Potensi Spirulinaplatensis Sebagai Imunostimulan

advertisement
PEMBAEIASAN
Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan
6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon
kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat dari meningkatnya total
leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik
serta adanya perbedaan tingkat
kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan uji tantang dengan Aeromonas
hydrophila, seperti yang disebutkan Sakai (1998) dan Hendrikson (2000) bahwa
Spirulina platensis berpotensi dalam meningkatkan sistem kekebalan beberapa
jenis hewan termasuk ikan.
Peningkatan kekebalan ikan patin dengan pemberian Spirulina platensis
lebih rendah dibandingkan dengan pemberian lipopolisakarida (LPS) yang
digunakan sebagai kontrol positif. Hal ini dimungkinkan karena lipopolisakarida
yang terkandung dalam Spirulina platensis masih lebih rendah dibanding dosis
lipopolisakarida yang digunakan dalam kontrol positif. Ikan yang tidak diberi
Spzrulina platensis sebagi kontrol negatif menunjukkan respon kekebalan paling
rendah dari semua perlakuan, ha1 ini diketahui dari nilai total leukosit paling
rendah dan tingkat mortalitas ikan mencapai 100% setelah uji tantang. Kondisi ini
membuktikan bahwa ikan yang tidak diberi Spirulina platemis tidak tejadi
stimulasi imunogenik yang cukup untuk merespon masuknya patogen dan
menghambat perkembangan infeksinya.
Total leukosit
rneningkat selama pemberian Spirulina platensis.
peningkatan ini sudah terlihat pada pengamatan hari ke-7 (Gambar 1). Sesuai
penjelasan Walczak (1985), bahwa perubahan jurnlah leukosit dapat diamati 7 hari
setelah pemaparan imunostimulan. Peningkatan total leukosit
hari ke-36
(pengarnatan hari ke-7 setelah uji tantang) rnerupakan pengaruh imunostimulan
dan adanya infeksi bakteri. Sesuai penjelasan Anderson dan Siwicki (1995) bahwa
peningkatnya total leukosit dapat terjadi karena adanya infeksi, stress ataupun
penyakit darah. Peningkatnya total leukosit pada ikan patin yang diberi Spirulina
platensis dapat digunakan sebagai suatu tanda rneningjcatnya sistem pertahanan
seluler ikan tersebut
Jenis leukosit ikan patin terdiri dari limfosit, monosit, netrofil dan
trornbosit. Ferguson (1989) menjelaskih bahwa selain keempat jenis leukosit
tersebut kadang-kadang dijumpai eosinofiI dan basofil, namun dari hasil
pemeriksaan clan identifikasi ulas darah ikan patin tidak 'ditemukan adanya
eosinofil dan basofil. Adanya peningkatan total leukosit dan jumlah jenis leukosit
karena adanya aktivitas pernbelahan sel. Hal ini dimungkinkan karena Spirulina
platensis mengandung Iipopolisakarida yang bersifat imunogenik. Rorstad et al.
(1993) dalam Alifiddin (1999) menyebutkan bahwa senyawa Iipopolisakarida
(LPS) bersifat imunogenik dan telah terbukti secara invitro dapat rneningkatkan
jumlah sel leukosit. Senyawa imunogenik akan mengaktifkan sel
pertahanan
untuk berdiferensiasi, rnenyebabkan tejadinya sintesa DNA pada sel limfosit
yang berakibat meningkatkan total Ieukosit danjumlah jenis leukosit.
Peningkatan dan penurunan jumlah netrofil dan monosit erat kaitannya
dengan perannya sebagai garis pertahanan ikan. Netrofil mernpunyai kej a yang
cepat namun tidak mampu bertahan lama karena mernpunyai cadangan energi
yang terbatas.
Hal ini diduga penyebab turunnya jumlah netrofil lebih besar
dibandingkan penurunan jumlah monosit setelah uji tantang dengan Aeromonas
hydrophila. Sebagai pengganti netrofil datam mernfagosit antigen, tubuh ikan
menghrtsilkan makrofag (monosit); aktivitas monosit bertahan lebih lama dan
mampu mengolah antigen sebagai persizpan proses tanggap kebal berikutnya.
Kondisi ini
menyebabkan meningkatnya jumlah monosit dan bertahan relatif
stabil setelah dilakukan uji tantang hingga akhir pengamatan.
Indeks fagositik merupakan manifestasi dari aktifitas fagositosis respon
seluler.
Respon seluler ini
dilakukan oleh sel-sel fagositik seperti monosit,
netrofil dan makrofag. Sel fagositik akan memfagosit benda asing atau bakteri
yang masuk ke dalam tubuh ikan meldui proses kemotaksis,
penelanan,
perlekatan,
dan pencemaan (Tizard 1988). Peningkatan nilai indeks fagositik
mengindikasikan terjadinya periingkatan aktifitas fagositosis pada ikan yang
diberi
S'irulina plafensis. Hal ini menunjukan bahwa ikan yang diberi Spirulina
platensis
mempunyai kemampuan pertahanan non-spesifik yang lebih besar
dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi S p i d i n a p l a t e m i s ( kontroI negatif).
