9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bahan Ajar a

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Bahan Ajar
a. Pengertian Bahan Ajar
Menurut Sanjaya (141:2008) bahan ajar adalah segala sesuatu yang menjadi
isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar
dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan
pendidikan tertentu. Menurut Winkel (330:2004) Bahan ajar adalah bahan yang
digunakan untuk belajar dan yang membantu untuk mencapai tujuan instruksional.
Demikian pula Menurut Hamalik (139:2002) Bahan Ajar merupakan bagian yang
penting dalam proses belajar mengajar yang menempati kedudukan yang
menentukan keberhasilan belajar mengajar yang berkaitan dengan ketercapaian
tujuan pembelajaran serta menentukan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.
Karena itu bahan pengajaran perlu mendapat pertimbangan secara cermat.
Bahan ajar atau Materi pembelajaran (instructional material) adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Bahan ajar merupakan salah satu
bagian penting dalam proses pembelajaran. Sebagaimana Mulyasa (2006:96)
mengemukakan bahwa bahan ajar merupakan salah satu bagian dari sumber ajar
yang dapat diartikan sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang
9
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
10
bersifat khusus maupun yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pembelajaran.
Dick, Carey, dan Carey (2009:230) menambahkan bahwa:
“instructional material contain the conten either written, mediated, or facilitated
by an instructor that a student as use to achieve the objective also include
information thet the learners will use to guide the progress”.
Berdasarkan ungkapan Dick, Carey, dan Carey dapat diketahui bahwa bahan ajar
berisi konten yang perlu dipelajari oleh siswa baik berbentuk cetak atau yang
difasilitasi oleh pengajar untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan kajian di atas, istilah bahan ajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah suatu bahan/ materi pelajaran yang disusun secara sistematis
yang digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Karakteristik Bahan Ajar
Ada beberapa karakteristik bahan ajar, antara lain yaitu :
1) Harus mampu membelajarkan sendiri para siswa (self instructional) artinya
bahan ajar mempunyai kemampuan menjelaskan yang sejelas-jelasnya untuk
membantu siswa dalam proses pembelajaran, baik dalam bimbingan guru
maupun secara mandiri;
2) Bersifat lengkap (self contained), artinya memuat hal-hal yang sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran. Hal-hal tersebut adalah tujuan
pembelajaran/kompetensi prasyarat
yaitu materi-materi pelajaran yang
mendukung atau perlu dipelajari terlebih dahulu sebelumnya, prosedur
pembelajaran, materi pembelajaran yang tersusun sistematis, latihan atau tugas-
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
11
tugas, soal-soal evaluasi beserta kunci jawaban dan tindak lanjut yang harus
dikerjakan oleh siswa;
3) Mampu membelajarkan peserta didik (self instruction material) artinya dalam
bahan pelajaran cetak harus mampu memicu siswa untuk aktif dalam proses
belajarnya bahkan membelajarkan siswa untuk dapat menilai kemampuan
belajarnya sendiri;
4) Mampu menunjang motivasi siswa antara lain karena relevan dengan
pengalaman hidup sehari-hari;
5) Mampu membantu untuk melibatkan diri secara aktif, baik dengan berpikir
sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan.
c. Jenis-Jenis Bahan Ajar
Secara umum bahan ajar dapat dibedakan ke dalam bahan ajar cetak dan
noncetak. Bahan ajar cetak dapat berupa, handout, buku, modul, brosur, dan
lembar kerja siswa. Sedangkan bahan ajar non cetak meliputi, bahan ajar audio
seperti, kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc audio. Bahan ajar audio
visual seperti, CAI (Computer Assisted Instruction), dan bahan ajar berbasis web
(web based learning materials) ( Lestari, 2013:5). Lebih lanjut Mulyasa (2006:96)
menambahkan bahwa bentuk bahan ajar atau materi pembelajaran antara lain
adalah bahan cetak (hand out, buku, modul, LKS, brosur, dan leaflet), audio
(radio, kaset, cd audio), visual (foto atau gambar), audio visual (seperti; video/
film atau VCD) dan multi media (seperti : CD interaktif; computer based; dan
internet). 16 Bahan ajar yang dimaksud dalam kajian ini lebih ke bahan ajar cetak
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
12
berupa buku teks. Hal ini dikarenakan, buku teks sangat erat kaitannya dengan
kurikulum, silabus, standard kompetensi, dan kompetensi dasar.
Susilana (2007:14) mengungkapkan bahwa buku teks adalah buku tentang
suatu bidang studi atau ilmu tertentu yang disusun untuk memudahkan para guru
dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Buku teks mempunyai
peran penting dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hutchinson & Torres
dalam Litz, (2012:5) mengungkapkan bahwa :
“The textbook is an almost universal element of [English language] teaching.
Millions of copies are sold every year, and numerous aid projects have been set
up to produce them in [various] countries…No teaching-learning situation, it
seems, is complete until it has its relevant textbook”.
Buku teks merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan dalam pengajaran.
Buku teks dapat juga menjadi wadah untuk menuliskan ide-ide terkait kebudayaan
nasional suatu bangsa. Sebagaimana yang diungkapkan Pingel (2009:7) bahwa:
“Textbooks are one of the most important educational inputs: texts reflect basic
ideas about a national culture, and are often a flashpoint of cultural struggle and
controversy”.
d. Fungsi Bahan Ajar
Secara garis besar, bahan ajar memiliki fungsi yang berbeda baik untuk guru
maupun siswa. Adapun fungsi bahan ajar untuk guru yaitu;
1) untuk mengarahkan semua aktivitas guru dalam proses pembelajaran sekaligus
merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa; dan
2) sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran. Dalam bahan ajar akan
selalu dilengkapi dengan sebuah evaluasi guna mengukur penguasaan
kompetensi per tujuan pembelajaran.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
13
Sedangkan fungsi bahan ajar bagi siswa yakni, sebagai pedoman dalam
proses pembelajaran dan merupakan subtansi kompetensi yang harus dipelajari.
Adanya bahan ajar siswa akan lebih tahu kompetensi apa saja yang harus dikuasai
selama program pembelajaran berlangsung. Siswa jadi memiliki gambaran
skenario pembelajaran lewat bahan ajar.
2. Pengertian Modul
Modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan
usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau
bimbingan yang minimal (Prastowo, 2014:106).
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (DEPDIKNAS,
2004) modul diartikan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik
dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.
Ismawati (2012:141) mengartikan modul adalah materi pelajaran yang
disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya
(siswa) diharapkan dapat menyerap sendiri materi di dalaamnya, tanpa atau
sesedikit mungkin membutuhkan bantuan orang lain.
Berbagai definisi modul, dapat disimpulkan bahwa modul merupakan bahan
ajar terprogram yang disusun secara sistematis, dan terperinci, serta menarik
dengan tujuan siswa mudah memahami materi ajar dengan bantuan atau
bimbingan yang minimal, bahkan tanpa guru.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
14
a. Karakteristik Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan
sistematis yang di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar
yang spesifik. Karakteristik yang diperlukan oleh sebuah modul (DIKMENJUR,
2004) antara lain :
1) Self Instruction
Karakter modul yang self instruction memungkinkan seseorang belajar secara
mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.
a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan
pencapaian standar kompetensi serta kompetensi dasar.
b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang
kecil (spesifik) sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas.
c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi
pembelajaran.
d) Terdapat soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan untuk
mengukur penguasaan peserta didik.
e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau
konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h) Terdapat instrumen penilaian yang memungkinkan peserta didik melakukan
penilaian mandiri (self assessment).
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
15
i) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik
mengetahui tingkat penguasaan materi.
2) Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara
tuntas karena materi belajar dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh.
3) Stand Alone
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak
tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersamasama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, peserta
didik tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan
tugas pada modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan
bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar
tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.
4) Adaptive
Modul dikatakan adaptive jika modul tersebut dapat
menyesuaikan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes
digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).
5) User Friendly
Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat akrab
dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil
bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
16
pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan.
Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan
istilah yang umum digunakan, merupakan beberapa bentuk user friendly.
b. Komponen-komponen modul untuk menghasilkan modul pembelajaran yang
mampu memerankan fungsi dan perannya dalam pembelajaran yang efektif,
maka modul harus berkualitas. Kualitas modul dinilai dari empat aspek, yaitu:
aspek-aspek yang didasarkan pada standar penilaian bahan ajar oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (2006) yang antara lain adalah aspek kelayakan
isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian dan kelayakan kegrafikaan.
1) Aspek kelayakan isi aspek kelayakan isi mencakup :
a) kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD;
b) keakuratan materi;
c) kemutakhiran materi;
d) mendorong keingintahuan.
2) Aspek kelayakan bahasa aspek kelayakan bahasa mencakup :
a) lugas;
b) komunikatif;
c) dialogis dan interaktif;
d) kesesuaian dengan perkembangan peserta didik;
3) Aspek kelayakan penyajian aspek kelayakan penyajian mencakup :
a) teknik penyajian;
b) pendukung penyajian;
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
17
c) penyajian pembelajaran;
d) koherensi dan keruntutan alur pikir;
4) Aspek kelayakan kegrafikaan aspek kelayakan kegrafikaan mencakup :
a) ukuran modul;
b) desain kulit modul;
c) desain isi modul empat aspek kelayakan tersebut, kemudian dijadikan dasar
para ahli untuk menilai modul; aspek kelayakan isi dan penyajian dinilai
oleh ahli materi; aspek kelayakan bahasa dinilai oleh ahli bahasa; sedangkan
aspek kelayakan kegrafikaan akan dinilai oleh ahli desain modul.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan modul adalah penyusunan
struktur atau kerangka modul. DEPDIKNAS (2008) menyebutkan bahwa modul
berisi paling tidak :
a) petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru),
b) kompetensi yang akan dicapai;
c) content atau isi materi;
d) informasi pendukung;
e) latihan-latihan;
f) petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (LK);
g) evaluasi;
h) balikan terhadap evaluasi.
Dengan demikian sebuah modul dapat dikatakan baik secara sistematis jika
disusun dengan memperhatikan langkah-langkah penyusunan modul seperti yang
dijelaskan di atas.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
18
3. Drama
a. Pengertian Drama
Drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, beraksi, atau action
(Waluyo, 2001:2). Menurut Ferdinant Brunetierre, drama haruslah melahirkan
kehendak manusia dengan action. Menurut Belthazar Vertagen, drama adalah
kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak (Harymawan, 1993:1).
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas
(Waluyo, 2001:1). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
drama adalah sebuah rangkaian cerita yang berisi konflik manusia, berbentuk
dialog, yang diekspresikan melalui pentas dpertunjukan dengan menggunakan
percakapan dan action dihadapan para penonton.
Dewasa ini pengertian drama sering disamkaan dengan teater. Menurut
santoso dalam Suwarni (2003:10) teater adalah istilah lain dari drama, tetapi
mempunyai arti yang lebih luas dari pada drama yaitu merupakan proses dari
pementasan yang meliputi proses pemilihan naskah, penafsiran, penggarapan,
penyajian atau pementasan, dan proses pemahaman dan penikmatan publik.
