HAND OUT PERKULIAHAN TEORI SOSIOLOGI KLASIK I . PENDAHULUAN Sosiologi adalah ilmu yang terbilang cukup baru dibanding ilmu lainnya dalam ilmuilmu sosial. Diperkenalkan pertama kali oleh Auguste Comte yang membuat namanya dikenal sebagai ‘Bapak Sosiologi’ dan dibakukan menjadi disiplin ilmu pengetahuan berkat jasa besar Emile Durkheim. Hingga kini sosiologi menjadi ilmu yang sangat populer seiring dengan makin rumitnya problematika yang muncul dalam masyarakat di abad 21 ini. Mempelajari sosiologi tidak terlepas dari berbagai teori yang menjadi landasan utama untuk menganalisis perubahan masyarakat dan berbagai gejala sosial yang muncul akibat perubahan tersebut. Pada mata kuliah ini akan dibahas secara detail dimulai dari sejarah lahirnya teori sosiologi, hingga berbagai pemikiran para tokoh yang memiliki sumbangsih besar terhadap perkembangan sosiologi yang dikenal sebagai peletak dasar ilmu sosiologi diantaranya Auguste Comte, Karl Marx, Emile Durkheim dan Max Weber. II. PEMBELAJARAN A. Rencana Belajar Mahasiswa Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menjelaskan akar-akar lahirnya sejarah teori sosiologi 2) Menjelaskan pemikiran tokoh-tokoh sosiologi klasik 3) Menjelaskan konsep-konsep masyarakat. B. Kegiatan Belajar 1. Kegiatan Belajar I a. Indikator 1) Menjelaskan akar-akar sejarah lahirnya teori sosiologi b. Uraian Materi 1) Kekuatan Intelektual Lahirnya Teori Sosiologi Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori-teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, di antaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminism, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori-teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara. tetapi di beberapa negara terutama yang terjadi di kawasan Eropa Barat. di antaranya adalah di Prancis, Jemian, Italia dan lnggris. Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak-dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidahkaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah-masalah sosial tersebut serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (revolusi Prancis sejak tahun 1789 menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran-pemikiran baru di bidang sosial. 2) Perkembangan Teori Sosiologi Abad ke-20 Teori Sosiologi Menjelang Abad Ke-20 Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah. Perkembangan teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua universitas, yaitu di Chicago University dan Hanvard University. Namun deniikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan. Di Chicago University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dan tempat ini adalah WI. Thomas. Robert Park, Charles 1-lorton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett Hughess. Di Flarvard University. sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans. Di samping itu. perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sehut sebagai teori di luar mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dan kelompok teori Marxian. Pengetahuan perkembangan teori di Amerika sangat penting mengingat teori-teori yang berkembang di Amerika ini kemudian menjadi pusat perhatian dunia pada tahun 1960an dan 1970-an. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, bangkit pula teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan oleh George Homans berdasarkan pemikiran psychological behaviorism dan B.F. Skinner. c. Rangkuman Munculnya teori sosiologi tidak terlepas dari berbagai peristiwa besar yang melatar belakanginya. Sosiologi muncul di Eropa seiring dengan adanya beberapa peristiwa seperti revolusi politik, revolusi industri, dan perkembangan kapitalisme dibeberapa negara dunia. Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampakdampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah-masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah-kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah-masalah sosial tersebut bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. serta mengarahkan d. Evaluasi 1. Jelaskanlah akar sejarah lahirnya teori sosiologi di Eropa! e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 2. Kegiatan Belajar II a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Auguste Comte b. Uraian Materi Mengenal Diri dan Pemikiran Auguste Comte (1798-1857) Perjalanan hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pengetahuan. adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah ‘sosiologi’ untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk mernahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu-ilmu Iainnya. Dalam hal itu. Auguste Comte diakui sebagai Bapak” dan sosiologi. Auguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus. Perjalanannya di dalam menimba ilmu tersendat-sendat dan putus di tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint-Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Cornte semakin terbuka bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon. Pada dasamya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil. Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme. serta memberikan gambaran rnengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen, perbandingan. dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwamai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Sosiologi adalah menyelidiki hukum-hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian-bagian yang berheda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak beruhah secara bertahap. Hal mi merupakan huhungan yang saling rnenguntungkan (mutual relations) di antara unsur-unsur dalam suatu sistern sosial secara keseluruhan. Penjelasan mengenai gejala sosial menurut Comte dapat diperoleh melalui : I) Kajian terhadap struktur masyarakat berdasarnya konsep statika sosial, dan 2) kajian perubahan atau perkembangan masyarakat berdasarkan konsep Comte yang disebut dinamika sosial (social dynamics). Comte mendefinisikan statika sosial sebagai kajian terhadap kaidah-kaidah tindakan (action) dan tanggapan terhadap bagian-bagian yang berbeda dalam suatu sistem sosial (Ritzer. 1996). Sedangkan dinamika sosial adalah studi yang berupaya mencari kaidahkaidah tentang gejala-gejala sosial di dalam rentang waktu yang berbeda. Berbeda dengan itu. statika sosial hanya mencari kaidah- kaidah gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya. Pada tahun 1942, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic. Pemikiran brilian Comte mulai menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dahulu. Dengan penuh kesadaran bahwa akal budi manusia terbatas, comte mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang a pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu : 1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan, 2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menuru hukum yang menguasai mereka, dan 3. Memprediksikan fenomenafenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat. Keyakinan Comte dalam pengembangan yang dinamakan positivisme semakin besar, positivism sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metode ilmu pengetahuan. Disini Comte mengungkapkan perkembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah menbudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelumnya. Comte mencoba dengan keahlian berfikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjelasan-penjelasannya spekulatif (metafisika). Menurut buku Realitas Sosial yang ditulis K. J Veeger halaman 17, positivism adalah paham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai ilmu pengetahuan (science,sain). Positivisme merupakan ajaran bahwa hanya fakta atau hal yang dapat ditinjau dan diuji melandasi pengetahuan sah. Positivism lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada terori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif. Zaman pencerahan menyebabkan beberapa “penyakit” pada masyarakat. Oleh karena itu Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki “penyakit” yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat. Hingga akhirnya tercipta teori evolusi yang dikemukakan Comte atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu : Teologi, dimana pemikiran manusia masih sangat sederhana, dengan mengaitkan gejala alam dengan sesuatu yang bersifat supranatural, Metafisik, penjelasan spekulatif yang hanya mengandalkan akal budi tanpa penelitian ilmiah dan Positivistik, saat manusia menjawab fenomena dengan hukum kausalitas dilandaskan ilmu pengetahun empirik. Masyarakat bukanlah benda mati, masyarakat akan selalu berkembang dan bergerak menjadi semakin maju. Masyarakat yang tidak puas