PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS

advertisement
PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata)
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI
BEDAH LAPARATOMI KUCING (Felis domestica)
SKRIPSI
NOER KHALID CHADIR ZAKARIA
O111 10 124
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
ii
PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata)
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA
OPERASI BEDAH LAPARATOMI PADA KUCING
(Felis domestica)
NOER KHALID CHAIDIR ZAKARIA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
: Noer Khalid Chaidir Zakaria
Nim
: O 111 10 124
Jurusan / Program Studi : Kedokteran Hewan
dengan ini menyatakan keaslian dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang
berjudul :
Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) Terhadap Penyembuhan
Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi pada Kucing (Felis domestica)
Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan serta daftar pustaka.
Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil
dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
Makassar, 26 Februari 2015
Pembuat Pernyataan
Noer Khalid Chaidir Zakaria
v
Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) Terhadap Penyembuhan
Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi pada Kucing (Felis domestica)
ABSTRAK
Noer Khalid Chaidir Zakaria (O 111 10 124) di bawah bimbingan drh. Dini
Kurnia Ikliptikawati, M.Sc sebagai pembimbing Utama dan drh. Dedy
Rendrawan, M.P sebagai Pembimbing anggota.
Ketersediaan obat-obatan dalam dunia medis veteriner seringkali menjadi kendala
dalam melakukan pelayanan medis veteriner. Terkadang sediaan obat yang ada
belum sesuai dengan dosis yang diperuntukkan bagi hewan. Ikan gabus (Channa
striata) mengandung albumin dan mineral-mineral yang penting dalam proses
penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
efektivitas ekstrak ikan gabus, terhadap pemulihan luka pasca operasi. Sebanyak
enam ekor kucing yang dibagi menjadi dua kelompok menjalani prosedur bedah
laparatomi, sebelum dioperasi terlebih dahulu kucing-kucing tersebut menjalani
pemeriksaan serologis untuk mengetahui status fisiologis tubuh, pemberian
ekstrak ikan gabus diberikan setelah kucing-kucing tersebut menjalani prosedur
bedah laparatomi. Kemudian, luka pasca operasi akan terus diamati hingga luka
tersebut sembuh. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif menggunakan
perangkat lunak. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana kelompok perlakuan
membutuhkan waktu + 7 hari untuk proses kesembuhan luka, sedangkan
kelompok kontrol membutuhkan waktu + 14 hari untuk proses kesembuhan luka.
Kesimpulan dari hasil penelitian yakni, adanya pengaruh ekstrak ikan gabus
terhadap proses kesembuhan luka pasca operasi, berdasarkan pengamatan fisik.
Kata kunci : Ekstrak ikan gabus, kucing domestik, laparatomi, penyembuhan
luka
vi
The Influence extract of snakehead fish (Channa striata) Against Postoperative wound healing surgery laparatomy cat (Felis domestica)
ABSTRACT
Noer Khalid Chaidir Zakaria (O 111 10 124) Supervised by drh. Dini Kurnia
Ikliptikawati, M.Sc as the main supervisor and drh. Dedy Rendrawan, M.P as
co-supervisor.
The availability of veterinary medicines in the medical world is often
the obstacle in doing veterinary medical services. Sometimes the dosage of the
medicines
have
not
been in
compliance
with the
dose intended
for animals. Snakehead
fish
(Channa striata)
contains albumin and
minerals which are essential in the process of wound healing. The purpose of this
research is to know the effectiveness of the snakehead fish extract, against
recovery of post-operative wounds. As many as six cats were divided into two
groups undergoing laparatomi surgical procedures, before the surgery in advance
of such cats undergoing serologis examination to know the physiological status of
the body. The granting of snakehead fish extract was given after the cats
undergo laparatomi surgical procedures . Post-operative wounds, then will
continue to be observed until the wounds heal. Data analysis is carried out
statistical descriptive using software. Based on the results of the study found a
difference between the treatment group and the control group, where a group of
treatment takes time + 7 days for the process of healing the wounds, while the
control group takes time + 14 days to the process of the healing of the wound. The
conclusions of the study results, i.e., the influence of snakehead extract to the
process of healing the post-operative wounds, by physical observations.
Keywords : Snakehead fish extract, domestic cat, laparatomi, wound, albumin,
mineral
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1992 di Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan, dari ayahanda Ir. H. Zakaria
Bakrie, M.Si dan ibunda Dra. Hj. Hamida. Penulis merupakan
anak ke dua dari Empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 19 Tammarupa
Kab. Pangkep pada tahun 2004, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Padaelo Kab.Barru dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Segeri Kab. Pangkep.
Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan kuliah di Program Studi Kedokteran
Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010 melalui
ujian lokal.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu
Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat
sebagai anggota Pengabdian Masyarakat periode 2011-2012.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Tiada kata dapat terucap selain ucapan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberi kasih sayang dan karunia-Nya
karunia
utamanya atas nikmat terbesar berupa iman dan kehidupan yang penulis rasakan
hingga saat ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad Shallahu’alaihi wa Sallam,, suri teladan terbaik bagi umat
manusia, kepada para keluarga dan sahabat beliau, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan
orang-orang
orang yang senantiasa istiqomah dalam dienul Islam hingga qadarullah
berlaku atas diri-diri
diri mereka. Semoga kelak kita termasuk ke
ke dalam golongan
orang-orang
orang yang selamat.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana
strata satu Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin
Hasanuddin. Dalam
penyusunan Skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa
(
Striata) Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi
pada Kucing (Felis domestica)”
domestica ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
olehnya itu, ungkapan terima kasih seiring doa dan harapan Jazakumullah
Khairon penulis haturkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu demi
selesainya penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada
yang terhormat:
1.
drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc.,
M.Sc., selaku pembimbing I dan drh. Dedy
Rendrawan, M.P.,, selaku pembimbing II yang telah bersedia dengan sabar
meluangkan waktu dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam proses penyeleisaian skripsi ini.
2.
Dr. drh. Dwi Kesuma Sari,
Sari, selaku penasehat akademik yang telah memberi
motivasi serta membuka wawasan penulis dengan berbagai arahannya
selama ini.
3.
Segenap dosen Program Studi Kedokteran Hewan Unhas atas segala ilmu
dan bimbingannya selama penulis menempuh studi.
4.
Segenap pegawai dan staff Program Studi Kedokteran Hewan Unhas yang
telah memberikan pelayanan yang baik kepada
kep
penulis.
5.
drh. Mona selaku Pimpinan Makassar Pet Clinic beserta para staff, yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian dan
senantiasa memberikan arahan dan saran selama penulis melakukan
penelitian.
6.
Orang tua tercinta, Ayahanda Zakaria Bakrie dan Ibunda Hamidah. Dua
orang yang sangat berjasa dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
penulis. Dorongan berupa semangat yang tertuang melalui nasehat, doa,
daya, dan upaya senantiasa dicurahkan untuk penulis.
penulis. Hanya Allah yang
mampu membalas semua pengorbanan kalian, uhibbukifillah Abi wa Ummi.
Ya Allah, semoga hamba dapat membahagiakan mereka baik di dunia
maupun di akhirat kelak. Aamiin..
ix
7.
Saudara-saudaraku tersayang kakak Nunung, Adhe, dan Ririn, terima kasih
atas doa dan motivasinya.
8.
Tante Juna tersayang, yang selalu menemani penulis di kala sepi karena
berada jauh dari ayah dan ibu. Terima kasih atas kasih sayang, semangat,
dan doanya selama ini.
9.
Untuk masa depanku yang tertunda Sitti Mughniati, yang selalu
mencurahkan perhatian dan pengertiannya disetiap waktu.
10. Sahabat-sahabatku Zainal, Aldi, Ryan, Eka, dan Irwan yang selalu memiliki
hiburan tersendiri dikala penulis jenuh.
11. Teman-teman penelitian Titin Tambing dan Priska Florencia Pirade
12. Andhika Yudha Prawira yang selalu membantu dalam pelaksanaan
penelitian.
13. Keluargaku para calon dokter hewan yang tergabung dalam V-Gen. serta
junior-junior 2011, 2012, 2013, 2014, tetap semangat mengejar mimpimimpi kita, dan mari teruskan perjuangan kita untuk membangun dunia
veteriner di Bumi Pancasila, VIVA VETERINER!!!
14. Rekan-rekan TOMONI CREW yang tidak pernah lekang oleh waktu.
15. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian studi dan penyusunan skripsi ini.
Kepada semua pihak yang telah penulis sebutkan di atas, semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
yang lebih dari semua yang telah mereka berikan, dan mudah-mudahan Allah
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan mereka
semua. Teriring ucapan Jazakumullah Khoiran Katsiro, Amin Ya Rabbal Alamiin.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya. Sehingga, kritik
yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempunaan skripsi ini. Namun
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Makassar, 12 Januari 2015
PENULIS
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i…………………………
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 2
1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu ......................................................... 2
1.4.2. Manfaat Aplikasi ............................................................................ 2
1.5. Hipotesis ................................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kucing ..................................................................................................... 3
2.2. Ikan Gabus............................................................................................... 4
2.2.1. Albumin.......................................................................................... 5
2.2.2. Ekstrak Ikan Gabus ......................................................................... 7
2.3. Bedah Laparatomi .................................................................................... 9
2.4. Luka dan Kesembuhan Luka .................................................................... 9
2.4.1. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka ................................................ 10
2.4.2. Proses Penyembuhan Luka ............................................................. 10
2.4.3. Mekanisme Penyembuhan Luka ..................................................... 11
2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.................. 12
3. KERANGKA KONSEP, DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep..................................................................................... 13
3.2. Defenisi Operasional ................................................................................ 14
3.2.1. Kucing............................................................................................ 14
3.2.2. Bedah Laparatomi .......................................................................... 14
3.2.3. Perlakuan........................................................................................ 14
3.2.4. Variabel Control ............................................................................. 14
3.2.5. Pengamatan terhadap Pemulihan Luka............................................ 14
3.2.6. Analisis Data .................................................................................. 14
4. METODELOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian ..................................................................................... 15
4.2. Sasaran, Waktu, dan Lokasi ..................................................................... 15
4.3. Metodelogi Penelitian .............................................................................. 15
4.4. Alat dan Bahan......................................................................................... 15
4.4.1. Alat ................................................................................................ 15
4.4.2. Bahan ............................................................................................. 16
xi
4.5. Sampel ..................................................................................................... 17
4.6. Prosedur Penelitian................................................................................... 17
4.6.1. Prosedur Bedah Laparatomi ........................................................... 17
4.6.2. Perawatan Pasca Operasi ................................................................ 17
4.6.3. Evaluasi Pemulihan Luka ............................................................... 17
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pemeriksaan Serologis ............................................................................. 18
5.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kesembuhan Luka.... 19
5.2.1. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Inflamasi .......................... 19
5.2.2. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kondisi ............................ 22
5.3. Analisis Data............................................................................................ 23
6. PENUTUP
6.1. Kesimpulan .............................................................................................. 24
6.2. Saran........................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25
LAMPIRAN ......................................................................................................... 28
xii
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
Kadar Nutrisi Ikan Gabus................................................................................ 5
Jumlah Makromolekul pada Berbagai Spesies Hewan ..................................... 6
Komposisi Fraksi dan Keadaan Ikan ............................................................... 8
Parameter Mutu Ikan....................................................................................... 8
Perbandingan Luas Permukaan Tubuh
Hewan Percobaan untuk Konversi dosis.......................................................... 9
6. Kandungan Nutrisi pada Kapsul Albumin (Pujimin)........................................ 16
7. Rujukan dan Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Serologis) .............................. 18
8. Nilai Normal Pemeriksaan Biokimia Pada Kucing .......................................... 18
DAFTAR GAMBAR
1. Kucing ............................................................................................................ 3
2. Ikan Gabus...................................................................................................... 4
3. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Gejala
Inflamasi......................................................................................................... 19
4. Rubor (Kemerahan) Pada Proses Inflamasi...................................................... 21
5. Tumor (Bengkak) Pada Proses Inflamasi ......................................................... 21
6. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Kondisi
Luka ............................................................................................................... 22
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Hasil Pengamatan ........................................................................................... 29
Alat dan Bahan ............................................................................................... 31
Prosedur Bedah Laparatomi ............................................................................ 32
Proses Bedah Laparatomi................................................................................ 33
Perawatan Luka .............................................................................................. 34
Perhitungan Dosis ........................................................................................... 35
Alat dan Bahan Peracikan Ekstrak Ikan Gabus Untuk Kucing ......................... 35
Hasil Penujian Statistik ................................................................................... 37
1
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketersedian obat-obatan dalam dunia medis sangat menunjang suatu
keberhasilan proses penyembuhan suatu penyakit. Sedangkan, di Indonesia dan
khususnya di Sulawesi Selatan, suplai atau ketersedian obat-obatan yang
dikhususkan untuk hewan sangat terbatas jumlahnya. Walau terkadang untuk
mengimbangi keterbatasan tersebut dokter hewan biasanya memberikan obat yang
diperuntukan bagi manusia dengan mengubah sediaan obat tersebut agar sesuai
dengan keperluan medis yang dibutuhkan. Hal ini sangat tidak efektif, karena
untuk mengubah sediaan obat membutuhkan waktu dan konsentrasi tersendiri.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengembangkan
obat-obatan yang penggunaannya dikhususkan dalam pengobatan hewan.
Fokus penelitian ini adalah Penyembuhan luka pasca operasi (Laparatomi).
Peneliti akan memberikan terapi pengobatan dengan menggunakan ekstrak ikan
gabus. Berdasarkan dari uraian tersebut maka judul dari penelitian ini yaitu
“PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP
PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI BEDAH LAPARATOMI PADA
KUCING (Felis domestica)”.
Penggunaan ekstrak ikan gabus ini berdasarkan kandungan gizi dari ikan
tersebut yang kaya akan albumin. Albumin merupakan kandungan protein dengan
volume atau jumlah terbanyak dalam darah. Dalam proses persembuhan atau
pemulihan luka, albumin sangat berperan penting karena dalam proses
metabolisme sel, albumin berperan dalam pembentukan jaringan sel baru. Oleh
karena itu, albumin cocok digunakan untuk menstimulasi pembentukan sel baru
yang rusak akibat pembedahan saat operasi (Restiana et al, 2009)
Penggunaan ekstrak ikan gabus sudah sangat berkembang pada pengobatan
atau perawatan pasca operasi pada manusia. Hal tersebut telah terbukti efektif
dalam mempercepat proses persembuhan luka. Hal inilah yang terus mendorong
peneliti untuk mengembangkan penggunaannya pada hewan, karena pemberian
obat pasca operasi pada umumnya hanya terbatas pada antibiotik dan antiinflamasi saja, sehingga terkadang proses persembuhan luka membutuhkan waktu
yang cukup lama.
2
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap proses persembuhan luka
pasca operasi?

