
digit loo.. (Tidak
nanti digigit lho).




kata makasih
masih
diucapkan ma
asih.
Perkembangan
motorik :
gerakan tangan
sangat terlihat
ketika anak
memberikan,
menunjukan
benda kepada
orang tuanya
saat terjadi
komunikasi.
Pada data ini
situasi
menujukan
ketika anak
sedang di dalam
ruangan tamu.
Anak membuka
komunikasi
dengan mitra
tuturnya orang
tua.
Anak ingin
menunjukan
kepada mitra
tutur tentang
apa yang ia
lihat.
Mitra tutur
merespon
pertanyaan
dengan baik,
dan mengajukan
kembali
pertanyaan

Tuturan dua
kata
Pada data ini anak
sudah terbiasa
membuka
komunikasi dengan
orang tuanya tentang
apa yang dilihatnya.
Anak belum
sempurna
mengucapkan kata
benda luar dengan
pronomina di. Anak
mengucapkaannya
menjadi diual.
Meong artinya adalah
binatang kucing.
Anak mengucapkan
kata meong karena ia
melihat binatang
berkaki empat dan
bersuara meong.
Dapat dikatakan anak
dapat menyimpulkan
itu binatang meong
karena mendengar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174

kepada anak
tentang apa
yang dilihatnya.
Perkembangan
motorik :
gerakan tangan
dan kepala
sangat terlihat
pada tindak
tutur ini,
gerakan tangan
menujuk kepada
objek yang
dilihat oleh
anak, sedangkan
gerakan kepala
fokus kepada
mitra tutur saat
sedang
berkomunikasi.
suaranya saja.

18. Ibu : Icelll anaknya
siapa?
Anak : Mama
sama papa?
Ibu : Ini siapa?
Anak : Mama
Ibu : Kalau
papanya?
Anak: Gi kelya...
(Lagi kerja).
Ibu: Icel kangen ga
ma papa?
Anak : Kanen...
(kangen).




Pada data ini
terjadi saat
situasi sedang
santai.
Orang tua
membuka
percakapan
dengan anak
tentang
keluarga.
Anak
merespons
pertanyaan
dengan baik dan
menjawab
pertanyaan
dengan benar
Tujuan
komunikasi

Tuturan dua
kata
Pada data ini anak
sudah bisa mengerti
bahwa orang yang
selalu dekat
dengannya setiap
hari adalah orang
tuanya. Anak
menyebutnya dengan
mama dan papa.
mengakatan dua kata
yaitu ga ada yang
menjadi ta da. Huruf
konsonan /r/ masih
sulit diucapkan oleh
anak, misalnya saja
kata kerja menjadi
kelya. Kata Kangen
diucapkan kanen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
yang dilakukan
oleh orang tua
adalah
merangsang
ingatan anak
 Komunikasi
yang dilakukan
oleh orang tua
adalah tentang
keluarga.
 Orang tua
merangsang
ingatan anak
dengan media
foto yang
ditunjukan
kepada anak.
 Gerakan motorik
: gerakan tangan
menujukan objek
apa yang
dilihatnya
sekaligus
merangsang
objek siapa yanga
ada dalam foto
tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
TRIANGULASI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN
Nama
: Wisnu Saputra
Usia
:2 tahun 4 bulan
NO
DATA
TUTURAN
19. Anak : Ketawa
KONTEKS

mulu ya?
Mbak Asti : siapa

yg ketawa mulu?
Anak : Itu ci oom
ketawa mulu ya.

Mbak Asti :
Ketawa sama siapa
si oomnya?
Anak : Sama Inu,

liatin terus,
ketawa mulu.
Mbak Asti : Inu
lucu kali ya, si
oomnya ketawa.
Anak : Iya kali,
Inu lucu, mbak ga
lucu ya..
Mbak Asti : Mbak
asti lok ga lucu..
Anak : malahmalah telus mbak
mah.
Mbak Asti : Malah