Drama belum mencapai kesempurnaan apabila belum ke tahap teater dalam
bentuk pementasan sebagai perwujudanya.
Drama mempunyai arti yang sangat luas. Perkataan ”drama” berasal dari
bahaswa Yunani ”draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi.
Drama berarti perbuatan tindakan atau reaksi. Drama berarti perbuatan tindakan
action (Waluyo 2002:2). Berbagai macam pendapat para pakar, ahli, maupun
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
19
ilmuan mengenai pengertian drama yang meninjau dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Pemikiran dan temuan itu menghasilkan beragam simpulan tentang
pengertian drama, yang pada hakikatnya adalah saling melengkapi pendapat satu
sama lain. Dalam Dictiobary of World Literature, drama berarti segala
pertunjukan yang memakai mimik (any kind of mimetic performance). Dalam
pemakaian sehari-hari arti drama sangatlah luas sekali, pengertian yang timbul
dari kata ”drama” terutama ialah: pertunjukan, dan adanya lakon yang dibawakan
dalam pertunjukan itu (Purwanto 1968:51).
Menurut Waluyo (2002:1) drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian
dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama
dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia
potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Menurut
Suharianto (2005:58) drama semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan
atau pertunjukan. Berbeda sekali dari Suharianto, Wiyanto (2005:126) yang
memandang drama dari seni sastra, berpendapat bahwa drama jika dipandang dari
seni sastra merupakan naskah drama karya sastrawan yang kebanyakan berupa
percakapan, yaitu percakapan antar pelaku. Hal ini berbeda sekali dengan
pendadapat-pendapat yang sudah terdahulu.
Pengertian drama yang sudah dikenal selama ini hanya diarahkan kepada
dimensi seni pertunjukan atau seni lakon, ternyata memberikan citra yang kurang
baik terhadap drama, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Konsepsi drama
adalah peniruan atau tindakan yang tidak sebenarnya, berpura-pura diatas pentas,
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
20
menghasilkan idiom-idiom yang menunjukkan bahwa drama bukanlah dianggap
”serius dan berwibawa” (Hasanuddin 1996:3). Adapun jenis drama dapat di
golongkan dari berbagai macam tinjauan para ahli maupun sastrawan. Sama
halnya dengan pengertian drama diatas, beberapa tinjauan mengenai jenis drama
bersifat saling melengkapi satu sama lain. Jenis drama dapat dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu drama senagai sastra (naskah drama) dan drama sebagai
tontonan (drama pentas).
Bentuk karya sastra drama dapat dipandang sebagai seni sastra, namun juga
dapat dipandang sebagai seni tersendiri, yaitu seni drama. Yang dimaksud drama
dalam seni sastra tidak lain adalah naskah drama karya sastrawan, yang umumnya
berupa percakapan, yakni percakapan antar pelaku (Wiyanto 2005:126-127).
Selain percakapan para pelaku, naskah drama juga berisi penjelasan mengenai
gerak-gerik dan tindakan yang dilaksanakan oleh pelaku. Naskah drama juga
dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna).
Wujud fisik sebuah naskah drama adalah dialog atau ragam tutur (Waluyo
2003:6).
Dalam kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau
apakah drama sebagai salah satu jenis sastra atau drama sebagai sebuah kesenian
yang mandiri. Naskah drama merupakan salah satu jenis sastra yang disejajarkan
dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama adalah salah satu jenis
kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti
musik, tata lampu, seni lukis (dekorasi dan panggung), seni kostum, seni rias, seni
tari, dan lain sebagainya.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
21
Dalam kaitannya dengan pendidikan watak, drama juga dapat membantu
mengembangkan nilai-nilai yang ada dalam diri peserta didik, memeperkenalkan
kehidupan manusia dari kebahagiaan, keberhasilan, kepuasan, kegembiraan, cinta,
kesakitan, keputusasaan, acuh tak acuh, benci dan kematian. Drama juga dapat
memberikan sumbangan pada pengembangan kepribadian yang kompleks,
misalnya ketegaran hati, imajinasi, dan kreativitas (Endraswara, 2005:192).
b. Klasifikasi Drama
Klasifikasi drama dapat digolongkan dari berbagai tinjauan. Sama halnya
dengan pengertian drama, beberapa tinjauan tentang klasifikasi drama bersifat
saling melengkapi. Pembahasan tentang bermain drama dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan SMP merancukan antara drama naskah dan drama pentas.
Menurut Waluyo (2003:2) drama naskah disebut juga sastra lakon. Drama naskah
dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna).
Wujud fisik sebuah naskah drama adalah dialog atau ragam tutur. Drama pentas
adalah kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian
seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung, seni kostum, seni rias, dan
sebagainya). Klasifikasi drama didasarkan atas jenis streotip manusia dan
tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Menurut Waluyo (2003:38)
berbagai jenis drama dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu sebagai
berikut.
1) Tragedi (Drama Duka atau Duka Cerita)
Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang
besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
22
kisah tentang bencana ini, penulis naskah mengharapkan agar penontonnya
memandang kehidupan secara optimis. Pengarang secara bervariasi ingin
melukiskan keyakinannya tentang ketidaksempurnaan manusia. Cerita yang
dilukiskan romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang dilukiskan seringkali
mengungkapkan kekecewaan hidup karena pengarang mengharapkan sesuatu
yang sempurna.
2) Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita
yang mendebarkan hati dan mengharukan. Alur dan penokohan seringkali
dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan penonton.
3) Komedi (Drama Ria)
Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya
terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan
kebahagiaan. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi drama ini
bersifat humor dan pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau
tawa riang.
4) Dagelan (Farce)
Dagelan disebut juga banyolan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, tidak
berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita sang
tokoh. Isi cerita dagelan biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Alurnya longgar
dan struktur dramatiknya bersifat lemah.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
23
c. Drama sebagai Sastra (Naskah Drama)
Seni sastra (naskah drama) akan menjadi seni drama (tontonan drama) jika
naskah tersebut dimainkan. Tontonan drama amat unik, karena bukan hanya
melibatkan aktor saja, melainkan melibatkan berbagai seniman. Sedangkan
gedung pementasan drama sebenarnya tempat berkumpulnya para seniman:
sastrawan, aktor, komponis, pelukis, dan lain-lain (Wiyanto 2005:129). Para
seniman itu bekerjasama sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk
mewujudkan seni drama yang akan dinikmati keindahanya oleh penonton. Selain
melibatkan banyak seniman, tontonan drama juga mengandung banyak unsurunsur yang tidak dapat dipisahkan dari keutuhan pementasan drama.
Beragam pendapat menurut sastrawan menyebutkan seni pentas dalam
kesastraan di Indonesia bermacam-macam. Diantaranya adalah seni drama
(tontonan drama), teater, bermain drama, bahkan bermain drama. Kesemua ini
memiliki maksud dan tujuan yang sama. Pertunjukkan atau tontonan tersebut
dalam realitanya memiliki unsur yang mendukung secara bersama-sama.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari unsur-unsur yang terdapat didalamnya
seperti adanya; teks atau naskah yang dipentaskan, laku pentas dengan sarana
pendukungnya, dan adanya penonton. Kesemuannya itu menjawab kesamaan
istilah atau nama dalam menyebutkan suatu seni pertunjukkan (seni pentas) adalah
sama maksud dan sama arti.
d. Unsur-Unsur Pembangun Drama Pentas
Adapun unsur-unsur pembangun drama dalam sebuah pagelaran drama/teater
yang penting dan berkorelasi. Penjabaran teori unsur-unsur yang terdapat dalam
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
24
pementasan drama menurut para dramawan sangat luas sekali. Dalam hal ini
Suharianto (2005:59) menggolongkan ada empat unsur pembangun drama sebagai
berikut.
1) Tata Pentas dan Dekorasi
Tata pentas atau dekorasi dalarn pertunjukkan drama biasanya disesuaikan
dengan kebutuhan penonton dan lakonya untuk memberikan kenyamanan
penonton dan juga dapat membantu memudahkan pengimajinasian seorang
aktor sekalipun.
2) Lakon atau Cerita
Lakon atau cerita merupakan unsur yang esensial dalam sebuah drama.
Berangkat dari lakon/cerita inilah para pelaku menampilkan diri di depan
penonton, baik dengan geraknya (acting) maupun lawan katanya (dialog).
Selanjutnya dari perpaduan antara lakon, gerak dan lawan katanya itulah kita
sebagai penikmatnya dapat menyaksikan sebuah drama.
Dalam sebuah drama, secara struktural lakon atau cerita terdiri atas lima
bagian, yaitu: 1) pemaparan atau eksposisi → penjelasan situasi awal suatu
cerita; 2) pengawatan atau kompilasi → bagian yang menunjukkan konflik
yang sebenarnya; 3) puncak atau klimaks → puncak ketegangan cerita, titik
perselisihan tertinggi protagonis dan antagonis; 4) peleraian atau anti klimaks
→ bagian pengarang mengetengahkan pemecahan konflik; dan 5) penyelesaian
atau kongkulasi → bagian cerita yang berfungsi mengembalikan lakon pada
kondisi awal (Suharianto, 2005:59).
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
25
3) Pemain
Pemain atau pemeran adalah orang-orang yang harus menerjemahkan dan
sekaligus menghidupkan setiap kata dari sebuah naskah drama. Pemain
berfungsi sebagai alat pernyataan watak dan penunjang tumbuhnya alur cerita.
Dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pemain adalah setiap orang yang
terlibat dalam sebuah pagelaran, misalnya sutradara, aktor/ aktris, dan staf
artistik (Suharianto, 2005:61).
Pemain (aktor) bertugas menghafalkan percakapan yang tertulis dalam naskah
drama. Seorang aktor juga harus menafsirkan watak tokoh yang diperankan,
seraya mencoba memeragakan gerak-geriknya. Pemain atau aktor harus
berlatih berulang-ulang supaya peragaan yang dibawakanya benar-benar sesuai
dengan yang dikehendaki naskah drama.
4) Tempat
Tempat dalam drama adalah gedung, lapangan, atau arena lain yang
dipergunakan sebagai tempat pertunjukan. Dalam hal ini, tempat tidak hanya
dibutuhkan oleh para pemain, namun juga oleh para menonton. Oleh karena
itu, tempat yang memenuhi syarat akan sangat mendukung terjadinya sebuah
pagelaran yang baik (Suharianto, 2005:62).
5) Penonton atau Publik
Penonton atau publik adalah bagian yang sempurna, lengkap di dalam sebuah
pagelaran drama pertunjukan dengan lakon itu sendiri. Sebab, tanpa adanya
penonton tidak pernah akan ada drama dalam arti yang sesungguhnya. Banyak
sedikitnya penonton menjadi sebuah ukuran keberhasilan pertunjukan drama.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
26
Jika penonton merasa puas, maka pertunjukan drama tersebut bisa diartikan
sukses besar. Sebaliknya, bila penontonya sedikit dan umumnya penonton
kecewa dengan pertunjukan yang di pentaskan, maka pertunujukan itu dapat
dikategorikan gagal total.
