BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatkatnya arus perdagangan dunia telah menjadi isu sentral ekonomi internasional, setidaknya Paul Krugman telah mencoba memaparkan bahwa perdagangan dunia tidak pernah sepenting sekarang, dan di abad 21, tiap negara semakin saling terkait melalui perdagangan barang dan jasa, gerak uang, dan investasi. Fenomena ini semakin menarik perhatian peneliti untuk memahami peranan dunia usaha di dalam perdagangan internasional, di tambah masa pasca reformasi ketika keterlibatan daerah semakin aktif dan peranannya semakin besar, peneliti merasa perlu mengetahui sejauh ini perkembangan dunia usaha di daerah dalam menyikapi dunia yang semakin kompetitif karena arus perdagangan antar negara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun (BPS, 2015). Sejauh ini, bagi daerah yang ingin membangun perekonomiannya yang terintegrasi secara nasional dan internasional memiliki beberapa hambatan, salah satu hambatan itu adalah lemahnya koordinasi antar sesama birokrat (karena egosektoral dan ego wilayah) dan antar birokrat dengan pihak swasta (track-three diplomacy), yang disebabkan karena regulasi yang tumpang tindih, infrastruktur yang belum memadai untuk aktivitas perekonomian dan masih kurang dilibatkannya stake-holders/non-pemerintah di dalam proses pengambil kebijakan terkait perdagangan internasional, padahal pihak non-pemerintah adalah aktor utama di dalam perdagangan internasional, mengingat negara hanya memiliki fungsi regulasi, bukan pelaksana kegiatan. Karenanya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait peranan pelaku usaha di daerah, dalam hal ini Kadin Kaltim sebagai diplomat perdagangan karena semakin menguatnya peranan aktor non-negara terkait hubungan perdagangan dan bisnis antar negara, dan fakta lemahnya perkembangan di daerah dalam memanfaatkan peluang yang besar dari perdagangan internasional telah membuat penulis terdorong melakukan telaah terkait hal ini. Kadin yang selama ini di anggap merupakan organisasi yang menjadi payung bagi dunia usaha Indonesia. Berdasarkan UU No.1 tahun 1987, sehingga 1 menjadi satu-satunya organisasi yang mewadahi para pengusaha Indonesia dan memiliki landasan operasional kegiatan yang berpedoman pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Kadin yang disahkan terakhir dengan Keppres No. 17 Tahun 2010. Prakarsa pendirian Kadin tidak bisa di lepaskan dari peran Pemerintah untuk memudahkan koordinasi kepentingan ekonomi nasional dan daerah antara kelompok elite penguasa (birokrat) dengan pelaku ekonomi, hal ini sesuai dengan perkembangan yang sudah lama terjadi di AS, di mana pendirian Commercial Chamber tidak bisa di lepaskan dari kepentingan birokrat dan pengusaha terkait perdagangan internasional (Richard Werking, 1978: 322-341). Kadin yang berfungsi sebagai organisasi yang secara khusus dan legal mewadahi pelaku usaha di Indonesia, membuat penulis merasa perlu untuk memahami keterlibatan Kadin sebagai diplomat perdagangan internasional pada level daerah, dalam hal ini Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Kaltim, yang di harapkan keberadaannya mampu mengintegrasikan koordinasi antara pelaku usaha pada level daerah dengan partner dagang dari negara lain sebagai upaya mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan dan mendorong transaksi ekonomi-bisnis di daerah yang secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara secara nasional. Adapun inisiasi dan peranan Kadin Kaltim yang telah lakukan secara garis besar antara lain keterlibatan di kerjasama bilataeral di Sosek-Malindo, kerjasama sama di kawasan The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), atau kerjasama ekonomi sub-regional (KESR) negara-negara ASEAN di kawasan timur, dan Kadin Kaltim dilibatkan sebagai bagian dari perwakilan Kalimantan Timur (selain Pemerintah Daerah tingkat 1 dan 2) yang menjadi aktor ketiga (track-three diplomacy) yang mewakili pelaku usaha dagang, bisnis dan investasi. Kadin Kaltim sendiri memiliki bidang dan perwakilan sendiri di BIMP-EAGA, yaitu Kadin kepala bidang luar negeri yang menjadi Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean Committee Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business Council (BEBC) sejak tahun 1997, KESR BIMP-EAGA sendiri berlaku resmi di Kaltim sudah selama 18 tahun, setelah dikeluarkannya SK Gubernur Kaltim no 2 206 tahun 1995 (Sekretariat BIMP-EAGA Kaltim, 2015: 4-5). Selain itu, Kadin Kaltim juga terlibat aktif di dalam sosialisasi pemerintah terkait kerjasama ekonomi antar negara yang meliputi sosialisasi regulasi aturan perdagangan di negara lain maupun dari Indonesia ke luar, kemudian menjadi fasilitator dan advokasi bagi dunia usaha, serta pembinaan dan pelatihan anggota melalui kegiatan kerjasama dengan Uni Eropa yaitu Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate Programme, yang dikenal sebagai ACTIVE (Kadin-Indonesia, 2015). Keterlibatan Kadin yang semakin meningkat sebagai aktor non-negara (Richard