atas zaman teologis dan metafisik akan mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan tentang segala fenomena yang terjadi disekitar mereka. Dengan melakukan percobaan, serta menguji fenomena maka akan muncul jawaban yang ilmiah dan menggantikan jawaban mutlak seperti “kuasa tuhan” atau “nasib”. Seperti yang dikatakan Comte, zaman positivism akan menggantikan teologis dan metafisik serta menjadikan dunia ini menjadi lebih baik karena mendasarkan segala sesuatu dengan hal-hal yang ilmiah dan rasional. c. Rangkuman Pemikiran utama Auguste Comte adalah hukum tiga tahap perkembangan intelektual manusia, yaitu : Teologi, dimana pemikiran manusia masih sangat sederhana, dengan mengaitkan gejala alam dengan sesuatu yang bersifat supranatural, Metafisik, penjelasan spekulatif yang hanya mengandalkan akal budi tanpa penelitian ilmiah dan Positivistik, saat manusia menjawab fenomena dengan hukum kausalitas dilandaskan ilmu pengetahun empirik. d. Evaluasi 1. Jelaskan pemikiran utama Auguste Comte tentang hukum tiga tahap pemikiran manusia, beserta contoh! e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 3. Kegiatan Belajar III a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Auguste Comte Tentang Agama Humanitas b. Uraian Materi Agama Humanitas Auguste Comte Perang yang terus menerus dan individualism yang berlarut di zaman post-revolusi di negeri Perancis mencemaskan Comte. Semakin ia tua, semakin ia menyadari bahwa tingkah laku manusia tidak berpangkal pada akal-budi, melainkan berasal dari hatinya. Dengan “hati” dimaksudkan “perasaan dan kemauan”. Kedua unsur ini melainkan peranan yang menentukan bagi perilaku dan sikap seseorang. Menurut hematnya, pendidikan elektualistis terus-menerus dan bertujuan menambah pengetahuan saja, tanpa adanya cintakasih dan motivasi, menghasilkan intelektualisme kering dan rasionalisme mendul. Memang benar bahwa akal budi berdindak sebagai penuntun dan juru penerang dalam perjalanan hidup. Tetapi, betapa penting dan perlu juga fungsi ini, akal-budi manusia yang tidak menduduki tempat tertinggi. Hati adalah daya manusia yang paling luhur. Dengan mengingat bahwa wanita mempunyai perasaan yang paling halus, maka Comte mengagumi dan mengagungkan mereka. Comte sangat dikesankan oleh abad pertengahan. Bukan tahap evolusi akan-budi di zaman itu mengesankan dia, tetapi pengintegrasian yang ditonjolkan antara nilai-nilai rohani dengan nilai-nilai duniawi. Misalnya, lembaga keluarga tidak semata-mata dianggap sebagai sumber sekuler saja, tetapi dianggap suci dan sacral juga. Terdorong oleh keyakinan bahwa hati manusia merupakan daya yang terutama, ia melucuti angkatan bersenjata dari cita sakralnya, dan sebagai gantinya ia member status scaral kepada kaum wanita. Ia meningkatkan status sosial mereka dan meluhurkan peranan mereka dalam rumah tangga. Ia menentang perceraian, ibu Yesus dihormatinya. Melalui hormat kepada Bunda Maria ia menyatakan hormatnya kepada semua ibu. Pada saat menjelang wafatnya para hadirin mendengar dia berbisik “Ibu dari AnakMu”. Comte menarik kesimpulan, bahwa pengintegrasian kembali masyarakat atas dasar prinsip-prinsip positivism hanya mungkin dilaksanakan melalui agama gaya baru, yaitu agama sekuler dengan lambangnya, upacaranya, hari-hari raya, dan orang´”Kudus”-nya. Hanya agama yang akan mampu menyemangati baik akal-budi maupun perasaan dan kemauan. Oleh karena itulah, Comte dalam masa tuanya mendirikan agama baru itu. Yang disembah sebagai Yang Maha Tinggi bukan Allah, melainkan humanitas atau manusia. Kita harus mencintai humanitas. Dengan humanitas tidak dimaksudkan semua orang, termasuk yang tidak becus dan jahat. Melainkan orang-orang terbaik yang pernah dihasilkan sejarah dan masih hidup melalui karya dan pengaruh mereka. Kita harus mencintai kemanusiaan mereka yang abadi. Menurut Comte cinta inilah yang akan memulihkan keseimbangan dan pengintegrasian baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat. Cinta ini akan melahirkan pemerintahan sipil, menjinakkan, dan mengendalikan tiap-tiap kekuasaan duniawi, kata Marvin, “masyarakat yang sedemikian rupa diatur, hingga prinsip-prinsip sosial memainkan peranan paling penting, merupakan suatu sosiokrasi. Itulah sumbangan istimewa Comte kepada dunia”. (Marvin, F.S, 1936:195-196). Dalam agama barunya ini Comte membayangkan bahwa ilmu sosial akan menjadi doktrin agama suatu saat yang akan mengembalikan lagi moralitas manusia, sosiolog sebagai penyeru agama/ pendetanya dan Comte pun merancang kalender peringatan keagamaan untuk diperingati umat manusia suatu saat sebagai hari besar penanda adanya agama humanitas. Apa yang diimpikan Durkheim dari agama ini adalah terwujudnya moralitas manusia sebagai landasan bagi keteraturan sosial ditengah masyarakat pada waktu itu. c. Rangkuman Agama Humanitas adalah agama ciptaan Auguste Comte, yang dimaksudkan untuk pengintegrasian masyarakat. Agama humanitas yng diisyaratkan dengan cinta ini dibayangkan akan mengembalikan lagi moralitas manusia, sosiolog sebagai penyeru agama/ pendetanya, ilmu sosial sebagai doktrinnya dan Comte pun merancang kalender peringatan keagamaan untuk diperingati umat manusia suatu saat sebagai hari besar penanda adanya agama humanitas. Apa yang diimpikan Durkheim dari agama ini adalah terwujudnya moralitas manusia sebagai landasan bagi keteraturan sosial ditengah masyarakat pada waktu itu. d. Evaluasi 1. Jelaskanlah bagaimana pemikiran Auguste Comte tentang Agama Humanitas e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 4. Kegiatan Belajar IV a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Karl Marx Tentang Materialisme Historis b. Uraian Materi 1) Dialektika dan Struktur Masyarakat Kapitalis Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dan pengaruh filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerhach, Smith, juga Engels. von Mais membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang materialistik benar-henar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian. Bagi Marx, agama hanya sekedar realisasi hakikat manusia dalam imajinasinya belaka. agama hanyalah pelarian manusia dan penderitaan yang dialaminya. Agama inilah yang merupakan simbol keterasingan manusia dan dirinya sendiri. Marx mengadopsi sekaligus mengkritisi dialektikanya Hegel yang dianggapnya tidak realistik itu. Marx juga rnenganggap filsafatnya Hegel yang idealistik itu, memiliki konsep yang terbalik. Atas hal ini. Marx mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai konsep struktur sosial. Dimana di dalamnya tercermin konflik sosial dengan yang menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi yang melibatkan dua kelas sosial yang berbeda, proletar dan borjuis. Kelas sosial inilah yang nantinya harus tidak ada karena, menurut Marx, pada suatu saat akan terwujud masyarakat komunisme; yaitu masyarakat sosialis karena runtuhnya kapitalisme, di mana di dalamnya tidak ada lagi kelas-kelas sosial dan tidak ada lagi hak kepemilikan pribadi. lnilah masyarakat yang menjadi obsesi Marx. Untuk mewujudkan hal ini, menurutnya. perlulah dilakukan analisis terhadap sistem ekonomi kapitalis. Materialisme Historis Karl Marx Konsep meterialisme Marx pertama kalinya dijelaskan dalam The German Ideologi yang disusun bersama Engels. Ia menerapkan konsep ini untuk melihat perubahan sejarah. Tema pokok dalam karya ini perubahan-perubahan dalam bentuk kesadaran, ideologi atau asumsi filosofis mencerminkan bukan menyebabkan perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan materil manusia. Kondisi-kondisi kehidupan materil bergantung pada sumber-sumber alam yang ada dan kegiatan manusia yang produktif. Manusia disini bukan menyesuaikan dirinya dengan alam/ mengolah lingkungan materilnya tetapi mereka masuk dalam hubungan sosial dengan orang lain dalam usaha mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (makanan, tempat tinggal, pakaian). Hubungan-hubungan produksi yang pokok ini menimbulkan pembagian kerja, sehingga munculnya hubungan kepemilikan yang mencakup pemilikan dan peguasaan yang berbeda-beda atas sumber pokok dan berbagai alat produksi. Pemilikan dan penguasaan yang berbeda atas barang milik ini merupakan dasar yang asasi untuk menculnya kelas-kelas sosial, karena sumber materil yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia bersifat langka, sehingga hubungan-hubungan antara kelas yang berbeda itu menjadi kompetitif dan antagonis. Manusia tidak pernah merasa puas, begitu kebutuhan biologis terpenuhi, kebutuhan baru muncul dan pemenuhan kebutuhan baru ini menimbulkan bentuk-bentuk produksi dan materil yang baru serta jenis hubungan sosial yang baru. Hasilnya adalah seperangkat kegiatan produktif yang komplek yang bersifat saling tergantung yang mencerminkan tingkat teknologi yang ada. Masing-masing kegiatan produktif individu yang khusus serta gaya hidup pada umumnya ditentukan oleh posisinya dalam pembagian kerja dan oleh penggunaan sumber-sumber materil yang ada. Dalam skala yang lebih luas, setiap generasi mengkonfrontasikan lingkungan materil dan lingkungan sosial yang sudah ada yang meliputi berbagai sumber, alat-alat dan teknik produksi, pembagian kerja dengan pola-pola hubungan sosial yang sudah mapan dan suatu struktur kelas yang dalam analisis terakhir, mencerminkan pemilikan atau penguasaan atas alat-alat produksi yang berbeda-beda. Kegiatan individu, apakah itu diarahkan untuk sekedar mempertahankan hidup biologis atau untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang lainnya dibatasi oleh kedudukan sosial tertentu yang kebetulan dimilikinya dalam lingkungan sosial dan materil ini. Dalam The German Ideology, Marx dan Engels menelusuri perubahan-perubahan utama kondisi-kondisi materil dan cara-cara produksi disatu pihak. Dan hubungan-hubungan sosial serta norma-norma pemilikan dilain pihak mulai komunitas suku bangsa primitif sampai ke kapitalisme modern. 