Menurut Suharianto (1982:62) pagelaran drama pada hakikatnya adalah sebuah
proses berkomunikasi antara peneliti naskah (sebagai komunikator), penonton/
publik/audience (sebagai komunikan), dan pemain (sebagai mediator). Dengan
demikian,
unsur
penonton
merupakan
unsur
yang
sangat
penting
keberadaannya, agar proses berkomunikasi dapat berlangsung sempurna.
Proses berkomunikasi yang interaktif membutuhkan komunikan (penonton)
yang aktif. Dengan demikian, penonton drama yang baik adalah penonton yang
aktif dan bisa bersikap apresiasi yang positif.
6) Tata Rias dan Busana
Untuk menciptakan peran sesuai dengan tuntutan lakon yang akan dibawakan,
tata rias atau seni menggunakan kosmetik sangatlah diperlukan. Adapun fungsi
pokok rias adalah untuk membantu seorang tokoh dalam mengubah watak baik
dari segi fisik, psikis, dan sosial. Tujuan utama fungsi bantuan rias adalah
untuk memberikan tekanan terhadap peran yang akan dibawakan oleh seorang
aktor. Seperti halnya rias, tata busana juga akan membantu seorang aktor
dalam membawakan peran sesuai dengan tuntutan lakon melalui latihan
penyesuaian diri dengan rias dan kostum yang dipakainya.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
27
7) Tata Lampu
Tata lampu bertujuan untuk memberikan pengaruh psikoiogis seorang aktor
dan sekaligus berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) serta sebagai penunjuk waktu
suasana pentas yang berlansung.
8) Ilustrasi Musik dan Tata Suara
Ilustrasi musik dalam sebuah pertunjukkan dapat juga menjadi bagian dari
lakon, akan tetapi yang paling banyak adalah sebagai ilustrasi atau sebagai
pembuka. Sedangkan tata suara berfungsi untuk memberikan efek suara yang
akan membantu seorang aktor untuk menguatkan penghayatan peran. Suara
yang jelas dalam pengucapan dialog akan membuat penonton dapat menangkap
jalan cerita drama yang dipertunjukkan. Adapun ucapan yang jelas adalah
ucapan yang bisa terdengar setiap suku katan-nya.
e. Keterampilan Bermain Drama
Drama naskah belum lengkap jika belum diperankan atau dipentaskan.
Berperan adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama (Waluyo,
2007:114). Sejauh mana keterampilan seorang aktor dalam berperan, baru dapat
dilihat setelah ia memerankan dan mengekspresikan tokoh yang dibawakannya.
Keterampilan bermain drama adalah keterampilan seseorang dalam memerankan
suatu peran atau karakter tokoh yang ada di dalam drama. Kemampuan
memerankan karakter tokoh dalam bermain drama tidak terlepas dari dialog dan
gerakan, karena inti dari sebuah drama adalah pada kedua aspek tersebut.
Manusia sebagai makhluk sosial, pada umumnya menyukai hal-hal yang
berbau imitasi, artinya suka meniru-niru apa yang dilihatnya dalam pergaulan.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
28
Imitasi ini bisa meniru kebiasaan orang lain, penampilan orang lain, cara berbicara
orang lain dan sebagainya. Dalam hal ini berarti seseorang sudah mulai
melakukan kegiatan meniru. Sebagai contoh dapat dilihat ketika seorang anak
bermain pasar-pasaran dengan teman-temannya.
Disadari atau tidak, anak tersebut sudah melakukan permainan drama. Ketika
anak-anak bermain pasar-pasaran, seorang anak memerankan karakter tokoh
penjual yang mempunyai keterampilan untuk merayu pembeli, ada seorang anak
yang memerankan pembeli, memerankan tukang masak dan sebagainya
(Harymawan, 1993:44). Seorang aktor dapat menggambarkan karakter seorang
tokoh secara maksimal. Harymawan (1993:45) menyatakan bahwa ada tiga hal
yang harus diperhatikan oleh seorang aktor ketika memerankan sebuah karakter
tokoh. Ketiga hal tersebut adalah mimik, gestur, dan diksi.
1) Mimik. Mimik adalah pernyataan atau perubahan muka: mata, mulut, bibir,
hidung, kening. Mimik juga dapat diartikan sebagai ekspresi wajah. Tanpa
mimik atau ekspresi, permainan drama akan terasa kurang lengkap. Meskipun
bermacam-macam gerakan sudah bagus, suara telah jadi jaminan, dan diksi
juga mengena, tetapi ekspresi mata kosong saja, maka dialog yang diucapkan
kurang meyakinkan penonton, karena itu, permainannya menjadi hambar atau
datar saja.
2) Gestur. Gestur atau plastik merupakan cara bersikap dan gerakan-gerakan
anggota badan. Gestur juga dapat diartikan sebagai sikap. Gestur atau plastik
juga dapat diartikan sebagai gerakan tubuh. Sikap dan gerak dengan sendirinya
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
29
akan terpengaruh oleh mimik dan pada umumnya bergantung juga pada tanda
yang sama, tak setegas dan seprinsipil mimik.
3) Diksi. Yang dimaksud diksi di sini merupakan cara penggunaan suara atau
ucapan. Diksi memberikan kebebasan pada aktor untuk menghidupkan
individualitasnya dalam peranan, karena diksi tidak ditentukan oleh pengarang
naskah drama. Diksi ditentukan oleh aktor itu sendiri. Oleh karena itu, diksi
dapat mempengaruhi arti dari suatu kalimat (Harymawan, 1993:46).
f. Teknik Bermain Drama
Teknik bermain drama adalah cara atau metode yang digunakan agar pemeran
dapat menyatukan dan mendayagunakan secara professional segala peralatan
ekspresi yang dimiliki oleh pemeran (Achmad, 1990:61). Menurut Rendra
(1976:8) bahwa dalam bermain drama ada dua hal yang mendasarinya, yaitu
teknik dan bakat. Bermain drama tanpa teknik hanya akan menjadi gairah yang
asyik tapi tidak komunikatif, sedangkan bermain drama tanpa bakat tidak akan
menjadi suatu permainan yang memiliki keindahan. Oleh karena itu, teknik dan
bakat haruslah dimiliki oleh seorang aktor agar permainan menjadi komunikatif.
Berikut ini adalah teknik dasar yang perlu dipelajari dalam bermain drama
(Rendra, 1976:12) : 1) teknik muncul; 2) teknik memberi isi; 3) teknik
pengembangan; 4) teknik membina puncak-puncak; 5) teknik timing; 6) teknik
penonjolan; 7) keseimbangan peran; 8) pengaturan tempo permainan; 9) latihan
sikap badan dan gerak yakin; 10) teknik ucapan; dan 11) latihan menanggapi atau
mendengarkan. Selain teknik yang dikemukakan oleh Rendra, ada beberapa teknik
yang dikemukakan oleh Leksono (2007:29) mengenai teknik bermain drama yaitu
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
30
: 1) teknik muncul; 2) teknik moving; 3) teknik crossing; 4) blocking; 5)
keseimbangan; 6) respon; dan 7) permainan tempo.
Dalam sebuah pementasan, untuk seorang pemeran (actor) yang masih baru
pasti akan mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan segala teknik bermain
drama. Namun secara perlahan, jika teknik itu dipelajari secara terus menerus
maka akan memudahkan seorang aktor dalam bermain drama. Oleh karena itu,
perlu adanya kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang aktor ketika
bermain drama. Boleslavky mengemukakan bahwa kemampuan yang harus
dipelajari seorang aktor ketika bermain drama adalah sebagai berikut.
1) Konsentrasi,
adalah pemusatan perhatian pada berbagai aspek dalam
mendukung kegiatan seni perannya. Pemusatan perhatian ini amat perlu
dilakukan, karena jika tidak, pemain akan tetap hadir sebagai dirinya sendiri
dan bukan sebagai tokoh yang diperankannya.
2) Kemampuan mendayagunakan kemampuan emosional, yaitu kemampuan
seorang pemain untuk menumbuhkan bermacam-macam bentuk emosional
dengan kemampuan dan kualitas yang sama baiknya, di dalam berbagai situasi.
3) Kemampuan laku dramatik, yaitu kesanggupan pemain di dalam melakukan
sikap, tindakan, serta perilaku yang merupakan ekspresi dari tuntutan emosi.
4) Kemampuan membangun karakter, yaitu kesanggupan pemain drama untuk
lebur ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya sendiri selama
bermain drama.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
31
5) Kemampuan melakukan observasi, yaitu kesanggupan pemain drama untuk
melakukan pengamatan terhadap sikap aktivitas manusia di dalam kehidupan
sehari-hari.
6) Kemampuan menguasai irama, yaitu kesanggupan pemain untuk menguasai
tempo permainan, sehingga pementasan memberikan suspence kepada
penonton (dalam Hasanuddin, 1996:175).
g. Langkah-Langkah Bermain Drama
Untuk menampilkan sebuah pagelaran drama, ada beberapa hal penting yang
harus di perhatikan berkaitan dengan sukses dan tidaknya sebuah pagelaran drama
yang baik. Untuk mewujudkan sebuah pementasan drama yang baik hendaknya
melakukan persiapan-persiapan dari pra pementasan, saat pementasan, dan
sesudah pementasan. Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain
drama yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran.
1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita
dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.
Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan
masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui
bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan
peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta
memungkinkan berbagai alternatif pemecahan. Tahap ini lebih banyak
dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena
itu tahap ini sangat penting dalam bermain drama dan paling menentukan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
32
keberhasilan. Bermain drama akan berhasil apabila peserta didik menaruh
minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
2) Memilih partisipan/peran. Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini
peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang
mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka
kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk
menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut,
guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu
memerankan posisi tertentu.
3) Menyusun tahap-tahap peran. Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para
pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal
ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk
bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik
menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana
pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya.
Persiapan ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi
seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya.
4) Menyiapkan pengamat. Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat ini
dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar
semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan
dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar
pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah
peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
33
keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat
menghayati peran yang dimainkan?
5) Pemeranan. Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi
secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha
memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses
bermain drama tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa
yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967)
mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai
tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah
peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama.
Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan
apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para
peserta didik keasyikan bermain drama sehingga tanpa disadari telah memakan
waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain
drama dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya
pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.
6) Diskusi dan evaluasi. Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah
dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain drama, baik
secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah
pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi
mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang
dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
34
ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
7) Pemeranan ulang. Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan
diskusi mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak
yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam
upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran
lainnya.
8) Diskusi dan evaluasi tahap dua. Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan
evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan
untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap
ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu
untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik
yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak
ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan.
9) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Membagi pengalaman dan
pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi
secara langsung karena tujuan utama bermain drama ialah membantu para
peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui
kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka bercermin pada orang lain
untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang
paling penting dalam bermain drama ialah terjadinya saling tukar pengalaman.
Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain drama, yang ditegaskan lagi
pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
35
pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan
sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul
secara spontan.
Pada usia beranjak remaja, anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual,
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menurut kemampuan intelektual atau
kemampuan atau kemampuan kognitif. Pada usia ini, anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif
(bekerja sama) atau sosiosentris(mau memperhatikan kepentingan orang lain).