A. Higgot, 2000) tak terlepas dari sebuah sistem demokrasi yang Indonesia anut, serta keterlibatan Indonesia di dalam ekonomi internasional yang semakin aktif, menuntut Indonesia untuk lebih mampu menjawab tantangan yang semakin bertambah serta melibatkan banyak pihak, salah satunya yaitu stakeholders (kelompok-kelompok) yang berkepentingan di ekonomi- perdagangan (Alexander Chandra and Lutfiyah Hanim, 2010). Melihat hal ini, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait perkembangan diplomasi perdagangan sebagai bentuk track-two diplomacy dan digandengnya dalam bentuk peranan kamar dagang Indonesia (Kadin), dalam hal ini adalah Kadin Kalimantan Timur yang telah melakukan proses diplomasi perdagangan ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam hal ini peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Apa kontribusi yang sudah diberikan oleh KADIN Kaltim sebagai aktor nonnegara ?”. 1.3 Batasan Masalah Agar pembahasan lebih terfokus pada permasalahan, maka penulis memberikan batasan pada tesis ini. Secara umum, peneliti akan fokus pada permasalahan Peran Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dalam hal ini Kadin Kalimantan Timur sebagai aktor non-negara (pemerintah) setelah memasuki era 3 reformasi. Selain pembuktian pada tataran aplikasi teori, peneliti juga membatasi permasalahan pada bukti empiris; keterlibatan Kadin sebagai bagian dari diplomasi komersial. 1.4 Literature Review Hakikat dari penelitian ilmiah adalah untuk membuka tabir kegelapan agar menjadi terang dan lebih jelas atas fenomena atau obyek tertentu berdasarkan suatu parameter ilmiah, maka aktivitas penelitian tidak terhindar dari proses tesis, antithesis, maupun sintesis. Kajian pustaka pada intinya mengandung makna aktivitas peneliti untuk berdialog secara kritis dengan pendapat pihak lain. Dengan kajian pustaka berarti kapasitas peneliti akan berhadapan dengan konsep-konsep yang terlebih dulu ada. Kajian pustaka dilakukan secara selektif terhadap tema yang secara substansial relevan dengan kajian yang sedang dilakukan.1 Terdapat beberapa tulisan terdahulu yang secara substansial memiliki relevansi dengan penelitian ini dan dianggap dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang signifikan dalam proses penulisan. Pertama Penelitian mengenai peranan dan perkembangan arah KADIN sebelumnya pernah dilakukan oleh Hardono dengan judul “KADIN di tengah arus perubahan”, buku ini diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2012 yang secara singkat membahas sejarah pendirian, perkembangan dan transformasi KADIN dari era Orde Baru hingga ke era Reformasi sekarang. Penelitian oleh Hardono yang diawali dari tesis program pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2011, yang merupakan pelaku bisnis ekspor-impor dan mantan ketua KADIN kota Solo (2002-2012) dan saat ini masih menjabat sebagai wakil ketua KADIN provinsi Jawa Tengah (2012-2017). Awal dari penelitiannya terkait pendirian dari KADIN secara legal formal sesuai UU No 1/1987, dan AD/ART KADIN dikukuhkan dengan Keputusan Presiden No 49/1973. Menurut Hardiono (Hardiono et al., 2012), tujuan awal pendirian KADIN di 1IrawatiSingarimbun,MetodePenelitianSosial,LP3ES,Jakarta,1989,hal.70-71 4 era Orde Baru adalah menjadi mitra pemerintah, dan senantiasa dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program-program ekonomi yang dikehendaki oleh pemerintah, walaupun KADIN tidak memiliki payung hukum untuk memberikan sanksi hukum, namun pada era Orde Baru keberadaan KADIN begitu penting dan berpengaruh karena memiliki kedekatan dengan para penguasa. Keberadaan KADIN begitu kuat di era Orde Baru karena menjadi kepanjangan tangan dari penguasa untuk membuat pelaku bisnis agar tetap dalam kontrol dan visi-misi pemerintah. Posisi KADIN yang begitu kuat dan berpengaruh, membuat kalangan pebisnis berusaha menjadi anggota KADIN agar bisa mendapatkan akses usaha dari pemerintah, pada masa Orde Baru demokrasi masih belum sepenuhnya berjalan dan politik kekuasaan dijalankan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang membuat keberadaan KADIN semakin mapan. Dan bahkan, aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan keberadaan KADIN tidak dipersoalkan, bahkan otoritas-otoritas istimewa diberikan kepada anggota KADIN sebagai kepanjangan tangan dari penguasa di era Orde Baru. Namun kondisi mapan (yang semu) pada KADIN ini mulai mengalami perubahan seiring terjadinya desakan mahasiswa dan rakyat untuk meruntuhkan kekuasaan Orde Baru yang kemudian beralih menjadi era Reformasi yang menuntut adanya perubahan kondisi ekopolsosbud dan berpengaruh pula terhadap kekuatan pengaruh serta kontribusi dari KADIN itu sendiri (2012). Hardiono berpendapat bahwa organisasi seperti KADIN juga dimiliki oleh hampir tiap negara, dan keberadaannya pun memang tak bisa dipisahkan sebagai mitra dari pemerintah untuk membangun dan menggerakan roda perekonomian negara, KADIN memiliki fungsi sebagai salah satu aktor penting pembangunan yang mewakili