TAHAP
KETERANGAN
PERFORMANSI
Pada data ini ucapan
Penutur adalah
 Infleksi kata
anak usia 2,4
dan aglutinatif anak sudah mencapai
mencapai tiga kata
Tahun
dalam satu kalimat.
Mitra tutur
Menurut Aitchison
adalah ibu asuh
(dalam Harras dan
dari anak
Andika 2009: 50-56)
Situasi ini terjadi
secara gradual, katasaat penutur dan
kata yang dianggap
mitra tutur
remeh atau tidak
berada di
penting mulai
ruangan bermain.
digunakan. Infleksi
Tujuan
kata juga mulai
komunikasi
digunakan. Kata-kata
adalah penutur
yang dianggap remeh
memberi tahu
dan infleksi itu mulai
kepada mitra
merayap di antara
tutur tentang apa
kata benda dan kata
yang dilihatnya.
kerja yang digunakan
Perkembangan
oleh anak. Misalnya
Motorik :
dalam data
gerakan bibir
disebutkan kata
saat anak
mulu. Kata mulu oleh
mengucapkan
anak diucapkan
kata-kata terlihat
berulang-ulang
menonjol
disetipa perkataan
kedepan. Raut
yang diucapkannya.
wajah anak
Anak sudah terbiasa
keheranan
dalam menjawab
ketika melihat
pertanyaanorang asing yang
pertanyaan yang
dilihatnya.
diajukan kepadanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
ma siapa ?
Anak : Ma inu, ma
yang lain.. (Sama
wisnu, sama yang
lain).
 Mitra tutur
 Infleksi kata
merupakan ibu
dan aglutinatif
mana? (Kereta
asuh dari penutur.
wisnu mana?).
 Percakapan ini
Mbak Asti : Keeta
terjadi saat
diruang bermain
apa nu?
anak.
Anak : Keeta inu
 Tujuan
mainan..
percakapan ini
Mbak Asti: Inu
adalah ketika anak
mencari mainan
simpan dimana
yang
mainannya?
diinginkannya,
Anak : Keeta inu
lalu bertanya
kepada penutur.
mana?
 Gerakan motorik
Mba Asti: Inu
yang muncul
kemarin simpan
adalah gerakan
tubuh yang aktif
dimana?
mencari mainan
Anak : Di situ!
dari satu sisi ke
Mba Asti: Dicari
sisi yang lain
dulu coba?
dalam ruangan.
Gerakan tangan
Anak : Keeta yang
yang lincah
melah, sama mba
mencari benda
septi
yang
20. Anak : Keeta inu
dan menjawab
dengan baik. Anak
sudah memahami
makna kata yang
didengar atau yang
diucapkannya.
Pengucapan huruf
konsonan masih
sulit, terutama pada
huruf konsonan /r/
dalam kata marah
dikatakan menjadi
malah.
Pada data ini anak
mempertanyakan
mainan yang
diinginkannya.
Dalam hal ini anak
sudah mengerti dan
paham mengajukan
pertanyaan kepada
orang lain tentang
objek yang
diinginkannya. Kata
keeta yang dimaksud
adalah kereta. Anak
sudah paham, atau
ingatannya sangat
kuat. Sehingga ia
masih ingat mainan
tersebut terakhir
disimpan dimana dan
oleh siapa
disimpannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
21. Mbak Asti: Inu

maem dulu yaa?
Anak : Mam apa?
Mbak Asti : Ini

mam sayur bening
ya?
Anak : Jipangnya

mana?
Mbak Asti: Inu

suka maem jipang?
Anak : Iya suka,
jipangnya mana?
Mbak Asti : Ini

maem dulu.. di
telen dek.
Anak : Mbak,
pake jipangnya.
Mbak Asti:
Maemnya diabisin
ya!
Anak : Mau
jipangnya..
Mbak Asti : Ini tuh
jpangnya banyak.
Anak : Sudah..
Mbak Asti : nek ga
abis tak bilangin