Berapa lama tingkat perbedaan waktu pemulihan luka antara pasien yang
diberi ekstrak ikan gabus dan pasien yang tidak diberi ekstrak ikan gabus?

Apakah ekstrak ikan gabus efektif untuk mepercepat pemulihan luka pasca
operasi?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk:

Mengetahui pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap proses pemulihan luka
pasca operasi pada kucing.

Mengetahui perbedaan waktu pemulihan antara pasien yang diberi ekstrak
ikan gabus dan pasien yang tidak diberi ekstrak ikan gabus

Mengetahui tingkat efektivitas ekstrak ikan gabus terhadap pemulihan luka
pasca operasi, berdasarkan gejala inflamasi (dolor, calor, rubor, dan tumor),
serta pengukuran panjang luka dengan menggunakan jangka sorong atau
penggaris untuk melihat perubahan luka setiap hari.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu

Sebagai bahan acuan terhadap penelitian selanjutnya yang akan mengkaji
fungsi lain dari ekstrak ikan gabus (Channa Striata).

Mengembangkan Khazanah keilmuan dibidang kedokteran hewan.
1.4.2. Manfaat Aplikasi
Manfaat aplikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kepada
masyarakat mengenai manfaat dari ekstrak ikan gabus.
1.5
Hipotesis
Berdasarkan Teori yang akan dipaparkan pada halaman berikutnya, maka
dapat ditarik hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus akan memberikan pengaruh
terhadap kecepatan proses pemulihan luka pasca operasi bedah laparatomi pada
kucing.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kucing
Kucing domestik (Gambar 1) adalah salah satu hewan karnivora sejati yang
berada dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain
mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau (Baca et
al, 2006).
Penentuan umur relatif pada kucing sama dengan pola pada anjing yaitu gigi
susu muncul pada 3-4 minggu setelah lahir. Pergantian gigi berakhir sekitar umur
8-9 bulan. Pada usia 1 tahun terlihat gigi putih dan bersih. Sedangkan pada usia 1
- 2 tahun terlihat gigi mulai aus dan muncul karang gigi (kuning) pada beberapa
gigi di belakang gigi. Kemudian pada usia 3 - 5 tahun terlihat adanya karang gigi
(kuning) yang lebih banyak (semua gigi) (Muyle, 2012).
Menurut perhimpunan pencinta kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras
kucing yang sudah diakui (Triastuty, 2006). Kucing lokal atau kucing kampung
(Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni secara genetik
karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga keturunan yang
dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas (Endrawati, 2005).
Klasifikasi kucing kampung (Felis domestica) menurut Fowler (1993) adalah
sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum :
Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Sub ordo : Conoidea, Famili :
Felidae, Sub famili : Felinae, Genus : Felis, Spesies : Felis domestica.
Kucing dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, lebih dari 50 %
atau sekitar 20 spesies tergolong kucing kecil (small cat), 30 % atau sekitar 11
spesies termasuk kucing berukuran sedang dan sisanya sekitar 7 spesies termasuk
kucing besar (big cats) (Endrawati, 2005).
Gambar 1. Kucing Lokal
Sumber : GeoChemBio.com/biology/organisms/cat - taxonomy (2013)
Sebagian besar kucing jantan yang dibiarkan bebas berkeliaran di luar
rumah cenderung akan berburu dan makan berbagai macam makanan selain cat
food yang sudah diberikan di rumah. Mereka akan memakan tikus, katak, mamalia
kecil lainnya atau bahkan anak ayam (Kartha, 2012).
4
2.2
Ikan Gabus
Ikan gabus adalah ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh Subcylindrical, kepala depressed dan sirip ekor rounded seperti pada Gambar 2.
Bagian permukaan dan samping punggung berwarna gelap dan bercorak
kombinasi warna hitam dan kuning tua, serta putih pada bagian perut. Ikan Gabus
banyak ditemukan di sungai-sungai, danau dan rawa, kadang- kadang terdapat di
air payau berkadar garam rendah, dan dapat pula hidup di air kotor dengan kadar
oksigen rendah, bahkan tahan terhadap kekeringan. Ikan gabus ditemukan di
berbagai daerah perairan umum di Indonesia dengan nama yang berbeda
(Brotowidjoyo, 1995). Adapun secara taksonomi ikan gabus tergolong dalam:
Kerajaan: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Actinopterygii, Ordo: Perceformes,
Famili: Channidae, Genus: Ophiocephalus, Spesies: Ophiocephalus striatus.
(Ghufran, 2010)
Gambar 2. Ikan Gabus
(sumber: Ghufran, 2010)
Ikan gabus adalah salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia.
Belakangan ini ikan gabus diketahui mengandung protein dan albumin yang
sangat penting bagi kesehatan. Penggunaan ikan gabus untuk pengobatan secara
tradisional telah dilakukan di beberapa daerah. Ikan gabus sering dikonsumsi oleh
perempuan yang baru melahirkan terutama di Sulawesi Selatan. Konsumsi ikan
gabus di Tana Toraja dan Enrekang, sudah banyak diberikan sejak dulu oleh anakanak karena dipercaya dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak-anak. Ikan
gabus ini juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Dengan menjadikan ikan
gabus dalam menu diet tiap hari maka dapat memenuhi kebutuhan akan protein
dalam tubuh. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah
konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan
memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan,
kehamilan, atau menyusui (Ghufran, 2010). Kadar nutrisi ikan gabus dapat
diuraikan pada Tabel 1 berikut.
5
Tabel 1. Kadar Nutrisi Ikan Gabus
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
9
10
11
12
Unsur Gizi
Energi
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Lemak
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B
Vitamin C
Jumlah
116
69,6
25,2
1,7
0
3,6
62
176
0,9
45
0,04
0
Satuan
Kal
G
G
G
G
G
Mg
Mg
Mg
Mcg
Mg
Mg
Sumber: Suprapti (2008)
Ikan gabus merupakan alternatif lain sebagai sumber protein albumin
karena diketahui mengandung senyawa-senyawa penting bagi tubuh manusia
diantaranya protein yang cukup tinggi, lemak, air dan mineral, terutama mineral
Zinc (Zn) (Anonim, 2003). Zinc berfungsi sebagai anti oksidan yang melindungi
sel-sel, mempercepat proses penyembuhan luka, mengatur ekspresi dalam limfosit
dan protein, memperbaiki nafsu makan dan stabilisasi berat badan (Gibson S.,
2005).
Sebagaimana protein ikan pada umumnya, ikan gabus mengandung tiga
jenis protein yaitu protein larut (yang mudah dihilangkan dengan cara ekstraksi),
protein stroma jaringan ikat, dan protein kontraktil. Sarkoplasma merupakan
cairan yang ada di antara myofibril (De Man, 1997). Protein sarkoplasma disebut
juga miogen termasuk dalam protein ini adalah albumin, mioalbumin, mioprotein,
globulin-X dan miostromin. Albumin, mioalbumin dan mioprotein mempunyai
sifat mudah larut dalam air. Globulin dan miostromin sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam larutan basa atau asam lemah. Protein ini larut dalam air dan
larutan garam berkekuatan ion rendah (konsentrasi garam 0,5%), dapat
digumpalkan dengan suhu (90oC). Para peneliti di Asia Tenggara, khususnya
Malaysia dan Indonesia, telah membuktikan bahwa ikan gabus merupakan salah
satu ikan penting bagi kesehatan. Ekstrak ikan gabus dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti serum albumin yang biasa digunakan untuk menyembuhkan luka
operasi. Untuk memanfaatkan ikan gabus sebagai obat, ikan diambil ekstraknya
dengan cara mengukusnya, lalu menampung airnya. Air ekstrak langsung
diminumkan kepada pasien yang baru operasi (Ghufran, 2010).
2.2.1 Albumin
Albumin merupakan plasma protein tubuh yang jumlahnya separuh dari
total protein di tubuh sebesar 7,2 – 9 g/dl. Sebagai plasma protein peran albumin
yang mengandung 16 asam amino itu demikian vital mulai dari penyusun sel,
antibodi, enzim, hingga hormon (Restiana et al, 2009). Albumin juga merupakan
protein utama dalam plasma hewan dan menyusun sekitar 60 % dari total protein
6
plasma. Sejalan dengan hal tersebut, Salasia dan Hariono (2010:1) menegaskan
bahwa protein utama dalam plasma adalah albumin.
Albumin khususnya diproduksi di hati, menyediakan 75-80% tekanan
osmotik koloid plasma, penting dalam menjaga cairan dalam rongga vascular
(Tilley and Smith, 2000). Hati menghasilkan 12 gram albumin per hari yang
merupakan 25% dari total sintesis protein hepatik dan separuh dari seluruh protein
yang disekresikan organ (Restiana et al, 2009).
Albumin dengan berat molekul (BM)+69.000, menduduki 40-60% dari total
protein serum tergantung dari jenis spesies, umur, lingkungan, dan status gizi.
Albumin mempunyai peranan penting dalam memelihara tekanan osmose darah,
sebagai cadangan asam amino untuk protein jaringan, dan pengikat berbagai zat,
misalnya penisilin, aspirin, barbiturate, histamin, bilirubin, porfirin, dan
ketosteroid (Salasia dan Hariono, 2010:6).
Kadar albumin dalam tubuh beberapa jenis hewan dapat diuraikan pada
Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Jumlah Makromolekul pada Berbagai Spesies Hewan
Jenis
Hewan
Bovine
Ovine
Caprine
Equine
Porcine
Canine
Sex
Umur
Jantan 18-30 Bulan
Betina 5-9 Tahun
122 hari
jantan
6,25
betina
5-6 Bulan
-
Globulin (g.dl)
Protein
total (g/dl)
6,97 + 0,53
7,56 + 0,50
5,81
Albumin
(g/dl)
3,20
3,40
2,96
0,96
0,85
1,10
0,61
1,08
0,40
2,18
2,16
1,30
3,95
6.25
0,42
1,24
0,97
6,72
7,40
6,10-7,80
2,60
3,40
3,10-4,00
2,63
1,50
1,20
0,81
1,10
1,30
0,68
1,40
0,80
Sumber: Lazuardi (2010:36).
Penurunan serum albumin dapat ditunjukan dengan metode yang bervariasi,
berkurangnya serum albumin ditunjukan dengan penurunan kadar lebih kurang
dari 2,0 g/dL. Pada saat mengalami peradangan kadar albumin kurang dari 1,5
g/dL (Tilley and Smith, 2000). Hati merupakan satu-satunya sumber produksi
albumin di tubuh, jadi hipoalbuminemia bisa jadi manifestasi dari
ketidakmampuan hati dalam mensintesis protein ini. Penyebab lain kurangnya
sintesis hepatik (yaitu, pembesaran glomerulus atau pendarahan pada
gastrointestinal) dengan pertimbangan bahwa kerusakan hati merupakan penyebab
hypoalbuminemia (Nelson and Couto, 2003:366). Tingkat sintesis albumin juga
dipengaruhi oleh nutrisi dan inflamasi, mengingat bahwa albumin adalah protein
fase akut (Don and Kaysen, 2004:432). Selajutnya, Salasia dan Hariono (2010:7)
mengatakan bahwa “Penurunan albumin plasma karena: 1. Hambatan sintesa
albumin; 2. Break down albumin yang berlebihan akibat penyakit; 3. Akibat
penigkatan konsentrasi globulin”.
Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, sebagai pengangkut molekulmolekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan
bahan metabolisme asam lemak bebas dan bilirubuin serta berbagai macam obat
yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu organ ke
organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni
7
memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. Selanjutnya, fungsi albumin adalah
sebagai berikut:

Memelihara tekanan osmotik. Tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh
albumin akan memelihara fungsi ginjal dan
mengurangi edema pada
saluran pencernaan, dan dimanfaatkan dengan metode hemodilusi untuk
menangani penderita serangan stroke akut.

Mengusung hormon tiroid

Mengusung hormon lain, khususnya yang dapat larut dalam lemak

Mengusung asam lemak menuju hati

Mengusung obat-obatan dan memperpendek waktu paruh obat tersebut

Mengusung bilirubin

Mengikat ion Ca2+

Sebagai larutan penyangga (buffer)