kalangan pengusaha. Keberadaan kamar dagang dan industri seperti KADIN juga dimiliki oleh berbagai negara lain, yang diperuntukkan untuk mewakili aspirasi para pelaku usaha, dan menurut Hardiono (2012) fungsi KADIN juga memiliki peranan tambahan sebagai pengontrol terhadap kebijakan pemerintah, baik berupa kritik atas kebijakan pemerintah yang merugikan dunia usaha, maupun dalam bentuk lobi-lobi tingkat tinggi yang ditempuh oleh KADIN demi meloloskan kebijakan 5 yang berpihak pada pengusaha dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. Penelitian Hardiono menunjukkan bahwa ada trend berbeda antara KADIN dimasa Orde Baru dan dimasa Era Reformasi, pada masa Orde Baru KADIN tidak sepenuhnya membawa aspirasi pengusaha, karena KADIN dikendalikan oleh segelintir pengusaha untuk mengikuti kemauan segelintir penguasa. Dan hal inilah yang membedakan KADIN dimasa Orde Baru dengan kamar dagang dari negara lain, pada masa Orde Baru KADIN hanya menjadi kepanjangan tangan dari penguasa dan tidak sepenuhnya berorientasi pada pengusaha dan rakyat. Sedangkan pada era Reformasi, Harianto (2012) berpendapat bahwa tumbangnya kekuasaan Orde Baru, juga ikut ‘menumbangkan’ pengaruh KADIN yang selama ini memiliki pengaruh kuat karena memiliki kedekatan dengan penguasa, namun berubah ketika perlindungan dan relasi dengan penguasa tidak lagi terjadi, dan payung hukum yang dimiliki oleh KADIN pun dianggap tidak memiliki daya ikat yang kuat karena tidak adanya sanksi kepada kalangan pengusaha yang tidak menginduk ke KADIN, serta kurang dilibatkannya KADIN dalam pembangunan ekonomi oleh Pemerintah pusat dan daerah karena adanya perbedaan pandangan dan kepentingan politik, sehingga banyak kalangan pengusaha yang lebih memiliki aktif di partai politik untuk meraih koneksi bisnis. Fenomena tersebut, membuat kondisi KADIN saat ini terbagi menjadi dua kelompok, pertama adalah kelompok konservatif yang menginginkan kembalinya kejayaan KADIN seperti era Orde Baru dengan memiliki kedekatan dan dukungan mutlak dari pemerintah walau terikat dengan kepentingan penguasa, dan kedua adalah kelompok progresif (moderat) yang menyadari akan terjadinya perubahan jaman yang semakin terbuka, demokrasi dan profesional. Kalangan progresif menginginkan KADIN memiliki pengaruh yang kuat bukan karena kedekatan dengan penguasa, melainkan profesionalitas kinerja KADIN dengan tetap menjaga otonomi dan kemandirian tanpa harus menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan penguasa. Sehingga eksistensi KADIN tetap diperlukan oleh pemerintah dan masyarakat bukan karena kolusi dengan penguasa, melainkan profesionalitas kinerja dari KADIN itu sendiri, makanya perlu untuk melakukan 6 revitalisasi yang menyangkut redefinisi, reformasi dan regulasi KADIN itu sendiri, walau masih terdapat tekanan dari kalangan konservatif. Kemudian kedua, dari penelitian Richard Hume Werking dengan judul Bureaucrats, Businessmen, and Foreign Trade: The Origins of the United States Chamber of Commerce (Richard H. Werking, 1978), yang membahas perihal perubahan yang cepat dalam hubungan antara pebisnis dan pemerintah dalam sejarah Amerika Serikat, yang membawa keinginan untuk meningkatkan pertukaran ide-ide dan informasi, khususnya untuk pembentukan sebuah organisasi nasional yang akan memfasilitasi hubungan antara kalangan pebisnis dan pemerintah. Dan hal ini telah dilihat hampir secara keseluruhan sebagai hasil dari upaya pengusaha untuk mendirikan kamar dagang (commerce), Profesor Werking menunjukkan bahwa peranan birokrat pemerintah, terutama di Departemen Perdagangan dan Tenaga Kerja, yang, dengan dukungan Sekretaris dan Gedung Putih, menjadi faktor penentu dalam kelahiran Kamar Dagang di AS. Pendirian dan aktivitas kamar dagang AS telah menjadi sebuah peristiwa yang berharga dan langgeng. Hal ini telah lama diimpikan oleh para pengusaha yang berpikir bahwa sebelumnya pemerintah nasional dan komunitas bisnis, keduanya terjebak pada kondisi yang gelap dan meraba-raba. Kemudian setelah berdirinya kamar dagang AS, ternyata terbukti mampu mengatasi kesulitan di perdagangan ke luar negeri dan isu-isu ekonomi lainnya. Selain itu melalui sistem US Chamber, pemerintah AS bisa membaca sikap dan keinginan yang dibutuhkan oleh kalangan pengusaha nasional, Sehingga, pejabat pemerintah diharapkan mampu memberikan informasi dan memobilisasi pekerjanya untuk mengatasi masalah yang dianggap penting di bidang perdagangan. Dan semenjak berdirinya US Commerce telah terbentuk sebuah ruang komunikasi pebisnis nasional (dan lokal), terutama karena beberapa pejabat pemerintah telah melihat di dalamnya sebuah jawaban untuk menjawab kebutuhan nasional, institusional dan politik. Proses perkembangan kamar dagang di AS yang melibatkan hubungan erat antara pebisnis dan pemerintah juga terjadi di Indonesia dalam konteks 7 pembentukan Kadin sebagai lembaga resmi yang menghimpun pelaku usaha dengan arahan dan kerjasama dengan pemerintah untuk mendorong akselerasi perekonomian nasional, dalam hal