diinginkannya.
Tatapan mata yang
fokus terhadap
benda yang dicari.
Penutur
 Infleksi kata
merupakan anak
dan aglutinatif
berusia 2 Tahun 4
bulan.
Mitra tutur
merupakan ibu
asuh dari penutur.
Percakapan ini
terjadi di ruangan
makan.
Tujuan
komuniukasi ini
adalah mitra tutur
mengajak anak
untuk makan.
Gerakan motorik
yang muncul
adalah Saat
makan, gerak
tubuh anak tetap
aktif. Misalnya
ketika makan anak
masih berlari-lari
diruangan. Dudukduduk dengan
melakukan
kegiatan lain.
Anak masih bicara
saat mengunyah
makanan. Gigi
anak pada usia
sudah muncul.
Sehingga anak
mudah berbicara
walaupun anak
sedang makan.
Pada konteks
percakapan data ini
anak sudah mengerti
makanan apa yang
akan dimakannya.
Jawaban anak masih
terus diulang-ulang.
Ini menandakan anak
memiliki rasa
penasaran.
Anak cenderung
berbicara sekaligus
menguyah makanan
yang ditelannya.
Dalam hal ini, anak
cenderung asyik
sendiri. Anak sudah
sempurna
menyebutkan kata
jipang. Pelafalan
konsonan sudah
mulai sempurna
terdengar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
mbak nina lho..
(Kalau tidak habis
dibilang mbak
nina)
Anak : Aaaa... ga
mau...
Mba Asti :Makanya
diabisin nanti
ketemu mba nina
dimarahin..
22. Anak : Siapa itu?
Siapa itu?
Mbak Asti : Itu kan
si oom...
Anak : Takut..
Mbak Asti : Kan si
oom mau ketemu
adik
Anak : Oom ino
yaa
Mbak Asti : Iyaa..
itu oom ini mau
main..
 Mitra tutur
 Infleksi kata
merupakan ibu
dan aglutinatif
asuh dari penutur.
 Percakapan terjadi
diruang bermain
anak.
 Tujuan
komunikasi pada
data ini adalah
anak ingin
mengetahui apa
yang dilihat dan
mengajak
komunikasi mitra
tuturnya.
 Anak merasa
ketakutan ketika
melihat orang
asing yang belum
benar-benar ia
kenal.
 Gerakan motorik
yang muncul
adalah Wajah anak
akan mengkerut,
jika anak melihat
hal asing. Gerak
Anak sudah mulai
menanyakan sesuatu
pada objek yang
dilihatnya dengan
kata siapa yang
termasuk dalam
kalimat ingkar.
Memori anak sudah
bisa berjalan baik
terutama dalam hal
ingatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
tubuh anak akan
aktif saat
memperhatikan
hal yang ia ingin
ketahui, misalnya
tatapan mata fokus
terhadap hal
tersebut.
23. Mbak Asti : Wisnu
lagi apa?
Anak : Lagi
gambar aja.
Mbak Asti : Coba
Lihat gimana?
Anak : Ini ..
Mbak Asti: Coba
inu bisa gambar
apa dong?
Anak : Ayam...
Mbak Asti : Ayam
kakinya ada berapa
coba? Dua atau
tiga?
Anak : Ada dua..
Mbak Asti : Bulu
nya warna apa
coba?
Anak : Warna
melah..
Mbak Asti: Ye inu
pinter ..
 Mitra tutur
 Infleksi kata
merupakan ibu
dan aglutinatif
asuh dari penutur.
 Percakapan terjadi
di ruang belajar
anak.
 Tujuan
komunikasi ini
adalah ibu asuh
ingin mengetahui
kegiatan anak
pada ruangan
tersebut.
 Anak sedang
menggambar
sesuatu pada
kertas yang telah
di sediakan.
 Gerakan motorik
yang muncul
adalah gerakan
tangan yang
sedang menulis,
gerakan bibir yang
menghasilkan
bunyi bilabial dan
bunyi dental.
Pada data ini katakata yang dianggap
remeh sudah
diucapkan oleh anak
pada struktur kalimat
