PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI BEDAH LAPARATOMI KUCING (Felis domestica) SKRIPSI NOER KHALID CHADIR ZAKARIA O111 10 124 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 ii PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI BEDAH LAPARATOMI PADA KUCING (Felis domestica) NOER KHALID CHAIDIR ZAKARIA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 iii iv PERNYATAAN KEASLIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Noer Khalid Chaidir Zakaria Nim : O 111 10 124 Jurusan / Program Studi : Kedokteran Hewan dengan ini menyatakan keaslian dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul : Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi pada Kucing (Felis domestica) Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan serta daftar pustaka. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. Makassar, 26 Februari 2015 Pembuat Pernyataan Noer Khalid Chaidir Zakaria v Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi pada Kucing (Felis domestica) ABSTRAK Noer Khalid Chaidir Zakaria (O 111 10 124) di bawah bimbingan drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc sebagai pembimbing Utama dan drh. Dedy Rendrawan, M.P sebagai Pembimbing anggota. Ketersediaan obat-obatan dalam dunia medis veteriner seringkali menjadi kendala dalam melakukan pelayanan medis veteriner. Terkadang sediaan obat yang ada belum sesuai dengan dosis yang diperuntukkan bagi hewan. Ikan gabus (Channa striata) mengandung albumin dan mineral-mineral yang penting dalam proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas ekstrak ikan gabus, terhadap pemulihan luka pasca operasi. Sebanyak enam ekor kucing yang dibagi menjadi dua kelompok menjalani prosedur bedah laparatomi, sebelum dioperasi terlebih dahulu kucing-kucing tersebut menjalani pemeriksaan serologis untuk mengetahui status fisiologis tubuh, pemberian ekstrak ikan gabus diberikan setelah kucing-kucing tersebut menjalani prosedur bedah laparatomi. Kemudian, luka pasca operasi akan terus diamati hingga luka tersebut sembuh. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif menggunakan perangkat lunak. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana kelompok perlakuan membutuhkan waktu + 7 hari untuk proses kesembuhan luka, sedangkan kelompok kontrol membutuhkan waktu + 14 hari untuk proses kesembuhan luka. Kesimpulan dari hasil penelitian yakni, adanya pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap proses kesembuhan luka pasca operasi, berdasarkan pengamatan fisik. Kata kunci : Ekstrak ikan gabus, kucing domestik, laparatomi, penyembuhan luka vi The Influence extract of snakehead fish (Channa striata) Against Postoperative wound healing surgery laparatomy cat (Felis domestica) ABSTRACT Noer Khalid Chaidir Zakaria (O 111 10 124) Supervised by drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc as the main supervisor and drh. Dedy Rendrawan, M.P as co-supervisor. The availability of veterinary medicines in the medical world is often the obstacle in doing veterinary medical services. Sometimes the dosage of the medicines have not been in compliance with the dose intended for animals. Snakehead fish (Channa striata) contains albumin and minerals which are essential in the process of wound healing. The purpose of this research is to know the effectiveness of the snakehead fish extract, against recovery of post-operative wounds. As many as six cats were divided into two groups undergoing laparatomi surgical procedures, before the surgery in advance of such cats undergoing serologis examination to know the physiological status of the body. The granting of snakehead fish extract was given after the cats undergo laparatomi surgical procedures . Post-operative wounds, then will continue to be observed until the wounds heal. Data analysis is carried out statistical descriptive using software. Based on the results of the study found a difference between the treatment group and the control group, where a group of treatment takes time + 7 days for the process of healing the wounds, while the control group takes time + 14 days to the process of the healing of the wound. The conclusions of the study results, i.e., the influence of snakehead extract to the process of healing the post-operative wounds, by physical observations. Keywords : Snakehead fish extract, domestic cat, laparatomi, wound, albumin, mineral vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1992 di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, dari ayahanda Ir. H. Zakaria Bakrie, M.Si dan ibunda Dra. Hj. Hamida. Penulis merupakan anak ke dua dari Empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 19 Tammarupa Kab. Pangkep pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Padaelo Kab.Barru dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Segeri Kab. Pangkep. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan kuliah di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010 melalui ujian lokal. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota Pengabdian Masyarakat periode 2011-2012. viii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Tiada kata dapat terucap selain ucapan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberi kasih sayang dan karunia-Nya karunia utamanya atas nikmat terbesar berupa iman dan kehidupan yang penulis rasakan hingga saat ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallahu’alaihi wa Sallam,, suri teladan terbaik bagi umat manusia, kepada para keluarga dan sahabat beliau, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan orang-orang orang yang senantiasa istiqomah dalam dienul Islam hingga qadarullah berlaku atas diri-diri diri mereka. Semoga kelak kita termasuk ke ke dalam golongan orang-orang orang yang selamat. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin Hasanuddin. Dalam penyusunan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa ( Striata) Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi pada Kucing (Felis domestica)” domestica ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. olehnya itu, ungkapan terima kasih seiring doa dan harapan Jazakumullah Khairon penulis haturkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu demi selesainya penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada yang terhormat: 1. drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc., M.Sc., selaku pembimbing I dan drh. Dedy Rendrawan, M.P.,, selaku pembimbing II yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyeleisaian skripsi ini. 2. Dr. drh. Dwi Kesuma Sari, Sari, selaku penasehat akademik yang telah memberi motivasi serta membuka wawasan penulis dengan berbagai arahannya selama ini. 3. Segenap dosen Program Studi Kedokteran Hewan Unhas atas segala ilmu dan bimbingannya selama penulis menempuh studi. 4. Segenap pegawai dan staff Program Studi Kedokteran Hewan Unhas yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada kep penulis. 5. drh. Mona selaku Pimpinan Makassar Pet Clinic beserta para staff, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian dan senantiasa memberikan arahan dan saran selama penulis melakukan penelitian. 6. Orang tua tercinta, Ayahanda Zakaria Bakrie dan Ibunda Hamidah. Dua orang yang sangat berjasa dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan penulis. Dorongan berupa semangat yang tertuang melalui nasehat, doa, daya, dan upaya senantiasa dicurahkan untuk penulis. penulis. Hanya Allah yang mampu membalas semua pengorbanan kalian, uhibbukifillah Abi wa Ummi. Ya Allah, semoga hamba dapat membahagiakan mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.. ix 7. Saudara-saudaraku tersayang kakak Nunung, Adhe, dan Ririn, terima kasih atas doa dan motivasinya. 8. Tante Juna tersayang, yang selalu menemani penulis di kala sepi karena berada jauh dari ayah dan ibu. Terima kasih atas kasih sayang, semangat, dan doanya selama ini. 9. Untuk masa depanku yang tertunda Sitti Mughniati, yang selalu mencurahkan perhatian dan pengertiannya disetiap waktu. 10. Sahabat-sahabatku Zainal, Aldi, Ryan, Eka, dan Irwan yang selalu memiliki hiburan tersendiri dikala penulis jenuh. 11. Teman-teman penelitian Titin Tambing dan Priska Florencia Pirade 12. Andhika Yudha Prawira yang selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian. 13. Keluargaku para calon dokter hewan yang tergabung dalam V-Gen. serta junior-junior 2011, 2012, 2013, 2014, tetap semangat mengejar mimpimimpi kita, dan mari teruskan perjuangan kita untuk membangun dunia veteriner di Bumi Pancasila, VIVA VETERINER!!! 14. Rekan-rekan TOMONI CREW yang tidak pernah lekang oleh waktu. 15. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi dan penyusunan skripsi ini. Kepada semua pihak yang telah penulis sebutkan di atas, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari semua yang telah mereka berikan, dan mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan mereka semua. Teriring ucapan Jazakumullah Khoiran Katsiro, Amin Ya Rabbal Alamiin. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai kesempurnaan baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya. Sehingga, kritik yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempunaan skripsi ini. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Makassar, 12 Januari 2015 PENULIS x DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i………………………… HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................ v RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 2 1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu ......................................................... 2 1.4.2. Manfaat Aplikasi ............................................................................ 2 1.5. Hipotesis ................................................................................................. 2 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kucing ..................................................................................................... 3 2.2. Ikan Gabus............................................................................................... 4 2.2.1. Albumin.......................................................................................... 5 2.2.2. Ekstrak Ikan Gabus ......................................................................... 7 2.3. Bedah Laparatomi .................................................................................... 9 2.4. Luka dan Kesembuhan Luka .................................................................... 9 2.4.1. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka ................................................ 10 2.4.2. Proses Penyembuhan Luka ............................................................. 10 2.4.3. Mekanisme Penyembuhan Luka ..................................................... 11 2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.................. 12 3. KERANGKA KONSEP, DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep..................................................................................... 13 3.2. Defenisi Operasional ................................................................................ 14 3.2.1. Kucing............................................................................................ 14 3.2.2. Bedah Laparatomi .......................................................................... 14 3.2.3. Perlakuan........................................................................................ 14 3.2.4. Variabel Control ............................................................................. 14 3.2.5. Pengamatan terhadap Pemulihan Luka............................................ 14 3.2.6. Analisis Data .................................................................................. 14 4. METODELOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ..................................................................................... 15 4.2. Sasaran, Waktu, dan Lokasi ..................................................................... 15 4.3. Metodelogi Penelitian .............................................................................. 15 4.4. Alat dan Bahan......................................................................................... 15 4.4.1. Alat ................................................................................................ 15 4.4.2. Bahan ............................................................................................. 16 xi 4.5. Sampel ..................................................................................................... 17 4.6. Prosedur Penelitian................................................................................... 17 4.6.1. Prosedur Bedah Laparatomi ........................................................... 17 4.6.2. Perawatan Pasca Operasi ................................................................ 17 4.6.3. Evaluasi Pemulihan Luka ............................................................... 17 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Serologis ............................................................................. 18 5.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kesembuhan Luka.... 19 5.2.1. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Inflamasi .......................... 19 5.2.2. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kondisi ............................ 22 5.3. Analisis Data............................................................................................ 23 6. PENUTUP 6.1. Kesimpulan .............................................................................................. 24 6.2. Saran........................................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25 LAMPIRAN ......................................................................................................... 28 xii DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. Kadar Nutrisi Ikan Gabus................................................................................ 5 Jumlah Makromolekul pada Berbagai Spesies Hewan ..................................... 6 Komposisi Fraksi dan Keadaan Ikan ............................................................... 8 Parameter Mutu Ikan....................................................................................... 8 Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan untuk Konversi dosis.......................................................... 9 6. Kandungan Nutrisi pada Kapsul Albumin (Pujimin)........................................ 16 7. Rujukan dan Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Serologis) .............................. 18 8. Nilai Normal Pemeriksaan Biokimia Pada Kucing .......................................... 18 DAFTAR GAMBAR 1. Kucing ............................................................................................................ 3 2. Ikan Gabus...................................................................................................... 4 3. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Gejala Inflamasi......................................................................................................... 19 4. Rubor (Kemerahan) Pada Proses Inflamasi...................................................... 21 5. Tumor (Bengkak) Pada Proses Inflamasi ......................................................... 21 6. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Kondisi Luka ............................................................................................................... 22 DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hasil Pengamatan ........................................................................................... 29 Alat dan Bahan ............................................................................................... 31 Prosedur Bedah Laparatomi ............................................................................ 32 Proses Bedah Laparatomi................................................................................ 33 Perawatan Luka .............................................................................................. 34 Perhitungan Dosis ........................................................................................... 35 Alat dan Bahan Peracikan Ekstrak Ikan Gabus Untuk Kucing ......................... 35 Hasil Penujian Statistik ................................................................................... 37 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersedian obat-obatan dalam dunia medis sangat menunjang suatu keberhasilan proses penyembuhan suatu penyakit. Sedangkan, di Indonesia dan khususnya di Sulawesi Selatan, suplai atau ketersedian obat-obatan yang dikhususkan untuk hewan sangat terbatas jumlahnya. Walau terkadang untuk mengimbangi keterbatasan tersebut dokter hewan biasanya memberikan obat yang diperuntukan bagi manusia dengan mengubah sediaan obat tersebut agar sesuai dengan keperluan medis yang dibutuhkan. Hal ini sangat tidak efektif, karena untuk mengubah sediaan obat membutuhkan waktu dan konsentrasi tersendiri. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengembangkan obat-obatan yang penggunaannya dikhususkan dalam pengobatan hewan. Fokus penelitian ini adalah Penyembuhan luka pasca operasi (Laparatomi). Peneliti akan memberikan terapi pengobatan dengan menggunakan ekstrak ikan gabus. Berdasarkan dari uraian tersebut maka judul dari penelitian ini yaitu “PENGARUH EKSTRAK IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI BEDAH LAPARATOMI PADA KUCING (Felis domestica)”. Penggunaan ekstrak ikan gabus ini berdasarkan kandungan gizi dari ikan tersebut yang kaya akan albumin. Albumin merupakan kandungan protein dengan volume atau jumlah terbanyak dalam darah. Dalam proses persembuhan atau pemulihan luka, albumin sangat berperan penting karena dalam proses metabolisme sel, albumin berperan dalam pembentukan jaringan sel baru. Oleh karena itu, albumin cocok digunakan untuk menstimulasi pembentukan sel baru yang rusak akibat pembedahan saat operasi (Restiana et al, 2009) Penggunaan ekstrak ikan gabus sudah sangat berkembang pada pengobatan atau perawatan pasca operasi pada manusia. Hal tersebut telah terbukti efektif dalam mempercepat proses persembuhan luka. Hal inilah yang terus mendorong peneliti untuk mengembangkan penggunaannya pada hewan, karena pemberian obat pasca operasi pada umumnya hanya terbatas pada antibiotik dan antiinflamasi saja, sehingga terkadang proses persembuhan luka membutuhkan waktu yang cukup lama. 2 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap proses persembuhan luka pasca operasi? Berapa lama tingkat perbedaan waktu pemulihan luka antara pasien yang diberi ekstrak ikan gabus dan pasien yang tidak diberi ekstrak ikan gabus? Apakah ekstrak ikan gabus efektif untuk mepercepat pemulihan luka pasca operasi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk: Mengetahui pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap proses pemulihan luka pasca operasi pada kucing. Mengetahui perbedaan waktu pemulihan antara pasien yang diberi ekstrak ikan gabus dan pasien yang tidak diberi ekstrak ikan gabus Mengetahui tingkat efektivitas ekstrak ikan gabus terhadap pemulihan luka pasca operasi, berdasarkan gejala inflamasi (dolor, calor, rubor, dan tumor), serta pengukuran panjang luka dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris untuk melihat perubahan luka setiap hari. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu Sebagai bahan acuan terhadap penelitian selanjutnya yang akan mengkaji fungsi lain dari ekstrak ikan gabus (Channa Striata). Mengembangkan Khazanah keilmuan dibidang kedokteran hewan. 1.4.2. Manfaat Aplikasi Manfaat aplikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dari ekstrak ikan gabus. 1.5 Hipotesis Berdasarkan Teori yang akan dipaparkan pada halaman berikutnya, maka dapat ditarik hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus akan memberikan pengaruh terhadap kecepatan proses pemulihan luka pasca operasi bedah laparatomi pada kucing. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kucing Kucing domestik (Gambar 1) adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau (Baca et al, 2006). Penentuan umur relatif pada kucing sama dengan pola pada anjing yaitu gigi susu muncul pada 3-4 minggu setelah lahir. Pergantian gigi berakhir sekitar umur 8-9 bulan. Pada usia 1 tahun terlihat gigi putih dan bersih. Sedangkan pada usia 1 - 2 tahun terlihat gigi mulai aus dan muncul karang gigi (kuning) pada beberapa gigi di belakang gigi. Kemudian pada usia 3 - 5 tahun terlihat adanya karang gigi (kuning) yang lebih banyak (semua gigi) (Muyle, 2012). Menurut perhimpunan pencinta kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras kucing yang sudah diakui (Triastuty, 2006). Kucing lokal atau kucing kampung (Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni secara genetik karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga keturunan yang dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas (Endrawati, 2005). Klasifikasi kucing kampung (Felis domestica) menurut Fowler (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Sub ordo : Conoidea, Famili : Felidae, Sub famili : Felinae, Genus : Felis, Spesies : Felis domestica. Kucing dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, lebih dari 50 % atau sekitar 20 spesies tergolong kucing kecil (small cat), 30 % atau sekitar 11 spesies termasuk kucing berukuran sedang dan sisanya sekitar 7 spesies termasuk kucing besar (big cats) (Endrawati, 2005). Gambar 1. Kucing Lokal Sumber : GeoChemBio.com/biology/organisms/cat - taxonomy (2013) Sebagian besar kucing jantan yang dibiarkan bebas berkeliaran di luar rumah cenderung akan berburu dan makan berbagai macam makanan selain cat food yang sudah diberikan di rumah. Mereka akan memakan tikus, katak, mamalia kecil lainnya atau bahkan anak ayam (Kartha, 2012). 4 2.2 Ikan Gabus Ikan gabus adalah ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh Subcylindrical, kepala depressed dan sirip ekor rounded seperti pada Gambar 2. Bagian permukaan dan samping punggung berwarna gelap dan bercorak kombinasi warna hitam dan kuning tua, serta putih pada bagian perut. Ikan Gabus banyak ditemukan di sungai-sungai, danau dan rawa, kadang- kadang terdapat di air payau berkadar garam rendah, dan dapat pula hidup di air kotor dengan kadar oksigen rendah, bahkan tahan terhadap kekeringan. Ikan gabus ditemukan di berbagai daerah perairan umum di Indonesia dengan nama yang berbeda (Brotowidjoyo, 1995). Adapun secara taksonomi ikan gabus tergolong dalam: Kerajaan: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Actinopterygii, Ordo: Perceformes, Famili: Channidae, Genus: Ophiocephalus, Spesies: Ophiocephalus striatus. (Ghufran, 2010) Gambar 2. Ikan Gabus (sumber: Ghufran, 2010) Ikan gabus adalah salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia. Belakangan ini ikan gabus diketahui mengandung protein dan albumin yang sangat penting bagi kesehatan. Penggunaan ikan gabus untuk pengobatan secara tradisional telah dilakukan di beberapa daerah. Ikan gabus sering dikonsumsi oleh perempuan yang baru melahirkan terutama di Sulawesi Selatan. Konsumsi ikan gabus di Tana Toraja dan Enrekang, sudah banyak diberikan sejak dulu oleh anakanak karena dipercaya dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak-anak. Ikan gabus ini juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Dengan menjadikan ikan gabus dalam menu diet tiap hari maka dapat memenuhi kebutuhan akan protein dalam tubuh. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui (Ghufran, 2010). Kadar nutrisi ikan gabus dapat diuraikan pada Tabel 1 berikut. 5 Tabel 1. Kadar Nutrisi Ikan Gabus No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 9 10 11 12 Unsur Gizi Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Lemak Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Jumlah 116 69,6 25,2 1,7 0 3,6 62 176 0,9 45 0,04 0 Satuan Kal G G G G G Mg Mg Mg Mcg Mg Mg Sumber: Suprapti (2008) Ikan gabus merupakan alternatif lain sebagai sumber protein albumin karena diketahui mengandung senyawa-senyawa penting bagi tubuh manusia diantaranya protein yang cukup tinggi, lemak, air dan mineral, terutama mineral Zinc (Zn) (Anonim, 2003). Zinc berfungsi sebagai anti oksidan yang melindungi sel-sel, mempercepat proses penyembuhan luka, mengatur ekspresi dalam limfosit dan protein, memperbaiki nafsu makan dan stabilisasi berat badan (Gibson S., 2005). Sebagaimana protein ikan pada umumnya, ikan gabus mengandung tiga jenis protein yaitu protein larut (yang mudah dihilangkan dengan cara ekstraksi), protein stroma jaringan ikat, dan protein kontraktil. Sarkoplasma merupakan cairan yang ada di antara myofibril (De Man, 1997). Protein sarkoplasma disebut juga miogen termasuk dalam protein ini adalah albumin, mioalbumin, mioprotein, globulin-X dan miostromin. Albumin, mioalbumin dan mioprotein mempunyai sifat mudah larut dalam air. Globulin dan miostromin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam larutan basa atau asam lemah. Protein ini larut dalam air dan larutan garam berkekuatan ion rendah (konsentrasi garam 0,5%), dapat digumpalkan dengan suhu (90oC). Para peneliti di Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Indonesia, telah membuktikan bahwa ikan gabus merupakan salah satu ikan penting bagi kesehatan. Ekstrak ikan gabus dapat dimanfaatkan sebagai pengganti serum albumin yang biasa digunakan untuk menyembuhkan luka operasi. Untuk memanfaatkan ikan gabus sebagai obat, ikan diambil ekstraknya dengan cara mengukusnya, lalu menampung airnya. Air ekstrak langsung diminumkan kepada pasien yang baru operasi (Ghufran, 2010). 2.2.1 Albumin Albumin merupakan plasma protein tubuh yang jumlahnya separuh dari total protein di tubuh sebesar 7,2 – 9 g/dl. Sebagai plasma protein peran albumin yang mengandung 16 asam amino itu demikian vital mulai dari penyusun sel, antibodi, enzim, hingga hormon (Restiana et al, 2009). Albumin juga merupakan protein utama dalam plasma hewan dan menyusun sekitar 60 % dari total protein 6 plasma. Sejalan dengan hal tersebut, Salasia dan Hariono (2010:1) menegaskan bahwa protein utama dalam plasma adalah albumin. Albumin khususnya diproduksi di hati, menyediakan 75-80% tekanan osmotik koloid plasma, penting dalam menjaga cairan dalam rongga vascular (Tilley and Smith, 2000). Hati menghasilkan 12 gram albumin per hari yang merupakan 25% dari total sintesis protein hepatik dan separuh dari seluruh protein yang disekresikan organ (Restiana et al, 2009). Albumin dengan berat molekul (BM)+69.000, menduduki 40-60% dari total protein serum tergantung dari jenis spesies, umur, lingkungan, dan status gizi. Albumin mempunyai peranan penting dalam memelihara tekanan osmose darah, sebagai cadangan asam amino untuk protein jaringan, dan pengikat berbagai zat, misalnya penisilin, aspirin, barbiturate, histamin, bilirubin, porfirin, dan ketosteroid (Salasia dan Hariono, 2010:6). Kadar albumin dalam tubuh beberapa jenis hewan dapat diuraikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Jumlah Makromolekul pada Berbagai Spesies Hewan Jenis Hewan Bovine Ovine Caprine Equine Porcine Canine Sex Umur Jantan 18-30 Bulan Betina 5-9 Tahun 122 hari jantan 6,25 betina 5-6 Bulan - Globulin (g.dl) Protein total (g/dl) 6,97 + 0,53 7,56 + 0,50 5,81 Albumin (g/dl) 3,20 3,40 2,96 0,96 0,85 1,10 0,61 1,08 0,40 2,18 2,16 1,30 3,95 6.25 0,42 1,24 0,97 6,72 7,40 6,10-7,80 2,60 3,40 3,10-4,00 2,63 1,50 1,20 0,81 1,10 1,30 0,68 1,40 0,80 Sumber: Lazuardi (2010:36). Penurunan serum albumin dapat ditunjukan dengan metode yang bervariasi, berkurangnya serum albumin ditunjukan dengan penurunan kadar lebih kurang dari 2,0 g/dL. Pada saat mengalami peradangan kadar albumin kurang dari 1,5 g/dL (Tilley and Smith, 2000). Hati merupakan satu-satunya sumber produksi albumin di tubuh, jadi hipoalbuminemia bisa jadi manifestasi dari ketidakmampuan hati dalam mensintesis protein ini. Penyebab lain kurangnya sintesis hepatik (yaitu, pembesaran glomerulus atau pendarahan pada gastrointestinal) dengan pertimbangan bahwa kerusakan hati merupakan penyebab hypoalbuminemia (Nelson and Couto, 2003:366). Tingkat sintesis albumin juga dipengaruhi oleh nutrisi dan inflamasi, mengingat bahwa albumin adalah protein