Didaktikum : Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16, No. 5, Oktober 2015 ISSN 2087-3557 PEMBELAJARAN MENGHITUNG PANJANG GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN MELALUI STAD Suparno SMP Negeri 1 Comal Kab. Pemalang, Jawa Tengah Abstrak Target sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII E yang berjumlah 36 orang terdiri dari 14 laki-laki dan 22 perempuan. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus (pra siklus, siklus 1, dan siklus 2) dimana tahapan setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data penelitian diambil melalui tes formatif untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai materi setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dalam satu siklus. Tes formatif diberikan pada setiap akhir siklus. Penelitian dikatakan berhasil apabila dalam pembelajaran matematika materi garis singgung persekutuan dua lingkaran melalui model cooperative learning tipe STAD menunjukkan peserta didik memperoleh nilai KKM = 77 atau lebih sudah mencapai 75%. ©2015 Didaktikum Kata Kunci: Garis Singgung; Persekutuan Dua Lingkaran; STAD PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Untuk itu semestinya pelajaran matematika dapat dipahami dengan baik. Namun hasil hasil pra siklus dimana pembelajaran masih konvensional hasil belajar peserta didik pada materi garis singgung persekutuan dua lingkaran juga masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan pembelajaran matematika sulit dipahami antra lain karena proses pembelajaran yang berlangsung masih konvensional dan peserta didik kurang minat terhadap pelajaran matematika. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya dapat memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode dan model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan peserta didik sehingga peserta didik akan lebih aktif, kreatif, bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar peserta didik pada materi garis singgung persekutuan dua lingkaran masih rendah antara lain: (1) Pembelajaran belum bermakna. Peserta didik tidak memahami materi yang disampaikan guru karena contoh-contoh yang disampaikan guru tidak dialami langsung oleh peserta didik sehingga fikiran dan emosi peserta didik PEMBELAJARAN MENGHITUNG PANJANG GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN MELALUI STAD Suparno 53 tidak terlibat dalam pembelajaran. (2) Belum memaksimalkan potensi peserta didik. Kemampuan kognitif peserta didik sangat beragam, ada yang cepat memahami materi ada pula yang masih memerlukan penjelasan ulang baik oleh guru atau oleh teman sejawat. Secara umum peserta didik akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh teman sejawat dari pada oleh gurunya. Untuk itu perlu dipilih model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk saling berdiskusi, sehingga peserta didik yang sudah menguasai materi dapat membimbing peserta didik yang belum memahaminya. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti merumuskan permasalahan pada penelitian ini yaitu: (1) Apakah penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. (2) Apakah penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan sikap dan minat belajara peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun tujuan penelitan ini yaitu:(1) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. (2) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran STAD dapat meningkatkan sikap dan minat belajara peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. Beberapa ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar. Menurut Nasution (1982) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri. Dengan belajar maka seseorang mengalami perubahan tingkah laku, baik perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan, maupun kecakapannya. Dengan kata lain ada perubahan tingkah laku antara sebelum dan sesudah belajar. Piaget dalam Leksana (2010) mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu: (1) Belajar aktif. Proses pembelajaran adalah proses aktif karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melakukan percobaan, manipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawab sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya. (2) Belajar lewat interaksi sosial. Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subjek belajar. (3) Belajar lewat pengalaman sendiri. Peserta didik akan lebih mudah memahami sesuatu yang dipelajari dan hasil belajar akan lebih membekas pada pikiran peserta didik apabila peserta didik mengalami secara langsung proses pembelajaran. Peserta didik terlibat secara langsung secara fisik, psikologis, dan emosionalnya. Dalam Kurikulum 2004 dijelaskan bahwa matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Dengan demikian, cara belajar induktif-deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan komunikatif pada siswa. (Depdiknas, 2003). Fungsi matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan 54 Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 5. (2015) bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. (2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan pe-nemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. (4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomuni-kasikan