RANGKUMAN HASIL BUSINESS FORUM MUNAS IV KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI I. PENDAHULUAN Penyelenggaraan rangkaian acara Business Forum dan Musayawarah Nasional direncanakan dengan skenario sebagai berikut : 1. Business Forum mengambil tema yang sama dengan tema Musyawarah Nasional IV Kamar Dagang dan Industri (Munas IV Kadin), yaitu : “Dunia Usaha sebagai Solusi untuk Sekarang dan di Masa Depan” dengan SubTema : “Perluasan Kesempatan Kerja sebagai Fokus”. 2. Business Forum dimaksudkan selain sebagai forum temu muka antara pelaku usaha, pemerintah, perbankan, dan masyarakat luas, juga sebagai forum untuk mendapatkan masukan-masukan bagi pelaksanaaan Munas IV Kadin, khususnya yang menyangkut substansi output dari Munas yang mencakup : a. Keorganisasian, b. Program Kerja, dan c. Pokok-Pokok Pikiran Kadin Indonesia Kedepan dan Agenda Aksi Stratejik 2004 – 2008. 3. Dalam Business Forum dibahas topik-topik yang dipandang penting dan yang berkaitan dengan tema Business Forum dan Munas, yaitu : a. Kesiapan Dunia Usaha Indonesia dalam Forum WTO dan AFTA sekaligus Menyongsong AEC 2020. b. Perekonomian Nasional dan Program Kerja Prioritas Pemerintah Pasca IMF. c. Tindak lanjut pertemuan Tripartit KTI dan KBI antara Pemerintah, Perbankan dan Pelaku Usaha sebagai Solusi untuk Meningkatkan Investasi, Ekspor dan Perluasan Lapangan Kerja. d. Paradigma Baru Dunia Usaha Untuk Menciptakan Good Corporate Governance. 4. Selain dari hasil-hasil Business Forum, dalam sidang-sidang Komisinya Munas IV Kadin juga memperhatikan bahan-bahan : a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kadin yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2004 pada tanggal 18 Februari 2004. b. Konsep Restrukturisasi dan Revitalisasi Kadin c. Pandangan Kadin Indonesia 10 Tahun Kedepan, yang disampaikan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Periode 1999 – 2004 pada waktu menyampaikan Laporan dan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kadin Indonesia Periode 1999 – 2004. d. Sambutan-Sambutan dan bahah-bahan yang disampaikan dalam Munas IV Kadin. II. BUSINESS FORUM Berikut ini disampaikan rangkuman hasil-hasil Business Forum : A. Kesiapan Dunia Usaha Indonesia dalam Forum WTO dan AFTA sekaligus Menyongsong AEC 2020 1. Perdagangan internasional adalah salah satu instrumen penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara yang pada gilirannya akan menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Agar semua negara dapat merasakan manfaat yang sebesar-besarnya dari perdagangan internasional, sistem perdagangan diatur sedemikian rupa sehingga sifatnya transparan, predictable dan equitable, bebas dan fair. Atas dasar ini pula, perdagangan internasional harus dilaksanakan atas dasar nondiskriminasi, perlakuan yang sama di pasar domestik dan saling memberikan konsesi atau resiprokal. Perundingan perlu dilakukan dalam rangka mengintegrasikan kepentingan negara dengan perjanjian internasional. Adapun tujuan negosiasi multilateral WTO adalah untuk memproteksi pelaku usaha domestik dan pelaku usaha di luar negeri. 2. Peran dan posisi negara-negara berkembang di WTO belumlah cukup memadai. Namun demikian jumlah negara berkembang di WTO mencapai 2/3 dari semua anggota WTO, dengan demikian negaranegara berkembang merupakan kelompok mayoritas dari 148 anggota WTO. Negara-negara berkembang memiliki kemampuan yang sangat beragam dari segi sumber daya manusia dan integrasi ekonomi sehingga memiliki ketidakseragaman dalam banyak hal. Negara-negara berkembang sering dihadapi oleh masalah struktural yang dapat mengurangi bargaining system-nya, disamping masalah komunikasi dengan kapitalnya masing-masing dan human resources yang terbatas dalam memperlajari dan menanggapi draft proposal yang sedang dan akan dibahas. Oleh karena itu tidak heran kalau dalam perundingan berbagai pertimbangan harus diambil oleh negara berkembang dalam mencapai suatu kesepakatan. 