Sebagai protein radang fase-akut negatif. Konsentrasi albumin akan
menurun sebagai pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah
terjadi infeksi, namun bukan berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan
kekurangan nutrisi (Sehati, 2012).
Albumin mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (misalnya steroid)
serta bilirubin dan asam lemak. Albumin mempunyai 2 tempat ikatan yakni, Site I
mengikat warfarin, fenilbutazon, Fenitonin, asam Valproat, tolbutamid,
sulfonamide, dan bilirubin (disebut Warfarin site), Site II mengikat diazepam dan
benzoadiazepin lainnya, dan asam-asam karboksilat (kebanyakan AINS), penisilin
dan derivatnya ( disebut diazepam site), asam-asam lemak mempunyai tempat
ikatan yang khusus pada albumin (FKUI, 2009:6). Fungsi albumin lainnya
dinyatakan oleh Isnaeni (2006:76) bahwa “…albumin bertanggung jawab
mempertahankan volume plasma”. Hal ini dipertegas oleh Don and Kaysen
(2004:435) yang meyatakan bahwa “Fungsi penting lain dari albumin adalah
kemampuannya untuk mengikat berbagai ligan di empat situs pengikat utama.
Ligan ini termasuk asam lemak bebas, kalsium, hormon steroid tertentu, tiroksin,
bilirubin, tembaga, dan tryptophan. Selain itu, sejumlah obat terikat dengan
albumin, ter-masuk aspirin, warfarin, sulfonamid, penisilin, digoksin, dan obat
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)”. Albumin yang secara nonselektif
mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3: dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4 (Sherwood, 2001:647).
2.2.2 Ekstrak Ikan Gabus
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan ekstrak ikan
gabus adalah kualitas daging ikan gabus, ukuran potongan daging yang
diekstraksi, dan suhu ekstraksi. Ikan gabus sebagai bahan baku pembuatan ekstrak
ikan gabus harus mempunyai kualitas yang baik, jika memungkinkan berasal dari
ikan yang masih hidup atau belum mengalami proses rigor. Rahayu (1992)
menjelaskan bahwa proses rigor mortis dapat menurunkan kandungan protein
plasma, karena sebagian protein yang larut dalam air akan berubah menjadi
protein yang tidak larut air. Perubahan kelarutan ini akan berdampak pada
rendemen. Perubahan protein karena rigor mortis disajikan pada Tabel 3.
8
Tabel 3. Komposisi fraksi dan keadaan ikan
Keadaan Ikan
Tipe daging
Sarkoplasma (%)
Miofibril (%)
Merah
Putih
Merah
Putih
29.0
37.4
22.5
32.8
62.4
59.2
66.1
61.3
Pra rigor
Pasca rigor
Sumber: Rahayu (1992)
Jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan ikan yang masih hidup
sebelum proses, maka harus dipastikan bahwa ikan bermutu baik dengan tandatanda sebagaimana terangkum dalam Tabel 4. Ikan gabus yang telah mengalami
kerusakan akan menghasilkan ekstrak ikan dengan aroma amis. Aroma amis ini
relatif sulit dihilangkan atau dinetralisasi. Aroma ini disebabkan oleh
terbentuknya trimetil amin oksida (TMAO) yang mempunyai sifat larut air,
sehingga dalam proses ekstraksi, senyawa ini akan ikut terekstraksi (Rahayu,
1992).
Tabel 4. Parameter mutu ikan
Parameter
Ikan bermutu baik
Mata
Jernih dan cembung
Insang
Merah dan tidak busuk
Lendir
Sisik/kulit
Kelenturan/kekenyalan
Aroma
Encer dan aroma segar
Kuat dan mengilat
Lentur atau kenyal
Segar
Ikan mengalami
kerusakan
Keruh dan masuk ke
dalam
Merah/coklat gelap dan
busuk
Kental dan aroma busuk
Mudah dicabut dan kusam
Lembek dan berair
Busuk
Sumber: Buckle et al. (1985)
Pemotongan daging dimaksudkan untuk memperkecil ukuran sehingga luas
permukaan akan semakin besar. Semakin besar luas permukaan daging yang
bersinggungan dengan panas dan air akan semakin tinggi laju ekstraksi. Tidak
dianjurkan untuk menghancurkan daging ikan gabus, karena dapat mempercepat
penggumpalan selama ekstraksi (pemanasan) sehingga menghambat pengeluaran
plasma dari daging. Albumin ikan gabus, sebagaimana protein umumnya sangat
rentan terhadap pengaruh suhu, sehingga penerapan suhu yang tepat sangat
diperlukan dalam proses untuk menghilangkan sari ikan yang berkualitas baik.
Pemanasan akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel. Oleh karena itu, proses
pengeluaran plasma dari jaringan bisa lebih cepat. Penerapan yang terlalu tinggi
dapat mengkoagulasikan protein plasma. Protein plasma yang terkoagulasi akan
menempel pada protein miofibril (benang daging), sehingga dapat menghalangi
keluarnya protein plasma dari daging (Santoso, 2001).
Perhitungan dosis terhadap pemberian ekstrak ikan gabus pada kucing dapat
dilakukan dengan mengkonversi dosis berdasarkan Tabel 5 berikut.
9
Tabel 5. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan untuk
Konversi Dosis
Hewan dan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
BB rata-rata 20 g
200 g 400 g
1,5 Kg
2 Kg
4 Kg 12 Kg
70 Kg
Mencit
1.0
7.0
12.29
27.8
29.7
64,1
124.2
387.9
20 g
Tikus
0.14
1.0
1.74
3.3
4.2
9.2
17.8
56.0
200 g
Marmut
0.08
0.57
1.0
2.25
2.4
5.2
10.2
31.5
400 g
Kelinci
0.04
0.25
0.44
1.0
1.06
2.4
4.5
14.2
1,5 Kg
Kucing
0.03
0.23
0.42
0.92
1.0
2.2
4.1
13.0
2 Kg
Kera 4 Kg
0.016
0.11
0.19
0.42
0.45
1.0
1.9
6.1
Anjing
0.008
0.06
0.10
0.022
0.24
0.52
1.0
3.1
12 Kg
Manusia
0.0026 0.018 0.031
0.07
0.013
0.16
0.32
1.0
70 Kg
Sumber: Syamsudin dan Darmono (2011:21)
2.3
Bedah Laparatomi
Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah
abdomen. Operasi laparatomi di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang
berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang
telah menjalani operasi pembedahan perut. Laparotomi merupakan tindakan bedah
untuk membuka ruang abdomen, penyayatan bisa dilakukan secara medianus tepat
di linea alba atau paramedianus dengan sayatan sejajar linea alba. Laparotomi
biasa dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen pada aschites,
penyumbatan atau adanya corpus alinea dalam usus, ataupun tindakan bedah
terkait reproduksi (Smeltzer, 2001).
2.4
Luka dan Kesembuhan Luka
Fisiologi penyembuhan luka, akibat kerusakan jaringan yang terjadi baik
sebagai intervensi pembedahan maupun bukan, akan menyebabkan terjadinya
perubahan – perubahan molekuler dan seluler yang merupakan usaha dari tubuh
hewan penderita untuk memulihkan kontinuitas dari fungsi organ jaringan tersebut
untuk melakukan fibroplasias dan regenerasi epitel (Schwartz and Seymour,
2000:133).
Kejadian luka sebagai gangguan pada jaringan tubuh yang dapat terjadi
secara tertutup disebut vulneratio occlusa, yaitu jaringan kulit yang terluka masih
tetap utuh, dan pada kejadian ini dapat disebabkan akibat contusion. Pada
contusion, kulit mengalami kerusakan sekalipun masih utuh, namun demikian
jaringan yang mengalami kerusakan tersebut dapat terjadi pada muskulus tendon
saraf maupun tulang. Selain itu dapat berakibat abrasio yang mana luka dibagian
10
superfisial dari kulit terkelupas disebabkan akibat friksi dan luka ini sangat
sensitif sekalipun sedikit mengalami perdarahan namun mengalami penyembuhan
yang lama. Pada kejadian luka kulit yang terbuka disebut vulneratio operta
dikenal beberapa bentuk, yakni dalam bentuk insisi adalah luka yang disebabkan
benda tajam, tepi luka yang terjadi rata dengan kerusakan yang sedikit sekali, luka
insisi ini dapat terjadi pada muskulus, tendon, pembuluh darah, dan saraf yang
disertai dengan pendarahan. Pada luka sobek yang dikenal sebaga luka laserasi
terjadi akibat benda tumpul yang menyobek jaringan berakibat dengan kulit yang
terlepas bahkan kadang bisa terjadi sebagian kulit hilang. Bilamana terjadi
kejadian luka yang disertai kehilangan jaringan disebut dengan avulsion. Pada
luka tusukan (punktur) adalah luka yang dalam dengan lubang yang kecil yang
bisa disebabkan oleh benda yang ujungnya tajam dan juga bisa tumpul. Luka
penetrasi adalah luka yang terjadi yang menembus rongga tubuh dan berakibat
menimbulkan kerusakan maupun infeksi pada tubuh seperti peritonitis (Sardjana
dan Kusumawati, 2011).
2.4.1 Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka
Penutupan luka primer akan merapatkan jaringan yang terputus dengan
bantuan benang, klip, dan perban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis,
penempatan, dan pengerutan jaringan kolagen tersebut sangat penting pada tipe
penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda
beberapa hari setelah luka dibuat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini
bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri,
benda asing, atau mengalami trauma jaringan yang hebat (Schwartz and Seymour,
2000:133).
Penyembuhan melalui Instensi Kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi
pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses
perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama (Anonim,
2008).
Penyembuhan melalui Instensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam
baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali nantinya,
dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan
jaringan parut yang lebih dalam dan luas (Tambayong, 2000)
2.4.2 Proses Peyembuhan Luka
Menurut Schwartz and Seymour (2000:134) bahwa ada empat fase
penyembuhan luka yakni:
Koagulasi
Terjadinya luka baik yang bersifat traumatik atau yang berbentuk pada