yang diucapkannya.
Misalnya pada
kalimat lagi gambar
aja. Kalimat tersebut
menandakan kalimat
infleksi kata. Sesuai
dengan pendapat dari
Aitchison (dalam
Harras dan Andika
2009: 50-56) secara
gradual, kata-kata
yang dianggap remeh
atau tidak penting
mulai digunakan.
Infleksi kata juga
mulai digunakan.
Kata-kata yang
dianggap remeh dan
infleksi itu mulai
merayap di antara
kata benda dan kata
kerja yang digunakan
oleh anak.
24. Anak : Mbaaa...
mbaa...
Mbak Asti : Apa
 Mitra tutur
merupakan ibu
asuh dari penutur.
Kata infleksi yang
diucapakan semakin
terdengar di setiap
 Infleksi kata
dan aglutinatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
inu...
Anak : Mau
mainan yg melah
mana?
Mbak Asti : Itu
sama mba septi..
Anak : Mbaa mau
itu..
Mbak Asti : Nanti
gantian yaa,
mainnya..
Anak : Mau yg itu
mbaa,
Mbak Asti: Bilang
sama mba septi
gantian..
Anak : Katanya ga
boleh...
Mbak Asti: Wisnu
main yg lainnya aja
ya..
Anak :
Aaaaa...aaaaa..
 Percakapan terjadi
di ruang bermain
anak
 Percakapan
diawali oleh anak
yang sedang
mencari
mainannya.
 Anak memulai
percakapn dengan
nada tinggi
cenderumg
berteriak.
 Gerakan motorik
yang muncul
adalah gerakan
badan dan tangan
yang menunjuk
benda yang
diinginkannya,
tatapan mata yang
mengarah pada
objek yang
diinginkannya
struktur kalimatnya.
Misalnya saja
kalimat ga boleh
diucapkan menjadi
katanya ga boleh.
Penambahan sisipan
kata yang dianggap
remeh sudah
diucapkan lebih dari
satu kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
TRIANGULASI
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 2-3 TAHUN
Nama
: Septi Puspitasari
Usia
: 2 tahun 7 bulan
NO
DATA
TUTURAN
25. Anak : mbak,
wisnu nakal.
Ibu : Jangan
ganggu wisnu,
septinya.
Anak : Isnunya
cubit mbaa.
Ibu : Jangan
berantem yaa..
Anak : isnunya
nakal..
Ibu : Sini dik septi
sama mba aja.
Main sama mbak
asti ya?
Anak : Engen
mainan itu..
Ibu : Berhitung
yuk... telinga septi
mana?
Anak : Ini..
Ibu : Satunya
mana?
Anak : Ini
KONTEKS
 Penutur
merupakan
seorang anak
berusia 2,7 tahun
 Mitra tutur
merupakan ibu
asuh dari anak
 Tuturan terjadi
pada saat kegiatan
bermain di
ruangan bermain
anak
 Tujuan
komunikasi ini
adalah anak ingin
menyampaikan
informasi tentang
apa yang dia alami
kepada mitra
tuturnya.
 Tanggapan dari
mitra tutur adalah
berusaha
menenangkan
anak pada hal
yang dialaminya
dengan cara
membuat hal baru
agar anak menjadi
tenang.
 Pekembangan
motorik yang
TAHAP
KETERANGAN
PERFORMANSI
 Kalimat Tanya Pada data ini Pola
kalimat pada
dan ingkar
percakapan anak
sudah memiliki
makna dan arti. Anak
masih sulit
mengatakan huruf
pada awal kalimat
terutama huruf
konsonan.
Informasi yang
disampaikan anak
adalah ia sangat
terganggu di
lingkunagnnya pada
saat itu. Peran orang
tua sudah baik ketika
anak merasa
tertekan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Ibu : Telinga septi
ada berapa ya?
Satu apa dua?
Anak : Satu..
Ibu : Kok satu, satu
tambah satu jadinya
du..
Anak : Duaa..
26. Anak : Mbak asti,