Usia peserta didik SMP merupakan usia yang efektif dalam pembentukan watak
dan emosi. Dengan model pembelajaran bermain drama dapat membantu peserta
didik untuk membentuk watak dan pola pikir yang maju. Selain itu, pembelajaran
drama dapat membantu peserta didik untuk dapat bekerjasama dengan peserta
didik lain.
Shaffel dan Shaffel (dalam Waluyo, 2003:189) mengemukakan sembilan
tahapan dalam bermain drama yang dapat dijadikan pedoman dalam pengajaran :
1) memotivasi kelompok; 2) memilih pemeran (casting); 3) menyiapkan
pengamat; 4) menyiapkan tahap-tahap peran; 5) pemeranan (pentas di depan
kelas); 6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas); 7) pemeranan ulang, 8) diskusi dan
evaluasi II; 9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Jadi,
berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan tahapan dalam bermain drama sama
dengan tahapan bermain drama.
Seorang pemain harus bisa menghayati setiap situasi yang diperankan dan
mampu secara sempurna menyelami jiwa tokoh yang dibawakan serta
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
36
menghidupkan jiwa tokoh yang dibawakan serta menghidupkan jiwa tokoh itu
sebagai jiwanya sendiri, sehingga penonton yakin bahwa yang ada di pentas
bukan diri sang aktor tetapi diri tokoh yang diperankan. Untuk menjadi pemain
yang baik memerlukan proses latihan yang cukup matang. Oscar Brocket dalam
Waluyo (2003:116) mengemukakan beberapa latihan yang harus dilakukan
sebelum bermain drama, yaitu: 1) latihan tubuh; 2) latihan suara; 3) observasi dan
imajinasi; 4) latihan konsentrasi; 5) latihan teknik; 6) latihan sistem akting; dan 7)
latihan untuk memperlentur keterampilan. Latihan-latihan dasar tersebut sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan seoarng pemain dalam memerankan sebuah
drama.
Untuk menjadi seorang pemain yang baik, tidak hanya latihan dasar yang
harus dikuasai oleh seorang pemain tetapi ada beberapa langkah yang harus
dilakukan untuk memaksimalkan seorang pemain ketika bermain drama. Djaja
Kusuma dalam Tarigan (1985:98) mengemukakan langkah-langkah bermain
drama terdiri dari tiga tahap yaitu: 1) tahap persiapan yang terdiri dari beberapa
langkah yaitu memilih cerita, mempelajari naskah, memilh pemain, dan
sebagainya; 2) tahap latihan yang terdiri dari beberapa langkah yaitu latihan
membaca, latihan blocking, latihan karya, latihan umum; 3) malam perdana, yaitu
pada saat pementasan.
Rendra juga mengemukakan teori acting (bermain drama), yang disebut
dengan teori jembatan keledai, yang meliputi 11 langkah, yang disebutnya sebagai
teknik menciptakan peran. Sebelas langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
37
1) Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang peran
dalam drama itu.
2) Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan
dengan tindakan-tindakan pokok yang harus dikerjaknnya, kemudian ditinjau,
manakah yang harus ditonjolkan sebagai alasan untuk tindakan tersebut.
3) Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus
ditonjolkan.
4) Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna tersirat
untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar.
5) Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap, dan langkah yang dapat
mengekspresikan watak tersebut di atas.
6) Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu dengan sempurna, agar
gerakan-gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.
7) Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan ucapan, serta penekanannya, pada
watak-watak sang peran itu.
8) Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap
perincian watak-watak itu, disajikan dalam tangga menuju puncak, dan
tindakan yang terkuat dihubungkan dengan watak yang terkuat pula.
9) Mengusahakan supaya perencanaan tersebut tidak berbenturan dengan rencana
atau konsep penyutradaraan.
10)Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran
dan diusahakan dihapal agar menjadi kebiasaan oleh sang peran.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
38
11)Menghayati dan menghidupkan perannya dengan imajinasi melalui jalan
pemusatan perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan. Proses
ini, boleh dikatakan proses meleburkan diri, encounter, di mana terjadi
penjiwaan mantap (Rendra, 1976:69).
Dari beberapa langkah tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemain
harus menghayati setiap situasi yang diperankan dan mampu secara sempurna
menyelami jiwa tokoh yang dibawakan sehingga penonton yakin bahwa yang
dipentas bukan diri sang aktor tetapi diri tokoh yang diperankan.
Agar drama bersifat komunikatif dibutuhkan aktor yang mempunyai
kepekaan-kepekaan tersebut. Pembawaan peran harus tepat agar penonton ikut
terlibat dalam suasana pentas. Penonton tidak akan merasa bahwa lakonnya itu
dibuat-buat. Keseluruhan lakon harus ditampilkan. Pemain diharapkan mampu
menentukan mana yang harus dilakukan didalam pentas dengan baik.
Djajakusumah (dalam Tarigan, 1985:98) menyebutkan tiga tahapan utama dalam
bermain drama, yaitu tahap persiapan, tahap latihan, dan malam perdana. Dalam
bermain drama setiap orang harus memperhatikan langkah-langkah dalam
bermain drama.
Menurut Djajakusumah (dalam Tarigan, 1985:98) langkah-langkah bermain
drama secara umum memiliki tiga tahapan yaitu, (1) tahap persiapan, (2) tahap
latihan, (3) malam perdana. Dalam pembelajaran drama bagi peserta didik, ketiga
tahapan tersebut dapat ditambahkan dengan pasca pementasan. Secara rinci
keempat tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
39
1) Tahap Persiapan
Persiapan sebelum pertunjukkan adalah hal yang paling wajib dilakukan
terlebih dahulu, agar tidak ada kekurangan dan mampu memberikan suatu
pertunjukkan yang memuaskan dan berjalan dengan baik. Dalam tahap ini ada
beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut.
a. Memilih Cerita
Pada langkah ini merupakan kegiatan memilih cerita yang nantinya
dipentaskan sesuai dengan maksud pementasan. Pemilihan naskah cerita juga
harus memenuhi baik tidaknya tema, plot, struktur, dan lain-lain. Kesemuanya
ini harus sudah ditentukan dengan sebaik-baiknya. Masalah yang akan dibahas
harus ditentukan. Dalam setiap pementasan pasti akan ada yang diselesaikan
dan diambil solusi. Masalah tersebut nantinya yang akan menjadi topik
pembahasan dalam lakon drama yang akan dipentaskan nantinya.
b. Mendapatkan Izin Tertulis dari Pengarang
Mendapatkan izin dari pengarang suatu cerita itu sangatlah penting.
Pengarang memiliki hak atas karyanya secara penuh dan kita tidak akan
melanggar hak pengarang dan menyalahi aturan hukum. Jika pementasan
tersebut menggunakan naskah pengarang naskah, maka hendaknya sudah
mendapatkan izin dan menyelesaikan masalah imbalan (honorarium)
pengarang.
c. Memilih Sutradara
Sutradara bertugas untuk mengatur jalannya pertunjukkan. Tugas seorang
sutradara sangatlah berat. Oleh karena itu, haruslah dipilih orang yang tepat
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
40
untuk menghasilkan karya yang menaik dan kreatif. Seorang sutradara harus
mengatur dan mengarahkan setiap pemain. Para pemain menempatkan diri
mereka dan berjalan, melintasi panggung, keluar dan duduk menurut
permintaan sutradara (Taylor, 1984:29). Selain itu memberikan penjelasan dan
pemanasan tentang bermain drama yang perlu dilakukan.
Dalam menentukan sutradara haruslah berhati-hati dan teliti. Seorang
sutradara haruslah yang bertanggung jawab, dapat dipercaya, berani, jujur,
mempunyai kemauan yang besar, dan bisa memimpin. Fungsi sutradara sangat
menentukarr keberhasilan suatu pementasan drama. Sutradara merupakan
seorang pengarah tentang bagaimana pementasan harus dilakukan. Ia
bertanggung jawab penuh penginterpretasikan naskah yang akan dipentaskan,
dan menentukan corak serta warna pementasan yang akan mendukung suatu
pementasan drama. Seorang sutradara juga berfungsi untuk mengkoordinasi
dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan properti),
memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan dengan kecakapan sutradara
dapat mewujudkan suatau pementasan drama yang total (maksimal).
d. Sutradara Memilih Pendamping
Pendamping di sini bukanlah pendamping hidup, melainkan orang yang
membantu sutradara di balik layar. Orang-orang yang dipilih juga harus orangorang yang mengerti bidang yang akan diisi. Tugas mereka yaitu mengatur
setiap detil pertunjukkan mulai dari tata lampu, dekorasi panggung, kostum
pelaku, dan tata rias untuk pelaku. Dan setiap bidang tersebut harus sesuai
denga keahlian mereka agar hasilnya juga sempurna. Para pembantu itu
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
41
diantaranya antara lain perencana set (dekorasi, penata cahaya), pemimpin
panggung (motornya pementasan), dan asisten sutradara yang dapat mewakili
atau menggantikan sutradara sewaktu-waktu jika diperlukan.
e. Mempelajari Naskah
Setiap pemain wajib untuk mempelajari naskah tersebut. Naskah ada yang
mudah untuk dipahami namun ada pula yang membutuhkan kajian lebih dalam.
Jadi, sutradara dan semua pemain perlu kiranya menambah wawasan tentang
latar belakang pengarang untuk memahami lebih dalam lagi naskah yang
digunakan (Leksono, 2007:42). Langkah ini bertujuan agar dapat mengenal
tema, konflik, suspense dan klimaks yang terdapat dalam naskah yang akun
dipentaskan. Langkah tersebut antara lain; menentukan cara yang sebaikbaiknya dalam mementaskan cerita, rnenganalisis setiap tokoh beserta
wataknya serta hubungannya satu sama lain, menganisis pendidikan serta latar
belakang setiap tokoh, merencanakan floorplan atau rencana pentas yang
berhungan dengan dekorasi lampu, jendela, dan sebagainya.
f. Menyusun Buku Kerja
Buku kerja juga merupakan tanggung jawab sutradara. Dari buku kerja
tersebut
sutradara
bisa
memberikan
catatan-catatan
dalam
mengatur
pertunjukkan, dan kelak akan berguna untuk dokumentasi. Buku ini berisi
catatan-catatan sutradara misalnya gerak, mimik, napas, dan tanda-tanda bagi
pemain seperti: tanda-tanda lampu, efek suara, musik, dan lain-lain.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
42
g. Sutradara Memilih Pelaku
Pemain haruslah dipilih dari orang yang dapat memegang roll atau peranan
yang dapat mengekspresikan tokoh yang nantinya akan dimainkan olehnya.
Pemilihan pemain dapat juga dengan melalui casting. Seperti yang ditulis pada
langkah memilih sutradara bahwa tugas sutradara juga sangat berat. Selain
mengatur jalannya pertunjukkan, seorang sutradara harus bisa menempatkan
pemain pada posisi yang tepat. Dengan kata lain, tokoh yang diberikan pada
pemain itu memang tepat dan cocok dengan pemain tersebut, atau pemain
tersebut mampu untuk menghidupkan karakter tokoh yang dimainkan.