Nilai indeks fagositik ikan patin meningkat diduga karena Spirulina platensis
mengandung lipopolisakarida yang akan dikenali set makrofag dan merangsang
makrofag untuk mengaktifkan limfosit T. Limfosit T akan memproduksi lebih
banyak interferon (limfokin) yang akan membentuk dan mengaktifkan rnakrofag
kembaii, sehingga kemarnpuannya memfagosit bahan asing meningkat. T-ya
nilai indeks fagositik setelah uji tantang (hari ke -36 dan hari ke-43)
dimungkinkan karena adanya beMeri patogen yang menyebabkan beban kerja sel
fagosit menjadi lebih besar, sehingga kemampuan memfhgosit bakteri menjadi
menurun. Selain itu juga terjadi karena jumlah sel netrofil yang aktif mengalami
penurnan.
.
Kondisi kesehatan ikan dapat juga diamati melalui pengukuran kadar
hematokrit (Anderson dan Siwiclu 1995). Kadar hematokrit selama pemaparan
Spiml~naplatemisberkisar antara 29.67
- 33.33%. Kisaran nilai ini
menunjukan
kondisi ikan cukup baik, sesuai penjelasan Wedemeyer dan Yasutake (1977)
bahwa hematokrit ikan berkisar antara 24-43%. Tejadinya penurunan kadar
hematokrit pada pengamatan minggu pertama (hari ke-36) setelah diinfeksikan
dengan Aeromonas hydrophila disebabkan karena meluasnya kerusakan sel dan
jaringan oleh produk ekstraseluler (ECP) yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut
BIaxhall (1972), nilai hematokrit cenderung menjadi rendah
apabila ikan
terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan. Peningkatan nilai hematokrit
tejadi iagi pada akhir pengamam karena kondisi ikan telah membaik.
Setelah dilakukan uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila
dengan kepadatan bakteri 10' cfu/ml terlihat adanya melanisasi pada bekas
penyuntikan dan timbulnya hiperemi kemudian berkembang menjadi nekrosis
yang akhirnya terbentuk ulser.
Timbulnya hiperemi pada pmgkal sirip ekor,
dada, dan perut menunjukkan terjadinya mobilisasi leukosit ke jaringan tempat
berkembangnya patogen. Leukosit yang berfungsi sebagai pertahan non-spesifik
akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen melalui proses fagositosis pada
jaringan. Timbunya nekrosis dan ulser karena adanya substansi ekstraseluler
bakteri seperti protease dan sitotoksin yang dapat menghidrolisa clan melisis
jaringan inang. Seperti yang disebutkan Huizinga dan Brenden (1986) bahwa
nekrosis dapat timbul akibat aktifitas enzim protease. Enzim ini akan memecah
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga akan merusak
struktur daging ikan yang sebagian besar terdiri dari protein.
Diantara variasi perlakuan Spirulina platensis yang telah dicobakan,
tingkat kelangsungan hidup ikan pemberian 4% lebih baik dari 6% pada
pemberian
diskontinyu dengan nilai masing-masing adalah 76.6% dan 73.3%,
sedangkan pada pemberian
4% dan 6% secara kontinyu diperoleh nilai
kelangsungan hidup ikan yang sama (66.7%). Tingkat kelangsungan hidup ikan
uji
berkaitan dengan waktu dan dosis yang diberikan. Pemberian dosis yang
tinggi dan waktu yang lama dapat menyebabkan penekanan mekanisme
pertahanan, sebaliknya pernberian dosis rendah dan waktu yang singkat menjadi
tidak efektif. Hal ini diduga karena pada konsentrasi tinggi LPS bersifat toksik
seperti yang dijelaskan oIeh Hannesse dan Bakeer (1997), bahwa penggunaan
preparat LPS sebagai terapeutik dibatasi oleh toksisitasnya. Jawetz et al. (1982)
juga menjelaskan bahwa lipopolisakarida rnerupakan endotoksin yang terdiri dari
3 bagian yaitu lipid A, polisakarida inti dan polisakarida 0 (antigen 0).Diantara
ketiga bagian ini lipid A bersifat toksik sedangkan polisakarida inti clan
polisakarida 0 merupakan antigen permukaan yang mampu menginduksi
kekebalan. Berdasarkan ha1 tersebut, bahwa toksisitas LPS &lam konsentrasi
rendah &pat ditolelir tubuh dan yang bekeja adalah sifat imunogeniknya.
Sebaliknya bila konsentrasi sifat toksik dari lipid A akan muncul dan
mempengaruhi kekebalan tubuh ikan.
Melihat adanya perbedaan tingkat respon kekebalan ikan yang diberi
Spirulina platensis, maka penentuan dosis dan Lama waktu pemberian yang tepat
menentukan keberhasilan dalam memicu kekebalan, khususnya kekebalan nonspesifik ikan. Adanya kekebalan non-spesifik yang mantap akan berguna bagi
pencegahan penyakit infeksi.
Download