itu apa?
Ibu : Ini sayur,

septi mau maem?
Anak : Sayur apa?
Ibu : Sayur bening,
sini maem bareng

wisnu..
Anak : Itu apa?
Ibu : Ini namanya
jipang, sini maem
pake jipangnya..
Anak : Ga mau...

dialami oleh anak
adalah medekati
orang tuanya
untuk mencari
perlindungan.
Bahasa tubuh yang
sering tampak
adalah gerak mata
anak ketika
melihat atau
memperhatikan
suatu objek yang
menarik. Anak
sudah mengerti
tentang bagian
tubuhnya.
Sehingga ketika
orang tua
mengatakan kata
telinga, respon
tangan anak mulai
menyentuh
telinganya sendiri.
Mitra tutur
 Kalimat Tanya
merupakan ibu
dan ingkar
asuh dari anak.
Tuturan terjadi
saat anak
melakukakn
kegiatan makan di
ruang makan.
Tujuan
komunikasi ini
adalah anak ingin
mengetahui
tentang objek yang
dilihatnya.
Tanggapan mitra
tutur adalah
menjawab
Pertanyaan apa dan
mengapa sangat
dominan pada anak
untuk mengajukan
pertanyaan.
Pertanyaan anak
sering diulang-ulang.
Respon orang tua
sangat berperan
dalam mengartikan
maksudnya. Menurut
Aitchison (dalam
Harras dan Andika
2009: 50-56), pada
tahap ini anak sudah
mulai memperoleh
struktur kalimat yang
lebih rumit. Dalam
bahasa Indonesia,
anak mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
ga mau jipang..
Ibu : Wisnu aja
seneng lho, sini
septi maem juga
biar sehat...
Anak : Ga mau...
ga mau pake itu..

(Ga mau = Tidak
mau)
27. Anak : Oom ini ini

apa?
Oom : Ini namanya
kamera.. adik mau?
Anak : Mau
kamera, mbak
Asti mau amela?


Ibu : Jangan itu
punya oom lho..
Anak : Au amela...
(mau kamera)

Oom : Nanti oom
beliin yg mainan
ya?
Anak : ainan
amela yaa..

pertanyaan dari
anak dengan
menjelaskan objek
yang dilihat oleh
anak, sekaligus
membujuk anak
dengan kata-kata
rayuan.
Perkembangan
motorik yang
muncul adalah
gerakan tangan
terutama jari
telunjuk sangat
aktif untuk
menunjukan apa
yang dilihatnya.
Mitra tutur adalah  Kalimat Tanya
peneliti sendiri
dan ingkar
ketika melakukan
kegiatan penelitian
anak.
Tuturan tejadi di
ruangan makan.
Tujuan
komunikasi pada
data ini adalah
anak ingin
mengetahui objek
yang dilihatnya.
Tanggapan dari
mitra tutur adalah
menjawab
pertanyaan anak
dengan lembut dan
menjelaskan
dengan rinci
kepada anak.
Perkembangan
motorik yang
memperoleh kalimat
tanya seperti apa,
siapa, dan kapan.
Misalnya kalimat
berbunyi apa ini?,
siapa orang itu?, dan
kapan Ayah pulang?
Sedangkan dalam
kalimat ingkar
biasanya berupa
kalimat kakak tidak
nakal, ga mau
makan, ini bukan
punya adik.
Sama halnya dengan
data 26, Pertanyaan
apa dan mengapa
sangat dominan pada
anak untuk
mengajukan
pertanyaan. Anak
masih sulit
mengatakan huruf
konsonan /k/,
sehingga kata
kamera dikatakan
amela.
Konsonan /m/ pada
kalimat awal samarsamar hilang saat
diucapkan anak.
Misalnya kata mau
diucapkan au, dan
mainan diucapkan
ainan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
28. Ibu : Septi mau

belajar apa?
Anak : Tung-

itung.. (berhitung)
Ibu : Sini mba asti
kasih soalnya.. Satu
tambah satu sama
dengan du..a

Anak : Uaa.. (Dua)
Ibu : Wisnu sama
septi jadi berapa?
Anak : Uaa
Ibu : Dua dikurangi
satu jadi sa..
Anak : Atu..
Ibu : Sekali lagi,
dua dikurangi satu

berapa?
Anak : Atu (Satu)