2) Tahap Latihan
Pada tahap latihan, semuanya harus bekerja dengan maksimal. Pelaku maupun
yang berada di balik layar harus bekerja sama untuk menghasilkan karya yang
baik. Oleh karena itu, diperlukan latihan yang intensif agar ketika harus tampil
bisa menyajikan suatu pertunjukkan yang memuaskan penonton. Adapun
latihan-latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Latihan Membaca
Tujuan dalam membaca menurut Rivers (dalam Ahmadi, 1990:23) ada
beberapa tujuan dalam membaca salah satunya menunjukkan bahwa pembaca
memerlukan instruksi untuk dapat melaksanakan sesuatu atau ingin
melaksanakan aktivitas menyenangkan seperti bermain drama. Oleh karena
itu, setiap pemain harus berlatih membaca agar tahu apa yang harus mereka
tampilkan dan apa yang akan mereka ucapkan. Latihan ini bertujuan supaya
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
43
pemain dapat mengetahui hubungan satu sama lain serta konflik, suspense, dan
klimaks yang terdapat di dalam naskah drama.
b. Latihan Blocking
Latihan ini bertujuan untuk menentukan bloking setiap pemain, yakni gerak
dan pengelompokan pemain. Sedangkan setiap gerak, mimik, haruslah
mempunyai arti dalam pengekspresian lakon yang dibawakan pemain dengan
wajar dan mempunyai alasan yang tepat. Pada tahap ini pelaku harus bisa
menguasai panggung agar tidak hanya berdiri di satu tempat selama adegan
berlangsung. Di sini sutradara yang bijaksana harus mampu mengatur
pergerakan pelaku dengan baik tanpa membingungkan pelaku.
c. Latihan Karya
Pelaku harus sudah mampu menghafal dialog di luar kepala. Pada tahap ini
pelaku
harus
bisa
mengembangkan
interpretasi
dan
gerak
laku
disinkronisasikan, gerak-gerak kecil harus mampu menggambarkan watak
tokoh. Para pelaku juga harus dibiasakan menggunakan properti yang akan
digunakan dalam pertunjukkan itu nantinya. Dalam latihan karya pemain
dipastikan sudah hafal teks beserta gerak laku yang singkron yang nantinya
akan menggambarkan watak serta karakter yang dibawanya dengan wajar.
d. Latihan Pelicin
Latihan ini juga bisa disebut dengan latihan lengkap atau running
merupakan latihan secara keseluruhan, mulai dari dialog dan pengaturan pentas
tanpa adanya selingan atau interupsi. Banyaknya latihan ditentukan panjang
atau sulitnya naskah dan kemampuan serta kerjasama antara para pendukung
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
44
lakon tersebut (Taylor, 1984:22). Pada latihan ni setiap pelaku benar-benar
menjalani atau memerankan hidup mental-fisik tokoh yang diperankan. Latihan
pelicin bertujuaan agar pemain benar-benar menjalani dan memerankan dengan
baik dalam menghayati suka-duka, perjuangan, kejayaan, serta kegagalannya
yang akan nampak pada diri tokoh yang akan diperankan olehnya.
e. Latihan Umum
Latihan ini sangat diperlukan sebelum melakukan pementasan. Di sini tugas
sutradara telah selesai. Sekarang giliran para pendamping sutradara yang akan
bertugas. Dan pada latihan ini pelaku dan pendamping sutradara dibiasakan
untuk menghadapai layaknya pertunjukkan yang sebenarnya. Latihan umum
merupakan merupakan latihan akhir guna mempersiapkan semua kebutuhan
pentas dari kesiapan para pernain, para karyawan pentas, dan lain-lain. Latihan
ini diadakan untuk membiasakan para pemain dengan respon dan seaksi dari
para penonton agar padasaat pementasan yang sebenarnya mereka tidak gugup
dan benar-benar sudah siap.
3) Pementasan
Pementasan adalah waktu yang dinantiakan. Setelah bekerja keras belajar
dan berlatih dengan model SAVI, hasilnya akan ditentukan pada pertemuan
keempat. Klimaks dari jerih payah selama berhari-hari berlatih.
Jadi dapat diambil simpulan bahwa dalam bermain drama langkah atau
tindakan yang diambil sama dengan bermain drama. Bermain drama
membutuhkan dua tahap, yaitu persiapan yang terdiri dari penentuan masalah,
memahami isi naskah, reading, pemilihan peran, hingga latihan. Kemudian
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
45
tahap memainkan yang terdiri dari pementasan dan mengevaluasi. Ada yang
membedakan antara langkah-langkah bermain drama dengan langkah-langkah
drama, yaitu pada langkah pertama. Dalam bermain drama langkah pertama
yang akan dilakukan adalah menentukan masalah, namun dalam langkahlangkah drama yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan naskah.
Pementasan atau malam perdana merupakan klimaks dari hasil latihan yaing
telah ditempuh selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan mungkin
sampai mencapai berbulan-bulan lamanya untuk mementaskan hasil karya
berupa gerak akting/berpura-pura yang berupa pementasan drama. Dalam
pementasa drama akting baru mungkin terjadi apabila dalam hati ada
kehendak.
Kehendak
(niat)
itu
harus
dilengkapi
dengan
imajinasi
(membayangkan sesuatu). Untuk menyuburkan imajinasi dalam diri dapat
dilakukan dengan sering mengapresiasi puisi dan mengapresiasi lukisan
(Wiyanto, 2000:60).
Pada saat bermain drama, imajinasi bagi aktor merupakan hal yang sangat
penting karena aktor harus pura-pura menjadi orang lain. Dalam berpura-pura
itu seorang aktor harus dapat menampilkan pengimajinasian yang wajar,
artinya seorang aktor tidak menampilkan pengimajinasian yang berlebihan.
Dalam situasi yang demikian, aktor membutuhkan ingatan visual (imajinasi).
sehingga kepura-puraannya tidak diketahui oleh penonton. Aktor juga harus
dapat meyakini bahwa yang main di panggung adalah kenyataan.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
46
4) Pasca-Pementasan
Dalam pasca-pementasan, pementasan yang sudah berlangsung diadakan
penilaian-penilaian terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam drama seperti;
kinesik (gerak tubuh), penggunaan lafal pemain, penggunaan tekanan, bahasa,
intonasi dan mimik. Terdapat juga saran dan kritikan terhadap pementasan
yang sudah berlangsung dengan tujuan mengerti kekurangan-kekurangan
pementasan guna refleksi terhadap pementasan selanjutnya. Pada tahap tindak
lanjut yang harus dilakukan adalah dengan menindak lanjuti kekurangankekurangan yang telah disimpulkan pada saat evaluasi pascapementasan,
dengan cara memperbaiki, melakukan latihan-latihan, agar saat pementasan
selanjutnya lebih maksimal dan terarah.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa langkahlangkah bermain drama meliputi tahap persiapan, tahap pelatihan, tahap
penampilan, dan yang terakhir adalah tahap penilaian/evaluasi. Adapun
langkah bermain drama dalam tulisan ini, yaitu: (1) tahap persiapan. dalam
tahap ini persiapan yang dilakukan adalah persiapan naskah; (2) tahap
pelatihan; (3) tahap penampilan. pada tahap penampilan, peserta didik
memerankan naskah secara utuh di depan kelas; (4) pasca pementasan.
h. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Bermain Drama
Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam bermain drama.
Menurut Santoso (2008:203), hal-hal yang harus diperhatikan dalam bermain
drama adalah penghayatan, mimik, gesture, lafal, intonasi, dan volume suara. Hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap aspek penilaian bermain drama, sehingga
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
47
komponen-komponen tersebut saling mendukung satu sama lain untuk membantu
memperlancar seorang pemain ketika bermain drama. Seorang pemain tidak bisa
disebut sempurna penghayatannya jika tidak ditunjang dengan mimik dan gesture
yang tepat. Begitu pula dengan intonasi, seorang pemain tidak dapat dikatakan
tepat intonasi dan lafalnya jika volume suara yang dihasilkan tidak dapat
terdengar sampai jauh.
1) Penghayatan
Menghayati berarti memahami secara penuh isi drama (Doyin, 2008:73).
Sedangkan menurut Wirajaya (2008:72) penghayatan adalah kedalaman
pemaknaan terhadap isi dialog, karakter tokoh, dan karakter keadaan/situasi
(susah, senang, dan lain-lain). Misalnya seseorang berperan sebagai preman
maka saat itu seorang pemain tidak lagi menjadi dirinya sendiri melainkan
menjadi preman. Dengan pemahaman itulah maka seoarang pemain dapat
menyatukan jiwa tokoh dengan jiwanya sendiri.
2) Mimik
Mimik diartikan sebagai ekspresi gerak-gerik wajah (air muka) untuk
menunjukkan emosi yang dialami pemain (Wiyanto, 2002:14). Wirajaya
(2008:72)
menambahkan,
mimik
adalah
ekspresi
raut
muka
yang
menampakkan karakter atau watak tokoh yang diperankan. Leksono (2007:23)
juga mengemukakan bahwa mimik merupakan bagian dari ekspresi wajah
untuk menemukan karakter yang diinginkan.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
48
3) Gesture
Gesture adalah gerak-gerak besar yang dilakukan, yaitu gerakan tangan, kaki,
kepala, dan tubuh pada umumnya yang dilakukan pemain (Wiyanto, 2002:14).
Gerak ini adalah gerak yang dilakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah
mendapat perintah dari diri/otak kita untuk melakukan sesuatu, misalnya saja
menulis, mengambil gelas, jongkok, dan sebagainya.
4) Lafal/artikulasi
Lafal adalah kejelasan ucapan (Doyin, 2008:81). Dalam hal ini jangan sampai
ada
bagian dialog/kata
yang
kurang
jelas
pengucapannya
sehingga
menimbulkan kerancuan pemaknaan atau menjadi kurang enak didengar.
Artikulasi yang dimaksud adalah pengucapan kata melalui mulut agar
terdengar
dengan
baik
dan
benar
serta
jelas,
sehingga
telinga
pendengar/penonton dapat mengerti pada kata kata yang diucapkan.
5) Intonasi
Intonasi berkaitan dengan dialog terhadap kata-kata yang dianggap penting dan
pembedaan nada untuk bentuk dialog tanya, seruan, perintah, permohonan, dan
sebagainya (Wirajaya, 2008:72). Intonasi antara lain menyangkut : 1) tekanan
Dinamik (keras-lemah). Mengucapkan dialog pada naskah dengan melakukan
penekanan-penekanan pada setiap kata yang memerlukan penekanan; 2)
tekanan nada (tinggi). Mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai
nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya, maksudnya adalah
membaca/mengucapkan dialog dengan suara yang naik turun dan berubahubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
49
rendahnya suatu kata; 3) tekanan tempo. Tekanan tempo adalah memperlambat
atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk lebih
mempertegas apa yang kita maksudkan. (Doyin, 2008:77).