3. Adapun berbagai persetujuan kepentingan negara-negara berkembang meliputi akses pasar non pertanian, sektor pertanian, ATC, instrumen pengamanan, dispute settlement mechanism/DSU, dan import licensing. Berkaitan dengan akses pasar non pertanian atau produk manufaktur, tarif negara maju turun sebesar 3,6% dan tarif negara berkembang turun sebesar 15%; konversi non tarif ke tarif harus dilakukan; dan perlu juga diketahui sejauh mana barang-barang dalam negeri Indonesia telah mendorong ekspor Indonesia. 4. Berkaitan dengan sektor pertanian (agriculture), dilakukan pengurangan subsidi baik domestik maupun ekspor, pembukaan pasar yang cukup signifikan, dan penurunan tarif. Harus dipertanyakan bagaimana kebijakan pertanian Indonesia menyikapi upaya tersebut mengingat kebijakan pertanian Indonesia tidak lepas dari apa yang sudah disetujui. 5. Untuk ATC, persetujuan berakhir pada tahun 2004. Pada 1 Januari 2005 diberlakukan NO QUOTA. Harus dipertanyakan apakah private sector sudah mengambil langkah penyesuaian dan bagaimana merebut pasar di tahun 2005 yang lebih ketat mengingat tidak adanya quota. 6. Instrumen pengamanan meliputi anti dumping, subsidy and countervailing measures dan safeguards. Dalam hal ini, Indonesia telah memiliki peraturan nasionalnya sesuai dengan perjanjian WTO. Perlu diketahui sejauhmana Indonesia telah memanfaatkan ketentuan tersebut dan bagaimana melindungi kepentingan Indonesia. 7. Dispute Settlement Mechanism/DSU merupakan prosedur penyelesaian sengketa. DSB menangani kasus apapun yang terjadi. Perlu diketahui sejauh mana Indonesia memanfaatkan instrumen ini dan bagaimana instrumen ini bisa melindungi serta memperjuangkan Indonesia agar terhindar dari hal-hal yang merugikan Indonesia. 8. Prinsip import licensing tidak mengganggu trade, bersifat transparan dan tepat waktu. Berkaitan dengan hal ini, perlu diketahui apakah Indonesia telah membuat assessement perijinan, monitoring dan notifikasi. 9. Doha Development Agenda/Round (DDA/DDR) melakukan koreksi atas ketidakseimbangan, mengedepankan dimensi pembangunan, menyeimbangkan kepentingan negara maju dan negara berkembang, serta menekankan pentingnya program kerja 19 isu dalam 9 negosiasi dan pengorganisasian kegiatan yang tercantum dalam Deklarasi Menteri. 10. Adapun beberapa isu yang menjadi kepentingan negara berkembang adalah implementation, agriculture, NAMA, S&DT, Trips and Public Health, serta bantuan teknis dan capacity building. 11. Pasca KTM WTO IV, tepatnya pada KTM WTO V di Cancun, telah dilakukan perundingan dengan nuansa “pembangunan” dan pembahasan 4 prinsip umum tentang transaparansi & inclusiveness, klausul S&DT di semua isu, mandate CTD, dan single undertaking. Perundingan tidak berjalan mulus dan semua batas waktu terlampaui. Kulminasi terjadi pada KTM WTO V dengan kegagalan. 12. Isu perundingan yang menonjol meliputi MANAP (NAMA), sektor pertanian (agriculture), Singapore issues dan jasa/services. 13. Untuk isu MANAP (NAMA), negara maju meminta “genuine market access” sementara untuk negara berkembang, prinsip “less than full reciprocity” ditetapkan. Untuk formula penurunan tarif, harus hatihati melihatnya sebelum masuk ke perdagangan. Indonesia akan berupaya agar penurunan tarif dapat dilakukan. Isu MANAP (NAMA) juga berkaitan dengan sectoral elimination dan S&DT. Dalam hal simulasi penerapan formula NAMA untuk Indonesia, Indonesia belum menyentuh koefisien applied sebesar 7,2. 