ini meningkatkan arus perdagangan ke luar negeri, yang sedikit banyak sudah dijalankan oleh Kadin. Ketiga merupakan penelitian dari Dominic Kelly dengan judul The Business of Diplomacy: The International Chamber of Commerce meets the United Nations (Dominic perkembangan Kamar Kelly: Dagang 2001), tulisan Internasional ini membahas merupakan bentuk terkait dari perkembangan diplomasi yang menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tradisional diplomasi tidak menurun tetapi mengalami proses transformasi yang melibatkan propagasi mekanisme baru, proses dan norma-norma. Dan transformasi diplomasi ini tidak hanya dilakukan oleh negara tetapi juga oleh lembaga-lembaga multilateral, organisasi non-pemerintah, perusahaan dan perwakilan masyarakat sipil lainnya (non-state actors). Penelitian Dominic Kelly selaras dengan penelitian yang juga penulis analisis terkait perkembangan diplomasi yang sebelumnya hanya didominasi oleh aktor negara menjadi multi-jalur dengan melibatkan banyak aktor lain, terutama dari kelompok pebisnis. Perkembangan ini didasari dari kondisi globalisasi kegiatan ekonomi, proses dimana perubahan ini telah membuka relasi dalam serangkaian aktor terpisah secara kumulatif, yang memunculkan bentuk dan ruang lingkup pola interaksi diplomatik. Jadi, penelitian ini menunjukkan perubahan fungsional dalam kerja organisasi negara, internasional dan multilateral, dan organisasi non-pemerintah karena merupakan bentuk reflektif meningkatnya kesadaran dari kompleksnya hubungan ekonomi global yang harus dijawab. Dan Kadin Kaltim sebagai studi kasus peneliti kali ini selaras dengan perkembangan aktor hubungan internasional non-negara yang juga memiliki hubungan dengan aktor hubungan internasional lain seperti dengan pihak Pemerintah dan Kamar Dagang Malaysia (Sosek-Malindo), ASEAN (BIMP-EAGA) dan Uni Eropa (Active Programme). Keempat merupakan penelitian dari T. C. Fraser yang berjudul Chambers of Commerce and Trade Associations (T. C. Fraser: 1973), penelitian ini 8 mengupas Kamar Dagang dan Asosiasi Dagang di Inggris yang banyak melibatkan pihak Pemerintah dan Kamar Dagang level daerah, dalam penelitian Fraser menjelaskan bahwa Kamar Dagang haruslah mewakili kepentingan industri serta perdagangan di level daerah, yang menjadikan pelaku ekonomi di daerah sebagai mayoritas anggota mereka, dengan membentuk Kamar Dagang Daerah. Adapun tugas Kamar dagang daerah yang pertama adalah untuk mengarahkan tendensi kepentingan yang terlibat bisnis pada bidang tertentu untuk hadir bersama dari waktu ke waktu dan bertukar pandangan dan informasi, dan mendiskusikan kepentingan bersama, dan mengambil keputusan yang mewakili kebutuhan kepentingan bersama di tataran lokal dan masyarakat kemudian pemerintahan nasional di dalam negeri dan pemerintahan asing. Kedua adalah menyetarakan tendensi gesekan kepentingan untuk anggota yang terlibat dibidang produksi dan perdagangan yang sama untuk kemudian bersama-sama saling bertukar pandangan terkait permasalahan yang mereka hadapi, antara lain untuk memahami manifestasi kepentingan lokal dan kepentingan industri dan perdagangan di bidang tertentu, agar bisa bersama-sama merumuskan kebijakan yang diharapkan akan mengakselerasi potensi ekonomi dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menjadi acuan penulis untuk memahami interaksi Kadin Kaltim sebagai pihak Kadin daerah dalam interaksinya dengan aktor hubungan internasional yang lain. 1.5 Kerangka Teori dan Konseptual Bagian ini menguraikan beberapa teori dan konsep yang merangkai pemahaman, maksud dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam memahami peranan Kadin Kaltim sebagai diplomat komersial (perdagangan), peneliti menggunakan diplomasi multi-jalur (multi-track diplomacy) yang merupakan pendekatan diplomasi paling baru yang membentuk hubungan antar negara, utamanya dalam hal ini yang digunakan oleh peneliti adalah track-three diplomacy/business diplomacy. Selain itu, peneliti juga menggunakan beberapa konsep teknis dari diplomat perdagangan, seperti fungsi dan kerja diplomat komersial (perdagangan), utamanya di dalam menjelaskan dan membentuk Kadin 9 Kaltim sebagai aktor perdagangan internasional. 1.5.1 Diplomasi Multijalur (Track-Three Diplomacy) Hart dan Spero (2009) menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi tidak lagi terdikotomikan untuk memisahkan peranan negara atau swasta/individu dalam pembangunan, dalam banyak model kita bisa melihat di asia timur dengan developmental state nya atau di amerika selatan dengan pink tide nya dimana negara bisa menjadi aktor kapital yang mendorong pembangunan perekonomian, dalam hal ini peran negara dan swasta semakin tidak bisa dipisahkan. Terkait sintesa, penulis setuju dengan pandangan Anthony Giddens (Giddens, 1998: 64-69) bahwa tatanan dunia akan semakin integralistik, dimana batasan-batasan baik itu pada tataran pengetahuan dan ideologi memiliki kesaling keterkaitan satu sama lain, tak terkecuali pada ranah perdagangan dan dan diplomasi, sintesa ini terus berlanjut hampir pada semua ranah, dulu ekonomi dan politik terpisah sekarang menjadi ekonomi-politik, hard power dan soft power sekarang menjadi smart power dan juga track one diplomacy dan track two diplomacy menjadi twin track diplomacy. Kejadian ini menandakan bahwa peran negara dan bukan negara seperti swasta/individu atau buruh dan pemodal tak lagi bisa dipisahkan atau bahkan dibenturkan, melainkan harus diharmoniskan dan direlasikan dengan baik agar mampu menciptakan bentuk perdagangan dan pembangunan yang sempurna dan pertumbuhannya melibatkan semua pihak dan akhirnya bisa berdampak bagi semua pihak. Diplomasi ini sendiri adalah pengembangan dan pelaksanaan kebijakan luar negeri pemerintah dari sebuah negeri yang berdaulat (sovereignity-state) yang kemudian disempurnakan oleh Harold Nicolson yang menjelaskan bahwa diplomasi adalah manajemen hubungan internasional melalui negosiasi antara Negara/entitas/aktor Hubungan Internasional (Drinkwater, 2005) sedangkan arti negosiasi sendiri adalah proses diskusi antara dua atau lebih perwakilan Negara yang bertujuan untuk mendesain dan membuat kesepakatan terkait permasalahan dan perhatian bersama yang mereka hadapi (G.R. Berridge, 2004) dan kunci dari 10 negosiasi adalah komunikasi yang menurut Harold Lasswell komunikasi adalah “siapa mengatakan apa kepada siapa dengan jalur apa dengan dampak yang bagaimana” dan bertujuan politik yaitu “siapa dapat apa, kapan dan bagaimana” (Ascher and Hirschfelder-Ascher, 1990), dan pada awalnya praktek diplomasi hanya dipegang oleh aktor Negara dan bersifat terutup dan rahasia, sampai perkembangan pengetahuan dan interaksi hubungan internasional mempengaruhi praktek diplomasi di era kontemporer. Terkhusus di dalam Praktek diplomasi mengalami perubahan dan perkembangan paradigma dari yang sebelumnya tertutup dan sangat rahasia menjadi diplomasi yang terbuka setelah dipengaruhi oleh era demokrasi yang meminta transparansi pemerintah diruang publik (Harold Nicolson, 1963). Selain itu perkembangan diplomasi juga dipengaruhi dari pola hubungan internasional yang ditandai semakin banyaknya negara-negara modern yang lahir dan terlibat hubungan luar negeri dengan negara lain yang menandai era-interdependensi dan juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang semakin mempermudah arus komunikasi antar negara yang pada akhirnya mempermudah interaksi manusia antar negara yang secara tidak langsung menambah aktor-aktor hubungan internasional yang juga turut merubah tatanan diplomasi (Jean-Robert LegueyFeilleux, 2009). Pola diplomasi pun berkembang dari yang sebelumnya track-one diplomacy dimana diplomasi hanya dilakukan oleh aktor negara kemudian menjadi tracktwo/multi-track diplomacy (citizen diplomacy) dimana aktor-aktor diplomasi semakin meluas kepada aktor-aktor bukan Negara dimana tiap-tiap individu yang terlibat di dalam sebuah wacana hubungan internasional terlibat di dalamnya dan kemudian berkembang lagi menjadi twin-track diplomacy yaitu negosiasi yang dilakukan oleh 2 aktor yang berbeda tapi saling berkoordinasi dan berkerja sama karena tujuan yang sama dan era ini menandai lahirnya era multi-track diplomacy atau diplomasi dengan beragam aktor dan tujuan (G.R. Berridge,2004), dan yang memiliki peranan besar di dalam perkembangan diplomasi adalah terkait perkembangan ruang lingkup yang dibahasnya, yaitu dari permasalahan politik ke ekonomi, dan salah satunya adalah perdagangan internasional. 11 Diplomasi perdagangan (commercial diplomacy), menitik beratkan aktor nya kepada para pebisnis (dalam hal ini adalah Kadin Kaltim) (Louise Diamond and John McDonald, 1996: 52-56), peranan aktor pebisnis dikategorikan kedalam lajur ketiga, yang memiliki peran sebagai agen diplomat yang tidak semata untuk keuntungan, melainkan juga untuk menciptakan jalan komunikasi dan aksi kerjasama antar negara yang bermanfaat untuk semua aktor, dan dari segi ruang aktifitasnya aktor pebisnis dianggap memiliki hubungan diplomasi antar negara yang terbaik, karena intensitas yang tinggi dan hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain. Ruang kerja dari aktor pebisnis sendiri ada dalam bentuk individu maupun komunitas, dalam hal ini adalah kamar dagang (chamber of commerce), bentuk kegiatannya sendiri selain kepentingan ekonomi-bisnis, juga mendukung promosi perdamaian dan pelatihan atau pendidikan kepada para aktor pebisnis sebagai agen diplomat yang bertujuan menggunakan perdagangan sebagai alat pembuat kebijakan politik antar negara. Fungsi Kadin Kaltim sebagai aktor hubungan internasional dan diplomat komersial sejauh penelitian dan wawancara (kuesioner) dengan pihak Kadin Kaltim, yaitu Drs Sayid Irwan M. Hum (2015), yang merupakan ketua bidang hubungan internasional, merangkap ketua persiapan Kadin Kaltara (Kalimantan Utara) dan Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean Committee Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business Council (BEBC), menjelaskan bahwa peran Kadin Kaltim selama ini sudah aktif dan cukup besar, apalagi di tambah political will dari pemerintah yang selalu melibatkan keterlibatan Kadin Kaltim di dalam kerjasama dagang dan investasi antar negara, adapun kegiatan yang sudah dilakukan antara lain seperti kesepakatan BIMP-EAGA, dimana Kadin Kaltim menjadi partner utama pemerintah untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan negara yang langsung berbatasan, yakni Malaysia (Tawau dan Sabah). Selain itu, Kadin Kaltim juga aktif di dalam perumusan kebijakan luar negeri pemerintah dalam menghadapi agenda kawasan seperti masyarakat ekonomi Asean pada tahun 2015, antara lain pembuatan blueprint bentuk konkrit 12 kerjasama ekonomi Asean, yang meliputi pembahasan single window, FTZA (zero tariff), dan berujung dengan terciptanya mutual agreement diantara negara yang bersepakat. Kadin Kaltim memiliki peranan yang besar tak bisa dipisahkan karena Kadin secara resmi adalah lembaga yang memayungi semua pelaku usaha, sehingga menjadi pelaku utama di dalam kerjasama ekonomi, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai regulator (perijinan) yang berperan mengatur dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi, hal ini seiring dengan pendapat Hairul Anwar, SE., MA. (Sekretaris Dewan Pakar Kadin dan sekaligus staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, hasil wawancara pada tanggal 4 Januari 2016) yang menjelaskan bahwa ketika terjadi MoU kerjsama ekonomi antar negara, kepala negara dan daerah (Gubernur) hanya menyaksikan, sedangkan yang menandatangani adalah Chamber antar negara, dalam hal ini adalah pihak Kadin. 1.5.2 Commercial Diplomat (Diplomat Perdagangan) Michel kostecki dan Oliver Naray (2007: 1-42) mengidentifikasi ada 3 aktor penting yaitu sebagai diplomat perdagangan yaitu aparat pemerintah, generalist (seorang yang ahli dibanyak bidang), dan pendorong perbisnisan. Menurut Michel Kostecki dan Oliver Naray diplomasi komersial telah berkontribusi di dalam perdagangan internasional dan perkongsian antar perusahaan, juga sebagai bagian dari resolusi konflik di dalam bisnis dan menjadi marketing bagi sebuah negara untuk menjadi tujuan foreign direct investment, aktifitas R&D (Research & Development) dan mempromosikan negara sebagai tujuan investasi ekonomi. Diplomasi komersial di deskripsikan sebagai instrument utama di dalam kebijakan luar negeri yang terkait dengan manajemen hubungan eksternal dari sebuah negara dengan cara berkomunikasi dengan otoritas luar negeri dan juga kepada pihak swasta serta masyarakatnya, melalui proses negosiasi dan jaringan. Aktivitas diplomasi komersial memiliki beberapa level cakupan: • Level internasional yang meliputi hubungan bilateral, regional dan multilateral • Level domestik, contohnya hubungan antara hubungan antar departemen 13 pemerintah, PNS, parlemen/DPR, LSM/NGOs, organisasi pengusaha, perusahaan dan sebagainya. Michel Kostecki dan Olivier Naray mengkategorikan diplomat perdagangan kedalam beberapa bentuk jabatan seperti ‘konselor perdagangan’, ‘atase perdagangan’, ‘perwakilan dagang’, dan sebagainya. Term dari diplomasi komersial sendiri meliputi 2 bentuk aktivitas yang berbeda; aktivitas pertama adalah aktivitas yang terkait dengan pembuatan kebijakan dagang seperti negosiasi dagang multilateral, konsultasi dagang dan penyelesaian sengketa. Dan Aktivitas kedua adalah aktivitas untuk mendukung jalannya bisnis. Kategori pertama terkait dengan diplomasi perdagangan/trade diplomacy dan didesain untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri pemerintah dan mengatur kebijakan yang mempengaruhi investasi dan perdagangan global, sedangkan penelitian ini sendiri lebih memfokuskan perhatiannya kepada bentuk yang kedua yaitu diplomasi komersial / commercial diplomacy, yakni peran Kadin Kaltim. Namun berdasarkan penjelaskan Michel Kostecki dan Oliver Naray, aktor diplomat komersial hanya merupakan jasa pelayanan yang dibentuk oleh pemerintah untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pelaku usaha baik di skala nasional maupun internsional, sedangkan berdasarkan pengamatan penulis, di Indonesia memiliki ciri khasnya sendiri dengan diplomat komersial dalam hal ini adalah Kadin yang merupakan bentukan dari Pemerintah tapi memiliki otonomi tersendiri sebagai mitra kerja pemerintah dalam pembangunan perekonomian, Kadin dengan baik memposisikan dirinya sebagai stake holder yang tidak hanya mewakili kepentingan Pemerintah (baik itu Pusat dan Daerah) tapi juga swasta dan masyarakat. Dan hal ini sebenarnya sejalan dengan tujuan yang digambarkan oleh Michel Kosetecki dan Oliver Naray itu sendiri tentang peranan Diplomat Komersial, yaitu sebagai berikut: • Sebagai pendorong dan promotor bisnis antar negara • Sebagai pelayan pengusaha, masyarakat dan juga pemerintah • Sebagai fasilitator kepentingan bisnis dan ekonomi antar negara 14 • Sebagai generalist diplomat, atau diplomat yang ahli di berbagai bidang Terkait peranan sebagai diplomat komersial, Kadin Kaltim aktif dibeberapa agenda promosi potensi perdagangan Kaltim ke luar negeri, seperti workshop peningkatan pemanfaatan bantuan luar negeri dalam menunjang sektor perdagangan di daerah dan beberapa workshop lain diluar dan di dalam negeri (Kadin-Kaltim, 2008: 34-37), selain itu Kadin Kaltim juga memiliki keselarasan dengan teori teknis diplomat perdagangan itu sendiri, bahwa Kadin Kaltim selain bentukan dan utusan resmi dari pemerintah, juga aktif secara langsung dan otonom untuk melakukan hubungan dagang dengan pelaku bisnis diluar negeri, terutama untuk partner dagang tradisional Kaltim (bidang pertambangan, industri kimia, perkebunan dan perikanan). Selain itu, anggota Kadin Kaltim juga aktif di dalam pelatihan untuk peningkatan keahlian dan skill dalam menghadapi era pasar bebas, misalnya kegiatan pelatihan yang diadakan berkat kerjasama antara Kadin dengan Uni Eropa (ACTIVE) dalam hal ToT advokasi, yang melatih peserta untuk bisa memahami secara jelas dan tata cara pembuatan, dimana Kadin Kaltim terpilih sebagai peserta terbaik, adapun materi yang dilatih antara lain; • Policy Paper secara detail dan lengkap maupun secara sederhana • Teknik penyusunan materi verdal dalam advokasi • Trik dalam melakukan komunikasi kebijakan public dakan rangkaian kegiatan advokasi kebijakan • Manajemen secretariat • Teknik dan tata cara berkomunikasi dalam lobi 1.6 Argumen Utama Berangkat dari perspektif Diplomasi Multijalur yang digunakan oleh peneliti, peranan Kadin Kaltim selama ini sudah menjalankan fungsinya sebagai aktor non-negara, keterlibatan Kadin Kaltim di beberapa perjanjian internasional dalam skala bilateral, kawasan dan internasional merupakan bukti peranan Kadin Kaltim sebagai agen diplomat perdagangan yang sengaja dibentuk secara resmi oleh pemerintah dengan payung aturan undang-undang sebagai organisasi 15 pengusaha (korporat) yang menjadi tempat agregasi kepentingan pengusaha lokal dan nasional di kancah perdagangan internasional. Peran sebagai agen diplomat perdagangan yang telah dijalankan oleh Kadin Daerah, dalam hal ini Kaltim meliputi keterlibatan aktif di dalam kerjasama bilateral ekonomi Sosek-Malindo, di Kawasan (BIMP-EAGA) yang ditunjuk sebagai Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean Committee Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business Council (BEBS), sedangkan di level Internasional Kadin Kaltim melakukan kerjasama pelatihan dengan Uni Eropa. Fungsi Kadin Kaltim sendiri antara lain sebagai pihak yang mewakili kepentingan pengusaha lokal agar bisa menyampaikan aspirasi kepentingannya dan menjadi pertimbangan kebijakan klausul kerjasama yang akan diterapkan di level antar negara, seperti upaya penciptaan regulasi yang mendukung penumbuhkembangan kerjasama ekonomi sub-regional pada umumnya, terutama yang terkait dengan deregulasi dalam bidang fiskal dan moneter seperti melalui pemberian fasilitas ‘tax holiday’, dan beberapa upaya yang telah dan sedang dilakukan Pemerintah dengan pihak Kadin Kaltim. Upaya tersebut antara lain ditunjukkan seperti dalam pengkajian kemungkinan penghapusan hambatan (zero-tarrif/FTZA) bagi perdagangan lintas batas negara, penyederhanaan prosedur pemeriksanaan bea dan cukai (Customs/Single Window), serta pemberian kemudahan prosedural bagi para pelintas batas (Mutual Trade Agreement: Subsidy, Nurse and Tourism). Kadin Kaltim sendiri memiliki beberapa kekurangan, antara lain peranan Kadin saat ini masih sangat kecil, walau tetap ada sebagai fungsi diplomat komersial yakni: sosialisasi, mitra investasi dan fasilitator. Namun dirasa masih belum cukup besar, karena para pengusaha yang bernaung di Kadin Kaltim sendiri belum mampu untuk memenuhi permintaan yang besar dari pasar internasional, jadi sebagian besar neraca perdagangan Indonesia utamanya ke Malaysia masih dilakukan oleh pengusaha nasional yang bernaung di Kadin Pusat. Selain itu, kelemahan Kadin Kaltim utamanya ada di SDM, yakni keterbatasan pengetahuan mengenai aturan bisnis internasional dan bahasa asing, dan secara kelembagaan Kadin Kaltim masih lemah di data dan riset, sehingga 16 pihak Kadin (Chamber) asing kesulitan memperoleh data untuk memastikan kerjasama dengan pihak Kadin dan pengusaha Kaltim sendiri (dan ini dirasakan langsung oleh peneliti yang ketika berkunjung ke Kadin Kaltim tidak memiliki data yang lengkap terkait potensi komoditas dan industri yang dimiliki pengusaha yang bernaung dibawah payung Kadin Kaltim). Selain itu, dari data dan pendapat yang peneliti himpun dari beberapa sumber, didapati bahwa selama ini kerjasama rezim internasional seperti SosekMalindo tidak memiliki signifikansi keuntungan bagi Indonesia, malah selama ini terkesan banyak menguntungkan pihak Malaysia. Yakni dari kesenjangan ekonomi, infrastruktur, dan pergeseran tapal batas adalah potret masalah perbatasan Indonesia-Malaysia. Sehingga bisa disimpulkan bahwa efektivitas Kadin Kaltim di dalam fungsinya sebagai diplomat perdagangan masih lemah, walau sudah ada proses yang berjalan. 