6) Volume Suara
Volume suara yang baik adalah yang dapat terdengar sampai jauh. Volume
suara yang baik dapat diperoleh jika kita melakukan latihan vokal. Ada
beberapa langkah dalam melakukan latihan vokal seperti : 1) latihan
peregangan. Latihan peregangan pada otot leher, mulut, dada maupun perut,
tidak jauh berbeda seperti senam ringan, pelenturan, atau pemanasan olah raga;
2) latihan pernafasan, (a) pernafasan dada. Teknisnya latihan pernafasan ini,
ketika kita bernafas dengan hitungan sampai 4, udara disimpan di dalam
rongga dada, kemudian dihembuskan melalui mulut. Hal tersebut diulang
beberapa kali; (b) pernafasan perut. Teknis dan hitungannya sama dengan
pernafasan dada, hanya ketika menarik nafas, udara disimpan di dalam rongga
perut. Ketika melakukan pernafasan perut, disaat menarik nafas, perut
membusung atau mengembung; (c) pernafasan diafragma. Teknisnya, ketika
menarik nafas, udara disimpan di rongga diafragma, yaitu sekat antara rongga
dada dan rongga perut mengembang ketika menarik nafas (Leksono, 2007:14).
Untuk menjadi seorang pemeran, diperlukan keterampilan dasar-dasar peran
seperti kesadaran indra, ekspresi, improvisasi, pernapasan laku, vokal, dan
karakterisasi (Massofa, 2009).
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
50
1) Kesadaran Indra
Kesadaran indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan
pengecapan. Kesadaran ini diperlukan untuk menciptakan alasan bagi laku
yang dilakukan pemeran di atas pentas. Proses itu terjadi karena indra
menangkap objek rangsangan dan melahirkan tanggapan. Tanggapan yang
muncul dari dalam diri itu menjadi alasan suatu perbuatan. Sebelum tanggapan
dalam perbuatan nyata terwujud, reaksi batin terhadap rangsangan itu menjadi
pengalaman batinnya.
2) Ekspresi
Ekspresi berkaitan dengan keterampilan pemeran mengekspresikan perasaan
dan emosi manusia, baik emosinya sendiri maupun emosi orang lain. Seorang
pemeran diharapkan mempunyai koleksi emosi agar dengan mudah
berimprovisasi ketika memerankan seorang tokoh. Ekspresi ini diwujudkan
dalam bentuk laku (gerak) dan vokal (suara). Gerak (gesture) adalah gerakgerak besar yang pemeran lakukan. Gerak ini adalah gerak yang pemeran
lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah dari otak
untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil gelas, jongkok,
dsb. Hal yang perlu dicatat untuk olah vokal adalah bukan berbicara keras,
tetapi berbicara jelas.
Hadi (1988:119) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan ekspesi
adalah hasil pengungkapan rasa hati melalui berbagai media manusia, baik
mata, wajah, tubuh, anggota-anggota tubuh maupun suara. Dalam Achmad
(1990:65) disebutkan bahwa teori lama tentang berperan adalah bertolak dari
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
51
latihan mimik (ekspresi wajah). Dewasa ini teori tersebut sudah tidak
digunakan lagi. Pada umumnya sekarang kita menggunakan apa yang disebut
bermain dari dalam, yang berprinsip apabila seorang pemeran dapat
menghayati dan merasakan gejolak batin yang sedang dialami oleh tokoh yang
dimainkan,
dengan
sendirinya
akan
lahir
ekspresi
wajah
sesuai
dengan peranannya pada saat itu. Oleh karenanya, seorang pemeran dituntut
untuk benar-benar menghayati, mendalami, dan merasakan apa yang
diinginkan oleh tokoh yang akan dimainkan.
3) Improvisasi
Improvisasi mencakup tiga pengertian, yaitu 1) menciptakan, merangkai,
memainkan, menyajikan, sesuatu tanpa persiapan; 2) menampilkan sesuatu
dengan mendadak; 3) melakukan sesuatu begitu saja secara spontan dan apa
adanya. Tujuan berlatih improvisasi adalah agar pemeran memiliki rangsangan
spontanitas. Selain itu, latihan ini dapat menciptakan akting yang wajar, tidak
dibuat-buat, dan tampak natural. Waluyo (2003:56) menyebutkan bahwa
improvisasi sebenarnya berarti spontanitas. Drama-drama tradisional dan
drama klasik kebanyakan bersifat improvisasi. Dalam teater mutakhir kata
improvisasi digunakan untuk memberi nama jenis drama mutakhir yang
mementingkan gerakan-gerakan (acting) yang bersifat tiba-tiba dan penuh
kejutan. Sedangkan Wiyanto (2005:15) menyebutkan bahwa improvisasi
adalah gerakan-gerakan atau ucapan-ucapan penyeimbang untuk lebih dapat
menghidupkan peran. Improvisasi biasanya digunakan untuk melatih kepekaan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
52
pemeran sehingga pemeran dapat memerankan tokoh yang dibawakan lebih
hidup dan realistis.
4) Pernapasan
Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat leher dan bahu
harus dihindari. Penguasaan pernapasan akan menghasilkan dua hal : 1)
menjaga stabilnya suara, sekaligus memberikan kemungkinan kepada pemeran
untuk membuat vokal menjadi lentur sesuai dengan tuntutan peran; 2)
menciptakan akting yang wajar dan memikat.
5) Vokal
Untuk menjadi seorang pemeran yang baik, maka pemeran mernpunyai dasar
vokal yang baik pula. Baik di sini diartikan sebagai : 1) dapat terdengar (dalam
jangkauan penonton, sampai penonton, yang paling belakang); 2) jelas
(artikulasi/pengucapan yang tepat); dan 3) tidak monoton.
Achmad (1990:83) mengungkapkan bahwa artikulasi yang baik adalah
pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas meskipun
diucapkan dengan cepat sekali. Artikulasi erat hubungannya dengan gerak bibir
dan lidah. Jika waktu berbicara bibir dan lidah ikut bergerak, maka akan
menghasilkan artikulasi yang baik. Dalam DEPDIKNAS (2003:66) disebutkan
bahwa artikulasi adalah lafal atau pengucapan kata. Artikulasi adalah
pengucapan kata melalui mulut agar terdengar dengan baik dan benar serta
jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat mengerti pada kata kata yang
diucapkan.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
53
Disebutkan pula beberapa sebab yang mengakibatkan terjadinya artikulasi yang
kurang/tidak benar, yaitu : 1) cacat artikulasi alam. Cacat artikulasi ini dialami
oleh orang yang berbicara gagap atau orang yang sulit mengucapkan salah satu
konsonon, misalnya pengucaan huruf r, dan sebagainya; 2) artikulasi jelek.
Artikulasi jelek bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi
sewaktu waktu disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan
terlalu cepat, gugup, dan sebagainya. Hal ini sering terjadi pada pengucapan
naskah/dialog. Misalnya : kehormatan menjadi kormatan, menyambung
menjadi mengambung, dan sebagainya; 3) artikulasi menjadi tidak tentu. Hal
ini terjadi karena pengucapan kata/dialog terlalu cepat, seolah olah kata demi
kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.
Agar vokal tidak terasa monoton, datar, dan membosankan, maka harus ada
intonasi. Yang dimaksud intonasi di sini adalah tekanan-tekanan yang
diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Intonasi berkaitan dengan dialog
terhadap kata-kata yang diangap penting dan pembedaan nada untuk bentuk
dialog tanya, seruan, perintah, permohonan, dan sebagainya. Menurut Achmad
(1990:62), apa yang diucapkan pemeran di atas pentas selalu memberikan
informasi tentang pikiran, sikap, watak, penjelasan tentang cerita, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan cerita yang diperankan. Penampilan vokal
atau suara dari pemeran akan menggambarkan juga watak dari tokoh yang
diperankan.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
54
6) Karakterisasi
Karakterisasi berkaitan dengan bagaimana seorang pemeran memposisikan
dirinya pada seorang tokoh. Untuk itu, seorang pemeran harus mengetahui
keseluruhan diri tokoh yang akan diperankan, meliputi ciri fisik, ciri sosial, ciri
psikologis, dan ciri moral.
Karakterisasi adalah suatu usaha untuk menampilkan karakter atau watak dari
tokoh yang diperankan. Tokoh-tokoh dalam naskah adalah orang-orang yang
berkarakter. Jadi seorang pemeran yang baik harus bisa menampilkan karakter
dari tokoh yang diperankannya dengan tepat. Dengan demikian penampilannya
akan menjadi sempurna karena ia tidak hanya menjadi figur dari seorang tokoh
saja, melainkan juga memiliki watak dari tokoh tersebut.
Agar pemeran dapat memainkan tokoh yang berkarakter seperti yang dituntut
naskah, maka pemeran harus terlebih dahulu mengenal watak dari tokoh
tersebut. Suatu misal, pemeran mendapat peran menjadi seorang pengemis.
Pemeran harus mengenal secara lengkap bagaimana sifat-sifatnya, tingkah
lakunya, dsb. Apakah tokoh seorang yang licik, pemberani, atau pengecut,
alim, ataukah hanya sekadar kelakuan yang dibuat-buat.
4. Pembelajaran Drama
Seni drama (sandiwara) adalah bagian dari pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia
yang
mempunyai
nilai-nilai
pendidikan
yang
meliputi
nilai
kewarganegaraan, kebangsaan, kebudayaan dan kemasyarakatan, dan segi
pemahaman dan pemakaian Bahasa Indonesia (Purwanto, 1968:142). Di samping
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
55
itu melalui pengajaran drama, manfaat pengajaran drama bagi peserta didik di
antaranya adalah dapat mengantarkan peserta didik menuju kekedewasaan yang
dilakukan dengan mengajak peserta didik berlatih mengalami berbagai macam
pengalaman hidup dalam naskah yang dibawakan. Jadi pembelajaran drama di
sekolah sangat penting diberikan kepada peserta didik, karena disamping itu
peserta didik akan dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal,
menikmati dan memanfaatkan karya sastra (drama) untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa (BNSP 2006).
Pembelajaran drama di sekolah dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1)
pembelajaran teks drama yang termasuk sastra; dan 2) pementasan drama yang
termasuk bidang teater (Waluyo, 2007:162). Dalam pembelajaran teks drama yang
termasuk sastra, pementasan drama dilakukan di kelas oleh guru bahasa
Indonesia. Disarankan agar dilakukan pementasan, meskipun hanya sekali dalam
satu semester dan berupa pementasan sederhana. Hal ini dimaksudkan untuk
melatih keterampilan peserta didik mulai dari pementasan kecil, sebelum akhirnya
menyajikan pementasan yang lebih besar (teater sekolah).
Dalam pembelajaran drama, peserta didik tidak cukup jika hanya diberi
pengetahuan tentang drama, tetapi mereka harus mampu untuk mengapresiasi
(unsur yang termasuk afektif), dan mementaskan (psikomotor) (Waluyo,
2007:167). Jadi dalam pembelajaran, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
dapat diperoleh secara merata oleh peserta didik. Dalam setiap pengajaran,
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
56
termasuk pengajaran drama, tujuan harus dapat diketahui secara jelas. Hal ini agar
proses pembelajaran lebih terfokus, sehingga apa yang menjadi tujuan dari
pembelajaran tersebut dapat tercapai.
a. Tujuan Pembelajaran Bermain Drama
Pembelajaran bermain drama terdapat di dalam kurikilum tingkat satuan
pendidikan (BNSP 2006) dengan standar kompetensi mengungkapkan pikiran dan
perasaan dengan bermain drama (bermain drama), serta kompetensi dasar bermain
drama dengan naskah yang ditulis peserta didik, dan bermain drama dengan cara
improvisasi sesuai dengan kerangka naskah yang ditulis peserta didik. Sedangkan
tujuan pembelajaran bermain drama di sekolah dimaksudkan agar peserta didik
lebih meningkatkan kemampuan mengapresiasi karya sastra (drama) yang dapat
mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, rnenikmati clan memanfaatkan
karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, menghargai
sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (BSNP 2006).