14. Isu pertanian (agriculture) merupakan isu yang sangat sensitif dan paling alot. Ada 3 pilar untuk sektor pertanian yaitu market access, domestic support, dan export subsidy. Isu ini didominasi oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, CG, G-20, G-33 (SP/SSP Alliance), G-4, G-10 dan African Group. Amerika Serikat dan Uni Eropa menetapkan penurunan subsidi yang tidak signifikan, akses pasar yang lebih luas, pengurangan dukungan domestik untuk blue and amber box dan tidak ada green box. Perlu dipertanyakan bagaimana Amerika Serikat dan Uni Eropa bisa menyelesaikan masalah tetapi merugikan negara-negara lain. Bagi Amerika Serikat diberlakukan subsidi ekspor dengan date end/time frame. Sedangkan bagi Uni Eropa, tidak ada date end, ekspor kredit dikurangi, subsidi tidak dihapus dan tidak ada trade concerns. 15. Isu-isu Singapura merupakan isu kontroversial yang berkaitan dengan investasi, competition policy, government procurement, dan trade facilitation. Keempat isu tersebut tidak lagi satu paket tetapi bisa sendiri-sendiri. Dalam negosiasi harus ada explicit consensus. Setelah perundingan, yang ada hanya satu isu yaitu Trade Facilitation yang merupakan isu paling penting dalam menunjang perdagangan. 16. WTO dengan seluruh persetujuan di dalamnya telah menjadi bagian integral dari sistim hukum Indonesia dengan adanya UU No. 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Final Act Embodying the Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations. UU tersebut telah menjadi dasar pijakan bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama di bidang perdagangan multilateral dan mengambil manfaat sebesarbesarnya dari kerjasama tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi rakyat Indonesia. 17. Atas dasar tersebut, dalam setiap negosiasi perdagangan multilateral khususnya Doha Development Agenda yang saat ini sedang berlangsung, Indonesia harus berpartisipasi aktif di semua bidang untuk mengamankan kepentingan Indonesia sekaligus memanfaatkan segala peluang yang dihasilkannya, seperti akses pasar, pengamanan pasar dalam negeri baik untuk barang maupun jasa. 18. Kadin sebagai organisasi sentral seluruh sektor swasta mempunyai peran strategis dalam menentukan sejauhmana kesiapan sektor swasta dalam menghadapi liberalisasi perdagangan yang akan dihasilkan oleh Perundingan Doha. Untuk itu, peran serta Kadin bersama Pemerintah untuk menentukan posisi Indonesia dalam perundingan merupakan suatu yang imperatif. Kadin beserta seluruh asosiasi dibawahnya harus mulai menyesuaikan dengan alam perdagangan bebas dengan cara melakukan efisiensi sehingga Indonesia tidak akan terjebak pada kebijakan proteksionistis yang pada akhirnya tidak menghasilkan sektor industri yang mandiri dan kompetitif di pasar domestik maupun global. B. Perekonomian Nasional dan Program Kerja Prioritas Pemerintah Pasca IMF 1. Setelah 6 tahun berada di bawah kerjasama dengan IMF, ada 2 hal yang sudah dipersiapkan sejak awal 2003 apabila lepas dari IMF yaitu : a. Masalah pembiayaan hutang sejumlah US$ 3 milyar per tahun berikut financial sustainability bangsa, dan b. Upaya bagaimana kita tidak kehilangan kepercayaan dari pasar di bidang fiskal, moneter, keuangan dan perdagangan. 2. Tantangan yang muncul setelah menyelesaikan kerja sama dengan IMF adalah (1) Gap pembiayaan/defisit anggaran (financing gap), dan (2) gap kredibilitas, yaitu kemampuan menyelesaikan masalah dengan IMF. Untuk mengatasinya, maka ditetapkanlah sebuah Paket Kebijakan Ekonomi berupa Inpres No. 5/2003, yang dikenal dengan nama White Paper. 