1. Komunitas suku bangsa primitif, milik dipunyai secara kolektif pembagian kerja sangat kecil. 2. Tahap komunal purba Disini pembagian kerja yang tinggi mulainya pemilikan pribadi. 3. Tahap feodal pembagian kerja dan pola-pola pemilikan kekayaan pribadi yang lebih ketat. tahap memberikan jalan bagi cara-cara produksi borjuis dan hubunganhubungan sosial yang menyertainya, terjadinya perombakan kehidupan komunal dibawah pengaruh ideologi individualitas dan berkurangnya hubungan manusiawi, menjadi hubungan-hubungan pemilikan. 4. Tahap kapitalis proletar memiliki hubungan dengan majikan borjois semata-mata sebagai seorang penjual tenaga kerja dengan kegiatan produktifnya dipergunakan untuk menghasilkan produk yang dijual dalam sistem pasar yang bersifat impersonal. 5. Tahap komunis pemilikan pribadi akan lenyap dan individu-individu akan berinteraksi dalam hubungan komunal tidak melulu ekonomi. aspek pembagian kerja yang menekan dan merendahkan martabat manusia diganti dengan sistem yang memungkinkan individu untuk mengembangkan sebesar-besarnya kemampuan manusiawinya, dan hanya terbatas pada suatu bagian kerja yang sempit. c. Rangkuman Materialisme historis merupakan karya Karl Marx yang memperlihatkan betapa sejarah kehidupan manusia sangat ditentukan oleh kepemilikan materi/ alat produksi. Pemilikan dan penguasaan yang berbeda atas materi/ alat produksi merupakan dasar yang asasi untuk menculnya kelas-kelas sosial, karena sumber materil yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia bersifat langka, sehingga hubungan-hubungan antara kelas yang berbeda menjadi kompetitif dan antagonis. d. Evaluasi 1. Jelaskanlah dasar pemikiran Karl Marx tentang Materialisme Historis. e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Suseno, FM. 2000. Pemikiran Karl Marx. Jakarta: Gramedia 7. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 5. Kegiatan Belajar V a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Karl Marx Tentang Pembagian Kelas dan Alienasi b. Uraian Materi 1) Pembagian Kelas Kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya tergantung pada terlibatnya mereka dalam hubungan sosial dengan orang lain untuk mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produktifnya. Hubungan-hubungan sosial yang elementer ini membentuk infrastruktur ekonomi masyarakat. Pada mulanya hubungan ini dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan alamiah antar manusia sesuai dengan kekuatan, ukuran, tenaga, kemampuan-kemampuan dan semacamnya alam pemilikan atau kontrol terhadap sumber alam serta alat-alat produksi pemilikan / kontrol yang berbeda. Pemilikan / kontrol atas alat produksi merupakan dasar utama bagi kelas-kelas sosial dalam semua tipe masyarakat. Bisa dikatakan dalam masyarakat kapitalis pembedaan kelas terjadi kerena adanya kesempatan yang berbeda untuk memiliki alat-alat produksi. Kedua kelas ini saling bermusuhan yaitu : a. Borjuis: Pemilik modal/ alat produksi b. Proletar: Kelompok buruh 2) Alienasi Inti seluruh teori Marx adalah kelangsungan hidup manusia serta pemenuhan kebutuhannya bergantung pada kegiatan produktif dimana secara aktif orang terlibat dalam mengubah lingkungan alamnya. Namun, kegiatan produktif itu mempunyai akibat yang paradoks dan ironis, karena individu mencurahkan tenaga kreatifnya itu dalam kegiatan produktif, maka produk-produk dari kegiatan ini memiliki sifat sebagai benda obyektif yang terlepas dari manusia yang membuatnya. Karena kegiatan produktif meliputi penggunaan tenaga manusia dan kemampuan kreatifnya, maka produk yang diciptakan itu sebenarnya mewujudkan sebagian hakekat manusia itu. Jadi manusia mengkonfrontasikan hakekatnya sendiri (yaitu hasil keringat dan kemampuan kreatifnya) dalam bentuk yang sudah terasing, atau diasingkan atau sebagai benda dalam dunia luar yang berada diluar jangkauan pengontolan mereka dan malah manusia harus menyesuaikan diri dengannya, sesudah itu kebebasan individu untuk terus menuangkan kreatifnya dan mengembangkan kemampuannya sebagai manusia, sangat dibatasi. Marx menyayangkan pengaruh-pengaruh individualisme yang semakin meningkat serta sistem pasar bebasnya dalam memecahkan ikatan-ikatan sosial yang dimasa lampau sudah membantu memanusiakan hubungan-hubungan ekonomi. Dia melihat pengaruh ini sebagai sesuatu yang membuat manusia sebagai barang komoditi saja dalam pasar, yang tenaganya diperjualkan belikan seperti komuditi lainnya tanpa melihat kebutuhan manusiawi yang terlibat dalam proses ini. Alienasi juga merupakan akibat dari hilangnya kontrol individu atas kegiatan kreatifnya sendiri dan produksi yang dihasilkannya. Pekerjaan dialami sebagai manusia untuk mengembangkan / menyatakan kemampuannya yang kreatif. Individu merasa dirinya tidak mampu untuk mengembangkan diri dalam pengertian yang lebih luas melalui kegiatan produksinya. Karl Marx membagi alienasi atas: 1. Alienasi dari produk yang di produksi. Disini mereka hanya sekedar instrumen pembuat produk karena ketika produk itu berakhir, produk tidak pernah menjadi milik mereka dan mereka tidak menikmati produk yang mereka ciptakan. 2. Alienasi dari alat produksi dan pekerjaan. Mereka bekerja bukan dari spontanitas mereka sendiri tapi dibawah pengaruh orang lain dan mesin-mesin. Buruh hanyalah objek yang dikendalikan mesin. 3. Alienasi dari sesama manusia/ pekerja. Dalam masyarakat kapitalis tidak ada hubungan persahabatan hanya ada faktor kepentingan saja hal ini menjadikan manusia egois, sehigga mereka memandang sesama hanya sebagai saingan dan musuh. Disamping itu buruh bekerja dalam satu tempat tapi fokus dengan pekerjaan masingmasing, tanpa sempat untuk saling bercerita. 4. Alienasi dari hakekat diri sendiri. Dalam diri manusia, pekerjaan adalah hidup dan produk ada hidup mereka, sehingga mereka hidup untuk bekerja guna menghasilkan produk, tapi tidak bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan diri pribadi karena bekerja. Manusia punya kreativitas tapi tidak bisa menuangkan kreativitas diri dalam pekerjaan mereka. Menurut Karl Marx cara mengatasi alienasi ini adalah dengan cara: meniadakan pembagian kerja meniadakan pemilikan pribadi negara dalam bentuk tradisional hapus semua eksploitasi dan penindasan c. Rangkuman Alienasi merupakan karya fenomenal Marx yang melihat keterasingan individu ketika ia bekerja dengan kegiatan produktifnya. Karena kegiatan produktif meliputi penggunaan tenaga manusia dan kemampuan kreatifnya, maka produk yang diciptakan itu sebenarnya mewujudkan sebagian hakekat manusia itu. Jadi manusia mengkonfrontasikan hakekatnya sendiri (yaitu hasil keringat dan kemampuan kreatifnya) dalam bentuk yang sudah terasing, atau diasingkan atau sebagai benda dalam dunia luar yang berada diluar jangkauan pengontolan mereka dan malah manusia harus menyesuaikan diri dengannya, sesudah itu kebebasan individu untuk terus menuangkan kreatifnya dan mengembangkan kemampuannya sebagai manusia, sangat dibatasi d. Evaluasi 1. Karl Marx mengungkapkan bahwa dalam kegiatan produksi manusia teralienasi dari kegiatan produktifnya. Jelaskan apa maksudnya, dan berikan analisis saudara! e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Suseno, FM. 2000. Pemikiran Karl Marx. Jakarta: Gramedia 7. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 6. Kegiatan Belajar VI a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Karl Marx Tentang Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas b. Uraian Materi Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas Perkembangan industri yang hanya terpusat pada daerah perkotaan, membuat para pekerja hidup berdampingan satu sama lain sebagai tetangga dikota, kaum -proletar menjadi sadar akan penderitaan bersama dan kemelaratan ekonominya serta situasi kerja yang kurang manusiawi. Dengan terpusatnya mereka pada suatu tempat memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi dan menghasilkan kesadaran kelas. Dengan terbentuknya jaringan komunikasi maka kepentingan bersama menjadi jelas, maka dibentuklah organinasi kelas proletar melawan musuh bersama organisasi ini dapat berupa berdirinya serikat buruh atau serikat kerja lainnya untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja dsb. Namun akhirnya organisasi kelas buruh itu akan menjadi cukup kuat bagi mereka untuk menghancurkan seluruh struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan dan kepentingan umat manusia seluruhnya. Hal inilah yang memicu konflik terbuka antara borjuis dan proletar. Dari uraian teori yang dikemukakan oleh Marx, ia tidak memperhitungkan seiring perkembangan zaman akan menyebabkan perubahan yang cukup signifikan dalam masyarakat kapitalis antara lain : 1) Kondisi proletar mengalami kemajuan dan kehidupan mereka sudah agak membaik dibandingkan pasca revolusi industri. Ini bisa dilihat dari kondisi pekerjaan dan upah yang diberikan. Salah satunya sudah ada kebijakan dan standar dari pemerintah untuk menetapkan UMR (Upah Minimum Regional) buruh sesuai dengan pendidikan terakhir mereka. Selain itu kondisi kerja juga sudah diperhatikan seperti, memakai masker ketika bekerja. Ditambah lagi, jika mereka melakukan lembur juga akan dibayarkan upah lembur mereka. 2) Sedangkan organisasi buruh/ serikat buruh yang jelaskan Marx akan membantu terjadinya revolusi ketahap komunis tidak pernah terjadi. Malah sekarang serikat buruh ikut membantu proletar memperjuangkan nasib mereka kearah yang lebih baik dalam struktur kapitalis. Biasanya serikat buruh akan menjadi fasilitator antara buruh dan borjuis. Bahkan untuk saat sekarang ini sudah banyak proletar/buruh yang berdemo dan turun kelapangan untuk memperjuangkan nasib mereka. 3) Dalam masyarakat kapitalis tidak lagi terdiri dari dua golongan yaitu borjuis dan proletar yang saling bermusuhan. Pada akhirnya menimbulkan konflik terbuka antara mereka. Marx tidak memperhitungkan munculnya kelas lain, seperti peneliti (ilmuwan), manager dll. Kenyataannya sekarang akan masuk kemanakah middle class (kelas menengah) diantara dua golongan tersebut. Selain itu, konflik terjadi kebanyakan bukan antara pemilik modal tapi dengan middle class yang berhubungan dengan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. 4) Selain itu, Marx juga tidak memperhitungkan bahwa pemilik modal bukan lagi terdiri atas satu orang saja, tapi beberapa orang, dimana mereka bisa mendapat modal suatu perusahaan dari pasar modal. Hal inilah yang semakin membuat berkembangnya kapitalis dan bukan menghancurkannya. 5) Munculnya middle class atau kelas menengah anti kemapaman yang punya life style karena sudah punya surplus (pendapatan yang memang hanya untuk berfoya-foya), tapi ia merasa tidak cukup lagi sehingga timbul ‘self actualization’ (aktualisasi diri), sehingga kelas ini mengarah pada aktifitas sosial dengan memberikan beasiswa, menyumbang dana. Jadi tidak semua masyarakat kapitalis tersebut yang kurang manusiawi. c. Rangkuman Akhir dari seluruh pemikiran Karl Marx sampai pada sebuah kesimpulan bahwa untuk keluar dari ketertindasan yang dialami buruh selama ini maka perlu adanya kesadaran dari para buruh untuk memperjuangkan hak mereka, karena konflik dan pertentangan antara kelas yang ada sebagai sebuah muara terciptanya perubahan suatu saat. Hingga ramalan Marx akan tercipta masyarakat tanpa kelas, walaupun ramalan itu sampai saat ini tidak pernah terwujud. d. Evaluasi 1. Jelaskanlah bagaimana Marx mengungkapkan pentingnya kesadaran kelas dan perjuangan kelas bagi kelompok buruh untuk memperjuangkan nasib mereka! e. Bacaan 1. 2. 3. 4. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 5. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 6. Suseno, FM. 2000. Pemikiran Karl Marx. Jakarta: Gramedia 7. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 7. Kegiatan Belajar VII a. Indikator Menjelaskan Pemikiran Emile Durkheim Tentang Tradisi Akademis dan Intelektual yang Menyebabkan Sosiologi Dilembagakan Menjadi Disiplin Ilmu b. Uraian Materi 1). Riwayat Hidup dan Latar Belakang Tradisi Intelektual Emile Durkheim Emile Durkheim lahir di Epinal, Propinsi Lorraine Perancis pada tanggal 15 april 1958. Pria berdarah Yahudi ini dikenal sebagai salah seorang pendiri sosiologi. Perhatian besar Durkheim terhadap ilmu sosial sudah terlihat semenjak ia menjadi mahasiswa di Ecole Normale, sebagai universitas yang sangat mempengaruhi tradisi berfikir Durkheim, walaupun Durkheim pernah mengkritik sistem pengajaran di Ecole Normale dengan terang-terangan karena ketidakpuasannya dengan sistem pengajaran di Ecole Normale yang terlalu terfokus pada kesusastraan klasik. Apa yang diharapkan Durkheim di meja perkuliahan adalah pengajaran tentang doktrin moral dan ajaran bersifat ilmiah tentang persoalan moral yang menurut Durkheim sangat relevan untuk mengkaji masyarakat Perancis pada masa itu. Setelah lulus dari Ecole Normale Durkheim terpaksa mengawali kariernya sebagai pengajar filsafat. Hal ini dilakukan Durkheim karena pada waktu itu sosiologi belum diajarkan di sekolah menengah ataupun di perguruan tinggi. Karier ini ditekuni Durkheim dari tahun 1882 sampai 1887, hingga pada tahun berikutnya Durkheim mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Jerman dan Paris. Setelah pendidikannya di Jerman selesai ketertarikannya pada ilmu pengetahuan nya pun makin meningkat. Hal ini terlihat dari beberapa karyanya tentang pengalamannya selama di Jerman yang kemudian diterbitkan disalah satu jurnal terkemuka di Jerman. Publikasi-publikasi ini membawanya meraih posisi di Departemen Filsafat Universitas Bordeaux pada tahun 1887 dan sekaligus menjadi awal cemerlang bagi karier Durkheim karena sejak itu pula Durkheim mulai memberikan kuliah ilmu sosial khususnya di bidang pendidikan moral di Universitas Perancis. Tahun 1992 Durkheim pindah ke universitas Sorbonne dalam, dalam waktu empat tahun kariernya disana Durkheim pun diangkat menjadi guru besar ilmu pendidikan dan sosiologi. 2). Proses Pelembagaan Sosiologi Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu Muda dan cemerlang adalah gambaran sosok Emile Durkheim, karena Durkheim merupakan guru besar ilmu sosial pertama di Perancis. Sebelum Durkheim hadir dengan berbagai karyanya dalam kurikulum pendidikan Perancis mata pelajaran ilmu sosial belum dikenal, hingga pada tahun 1887 untuk pertama kalinya Durkheim memberikan kuliah umum ilmu sosial yang menekankan pentingnya moralitas untuk menciptakan kembali tatanan sosial yang hancur akibat revolusi Perancis dan revolusi Inggris pada saat ia telah diangkat menjadi salah satu staf universitas Bordeaux Tahun-tahun di Bordeaux (1887-1902) merupakan masa produktif Durkheim, serentetan kesuksesan hadir dalam karier intelektual Durkheim, dengan karya-karya yang monumental. Mengawali karyanya dalam tesis doktoralnya The Division of Labour in Society (1893), pernyataan metodelogis utamanya dalam buku yang berjudul The Rules of Sociology Method (1895) dan Suicide, yang kesemuanya itu berisi analisisnya dari paradigma sosiologis yang menimbulkan berbagai kontraversi tetapi justru membuat Durkheim begitu dihormati terutama di kalangan akademisi (Upe, 2010). Akan tetapi karya yang paling mempengaruhi pemikiran intelektual di Perancis adalah tulisannya yang diterbitkan dalam jurnal L’anne Sosiologique yang diterbitkan pada tahun 1898. Jurnal sosiologi pertama di Perancis sebagai deklarasi kemandirian ilmu sosiologi di hadapan cabang ilmu lainnya. Dari jurnal ini dan berbagai karya Durkheim lainnya ini tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Durkheim adalah tokoh yang sangat berjasa dalam melembagakan sosiologi menjadi sebuah disiplin ilmu. Jika Auguste Comte adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan istilah sosiolog, maka Durkheim adalah tokoh yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu sosiologi selanjutnya dengan melembagakan sosiologi menjadi sebuah disiplin ilmu c. Rangkuman Emile Durkheim adalah tokoh yang sangat berjasa dalam membawa sosiologi menjadi sebuah disiplin ilmu dan memisahkan sosiologi dari psikologi dan ilmu filsafat. Dari keseluruhan karya Durkheim perhatian Durkheim difokuskan pada bagaimana tatanan moral yang hancur akibat revolusi inggris dan revolusi perancis bisa tercipta kembali. Perhatiannya ini dituangka dalam karya besarnya the Rule of Sosiology Method, The Division of Labour in Society dan Le suicide yang kemudian membawanya menjadi guru besar ilmu sosial pertama dalam sejarah Perancis d. Evaluasi 1). Jelaskanlah bagaimana proses pelembagaan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu! 2). Jelaskan kondisi sosial apa yang melatar belakangi keseluruhan pemikiran Durkheim terkait dengan kondisi masyarakat Perancis pada waktu itu? e. Bacaan Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Samuel Hanneman. 