fase akut (Don and Kaysen, 2004:432). Selajutnya, Salasia dan Hariono (2010:7) mengatakan bahwa “Penurunan albumin plasma karena: 1. Hambatan sintesa albumin; 2. Break down albumin yang berlebihan akibat penyakit; 3. Akibat penigkatan konsentrasi globulin”. Albumin memiliki sejumlah fungsi. Pertama, sebagai pengangkut molekulmolekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolisme asam lemak bebas dan bilirubuin serta berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni 7 memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. Selanjutnya, fungsi albumin adalah sebagai berikut: Memelihara tekanan osmotik. Tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh albumin akan memelihara fungsi ginjal dan mengurangi edema pada saluran pencernaan, dan dimanfaatkan dengan metode hemodilusi untuk menangani penderita serangan stroke akut. Mengusung hormon tiroid Mengusung hormon lain, khususnya yang dapat larut dalam lemak Mengusung asam lemak menuju hati Mengusung obat-obatan dan memperpendek waktu paruh obat tersebut Mengusung bilirubin Mengikat ion Ca2+ Sebagai larutan penyangga (buffer) Sebagai protein radang fase-akut negatif. Konsentrasi albumin akan menurun sebagai pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi, namun bukan berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan kekurangan nutrisi (Sehati, 2012). Albumin mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (misalnya steroid) serta bilirubin dan asam lemak. Albumin mempunyai 2 tempat ikatan yakni, Site I mengikat warfarin, fenilbutazon, Fenitonin, asam Valproat, tolbutamid, sulfonamide, dan bilirubin (disebut Warfarin site), Site II mengikat diazepam dan benzoadiazepin lainnya, dan asam-asam karboksilat (kebanyakan AINS), penisilin dan derivatnya ( disebut diazepam site), asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus pada albumin (FKUI, 2009:6). Fungsi albumin lainnya dinyatakan oleh Isnaeni (2006:76) bahwa “…albumin bertanggung jawab mempertahankan volume plasma”. Hal ini dipertegas oleh Don and Kaysen (2004:435) yang meyatakan bahwa “Fungsi penting lain dari albumin adalah kemampuannya untuk mengikat berbagai ligan di empat situs pengikat utama. Ligan ini termasuk asam lemak bebas, kalsium, hormon steroid tertentu, tiroksin, bilirubin, tembaga, dan tryptophan. Selain itu, sejumlah obat terikat dengan albumin, ter-masuk aspirin, warfarin, sulfonamid, penisilin, digoksin, dan obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)”. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3: dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4 (Sherwood, 2001:647). 2.2.2 Ekstrak Ikan Gabus Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan ekstrak ikan gabus adalah kualitas daging ikan gabus, ukuran potongan daging yang diekstraksi, dan suhu ekstraksi. Ikan gabus sebagai bahan baku pembuatan ekstrak ikan gabus harus mempunyai kualitas yang baik, jika memungkinkan berasal dari ikan yang masih hidup atau belum mengalami proses rigor. Rahayu (1992) menjelaskan bahwa proses rigor mortis dapat menurunkan kandungan protein plasma, karena sebagian protein yang larut dalam air akan berubah menjadi protein yang tidak larut air. Perubahan kelarutan ini akan berdampak pada rendemen. Perubahan protein karena rigor mortis disajikan pada Tabel 3. 8 Tabel 3. Komposisi fraksi dan keadaan ikan Keadaan Ikan Tipe daging Sarkoplasma (%) Miofibril (%) Merah Putih Merah Putih 29.0 37.4 22.5 32.8 62.4 59.2 66.1 61.3 Pra rigor Pasca rigor Sumber: Rahayu (1992) Jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan ikan yang masih hidup sebelum proses, maka harus dipastikan bahwa ikan bermutu baik dengan tandatanda sebagaimana terangkum dalam Tabel 4. Ikan gabus yang telah mengalami kerusakan akan menghasilkan ekstrak ikan dengan aroma amis. Aroma amis ini relatif sulit dihilangkan atau dinetralisasi. Aroma ini disebabkan oleh terbentuknya trimetil amin oksida (TMAO) yang mempunyai sifat larut air, sehingga dalam proses ekstraksi, senyawa ini akan ikut terekstraksi (Rahayu, 1992). Tabel 4. Parameter mutu ikan Parameter Ikan bermutu baik Mata Jernih dan cembung Insang Merah dan tidak busuk Lendir Sisik/kulit Kelenturan/kekenyalan Aroma Encer dan aroma segar Kuat dan mengilat Lentur atau kenyal Segar Ikan mengalami kerusakan Keruh dan masuk ke dalam Merah/coklat gelap dan busuk Kental dan aroma busuk Mudah dicabut dan kusam Lembek dan berair Busuk Sumber: Buckle et al. (1985) Pemotongan daging dimaksudkan untuk memperkecil ukuran sehingga luas permukaan akan semakin besar. Semakin besar luas permukaan daging yang bersinggungan dengan panas dan air akan semakin tinggi laju ekstraksi. Tidak dianjurkan untuk menghancurkan daging ikan gabus, karena dapat mempercepat penggumpalan selama ekstraksi (pemanasan) sehingga menghambat pengeluaran plasma dari daging. Albumin ikan gabus, sebagaimana protein umumnya sangat rentan terhadap pengaruh suhu, sehingga penerapan suhu yang tepat sangat diperlukan dalam proses untuk menghilangkan sari ikan yang berkualitas baik. Pemanasan akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel. Oleh karena itu, proses pengeluaran plasma dari jaringan bisa lebih cepat. Penerapan yang terlalu tinggi dapat mengkoagulasikan protein plasma. Protein plasma yang terkoagulasi akan menempel pada protein miofibril (benang daging), sehingga dapat menghalangi keluarnya protein plasma dari daging (Santoso, 2001). Perhitungan dosis terhadap pemberian ekstrak ikan gabus pada kucing dapat dilakukan dengan mengkonversi dosis berdasarkan Tabel 5 berikut. 9 Tabel 5. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan untuk Konversi Dosis Hewan dan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia BB rata-rata 20 g 200 g 400 g 1,5 Kg 2 Kg 4 Kg 12 Kg 70 Kg Mencit 1.0 7.0 12.29 27.8 29.7 64,1 124.2 387.9 20 g Tikus 0.14 1.0 1.74 3.3 4.2 9.2 17.8 56.0 200 g Marmut 0.08 0.57 1.0 2.25 2.4 5.2 10.2 31.5 400 g Kelinci 0.04 0.25 0.44 1.0 1.06 2.4 4.5 14.2 1,5 Kg Kucing 0.03 0.23 0.42 0.92 1.0 2.2 4.1 13.0 2 Kg Kera 4 Kg 0.016 0.11 0.19 0.42 0.45 1.0 1.9 6.1 Anjing 0.008 0.06 0.10 0.022 0.24 0.52 1.0 3.1 12 Kg Manusia 0.0026 0.018 0.031 0.07 0.013 0.16 0.32 1.0 70 Kg Sumber: Syamsudin dan Darmono (2011:21) 2.3 Bedah Laparatomi Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen. Operasi laparatomi di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Laparotomi merupakan tindakan bedah untuk membuka ruang abdomen, penyayatan bisa dilakukan secara medianus tepat di linea alba atau paramedianus dengan sayatan sejajar linea alba. Laparotomi biasa dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen pada aschites, penyumbatan atau adanya corpus alinea dalam usus, ataupun tindakan bedah terkait reproduksi (Smeltzer, 2001). 2.4 Luka dan Kesembuhan Luka Fisiologi penyembuhan luka, akibat kerusakan jaringan yang terjadi baik sebagai intervensi pembedahan maupun bukan, akan menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan molekuler dan seluler yang merupakan usaha dari tubuh hewan penderita untuk memulihkan kontinuitas dari fungsi organ jaringan tersebut untuk melakukan fibroplasias dan regenerasi epitel (Schwartz and Seymour, 2000:133). Kejadian luka sebagai gangguan pada jaringan tubuh yang dapat terjadi secara tertutup disebut vulneratio occlusa, yaitu jaringan kulit yang terluka masih tetap utuh, dan pada kejadian ini dapat disebabkan akibat contusion. Pada contusion, kulit mengalami kerusakan sekalipun masih utuh, namun demikian jaringan yang mengalami kerusakan tersebut dapat terjadi pada muskulus tendon saraf maupun tulang. Selain itu dapat berakibat abrasio yang mana luka dibagian 10 superfisial dari kulit terkelupas disebabkan akibat friksi dan luka ini sangat sensitif sekalipun sedikit mengalami perdarahan namun mengalami penyembuhan yang lama. Pada kejadian luka kulit yang terbuka disebut vulneratio operta dikenal beberapa bentuk, yakni dalam bentuk insisi adalah luka yang disebabkan benda tajam, tepi luka yang terjadi rata dengan kerusakan yang sedikit sekali, luka insisi ini dapat terjadi pada muskulus, tendon, pembuluh darah, dan saraf yang disertai dengan pendarahan. Pada luka sobek yang dikenal sebaga luka laserasi terjadi akibat benda tumpul yang menyobek jaringan berakibat dengan kulit yang terlepas bahkan kadang bisa terjadi sebagian kulit hilang. Bilamana terjadi kejadian luka yang disertai kehilangan jaringan disebut dengan avulsion. Pada luka tusukan (punktur) adalah luka yang dalam dengan lubang yang kecil yang bisa disebabkan oleh benda yang ujungnya tajam dan juga bisa tumpul. Luka penetrasi adalah luka yang terjadi yang menembus rongga tubuh dan berakibat menimbulkan kerusakan maupun infeksi pada tubuh seperti peritonitis (Sardjana dan Kusumawati, 2011). 2.4.1 Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka Penutupan luka primer akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip, dan perban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan, dan pengerutan jaringan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka dibuat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri, benda asing, atau mengalami trauma jaringan yang hebat (Schwartz and Seymour, 2000:133). Penyembuhan melalui Instensi Kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama (Anonim, 2008). Penyembuhan melalui Instensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas (Tambayong, 2000) 2.4.2 Proses Peyembuhan Luka Menurut Schwartz and Seymour (2000:134) bahwa ada empat fase penyembuhan luka yakni: Koagulasi Terjadinya luka baik yang bersifat traumatik atau yang berbentuk pada pembedahan menyebabkan pendarahan dari pembuluh yang rusak. Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya ketekolamin ke dalam lingkungan cedera. Bradikinin, serotonin, dan histamin merupakan senyawa vasoaktif lain yang dilepaskan oleh sel mast ke jaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini mengawali pristiwa diapedesis, yaitu keluarnya sel-sel intravaskular ke dalam ruang ekstravaskular daerah yang luka. Suatu bekuan darah terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah. Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan fibrin yang bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan yang akan menampung migrasi lebih lanjut sel-sel 11 inflamasi dan fibroblas. Fibrin merupakan produk akhir dari aliran proses pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini maka kekuatan akhir dari sesuatu luka akan berkurang. Trombosit juga penting karena menghasilkan sitokin esensial yang dapat mempengaruhi peristiwa penyembuhan luka (Schwartz and Seymour, 2000:134). Inflamasi Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Fibroplasia Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan mencapai puncaknya hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari, sintesis kolagen akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodelling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat serabutserabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut (Schwartz and Seymour, 2000:134). Pada tahap ini juga terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Uliyah dan Hidayat, 2008:234). Sitokin Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh komunikasi untuk interaksi antar sel. Mereka mungkin juga berperan penting dalam jalur farmakologis klinis di berbagai tempat penatalaksanaan penyembuhan luka. Misalnya, sitokin tampaknya ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah perbaikan, dan barangkali juga mengendalikan proses keganasan (Schwartz and Seymour, 2000:134). Fase ini juga dikenal sebagai tahap maturasi, Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi jaringan ikat. 2.4.3 Mekanisme Penyembuhan luka Tiga mekanisme biologis terlibat dalam proses penyembuhan luka. Epitelisasi adalah proses dimana keratinosit bermigrasi dan membelah diri untuk melapisi kembali kulit atau mukosa yang kehilangan ketebalan parsial. contohcontoh dari proses ini, misalnya pada lokasi donor cangkok kulit ketebalan parsial, abrasi, lepuh, dan luka bakar tingkat satu dua. Kontraksi adalah proses dimana terjadi penutupan spontan dari luka kulit dengan ketebalan penuh atau konstriksi dari organ-organ tubular seperti saluran empedu atau esofagus setelah cedera. Deposisi kolagen adalah proses dimana fibroblas direkrut pada tempat cedera dan menghasilkan matriks jaringan ikat yang baru. Kolagen yang mengkerut dalam 12 jaringan ikat ini memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan baik (Schwartz and Seymour, 2000:133). 2.4.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, Vaskularisasi (mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel), anemia (orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dan protein dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama), usia (proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka), penyakit lain (diabetes dan ginjal), stres, obesitas, obat-obatan yang berlebih, nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel (vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi penutupan luka dan kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein; karbohidrat, dan lemak; vitamin c dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah), dan Jahitan luka yang kurang baik atau tidak dapat menempel pada proses epitelisasi penyembuhan luka merupakan salah satu indikasi terhambatnya penyembuhan luka perineum dan luka lainnya (Rejeki, Ernawati, 2010). Smeltzer (2002 : 493) menambahkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi penyembuhan luka dan perbaikan sel yaitu Penanganan jaringan (Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat penyembuhan), faktor lokal edema, penurunan suplai oksigen, Personal hygiene (kebersihan diri dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman), hiperaktivitas menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang diinginkan. 13 3 KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep KUCING (6 ekor) BEDAH LAPARATOMI PERLAKUAN (3 Ekor kucing diberikan Ekstrak ikan gabus) VARIABEL CONTROL (3 Ekor Kucing tanpa perlakuan) PENGAMATAN TERHADAP PEMULIHAN LUKA ANALISIS DATA P < 0,05 P > 0,05 14 3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Kucing Pada penelitian ini kucing merupakan subjek penelitian yang diperoleh dari berbagai tempat dan memiliki usia yang relatif sama. 3.2.2 Bedah Laparatomi Pada penelitian ini Bedah Laparatomi dipilih karena merupakan salah satu bedah yang sering dilakukan, dan memiliki waktu yang relatif lebih cepat. 3.2.3 Perlakuan Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan terhadap kucing atau sampel penelitian berupa pemberian ekstrak ikan gabus setelah sampel di operasi. 3.2.4 Variabel Kontrol Yang merupakan variabel kontrol pada penelitian ini adalah kelompok kucing yang tidak diberi perlakuan. Dimana dalam kelompok tersebut terdiri dari tiga ekor kucing. 3.2.5 Pengamatan terhadap Pemulihan Luka Pengmatan terhadap pemulihan luka dilakukan setiap hari selama proses pemulihan luka berlangsung, dengan mengamati gejala Inflamasi (merah, nyeri, bengkak, panas, kehilangan fungsi) , serta kondisi luka (basah, kering) 3.2.6 Analisis Data Pada penelitian ini data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan dianalisis menggunakan statistik. Sehingga, dari hasil pengolahan tersebut dapat diketahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Adapun indikator dari hasil pengolahan data yakni jika P < 0,05 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kelompok perlakuan, sedangkan jika P > 0,05 maka ini mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh terhadap perlakuan yang diberikan. 15 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif, dengan desain penelitian berupa eksperimental. Dimana pada penelitian ini dilakukan pengujian kualitas ekstrak ikan gabus terhadap proses pemulihan luka pasca operasi bedah laparatomi pada sampel penelitian. Dalam proses penelitian ini dibentuk dua kelompok sampel yang terdiri dari tiga ekor kucing tiap kelompoknya, sehingga dalam penelitian ini digunakan enam ekor kucing. Letak perbedaan dari kedua kelompok kucing tersebut yaitu, kelompok pertama diberi ekstrak ikan gabus, sedangkan kelompok yang kedua tidak diberikan perlakuan, karena kelompok kedua merupakan kontrol pada penelitian ini. 4.2 Sasaran, Waktu, dan Lokasi Sasaran dari penilitan ini ialah kucing kampung atau domestic short hair. Adapun, waktu yang peniliti targetkan yaitu sekitar 3-4 minggu, dan bertempat di Lab. PSKH, Kota Makassar dimana menurut peniliti prosedur serta sarana dan prasarana di lokasi tersebut sangat tepat dalam melaksanakan penelitian ini. Sehingga, diharapkan penelitian ini akan lebih mudah untuk dilaksanakan. 4.3 Metodelogi Penelitian Metodelogi penilitian yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Artinya dalam penilitan ini peneliti memberikan perlakuan tertentu terhadap sampel untuk mendapatkan hasil dari penilitian. Adapun perlakuan yang diberikan yakni pemberian ekstrak ikan gabus. 4.4 Alat dan Bahan 4.4.1 Alat Timbangan Dalam penelitian ini timbangan digunakan untuk mengukur bobot badan kucing, timbangan juga digunakan untuk mengukur banyaknya pakan yang akan diberikan terhadap sampel atau dalam hal ini adalah kucing domestic short hair. Alat bedah. Peralatan yang digunakan adalah instrument anestesi dan bedah antara lain dijabarkan sebagai berikut, spuit, duk steril, duk klem, handle scalpel, blade, Alli’s forceps, arteri klem lurus dan bengkok, pinset anatomis dan pinset chirurgis, gunting, pen light, needle holder. Dan beberapa peralatan handling yang diperlukan berupa pita kain nonelastis dapat pula pita berbahan kulit atau tali yang lembut yang tidak mencederai area ikatan. Wadah pakan dan air Kandang Alat tulis 16 4.4.2 Bahan Pakan Desinfektan Antibiotik Bahan bedah, bahan-bahan yang digunakan dalam bedah laparatomi yakni Jarum ½ circle ujung taper dan bulat, benang catgut dan silk, tampon streril, iodine tincure, alkohol 70%, Penstrep®, Dexametason, atropin sulfat, dan Zoletil®. Ekstrak ikan gabus pada penelitian ini merupakan bahan yang peneliti gunakan sebagai variabel independent. Pada penelitian ini peneliti menggunakan produk PUJIMIN® kapsul albumin. Kapsul ini mengandung albumin, asam amino, serta mineral untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid kapiler dan meningkatkan kekeba;an tubuh secara alamiah. Penurunan kadar albumin (hipoalbumin) sering disertai dengan edema, ditemukan pada pasien kritis, luka bakar, post-operatif, pre-eclampsia, maupun pnyakit kronis (hati, ginjal, paru-paru dan kencing manis/luka dekubitus, maupun ODHA). Kesemuanya itu terkait dengan penurunan daya tahan tubuh, infeksi, dan proses penyembuhan yang lama. Pasien dengan hipoalbuminemia mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi terjadinya infeksi dan 8 kali lebih lama rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan hasil uji klinik, kapsul ini dapat digunakan sebagai protein alternative sumber albumin untuk mengatasi hal diatas (CV. MIN MAKASSAR). Pada Tabel 6 berikut merupakan kandungan nutrisi yang terdapat dalam kapsul albumin. Tabel 6. Kandungan Nutrisi pada Kapsul Albumin (Pujimin) Komposisi Produk protein kadar albumin Kandungan 70 % 21% mineral kalsium (Ca) magnesium (Mg) zat bezi (Fe) Tembaga (Cu) seng (Zn) Mangan (Mn) Nikel (Ni) Cobal (Co) Selenium (Se) 0, 7300 mg 0, 3200 mg 0,0115 mg 0,0025 mg 0,0175 mg 0,0025 mg 0,0023 mg 0,0015 mg 0,0081 mg Sumber. Pujimin (CV, MIN MAKASSAR) 17 4.5 Sampel Kucing Domestic short hair (Felis domestica) merupakan sampel yang digunakan dalam penelitian ini, umur kucing yang digunakan yakni berkisar antara 1-2 tahun, penggunaan sampel tersebut dipilih karena mudahnya dalam menemukan dan mengumpulkannya. serta mudah dalam proses laparatomi standar. 