3. Tiga pilar utama dalam Inpres No. 5/2003 sebagai Paket Kebijakan Ekonomi pasca program IMF adalah : a. Program stabilitas ekonomi makro b. Program restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan c. Program peningkatan investasi, ekspor dan penciptaan lapangan kerja 4. White Paper yang telah dipersiapkan merupakan paket interim (sementara) untuk 2004. Tim Ekonomi Gotong Royong menjamin bahwa implementasi White Paper akan berjalan dengan baik. Paket Ekonomi Interim bermaksud untuk menjaga ekonomi kita agar tidak terganggu di masa peralihan ini. Pemerintahan yang akan datang akan menghadapi masalah yang sama. Untuk itu, Pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja baru bagi para anak muda dan memacu kegiatan ekonomi. Lapangan kerja bisa tercipta apabila ada kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi berasal dari investasi. Tidak ada kegiatan ekonomi tanpa investasi. Untuk itu, Pemerintah mendatang harus mendorong investasi sebagai salah satu elemen pokok dari program Pemerintahan yang akan datang. Harus dipikirkan bagaimana cara yang paling efektif untuk menciptakan investasi yang lebih baik. Untuk memperbaiki iklim investasi diharapkan Pemerintah jangan mengambil alih peran dunia usaha. Pemerintah mendatang harus memikirkan action program/white paper yang jelas dan yang bisa menimbulkan confidence. Harus dilakukan penjabaran dari platform Presiden yang akan datang. 5. Fungsi White Paper dalam konteks sinergi antara dunia usaha dan Pemerintah adalah agar melalui White Paper, pihak dunia usaha dapat mengetahui apa yang menjadi prioritas pemerintah dan memonitornya, sehingga dunia usaha dapat berperan aktif dalam pembentuk sejumlah kebijakan. Dengan demikian, dunia usaha dapat menjadi stakeholder/mitra sejajar dengan Pemerintah. 6. Sementara, dalam konteks Pemerintah sendiri, White Paper diharapkan dapat meningkatkan fungsi koordinasi dari masing-masing Menteri Koordinator yang terlibat di dalamnya. 7. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting dalam memperbaiki perekonomian Indonesia yaitu : a. Stabilitas Ekonomi dengan fasilitas ekspor b. Harus dilakukan terobosan dengan lebih baik dan konsisten c. Fokus memperbaiki iklim investasi d. Harus diperhatikan masalah perbankan perpajakan. 8. Berkaitan dengan peranan Kadin, diharapkan Kadin bisa senantiasa menjadi partner Pemerintah. Dalam bekerjasama, kegiatan investasi harus lebih ditingkatkan. Hubungan Pemerintah dengan dunia usaha seyogyanya dekat tetapi jangan sampai dicampuradukan. Pemerintah berperan di public policy. Konsultasi, komunikasi dan dialog antara dunia usaha dan Pemerintah harus lebih ditingkatkan. 9. Terdapat 5 kriteria untuk menciptakan linkungan investasi yang kondusif yaitu: a. Hak-hak property (Property Rights) b. Penegakan kontrak (Contract Enforcement) c. Interaksi dengan Pemerintah d. Peraturan dan proses pasar tenaga kerja e. Kebutuhan-kebutuhan infrastruktur. 10. Masa depan Indonesia terletak pada sektor swasta dan perlu transparansi dialog antara Pemerintah dan sektor swasta yang sangat tinggi. Lima hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah Indonesia, yaitu : a. Bagaimana menciptakan lapangan kerja yang baik b. Bagaimana membangun kembali infrastruktur c. Bagaimana membuat keuangan Indonesia kembali bekerja d. Bagaimana membuat pendidikan dan jasa kesehatan di Indonesia sebagai sesuatu yang dapat dibanggakan e. Bagaimana agar Pemerintah dapat lebih efektif, termasuk juga Pemerintah Daerahnya. C. Tindak lanjut Pertemuan Tripartit KTI dan KBI antara Pemerintah, Perbankan dan Pelaku Usaha sebagai Solusi untuk Meningkatkan Investasi, Ekspor dan Perluasan Lapangan Kerja 1. Pertemuan Tripartit telah dilaksanakan 5 kali, yaitu KTI I di Makassar, KBI I di Bukit Tinggi, KTI II di Mataram, KTI III di Manado, dan KTI IV di Ambon. Pada pertemuan-pertemuan tersebut dibahas masalah perkreditan. Adanya Tripartit dikarenakan belum bergeraknya sektor riil secara baik. Tanpa dunia usaha yang kuat, tidak ada negara yang kuat. Untuk itu competitiveness dunia usaha harus terus ditingkatkan. Pihak Pemerintah menekankan adanya 2 masalah penting yaitu : 2. Masalah program sektor Untuk itu harus mendorong usaha untuk bergerak serta melakukan pengembangan infrastruktur dan pengembangan SDM. 3. Masalah deregulasi dan regulasi Diharapkan terwujudnya perekonomian yang kondusif 4. Ada 5 pertimbangan dalam Pertemuan Tripartit yaitu : a. perlu adanya kegiatan sektoral b. kewenangan Pemerintah Daerah c. kebijakan khusus Maluku dan Maluku Utara d. pelayanan publik e. kemitraan investasi publik dan swasta. 5. Adapun isu-isu pokok yang dibahas antara lain : a. keharmonisan tata ruang b. pengembangan kawasan perbatasan c. jaringan d. pelabuhan e. transportasi dan akomodasi f. komoditi unggulan g. kebijakan peningkatan investasi dan ekspor 6. Dalam hal deregulasi/regulasi, langkah-langkah yang sudah dicapai adalah : a. penanganan dekonsentrasi dan desentralisasi b. penanganan investasi satu atap c. penanganan tumpang tindih kebijakan sektoral d. pemberian insentif/keringanan perpajakan e. perpajakan di KTI. 7. Isu-isu pokok dukungan regulasi sektor meliputi : a. kemudahan perpajakan b. PP perpajakan c. ketenagakerjaan d. kemudahan ekspor e. f. g. h. i. j. k. perluasan akses pasar pelabuhan daerah penurunan biaya transportasi izin angkutan kayu penciptaan peraturan daerah yang kondusif pengembangan kelistrikan usaha pertambangan. 8. Dari segi perbankan berbagai realisasi sudah dilakukan sejak awal tahun 2002. Hasil tindak lanjut bidang perbankan meliputi : a. Meningkatkan fungsi intermediasi Bank Indonesia mendorong Bank Umum Kredit UMKM untuk membuat business plan. Diketahui bahwa bagian debet untuk KTI lebih baik dari KBI. Sementara untuk perkembangan kredit umum, KTI meningkat lebih tinggi daripada KBI. b. Meningkatkan akses pembiayaan UMKM Perlu ditingkatkan kerjasama Bank Umum dengan BPR. Beberapa bank telah mendirikan Unit Layanan Mikro, namun belum bisa didirikan di beberapa cabang. Juga perlu didirikan bazar-bazar intermediasi di beberapa daerah baik KTI maupun KBI. Linkage Program Bank Umum dengan BPR juga perlu ditingkatkan. Kerjasama yang dilakukan dengan Kantor Menko Ekuin adalah Program Pemberdayaan KKMB dan Satgas Daerah di 11 Propinsi . Juga didirikan Pusat Pengembangan Pendamping UKM di Jawa Barat. c. Skim Khusus Kredit Mikro Pada tahun 80-an, terdapat skim KKPA dan KKP untuk pembiayaan sektor pertanian. Skim Khusus Kredit Mikro perlu disosialisasikan kepada masyarakat pengguna dana. d. Meningkatkan infrastruktur perbankan dengan konsultasi dan pelatihan kepada perbankan mengadakan e. Meningkatkan kewenangan memutus kredit Kantor Cabang f. Skim Khusus Sektor Pertanian Skim Khusus Sektor Pertanian menyangkut skim KKPA Kelapa Sawit, pembiayaan kredit dan mapping potensi daerah. g. Lembaga Penjaminan Kredit Berkaitan dengan pembentukan LPK, kendala yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga professional dan permodalah sertifikasi sebagai agunan h. Program Sertifikasi /Tindak Lanjut Sertifikasi i. Masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia, yang bisa dikelompokkan ke dalam empat kategori : Pertama adalah arah sistem ekonomi yang belum jelas, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku ekonomi. Sistem ekonomi Indonesia seharusnya mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yang mengandung nilai-nilai moral, etik, kemanusiaan, demokrasi, persatuan dan kesatuan, hajat hidup orang banyak, dan keadilan sosial. Kedua, krisis ekonomi yang terjadi telah membawa dampak trauma bagi pelaku ekonomi yang hingga kini masih meragukan situasi keamanan dan ketertiban di Indonesia. Ketiga, penerapan standar internasional tentang prudential banking masih dirasakan sulit bagi perbankan nasional, sehingga belum sepenuhnya terpenuhi. Terakhir, masalah otonomi daerah dan pembangunan regional. j. Saat ini, sektor perbankan, sektor birokrasi dan sektor usaha berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah seharusnya banyak berperan dan mengatasi berbagai persoalan seperti masalah keamanan. Dengan tidak