2010. Emile Durkheim: Riwayat Pemikiran, dan Warisan Bapak Sosiologi Modern. Depok: Kepik Ungu Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo. 8. Kegiatan Belajar VIII a. Indikator 1) Menjelaskan Pemikiran Emile Durkheim Tentang Fakta Sosial b. Uraian Materi The Rules of Sociology Method adalah karya besar Emile Durkheim yang memiliki kontribusi sangat besar dalam perkembangan sosiologi yang melihat hubungan antara masyarakat dan individu yang merupakan objek sosiologi. (Samuel, 2010). Menurut Durkheim objek kajian sosiologi adalah fakta sosial (social fact). Fakta sosial yang dimaksudkan disini adalah cara bertindak (ways of acting), berfikir (thinking), merasakan(feeling) yang berada diluar diri individu (external) dan mempunyai kekuatan untuk memaksa individu (coercion). Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi menurut Durkheim. Fakta sosial ini dinyatakan Durkheim sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Ia bukan sesuatu yang dapat diukur dari kondisi psikologis dan biologis seorang individu. Karena fakta sosial bukanlah gejala individual tapi terdapat di level kehidupan bersama (kolektif), dimana ketika individu bertindak dan berfikir bukan hanya karena kehendak dirinya sebagai subjek yang bebas, tapi individu bertindak dipengaruhi oleh kebiasaan aturan, nilai, dan norma yang ada dalam masyarakat tempat ia hidup. Artinya disini fakta sosial merupakan cara bertindak, berfikir dan merasakan individu yang dipengaruhi oleh kebiasaan, aturan, nilai dan norma yang ada dalam kelompoknya. Contoh fakta sosial: Mahasiswa Jurusan Sosiologi adalah sekumpulan individu yang menjadi bagian dari civitas akademika UNP. Sebagai bagian dari UNP para mahasiswa sosiologi berusaha bersikap sesuai aturan yang telah ditetapkan UNP, seperti berpakaian rapi dan sopan, datang tepat waktu dan bersikap sopan kepada para dosen. Pertanyaannya adalah apakah prilaku mahasiswa tersebut karena kesadaran diri sendiri tanpa ada paksaan atau karena aturan yang memaksa dan mengikatnya untuk berprilaku sesuai aturan tersebut. Jawabannya lebih pada pilihan yang ke dua, karena sebelum mahasiswa masuk ke UNP seperangkat aturan itu telah ada dan mereka wajib untuk mentaati itu, baik sukarela ataupun terpaksa. Inilah yang dimaksud Durkheim dengan fakta sosial, ketika tindakan dan fikiran mahasiswa tadi yang didasarkan atas aturan yang ada di universitas tempat ia mengidentifikasi diri. Karakteristik Fakta sosial 1. Eksternal : Berada di luar diri dan kesadaran individu Fakta sosial tidak berada dalam diri individu dan bukan bentukan dari individu tersebut, akan tetapi ia telah ada sebelum manusia ada dan akan tetap ada setelah manusia tiada. Individu yang kemudian menyesuaikan diri dan tata terhadap nilai, norma dan aturan yang mengikat individu tersebut. Seperti contoh diatas mahasiswa baru yang masuk ke UNP harus mentaati berbagai aturan yang telah ada di UNP dan mengikat mereka dalam berprilaku. 2. Koersif (memaksa) : kemampuan untuk memaksa individu berfikir dan bertindak menurut aturan, nilai dan norma yang telah ditentukan. Dalam hal ini individu bisa saja melanggar berbagai aturan tersebut tapi ada sanksi yang telah menanti. 3. Kolektif (umum) : berlaku untuk semua bukan hanya satu/ dua orang tapi untuk semua lapisan masyarakat, karena fakta sosial ada dilevel kehidupan bersama atau kolektif. Individu terpengaruh oleh fakta sosial tersebut karena individu bagian dari dinamika kolektif tersebut. Bagaimana cara membedakan fakta sosial dengan fakta sosial lainnya? Kata kunci yang digunakan untuk menganalisis fakta sosial adalah ‘sosial rate’. Contoh tingkat perceraian di Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2012. Dalam hal ini bukan perceraian yang menjadi fakta sosial, tapi tingkat perceraian dari tahun ketahun dalam suatu masyarakat. Skala ini menunjukkan adanya keadaan sosial yang menyebabkan lebih dari satu bayi meninggal pada saat yang sama. Hal lain yang juga penting untuk menjelaskan prinsip metodelogis Durkheim adalah bahwa fakta sosial tidak bisa dijelaskan sendiri tanpa fakta sosial lainnya. Artinya fakta sosial juga harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya bukan faktor psikologis seperti kesadaran individu. Contoh fakta urbanisasi yang dilakukan oleh banyak daerah di Sumatera Barat ini harus dijelaskan dengan fakta lain seperti ketidakseimbangan pembangunan pusat dan daerah atau faktor sosiokultural masyarakat minangkabau. Bagaimana cara menjelaskan fakta sosial? Menurut Durkheim ada dua model dalam menjelaskan fakta sosial yaitu penjelasan kausal dan penjelasan fungsional. Penjelasn kausal adalah dngan meninjau sebab musababnya. Contoh faktor faktor apa yang menyebabkan tingginya tingkat urbanisasi di Sumatera Barat. Sedangkan penjelasan fungsional adalah menjelaskan fakta sosial dengan mencari apakah arti fakta ini dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Contoh pertanyaan, bagaimana pengaruh peningkatan mobilitas penduduk desa-kota di sumatera Barat terhadap solidaritas masyarakat di pedesaan? c. Rangkuman Fakta sosial adalah karya Durkheim yang terangkum dalam karya besarnya The Rule of Sosilogy Method. Menurutnya objek kajian sosiologi adalah fakta sosial. Fakta sosial yang dimaksudkan disini adalah cara bertindak, berfikir, merasakan yang dipengaruhi oleh sesuatu yang berada diluar diri individu dan mempunyai kekuatan untuk memaksa individu (dalam hal ini adalah nilai, norma dan seperangkat aturan yang mengikat individu). Karakteristik fakta sosial ini menurut Durkheim bersifat eksternal (berada diluar diri dan kesadaran individu), memaksa individu untuk berprilaku sesuai nilai dan norma, dan umum, belaku untuk semua individu yang ada dalam masyarakat tertentu. d. Evaluasi. 1) Jelaskanlah apa yang dimaksudkan Durkheim dengan fakta sosial, dan berikan contoh! 2) Durkheim mengungkapkan bahwa fakta sosial tidak bisa dijelaskan tanpa fakta sosial lain. Jelaskanlah maksud pernyataan tersebut! e. Bacaan Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Samuel Hanneman. 2010. Emile Durkheim: Riwayat Pemikiran, dan Warisan Bapak Sosiologi Modern. Depok: Kepik Ungu Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo. 10. Kegiatan Belajar X a. Indikator 1). Menjelaskan Pemikiran Durkheim tentang solidaritas sosial dan tipe struktur sosial b. Uraian Materi 1). Pembagian Kerja dan Pergeseran Solidaritas Sosial Dari keseluruhan fakta sosial, yang menjadi fokus pembahasan Durkheim adalah solidaritas sosial, dan pembahasan tentang solidaritas membawahi semua karya utamanya. Solidaritas yang dimaksudkan disini adalah satu keadaan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Dalam The Division of Labour in Society Durkheim memusatkan perhatian pada pertanyaan, mengapa solidaritas sosial mengalami perubahan? Maka untuk pertanyaan ini Durkheim menjawab bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pergeseran solidaritas dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik adalah pembagian kerja yang menjadi ciri kas masyarakat industrialisasi pada waktu itu. Menurut Durkheim penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja dibidang industri modern mengakibatkan lahirnya pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi yang semakin jelas dan tegas, spesialisasi kerja ini membuat individu bekerja secara terpisah dan terkonsentrsi pada pekerjaan masing-masing yang membuat individualisme semakin meningkat . Solidaritas sosial menurut Durkheim adalah dasar yang kuat dalam hubungan sosial, karena solidaritas menjadi landasan yang kuat bagi keteraturan sosial, karena menurut Durkheim solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat berfungsi untuk perekat sosial, berupa nilai, adat istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan dan kesadaran kolektif (collective consciousness). Secara lebih tegas Durkheim membagi dua bentuk solidaritas yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik, perbedaan ini didasarkan Durkheim dengan mengidentifikasi sejumlah perbedaan dalam masyarakat antara pembagian kerja yang tinggi dan pembagian kerja yang rendah, diantaranya: 1. Anggota masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang rendah terikat oleh persamaan emosional, kepercayaan dan adanya komitmen moral bersama. Anggota masyarakat ini dengan tingkat pembagian kerja yang rendah hubungan mereka dilandaskan kesadaran kolektif/ bersama yang kuat. Solidaritas seperti disebut Durkheim dengan solidaritas mekanik. 