pembedahan menyebabkan pendarahan dari pembuluh yang rusak. Vasokonstriksi
segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya ketekolamin ke dalam lingkungan
cedera. Bradikinin, serotonin, dan histamin merupakan senyawa vasoaktif lain
yang dilepaskan oleh sel mast ke jaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini
mengawali pristiwa diapedesis, yaitu keluarnya sel-sel intravaskular ke dalam
ruang ekstravaskular daerah yang luka. Suatu bekuan darah terbentuk dari
trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah. Faktor-faktor pembekuan
yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan fibrin yang bersifat hemostatik dan
membentuk suatu jaringan yang akan menampung migrasi lebih lanjut sel-sel
11
inflamasi dan fibroblas. Fibrin merupakan produk akhir dari aliran proses
pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini maka kekuatan akhir dari sesuatu luka akan
berkurang. Trombosit juga penting karena menghasilkan sitokin esensial yang
dapat mempengaruhi peristiwa penyembuhan luka (Schwartz and Seymour,
2000:134).
Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari
kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan
ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama
dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi
setempat yang menyebabkan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Fibroplasia
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis
kolagen. Sintesis kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan
mencapai puncaknya hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari, sintesis kolagen
akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodelling luka mengacu pada
keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat serabutserabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut-serabut baru
dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan
meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut (Schwartz and Seymour,
2000:134). Pada tahap ini juga terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh
leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Uliyah dan Hidayat, 2008:234).
Sitokin
Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh komunikasi untuk interaksi
antar sel. Mereka mungkin juga berperan penting dalam jalur farmakologis klinis
di berbagai tempat penatalaksanaan penyembuhan luka. Misalnya, sitokin
tampaknya ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka
kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang
setelah perbaikan, dan barangkali juga mengendalikan proses keganasan
(Schwartz and Seymour, 2000:134). Fase ini juga dikenal sebagai tahap maturasi,
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi jaringan ikat.
2.4.3 Mekanisme Penyembuhan luka
Tiga mekanisme biologis terlibat dalam proses penyembuhan luka.
Epitelisasi adalah proses dimana keratinosit bermigrasi dan membelah diri untuk
melapisi kembali kulit atau mukosa yang kehilangan ketebalan parsial. contohcontoh dari proses ini, misalnya pada lokasi donor cangkok kulit ketebalan parsial,
abrasi, lepuh, dan luka bakar tingkat satu dua. Kontraksi adalah proses dimana
terjadi penutupan spontan dari luka kulit dengan ketebalan penuh atau konstriksi
dari organ-organ tubular seperti saluran empedu atau esofagus setelah cedera.
Deposisi kolagen adalah proses dimana fibroblas direkrut pada tempat cedera dan
menghasilkan matriks jaringan ikat yang baru. Kolagen yang mengkerut dalam
12
jaringan ikat ini memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang
menyembuh dengan baik (Schwartz and Seymour, 2000:133).
2.4.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu,
Vaskularisasi (mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran
darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel), anemia (orang yang
mengalami kekurangan kadar hemoglobin dan protein dalam darah akan
mengalami proses penyembuhan lama), usia (proses penuaan dapat menurunkan
sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka),
penyakit lain (diabetes dan ginjal), stres, obesitas, obat-obatan yang berlebih,
nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel (vitamin A
diperlukan untuk membantu proses epitelisasi penutupan luka dan kolagen;
vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolisme protein; karbohidrat, dan lemak; vitamin c dapat berfungsi sebagai
fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah;
dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah), dan Jahitan luka yang kurang baik atau tidak dapat menempel
pada proses epitelisasi penyembuhan luka merupakan salah satu indikasi
terhambatnya penyembuhan luka perineum dan luka lainnya (Rejeki, Ernawati,
2010).
Smeltzer (2002 : 493) menambahkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi
penyembuhan luka dan perbaikan sel yaitu Penanganan jaringan (Penanganan
yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat penyembuhan), faktor lokal
edema, penurunan suplai oksigen, Personal hygiene (kebersihan diri dapat
memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing
seperti debu dan kuman), hiperaktivitas menghambat perapatan tepi luka.
Mengganggu penyembuhan yang diinginkan.
13
3 KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
KUCING (6 ekor)
BEDAH
LAPARATOMI
PERLAKUAN
(3 Ekor kucing diberikan Ekstrak ikan
gabus)
VARIABEL CONTROL
(3 Ekor Kucing tanpa
perlakuan)
PENGAMATAN TERHADAP
PEMULIHAN LUKA
ANALISIS DATA
P < 0,05
P > 0,05
14
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Kucing
Pada penelitian ini kucing merupakan subjek penelitian yang diperoleh dari
berbagai tempat dan memiliki usia yang relatif sama.
3.2.2 Bedah Laparatomi
Pada penelitian ini Bedah Laparatomi dipilih karena merupakan salah satu
bedah yang sering dilakukan, dan memiliki waktu yang relatif lebih cepat.
3.2.3 Perlakuan
Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan terhadap kucing atau sampel
penelitian berupa pemberian ekstrak ikan gabus setelah sampel di operasi.
3.2.4 Variabel Kontrol
Yang merupakan variabel kontrol pada penelitian ini adalah kelompok
kucing yang tidak diberi perlakuan. Dimana dalam kelompok tersebut terdiri dari
tiga ekor kucing.
3.2.5 Pengamatan terhadap Pemulihan Luka
Pengmatan terhadap pemulihan luka dilakukan setiap hari selama proses
pemulihan luka berlangsung, dengan mengamati gejala Inflamasi (merah, nyeri,
bengkak, panas, kehilangan fungsi) , serta kondisi luka (basah, kering)
3.2.6 Analisis Data
Pada penelitian ini data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan
dianalisis menggunakan statistik. Sehingga, dari hasil pengolahan tersebut dapat
diketahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Adapun indikator dari hasil
pengolahan data yakni jika P < 0,05 menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan terhadap kelompok perlakuan, sedangkan jika P > 0,05 maka ini
mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh terhadap perlakuan yang diberikan.
15
4 METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif, dengan
desain penelitian berupa eksperimental. Dimana pada penelitian ini dilakukan
pengujian kualitas ekstrak ikan gabus terhadap proses pemulihan luka pasca
operasi bedah laparatomi pada sampel penelitian. Dalam proses penelitian ini
dibentuk dua kelompok sampel yang terdiri dari tiga ekor kucing tiap
kelompoknya, sehingga dalam penelitian ini digunakan enam ekor kucing. Letak
perbedaan dari kedua kelompok kucing tersebut yaitu, kelompok pertama diberi
ekstrak ikan gabus, sedangkan kelompok yang kedua tidak diberikan perlakuan,
karena kelompok kedua merupakan kontrol pada penelitian ini.
4.2
Sasaran, Waktu, dan Lokasi
Sasaran dari penilitan ini ialah kucing kampung atau domestic short hair.
Adapun, waktu yang peniliti targetkan yaitu sekitar 3-4 minggu, dan bertempat di
Lab. PSKH, Kota Makassar dimana menurut peniliti prosedur serta sarana dan
prasarana di lokasi tersebut sangat tepat dalam melaksanakan penelitian ini.
Sehingga, diharapkan penelitian ini akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4.3
Metodelogi Penelitian
Metodelogi penilitian yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimental. Artinya dalam penilitan ini peneliti memberikan perlakuan tertentu
terhadap sampel untuk mendapatkan hasil dari penilitian. Adapun perlakuan yang
diberikan yakni pemberian ekstrak ikan gabus.
4.4
Alat dan Bahan
4.4.1 Alat
 Timbangan Dalam penelitian ini timbangan digunakan untuk mengukur
bobot badan kucing, timbangan juga digunakan untuk mengukur banyaknya
pakan yang akan diberikan terhadap sampel atau dalam hal ini adalah
kucing domestic short hair.
 Alat bedah. Peralatan yang digunakan adalah instrument anestesi dan bedah
antara lain dijabarkan sebagai berikut, spuit, duk steril, duk klem, handle
scalpel, blade, Alli’s forceps, arteri klem lurus dan bengkok, pinset anatomis
dan pinset chirurgis, gunting, pen light, needle holder. Dan beberapa
peralatan handling yang diperlukan berupa pita kain nonelastis dapat pula
pita berbahan kulit atau tali yang lembut yang tidak mencederai area ikatan.
 Wadah pakan dan air
 Kandang
 Alat tulis
16
4.4.2