4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Prosedur Bedah Laparatomi Prosedur bedah laparatomi pada kucing yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang berlaku (terlampir). 4.6.2 Perawatan Pasca Operasi Setelah operasi laparatomi maka kucing sebagai subjek penelitian akan diberi perawatan, berupa pemberian ekstrak ikan gabus (Pujimin) secara rutin sesuai dosis yang ditentukan, serta pemberian antibiotik. Dengan tujuan agar pemulihan luka bisa lebih cepat. Adapun, perhitungan dosis untuk pemberian kapsul albumin pada subjek penelitian, yakni berdasarkan hasil perhitungan dengan mengacu pada Tabel 5. Untuk menjaga sterilitas dari luka maka setiap harinya akan dilakukan penggantian perban, dengan menggunakan tampon yang diberi iodine tincure dan diabalut dengan kain kasa (Knecht et al, 1981). Kebutuhan pakan dan minum juga akan dipenuhi agar kebutuhan nutrisi kucing tersebut dapat tercukupi. Dalam hal ini nutrisi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Sehingga kebutuhan nutrisinya harus diperhatikan untuk memperoleh hasil yang maksimal. 4.6.3 Evaluasi Pemulihan Luka Evaluasi pemulihan luka akan dilakukan setiap sehari sekali dengan orientasi berupa peradangan, suhu tubuh, tahap pengeringan luka : Evaluasi Peradangan Peradangan merupakan salah satu respon tubuh dalam suatu proses penyembuhan luka. Ada empat tanda pada gejala peradangan yang akan dievaluasi pada penelitian ini yakni panas (Calor), bengkak (tumor), merah (rubor), sakit atau nyeri (dolor). Evaluasi Suhu luka Pada saat tubuh mengalami infeksi atau pun cidera berupa luka maka salah satu respon tubuh akan menunjukkan gejala demam (Calor) disekitar jaringan yang cidera, sehingga salah satu indikator pemulihan luka yang dapat dievaluasi adalah suhu tubuh, dengan menggunakan Pundak Jari. Evaluasi Pengeringan luka Dalam proses pemulihan luka akan terjadi tahap pengeringan, dimana luka akan menutup secara sempurna. Semakin mendekati kesembuhan maka luka juga akan semakin mengering, sehingga hal tersebut dapat pula menjadi indikator pemulihan luka. Adapun evaluasinya yaitu dengan melakukan inspeksi pada luka operasi setiap harinya. 18 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan serologis dalam penelitian ini sangat diperlukan guna mengetahui kadar albumin serta fungsi hati dan ginjal pada objek penelitian, karena hal tersebut sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Demikian pula Rejeki dan Ernawati (2010) menegaskan bahwa Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka adanya penyakit, seperti diabetes dan ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Sedangkan fungsi hati perlu diketahui karena hati merupakan organ yang mensekresikan albumin. Hal ini dipertegas oleh Tilley dan Smith (2000) yang menyatakan bahwa Albumin khususnya diproduksi di hati, menyediakan 75-80% tekanan osmotik koloid plasma, penting dalam menjaga cairan dalam rongga vascular. Sehingga diperoleh hasil pemeriksaan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar, Sebagai berikut: Tabel 7. Rujukan dan Hasil Pemeriksaan Serologis Pada Kucing Tes Satuan Rujukan (Kucing) SGPT SGOT BUN Kreatinin Albumin µ/L µ/L mg/dL mg/dL g/L 10-100 10-100 14-36 0,6-2,4 2,5-3,9 Rata - rata Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol 89.67 84 56.67 59 34.34 33 1.57 1.33 32 36.34 Sumber: Hines DVM PhD (2014) Berdasarkan pengujian serologis tersebut menunjukkan semua hasil normal, dengan merujuk pada pernyataan Hines (2014), serta rujukan lainnya menurut Anonim pada Tabel 8 juga menunjukkan semua Hasil pemeriksaan serologis pada kedua kelompok normal. Tabel 8. Nilai Normal Pemeriksaan Biokomia Pada Kucing Tes Hasil Pemriksaan Normal ALB (Albumin) ALP (Alkaline Phosphatase) ALT (Alanine Aminotransferase) BUN (Blood Urea Nitrogen) CREAT (Kreatinin) 2.3 - 3.5 10 - 100 10 - 100 17-30 0.6 - 2.0 Sumber: Traci (2015) 19 5.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kesembuhan Luka Ekstrak Ikan Gabus mengandung albumin dan mineral yang tinggi. Hati menghasilkan 12 gram albumin per hari yang merupakan 25% dari total sintesis protein hepatik dan separuh dari seluruh protein yang disekresikan organ (Restiana et al, 2009). Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung dapat dilihat adanya perbedaan waktu atau lama proses penyembuhan luka yang signifikan antara objek kontrol (Tanpa perlakuan) dan Objek yang diberi perlakuan, dari segi waktu inflamasi dan kondisi luka. Kelompok yang diberi perlakuan berupa pemberian ekstrak ikan gabus dalam sediaan kapsul memperoleh waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol. 5.2.1. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Inflamasi Saat terjadi inflamasi, jumlah kadar albumin dalam plasma darah akan menurun. Sehingga jumlah kadar albumin yang menurun harus segera dikembalikan, Karena albumin memiliki berbagai fungsi yang dapat meredakan gejala inflamasi dan mempercepat kesembuhan luka. (Abrams, 1995; rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003). Inflamasi merupakan tahapan respon Akut terhadap cidera. Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini, terjadi proses hemostatis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak (Uliyah dan Hidayat, 2008:234). Teori mengenai tanda-tanda radang yang dikemukakan oleh Celsus masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda-tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu function laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003). Gejala inflamasi diamati berdasarkan tanda-tanda inflamasi yang terdapat di sekitar luka jahitan, dengan cara pengamatan yakni merah secara visual atau pemeriksaan fisik (inspeksi), bengkak dengan cara palpasi dan visual, nyeri dengan cara penekanan pada jaringan yang cidera, panas dengan cara palpasi, serta kehilangan fungsi dengan cara evaluasi terhadap sistem pencernaan. hasil dari pengamatan tersebut dapat dilihat dari diagram berikut. 20 Hari 5 4.5 4.6 4.3 4.6 4 3.4 3.5 3 2.5 3 2.3 3 2.3 2 Perlakuan 2 Kontrol 2 1.5 1 0.5 0 Panas Merah Nyeri Bengkak K. Fungsi Gambar 3. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Gejala Inflamasi Berdasarkan diagram pada Gambar 3. Diketahui bahwa kelompok perlakuan memiliki rentan waktu proses inflamasi yang lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol, fase inflamasi pada kelompok perlakuan berlangsung selama 3 hari sedangkan pada kelompok kontrol berlangsung selama 5 hari menurut Uliyah dan Hidayat (2008:234) Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Untuk gejala panas kelompok perlakuan membutuhkan waktu selama 2-3 hari sedangkan kelompok kontrol membutuhkan waktu selama 4-5 hari, selanjutnya gejala merah pada kelompok perlakuan selama 2 hari sedangkan dikelompok kontrol selama 3 hari, kemudian gejala nyeri pada kelompok perlakuan berlangsung selama 3 hari sedangkan dikelompok kontrol berlangsung selama 4-5 hari, selanjutnya gejala bengkak yang dialami kelompok perlakuan berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan dikelompok kontrol berlangsung selama 4-5 hari, dan gejala yang terakhir yakni kehilangan fungsi pada kelompok perlakuan berlangsung selama 2 hari sedangkan kelompok kontrol berlangsung selama 3-4 hari. Tahapan awal inflamasi ditandai dengan gejala merah dan panas pada daerah luka operasi. Penjelasan dari hal tersebut dikemukan oleh Judarwanto (2012) yang menyatakan bahwa “Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hyperemia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah (Gambar 5) dan panas”. Berdasarkan diagram pada Gambar 3 dapat dilihat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, yakni gejala merah dan panas pada luka hanya berlangsung selama 2-3 hari sedangkan pada kelompok kontrol berlangsung selama 4-5 hari. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator-mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin) (Kee and Hayes, 1996:310). Hal ini terkait dengan fungsi albumin yakni mengikat sel mast dan merangsang pembebasan histamin, ini lah yang menyebabkan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak ikan gabus mengalami gejala merah dan panas yang lebih cepat reda dibandingkan dengan kelompok kontrol. 21 Gambar 4. Rubor (Kemerahan) pada proses inflamasi Sumber: Dokumentasi pribadi Gejala lain yang ditimbulkan akibat proses inflamasi yakni bengkak atau Edema (Gambar 6). Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan antara tekanan osmotik koloid dalam jaringan dan tekanan osmotik dalam darah, sehingga cairan berdifusi ketekanan yang lebih tinggi. Hal serupa dipertegas oleh Asmadi (2008) yang menyatakan bahwa “Edema disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik, sedangkan tekanan osmotik koloid plasma mengalami penurunan akibat hipoalbuminemia”. Penjelasan ini terkait dengan pengaruh albumin terhadap kesembuhan luka, dari diagram pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kelompok perlakuan mengalami gejala pembengkakan yang relatif lebih cepat reda dibandingkan dengan kelompok kontrol, yakni dengan selisih waktu 2-3 hari. Hal tersebut erat kaitannya dengan fungsi albumin yang bertugas dalam mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma, seperti yang dikatakan oleh Sehati (2012) yang menyatakan bahwa “albumin berfungsi dalam menjaga kestabilan tekanan osmotik koloid plasma”. Gambar 5. Tumor (Bengkak) pada proses Inflamasi Sumber: Dokumentasi pribadi Gejala inflamasi berikutnya yakni nyeri, Kee and Hayes (1996:310) menyatakan bahwa “Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia”. Sehingga dengan kata lain nyeri akan segera hilang setelah redanya gejala bengkak. Pada penelitian ini pun berdasarkan perolehan data dari diagram pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kucing dengan perlakuan 22 mengalami gejala nyeri yang relatif lebih cepat reda dibandingkan dengan kucing pada kelompok kontrol. Gejala inflamasi selanjutnya yakni kehilangan fungsi atau function laesa. Pada penelitian ini kehilangan fungsi dapat diamati dengan mengamati proses defekasi yang menurun intensitasnya setelah operasi, Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri serta bengkak yang membatasi daya gerak pada jaringan yang cidera. Pernyataan serupa dikemukakan oleh Kee and Hayes (1996) yang menyatakan bahwa “Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cidera jaringan dank arena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena”. Sehingga jika proses edema dan nyeri telah hilang fungsi organ yang cidera akan kembali normal. Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji dalam diagram pada Gambar 3 membuktikan pernyataan tersebut. Analisis Data Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Gejala Inflamasi Berdasarkan data dari diagram di atas, maka dilakukan analisis yang lebih lanjut dengan menggunakan perangkat lunak (Hasil terlampir). Semua variabel dari gejala inflamasi menunjukkan hasil bahwa P<0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. letak dari perbedaan kelompok tersebut yakni pada selisih waktu dari keduanya, kelompok perlakuan menunjukkan waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini diyakini karena adanya pengaruh ekstrak ikan gabus yang mengadung albumin dan mineral tinggi sehingga dapat mempercepat proses inflamasi pada penyembuhan luka operasi bedah laparatomi. 5.2.2. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Kondisi Luka Hari 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Kering Basah Kelompok Kontrol Perlakuan Gambar 6. Diagram Hasil Pengamatan Proses Penyembuhan Luka Terhadap Kondisi Luka Diagram pada Gambar 4 menunjukkan bahwa kondisi luka yang basah pada kelompok perlakuan berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan pada kelompok kontrol berlangsung selama 5-6 hari. Selanjutnya, Kondisi luka yang mengering dalam kelompok perlakuan dimulai pada hari ke-2 atau ke-3, sedangkan dikelompok kontrol dimulai pada hari ke-5 atau ke-6. 23 Hal diatas dikarenakan kandungan ekstrak ikan gabus yang berperan penting dalam penyembuhan luka yakni albumin dan mineral yang terkandung didalamnya. Adapun fungsi dari albumin telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya dimana albumin berperan dalam mempercepat proses inflamasi. Sehingga proses perbaikan jaringan akan berlangsung lebih cepat. Pernyataan terkait hal tersebut dijelaskan oleh Aryulina et al (2004) bahwa “Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi: memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofag, menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi, mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak. Sehingga jika proses inflamasi berlangsung dengan cepat dan baik maka kesembuhan luka juga akan berlangsung secara cepat. Fungsi lain dari albumin yakni mengusung hormon tiroid yang berguna untuk menstimulasi pertumbuhan sel baru guna perbaikan jaringan. Penjelasan serupa dikemukakan oleh Tjan dan Kirana (2007) yang menjelaskan bahwa fungsi hormon tiroid yakni memacu proses metabolisme seluler dan penting untuk pertumbuhan serta pematangan sel. Adapun fungsi dari beberapa mineral yang terkandung dalam ekstrak ikan gabus yang berperan dalam penyembuhan luka diantaranya Seng atau Zinc (Zn), dan Magnesium (Mg). Zinc penting untuk pertumbuhan dan replikasi sel, kematangan organ seks, fertilitas dan reproduksi, mencegah buta senja, imunitas, daya kecap dan selera makan. Akibat paling hebat dari defisiensi Zinc adalah gangguan pertumbuhan (PERSAGI, 2007). Sedangkan fungsi magnesium di sel sekitar cairan mempengaruhi migrasi beberapa jenis sel yang berbeda. Efek tersebut pada migrasi sel penting dalam penyembuhan luka (Santi et aI, 2014). Inilah alasan kenapa kesembuhan luka pada kelompok perlakuan memiliki waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol. Analisis Data Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus terhadap Kondisi Luka Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi luka operasi laparatomi selama penelitian, diperoleh data berupa jangka waktu (Hari) yang dibutuhkan oleh kucing kelompok perlakuan dan kucing kelompok kontrol dalam proses penyembuhan luka. Data yang telah diperoleh selanjutnya diuji statistik dengan perangkat lunak sehingga diperoleh hasil (Terlampir) yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan (P<0.05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol menunjukkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok perlakuan dalam proses penyembuhan luka operasi bedah laparatomi, hal ini diyakini karena kandungan albumin dan mineral yang tinggi pada ekstrak ikan gabus. Peran keduanya sangat penting dalam regenerasi sel yang sangat erat kaitannya dengan proses penyembuhan luka. 24 6 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Ekstrak ikan gabus berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan kesembuhan luka pada semua objek dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang ditandai dengan gejala inflamasi dan kondisi luka yang lebih cepat dalam waktu + 7 Hari untuk kelompok perlakuan, sedangkan semua objek pada kelompok kontrol membutuhkan waktu + 14 Hari. Hal ini dikarenakan ekstrak ikan gabus mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut yaitu Albumin dan Mineral. Keduanya berperan penting dalam penyembuhan luka pasca operasi. Albumin berperan dalam mempercepat proses inflamasi yang merupakan suatu respon dalam penyembuhan luka. Sedangkan, Mineral sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan sel-sel baru. 6.2. Saran Penelitian mengenai pengaruh ekstrak ikan gabus terhadap kesembuhan luka dengan variabel yang lebih bervariasi terhadap jenis-jenis luka (Combustion, Amputatum, Contussum, Laceratum, Puncture, ulcerasi, dll) perlu dilakukan. Mengunakan metode evaluasi kesembuhan luka secara kuantitatif serta pengamatan jaringan/sel secara histologi perlu dilakukan sebagai upaya penyempurnaan penelitian lanjutan. 25 DAFTAR PUSTAKA Abrams, G.D. 1995. Respon Tubuh Terhadap Cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (4th ed.) (pp 35-61)(Anugerah, P., Penerjemah) Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992). Anonim. 2003. Gabus Temuan Profesor [Internet]. (Diakses 28 Mei 2014, http://www.gatra.com). Aryulina Diah, Choirul M, Syalfinaf M, Endang W, Winarni. 2004. Biologi 2. Erlangga .hlm 325 Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta (ID): Salemba Medika. hlm 54. Baca M, Patricia H, Elisa L, Linda McRae, Ann W. 2006. Cataloging Cultural Objects: A Guide to Describing Cultural Works and Their Images. America (US): Revision Act Brotowidjoyo M. D., D. Tribawono dan E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty, Yogyakarta. Buckle K. A., R.A. Edwards G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purmono dan Adiono. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia. De Man J. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Bandung (ID): ITB Press. Don Burl R. And George Keysen. 2004. Poor Nutritional Status and Inflammation. Division of Nephrology, Department of Medicine, University of California–Davis, Davis, California; and Research Service, Department of Veterans Affairs, Northern California Health Care System, Mather, California. hlm 432,435. Endrawati, D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan Hubungannya Dengan Warna Rmbut Pada Kucing Kampung (Felis familliaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. [FKUI] Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Depertemen Farmakologi dan Terapuetik. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI. hlm 6. Fowler, ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of Livestock Service. Ghufran M. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. Gibson S. (2005). Principles of Nutritional Assesment. Published by oxford University Prees.nc.198 Madison Avenue. New York. Hines, Ron. 2014. Normal Feline & Canine Blood Chemistry Values : Blood, Temperature, Urine and Other Values for Your Dog and Cat [Internet]. (Diakses 03 Januari 2015, http://www.2ndchance.info/ normaldogandcat bloodvalues.htm) Isnaeni Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta (ID): Kanisius. hlm 76. Judarwanto Widodo. 