2. Sementara itu masyarakat dengan pembagian kerja yang tinggi, homogenitas bukan lagi menjadi prinsip untuk mempersatukan masyarakat, tapi heterogenitas menandai cara berfikir dan bertindak individu. Solidaritas ini disebut Durkheim dengan solidaritas organik Berdasarkan ciri-ciri di atas secara spesifik Durkheim mengidentifikasi perbedaan solidaritas mekanik dan organik sebagai berikut: Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik *Pembagian kerja rendah *Pembagian kerja tinggi *Kesadaran kolektif kuat *Kesadaran kolektif rendah *Individualitas rendah *Individualitas tinggi *Hukum represif dominan *Hukum restitutif dominan *Konsensus terhadap pola-pola normatif *Konsensus terhadap nilai-nilai abstrak/ umum *Hukuman terhadap penyimpangan *Hukuman dilakukan orang badan kontrol dilakukan komunitas formal *Saling ketergantungan rendah *Saling ketergantungan tinggi *Bersifat primitif pedesaan *Bersifat industial perkotaan Dari uraian diatas jelaslah bahwa pergeseran solidaritas mekanik ke organik yang menjadi fokus Durkheim terjadi karena semakin kompleksnya pembagian/ spesialisasi kerja pada saat itu, karena spesialisasi kerja membuat individualisme semakin meningkat dan meluruhkan kesadaran kolektif yang selama ini ada. Pertanyaannya berikutnya adalah kondisi apa yang mendorong terjadinya peningkatan pada pembagian kerja dalam masyarakat? Menurut Durkheim peningkatan pembagian kerja ini berhubungan langsung dengan kepadatan moral (moral density) yang terjadi karena pertambahan jumlah penduduk Pergeseran corak solidaritas sosial yang diakibatkan oleh perkembangan tingkat pembagian pekerjaan ini disebut Durkheim dengan natural course, sesuatu yang natural dalam perkembangan masyarakat c. Rangkuman Solidaritas sosial adalah salah satu fakta sosial yang menjadi inti yang membawahi keseluruhan dari pemikiran Durkheim. Dalam karya utamanya The Division of Labour in Society Durkheim memusatkan perhatian pada pertanyaan, mengapa solidaritas sosial mengalami perubahan? Maka untuk pertanyaan ini Durkheim menjawab bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pergeseran solidaritas dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik adalah pembagian kerja yang diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan individualisme semakin meningkat karena spesialisasi kerja ini berkonsekuensi pada terfokusnya tenaga kerja pada pekerjaan masing-masing yang menjadi tuntutan kerja mereka. d. Evaluasi 1) Perhatian utama Durkheim adalah pada persoalan solidaritas sosial, yang mengalami perubahan dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Jelaskanlah apa yang menyebabkan pergeseran tersebut terjadi menurut analisis Durkheim? e. Bacaan Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Samuel Hanneman. 2010. Emile Durkheim: Riwayat Pemikiran, dan Warisan Bapak Sosiologi Modern. Depok: Kepik Ungu Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafin 11. Kegiatan Belajar XI a. Indikator 1). Menjelaskan pemikiran Durkheim tentang bunuh diri, anomi dan integrasi masyarakat b. Uraian Materi 1) Suicide (Bunuh Diri) Dalam Pandangan Emile Durkheim Karya Durkheim yang sangat populer lainnya adalah Le Suicide (1897) yang melihat hubungan antara solidaritas sosial dan gejala bunuh diri yang merupakan usaha Durkheim dalam menguji pandangannya tentang bunuh diri. Seperti pernyataan Durkheim bahwa fakta sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya, maka Durkheim menghubungkan fakta sosial Solidaritas dan fakta sosial tingkat bunuh diri. Durkheim melihat bunuh diri sebagai tindakan individu dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sosial bukan seperti banyak tafsir pada waktu itu yang mengaitkan bunuh diri dengan faktor psikologis, biologis dan ekologis. Tafsir psikologis menurut Durkheim sulit untuk dipertanggungjawabkan kebenarannya karena tidak semua orang yang mengalami gangguan psikologis melakukan bunuh diri. Begitu juga dengan faktor biologis karena ras dan asal usul keturunan tidak jaminan yang memntukan faktor bunuh diri, faktor-faktor non biologis juga layak untuk diperhitungkan. Hasil tafsir ekologis/ kosmis juga tidak memuaskan Durkheim, karena berdasarkan data statistik tidak terlihat adanya hubungan antara tingkat bunuh diri dengan variabel ekologis seperti iklim, suhu dan kelembaban udara, baik di Eropa ataupun darahdaerah lain 2). Tipe-Tipe Bunuh Diri Dalam pandangan Durkheim walaupun bunuh diri merupakan keputusan individu tapi bunuh diri harus dipandang sebagai gejala kolektif yang ada hubungannya dengan tingkat integrasi sosial individu terebut terhadap kelompoknya. Berangkat dari asumsi dasar bahwa bunuh diri merupakan gejala kolektif Durkheim melakukan telaah sosiologisnya untuk mencari penyebab bunuh diri. Menurut ada beberapa tipe bunuh diri diantaranya: a) Egoistic suicide yaitu bunuh diri yang terjadi karena rendahnya integrasi seseorang terhadap kelompoknya, menurut Durkheim tingkat integrasi sosial yang rendah ankeputusan. Mereka mengalami excessive individualism. Dalam kaitan dengan kelompok keagaaman Durkheim menemukan data bahwa tingkat bunuh diri di kalangan penganut Protestan lebih tinggi dibanding Katolik. Tingkat bunuh diri kelompok orang-orang yang belum menikah lebih tinggi dari yang telah menikah, begitu juga dalam situasi politik Durkheim melihat tingkat bunuh diri di situasi politik yang kacau lebih tinggi dari pada di masa damai. b) Altruistic anomic yaitu bunuh diri ini terjadi justru karena integrasi sosial yang terlalu kokoh. Bunuh diri berbeda dengan bunuh diri egoistik yang terjadi karena rasa putus asa dan upaya untuk melepaskan diri dari tekanan yang ada, tapi bunuh diri altruistikjustru terjadi karena perasan yang meluap dan mendapatkan kepuasan dari bunuh diri ini. Bunuh diri ini terjadi biasanya karena ideology dan keyakinan bahwa ada sesuatu yang indah yang dituju dibalik kehidupan ini. Contoh, bunuh diri oleh pemeluk islam, yang melakukan aksi bom bunuh diri karena pengorbanan untuk agama, budaya sati India dan Harakiri di Jepang. c) Anomic Suicide : bunuh diri ini terjadi karena ketidakjelasan norma yang mengatur cara berfikir, bertindk dan merasa individu. Kondisi ini biasanya terjadi di masa transisi dalam perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat. Seperti peralihan dari orde baru ke reformasi di Indonesia, pada masa ini banyak pegawai yang di PHK dan jadi pengangguran karena krisis ekonomi, krisis ini menyebabkan banyak masyarakat yang kehilangan arah akibat harus beradaptasi dengan kehidupan yang sulit dan mengekang sehingga tatanan moral lama runtuh, sementara tatanan moral baru belum siap menggantikan tatanan moral yang lama. Sehingga pada kondisi ini banyak individu yang memutuskan untuk bunuh diri. Dari analisis Durkheim tentang faktor-faktor bunuh diri diatas jelaslah bunuh diri itu merupakan gejala sosial bukan hanya gejala individu, walaupun bunuh diri dilakukan individu tapi keputusan tersebuat terkait dengan kondisi sosial tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Dalam menjelaskan tentang bunuh diri ini, secara jelas Durkheim mengungkapkan bahwa sebenarnya bunuh diri ini hal yang normal dalam masyarakat, walaupun secara normatif bunuh diri adalah pelanggaran terhadap norma, tapi Durkheim tidak mengaitkannya dengan gejala patologi sosial. Akan tetapi bunuh diri akan menjadi abnormal apabila tingkat kejadiannya naik secara signifikan dalam waktu tertentu dalam masyarakat tertentu. c. Rangkuman Suicide merupakan fakta sosial yang dijelaskan Durkheim dengan fakta sosial lain yaitu integrasi sosial/ solidarias sosial. Menurut Durkheim bunuh diri tidak bisa hanya dikaikan dengan faktor psikologis, biologis ataupun ekologis tapi lebih dari pada itu bunuh diri adalah gejala sosial. Dalam pandangan Durkheim walaupun bunuh diri merupakan keputusan individu tapi bunuh diri harus dipandang sebagai gejala kolektif yang ada hubungannya dengan tingkat integrasi sosial individu tersebut terhadap kelompoknya, baik integrasi yang terlalu rendah ataupun terlalu kuat. Atas dasar itu Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga tipe yaitu bunuh diri egoistik, bunuh diri anomik dan bunuh diri altruistik. d. Evaluasi 1) Suicide merupakan salah satu karya Durkheim yang menhkaji bahwa gejala bunuh diri merupakan gejala sosial, yang tidak bisa hanya dijelaskan dengan faktor psikologis, biologis dan ekologis. Jelaskanlah pandangan Durkheim tentang bunuh diri tersebut! 