muncul ketika itu
adalah gerakan
tangan sangat
dominan, misalnya
apa yang dilihat
oleh anak secara
reflek benda yang
dilihat langsung
disentuh.
Mitra tutur
 Kalimat Tanya
merupakan ibu
dan ingkar
asuh dari anak.
Tuturan terjadi di
ruangan bermain
pada saat ibu asuh
mengajarkan
berhitung pada
anak.
Tujuan
komunikasi ini
adalah ibu asuh
mengajarkan
berhitung apada
anak, dan melatih
anak agar terbiasa
berhitung dan
melafalkan katakata dengan
lancar.
Situasi yang
terjadi pada saat
tuturan adalah
anak berusaaha
mengerti dengan
memperhatikan
ibu asuh ketika
berbicara.
Perkembangan
motorik yang
muncul adalah
Pada data ini, kalimat
tanya jawab sangat
dominan. Orang tua
sangat berperan
dalam aksi tanya
jawab, dengan
pancingan-pancingan
agar anak bisa
menjawab
pertanyaannya.
Kata pertama masih
belum terdengar
jelas. Misalnya saja
pada kata bilangan
satu diucapkan oleh
anak menjadi atu,
dua menjadi uaa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Saat kondisi
belajar, tatapan
anak sangat tajam
terhadap sumber
suara. Kontak
mata yang selalu
memperhatikan.
Ketika menjawab
pertanyaan
hitungan gerak
kepala anak naik
turun seperti
mengangguk.
29. Anak : Ni apa?
 Mitra tutur
 Kalimat Tanya
merupakan ibu
dan ingkar
Ibu : Ini namanya
asuh dari anak.
balon..
 Tuturan terjadi
Anak : Alon ilu
pada saat anak
bermain diruangan
ya? (balon biru ya)
bermain bersama
Ibu : Iya warnanya
ibu asuh dan anakbiru
anak yang lain.
Anak : Ilu..
 Tujuan
komunikasi ini
telbang
adalah anak
Ibu : Septi mau
menanyakan
terbang naik baloon
tentang hal yang
dilihatnya dan ibu
ga?
asuh berusaha
Anak : Mau,, yang
menjawab agar
ede.. (mau yang
anak mengerti.
gede)
 Mitra tutur adalah  Kalimat Tanya
ibu asuh dari anak.
dan ingkar
mbak...
 Tuturan terjadi
Ibu : Apa septi apa?
pada saat anak
Anak : mbak,
bersama ibu asuh
berada di ruangan
mbak.
30. Anak : Mbak,
Pada data 29, ucapan
anak masih ada yang
kurang jelas,
misalnya pada awal
kalimat, huruf
pertama masih belum
terdengar. Kata ini
diucapkan ni, kata
balon diucapkan
alon, biru diucapkan
ilu, dan gede,
diucapkan ede.
Kalimat tanya apa
sering ditanyakan
oleh anak.
Anak masih
mengatakan
pertanyaan yang
diulang-ulang.
Kalimat ajakan sudah
dibiasakan oleh anak.
Pada data ini, anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Ibu : Apa sini.
Anak : main ke
sana?
Ibu : Di luar hujan
nanti septi sakit.
Anak : A, ke sana
mbak.
bermain.
 Tujuan
komunikasi ini
adalah anak
mengajak ibu asuh
untuk melihat
hujan diluar
ruangan.. Cara ibu
asuh untuk
melarang anak
agar tidak keluar
ruangan yaitu
dengan cara
membujuk dan
sedikit menakutnakuti anak.
mengajak mba asti
untuk keluar
ruangan.
Ketika anak kecewa
karena ajakannya
ditolak, ini
menandakan bahwa,
anak sudah mengerti
makna dan arti.
Setelah kecewa anak
hanya bisa menangis.
Data dan analisisnya sudah diperiksa dan dinyatakan benar.
Triangulator
Dr. Y. Karmin, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Yosep Trinowismanto lahir di Sukabumi Jawa
Barat pada tanggal 20 Agustus 1992. Ia mengawali
pendidikan dasar di SDN Cipanas, Sukabumi, Jawa Barat
dan lulus tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan
menengah pertama di SMP Mardi Waluya 2, kota
Sukabumi, Jawa Barat dan lulus pada tahun 2007.
Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Mardi Yuana, Sukabumi, Jawa
Barat dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa
Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Masa studi di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir
dengan judul Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Usia 0 s.d 3 Tahun Dalam
Bahasa Sehari-hari Suatu Tinjauan Psikolinguistik. Masa pendidkan Strata 1
tersebut berakhir pada tahun 2016.
188
Download