gagasan. (Depdiknas, 2003). Garis singgung lingkaran adalah suatu garis yang memotong lingkaran hanya di satu titik dan tegak lurus dengan jari-jari lingkaran pada titik singgung lingkaran itu. Sedangkan garis singgung persekutuan dua lingkaran adalah garis yang menyinggung dua lingkaran sekaligus. Garis singgung lingkaran memiliki beberapa sifat, yaitu: (1) Garis singgung lingkaran tegak lurus dengan jari-jari lingkaran yang melalui titik singgungnya. (2) Melalui suatu titik pada lingkaran hanya dapat dibuat satu garis singgung pada lingkaran. (3) Melalui suatu titik diluar lingkaran dapat dibuat dua garis singgung lingkaran. (4) Apabila dua garis singgung berpotongan pada suatu titik diluar lingkaran, maka jarak antara titik potong tersebut dengan titik-titik singgung kedua garis singgung tersebut sama. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik, interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, dan interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut peserta didik dapat membangun pengetahuan secara aktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Trianto (2011) menyatakan pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling diskusi dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah. Situasi dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang sangat penting, yaitu hasil belajar yang optimal, penerimaan terhadap perbedaan, dan pengembangan keterampilan sosial. Muslimin dalam Widyantini (2008) mengemukakan prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. (2) Setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. (3) Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. (4) Setiap anggota kelompok akan dievaluasi. (5) Setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersamadalam proses belajarnya. (6) Setiap anggota kelompok akan diminta untuk mempertanggung-jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah: (1) Peserta didik dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. (2) Kelompok dibentuk dari pesera didik yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari suku atau agama yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. (3) Penghargaan lebih menekankan kelompok dari pada masing-masing individu. Trianto (2011) mengatakan STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil PEMBELAJARAN MENGHITUNG PANJANG GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN MELALUI STAD Suparno 55 dengan jumlah anggota 4-5 orang secara hiterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Hal-hal yang perlu dipersiapkan guru sebelum memulai model pembelajaran ini adalah: (1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing peserta didik. Nilai ini sebagai acuan untuk membentuk kelompok peserta didik yang heterogen. (2) Membentuk kelompok peserta didik yang heterogen tanpa membedakan kecerdasan, suku/bangsa, maupun agama. Setiap kelompok terdiri atas 4 – 5 peserta didik (3) Mempersiapkan LKPD (Lembar Kerja Peserta didik). (4) Kunci jawaban LKPD untuk mengecek pekerjaan peserta didik (dicek oleh peserta didik sendiri). (5) Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh peserta didik . Kuis berbeda dengan ulangan harian. Waktu kuis berkisar antara 10 – 15 menit. (6) Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasil belajar yang diharapkan. Adapun langkah-langkah penerapan STAD sebagaimana disebutkan dalam materi PLPG Matematika (2008) dan dalam Widyantini (2008) adalah: (1) Guru dapat meminta para peserta didik untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah masing-masing. (2) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Misalnya dengan metode penemuan terbimbing, ceramah, dan lain-lain. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu. (3) Guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk peserta didik agar saling bertatap muka. (4) Guru membagikan lembar kerja peserta didik. Setiap kelompok diberi 2 set saja. (5) Anjurkan agar setiap peserta didik dalam kelompok dapat mengerjakan lembar kerja secara berpasangan dua-dua. Kemudian saling mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan atau tigaan. (6) Bila ada peserta didik yang tidak dapat mengerjakan lembar kerja, teman 1 tim/kelompok menjelaskan kepada temannya yang tidak bisa tadi. (7) Berikan kunci lembar kerja agar peserta didik dapat mengecek pekerjaan sendiri. (8) Bila ada pertanyaan dari peserta didik, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukannya kepada guru. (9) Guru berkeliling untuk mengawasi kinerja kelompok dan memberikan bantuan secara proporsional bagi kelompok yang mengalami kesulitan. (10) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam mengisi lembar kerja peserta didik. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional. (11) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan Lembar kerja yang diberikan guru. (12) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan. (13) Setelah selesai mengerjakan lembar kerja secara tuntas, berikan kuis kepada seluruh peserta didik. Para peserta didik tidak boleh bekerja sama dalam mengerjakan kuis. Setelah peserta didik selesai mengerjakan kuis, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis. (14) Berikan penghargaan kepada peserta didik yang benar. Dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi, berilah penghargaan/pujian kepada prestasi tim. (15) Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para peserta didik tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari. (16) Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk, dan para peserta didik kembali ke tempat duduknya masing-masing. (17) Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/Kompetensi yang ditentukan. Ciri utama STAD antara lain: (1) Peserta didik diberi kesempatan untuk mempelajari materi yang akan dibahas terlebih dahulu, sehingga secara psikologis peserta didik lebih siap dalam mengikuti pembelajaran. (2) Diskusi kelompok, sehingga peserta didik dapat saling sharing dan bersosialisasi dengan temannya. (3) Adanya kuis yang mengedepankan penghargaan kelompok, sehingga peserta didik menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam mengerjakan kuis. (4) Dengan pembelajaran dimana peserta didik mengalami keterlibatan secara fisik, psikologis, mental,dan 56 Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 5. (2015) peserta didik menyatakan berminat sertaberpartisipasi aktif dalam pembelajaran menunjukkan bahwa kinerja guru dalam pembelajaran mendapatkan apresiasi dari peserta didik. Secara umum melalui STAD peserta didik akan terlibat baik secara fisik, psikologis, maupun mentalnya dan berperan aktif dalam pembelajaran sehingga hasil belajar akan optimal. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus, yaitu pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (diadaptasi dari Suharsimi Arikunto). Penelitian dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru mitra/pengamat untuk mendukung kelancaran penelitian dan pengambilan data secara objektif. Penelitian berjalan sesuai dengan kurikulum sekolah. Penelitian dikatakan berhasil apabila secara klasikal 75% peserta didik mampu mencapai KKM. Pada pra siklus masih bersifat konvensional, dengan kegiatan: (1) Menginformasikan materi dan melaksanakan proses pembelajaran . (2) Mengadakan ulangan harian. (3) Menganalisis hasil ulangan. (4) Mengamati aktifitas peserta didik baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses pembelajaran maupun ulangan. Hasil masukan pra siklus dianalisis dan solusinya diterapkan pada siklus 1. Pada siklus 1, perencanaan disusun bersama dengan guru mitra secara cermat. Pada tahap pelaksanaan, guru mitra mengamati secara detail segala sesuatu yang dilakukan guru dan peserta didik. Pengamatan dimaksudkan untuk mengetahui hal-hal yang masih dirasa kurang dan digunakan sebagai bahan perbaikan pada tahap refleksi. Akhir dari pembelajaran dilakukan tes formatif untuk mengetahui hasil belajar peserta didik materi memecahkan masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel melalui model pembelajaran STAD. Semua data yang diperoleh pada siklus 1, dikonfrontasikan dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Apabila belum mencapai indikator yang ditetapkan, penelitian dilanjutkan pada siklus 2 dengan beberapa perbaikan yang direkomendasikan pada tahap refleksi. Pada siklus 2, perencanaan disusun dengan memperhatikan beberapa perbaikan yang direkomendasikan dan dilaksanakan secara cermat. Guru mitra melakukan pengawasan secara detail terutama untuk mengetahui apakah perbaikan-perbaikan yang direkomendasikan dilaksanakan. Akhir siklus 2 diberi tes formatif, dan semua data yang diperoleh dikonfrontasikan dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Apabila belum mencapai indikator yang ditetapkan, penelitian dilanjutkan pada siklus 3.Apabila indikator keberhasilan yang ditetapkan telah terlampaui, maka penelitian dianggap cukup. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pra Siklus Pembelajaran pada pra siklus belum menerapkan STAD. Hasil tes formatif pra siklus menunjukkan peserta didik yang memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari KKM baru mencapai 50% atau 18 peserta didik dari 36 peserta didik. Hasil ini masih jauh dari batas tuntas secara klasikal yang telah ditetapkan yaitu apabila peserta didik yang sudah memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari KKM = 77 sudah mencapai 75% atau 27 peserta didik. Siklus I Siklus 1 dilaksanakan 2 kali untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam memahami materi pelajaran melalui model STAD. Hasil tes formatif siklus 1 menunjukkan peserta didik yang PEMBELAJARAN MENGHITUNG PANJANG GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN MELALUI STAD Suparno 57 memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari KKM baru mencapai 61% atau 22 peserta didik dari 36 peserta didik. Beberapa hal yang menyebabkan indikator keberhasilan tidak tercapai antara lain: (1) Beberapa peserta didik masih merasa malu-malu untuk berdiskusi dengan lawan jenis. (2) Beberapa peserta didik masih merasa canggung untuk bertanya baik kepada teman sekelompok maupun kepada guru manakala dirinya mengalami kesulitan mengerjakan LKPD dalam diskusi kelompok. Siklus II Silkus II dilaksanakan dengan berpedoman pada hasil refleksi yang sudah diperbaiki pada siklus 1. Perbaikan yang berupa desain pembelajaran dituangkan