BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pulp terbesar di dunia. Tercatat produksi pulp di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun (Junaedi dkk, 2011). Sumber bahan baku utama dalam memproduksi pulp adalah kayu, dan lebih dari 90% kebutuhan bahan baku pulp dipenuhi dari kayu. Eukaliptus dan akasia merupakan jenis tumbuhan yang kayunya digunakan sebagai bahan baku dalam industri pulp. Namun sejalan dengan waktu, muncul permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan jenis tumbuhan tersebut, yaitu: rendahnya produktivitas biomassa, daur tanaman yang dianggap masih terlalu panjang (lama), terjadinya serangan hama dan penyakit (Mindawati, 2010). Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dikembangkan alternatif bahan baku yang cocok digunakan dalam memproduksi pulp, salah satunya adalah Melaleuca leucadendron. Melaleuca leucadendron atau gelam merupakan jenis tumbuhan yang daun dan rantingnya dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih. Batang kayu gelam di Kalimantan Selatan biasanya digunakan untuk cagak penopang pembangunan konstruksi beton dan siring penahan abrasi sungai serta mal pondasi konstruksi bangunan beton (Junaidi dan Yunus, 2009). Tumbuhan ini termasuk dalam suku yang sama dengan tumbuhan Eukaliptus yaitu suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Selain harganya yang lebih murah dibandingkan kayu lainnya, gelam sangat toleran terhadap kondisi tanah yang ekstrim seperti keasaman, salinitas, dan genangan air (Junaidi dan Yunus, 2009). Dalam penelitiannya tentang kajian potensi tumbuhan gelam untuk bahan baku industri pulp dalam hal aspek kandungan kimia kayu, Junaidi dan Yunus (2009) menyimpulkan bahwa kayu tumbuhan gelam tergolong memiliki kualitas yang cukup bagus (sedang) sebagai bahan baku industri pulp berdasarkan komposisi zat kimia yang terkandung didalamnya. Pulp selain digunakan untuk memproduksi kertas juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kain. Tidak seperti pulp untuk kertas, jenis pulp yang digunakan dalam pembuatan kain ini sering disebut dengan dissolving pulp dan menuntut kandungan alfa selulosa yang tinggi. Dissolving pulp diproduksi dari kayu dengan proses yang sama seperti pembuatan pulp kertas namun didahului dengan proses pretreatment. Proses-proses tersebut bertujuan menghilangkan hemiselulosa dan lignin. Dissolving pulp yang diperoleh diharapkan memiliki produk yang seragam, kandungan alfa selulosa dan tingkat kemurnian tinggi yang mengarah pada kandungan hemiselulosa dan lignin yang rendah (Flickinger, 2011). Untuk memenuhi hal tersebut, maka setiap proses yang dilakukan dalam memproduksi dissolving pulp harus memberikan hasil yang optimal. Pembuatan dissolving pulp secara umum dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu: proses penghilangan hemiselulosa, proses penghilangan lignin yang juga disebut dengan delignifikasi, dan proses pemutihan. Dalam memproduksi dissolving pulp dengan kemurnian tinggi, proses basa saja tidak cukup, perlu adanya kondisi asam yang menghasilkan hidrolisis untuk menghilangkan hemiselulosa (Sixta, 2006). Proses penghilangan hemiselulosa pada produksi dissolving pulp sering disebut dengan prahidrolisis. Proses tersebut merupakan proses awal dalam memproduksi dissolving pulp dengan tujuan menghilangkan hemiselulosa. Dari semua tahapan proses yang dilakukan, proses prahidrolisis menjadi proses kunci dalam pemurnian dissolving pulp dan tingkat kemurniannya ditentukan oleh kondisi proses yang dijalankan (Sixta, 2006). Oleh karena itu, diperlukan adanya studi mengenai proses prahidrolisis pada kayu gelam sebagai bahan baku dalam pembuatan dissolving pulp. 1.2 Keaslian Penelitian Proses hidrolisis merupakan proses yang sudah digunakan sejak lama untuk mengkonversi lignoselulosa menjadi gula. Berbagai studi tentang proses tersebut pun sudah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang hidrolisis kayu gelam juga sudah dilakukan, seperti dalam penelitian yang dilakukan Ahmed (2013) mengenai hidrolisis asam encer untuk produksi bioetanol dari gelam dan beberapa penelitiannya yang lain yang juga mengarah pada produksi bioetanol. Sementara itu, Junaidi dan Yunus (2009) meneliti aspek kandungan kimia pada kayu gelam untuk mengkaji potensi kayu gelam sebagai bahan baku industri pulp. Pada penelitian ini akan dilakukan hidrolisis pada kayu gelam menggunakan asam sulfat dengan tujuan menghilangkan hemiselulosa dan mendapatkan selulosa untuk produksi dissolving pulp dan mempelajari kinetika reaksi proses tersebut. Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian ini belum pernah dilakukan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Memberikan alternatif bagi industri mengenai penggunaan kayu gelam untuk produksi dissolving pulp 2. Tersedia informasi kuantitatif mengenai proses prahidrolisis kayu gelam untuk produksi dissolving pulp 3. Tersedia bahan kajian bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan metode prahidrolisis kayu gelam untuk produksi dissolving pulp 4. Memberikan kontribusi bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu: 1. Mempelajari kinetika reaksi prahidrolisis kayu gelam untuk produksi dissolving pulp 2. Mendapatkan kondisi optimum reaksi prahidrolisis kayu gelam untuk produksi dissolving pulp.