Bahan
Pakan
Desinfektan
Antibiotik
Bahan bedah, bahan-bahan yang digunakan dalam bedah laparatomi yakni
Jarum ½ circle ujung taper dan bulat, benang catgut dan silk, tampon
streril, iodine tincure, alkohol 70%, Penstrep®, Dexametason, atropin
sulfat, dan Zoletil®.
Ekstrak ikan gabus pada penelitian ini merupakan bahan yang peneliti
gunakan sebagai variabel independent. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan produk PUJIMIN® kapsul albumin. Kapsul ini mengandung
albumin, asam amino, serta mineral untuk mempertahankan tekanan
osmotik koloid kapiler dan meningkatkan kekeba;an tubuh secara alamiah.
Penurunan kadar albumin (hipoalbumin) sering disertai dengan edema,
ditemukan pada pasien kritis, luka bakar, post-operatif, pre-eclampsia,
maupun pnyakit kronis (hati, ginjal, paru-paru dan kencing manis/luka
dekubitus, maupun ODHA). Kesemuanya itu terkait dengan penurunan
daya tahan tubuh, infeksi, dan proses penyembuhan yang lama. Pasien
dengan hipoalbuminemia mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi
terjadinya infeksi dan 8 kali lebih lama rawat inap di rumah sakit.
Berdasarkan hasil uji klinik, kapsul ini dapat digunakan sebagai protein
alternative sumber albumin untuk mengatasi hal diatas (CV. MIN
MAKASSAR). Pada Tabel 6 berikut merupakan kandungan nutrisi yang
terdapat dalam kapsul albumin.
Tabel 6. Kandungan Nutrisi pada Kapsul Albumin (Pujimin)
Komposisi Produk
protein
kadar albumin
Kandungan
70 %
21%
mineral
kalsium (Ca)
magnesium (Mg)
zat bezi (Fe)
Tembaga (Cu)
seng (Zn)
Mangan (Mn)
Nikel (Ni)
Cobal (Co)
Selenium (Se)
0, 7300 mg
0, 3200 mg
0,0115 mg
0,0025 mg
0,0175 mg
0,0025 mg
0,0023 mg
0,0015 mg
0,0081 mg
Sumber. Pujimin (CV, MIN MAKASSAR)
17
4.5
Sampel
Kucing Domestic short hair (Felis domestica) merupakan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini, umur kucing yang digunakan yakni berkisar
antara 1-2 tahun, penggunaan sampel tersebut dipilih karena mudahnya dalam
menemukan dan mengumpulkannya. serta mudah dalam proses laparatomi
standar.
4.6
Prosedur Penelitian
4.6.1 Prosedur Bedah Laparatomi
Prosedur bedah laparatomi pada kucing yang digunakan dalam penelitian ini
sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang berlaku (terlampir).
4.6.2 Perawatan Pasca Operasi
Setelah operasi laparatomi maka kucing sebagai subjek penelitian akan
diberi perawatan, berupa pemberian ekstrak ikan gabus (Pujimin) secara rutin
sesuai dosis yang ditentukan, serta pemberian antibiotik. Dengan tujuan agar
pemulihan luka bisa lebih cepat. Adapun, perhitungan dosis untuk pemberian
kapsul albumin pada subjek penelitian, yakni berdasarkan hasil perhitungan
dengan mengacu pada Tabel 5.
Untuk menjaga sterilitas dari luka maka setiap harinya akan dilakukan
penggantian perban, dengan menggunakan tampon yang diberi iodine tincure dan
diabalut dengan kain kasa (Knecht et al, 1981).
Kebutuhan pakan dan minum juga akan dipenuhi agar kebutuhan nutrisi
kucing tersebut dapat tercukupi. Dalam hal ini nutrisi merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Sehingga kebutuhan
nutrisinya harus diperhatikan untuk memperoleh hasil yang maksimal.
4.6.3 Evaluasi Pemulihan Luka
Evaluasi pemulihan luka akan dilakukan setiap sehari sekali dengan
orientasi berupa peradangan, suhu tubuh, tahap pengeringan luka :

Evaluasi Peradangan
Peradangan merupakan salah satu respon tubuh dalam suatu proses
penyembuhan luka. Ada empat tanda pada gejala peradangan yang akan
dievaluasi pada penelitian ini yakni panas (Calor), bengkak (tumor), merah
(rubor), sakit atau nyeri (dolor).

Evaluasi Suhu luka
Pada saat tubuh mengalami infeksi atau pun cidera berupa luka maka salah
satu respon tubuh akan menunjukkan gejala demam (Calor) disekitar jaringan
yang cidera, sehingga salah satu indikator pemulihan luka yang dapat dievaluasi
adalah suhu tubuh, dengan menggunakan Pundak Jari.

Evaluasi Pengeringan luka
Dalam proses pemulihan luka akan terjadi tahap pengeringan, dimana luka
akan menutup secara sempurna. Semakin mendekati kesembuhan maka luka juga
akan semakin mengering, sehingga hal tersebut dapat pula menjadi indikator
pemulihan luka. Adapun evaluasinya yaitu dengan melakukan inspeksi pada luka
operasi setiap harinya.
18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis dalam penelitian ini sangat diperlukan guna
mengetahui kadar albumin serta fungsi hati dan ginjal pada objek penelitian,
karena hal tersebut sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Demikian
pula Rejeki dan Ernawati (2010) menegaskan bahwa Penyakit lain,
mempengaruhi proses penyembuhan luka adanya penyakit, seperti diabetes dan
ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Sedangkan fungsi hati
perlu diketahui karena hati merupakan organ yang mensekresikan albumin. Hal ini
dipertegas oleh Tilley dan Smith (2000) yang menyatakan bahwa Albumin
khususnya diproduksi di hati, menyediakan 75-80% tekanan osmotik koloid
plasma, penting dalam menjaga cairan dalam rongga vascular.
Sehingga diperoleh hasil pemeriksaan di Balai Besar Laboratorium
Kesehatan Makassar, Sebagai berikut:
Tabel 7. Rujukan dan Hasil Pemeriksaan Serologis Pada Kucing
Tes
Satuan
Rujukan
(Kucing)
SGPT
SGOT
BUN
Kreatinin
Albumin
µ/L
µ/L
mg/dL
mg/dL
g/L
10-100
10-100
14-36
0,6-2,4
2,5-3,9
Rata - rata Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol
89.67
84
56.67
59
34.34
33
1.57
1.33
32
36.34
Sumber: Hines DVM PhD (2014)
Berdasarkan pengujian serologis tersebut menunjukkan semua hasil normal,
dengan merujuk pada pernyataan Hines (2014), serta rujukan lainnya menurut
Anonim pada Tabel 8 juga menunjukkan semua Hasil pemeriksaan serologis pada
kedua kelompok normal.
Tabel 8. Nilai Normal Pemeriksaan Biokomia Pada Kucing
Tes
Hasil Pemriksaan Normal
ALB (Albumin)
ALP (Alkaline Phosphatase)
ALT (Alanine Aminotransferase)
BUN (Blood Urea Nitrogen)
CREAT (Kreatinin)
2.3 - 3.5
10 - 100
10 - 100
17-30
0.6 - 2.0
Sumber: Traci (2015)
19
5.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kesembuhan
Luka
Ekstrak Ikan Gabus mengandung albumin dan mineral yang tinggi. Hati
menghasilkan 12 gram albumin per hari yang merupakan 25% dari total sintesis
protein hepatik dan separuh dari seluruh protein yang disekresikan organ
(Restiana et al, 2009).
Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung dapat dilihat
adanya perbedaan waktu atau lama proses penyembuhan luka yang signifikan
antara objek kontrol (Tanpa perlakuan) dan Objek yang diberi perlakuan, dari segi
waktu inflamasi dan kondisi luka. Kelompok yang diberi perlakuan berupa
pemberian ekstrak ikan gabus dalam sediaan kapsul memperoleh waktu yang
relatif lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol.
5.2.1. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Inflamasi
Saat terjadi inflamasi, jumlah kadar albumin dalam plasma darah akan
menurun. Sehingga jumlah kadar albumin yang menurun harus segera
dikembalikan, Karena albumin memiliki berbagai fungsi yang dapat meredakan
gejala inflamasi dan mempercepat kesembuhan luka. (Abrams, 1995; rukmono,
1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Inflamasi merupakan tahapan respon Akut terhadap cidera. Tahap ini
dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini, terjadi proses hemostatis yang
ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang
rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak
(Uliyah dan Hidayat, 2008:234).
Teori mengenai tanda-tanda radang yang dikemukakan oleh Celsus masih
digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan),
kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda-tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu function laesa (perubahan
fungsi) (Abrams, 1995; rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Gejala inflamasi diamati berdasarkan tanda-tanda inflamasi yang terdapat di
sekitar luka jahitan, dengan cara pengamatan yakni merah secara visual atau
pemeriksaan fisik (inspeksi), bengkak dengan cara palpasi dan visual, nyeri
dengan cara penekanan pada jaringan yang cidera, panas dengan cara palpasi,
serta kehilangan fungsi dengan cara evaluasi terhadap sistem pencernaan. hasil
dari pengamatan tersebut dapat dilihat dari diagram berikut.
20
Hari
5
4.5
4.6
4.3
4.6
4
3.4
3.5
3
2.5
3
2.3
3
2.3
2
Perlakuan
2
Kontrol
2
1.5
1
0.5
0
Panas
Merah
Nyeri
Bengkak K. Fungsi
Gambar 3. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Gejala
Inflamasi
Berdasarkan diagram pada Gambar 3. Diketahui bahwa kelompok perlakuan
memiliki rentan waktu proses inflamasi yang lebih cepat dibandingkan kelompok
kontrol, fase inflamasi pada kelompok perlakuan berlangsung selama 3 hari
sedangkan pada kelompok kontrol berlangsung selama 5 hari menurut Uliyah dan
Hidayat (2008:234) Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari
kelima. Untuk gejala panas kelompok perlakuan membutuhkan waktu selama 2-3
hari sedangkan kelompok kontrol membutuhkan waktu selama 4-5 hari,
selanjutnya gejala merah pada kelompok perlakuan selama 2 hari sedangkan
dikelompok kontrol selama 3 hari, kemudian gejala nyeri pada kelompok
perlakuan berlangsung selama 3 hari sedangkan dikelompok kontrol berlangsung
selama 4-5 hari, selanjutnya gejala bengkak yang dialami kelompok perlakuan
berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan dikelompok kontrol berlangsung selama
4-5 hari, dan gejala yang terakhir yakni kehilangan fungsi pada kelompok
perlakuan berlangsung selama 2 hari sedangkan kelompok kontrol berlangsung
selama 3-4 hari.
Tahapan awal inflamasi ditandai dengan gejala merah dan panas pada
daerah luka operasi. Penjelasan dari hal tersebut dikemukan oleh Judarwanto
(2012) yang menyatakan bahwa “Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera
merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini
meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan
aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran
darah (hyperemia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya
bagian tersebut menjadi merah (Gambar 5) dan panas”. Berdasarkan diagram pada
Gambar 3 dapat dilihat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol, yakni gejala merah dan panas pada luka hanya berlangsung selama 2-3
hari sedangkan pada kelompok kontrol berlangsung selama 4-5 hari. Darah
berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator-mediator kimia
tubuh (kinin, prostaglandin, histamin) (Kee and Hayes, 1996:310). Hal ini terkait
dengan fungsi albumin yakni mengikat sel mast dan merangsang pembebasan
histamin, ini lah yang menyebabkan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak ikan
gabus mengalami gejala merah dan panas yang lebih cepat reda dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
21
Gambar 4. Rubor (Kemerahan) pada proses inflamasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gejala lain yang ditimbulkan akibat proses inflamasi yakni bengkak atau
Edema (Gambar 6). Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan antara tekanan
osmotik koloid dalam jaringan dan tekanan osmotik dalam darah, sehingga cairan
berdifusi ketekanan yang lebih tinggi. Hal serupa dipertegas oleh Asmadi (2008)
yang menyatakan bahwa “Edema disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik, sedangkan tekanan osmotik koloid plasma mengalami penurunan
akibat hipoalbuminemia”. Penjelasan ini terkait dengan pengaruh albumin
terhadap kesembuhan luka, dari diagram pada Gambar 3 menunjukkan bahwa
kelompok perlakuan mengalami gejala pembengkakan yang relatif lebih cepat
reda dibandingkan dengan kelompok kontrol, yakni dengan selisih waktu 2-3
hari. Hal tersebut erat kaitannya dengan fungsi albumin yang bertugas dalam
mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma, seperti yang dikatakan oleh
Sehati (2012) yang menyatakan bahwa “albumin berfungsi dalam menjaga
kestabilan tekanan osmotik koloid plasma”.
Gambar 5. Tumor (Bengkak) pada proses Inflamasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gejala inflamasi berikutnya yakni nyeri, Kee and Hayes (1996:310)
menyatakan bahwa “Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan
mediator-mediator kimia”. Sehingga dengan kata lain nyeri akan segera hilang
setelah redanya gejala bengkak. Pada penelitian ini pun berdasarkan perolehan
data dari diagram pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kucing dengan perlakuan
22
mengalami gejala nyeri yang relatif lebih cepat reda dibandingkan dengan kucing
pada kelompok kontrol.
Gejala inflamasi selanjutnya yakni kehilangan fungsi atau function laesa.
Pada penelitian ini kehilangan fungsi dapat diamati dengan mengamati proses
defekasi yang menurun intensitasnya setelah operasi, Hal ini disebabkan karena
adanya rasa nyeri serta bengkak yang membatasi daya gerak pada jaringan yang
cidera. Pernyataan serupa dikemukakan oleh Kee and Hayes (1996) yang
menyatakan bahwa “Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan
pada tempat cidera jaringan dank arena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas
pada daerah yang terkena”. Sehingga jika proses edema dan nyeri telah hilang
fungsi organ yang cidera akan kembali normal. Berdasarkan hasil pengamatan
yang tersaji dalam diagram pada Gambar 3 membuktikan pernyataan tersebut.