dalam RPP siklus 2. Adapun perbaikan kelompok diskusi dengan cara menyeimbangkan kesetaraan gender. Pembelajaran diawali dengan guru mengadakan presensi peserta didik, menyampaikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, menyiapkan kondisi fisik dan psikis, serta memberi motivasi agar peserta didik bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Hasil tes formatif peserta didik yang memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari KKM telah mencapai 82% atau 30 peserta didik dari 36 peserta didik dan telah melampaui indikator keberhasilan yang ditetapkan. Pembahasan Pada saat proses pembelajaran pra siklus masih menggunakan metode konvensional dengan didominasi ceramah. Dalam kegiatan pembelajaran mestinya melibatkan dua pelaku aktif yaitu guru dan peserta didik yang saling mempengaruhi dan memberi masukan sehingga kegiatan pebelajaran merupakan aktifitas yang hidup, sarat nilai, dan senantiasa memiliki tujuan. Pembelajaran dengan metode ceramah selalu berpusat pada guru, peranan guru di kelas sanggat dominan, guru dapat menentukan segala sesuatu yang di anggap tepat untuk disajikan kepada peserta didiknya. Guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui, karna guru adalah yang paling pandai. Jadi guru memegang peran yang paling utama dikelas. Peserta didik selalu bertindak sebagai penerima apa yang diberikan oleh gurunya, mereka bersikap sebagai pendengar, pengikut, dan pelaksana tugas tugas. Model ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknaya peserta didik dalam proses pembelajaran, peserta didik ditetapkan sebagai objek pembelajaran karena peserta didik tidak terlibat secara aktif. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar peserta didik. Melalui penerapan model pembelajaran STAD pada siklus 1 peserta didik lebih terlhat aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna. Peserta didik saling bekerja sama dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran, peserta didik didik secara aktif menemukan sendiri pengetahuannya. Namun demikian formatif hasil tes formatif 1 belum menggembirakan. Hasil tes formatif siklus 1 baru terdapat 61% atau 22 peserta didik yang telah mencapai KKM. Hal ini terjadi karena peserta didik belum terbiasa mengikuti pembelajaran dengan model STAD. Kelemahan-kelemahan yang muncul pada siklus 1 dianalisis dan di cari solusinya sebelum siklus 2. Peserta didik diberikan penguatan kembali tentang ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan dalam pembelajaran STAD sehingga semua peserta didik benar-benar terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Hasil tes formatif siklus 2 terdapat 82% atau 30 yang telah mencapai KKM. Artinya perolehan hasil tes formatif 2 telah melampui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu sekurang kurangnya 75% peserta didik mencapai KKM dalam pembelajaran matematika dengan materi menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran melalui model STAD. Melalui model pembelajaran STAD pembelajaran lebih menarik, semua peserta didik aktif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. 58 Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 5. (2015) Hasil tes formatif pra siklus, siklus 1,siklus dan 2 di tinjau dari prosentase ketercapaian KKM dapat dilihat dari Gambar 1 di bawah ini. 90% 82% 80% Presentase 70% 60% 50% 61% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pra Siklus Siklus I Siklus Siklus II Gambar 1. Grafik Perbandingan Ketercapaian KKM Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II SIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian tentang penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya keterampilan siswa pada beberapa aspek, yaitu (a) menghitung panjang garis singgung lingkaran, (b) menganalisis panjang garis singgung lingkaran satu dengan yang lain. Model pembelajaran STAD ini juga dapat meningkatkan sikap dan minat belajara peserta didik dalam menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran kelas VIIIA SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat diketahui dengan mulaiberani menyampaikan didepan kelas langkah-langkah menyelesaikan permasalahan dalam menghitung panjang garis singgung. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Balitbang Depdiknas: Jakarta. Leksana A. B. 2010. Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ulujami Pemalang pada Materi Pokok Kubus dan Balok dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC Berbantuan Multimedia dan Kartu Kubus Balok. Skripsi, FMIPA UNNES: Semarang (Tidak Dipublikasikan) Nasution. 1982. Didaktik Azas-azas Mengajar. Alumni: Bandung. Suparno. 2015. Peningkatan Kemampuan Menghitung Panjang Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Melalui STAD Kelas VIII E SMP Negeri 1 Comal Tahun Pelajaran 2014/2015. Laporan PTK SMPNegeri 1 Comal: Pemalang (Tidak Dipublikasikan). Trianto. 2011. Model Pembelajaran Inovatif. Prestasi Pustaka: Jakarta. UNNES. 2008. Materi PLPG Serifikasi Guru dalm Jabatan Mapel Matematika, UNNES: Semarang. Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika: Yogyakarta. PEMBELAJARAN MENGHITUNG PANJANG GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN DUA LINGKARAN MELALUI STAD Suparno 59