Berbicara mengenai tujuan pengajaran, kita tidak akan lepas dari tokoh
populer, yaitu Benjamin S Bloom. Waluyo (2007:167) mengatakan bahwa untuk
merumuskan lebih jelas mengenai tujuan pembelajaran sesuai dengan teori
Bloom, maka perlu diketahui penjelasan rinci kawasan-kawasan tujuan mengajar
beserta contoh nyata kerja operasional yang berguna untuk menyusun tujuan
instruksional khusus. Ketiga domain tujuan mengajar menurut Benjamin S Bloom
adalah sebagai berikut.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
57
1) Kawasan afektif yang meliputi : 1) pengetahuan, pengetahuan akan hal umum
(mendefinisi, mengingat, membedakan, mendapat), pengetahuan akan hal
khusus (mengenal kembali informasi, mengenali contoh dan gejala),
mengetahui tentang cara dan alat (gaya, format, mengingat bentuk),
pengetahuan akan arah dan urutan (perbuatan, proses, dan gerakan, urutan,
arah), penggolongan dan kategori (mengingat daerah, ciri, kelas, tipe, set),
pengetahuan akan kriteria (kriteria dasar, teori, dan antar hubungan),
pengetahuan akan metodologi (mengingat kembali: teori, dasar dan antar
hubungan); 2) pemahaman, terjemahan (arti, contoh, abstraksi, kata, kalimat),
penafsiran (menafsirkan memesan lagi, membedakan, membuat, menerangkan,
mempertunjukkan), perhitungan/ramalan (menghitung, berpendapat, mengisi,
menggambarkan kemungkinan, menyimpulkan); 3) penerapan, penerapan
prinsip-prinsip,
menganalisakan
(simpulan,
metode,
teori,
gejala),
menghubungkan, memilih, mengalihkan, menggolongkan, mengorganisasikan,
dan menyusun kembali; 4) analisis, analisis unsur, analisis hubungan, analisis
prinsip-prinsip organisasional; 5) sintesis, hasil komunikasi meliputi untuk
(menuliskan,
menceritakan,
menghasilkan
mengubah,
membuktikan
kebenaran), hasil dari rencana rangkaian atau rangkaian kegiatan yang
diusulkan, asal mula dari hubungan abstrak; 6) evaluasi, yang meliputi :
pertimabangan mengenali kejadian internal, pertimbangan mengenai kriteria
abstrak.
2) Kawasan kognitif yang meliputi : 1) menerima (receiving); menyangkut minat
peserta didik terhadap sesuatu. Misalnya menerima pelajaran drama yang di
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
58
tandai dengan minat atau perhatian positif terhadap drama. Mendapatkan
perhatian, mempertahankan, dan memerintah atau mengatur perhatian peserta
didik; 2) responding (menjawab mereaksi), artinya ikut berpartisipasi secara
aktif dalam kegiatan drama; 3) menaruh penghargaan (valuing), pada tingkat
ini peserta didik mampu memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau
sudah dipentaskan (di baca); 4) mengorganisasikan sistem nilai. Nilai-nilai
dalam diri seseorang bersifat kompleks, maka nilai-nilai itu bersifat kaitmengkait, sehingga menjadi sistem nilai; 5) mengadakan karakteristik nilai.
Kemampuan
tertinggi
dalam
kawasan
afektif
adalah
dalam
mengkarakteristikkan nilai-nilai. Unsur-unsur kawasan afektif antara lain : a)
Minat, artinya kecenderungan yang agak menetap, dimana subjek merasa
tertarik dan senang berkecimpung dalam kegiatan suatu bidang. Unsur minat
meliputi, penerimaan, respon, dan nilai; b) apresiasi, adalah pernyataan
seseorang yang secara sadar tertarik dan senang kepada suatu hal, mampu
menyatakan penghargaan didalamnya, dan memandang hal yang dipilihnya itu
mengandung nilai dalam kehidupannya; c) sikap, adalah kecendrungan dimana
subjek menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap
objek itu sebagai objek yang berharga (baik) atau tidak berharga (jelek); d)
Nilai, adalah hakikat daru suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikejar
oleh manusia; e) Penyesuaian diri, merupakan interelasi (antar hubungan) antar
seseorang dengan yang lainya dalam hubungan sedemikian rupa.
3) Kawasan psikomotorik yang meliputi : 1) persepsi (stimulus, menyentuh
bentuk sesuatu, merasakan sesuatu, merasakan sesuatu, membantu dan
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
59
memegang, dan mendiskriminasi tanda-tanda); 2) kesiapan (mental, fisik, dan
kesiapan dalam merespon); 3) respon terpimpin (imitasi, trial and error,
mengikuti, mengadakan eksperimen); 4) mekanisme (memilih, melatih,
merencanakan, merangkaikan); 5) respon yang komplek (adaptasi, penggunaan
skill, melaporkan atau menjelaskan) (dalam Waluyo, 2007:167).
Dalam pembelajaran drama, pementasan drama memasuki kawasan
psikomotorik, akan tetapi dijiwai oleh aspek kognitif dan afektif. Ketiga hal
tersebut menyatu dalam diri aktor yang bermain drama. Keseimbangan antara
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik akan melahirkan suatu acting yang baik.
b. Aspek Penilaian dalam Bermain Drama
Bermain drama merupakan suatu kegiatan memerankan tokoh yang ada dalam
naskah melalui alat utama yakni percakapan (dialog), gerakan, dan tingkah laku
yang dipentaskan. Dalam bermain drama, terdapat beberapa aspek yang dapat
dinilai untuk menunjukkan kemampuan seseorang dalam melakukan pementasan
drama. Saptaria (2006:49) menjabarkan aspek-aspek yang menjadi penilaian
dalam sebuah pementasan dalam bermain drama sebagai berikut.
1) Pelafalan
Menurut KBBI (2002:623) lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu masyarakat bahasa saat mengucapkan bunyi bahasa. Didalam
pelafalan mencakup poin-poin yang mendukung dalam bermain drama yaitu
artikulasi (kejelasan pengucapan), jeda dan intonasi (yang berfungsi sebagai
pemenggalan kata atau kalimat sehingga menjadi intonasi pengucapan yang
sesuai dengan konteks pembicaraan). Artikulasi yang baik dan jelas nantinya
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
60
akan berkaitan dengan pelafalan yang berhubungan dengan olah vokal.
Seorang pemain atau tokoh hendaknya memiliki vokal yang baik, jelas, dan
mudah untuk dipahami.
2) Intonasi
Intonasi adalah naik-turunnya lagu kalimat. Seorang tokoh atau pemain drama
dalam melakukan dialog harus menggunakan intonasi agar permainan drama
yang dipentaskan tidak terasa monoton, datar, dan membosankan. Ada tiga
macam tatanan intonasi, yaitu: (1) tekanan dinamik (keras-lemah); (2) tekanan
nada (tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata); dan (3) tekanan tempo
(memperlambat atau mempercepat pengucapan).
3) Ekspresi
Menurut KBBI (2002:291) ekspresi adalah (1) pengungkapan atau proses
menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan,
perasaan, dsb); (2) pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan
seseorang. Ekspresi keluar secara alamiah, baik itu berbentuk perasaan atau ide
secara khas. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi dan
dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang
mengamatinya. Menurut Saptaria (2006:50) aktivitas ekspresi merupakan
bagian dari pikiran dan perasaan kita. Impuls-impuls, perasaan, aksi, dan reaksi
yang dimiliki mengendap dan menghasilkan energi dari dalam yang
selanjutnya keluar dalam bentuk presentasi katakata, bunyi, gerak tubuh, dan
infeksi (perubahan nada suara).
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
61
Ekspresi merupakan pelajaran pertama bagi seorang aktor, dimana ia berusaha
untuk mengenal dirinya sendiri. Kemampuan ekspresi menuntut teknik-teknik
pengendalian tubuh, mulai dari relaksasi, kepekaan, konsentrasi, daya aktivitas,
dan kepenuhan diri (pikiran, perasaan, tubuh yang seimbang) dari seorang
aktor harus terpusat pada pikirannya. Dasar dari kemampuan ekspresi adalah
ketika seorang aktor berhubungan dengan lingkungan sosialnya dengan orang
lain bermacam ragam.
4) Improvisasi
Improvisasi adalah (1) menciptakan, merangkai, memainkan, menyajikan,
sesuatu tanpa persiapan; (2) menampilkan sesuatu dengan mendadak; (3)
melakukan begitu saja. Improvisasi juga dapat diartikan menciptakan plot yang
sangat singkat dan mewujudkan dengan dialog yang tidak direncanakan dan
dilatih sebelumnya. Improvisasi melibatkan dua atau lebih aktor terlibat
didalamnya. Teknik ini digunakan sebagai eksperimen dengan suara, karakter,
adaptasi dengan lingkungan yang berbeda, emosi serta variasi gerakan tubuh.
Dengan latihan improvisasi yang benar, pemain drama akan mampu
menciptakan akting wajar tetapi kuat mengesankan (Saptaria, 2006:51).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang
dinilai dalam bermain drama yaitu aspek pelafalan, intonasi, ekspresi, dan
improvisasi. Keempat aspek tersebut harus dijadikan acuan oleh guru untuk
menilai keterampilan siswa dalam bermain drama.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
62
5. Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditori, Visual, dan Intelektual)
a. Pengertian Model Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan
Intelektual)
Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan
bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan
aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada
pembelajaran. Pendekatan yang dapat digunakan disini adalah pendekatan SAVI.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang
menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua
indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Adapun Unsur-unsur
SAVI Dave Meier antara lain :
1) Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat,
2) Auditori : Belajar dengan berbicara dan mendengar,
3) Visual : Belajar dengan mengamati,
4) Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir.
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar
haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Istilah SAVI
sendiri adalah kepedekan dari ; Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands on,
aktivitas fisik) dimana cara belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory
yang bermakna belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menaggapi;
Visualisation yang bermakna belajar haruslah menggunakan indera mata melalui
mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
63
dan alat peraga; dan Intelectually yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan
menggunakan kemampuan berpikir (minds-on), belajar haruslah dengan
konsentrasi pikiran berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki,
mengindentifikasi,
menemukan,
mencipta,
mengkonstruksi,
memecahkan
masalah, dan menerapkan. Pendekatan SAVI dalam belajar memunculkan sebuah
konsep belajar yang disebut Belajar Berdasar Aktivitas (BBA).
Belajar Berdasar Aktivitas (BBA) berarti bergerak aktif secara fisik ketika
belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh
tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Pelatihan konvensional cenderung
membuat orang tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu yang lama. Terjadilah
kelumpuhan otak dan belajar pun melambat layaknya merayap atau bahkan
berhenti sama sekali. Mengajak orang untuk bangkit dan bergerak secara berkala
akan menyegarkan tubuh, meningkatkan peredaran darah ke otak, dan dapat
berpengaruh positif pada belajar.
b. Prinsip Dasar Model Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan
Intelektual)
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated
Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan Accelerated Learning (AL),
Meier (2002) juga menyebutkan bahwa guru harus paham prinsip-prinsip SAVI
sehingga mampu menjalankan model pembelajaran dengan tepat. Prinsip tersebut
adalah :
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
64
1) Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh,
2) Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi,
3) Kerjasama membantu proses pembelajaran,
4) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan,
5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik,
6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran,
7) Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
c. Karakteristik Metode Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan
Intelektual)
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan
Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu :
1) Somatic
”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh-soma. Jika dikaitkan dengan
belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga
pembelajaran
somatic
adalah pembelajaran
yang
memanfaatkan dan
melibatkan tubuh.
2) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat dari pada yang
kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi
bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara
beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam
pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
65
sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara.
Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model,
mengumpulkan informasi, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri
mereka sendiri.
3) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat
lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua
indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah
belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah
atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual
yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta
gagasan, ikon dansebagainya ketika belajar.
4) Intektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar
yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika
menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut.
Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung,
mencipta, dan memecahkan masalah. Belajar dapat optimal jika keempat
karakteristik dari SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Misalnya, orang
akan dapat belajar sedikit dengan menyaksikan persentasi (V), tetapi mereka
dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika
presentasi sedang berlangsung (S), membicarakan apa yang sedang mereka
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
66
pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi
tersebut dalam pekerjaan mereka (I) Dengan kata lain akal menerima fakta dari
indra untuk kemudian diintreprestasikan dengan informasi terkait. Sehingga
fakta dapat dimaknai dari penggabungan informasi tersebut.
d. Tahap-Tahap Model Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap :
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan
positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan
mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal :
a. memberikan sugesi positif,
b. memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa,
c. memberikan tujuan yang jelas dan bermakna,
d. membangkitkan rasa ingin tahu,
e. menciptakan lingkungan fisik yang positif,
f. menciptakan lingkungan emosional yang positif,
g. menciptakan lingkungan sosial yang positif,
h. menenangkan rasa takut,
i. menyingkirkan hambatan-hambatan belajar,
j. banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah,
k. merangsang rasa ingin tahu siswa,
l. mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
67
2) Tahap penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar
yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca
indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal-hal yang dapat dilakukan
guru :
a. uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan,
b. pengamatan fenomena dunia nyata,
c. pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh,
d. presentasi interaktif,
e. grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni,
f. aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar,
g. proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim,
h. latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok),
i. pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual,
j. pelatihan memecahkan masalah.
3) Tahap pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara
spesifik, yang dilakukan guru yaitu :
a. aktivitas pemrosesan siswa,
b. usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali,
c. simulasi dunia-nyata,
d. permainan dalam belajar,
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
68
e. pelatihan aksi pembelajaran,
f. aktivitas pemecahan masalah,
g. refleksi dan artikulasi individu,
h. dialog berpasangan atau berkelompok,
i. pengajaran dan tinjauan kolaboratif,
j. aktivitas praktis membangun keterampilan,
k. mengajar balik.
4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan
memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan
sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus
meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah :
a. penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera,
b. penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi,
c. aktivitas penguatan penerapan,
d. materi penguatan persesi,
e. pelatihan terus menerus,
f. umpan balik dan evaluasi kinerja,
g. aktivitas dukungan kawan,
h. perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
69
e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan SAVI
Penerapan pendekatan SAVI dalam pembelajaran tidak terlepas dari kelebihan
dan kekurangannya dibandingkan dengan pendekatan belajar lainnya. Berikut
adalah kelebihan dan kekurangan dari pendekatan SAVI.
1) Ada beberapa kelebihan dari pendekatan SAVI antara lain :
a. membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui
penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual,
b. memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif,
c. mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan
psikomotor siswa,
d. memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui pembelajaran
secara visual, auditori dan intelektual,
e. pembelajaran lebih menarik dengan adanya permainan belajar,
f. pendekatan yang ditawarkan tidak kaku tetapi dapat sangat bervariasi
tergantung pada pokok bahasan, dan pembelajarn itu sendiri,
g. dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif. Orang yang dapat
belajar paling baik dalam lingkungan fisik, emosi dan sosial yang positif
yaitu lingkungan yang tenang sekaligus menggugah semangat, adanya
rasa minat dan kegembiraan sangat penting untuk mengoptimalkan
pembelajaran,
h. adanya keterlibatan pembelajaran sepenuhnya orang dapat belajar paling
baik jika dia terlihat secara penuh dan aktif serta mengambil tanggung
jawab penuh dan aktif serta mengambil tanggung jawab penuh atas usaha
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
70
belajarnya sendiri. Belajar bukannlah sejenis olah raga untuk ditonton,
melainkan menuntun peran serta semua pihak,
i. terciptanya kerja sama diantara pembelajar. Biasanya belajar paling baik
dalam lingkungan kerjasama. Semua cara belajar cenderung bersifat
sosial,
j. merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. Orang dapat
belajar dengan baik jika dia mempunyai banyak variasi pilihan belajar
yang memungkinkannya untuk memanfaatkan seluruh indarnya dan
menerapkan gaya belajar yang dikuasainya.
2) Pendekatan SAVI Juga Memiliki Kekurangan, yaitu:
a. Pendekatan ini sangat menuntut adanya guru yang sempurna sehingga
dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh,
b. Penerapan pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana dan
prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan
kebutuhan, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar.
Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan
menarik. Ini dapat dipenuhi pada sekolah-sekolah maju,
c. Pendekatan yang memang tidak kaku tetapi harus disesuaikan dengan
pokok bahasan materi pembelajaran. Jadi tidak berlaku untuk semua
pelajaran matematika,
e. Pendekatan “SAVI” ini masih tergolong baru, banyak pengajar guru
sekalipun yang belum menguasai pendekatan “SAVI” tersebut,
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
71
f. Pendekatan “SAVI” ini cenderung kepada keaktifan siswa, sehingga
untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa
itu minder.
f. Aplikasi terhadap Pembelajaran Drama
Belajar bisa optimal jika keempat unsur “SAVI” ada dalam suatu peristiwa
pembelajaran. Dalam pembelajaran Drama dengan menerapkan pendekatan
“SAVI” langkah-langkahnya sebagi berikut :
1) Mengelompokan siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 oarang,
2) Semua siswa memperhatikan penjelasan mengenai bermain drama,
3) Siswa mempelajari atau mendiskusikan tokoh yang akan ditampilkan sesuai
dengan langkah-langkah (somatik dan auditori),
4) Setiap kelompok berlatih dan mempersiapkan bermain drama,
5) Setiap siswa diminta mendiskusikan tentang persiapan bermain drama
(auditori, visual, dan intelektual),
6) Selama diskusi berlangsung guru mengamati kerja setiap kelompok secara
bergantian dan mengarahkan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan,
7) Pada akhir kerja setiap kelompok mementaskan drama (somatik, auditori,
visual dan intelektual),
Dengan memperhatikan pendekatan “SAVI”, pada pembelajaran drama siswa
dapat belajar dengan aktif dan tidak merasa jenuh. Langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan SAVI pada materi drama model SAVI yaitu dengan
menggabungkan keempat unsur SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual dan
Intelektual dalam pembelajaran.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
72
B. Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, penelitian oleh
Miftahul Jannah (2016) tentang “Pengembangan Bahan Ajar Bermain Drama
Berbasis Autobiografi “Habibie Dan Ainun”.
Penelitian lain oleh Ratna Imani
(2013) tentang “Pengembangan Buku Panduan Menulis Teks Drama Berbahasa
Jawa untuk Meningkatkan Kemampuan Ekspresi Sastra pada Siswa SMA”. Hasil
penelitian
lain Widya Sartika (2014), berjudul “Pengembangan materi
pembelajaran bermain drama berbasis multi media untuk SMP”.
Miftahul Jannah (2016) tentang “Pengembangan Bahan Ajar Bermain Drama
Berbasis
Autobiografi
“Habibie
Dan
Ainun”.
Penelitian
Jannah
(2016)
menghasilkan : 1) produk yang dihasilkan berupa bahan ajar cetak Lembar Kegiatan
Siswa bermain drama berbasis autobiografi Habibie dan Ainun. Materi ajar di
dalamnya berisi standar kompetensi, kompetensi dasar bermain drama, berisi
pemaparan teori dan konsep, pendalaman materi, tugas, dan pembiasaan; 2) melalui
beberapa
tahapan
pengembangan,
yakni
hasil
studi
pendahuluan,
proses
pengembangan, dan produk atau hasil pengembangan, serangkaian uji dari uji praktisi
atau teman sejawat, uji ahli substansi sastra, uji ahli teknologi pendidikan, uji coba
kelas kecil, uji coba kelas luas di tiga sekolah yang berbeda, dan revisi, produk
pengembangan LKS ini telah dinyatakan layak digunakan pada pembelajaran bermain
drama berbasis autobiografi Habibie dan Ainun untuk siswa SMA/MA kelas XI;
3) kelayakan isi Lembar Kegiatan Siswa tersebut ditinjau dari segi bahasa, kelayakan
isi, dan kegrafikan. Sedangkan peneliti meneliti tentang modul pembelajaran bermain
drama dengan model pembelajaran SAVI.
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
73
C. Kerangka Pikir
Keterampilan
bermain drama pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Singaparna Kabupatem Tasikmalaya masih kurang diminati oleh siswa, hal ini
karena siswa masih kurang percaya diri. Kurangnya minat
bermain drama
dikarenakan rasa kurang percaya diri siswa membuat merasa enggan untuk
bermain drama. Proses pembelajaran yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran harus lebih kreatif, sehingga minat dan antusias siswa saat
pembelajaran drama berlangsung lebih meningkat, jika siswa kurang minat karena
percaya diri maka secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil yang dicapai.
Berdasarkan keadaan di atas, peneliti
menggunakan model SAVI dengan
pengembang modul pembelajaran drama dalam usaha meningkatkan kemampuan
bermain drama lebih meningkat.
Secara umum kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada bagan
berikut ini :
Bahan pembelajaran
Bahan bermain
Bahan ajar bermain drama
bermain drama kurang
drama bagi
dengan pendekatan SAVI di
bervariasi, kurang
murid SMP
SMP Kelas VIII
menarik
*bervariasi
*menarik,
sesuai dengan
kebutuhan siswa
Kompetensi Bersastra
1. Menulis
2. Membaca
3. Berbicara
Modul pembelajaran
bermain drama di SMP
Kelas VIII dengan
pendekatan SAVI
Gambar 2.1 : Diagram Kerangka Berpikir
Pengembangan Bahan Ajar..., Marlia Ratna Dewi, Program Pascasarjana UMP, 2017
Download