2) Jelaskanlah perbedaan antara bunuh diri egoistic dan altruistic beserta contoh! e. Bacaan Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Samuel Hanneman. 2010. Emile Durkheim: Riwayat Pemikiran, dan Warisan Bapak Sosiologi Modern. Depok: Kepik Ungu Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafind 12. Kegiatan Belajar XII a. Indikator 1) Menjelaskan pemikiran Max Weber tentang Tindakan Sosial dan Verstehen b. Uraian Materi Max Weber lahir di Erfurt Jerman pada 21 April 1864. Ia berasal dari dari penganut Protestan Liberal bersayap kanan. Weber menempuh pendidikan di bidang ekonomi, sejarah, hukum, filosofi, dan teologi. Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman yang begitu peduli terhadap masalah kemanusiaan, khususnya tentang penerapan nilai-nilai yang memandang manusia sebagai pelaku dari pada sekedar objek sejarah. Latar belakang pendidikan ini jugalah yang barangkali sangat mempengaruhi pemikiran Weber dalam berbagai karya yang membesarkan namanya hingga saat ini. Berbeda dengan Durkheim yang menekankan perhatiannya pada fakta sosial yang bersifat obyektif dan menghilangkan orientasi subyektif dalam analisanya. Weber justru lebih menitik beratkan pada arti-arti subyektif dalam menafsirkan tindakan manusia. Pokok pembahasan sosiologi menurut Weber adalah tindakan sosial (sosial action), menurutnya sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Apakah semua tindakan manusia merupakan tindakan sosial? Untuk menjawab pertanyaan ini Weber menjelaskan bahwa tindakan manusia dapat dikatan tindakan sosial sepanjang tindakan tersebut memiliki makna bagi individu dan diarahkan pada tindakan orang lain. Menurutnya tindakan sosial dimaksudkan untuk memengaruhi tindakan orang lain dalam masyarakat. Dalam artian bahwa tindakan sosial ini adalah tindakan yang penuh makna subjektif (subyektif meaning) bagi pelaku. Contoh tindakan seseorang yang secara tidak sengaja membanting pintu, bukan merupakan tindakan sosial. Tapi apabila tindakan membanting pintu itu dengan maksud agar orang lain disekitarnya diam saat mengejeknya, ini di sebut dengan tindakan orang lain. Contoh lain, tindakan seorang istri yang bunuh dirikarena tidak tahan dengan penyakit parah dan menahun, bukan merupakan tindakan sosial, tapi jika bunuh diri ini dimaksudkan agar suaminya sadar dan menyesal telah berselingkuh, maka tindakan ini dapat dikatakan tindakan sosial. Terkait dengan tindakan sosial Durkheim menekankan pentingnya memahami tindakan individu dengan pemahaman subjektif atau apa yang disebut oleh Durkheim dengan verstehen yaitu kemampuan individu untuk menangkap makna dibalik tindakan orang lain. Dalam hal ini individu bukan hanya sekedar mengetahui apa tindakan orang lain tapi juga mampu memaknai tindakan tersebut dengan cara menempatkan diri pada kerangka berfikir orang lain yang prilakunya mau dijelaskan dan akhirnya mampu memahami apa yang dipahami oleh si pelaku(interpretatif understanding) Tipe-Tipe Tindakan Sosial Weber mengklasifikasikan tindakan sosial menjadi empat tipe, didasarkan oleh rasional atau tidak rasionalnya tindakan tersebut, diantaranya: 1) Rasional Instrumental (Zweckrationalitat) Tindakan ini didasarkan oleh berbagai pertimbangan sadar dengan menyesuaikan tujuan yang hendak dicapai dengan cara mencapai tujuan tersebut. Contoh: Seorang yang ingin sukses dalam perkuliahan giat belajar untuk mecapai kesuksesan tersebut 2) Rasional Berorientasi Nilai (Wertrationalitat) Tindakan yang didasarkan oleh keyakinan yang berasal dari nilai-nilai, estetika, etika, agama dan nilai lainnya yang mempengaruhi prilaku manusia. Contoh: Tindakan seseorang berzakat karena kewajiban yang disyariatkan oleh agama. 3) Tindakan Tradisional Tindakan ini bersifat non rasional karena tindakan ini didasrkan oleh kebiasaan atas dasar tradisi atau turun temurun, yang telah mendarah daging tanpa refleksi yang sadar tanpa perencanaan. Contoh: Mandi balimau yang dilakukan sebelum ramadhan hanya karena kebiasaan masyarakat secara turun temurun 4) Tindakan Afektif Tindakan ini adalah tindakan yang tidak rasional yang dilakukan karena didominasi oleh perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seperti tindakan yang dilakukan karena perasaan meluap-luap, karena cinta, amarah, takut dan gembira. c. Rangkuman Tindakan sosial merupakan kajian utama Max Weber dalam kaitannya dengan pokok persoalan sosiologi. Menurut Weber tidak semua tindakan manusia dapat dikategorikan sebagai tindakan sosial, karena tindakan sosial adalah tindakan yang harus memiliki makna subjektif, dalam artian bermakna bagi individu dan diarahkan pula pada tindakan individu. Proses pemaknaan ini merupakan hal paling pokok dalam interaksi, karena menurut Weber manusia bukan hanya objek yang dikendalikan, tapi juga memiliki subjektifitas yang mampu menginterpretaikan apa yang ada di balik tindakan orang lain. Weber mengkategoriakn tindakan sosial menjadi empat tipe berdasarkan rasional atau tidaknya suatu tindakan, diantaranya: Tindakan rasional instrumental, rasional orientasi nilai, tindakan trasional, dan tindakan afektif. d. Evaluasi 1) Jelaskanlah apa yang dimaksud Max Weber dengan Tindakan Sosial! 2) Jelaskan perbedaan ke empat tipe tindakan sosial beserta contoh! e. Bacaan: Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Schroeder Ralph. 2002. Max Weber: tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafind 13. Kegiatan Belajar XIII a. Indikator 1). Menjelaskan pemikiran Max Weber tentang Etika Protestant dan Kapitalisme b. Uraian Materi The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism adalah karya utama Weber yang melihat hubungan antara doktrin agama dan pertumbuhan sistem kapitalisme. Dalam hal ini secara khusus Weber melihat Etika/ ajaran dalam agama Protestan memiliki pengaruh terhadap perkembangan kapitalisme. Kesimpulan Weber ini bukan tanpa sebab, menurut Weber berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat seiring dengan berkembangnya sekte Calvinisme dalam agama Protestant, dutambah lagi dengan banyaknya fenomena yang dijumpai Weber yaitu pimpinan perusahaan dan tenaga teknis yang didominasi oleh penganut Protestan pada waktu itu. Ciri khas apa yang ada pada agama Protestant yang berpengaruh pada semangat Kapitalisme? Bagi Weber, etika Protestan memiliki orientasi asketik dalam dunia (inner worldly) yang jauh lebih kental dibanding agama besar manapun yang ada di seluruh dunia. Kewajiban agama bagi Protestan tidak hanya sebatas pada keikutsertaan pemeluknya pada sakramental gereja dengan berbagai ibadah untuk persiapan hidup setelah mati, tapi kewajiban juga meliputi pekerjaan seseorang di dunia, dimana orang yang setia pada tugas dan pekerjaannya dilihat sebagai tugas agama. Hal ini berakibat pada sikap disiplin dalam kehidupan, pegontrolan nafsu dan kerja keras, karena dalam keyakinan mereka bahwa kesuksesan mereka dalam pekerjaan di dunia, berarti kesuksesan juga untuk menjadi orang pilihan yang dipilih Allah untuk menjadi selamat. Pada intinya sikap seperti diataslah yang dibutuhkan sebagai motivasi untuk membangun kapitalisme pada tahap awal. Kesetiaan pada tugas-tugas pekerjaan (loyalitas yang tinggi), dorongan prestasi yang kuat, membatasi konsumsi, dan gaya hidup yang rasional merupakan elemen-elemen yang ada dalam Protestanisme maupun dalam kapitalisme. Singkatnya, Protestanisme membantu meningkatkan pertumbuhan kapitalisme, dimana membantu meningkatkan semangat kerja keras pemeluknya yang secara tidak langsung berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi kapitalisme pada waktu itu. Etika Protestan dan Proses Sekularisasi Pengaruh etika Protestan terhadap perkembangan semangat kapitalisme menurut Weber memiliki implikasi langsung terhadap perubahan dari tradisionalisme ke suatu orientasi yang lebih rasional. Etika Protestan hanya berpengaruh di tahap awal perkembangan kapitalisme, dalam merangsang tumbuhnya semangat kapitalisme, akan tetapi seiring dengan kemajuan keseksusan dalam bidang ekonomi dan materi yang diperoleh motivasi agama yang asketis menjadi memudar dan digantikan oleh gaya hidup yang sekuler. Tidak hanya itu agama tradisional yang diyakini oleh penganut Protestan juga berangsur menjadi rasional dan ilmiah dalam menjawab gejala alam, hingga sukalarisme menjadi sesuatu yang tidak terelakkan lagi, dominasi duniawi lebih kental menggantikan asketisme dunia sesudah mati yang secara perlahan hilang dari kesadaran. c. Rangkuman The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism adalah karya Weber yang menganalisis hubungan antara etika yang ada pada agama Protestan terhadap pertumbuhan kapitalisme. Menurut Weber ajaran Protestan yang lebih menekankan asketisme dunia, dengan menilai kesetiaan pada pekerjaan di dunia memeniki nilai sakramental seperti ibadah lainnya, bagi mereka kesuksesan di dunia berarti salah satu jalan untuk menjadi orang pilihan nanti untu diselamatkan diakhirat. Dampaknya, keyakinan tersebut membuat etos kerja dan semangat kerja keras penganut Protestan meningkat yang sekaligus merimplikasi positif terhadap pertumbuhan kapitalisme yang memerlukan motivasi yang sama. d. Evaluasi 1). Jelaskanlah bagaimana analisis Weber dalam menjelaskan hubungan antara etika agama dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat! e. Bacaaan: Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Schroeder Ralph. 