jelasnya peran Pemerintah, kita akan sulit untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. k. Dalam hal perbankan, BPR agar diberikan ke bank-bank daerah. Banyak orang daerah yang datang ke Jakarta tidak mengetahui tentang Bank Indonesia. Untuk itu, harus diperhatikan bagaimana mengurus perizinan. D. Paradigma Baru Dunia Usaha Untuk Menciptakan Good Corporate Governance (GCG) 1. Corporate Governance yang merupakan tata kelola yang mengindahkan keterbukaan harus bersifat universal. Adapun penerapan Corporate Governance yang baik bermanfaat untuk terlaksananya Corporate Governance yang baik. Hal tersebut adalah untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat di sektor swasta dan masyarakat madani dalam upaya menciptakan kebijakan ekonomi dan dunia usaha. 2. Ada 4 komponen norma Corporate Governance yaitu : a. Fairness b. Accountability c. Transparancy d. Responsibility. 3. Pengembangan Corporate Governance membangun citra dan kepercayaan. sangat penting untuk 4. Peran-peran Komite Khusus GCG Kadin Indonesia sebagai berikut : a. meningkatkan sosialisasi tentang manfaat Corporate Governance b. mendorong dan memfasilitasi Komite Khusus Penadbiran Korporasi tingkat Kadin c. mendorong pembangunan-pembangunan di daerah untuk pembentukan Corporate Governance d. meningkatkan pemahaman akan Corporate Governance e. membangun jaringan informasi Corporate Governance 5. Sehubungan dengan penggunaan kekuasaan, ada sejumlah lingkungan yang mempengaruhi GCG, yaitu (1) informal values, membutuhkan ratusan tahun untuk mengubah perilaku yang berkaitan dengan hal ini; (2) law enforcement, membutuhkan waktu puluhan tahun; (3) persaingan yang wajar, membutuhkan waktu tahunan; dan (4) strategizing, membuat good governance sebagai identitas perusahaan, atau dikenal sebagai internalisasi. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan hal ini, bisa dilakukan sesegera mungkin. 6. Untuk mempercepat implementasi GCG diperlukan hal-hal sebagai berikut : a. perubahan paradigma dari hanya sekedar pemenuhan peraturan menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi b. implementasi GCG merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholder, tidak terkecuali Pemerintah c. implementasi GCG dan Good Public Governance (GPG) harus dilaksanakan secara parallel d. Gerakan good corporate governance harus sinergis dengan good public governance yang pada gilirannya model tatanan masyarakat yang kita impikan bisa segera terwujud. Untuk itu dibutuhkan koalisi yang hidup. 7. Adapun konsep pelaksanaan GCG yang efektif bagi kondisi Indonesia adalah sebagai berikut : a. Diperlukannya lembaga penjaga moral yang dapat mengarahkan kebenaran. Lembaga penjaga moral ini merupakan lembaga independen yang kredibel dan committed dalam memperjuangkan corporate governance. b. Diperlukannya pendekatan regulasi yang dilaksanakan sekaligus dengan program edukasinya. Pada tahap awal, pendekatan regulasi sangat efektif, karena dikaitkan dengan perizinan dan ancaman terkena sanksi. c. Perlu digerakkannya partisipasi penuh dari semua stakeholders, seperti investor publik, kreditor, pegawai, pemasok, dan masyarakat pada umumnya. Pemegang saham publik seringkali dalam posisi lemah, tidak saja kurang memiliki informasi yang cukup, namun juga kurangnya kemampuan untuk meramu informasi sekaligus memainkan ketentuan hukum yang relevan. Sebagai tahap awal pemberdayaan, pemegang saham publik agar dapat melaksanakan kontrol sosial terhadap pengurus perusahaan. Sampai saat ini belum ada dukungan penuh untuk mewujudkan pembentukan Lembaga Advokasi dan Proteksi Investor yang bisa membangun kepercayaan di pasar modal. d. Para pengusaha perlu mencanangkan Gerakan Anti Suap secara bersama dan konsisten. e. Pemerintah harus melakukan perbaikan public governance secara parallel.