Analisis Data Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Gejala
Inflamasi
Berdasarkan data dari diagram di atas, maka dilakukan analisis yang lebih
lanjut dengan menggunakan perangkat lunak (Hasil terlampir). Semua variabel
dari gejala inflamasi menunjukkan hasil bahwa P<0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. letak dari perbedaan kelompok tersebut yakni
pada selisih waktu dari keduanya, kelompok perlakuan menunjukkan waktu yang
lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini diyakini karena
adanya pengaruh ekstrak ikan gabus yang mengadung albumin dan mineral tinggi
sehingga dapat mempercepat proses inflamasi pada penyembuhan luka operasi
bedah laparatomi.
5.2.2. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Kondisi Luka
Hari
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Kering
Basah
Kelompok
Kontrol
Perlakuan
Gambar 6. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Kondisi
Luka
Diagram pada Gambar 4 menunjukkan bahwa kondisi luka yang basah pada
kelompok perlakuan berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan pada kelompok
kontrol berlangsung selama 5-6 hari. Selanjutnya, Kondisi luka yang mengering
dalam kelompok perlakuan dimulai pada hari ke-2 atau ke-3, sedangkan
dikelompok kontrol dimulai pada hari ke-5 atau ke-6.
23
Hal diatas dikarenakan kandungan ekstrak ikan gabus yang berperan penting
dalam penyembuhan luka yakni albumin dan mineral yang terkandung
didalamnya. Adapun fungsi dari albumin telah dipaparkan pada pembahasan
sebelumnya dimana albumin berperan dalam mempercepat proses inflamasi.
Sehingga proses perbaikan jaringan akan berlangsung lebih cepat. Pernyataan
terkait hal tersebut dijelaskan oleh Aryulina et al (2004) bahwa “Inflamasi
mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan performa makrofag, menyediakan rintangan untuk mencegah
penyebaran infeksi, mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Sehingga jika proses inflamasi berlangsung dengan cepat dan baik maka
kesembuhan luka juga akan berlangsung secara cepat. Fungsi lain dari albumin
yakni mengusung hormon tiroid yang berguna untuk menstimulasi pertumbuhan
sel baru guna perbaikan jaringan. Penjelasan serupa dikemukakan oleh Tjan dan
Kirana (2007) yang menjelaskan bahwa fungsi hormon tiroid yakni memacu
proses metabolisme seluler dan penting untuk pertumbuhan serta pematangan sel.
Adapun fungsi dari beberapa mineral yang terkandung dalam ekstrak ikan
gabus yang berperan dalam penyembuhan luka diantaranya Seng atau Zinc (Zn),
dan Magnesium (Mg). Zinc penting untuk pertumbuhan dan replikasi sel,
kematangan organ seks, fertilitas dan reproduksi, mencegah buta senja, imunitas,
daya kecap dan selera makan. Akibat paling hebat dari defisiensi Zinc adalah
gangguan pertumbuhan (PERSAGI, 2007). Sedangkan fungsi magnesium di sel
sekitar cairan mempengaruhi migrasi beberapa jenis sel yang berbeda. Efek
tersebut pada migrasi sel penting dalam penyembuhan luka (Santi et aI, 2014).
Inilah alasan kenapa kesembuhan luka pada kelompok perlakuan memiliki waktu
yang relatif lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol.