2002. Max Weber: tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafind Weber Max. 2006. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 14. Kegiatan Belajar XIV a. Indikator 1) Menjelaskan pemikiran Durkheim tentang Rasionalisasi dan Birokrasi b. Uraian Materi Rasionalisasi dan Birokrasi Sebagai seorang sosiolog dengan latar belakang sosial politik di zamannya membawa dirinya memiliki perhatian terhadap kajian tentang politik dan kekuasaan. Dalam The Theory of Social and Economic Organization konsep legitimasi keteraturan sosial mendasari analisa Weber. Menurut Weber keteraturan sosial tidak hanya tergantung semata-mata pada kekuasaan saja atau kepentingan individu yang bersangkutan. Sebaliknya hal tersebut didasarkan pada penerimaan individu akan norma-norma atau peraturan yang mendasari keteraturan tersebut. Atas dasar apa individu menerima peraturan dan norma-norma suatu keteraturan sosial sebagai sesuatu yang dapat diterima? Dalam hal ini Weber menjawab bahwa keteraturan sosial berhubungan dengan pola-pola dominasi, baik bagi mereka yang tunduk pada dominasi maupun mereka yang dominan. Pola-pola dominasi ini mencerminkan terutama struktur otoritas bukan struktur kekuasaan. Kekuasaan dan otoritas punya titik tekan yang berbeda. Kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kemauan walaupun mendapatkan perlawanan, sementara otoritas adalah hak untuk mempengaruhi karena didukung oleh peraturan dan norma yang mendasari keteraturan sosial. Dalam hal ini Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi yang berhubungan dengan struktur administrasif, diantaranya: 1) Otoritas Tradisional Otoritas ini didasarkan oleh kesakralan tradisi zaman lalu. Dalam hal ini alasan orang taat pada otoritas adalah kepercayaan pada sesuatu yang telah ada. Objek kepatuhan masyarakat terhadap penguasa berdasarkan kekuasaan/ hubungan pribadi yang bisa dipahami atas azas kekeluargaan. Pada beberapa komunitas di pedesaan, otoritas dipegang oleh orang-orang yang lebih tua dan dituakan serta dianggap paling memahami kearifan tradisional. 2). Otoritas Karismatik Otoritas ini didasarkan pada individu yang memiliki kemampuan khusus atau mutu yang luar biasa yang dimiliki pemimpin itu sebagai seorang pribadi. Istilah karisma digunakan untuk menunjuk daya tarik pribadi yang ada pada seorang pemimpin.Obyek kepatuhan masyarakat mengacu pada individu yang memiliki kualitas personal lebih dibandingkan oranglain dalam masyarakat dimana seseorang berada. Karisma ini bisa berasal dari keyakinan personal pada wahyu, heroisme atau kualitas lain yang istimewa. Contoh otoritas yang dimiliki Nabi Muhammad karena wahyu yang diterima, atau Mahatma Gandhi yang memiliki otoritas karena sifat heroik dalam menyelamatkan India dari Inggris. 3) Otoritas Legal Rasional Otoritas ini adalah otoritas yang paling rasional, karena otoritas ini didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersoanal. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan tindakan rasional instrumental. Objek kepatuhan masyarakat dalam tipe ini mengacu pada individu yang menempati jabatan tertentu yang disahkan oleh hukum yang berlaku. Mereka yang tunduk pada otoritas ini, menerima norma atau aturan bukan karena pribadi pemimpinnya tapi karena adanya aturan hukum yang berlaku. Contoh pemilihan pemimpin melalui pemilu secara demokratis berdasarkan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Otoritas legal rasional menurut Weber diwujudkan dalam bentuk organisasi birokratis. Menurutnya birokrasi modern merupakan bentuk birokrasi yang paling efisien dan sistematis, karena adanya pemisahan yang tegas antara apa yang bersifat pribadi, seperti emosi, perasaan, dan hubungan sosial pribadi. Terlepas dari wujudnya yang sistematis dan efisien, rasionalisasi birokrasi memiliki sisi lain yang berbeda, karena birokrasi terkadang hadir sebagai ‘kandang besi’ (iron cage) yang mengikat kebebasan individu dan membuat mereka tidak bisa lepas dari kungkungan birokrasi dengan mekanisme yang rumit. c. Rangkuman Konsep legitimasi keteraturan sosial merupakan dasar analisa Weber tentang Birokrasi. Menurut Weber keteraturan sosial tidak hanya tergantung semata-mata pada kekuasaan atau kepentingan individu, tapi juga didasarkan pada penerimaan individu akan norma-norma atau peraturan yang mendasari keteraturan tersebut. Atas dasar ini Weber mengungkapkan bahwa individu menerima peraturan dan norma-norma berhubungan dengan pola-pola dominasi. Dalam hal ini Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi yang berhubungan dengan struktur administrasif, diantaranya: otoritas tradisional, otoritas karismatik dan otoritas legal rasional. Otoritas legal rasional menurut Weber diwujudkan dalam bentuk organisasi birokrasi yang efisien dan sistematis, karena adanya pemisahan yang tegas antara apa yang bersifat pribadi, seperti emosi, perasaan, dan hubungan sosial pribadi. d. Evaluasi 1. Jelaskanlah bagaimana pandangan Weber dalam melihat legalitas keteraturan sosial terkait dengan otoritas yang ada dalam birokrasi? e. Bacaan Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Schroeder Ralph. 2002. Max Weber: tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafind 15. Kegiatan Belajar ke XV a. Indikator 1) Mengidentifikasi perbedaan pemikiran tokoh-tokoh teori sosiologi klasik. b. Uraian Materi Identifikasi Perbedaan Pemikiran Tokoh Sosiologi Indikator 1. Objek Kajian Karl Marx *Kelompok Emile Durkheim *Kelompok Max Weber *Individu 2. Kajian utama *Materialisme Historis *Alienasi *Perjuangan Kelas *Fakta sosial *Solidaritas sosial *Suicide *Tindakan Sosial *Etika Protestan dan kapitalisme *Rasionalisasi dan Birokrasi 3. Prilaku Manusia *Kondisi materi yang *Nilai, norma dan aturan *Ide atau gagasan menentukan prilaku yang menentukan prilaku penentu prilaku dan manusia manusia tindakan manusia. 4. Gagasan utama *Revolusi diperlukan untuk *Keteraturan sosial *Legitimasi keteraturan dalam perubahan meruntuhkan sistem sosial diwujudkan kembali didasarkan atas faktor yang menindas dengan tetap memelihara apa orang patuh pada moralitas dan kesadaran aturan. kolektif 5. Stratifikasi sosial *Didasarkan atas *Didasarkan atas faktor *Didasarkan Kepemilikan alat produksi sosial Budaya otoritas atas 6. Asumsi tentang * Agama sebagai candu dan * Agama memiliki *Ide-ide dalam agama agama membentuk kesadaran palsu kolerasi positif dalam memberikan pengaruh meningkatkan solidaritas positif dalam sosial pertumbuhan ekonomi masyarakat seiring perkembangan kapitalisme 6.Perkembangan/ Perubahan Masyarakat *Perkembangan masyarakat didasarkan atas materi: Dari masyarakat Primitif -> komunal -> feodal -> Kapitalis *Perkembangan *Perkembangan masyarakat terjadi dari masyarakat dari solidaritas mekanik -> masyarakat irasional solidaritas organik -> rasional c. Bacaan 5. 6. 7. 8. Beilharz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Johnson, Paul Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta;Gramedia Giddens, Anthony.2008. Social Theory Today. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 9. Ritzer, George dan Goodman, J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 10. Samuel Hanneman. 2010. Emile Durkheim: Riwayat Pemikiran, dan Warisan Bapak Sosiologi Modern. Depok: Kepik Ungu 11. Schroeder Ralph. 2002. Max Weber: tentang Hegemoni Sistem Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius 12. Suseno, FM. 2000. Pemikiran Karl Marx. Jakarta: Gramedia 13. Upe Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta:PT.Raja Grafindo 14. Weber Max. 2006. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar