1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatkatnya arus perdagangan dunia telah menjadi isu sentral ekonomi
internasional, setidaknya Paul Krugman telah mencoba memaparkan bahwa
perdagangan dunia tidak pernah sepenting sekarang, dan di abad 21, tiap negara
semakin saling terkait melalui perdagangan barang dan jasa, gerak uang, dan
investasi. Fenomena ini semakin menarik perhatian peneliti untuk memahami
peranan dunia usaha di dalam perdagangan internasional, di tambah masa pasca
reformasi ketika keterlibatan daerah semakin aktif dan peranannya semakin besar,
peneliti merasa perlu mengetahui sejauh ini perkembangan dunia usaha di daerah
dalam menyikapi dunia yang semakin kompetitif karena arus perdagangan antar
negara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun (BPS, 2015).
Sejauh ini, bagi daerah yang ingin membangun perekonomiannya yang
terintegrasi secara nasional dan internasional memiliki beberapa hambatan, salah
satu hambatan itu adalah lemahnya koordinasi antar sesama birokrat (karena egosektoral dan ego wilayah) dan antar birokrat dengan pihak swasta (track-three
diplomacy), yang disebabkan karena regulasi yang tumpang tindih, infrastruktur
yang belum memadai untuk aktivitas perekonomian dan masih kurang
dilibatkannya stake-holders/non-pemerintah di dalam proses pengambil kebijakan
terkait perdagangan internasional, padahal pihak non-pemerintah adalah aktor
utama di dalam perdagangan internasional, mengingat negara hanya memiliki
fungsi regulasi, bukan pelaksana kegiatan.
Karenanya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait peranan
pelaku usaha di daerah, dalam hal ini Kadin Kaltim sebagai diplomat perdagangan
karena semakin menguatnya peranan aktor non-negara terkait hubungan
perdagangan dan bisnis antar negara, dan fakta lemahnya perkembangan di daerah
dalam memanfaatkan peluang yang besar dari perdagangan internasional telah
membuat penulis terdorong melakukan telaah terkait hal ini.
Kadin yang selama ini di anggap merupakan organisasi yang menjadi
payung bagi dunia usaha Indonesia. Berdasarkan UU No.1 tahun 1987, sehingga
1
menjadi satu-satunya organisasi yang mewadahi para pengusaha Indonesia dan
memiliki landasan operasional kegiatan yang berpedoman pada anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga Kadin yang disahkan terakhir dengan Keppres No.
17 Tahun 2010. Prakarsa pendirian Kadin tidak bisa di lepaskan dari peran
Pemerintah untuk memudahkan koordinasi kepentingan ekonomi nasional dan
daerah antara kelompok elite penguasa (birokrat) dengan pelaku ekonomi, hal ini
sesuai dengan perkembangan yang sudah lama terjadi di AS, di mana pendirian
Commercial Chamber tidak bisa di lepaskan dari kepentingan birokrat dan
pengusaha terkait perdagangan internasional (Richard Werking, 1978: 322-341).
Kadin yang berfungsi sebagai organisasi yang secara khusus dan legal
mewadahi pelaku usaha di Indonesia, membuat penulis merasa perlu untuk
memahami keterlibatan Kadin sebagai diplomat perdagangan internasional pada
level daerah, dalam hal ini Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Kaltim, yang di
harapkan keberadaannya mampu mengintegrasikan koordinasi antara pelaku
usaha pada level daerah dengan partner dagang dari negara lain sebagai upaya
mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan dan mendorong transaksi
ekonomi-bisnis di daerah yang secara tidak langsung akan berdampak pada
peningkatan pendapatan negara secara nasional.
Adapun inisiasi dan peranan Kadin Kaltim yang telah lakukan secara garis
besar antara lain keterlibatan di kerjasama bilataeral di Sosek-Malindo, kerjasama
sama di kawasan The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), atau kerjasama ekonomi sub-regional
(KESR) negara-negara ASEAN di kawasan timur, dan Kadin Kaltim dilibatkan
sebagai bagian dari perwakilan Kalimantan Timur (selain Pemerintah Daerah
tingkat 1 dan 2) yang menjadi aktor ketiga (track-three diplomacy) yang mewakili
pelaku usaha dagang, bisnis dan investasi. Kadin Kaltim sendiri memiliki bidang
dan perwakilan sendiri di BIMP-EAGA, yaitu Kadin kepala bidang luar negeri
yang menjadi Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean
Committee Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business
Council (BEBC) sejak tahun 1997, KESR BIMP-EAGA sendiri berlaku resmi di
Kaltim sudah selama 18 tahun, setelah dikeluarkannya SK Gubernur Kaltim no
2
206 tahun 1995 (Sekretariat BIMP-EAGA Kaltim, 2015: 4-5).
Selain itu, Kadin Kaltim juga terlibat aktif di dalam sosialisasi pemerintah
terkait kerjasama ekonomi antar negara yang meliputi sosialisasi regulasi aturan
perdagangan di negara lain maupun dari Indonesia ke luar, kemudian menjadi
fasilitator dan advokasi bagi dunia usaha, serta pembinaan dan pelatihan anggota
melalui kegiatan kerjasama dengan Uni Eropa yaitu Advancing Indonesia’s Civil
Society in Trade and Investment Climate Programme, yang dikenal sebagai
ACTIVE (Kadin-Indonesia, 2015).
Keterlibatan Kadin yang semakin meningkat sebagai aktor non-negara
(Richard A. Higgot, 2000) tak terlepas dari sebuah sistem demokrasi yang
Indonesia anut, serta keterlibatan Indonesia di dalam ekonomi internasional yang
semakin aktif, menuntut Indonesia untuk lebih mampu menjawab tantangan yang
semakin bertambah serta melibatkan banyak pihak, salah satunya yaitu
stakeholders
(kelompok-kelompok)
yang
berkepentingan
di
ekonomi-
perdagangan (Alexander Chandra and Lutfiyah Hanim, 2010). Melihat hal ini,
maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait perkembangan
diplomasi perdagangan sebagai bentuk track-two diplomacy dan digandengnya
dalam bentuk peranan kamar dagang Indonesia (Kadin), dalam hal ini adalah
Kadin Kalimantan Timur yang telah melakukan proses diplomasi perdagangan ini.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dalam hal ini peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
“Apa kontribusi yang sudah diberikan oleh KADIN Kaltim sebagai aktor nonnegara ?”.
1.3
Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terfokus pada permasalahan, maka penulis
memberikan batasan pada tesis ini. Secara umum, peneliti akan fokus pada
permasalahan Peran Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dalam hal ini Kadin
Kalimantan Timur sebagai aktor non-negara (pemerintah) setelah memasuki era
3
reformasi. Selain pembuktian pada tataran aplikasi teori, peneliti juga membatasi
permasalahan pada bukti empiris; keterlibatan Kadin sebagai bagian dari
diplomasi komersial.
1.4
Literature Review
Hakikat dari penelitian ilmiah adalah untuk membuka tabir kegelapan agar
menjadi terang dan lebih jelas atas fenomena atau obyek tertentu berdasarkan
suatu parameter ilmiah, maka aktivitas penelitian tidak terhindar dari proses tesis,
antithesis, maupun sintesis.
Kajian pustaka pada intinya mengandung makna aktivitas peneliti untuk
berdialog secara kritis dengan pendapat pihak lain. Dengan kajian pustaka berarti
kapasitas peneliti akan berhadapan dengan konsep-konsep yang terlebih dulu ada.
Kajian pustaka dilakukan secara selektif terhadap tema yang secara substansial
relevan dengan kajian yang sedang dilakukan.1
Terdapat beberapa tulisan terdahulu yang secara substansial memiliki
relevansi dengan penelitian ini dan dianggap dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan yang signifikan dalam proses penulisan.
Pertama Penelitian mengenai peranan dan perkembangan arah KADIN
sebelumnya pernah dilakukan oleh Hardono dengan judul “KADIN di tengah arus
perubahan”, buku ini diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2012 yang secara
singkat membahas sejarah pendirian, perkembangan dan transformasi KADIN
dari era Orde Baru hingga ke era Reformasi sekarang. Penelitian oleh Hardono
yang diawali dari tesis program pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta pada tahun 2011, yang merupakan pelaku bisnis ekspor-impor
dan mantan ketua KADIN kota Solo (2002-2012) dan saat ini masih menjabat
sebagai wakil ketua KADIN provinsi Jawa Tengah (2012-2017). Awal dari
penelitiannya terkait pendirian dari KADIN secara legal formal sesuai UU No
1/1987, dan AD/ART KADIN dikukuhkan dengan Keputusan Presiden No
49/1973.
Menurut Hardiono (Hardiono et al., 2012), tujuan awal pendirian KADIN di
1IrawatiSingarimbun,MetodePenelitianSosial,LP3ES,Jakarta,1989,hal.70-71
4
era Orde Baru adalah menjadi mitra pemerintah, dan senantiasa dilibatkan dalam
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program-program ekonomi yang
dikehendaki oleh pemerintah, walaupun KADIN tidak memiliki payung hukum
untuk memberikan sanksi hukum, namun pada era Orde Baru keberadaan KADIN
begitu penting dan berpengaruh karena memiliki kedekatan dengan para
penguasa. Keberadaan KADIN begitu kuat di era Orde Baru karena menjadi
kepanjangan tangan dari penguasa untuk membuat pelaku bisnis agar tetap dalam
kontrol dan visi-misi pemerintah. Posisi KADIN yang begitu kuat dan
berpengaruh, membuat kalangan pebisnis berusaha menjadi anggota KADIN agar
bisa mendapatkan akses usaha dari pemerintah, pada masa Orde Baru demokrasi
masih belum sepenuhnya berjalan dan politik kekuasaan dijalankan dengan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang membuat keberadaan KADIN
semakin mapan. Dan bahkan, aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan
keberadaan KADIN tidak dipersoalkan, bahkan otoritas-otoritas istimewa
diberikan kepada anggota KADIN sebagai kepanjangan tangan dari penguasa di
era Orde Baru. Namun kondisi mapan (yang semu) pada KADIN ini mulai
mengalami perubahan seiring terjadinya desakan mahasiswa dan rakyat untuk
meruntuhkan kekuasaan Orde Baru yang kemudian beralih menjadi era Reformasi
yang menuntut adanya perubahan kondisi ekopolsosbud dan berpengaruh pula
terhadap kekuatan pengaruh serta kontribusi dari KADIN itu sendiri (2012).
Hardiono berpendapat bahwa organisasi seperti KADIN juga dimiliki oleh
hampir tiap negara, dan keberadaannya pun memang tak bisa dipisahkan sebagai
mitra dari pemerintah untuk membangun dan menggerakan roda perekonomian
negara, KADIN memiliki fungsi sebagai salah satu aktor penting pembangunan
yang mewakili kalangan pengusaha.
Keberadaan kamar dagang dan industri seperti KADIN juga dimiliki oleh
berbagai negara lain, yang diperuntukkan untuk mewakili aspirasi para pelaku
usaha, dan menurut Hardiono (2012) fungsi KADIN juga memiliki peranan
tambahan sebagai pengontrol terhadap kebijakan pemerintah, baik berupa kritik
atas kebijakan pemerintah yang merugikan dunia usaha, maupun dalam bentuk
lobi-lobi tingkat tinggi yang ditempuh oleh KADIN demi meloloskan kebijakan
5
yang berpihak pada pengusaha dalam rangka meningkatkan perekonomian
nasional.
Penelitian Hardiono menunjukkan bahwa ada trend berbeda antara KADIN
dimasa Orde Baru dan dimasa Era Reformasi, pada masa Orde Baru KADIN tidak
sepenuhnya membawa aspirasi pengusaha, karena KADIN dikendalikan oleh
segelintir pengusaha untuk mengikuti kemauan segelintir penguasa. Dan hal inilah
yang membedakan KADIN dimasa Orde Baru dengan kamar dagang dari negara
lain, pada masa Orde Baru KADIN hanya menjadi kepanjangan tangan dari
penguasa dan tidak sepenuhnya berorientasi pada pengusaha dan rakyat.
Sedangkan pada era Reformasi, Harianto (2012) berpendapat bahwa
tumbangnya kekuasaan Orde Baru, juga ikut ‘menumbangkan’ pengaruh KADIN
yang selama ini memiliki pengaruh kuat karena memiliki kedekatan dengan
penguasa, namun berubah ketika perlindungan dan relasi dengan penguasa tidak
lagi terjadi, dan payung hukum yang dimiliki oleh KADIN pun dianggap tidak
memiliki daya ikat yang kuat karena tidak adanya sanksi kepada kalangan
pengusaha yang tidak menginduk ke KADIN, serta kurang dilibatkannya KADIN
dalam pembangunan ekonomi oleh Pemerintah pusat dan daerah karena adanya
perbedaan pandangan dan kepentingan politik, sehingga banyak kalangan
pengusaha yang lebih memiliki aktif di partai politik untuk meraih koneksi bisnis.
Fenomena tersebut, membuat kondisi KADIN saat ini terbagi menjadi dua
kelompok, pertama adalah kelompok konservatif yang menginginkan kembalinya
kejayaan KADIN seperti era Orde Baru dengan memiliki kedekatan dan dukungan
mutlak dari pemerintah walau terikat dengan kepentingan penguasa, dan kedua
adalah kelompok progresif (moderat) yang menyadari akan terjadinya perubahan
jaman yang semakin terbuka, demokrasi dan profesional. Kalangan progresif
menginginkan KADIN memiliki pengaruh yang kuat bukan karena kedekatan
dengan penguasa, melainkan profesionalitas kinerja KADIN dengan tetap
menjaga otonomi dan kemandirian tanpa harus menjadi kepanjangan tangan dari
kepentingan penguasa. Sehingga eksistensi KADIN tetap diperlukan oleh
pemerintah dan masyarakat bukan karena kolusi dengan penguasa, melainkan
profesionalitas kinerja dari KADIN itu sendiri, makanya perlu untuk melakukan
6
revitalisasi yang menyangkut redefinisi, reformasi dan regulasi KADIN itu
sendiri, walau masih terdapat tekanan dari kalangan konservatif.
Kemudian kedua, dari penelitian Richard Hume Werking dengan judul
Bureaucrats, Businessmen, and Foreign Trade: The Origins of the United States
Chamber of Commerce (Richard H. Werking, 1978), yang membahas perihal
perubahan yang cepat dalam hubungan antara pebisnis dan pemerintah dalam
sejarah Amerika Serikat, yang membawa keinginan untuk meningkatkan
pertukaran ide-ide dan informasi, khususnya untuk pembentukan sebuah
organisasi nasional yang akan memfasilitasi hubungan antara kalangan pebisnis
dan pemerintah.
Dan hal ini telah dilihat hampir secara keseluruhan sebagai hasil dari upaya
pengusaha untuk mendirikan kamar dagang (commerce), Profesor Werking
menunjukkan bahwa peranan birokrat pemerintah, terutama di Departemen
Perdagangan dan Tenaga Kerja, yang, dengan dukungan Sekretaris dan Gedung
Putih, menjadi faktor penentu dalam kelahiran Kamar Dagang di AS.
Pendirian dan aktivitas kamar dagang AS telah menjadi sebuah peristiwa
yang berharga dan langgeng. Hal ini telah lama diimpikan oleh para pengusaha
yang berpikir bahwa sebelumnya pemerintah nasional dan komunitas bisnis,
keduanya terjebak pada kondisi yang gelap dan meraba-raba. Kemudian setelah
berdirinya kamar dagang AS, ternyata terbukti mampu mengatasi kesulitan di
perdagangan ke luar negeri dan isu-isu ekonomi lainnya.
Selain itu melalui sistem US Chamber, pemerintah AS bisa membaca sikap
dan keinginan yang dibutuhkan oleh kalangan pengusaha nasional, Sehingga,
pejabat pemerintah diharapkan mampu memberikan informasi dan memobilisasi
pekerjanya untuk mengatasi masalah yang dianggap penting di bidang
perdagangan. Dan semenjak berdirinya US Commerce telah terbentuk sebuah
ruang komunikasi pebisnis nasional (dan lokal), terutama karena beberapa pejabat
pemerintah telah melihat di dalamnya sebuah jawaban untuk menjawab kebutuhan
nasional, institusional dan politik.
Proses perkembangan kamar dagang di AS yang melibatkan hubungan erat
antara pebisnis dan pemerintah juga terjadi di Indonesia dalam konteks
7
pembentukan Kadin sebagai lembaga resmi yang menghimpun pelaku usaha
dengan arahan dan kerjasama dengan pemerintah untuk mendorong akselerasi
perekonomian nasional, dalam hal ini meningkatkan arus perdagangan ke luar
negeri, yang sedikit banyak sudah dijalankan oleh Kadin.