Analisis Data Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Kondisi Luka
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi luka operasi
laparatomi selama penelitian, diperoleh data berupa jangka waktu (Hari) yang
dibutuhkan oleh kucing kelompok perlakuan dan kucing kelompok kontrol dalam
proses penyembuhan luka.
Data yang telah diperoleh selanjutnya diuji statistik dengan perangkat lunak
sehingga diperoleh hasil (Terlampir) yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang
signifikan (P<0.05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol menunjukkan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan kelompok perlakuan dalam proses penyembuhan luka operasi bedah
laparatomi, hal ini diyakini karena kandungan albumin dan mineral yang tinggi
pada ekstrak ikan gabus. Peran keduanya sangat penting dalam regenerasi sel
yang sangat erat kaitannya dengan proses penyembuhan luka.
24
6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Ekstrak ikan gabus berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan
kesembuhan luka pada semua objek dari kelompok perlakuan dibandingkan
dengan kelompok kontrol, yang ditandai dengan gejala inflamasi dan kondisi luka
yang lebih cepat dalam waktu + 7 Hari untuk kelompok perlakuan, sedangkan
semua objek pada kelompok kontrol membutuhkan waktu + 14 Hari. Hal ini
dikarenakan ekstrak ikan gabus mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan
dalam proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut yaitu Albumin dan
Mineral. Keduanya berperan penting dalam penyembuhan luka pasca operasi.
Albumin berperan dalam mempercepat proses inflamasi yang merupakan suatu
respon dalam penyembuhan luka. Sedangkan, Mineral sangat dibutuhkan dalam
proses pembentukan sel-sel baru.
6.2. Saran
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap kesembuhan luka
dengan variabel yang lebih bervariasi terhadap jenis-jenis luka (Combustion,
Amputatum, Contussum, Laceratum, Puncture, ulcerasi, dll) perlu dilakukan.
Mengunakan metode evaluasi kesembuhan luka secara kuantitatif serta
pengamatan jaringan/sel secara histologi perlu dilakukan sebagai upaya
penyempurnaan penelitian lanjutan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, G.D. 1995. Respon Tubuh Terhadap Cedera. Dalam S. A. Price & L. M.
Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (4th ed.) (pp
35-61)(Anugerah, P., Penerjemah) Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan
1992).
Anonim. 2003. Gabus Temuan Profesor [Internet]. (Diakses 28 Mei 2014,
http://www.gatra.com).
Aryulina Diah, Choirul M, Syalfinaf M, Endang W, Winarni. 2004. Biologi 2.
Erlangga .hlm 325
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta (ID):
Salemba Medika. hlm 54.
Baca M, Patricia H, Elisa L, Linda McRae, Ann W. 2006. Cataloging Cultural
Objects: A Guide to Describing Cultural Works and Their Images. America
(US): Revision Act
Brotowidjoyo M. D., D. Tribawono dan E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar
Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty, Yogyakarta.
Buckle K. A., R.A. Edwards G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Hari Purmono dan Adiono. Jakarta (ID): Penerbit
Universitas Indonesia.
De Man J. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Bandung (ID): ITB Press.
Don Burl R. And George Keysen. 2004. Poor Nutritional Status and
Inflammation. Division of Nephrology, Department of Medicine, University
of California–Davis, Davis, California; and Research Service, Department
of Veterans Affairs, Northern California Health Care System, Mather,
California. hlm 432,435.
Endrawati, D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan
Hubungannya Dengan Warna Rmbut Pada Kucing Kampung (Felis
familliaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
[FKUI] Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Depertemen Farmakologi dan
Terapuetik. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): Balai Penerbit
FKUI. hlm 6.
Fowler, ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of
Livestock Service.
Ghufran M. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan
Obat-obatan. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.
Gibson S. (2005). Principles of Nutritional Assesment. Published by oxford
University Prees.nc.198 Madison Avenue. New York.
Hines, Ron. 2014. Normal Feline & Canine Blood Chemistry Values : Blood,
Temperature, Urine and Other Values for Your Dog and Cat [Internet].
(Diakses 03 Januari 2015, http://www.2ndchance.info/ normaldogandcat
bloodvalues.htm)
Isnaeni Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta (ID): Kanisius. hlm 76.
Judarwanto Widodo. 2013. Imunologi Dasar: Radang dan Respon Inflamasi
[Internet]. (Diakses, 05 Januari 2015, http://allergycliniconline.com/
2012/02/03/imunologi-dasar-radang-dan-respon-inflamasi/).
26
Kalyana FS, Valinata S, Laksono SB, Amalia D, Saputra D. 2009. Laparatomi
Pada Kucing. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kartha D.2012. Male Cat Behaviour [internet].(diakses, 10 Februari 2014,
http://www.buzzle.com/articles/male-cat-behavior.html).
Kee Joyce L and R. Hayes. 1996. Pharmacology : A nurcing Process Approach.
Philadelphia: Elsevier Saunders. (hlm. 310)
Knecht D Charles. Algernon R Allen. David J Williams. Jerry H Johnson. 1981.
Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. Sydney: Library of
Congres Catakoging in Publication Data.
Lazuardi Mochammad. 2010. Biofarmasetik dan Farmakokinetik Klinik Medis
Veteriner. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Mitchell, R.N & Cotran, R.S. 2003. Acute and Chronic Inflammation. Dalam S. L.
Robbins & V. Kumar. Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp 33-59).
Philadelphia: Elsevier Saunders
Muyle S. 2012. Overview of Dental Development [Internet]. (Diakses 24 Feb
2014, http://www.merckmanuals.com/vet/digestive_system/dentaldevelopmnt
/overview_of_dental_development.html#v4719570).
Nelson, R.W. and Couto, C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine. 3rd edition.
Mosby. Missouri.
[PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi. 2009. Kamus Gizi. Jakarta (ID); PT. Kompas
Media Nusantara. hlm. 270
Rahayu W, P,. S. Maamoen,. Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi
Fermentasi Produk Perikanan. Bogor (ID):
Penerbit Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Rejeki Ernawati. 2010. Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka
perineum ibu pasca persalinan di puskesmas brangsong dan kaliwungu
kabupaten Kendal. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Restiana, Nurpudji A. Taslim, Agussalim Bukhari. 2009. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar Albumin dan Status Gizi Penderita
HIV/AIDS yang Mendapatkan Terapi ARV. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin, Fakultas Kedokteran.
Rubiyani Septi, Septiani Purwanti H., Bahtiar Hidaya. Khoirun Nisa, Ikrar
Trisnaning. 2010. Laparatomi. Bogor: IPB.
Rukmono. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik
FK-UI
Salasia, Siti Isriana Oktavia,. Bambang Hariono. 2010. Patologi Klinik; Kasus
Patologi Klinis. Yogyakarta (ID): Samudra Biru. hlm 1, 6-7.
Santi, Ayu Mei, Lailatul Farikha, Siti Lailatul Arifah. 2014. Mineral Magnesium
[Makalah]. Universitas Negeri Surabaya: Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
Santoso, A. H. 2001. Ekatraksi Crude Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus) : Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Serta Fraksinasi Albumin
Menggunakan Asam. Malang (ID): Universitas Brawijaya. hlm 21.
Sardjana IKW, D Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya (ID): UNAIR
Press.
Schwartz, And Seymour I. 2000. Intisari Prinsip Ilmu Bedah. Ditejemahkan Oleh
Linda Chandranata. Jakarta (ID): EGC. hlm 133-134.
27
Sehati, Aruan. 2012. Albumin. (online, Diakses 10 Februari 2014,
http://www.sariikankutuk.com/artikel/albumin/).
Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia; Dari Sel ke Sistem. Diterjemahkan
oleh Brahm U. Pendit. Jakarta (ID): EGC. hlm 647.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth
Ed.8 Vol.3. Jakarta (ID). EGC
Smeltzer S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID). EGC.
hlm 493.
Suprapti, L. 2008. Teknologi Pengolahan Pangan: Produk Olahan Ikan.
Yogyakarta (ID). KANISIUS
Syamsudin, dan Darmono. 2011. Farmakologi Eksperimental. Jakarta (ID). UIPress
Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta (ID): EGC. hlm
56
Tilley, and Smith. 2000. The 5-Minute Veterinary Consult Ver.2. Electronic Book
[Ebook]. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia.
Tjay T.H, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efekefek Sampingnya. Edisi Ke-6. Jakarta (ID): PT. Gramedia. hlm.765
Traci, 2015. Feline Health Glossary 2 : Hematology and Biochemistry. (online,
Diakses 1 Mei 2015, http://www.cathelp-online.com/health/glossary2.php).
Triastuty, FN. 2006. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di
Daerah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Uliyah, Musrifatul. Dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar
Klinik untuk Kebidanan, Edisi 2. Jakarta (ID). Salemba Medika.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Hasil Pengamatan
Kondisi luka setelah operasi bedah laparatomi
Kelompok Perlakuan
Hari 3
Kelompok Kontrol
Hari 3
Kondisi Luka Mulai Mengering
Hari 5
Kondisi Luka Belum Mengering
Hari 5
30
Kelompok Perlakuan
Hari 7
Kelompok Kontrol
Hari 7
Hari 9
Hari 9
31
Lampiran 2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan bedah laparatomi
Anastesi yang digunakan
Antibiotik yang digunakan
anti inflamasi yang digunakan
32
Lampiran 3. Prosedur Bedah Laparatomi
Setelah ter-anasesthesi, hewan diletakkan di meja operasi dengan posisi rebah
dorsal dan untuk mempertahankan posisi tersebut, keempat kaki difiksasi pada
meja operasi. Daerah operasi diolesi antiseptic secara sirkuler dari bagian sentral
(tempat yang akakn dioperasi) bergerak kea rah perifer.
Pemasangan duk (4 lembar kain duk) atau menggunakan satu lembar duk
dengan lubang/celah di tengah kemudian duk difiksir dengan duk klem.
Irisan atau incise dinding abdomen dilakukan melalui garis median (caudal
atau cranial midline). Irisan caudal midline dibuat tepat dibelakang umbilicus kea
rah caudal kira-kira 6-12 cm (secukupnya tergantung besar kecilnya hewan),
sedangkan incise cranial midline dibuat tepat dibelakang processus xyphoideus
sampai umbilicus.
Kulit dan jaringan sub kutan diincisi dengan menggunakan pisau bedah (blade)
(untuk mempermudah mendapatkan linea alba dapat dilakukan preparasi tumpul).
Di bagian kiri dan kanan linea alba dijepit Allis forceps kemudian dengan ujung
gunting/ujung pisau bedah dibuat incise kecil pada linea alba. Incise tersebut
diperpanjang menggunakan gunting (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari
tengah tangan kiri diletakkan di bawah linea alba agar tidak mengguting organ
dalam).
Sebelum dilakukan penutupan dinding abdomen, rongga abdomen dibasahi
larutan antibiotic/NaCl fisiologis steril. Linea alba dipertautkan dengan benang
catgut cromik dengan pola jahitan sederhana tunggal, subkutan dijahit dengan
benang catgut plain pola jahitan sederhana menerus, sedangkan kulit dijahit
dengan benang katun pola jahitan sederhana tunggal.
Sumber: Knect et al.
33
Lampiran 4. Proses Bedah Laparatomi
Pencukuran
Sterilisasi
pemasangan duk
34
Penyayatan
Setelah penyatan
Lampiran 5. Perawatan Luka
pemasangan perban
35
Lampiran 6. Perhitungan Dosis
Diketahui
:
 Faktor konversi dari manusia ke kucing : 0,013
 Massa ekstrak ikan gabus per
per-kapsul : 0,780 g
780 mg
Maka
:
Dosis Ekstrak Ikan Gabus Untuk Kucing = 0,013 x 780 mg
= 10,14 mg
Lampiran 7. Alat dan Bahan Peracikan ekstrak ikan gabus untuk kucing
Pujimin Kapsul Ikan Gabus
Kertas Perkamen
Cangkang Kapsuk No.3
36
Kapsul Ikan Gabus Pujimin
Penimbangan serbuk ekstrak ikan gabus dengan neraca analitik
Kapsul ekstrak ikan gabus yang siap diberikan pada kucing
37
Lampiran 7. Hasil Pengujian Statistik
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Panas
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
6.000a
1
6.000
18.000
.013
Intercept
66.667
1
66.667
200.000
.000
Perlakuan
6.000
1
6.000
18.000
.013
Error
1.333
4
.333
Total
74.000
6
7.333
5
Corrected Total
a. R Squared = .818 (Adjusted R Squared = .773)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:K.Fungsi
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
2.667a
1
2.667
16.000
.016
Intercept
42.667
1
42.667
256.000
.000
2.667
1
2.667
16.000
.016
Error
.667
4
.167
Total
46.000
6
3.333
5
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .800 (Adjusted R Squared = .750)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Bengkak
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
8.167
a
1
8.167
24.500
.008
Intercept
73.500
1
73.500
220.500
.000
Perlakuan
8.167
1
8.167
24.500
.008
Error
1.333
4
.333
Total
83.000
6
9.500
5
Corrected Total
38
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Bengkak
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
8.167a
1
8.167
24.500
.008
Intercept
73.500
1
73.500
220.500
.000
Perlakuan
8.167
1
8.167
24.500
.008
Error
1.333
4
.333
Total
83.000
6
a. R Squared = .860 (Adjusted R Squared = .825)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nyeri
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
4.167
a
1
4.167
25.000
.007
Intercept
88.167
1
88.167
529.000
.000
4.167
1
4.167
25.000
.007
Error
.667
4
.167
Total
93.000
6
4.833
5
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .862 (Adjusted R Squared = .828)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Kering
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
24.000a
1
24.000
72.000
.001
Intercept
266.667
1
266.667
800.000
.000
24.000
1
24.000
72.000
.001
Error
1.333
4
.333
Total
292.000
6
25.333
5
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .934)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Basah
39
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
13.500a
1
13.500
40.500
.003
Intercept
88.167
1
88.167
264.500
.000
Perlakuan
13.500
1
13.500
40.500
.003
Error
1.333
4
.333
Total
103.000
6
14.833
5
Corrected Model
Corrected Total
a. R Squared = .910 (Adjusted R Squared = .888)
Download