1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Fokus dan Lokus Penelitian Fokus penelitian ini mencakup bahasan tentang peran Kadin Kaltim sebagai aktor diplomat komersial, terutama dari hubungan dan kerjasama yang telah dilakukan selama ini. Sedangkan lokus penelitian lebih dikonsentrasikan pada pelaksanaan program-program diplomat komersial (perdagangan) yang dilakukan oleh oleh Kadin Kaltim sejauh ini, terutama di dalam ruang lingkup hubungan ekonomi Kaltim dengan partner dagang luar negeri. 1.7.2 Metode/Tipe Penelitian Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode Penelitian Kualitatif, metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara garis besar penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa yang pada saat penelitian dilakukan (Moleong, 2005: 3). 17 Metode ini menggunakan data-data yang relevan dengan untuk kemudian dijelaskan menggunakan kerangka konseptual yang ada untuk memperoleh kesimpulan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yakni data primer dan data sekunder. Adapun sumber data diperoleh melalui penulusuran narasumber langsung dan juga penulusuran dalam bentuk literatur/dokumentasi baik dalam bentuk buku, laporan, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Secara khusus ekspektasi yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih detail dan mendalam mengenai hasil dari pelaksanaan kesepakatan dan perkembangan terkini dari kondisi konkrit di lokasi penelitian. Oleh karena itu, aktivitas keilmuan yang dilakukan oleh penulis dalam proses penelitian ini termasuk dalam kerangka penelitian lapangan (field research) (Wolfer, 2007: 334). Lebih lanjut berdasarkan permasalahan yang ingin dianalisis, maka penelitian ini termasuk dalam kategori explanatory research, yang dirancang untuk menjelaskan hubungan kausalitas beberapa variabel dalam masalah penelitian. Pengumpulan data akan dilakukan melalui metode-metode sebagai berikut: a. Studi Analisa Data Penulusuran Informasi data primer yang diperoleh dari narasumber yang relevan dan terpercaya baik melalui penelitian lapangan maupun telaah literatur, serta mengumpulkan data-data sekunder yang berasal dari beragam literatur seperti buku, jurnal, dokumen ataupun rilis media sebagai data penunjang. Mempelajari bahan-bahan hasil wawancara maupun data-data tertulis, browsing dan data via internet dan juga mencermati masalah-masalah terkini yang berakitan dengan penelitian ini. b. Analisis Isi Analisis data bersifat deskritif-kualitatif dan evaluatif. Data yang telah diperoleh dari dokumen-dokumen akan dianalisis secara cermat dan mendalam. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam menganalisis isi lebih memperhatikan sebab akibat dari berbagai variable yang saling mempengaruhi. 18 c. Sasaran Penelitian Bukti atau data untuk keperluan penelitian berasal dari beragam sumber yaitu bukti dokumentasi yang mencakup surat, memorandum, laporan-laporan atau catatan tertulis peristiwa dan dokumen-dokumen administratif seperti proposal, laporan kemajuan dan dokumen-dokumen internal lainnya. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari empat bagian dengan sistematika penulisan yang diawali dengan Bab I, berisikan hal-hal yang melatarbelakangi pelaksanaan penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah yang menjadi fokus utama untuk dijawab dalam penelitian ini, argumen utama, metodologi penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II membahas kondisi perekonomian Kalimantan Timur. Diawali dari penjelasan dan analisis mengenai berbagai faktor kompetitif yang mempengaruhi daya saing ekspor Kaltim di pasar global yang dikonsentrasikan pada beberapa komoditas utama. Serta analisis mengenai pertumbuhan perusahaan-perusahaan komoditas andalan Kaltim dan bagaimana mereka memasuki pasar global melalui ekspor dan penanaman modal asing (foreign direct investment/ FDI) serta kerjasama ekonomi internasional, serta komparasi kontribusi Kaltim dengan daerah-daerah lain di dalam postur ekonomi nasional ke pasar luar negeri. Pada Bab III, peneliti akan membahas mengenai peranan Kadin Kaltim sebagai diplomat komersial dari domestik keluar negeri, yang dimanifestasikan pada berbagai program pelatihan anggota dalam menghadapi tantangan era global yang semakin kompetitif, promosi potensi dan sosialisasi aturan perdagangan diluar negeri kepada pelaku bisnis dari luar, perumusan blueprint pemerintah di dalam Sosek-Malindo dan BIMP-EAGA (terutama kawasan Malindo/MalaysiaIndonesia). Terakhir, pada Bab IV yang merupakan penutup, berisikan kesimpulan bahwa diplomasi komersial yang diterapkan Kadin Kaltim membuat negara dan pihak swasta dapat berperan aktif dalam membangun sektor ekonomi dalam 19 negeri dan disaat yang sama mengambil manfaat dari keterbukaan pasar dengan terus menjamin daya saing industri komoditas andalan Kaltim agar dapat berkompetisi di pasar global dan memanfaatkan berbagai celah mekanisme subsidi domestik yang diperbolehkan dalam rezim bilateral dan regional (Sosek Malindo dan BIMP-EAGA). 20