Ketiga merupakan penelitian dari Dominic Kelly dengan judul The
Business of Diplomacy: The International Chamber of Commerce meets the
United
Nations (Dominic
perkembangan
Kamar
Kelly:
Dagang
2001),
tulisan
Internasional
ini
membahas
merupakan
bentuk
terkait
dari
perkembangan diplomasi yang menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tradisional
diplomasi tidak menurun tetapi mengalami proses transformasi yang melibatkan
propagasi mekanisme baru, proses dan norma-norma. Dan transformasi diplomasi
ini tidak hanya dilakukan oleh negara tetapi juga oleh lembaga-lembaga
multilateral, organisasi non-pemerintah, perusahaan dan perwakilan masyarakat
sipil lainnya (non-state actors).
Penelitian Dominic Kelly selaras dengan penelitian yang juga penulis
analisis terkait perkembangan diplomasi yang sebelumnya hanya didominasi oleh
aktor negara menjadi multi-jalur dengan melibatkan banyak aktor lain, terutama
dari kelompok pebisnis. Perkembangan ini didasari dari kondisi globalisasi
kegiatan ekonomi, proses dimana perubahan ini telah membuka relasi dalam
serangkaian aktor terpisah secara kumulatif, yang memunculkan bentuk dan ruang
lingkup pola interaksi diplomatik. Jadi, penelitian ini menunjukkan perubahan
fungsional dalam kerja organisasi negara, internasional dan multilateral, dan
organisasi non-pemerintah karena merupakan bentuk reflektif meningkatnya
kesadaran dari kompleksnya hubungan ekonomi global yang harus dijawab. Dan
Kadin Kaltim sebagai studi kasus peneliti kali ini selaras dengan perkembangan
aktor hubungan internasional non-negara yang juga memiliki hubungan dengan
aktor hubungan internasional lain seperti dengan pihak Pemerintah dan Kamar
Dagang Malaysia (Sosek-Malindo), ASEAN (BIMP-EAGA) dan Uni Eropa
(Active Programme).
Keempat merupakan penelitian dari T. C. Fraser yang berjudul Chambers
of Commerce and Trade Associations (T. C. Fraser: 1973), penelitian ini
8
mengupas Kamar Dagang dan Asosiasi Dagang di Inggris yang banyak
melibatkan pihak Pemerintah dan Kamar Dagang level daerah, dalam penelitian
Fraser menjelaskan bahwa Kamar Dagang haruslah mewakili kepentingan industri
serta perdagangan di level daerah, yang menjadikan pelaku ekonomi di daerah
sebagai mayoritas anggota mereka, dengan membentuk Kamar Dagang Daerah.
Adapun tugas Kamar dagang daerah yang pertama adalah untuk
mengarahkan tendensi kepentingan yang terlibat bisnis pada bidang tertentu untuk
hadir bersama dari waktu ke waktu dan bertukar pandangan dan informasi, dan
mendiskusikan kepentingan bersama, dan mengambil keputusan yang mewakili
kebutuhan kepentingan bersama di tataran lokal dan masyarakat kemudian
pemerintahan nasional di dalam negeri dan pemerintahan asing. Kedua adalah
menyetarakan tendensi gesekan kepentingan untuk anggota yang terlibat dibidang
produksi dan perdagangan yang sama untuk kemudian bersama-sama saling
bertukar pandangan terkait permasalahan yang mereka hadapi, antara lain untuk
memahami manifestasi kepentingan lokal dan kepentingan industri dan
perdagangan di bidang tertentu, agar bisa bersama-sama merumuskan kebijakan
yang diharapkan akan mengakselerasi potensi ekonomi dan mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menjadi acuan penulis untuk
memahami interaksi Kadin Kaltim sebagai pihak Kadin daerah dalam interaksinya
dengan aktor hubungan internasional yang lain.
1.5
Kerangka Teori dan Konseptual
Bagian ini menguraikan beberapa teori dan konsep yang merangkai
pemahaman, maksud dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam
memahami peranan Kadin Kaltim sebagai diplomat komersial (perdagangan),
peneliti menggunakan diplomasi multi-jalur (multi-track diplomacy) yang
merupakan pendekatan diplomasi paling baru yang membentuk hubungan antar
negara, utamanya dalam hal ini yang digunakan oleh peneliti adalah track-three
diplomacy/business diplomacy. Selain itu, peneliti juga menggunakan beberapa
konsep teknis dari diplomat perdagangan, seperti fungsi dan kerja diplomat
komersial (perdagangan), utamanya di dalam menjelaskan dan membentuk Kadin
9
Kaltim sebagai aktor perdagangan internasional.
1.5.1 Diplomasi Multijalur (Track-Three Diplomacy)
Hart dan Spero (2009) menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi tidak lagi
terdikotomikan untuk memisahkan peranan negara atau swasta/individu dalam
pembangunan, dalam banyak model kita bisa melihat di asia timur dengan
developmental state nya atau di amerika selatan dengan pink tide nya dimana
negara bisa menjadi aktor kapital yang mendorong pembangunan perekonomian,
dalam hal ini peran negara dan swasta semakin tidak bisa dipisahkan.
Terkait sintesa, penulis setuju dengan pandangan Anthony Giddens
(Giddens, 1998: 64-69) bahwa tatanan dunia akan semakin integralistik, dimana
batasan-batasan baik itu pada tataran pengetahuan dan ideologi memiliki kesaling
keterkaitan satu sama lain, tak terkecuali pada ranah perdagangan dan dan
diplomasi, sintesa ini terus berlanjut hampir pada semua ranah, dulu ekonomi dan
politik terpisah sekarang menjadi ekonomi-politik, hard power dan soft power
sekarang menjadi smart power dan juga track one diplomacy dan track two
diplomacy menjadi twin track diplomacy.
Kejadian ini menandakan bahwa peran negara dan bukan negara seperti
swasta/individu atau buruh dan pemodal tak lagi bisa dipisahkan atau bahkan
dibenturkan, melainkan harus diharmoniskan dan direlasikan dengan baik agar
mampu menciptakan bentuk perdagangan dan pembangunan yang sempurna dan
pertumbuhannya melibatkan semua pihak dan akhirnya bisa berdampak bagi
semua pihak.
Diplomasi ini sendiri adalah pengembangan dan pelaksanaan kebijakan luar
negeri pemerintah dari sebuah negeri yang berdaulat (sovereignity-state) yang
kemudian disempurnakan oleh Harold Nicolson yang menjelaskan bahwa
diplomasi adalah manajemen hubungan internasional melalui negosiasi antara
Negara/entitas/aktor Hubungan Internasional (Drinkwater, 2005) sedangkan arti
negosiasi sendiri adalah proses diskusi antara dua atau lebih perwakilan Negara
yang bertujuan untuk mendesain dan membuat kesepakatan terkait permasalahan
dan perhatian bersama yang mereka hadapi (G.R. Berridge, 2004) dan kunci dari
10
negosiasi adalah komunikasi yang menurut Harold Lasswell komunikasi adalah
“siapa mengatakan apa kepada siapa dengan jalur apa dengan dampak yang
bagaimana” dan bertujuan politik yaitu “siapa dapat apa, kapan dan bagaimana”
(Ascher and Hirschfelder-Ascher, 1990), dan pada awalnya praktek diplomasi
hanya dipegang oleh aktor Negara dan bersifat terutup dan rahasia, sampai
perkembangan pengetahuan dan interaksi hubungan internasional mempengaruhi
praktek diplomasi di era kontemporer.
Terkhusus di dalam Praktek diplomasi mengalami perubahan dan
perkembangan paradigma dari yang sebelumnya tertutup dan sangat rahasia
menjadi diplomasi yang terbuka setelah dipengaruhi oleh era demokrasi yang
meminta transparansi pemerintah diruang publik (Harold Nicolson, 1963). Selain
itu perkembangan diplomasi juga dipengaruhi dari pola hubungan internasional
yang ditandai semakin banyaknya negara-negara modern yang lahir dan terlibat
hubungan luar negeri dengan negara lain yang menandai era-interdependensi dan
juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang semakin mempermudah arus
komunikasi antar negara yang pada akhirnya mempermudah interaksi manusia
antar negara yang secara tidak langsung menambah aktor-aktor hubungan
internasional yang juga turut merubah tatanan diplomasi (Jean-Robert LegueyFeilleux, 2009).
Pola diplomasi pun berkembang dari yang sebelumnya track-one diplomacy
dimana diplomasi hanya dilakukan oleh aktor negara kemudian menjadi tracktwo/multi-track diplomacy (citizen diplomacy) dimana aktor-aktor diplomasi
semakin meluas kepada aktor-aktor bukan Negara dimana tiap-tiap individu yang
terlibat di dalam sebuah wacana hubungan internasional terlibat di dalamnya dan
kemudian berkembang lagi menjadi twin-track diplomacy yaitu negosiasi yang
dilakukan oleh 2 aktor yang berbeda tapi saling berkoordinasi dan berkerja sama
karena tujuan yang sama dan era ini menandai lahirnya era multi-track diplomacy
atau diplomasi dengan beragam aktor dan tujuan (G.R. Berridge,2004), dan yang
memiliki peranan besar di dalam perkembangan diplomasi adalah terkait
perkembangan ruang lingkup yang dibahasnya, yaitu dari permasalahan politik ke
ekonomi, dan salah satunya adalah perdagangan internasional.
11
Diplomasi perdagangan (commercial diplomacy), menitik beratkan aktor
nya kepada para pebisnis (dalam hal ini adalah Kadin Kaltim) (Louise Diamond
and John McDonald, 1996: 52-56), peranan aktor pebisnis dikategorikan kedalam
lajur ketiga, yang memiliki peran sebagai agen diplomat yang tidak semata untuk
keuntungan, melainkan juga untuk menciptakan jalan komunikasi dan aksi
kerjasama antar negara yang bermanfaat untuk semua aktor, dan dari segi ruang
aktifitasnya aktor pebisnis dianggap memiliki hubungan diplomasi antar negara
yang terbaik, karena intensitas yang tinggi dan hubungan yang saling
menguntungkan satu sama lain.
Ruang kerja dari aktor pebisnis sendiri ada dalam bentuk individu maupun
komunitas, dalam hal ini adalah kamar dagang (chamber of commerce), bentuk
kegiatannya sendiri selain kepentingan ekonomi-bisnis, juga mendukung promosi
perdamaian dan pelatihan atau pendidikan kepada para aktor pebisnis sebagai
agen diplomat yang bertujuan menggunakan perdagangan sebagai alat pembuat
kebijakan politik antar negara.
Fungsi Kadin Kaltim sebagai aktor hubungan internasional dan diplomat
komersial sejauh penelitian dan wawancara (kuesioner) dengan pihak Kadin
Kaltim, yaitu Drs Sayid Irwan M. Hum (2015), yang merupakan ketua bidang
hubungan internasional, merangkap ketua persiapan Kadin Kaltara (Kalimantan
Utara) dan Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean Committee
Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business Council
(BEBC), menjelaskan bahwa peran Kadin Kaltim selama ini sudah aktif dan
cukup besar, apalagi di tambah political will dari pemerintah yang selalu
melibatkan keterlibatan Kadin Kaltim di dalam kerjasama dagang dan investasi
antar negara, adapun kegiatan yang sudah dilakukan antara lain seperti
kesepakatan BIMP-EAGA, dimana Kadin Kaltim menjadi partner utama
pemerintah untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan negara yang langsung
berbatasan, yakni Malaysia (Tawau dan Sabah).
Selain itu, Kadin Kaltim juga aktif di dalam perumusan kebijakan luar
negeri pemerintah dalam menghadapi agenda kawasan seperti masyarakat
ekonomi Asean pada tahun 2015, antara lain pembuatan blueprint bentuk konkrit
12
kerjasama ekonomi Asean, yang meliputi pembahasan single window, FTZA (zero
tariff), dan berujung dengan terciptanya mutual agreement diantara negara yang
bersepakat. Kadin Kaltim memiliki peranan yang besar tak bisa dipisahkan karena
Kadin secara resmi adalah lembaga yang memayungi semua pelaku usaha,
sehingga menjadi pelaku utama di dalam kerjasama ekonomi, sedangkan
pemerintah hanya berperan sebagai regulator (perijinan) yang berperan mengatur
dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi, hal ini seiring dengan
pendapat Hairul Anwar, SE., MA. (Sekretaris Dewan Pakar Kadin dan sekaligus
staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, hasil
wawancara pada tanggal 4 Januari 2016) yang menjelaskan bahwa ketika terjadi
MoU kerjsama ekonomi antar negara, kepala negara dan daerah (Gubernur) hanya
menyaksikan, sedangkan yang menandatangani adalah Chamber antar negara,
dalam hal ini adalah pihak Kadin.
1.5.2 Commercial Diplomat (Diplomat Perdagangan)
Michel kostecki dan Oliver Naray (2007: 1-42) mengidentifikasi ada 3 aktor
penting yaitu sebagai diplomat perdagangan yaitu aparat pemerintah, generalist
(seorang yang ahli dibanyak bidang), dan pendorong perbisnisan.
Menurut Michel Kostecki dan Oliver Naray diplomasi komersial telah
berkontribusi di dalam perdagangan internasional dan perkongsian antar
perusahaan, juga sebagai bagian dari resolusi konflik di dalam bisnis dan menjadi
marketing bagi sebuah negara untuk menjadi tujuan foreign direct investment,
aktifitas R&D (Research & Development) dan mempromosikan negara sebagai
tujuan investasi ekonomi.
Diplomasi komersial di deskripsikan sebagai instrument utama di dalam
kebijakan luar negeri yang terkait dengan manajemen hubungan eksternal dari
sebuah negara dengan cara berkomunikasi dengan otoritas luar negeri dan juga
kepada pihak swasta serta masyarakatnya, melalui proses negosiasi dan jaringan.
Aktivitas diplomasi komersial memiliki beberapa level cakupan:
•
Level internasional yang meliputi hubungan bilateral, regional dan multilateral
•
Level domestik, contohnya hubungan antara hubungan antar departemen
13
pemerintah, PNS, parlemen/DPR, LSM/NGOs, organisasi pengusaha,
perusahaan dan sebagainya.
Michel Kostecki dan Olivier Naray mengkategorikan diplomat perdagangan
kedalam beberapa bentuk jabatan seperti ‘konselor perdagangan’, ‘atase
perdagangan’, ‘perwakilan dagang’, dan sebagainya.
Term dari diplomasi komersial sendiri meliputi 2 bentuk aktivitas yang
berbeda; aktivitas pertama adalah aktivitas yang terkait dengan pembuatan
kebijakan dagang seperti negosiasi dagang multilateral, konsultasi dagang dan
penyelesaian sengketa. Dan Aktivitas kedua adalah aktivitas untuk mendukung
jalannya bisnis.
Kategori pertama terkait dengan diplomasi perdagangan/trade diplomacy
dan didesain untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri pemerintah dan mengatur
kebijakan yang mempengaruhi investasi dan perdagangan global, sedangkan
penelitian ini sendiri lebih memfokuskan perhatiannya kepada bentuk yang kedua
yaitu diplomasi komersial / commercial diplomacy, yakni peran Kadin Kaltim.
Namun berdasarkan penjelaskan Michel Kostecki dan Oliver Naray, aktor
diplomat komersial hanya merupakan jasa pelayanan yang dibentuk oleh
pemerintah untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pelaku usaha baik di
skala nasional maupun internsional, sedangkan berdasarkan pengamatan penulis,
di Indonesia memiliki ciri khasnya sendiri dengan diplomat komersial dalam hal
ini adalah Kadin yang merupakan bentukan dari Pemerintah tapi memiliki
otonomi tersendiri sebagai mitra kerja pemerintah dalam pembangunan
perekonomian, Kadin dengan baik memposisikan dirinya sebagai stake holder
yang tidak hanya mewakili kepentingan Pemerintah (baik itu Pusat dan Daerah)
tapi juga swasta dan masyarakat.
Dan hal ini sebenarnya sejalan dengan tujuan yang digambarkan oleh
Michel Kosetecki dan Oliver Naray itu sendiri tentang peranan Diplomat
Komersial, yaitu sebagai berikut:
•
Sebagai pendorong dan promotor bisnis antar negara
•
Sebagai pelayan pengusaha, masyarakat dan juga pemerintah
•
Sebagai fasilitator kepentingan bisnis dan ekonomi antar negara
14
•
Sebagai generalist diplomat, atau diplomat yang ahli di berbagai bidang
Terkait peranan sebagai diplomat komersial, Kadin Kaltim aktif dibeberapa
agenda promosi potensi perdagangan Kaltim ke luar negeri, seperti workshop
peningkatan pemanfaatan bantuan luar negeri dalam
menunjang sektor
perdagangan di daerah dan beberapa workshop lain diluar dan di dalam negeri
(Kadin-Kaltim, 2008: 34-37), selain itu Kadin Kaltim juga memiliki keselarasan
dengan teori teknis diplomat perdagangan itu sendiri, bahwa Kadin Kaltim selain
bentukan dan utusan resmi dari pemerintah, juga aktif secara langsung dan
otonom untuk melakukan hubungan dagang dengan pelaku bisnis diluar negeri,
terutama untuk partner dagang tradisional Kaltim (bidang pertambangan, industri
kimia, perkebunan dan perikanan).
Selain itu, anggota Kadin Kaltim juga aktif di dalam pelatihan untuk
peningkatan keahlian dan skill dalam menghadapi era pasar bebas, misalnya
kegiatan pelatihan yang diadakan berkat kerjasama antara Kadin dengan Uni
Eropa (ACTIVE) dalam hal ToT advokasi, yang melatih peserta untuk bisa
memahami secara jelas dan tata cara pembuatan, dimana Kadin Kaltim terpilih
sebagai peserta terbaik, adapun materi yang dilatih antara lain;
• Policy Paper secara detail dan lengkap maupun secara sederhana
• Teknik penyusunan materi verdal dalam advokasi
• Trik dalam melakukan komunikasi kebijakan public dakan rangkaian
kegiatan advokasi kebijakan
• Manajemen secretariat
• Teknik dan tata cara berkomunikasi dalam lobi
1.6
Argumen Utama
Berangkat dari perspektif Diplomasi Multijalur yang digunakan oleh
peneliti, peranan Kadin Kaltim selama ini sudah menjalankan fungsinya sebagai
aktor non-negara, keterlibatan Kadin Kaltim di beberapa perjanjian internasional
dalam skala bilateral, kawasan dan internasional merupakan bukti peranan Kadin
Kaltim sebagai agen diplomat perdagangan yang sengaja dibentuk secara resmi
oleh pemerintah dengan payung aturan undang-undang sebagai organisasi
15
pengusaha (korporat) yang menjadi tempat agregasi kepentingan pengusaha lokal
dan nasional di kancah perdagangan internasional.
Peran sebagai agen diplomat perdagangan yang telah dijalankan oleh Kadin
Daerah, dalam hal ini Kaltim meliputi keterlibatan aktif di dalam kerjasama
bilateral ekonomi Sosek-Malindo, di Kawasan (BIMP-EAGA) yang ditunjuk
sebagai Director of Business Cooordinator Eastern Region Asean Committee
Kadin Indonesia & Country Director Indonesia BIMP-EAGA Business Council
(BEBS), sedangkan di level Internasional Kadin Kaltim melakukan kerjasama
pelatihan dengan Uni Eropa. Fungsi Kadin Kaltim sendiri antara lain sebagai
pihak yang mewakili kepentingan pengusaha lokal agar bisa menyampaikan
aspirasi kepentingannya dan menjadi pertimbangan kebijakan klausul kerjasama
yang akan diterapkan di level antar negara, seperti upaya penciptaan regulasi yang
mendukung
penumbuhkembangan
kerjasama
ekonomi
sub-regional
pada
umumnya, terutama yang terkait dengan deregulasi dalam bidang fiskal dan
moneter seperti melalui pemberian fasilitas ‘tax holiday’, dan beberapa upaya
yang telah dan sedang dilakukan Pemerintah dengan pihak Kadin Kaltim. Upaya
tersebut antara lain ditunjukkan seperti dalam pengkajian kemungkinan
penghapusan hambatan (zero-tarrif/FTZA) bagi perdagangan lintas batas negara,
penyederhanaan prosedur pemeriksanaan bea dan cukai (Customs/Single
Window), serta pemberian kemudahan prosedural bagi para pelintas batas (Mutual
Trade Agreement: Subsidy, Nurse and Tourism).
Kadin Kaltim sendiri memiliki beberapa kekurangan, antara lain peranan
Kadin saat ini masih sangat kecil, walau tetap ada sebagai fungsi diplomat
komersial yakni: sosialisasi, mitra investasi dan fasilitator. Namun dirasa masih
belum cukup besar, karena para pengusaha yang bernaung di Kadin Kaltim sendiri
belum mampu untuk memenuhi permintaan yang besar dari pasar internasional,
jadi sebagian besar neraca perdagangan Indonesia utamanya ke Malaysia masih
dilakukan oleh pengusaha nasional yang bernaung di Kadin Pusat.
Selain itu, kelemahan Kadin Kaltim utamanya ada di SDM, yakni
keterbatasan pengetahuan mengenai aturan bisnis internasional dan bahasa asing,
dan secara kelembagaan Kadin Kaltim masih lemah di data dan riset, sehingga
16
pihak Kadin (Chamber) asing kesulitan memperoleh data untuk memastikan
kerjasama dengan pihak Kadin dan pengusaha Kaltim sendiri (dan ini dirasakan
langsung oleh peneliti yang ketika berkunjung ke Kadin Kaltim tidak memiliki
data yang lengkap terkait potensi komoditas dan industri yang dimiliki pengusaha
yang bernaung dibawah payung Kadin Kaltim).
Selain itu, dari data dan pendapat yang peneliti himpun dari beberapa
sumber, didapati bahwa selama ini kerjasama rezim internasional seperti SosekMalindo tidak memiliki signifikansi keuntungan bagi Indonesia, malah selama ini
terkesan banyak menguntungkan pihak Malaysia. Yakni dari kesenjangan
ekonomi, infrastruktur, dan pergeseran tapal batas adalah potret masalah
perbatasan Indonesia-Malaysia. Sehingga bisa disimpulkan bahwa efektivitas
Kadin Kaltim di dalam fungsinya sebagai diplomat perdagangan masih lemah,
walau sudah ada proses yang berjalan.
1.7
Metodologi Penelitian
1.7.1 Fokus dan Lokus Penelitian
Fokus penelitian ini mencakup bahasan tentang peran Kadin Kaltim
sebagai aktor diplomat komersial, terutama dari hubungan dan kerjasama yang
telah dilakukan selama ini.
Sedangkan lokus penelitian lebih dikonsentrasikan pada pelaksanaan
program-program diplomat komersial (perdagangan) yang dilakukan oleh oleh
Kadin Kaltim sejauh ini, terutama di dalam ruang lingkup hubungan ekonomi
Kaltim dengan partner dagang luar negeri.
1.7.2 Metode/Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode Penelitian Kualitatif,
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Secara garis besar penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu
gejala menurut apa yang pada saat penelitian dilakukan (Moleong, 2005: 3).
17
Metode ini menggunakan data-data yang relevan dengan untuk kemudian
dijelaskan menggunakan kerangka konseptual yang ada untuk memperoleh
kesimpulan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber
yakni data primer dan data sekunder. Adapun sumber data diperoleh melalui
penulusuran narasumber langsung dan juga penulusuran dalam bentuk
literatur/dokumentasi baik dalam bentuk buku, laporan, dan hasil-hasil penelitian
terdahulu.
Secara khusus ekspektasi yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian
ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih detail dan mendalam
mengenai hasil dari pelaksanaan kesepakatan dan perkembangan terkini dari
kondisi konkrit di lokasi penelitian. Oleh karena itu, aktivitas keilmuan yang
dilakukan oleh penulis dalam proses penelitian ini termasuk dalam kerangka
penelitian lapangan (field research) (Wolfer, 2007: 334). Lebih lanjut berdasarkan
permasalahan yang ingin dianalisis, maka penelitian ini termasuk dalam kategori
explanatory research, yang dirancang untuk menjelaskan hubungan kausalitas
beberapa variabel dalam masalah penelitian.
Pengumpulan data akan dilakukan melalui metode-metode sebagai berikut:
a.
Studi Analisa Data
Penulusuran Informasi data primer yang diperoleh dari narasumber yang
relevan dan terpercaya baik melalui penelitian lapangan maupun telaah literatur,
serta mengumpulkan data-data sekunder yang berasal dari beragam literatur
seperti buku, jurnal, dokumen ataupun rilis media sebagai data penunjang.
Mempelajari bahan-bahan hasil wawancara maupun data-data tertulis, browsing
dan data via internet dan juga mencermati masalah-masalah terkini yang berakitan
dengan penelitian ini.
b.
Analisis Isi
Analisis data bersifat deskritif-kualitatif dan evaluatif. Data yang telah
diperoleh dari dokumen-dokumen akan dianalisis secara cermat dan mendalam.
Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam
menganalisis isi lebih memperhatikan sebab akibat dari berbagai variable yang
saling mempengaruhi.
18
c.
Sasaran Penelitian
Bukti atau data untuk keperluan penelitian berasal dari beragam sumber
yaitu bukti dokumentasi yang mencakup surat, memorandum, laporan-laporan
atau catatan tertulis peristiwa dan dokumen-dokumen administratif seperti
proposal, laporan kemajuan dan dokumen-dokumen internal lainnya.
1.8
Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari empat bagian dengan sistematika penulisan yang
diawali dengan Bab I, berisikan hal-hal yang melatarbelakangi pelaksanaan
penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah yang menjadi fokus utama
untuk dijawab dalam penelitian ini, argumen utama, metodologi penelitian yang
digunakan serta sistematika penulisan.
Selanjutnya Bab II membahas kondisi perekonomian Kalimantan Timur.
Diawali dari penjelasan dan analisis mengenai berbagai faktor kompetitif yang
mempengaruhi daya saing ekspor Kaltim di pasar global yang dikonsentrasikan
pada beberapa komoditas utama. Serta analisis mengenai pertumbuhan
perusahaan-perusahaan komoditas andalan Kaltim dan bagaimana mereka
memasuki pasar global melalui ekspor dan penanaman modal asing (foreign direct
investment/ FDI) serta kerjasama ekonomi internasional, serta komparasi
kontribusi Kaltim dengan daerah-daerah lain di dalam postur ekonomi nasional ke
pasar luar negeri.
Pada Bab III, peneliti akan membahas mengenai peranan Kadin Kaltim
sebagai diplomat komersial dari domestik keluar negeri, yang dimanifestasikan
pada berbagai program pelatihan anggota dalam menghadapi tantangan era global
yang semakin kompetitif, promosi potensi dan sosialisasi aturan perdagangan
diluar negeri kepada pelaku bisnis dari luar, perumusan blueprint pemerintah di
dalam Sosek-Malindo dan BIMP-EAGA (terutama kawasan Malindo/MalaysiaIndonesia).
Terakhir, pada Bab IV yang merupakan penutup, berisikan kesimpulan
bahwa diplomasi komersial yang diterapkan Kadin Kaltim membuat negara dan
pihak swasta dapat berperan aktif dalam membangun sektor ekonomi dalam
19
negeri dan disaat yang sama mengambil manfaat dari keterbukaan pasar dengan
terus menjamin daya saing industri komoditas andalan Kaltim agar dapat
berkompetisi di pasar global dan memanfaatkan berbagai celah mekanisme
subsidi domestik yang diperbolehkan dalam rezim bilateral dan regional (Sosek
Malindo dan BIMP-EAGA).
20
Download