I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam peradaban manusia, kertas merupakan komoditi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Tidak ada manusia yang tidak memanfaatkan kertas, kertas bisa menjadi buku bacaan yang dapat memperluas pengetahuan. Kertas bisa menjadi laporan penting dan kertas bahkan menjadi satu-satunya bahan yang digunakan untuk menulis soal ujian. Itu baru sebagian kecil kegunaan kertas bagi para pengguna sedangkan bagi orang yang hidup dari kertas banyak profesi yang tercipta karena keberadaan kertas. Mulai dari para penjual koran dan majalah, pengusaha fotokopi sampai pengusaha percetakan yang menggunakan kertas sebagai bahan dasar utama. Kebutuhan masyarakat yang semakin maju membuat penggunaan kertas di Indonesia semakin meningkat. Penggunaan kertas juga mengalami peningkatan baik secara regional maupun global. Hal ini mendorong meningkatnya permintaan kertas. Dengan demikian industri pulp (bubur kertas) dan kertas pun menjadi lahan yang menjanjikan keuntungan, baik untuk mengelola permintaan dalam negeri maupun mengekspor kertas ke luar negeri. Meningkatnya permintaan kertas menyebabkan meningkatnya eksploitasi hutan untuk memenuhi bahan baku kertas tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan laju deforestasi. Oleh sebab itu pemenuhan bahan baku kertas dari kayu baik dari hutan alam maupun tanaman industri tidak mencukupi. Salah satu alternatif untuk mengatasi kelangkaan bahan baku kertas dari pulp asli (virgin pulp), dapat dilakukan dengan pemakaian kembali kertas bekas sebagai bahan baku pulp. Kertas bekas merupakan bahan serat lignoselulosa yang dapat didaurulang menjadi bahan baku pulp dan kertas (Yani,1993). Ketersediaan kertas bekas dapat diperoleh dari para pengumpul kertas bekas dari berbagai sumber antara lain perkantoran, rumah tangga, pembuangan sampah, dan lainlain. Potensinya yang cukup besar dan ketersediaan yang banyak, kertas bekas dapat dijadikan sebagai suplemen atau subtitusi bahan baku kertas industri. Pengolahan kertas bekas menjadi bahan baku industri dilakukan melalui proses mekanis dan kimia. Proses ini dikenal dengan istilah deinking. Deinking 2 adalah proses penghilangan tinta dan bahan-bahan non serat dari kertas bekas dengan melarutkan tinta secara kimia dan memisahkan tinta dari pulp secara mekanis (Hynes, 1952 dalam Yani, 1993). Proses deinking akan menghasilkan limbah yang disebut sludge. Sludge tersebut mengandung logam berat dari pelarutan tinta-tinta dan penggunaan bahan kimia pada saat pengolahan kertas bekas. Oleh karena itu PP no. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, mengkategorikan sludge deinking sebagai limbah B3 ( http://prokum.esdm.go.id). Salah satu alternatif yang dilakukan untuk menangani limbah (sludge) yaitu pengolahan secara biologi. Sekarang ini, pengolahan secara biologi untuk mengurangi ion logam berat dari air tercemar muncul sebagai teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan dibandingkan dengan proses kimia. Pengolahan ini dikenal dengan proses bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses penanganan limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme (jamur, bakteri) dengan tujuan memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun ( wikipedia). Salah satu kelompok mikroorgaisme yang umum digunakan sebagai agen bioremediasi adalah efektif mikroorganisme. Salah satu produk EM yang digunakan adalah Wastetreat™. Wastetreat™ merupakan merek produk dari Jepang yang berisikan bakteri dan enzim yang mampu menangani permasalahan limbah terutama untuk limbah sungai. Produk ini pernah diujikan pada air sungai yang tercemar dan dalam kurung waktu delapan minggu air sungai yang tercemar menjadi jernih. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah Wastetreat™ dapat digunakan untuk menurunkan kandungan beberapa logam berat pada sludge deinking. 1.3. Hipotesis Wastetreat™ dapat menurunkan kandungan logam berat pada sludge deinking.