2013. Imunologi Dasar: Radang dan Respon Inflamasi [Internet]. (Diakses, 05 Januari 2015, http://allergycliniconline.com/ 2012/02/03/imunologi-dasar-radang-dan-respon-inflamasi/). 26 Kalyana FS, Valinata S, Laksono SB, Amalia D, Saputra D. 2009. Laparatomi Pada Kucing. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kartha D.2012. Male Cat Behaviour [internet].(diakses, 10 Februari 2014, http://www.buzzle.com/articles/male-cat-behavior.html). Kee Joyce L and R. Hayes. 1996. Pharmacology : A nurcing Process Approach. Philadelphia: Elsevier Saunders. (hlm. 310) Knecht D Charles. Algernon R Allen. David J Williams. Jerry H Johnson. 1981. Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. Sydney: Library of Congres Catakoging in Publication Data. Lazuardi Mochammad. 2010. Biofarmasetik dan Farmakokinetik Klinik Medis Veteriner. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Mitchell, R.N & Cotran, R.S. 2003. Acute and Chronic Inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar. Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp 33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders Muyle S. 2012. Overview of Dental Development [Internet]. (Diakses 24 Feb 2014, http://www.merckmanuals.com/vet/digestive_system/dentaldevelopmnt /overview_of_dental_development.html#v4719570). Nelson, R.W. and Couto, C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine. 3rd edition. Mosby. Missouri. [PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi. 2009. Kamus Gizi. Jakarta (ID); PT. Kompas Media Nusantara. hlm. 270 Rahayu W, P,. S. Maamoen,. Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor (ID): Penerbit Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Rejeki Ernawati. 2010. Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka perineum ibu pasca persalinan di puskesmas brangsong dan kaliwungu kabupaten Kendal. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Restiana, Nurpudji A. Taslim, Agussalim Bukhari. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar Albumin dan Status Gizi Penderita HIV/AIDS yang Mendapatkan Terapi ARV. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin, Fakultas Kedokteran. Rubiyani Septi, Septiani Purwanti H., Bahtiar Hidaya. Khoirun Nisa, Ikrar Trisnaning. 2010. Laparatomi. Bogor: IPB. Rukmono. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik FK-UI Salasia, Siti Isriana Oktavia,. Bambang Hariono. 2010. Patologi Klinik; Kasus Patologi Klinis. Yogyakarta (ID): Samudra Biru. hlm 1, 6-7. Santi, Ayu Mei, Lailatul Farikha, Siti Lailatul Arifah. 2014. Mineral Magnesium [Makalah]. Universitas Negeri Surabaya: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Santoso, A. H. 2001. Ekatraksi Crude Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) : Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Serta Fraksinasi Albumin Menggunakan Asam. Malang (ID): Universitas Brawijaya. hlm 21. Sardjana IKW, D Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya (ID): UNAIR Press. Schwartz, And Seymour I. 2000. Intisari Prinsip Ilmu Bedah. Ditejemahkan Oleh Linda Chandranata. Jakarta (ID): EGC. hlm 133-134. 27 Sehati, Aruan. 2012. Albumin. (online, Diakses 10 Februari 2014, http://www.sariikankutuk.com/artikel/albumin/). Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia; Dari Sel ke Sistem. Diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit. Jakarta (ID): EGC. hlm 647. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta (ID). EGC Smeltzer S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID). EGC. hlm 493. Suprapti, L. 2008. Teknologi Pengolahan Pangan: Produk Olahan Ikan. Yogyakarta (ID). KANISIUS Syamsudin, dan Darmono. 2011. Farmakologi Eksperimental. Jakarta (ID). UIPress Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta (ID): EGC. hlm 56 Tilley, and Smith. 2000. The 5-Minute Veterinary Consult Ver.2. Electronic Book [Ebook]. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia. Tjay T.H, Kirana R. 2007. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efekefek Sampingnya. Edisi Ke-6. Jakarta (ID): PT. Gramedia. hlm.765 Traci, 2015. Feline Health Glossary 2 : Hematology and Biochemistry. (online, Diakses 1 Mei 2015, http://www.cathelp-online.com/health/glossary2.php). Triastuty, FN. 2006. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Uliyah, Musrifatul. Dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Klinik untuk Kebidanan, Edisi 2. Jakarta (ID). Salemba Medika. 28 LAMPIRAN 29 Lampiran 1. Hasil Pengamatan Kondisi luka setelah operasi bedah laparatomi Kelompok Perlakuan Hari 3 Kelompok Kontrol Hari 3 Kondisi Luka Mulai Mengering Hari 5 Kondisi Luka Belum Mengering Hari 5 30 Kelompok Perlakuan Hari 7 Kelompok Kontrol Hari 7 Hari 9 Hari 9 31 Lampiran 2. Alat dan Bahan Alat dan bahan bedah laparatomi Anastesi yang digunakan Antibiotik yang digunakan anti inflamasi yang digunakan 32 Lampiran 3. Prosedur Bedah Laparatomi Setelah ter-anasesthesi, hewan diletakkan di meja operasi dengan posisi rebah dorsal dan untuk mempertahankan posisi tersebut, keempat kaki difiksasi pada meja operasi. Daerah operasi diolesi antiseptic secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang akakn dioperasi) bergerak kea rah perifer. Pemasangan duk (4 lembar kain duk) atau menggunakan satu lembar duk dengan lubang/celah di tengah kemudian duk difiksir dengan duk klem. Irisan atau incise dinding abdomen dilakukan melalui garis median (caudal atau cranial midline). Irisan caudal midline dibuat tepat dibelakang umbilicus kea rah caudal kira-kira 6-12 cm (secukupnya tergantung besar kecilnya hewan), sedangkan incise cranial midline dibuat tepat dibelakang processus xyphoideus sampai umbilicus. Kulit dan jaringan sub kutan diincisi dengan menggunakan pisau bedah (blade) (untuk mempermudah mendapatkan linea alba dapat dilakukan preparasi tumpul). Di bagian kiri dan kanan linea alba dijepit Allis forceps kemudian dengan ujung gunting/ujung pisau bedah dibuat incise kecil pada linea alba. Incise tersebut diperpanjang menggunakan gunting (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri diletakkan di bawah linea alba agar tidak mengguting organ dalam). Sebelum dilakukan penutupan dinding abdomen, rongga abdomen dibasahi larutan antibiotic/NaCl fisiologis steril. Linea alba dipertautkan dengan benang catgut cromik dengan pola jahitan sederhana tunggal, subkutan dijahit dengan benang catgut plain pola jahitan sederhana menerus, sedangkan kulit dijahit dengan benang katun pola jahitan sederhana tunggal. Sumber: Knect et al. 33 Lampiran 4. Proses Bedah Laparatomi Pencukuran Sterilisasi pemasangan duk 34 Penyayatan Setelah penyatan Lampiran 5. Perawatan Luka pemasangan perban 35 Lampiran 6. Perhitungan Dosis Diketahui : Faktor konversi dari manusia ke kucing : 0,013 Massa ekstrak ikan gabus per per-kapsul : 0,780 g 780 mg Maka : Dosis Ekstrak Ikan Gabus Untuk Kucing = 0,013 x 780 mg = 10,14 mg Lampiran 7. Alat dan Bahan Peracikan ekstrak ikan gabus untuk kucing Pujimin Kapsul Ikan Gabus Kertas Perkamen Cangkang Kapsuk No.3 36 Kapsul Ikan Gabus Pujimin Penimbangan serbuk ekstrak ikan gabus dengan neraca analitik Kapsul ekstrak ikan gabus yang siap diberikan pada kucing 37 Lampiran 7. Hasil Pengujian Statistik Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Panas Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 6.000a 1 6.000 18.000 .013 Intercept 66.667 1 66.667 200.000 .000 Perlakuan 6.000 1 6.000 18.000 .013 Error 1.333 4 .333 Total 74.000 6 7.333 5 Corrected Total a. R Squared = .818 (Adjusted R Squared = .773) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:K.Fungsi Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 2.667a 1 2.667 16.000 .016 Intercept 42.667 1 42.667 256.000 .000 2.667 1 2.667 16.000 .016 Error .667 4 .167 Total 46.000 6 3.333 5 Perlakuan Corrected Total a. R Squared = .800 (Adjusted R Squared = .750) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bengkak Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 8.167 a 1 8.167 24.500 .008 Intercept 73.500 1 73.500 220.500 .000 Perlakuan 8.167 1 8.167 24.500 .008 Error 1.333 4 .333 Total 83.000 6 9.500 5 Corrected Total 38 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bengkak Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 8.167a 1 8.167 24.500 .008 Intercept 73.500 1 73.500 220.500 .000 Perlakuan 8.167 1 8.167 24.500 .008 Error 1.333 4 .333 Total 83.000 6 a. R Squared = .860 (Adjusted R Squared = .825) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Nyeri Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 4.167 a 1 4.167 25.000 .007 Intercept 88.167 1 88.167 529.000 .000 4.167 1 4.167 25.000 .007 Error .667 4 .167 Total 93.000 6 4.833 5 Perlakuan Corrected Total a. R Squared = .862 (Adjusted R Squared = .828) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kering Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 24.000a 1 24.000 72.000 .001 Intercept 266.667 1 266.667 800.000 .000 24.000 1 24.000 72.000 .001 Error 1.333 4 .333 Total 292.000 6 25.333 5 Perlakuan Corrected Total a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .934) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Basah 39 Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 13.500a 1 13.500 40.500 .003 Intercept 88.167 1 88.167 264.500 .000 Perlakuan 13.500 1 13.500 40.500 .003 Error 1.333 4 .333 Total 103.000 6 14.833 5 Corrected Model Corrected Total a. R Squared = .910 (Adjusted R Squared = .888)