ANTAGONISME ANTAR BAKTERI LAPORAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mikrobiologi yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si Oleh Kelompok 6 : Laily Rahmawati 140342600476 Listia Ningrum 140342601711 Siti Hartina P. 140342603933 Achmad Fais 120342422457 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Maret 2016 A. Topik Antagonisme Antar Bakteri B. Hari, Tanggal Praktikum Senin, 28 Maret 2016 C. Tujuan Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri. D. Dasar Teori Seperti halnya makhluk hidup lain, mikroba (mikroorganisme) juga melakukan interaksi baik dengan individu sejenis maupun individu yang berlainan. Presscott (2002: 605) menyebutkan interaksi microbial tidak hanya terjadi antar mikroba saja, melainkan juga dengan tumbuhan dan hewan. Interaksi ini bisa bersifat positif maupun negatif, seperti dijelaskan dalam gambar berikut: Selain itu, secara garis besar interaksi microbial (interaksi antar mikroba) terbagi menjadi interaksi simbiotik dan non-simbiotik. Dikatakan simbiotik apabila spesies yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan membutuhkan. Dalam asosiasi ini, hubungan antar mikroba terbagi menjadi hubungan mutualisme, komensalisme, dan parasitisme. Sementara asosiasi non-simbiotik terjadi pada 2 spesies yang tidak saling terkait untuk mendukung kehidupannya. Dalam hubungan ini terdapat hubungan sinergisme dan antagonism (Talaro, 2001: 215). Antagonisme merupakan suatu bentuk asosiasi antara spesies yang tidak saling berkaitan (secara alamiah) dan akan terbentuk (asosiasi ini) ketika terjadi persaingan komunitas. Jacquelyn (2012) menyebutkan, asosiasi ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara 2 spesies yang saling merusak satu sama lain. Dalam hal ini, suatu mikroba mensekresikan substansi kimia tertentu ke lingkungan sekitar yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroba lain di habitat yang sama. Mikroba yang mensekresikan substansi tersebut biasanya mendapat keuntungan karena dapat memperluas wilayah dan menyerap nutrisi yang ada pada daerah tersebut (Talaro, 2001: 217). Biasanya, interaksi ini terjadi di lingkungan tanah, dimana pada lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan koloni-koloni microbial. Namun begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di dalam tubuh manusia, semisal pada sistem respiratori, di usus besar, maupun di sistem reproduksi (Cowan, 2012: 624). E. Alat dan Bahan Alat 1. Jarum inokulasi berkolong 2. Laminar air flow 3. Kompor gas 4. Incubator 5. Beaker glass 6. Neraca analitik 7. Tabung reaksi 8. Otoklaf 9. Rak tabung reaksi 10. Pengaduk kaca 11. Scaple 12. Pinset 13. Cawan petri Bahan 1. Medium Lempeng Skim milk agar 2. Medium tegak nutrien agar steril 3. Biakan murni 4. 5. 6. 7. Staphylococcus aureus Cawan petri steril Kapas Alkohol Medium NA F. Cara Kerja Diinokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium chrysogenum ke medium SMA Diinkubasikan pada suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik selama 6-7 x 24 jam pada suhu 25ᴼ C sampai terdapat bintik cairan kekuningan di sekitar koloni Dicairkan medium nutrien agar lalu didinginkan sampai suhu kira-kira 50ᴼ C Diinokulasikan segera 2 ose biakan murni Staphylococcus aureus, goyangkan diantara kedua tangan lalu dituangkan secara aseptis ke dalam cawan petri steril Diltekkan potongan koloni Penicillium chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 5 mm setelah agar menjadi padat pada permukaan nutrien agar Diinkubasikan pada suhu 37ᴼ C (jangan dibalik) selama 1 x 24 jam Diamati adanya zone-zone penghambat pertumhuhan bakeri pada medium tersebut. G. Data Hasil Pengamatan Ulangan Ke1 2 Diameter zona jernih Diameter koloni Diameter zona (mm) 19 17 P.chrysogenum (5 mm) 9 9 hambat 10 8 3 17 9 Rata-rata 8 8,67 H. Analisis Data Perhitungan diameter zona hambat bakteri S. aureus diperoleh dari diameter zona jernih dikurangi diameter koloni P. Chrysogenum yang dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Pada masing-masing ulangan diameter zona hambat yang ditunjukkan berbentuk lingkaran sepenuhnya, yaitu memiliki diameter yang berbeda. Oleh karenanya perlu diukur jarak antara sisi terluar dari zona jernih terhadap pusat koloni P. Chrysogenum di tempat yang berbeda. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran. Keterangan: Zona jernih akibat reaksi antagonisme antara kapang Penicillium chrysogenum dan bakteri Staphylococcus aureus 1. zona jernih ulangan 1 2. zona jernih ulangan 2 3. zona jernih ulangan 3 Gambar 1. Hasil amatan praktium Dengan demikian, maka perlu dicari rata-rata diameter zona hambat koloni P. Chrysogenum terhadap S. aureus tersebut. Rata-rata zona hambat pada : Ulangan 1,Ulangan 2, dan ulangan ke 3 yaitu sebesar 8,67 mm. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara ulangan 1, ulangan 2 dan ulangan ke 3. Rata-rata zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus pada ulangan 1 adalah 10 mm. Hasil tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus yang ditunjukkan pada ulangan kedua dan ketiga yaitu 8 mm. Dengan adanya perbedaan ini, maka pengamat mengambil kesimpulan sementara bahwa zona hambat P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus berkisar antara 8,67 mm hal ini juga membuktikan bahwa terdapat interaksi non-simbiotik yang bersifat antagonism antara P. Chrysogenum terhadap bakteri S. aureus . I. Pembahasan Dalam suatu lingkungan yang kompleks yang berisi berbagai macam organisme. Aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya. Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam lingkungan yang kompleks senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh faktor biotik dan faktor abiotik. Sedikit sekali suatu mikroorganisme yang hidup di alam mampu hidup secara individual. Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme, hewan ataupun dengan tumbuhan. Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal dengan simbiosis (Kusnadi, 2003). Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama akan memberikan pengaruh positif atau saling menguntungkan dan pengaruh negative atau saling merugikan dan juga netral, tidak ada pengaruh yang berarti (Kusnadi, 2003). Beberapa macam hubungan antar spesies bakteri di alam antara lain komensalisme, mutualisme serta antagonisme atau amensalisme. Hubungan mikroorganisme dengan organisme lain yang saling menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Praktikum kali ini dilakukan untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri. Pada praktikum ini digunakan koloni Penicillium chrysogenum yang menghasilkan cairan berwarna kekuning-kuningan yang sebelumnya dikembangbiakan di dalam medium SMA (Skim Milk Agar). Digunakan medium ini karena medium ini kaya akan nutrisi sehingga pertumbuhan Penicillium chrysogenum akan optimal. Kemudian digunakan bakteri Staphyllococcus aureus yang sudah diinokulasikan kedalam cawan steril dari medium NA. Kemudian memotong Penicillium chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 7 mm. Potongan bakteri tersebut disertakan cairan kekuningkuningan yang merupakan senyawa antibiotic yang dihasilkan oleh kapang Penicillium chrysogenum. Setelah itu meletakkan potongan kapang diatas bakteri Staphyllococcus aureus. Setelah 1 x 24 jam diamati pertumbuhannya, ternyata terbentuk zona penghambat berada disekitar kapang Penicillium chrysogenum. Zona penghambat ini berwarna lebih jernih (putih) dari pada daerah disekitarnya. Berdasarkan praktikum zona penghambat ulangan 1 adalah 10 mm dan pada ulangan 2 dan 3 adalah 8 mm. Hal ini menunjukkan bahwa P.chrysogenum menghambat pertumbuhan dari bakteri S.aureus sehingga dapat dikatakan hubungan di antara kedua mikroorganisme tersebut bersifat antagonis. Hasil ini senada dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alexander fleming (1929) dengan menggunakan S. aureus dan P. notatum. Daerah bening sekitar koloni jamur menunjukkan bahwa jamur memproduksi suatu senyawa yang mematikan bakteri atau tidak mengijinkannya tumbuh (Wheeler, 1988). Antagonisme menyatakan hubungan yang berlawanan, dapat dikatakan sebagai hubungan yang asosial. Spesies yang satu menghasilkan sesuatu yang meracuni spesies yang lain, sehingga pertumbuhan spesies yang terakhir sangat terganggu. Zat yang dihasiIkan oleh spesies yang pertama mungkin berupa suatu ekskret, sisa makanan dan yang jelas bahwa zat itu "menentang" kehidupan yang lain. Zat penentang tersebut dinamakan antibiotika (Lasriantoni, 2010). Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan, menghambat dan memusnahkan mikroba lainnya. Mikroba antagonis ini dapat berupa bakteri, jamur atau cendawan, actinomycetes atau virus (Suryadi, 2009). Dalam praktikum ini mikroba antagonis adalah dari jamur yaitu Penicillium chrysogenum. Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang terhambat terbatas pada daerah tertentu saja yaitu pada daerah yang terjangkau oleh sekret yang terbatas pada daerah di sekitar cetakan P. chrysogenum saja. Hasil praktikum ini telah menunjukkan terjadinya antagonisme antara Staphylococcus aureus dan Penicillium chrysogenum. Odum (1957) dalam Dwidjoseputro (2009) menggunakan istilah amensalisme untuk hubungan antagonisme tersebut. Spesies yang terhambat pertumbuhannya menghambat pertumbuhan disebut disebut amensal, sedang spesies yang antagonis. Pada praktikum ini, Staphylococcus aureus berperan sebagai amensal dan kapang Penicillium chrysogenum berperan sebagai antagonis. Ada tiga mekanisme yang digunakan oleh bakteri antagonis untuk mencegah bakteri merugikan. Pertama, menimbulkan persaingan makanan sedemikian rupa sehingga bakteri pembusuk sulit mendapatkan makanan; kedua, menurunkan pH lingkungan sehingga aktivitas bakteri pembusuk terganggu dan menjadi tidak dapat bertahan hidup; dan ketiga, menghasilkan produk metabolit yang bersifat racun bagi bakteri bakteri merugikan (Lasriantoni, 2010). Berdasarkan mekanisme kerja anti bakterinya, antibiotika a. b. c. d. dibedakan beberapa macam, yaitu: Penghambat sitesis dinding sel Penghambat sintesis protein Kerusakan membran sel Penghambatan sintesis DNA atau RNA Antibiotik yang dihasilkan oleh Penicillium sp menghasilkan antibiotik yang dinamakan penicillin. Antibiotik jenis ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara yang pertama yaitu mengahmbat sintesis dinding sel (Tobing, 2010). Penicillium chrysogenum yang menghasilkan cairan berwarna kekuning-kuningan yaitu Penisilin. Penisilin adalah antibiotik yang dihasilkan oleh beberapa jenis jamur yaitu Penicillium notatum dan Penicillin chrysogenum, sangat mujarab untuk mengobati beberapa penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri (Anonim, 2012). Penisilin dalah sebuah kelompok antibiotika β-laktam yang digunakan dalam penyembuhan penyakit infeksi karena bakteri, biasanya berjenis Gram positif. Semua penisilin memiliki dasar rangka Penisilin yang memiliki rumus molekul RC9H11N2O4S, dimana R adalah rangka samping yang beragam. Penisilin dalam lingkup sempit dikembangkan untuk meningkatkan keefektifitas melawan beta-laktamase yang dibuat oleh Staphylococcus aureus,dan dikenal dengan penisilin anti-staphylococcal (Anonim, 2012). Gambar Struktur Penisilin Asam 6-Aminopenisilanat, Inti dari setiap turunan Penisilin (Sumber : Anonim, 2012) Antibiotika β-laktam bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan di dinding sel. Beta-laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri. Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas, sedangkam Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau lisis (Anonim, 2012). J. Kesimpulan Ada hubungan antagonisme antara koloni kapang Penicillium chrysogenum dan bakteri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan adanya zona hambat bakteri. Zona hambat bakteri disebabkan oleh adanya antibiotik penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum yang dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri Staphylococcus aureus. DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2012. Penisilin. (Online). http://kateglo.bahtera.org/? mod=dictionary&action=view&phrase=pen isilin, Diakses pada 29 Maret 2016 Cowan, Marjerie Kelly. 2012. Microbiology, a system approach 3rd edition. USA: McGraw-Hill companies. Dwidjoseputro, D. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Eafrianto. 2009. Bakteri Antagonis. (Online). http://eafrianto.wordpress.com/2009/11/29/bakteri-antagonis/, Diakses pada 29 Maret 2016. Jacquelyn, Black. 2012. Microbiology 8thed, Principles and Exploration. USA: John Wiley & sons, Inc. Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JICA Lasriantoni, Redho. 2010. Hubungan Antar Spesies. (Online). http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2081945-hubunganantar-spesies/, Diakses pada 29 Maret 2016. Prescott, Lansing M. 2002.Microbiology 5th edition. USA: McGraw-Hill companies. Suryadi , Yadi dan M. Machmud M. 2009. Seleksi dan Karakterisasi Mikroba Antagonis. (Online), deptan.go.id/publikasi/wr262044.pdfhttp:/ http://www.pustaka/www.pustaka- deptan.go.id/publikasi/.pdf , diakses pada 29 Maret 2016 Talaro, Kathleen Park & Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology 4th edition. USA: McGraw-Hill companies Wheeler, MArgareth F. Volk, Wesley A. 1988. Dasar-dasar Mikrobiolgi. Erlangga: Jakarta. Lampiran Keterangan: Zona jernih akibat reaksi antagonisme antara kapang Penicillium chrysogenum dan bakteri Staphylococcus aureus 1. zona jernih ulangan 1 2. zona jernih ulangan 2 3. zona jernih ulangan 3