1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh larva Taenia solium (T. solium) yaitu cacing pita daging babi. Nama lain dari larva adalah metasestoda, cacing gelembung, atau kista. Larva T. solium yang ditemukan pada daging babi disebut Cysticercus cellulosae (C. cellulosae). Kista teraba sebagai jaringan lunak yang menonjol dengan batas-batas tidak tegas, karena letaknya agak dalam di dalam jaringan subkutan. Pada manusia kista juga ditemukan pada mata dan menyebabkan ocular-cysticercosis. Ocular-cysticercosis (OCC) belum banyak diketahui dibanding dengan neuro-cysticercosis (NCC) dan subcutaneous cysticercosis (SCC). Gejala klinis sistiserkosis tidak terlihat jelas pada penderita. Oleh karena itu, untuk mendiagnosa sistiserkosis sangat sulit dilakukan pada hewan hidup. Pada hewan kecil, diagnosis dilakukan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat adanya kista yang sudah mengalami kalsifikasi. Sedangkan pada hewan besar, biasanya dilakukan secara post-mortem dengan melakukan pemeriksaan daging. Meskipun diagnosis sistiserkosis bisa dilakukan dengan cara palpasi pada lidah hewan dan telah dilaporkan sangat spesifik, tetapi sensitivitasnya sedang, terutama pada hewan yang infeksinya ringan (Gonzalez et al., 2003). 2 Diagnosis secara serologik dengan ELISA juga bisa diterapkan untuk hewan maupun manusia. Tes serologi lainnya untuk mendeteksi sistiserkosis yaitu enzim-linked immunoelectrotransfer blot (EITB), complement fixation test (CFT) dan hemaglutinasi. Antibodi dapat ditemukan dalam serum atau cerebrospinal fluid (CSF). Namun demikian, kemungkinan cross-reaction pada berbagai uji tersebut masih terjadi dengan parasit lainnya (CFSPH, 2005). Pada siklus hidup cacing pita, manusia diketahui berperan sebagai hospes definitif yang mengandung cacing dewasa dan sekaligus juga dapat bertindak sebagai hospes perantara, tempat hidupnya larva T.solium. Seseorang akan menderita sistiserkosis bila orang tersebut mengkonsumsi makanan yang tercemar telur (Dharmawan et al., 2012). Di dalam lambung telur akan dicerna, dinding telur pecah menyebabkan embrio heksakan/onkosfer keluar, menembus dinding lambung dan masuk ke dalam saluran getah bening serta peredaran darah. Embrio heksakan kemudian tersangkut, antara lain di jaringan subkutan, otot, otak, mata dan berbagai organ lain (Purba et al., 2003). Orang vegetarian maupun orangorang yang tidak mengkonsumsi daging babi dapat terinfeksi sistiserkosis (Schantz et al., 1992). Air, angin, lalat, dan peralatan lainnya secara tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya cysticercosis (Martinez et al, 2000). Autoinfeksi akibat adanya gerakan peristaltik dari telur atau proglotid di dalam usus bisa terjadi, namun hal ini belum pernah dibuktikan (Gracia dan Del Bruto, 2000). Kasus OCC pada manusia pernah dilaporkan pada Desember 2010 yang terjadi pada anak perempuan (9 tahun) di Karangasem, Bali. Gejala yang terlihat 3 kemerahan pada mata, mata berair dan diikuti dengan rasa sakit serta terlihat adanya sistiserkus pada bagian anterior mata (Swastika et al., 2012). Ciri-ciri morfologi dari sistiserkus yang diambil dari bagian anterior mata terindikasi sama dengan sistiserkus dari spesies Taenia tanpa kait. Menurut Swastika et al. (2012), dari analisis DNA mitokondria yang dilakukan, diketahui bahwa sistiserkus tersebut berasal dari T. solium genotipe Asian. Sampai sekarang belum banyak informasi mengenai kemungkinan kejadian OCC yang diakibatkan oleh kontak langsung telur T. solium ke mata penderita. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengetahui kemungkinan penularan sistiserkosis lewat mata beserta respon serologi dan hematologinya. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah infeksi telur T. solium yang dilakukan secara eksperimental pada mata babi dapat menyebabkan OCC? 1.2.2 Bagaimana respon serologi babi yang diinfeksi telur T. solium secara okular dan secara oral? 1.2.3 Bagaimana respon hematologi babi yang diinfeksi telur T. solium secara okular dan secara oral? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui perkembangan telur T. solium yang dinfeksikan secara eksperimental pada mata babi. 4 1.3.2 Mengetahui respon serologi babi yang diinfeksi telur T. solium secara okular dan secara oral. 1.3.3 Mengetahui respon hematologi babi yang diinfeksi telur T. solium secara okular dan secara oral. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kemungkinan mata sebagai rute infeksi OCC pada babi. Dengan diketahuinya jalan masuk telur T. solium tersebut, akan bermanfaat di dalam penanganan sistiserkosis pada mata.