BAB V SIMPULAN Dibalik peristiwa penamaan dan perubahannya, dapat menunjukkan adanya interkoneksi antara lokalitas dengan dunia luar yang terjadi dalam kehidupan keseharian masyarakatnya ditingkat lokal. Terdapat berbagai aspek yang saling terkait yang mendasari warga di Dusun Wanalaya untuk menamai anaknya dengan nama-nama campuran. Dalam tataran lokal di Wanalaya, pewarisan tradisi penamaan lokal dari sesepuh ke generasi selanjutnya tidak berjalan dengan baik. Kebanyakan warga tidak mengetahui detil dari metode dalam tradisi penamaan lokal. Hal tersebut terjadi karena para sesepuh hanya mewariskan tradisi penamaan lokal kepada orang tertentu saja yang mau berinisiatif untuk mencari tahu dan mempelajari tradisi penamaan lokal tanpa paksaan. Sikap sesepuh tersebut dikarenakan pengalaman mereka di masa lalu yang juga ber-inisiatif mencari tahu dan mempelajari sendiri tentang tradisi-tradisi kejawen tanpa paksaan dari siapapun. Kondisi tersebut membuat kebanyakan generasi muda di Dusun Wanalaya tidak mengetahui detil dari metode penamaan lokal. Meskipun tidak mengetahui metode penamaan lokal, generasi sekarang tidak mau mempelajarinya dari para sesepuh. Bahkan mereka cenderung bersikap antipati dengan menganggap tradisi penamaan lokal terlalu rumit, membingungkan, dan kurang praktis. Karakter sinkretik dari sesepuh disana yang mengadopsi nilai-nilai dari luar yaitu Islam dalam perkara penamaan anak, juga membuat kontrol mereka dalam proses penamaan anak cenderung lebih longgar. Para sesepuh berpegang pada nilai 1 Islam bahwa menamai adalah hak orang tua yang tidak boleh diintervensi. Peran sesepuh maupun keluarga hanya memberikan saran saja. Lemahnya fondasi referensi lokal karena sikap antipati generasi muda terhadap tradisi penamaan lokal, pengalaman kolektif di masa lalu, dan pewarisan tradisi penamaan lokal yang tidak berjalan baik ini menjadi konteks yang mendasari kenekatan warga di Dusun Wanalaya untuk mencari referensi-referensi baru dalam penamaan. Pertemuan warga Dusun Wanalaya dengan nilai dan informasi baru dari luar (nasional-internasional) melalui media cetak, internet (facebook, google) dan televisi seakan memberikan peluang kepada mereka untuk mencari referensi baru dalam penamaan. Pertemuan dengan berbagai nilai-nilai baru dari luar melalui media massa inilah yang kemudian memunculkan nama-nama campuran dengan unsur baru di dalamnya yaitu unsur nama yang sama sekali “baru” bagi mereka dan “asing” bagi sebagian warga. Alat-alat elektronik seperti (televisi, komputer, dan smartphone) yang menjadi media masuknya informasi dan nilai-nilai baru dari luar ini sudah tersedia hampir di tiap-tiap rumah warga di Dusun Wanalaya. Tersedianya alat-alat elektronik yang menjadi prasayarat masuknya mediamedia massa baru ini tidak terlepas dari kemampuan finansial warganya yang didominasi oleh kelompok pedagang kasur. Gaya hidup mereka yang memiliki persaingan sosial antar warganya membuat mereka seakan berlomba-lomba mengkonsumsi barang-barang yang dianggap meyimbolkan gaya hidup serta kemampuan ekonomi tinggi seperti rumah bergaya arsitektur modern, sepeda motor keluaran terbaru, smartphone canggih dari brand terkenal, televisi layar lebar, mobil pribadi, alat-alat rumah tangga, pakaian dan sebagainya. 2 Peran serta negara juga tidak bisa dikesampingkan dalam munculnya namanama campuran di Dusun Wanalaya pada saat ini. Keberadaan sistem administrasi negara seperti pencatatan sipil turut membuat masyarakat di Wanalaya menjadi enggan melakukan ganti nama karena terkendala oleh adanya sistem pencatatan sipil yang tidak fleksibel. Karena tidak mengetahui metode dalam tradisi penamaan lokal, membuat generasi sekarang semakin bersikap antipati seiring tidak fleksibelnya proses perubahan data kependudukan. Perjumpaan dengan pendidikan formal juga membuat nama-nama Banyumasan menjadi semakin tidak diminati oleh warga Wanalaya karena dianggap sebagai nama yang kurang spesifik. Oleh karena itu, para generasi sekarang lebih memilih nama diluar referensi kultural dan tidak menggunakan metode penghitungan nama secara tradisional. Dalam proses memilih nama untuk anaknya, para orang tua nampak dibingungkan oleh imajinasi mereka sendiri yang seakan tumpang tindih hingga akhirnya memberikan nama campuran pada anaknya. Disatu sisi, mereka menganggap nama-nama lokal Jawa Banyumasan sebagai nama “tua” dan sudah tidak patut lagi untuk dijadikan nama anak-anak sekarang. Mereka membayangkan (imagine) hal-hal buruk akan terjadi pada anak-anak mereka jika dinamai dengan nama lokal Banyumasan seperti di-bully seiring pengalaman kolektif mereka di waktu kecil. Dari imajinasi tersebutlah yang kemudian membuat posisi nama-nama lokal Banyumasan saat ini tidak lagi menjadi pilihan utama, dan bahkan termarjinalkan pada beberapa kasus. Disisi lain, para orang tua anak tetap memperhatikan kondisi lokalitas dan unsur-unsur lokal. Mereka hanya mengambil nama-nama bernuansa “asing” yang 3 dirasa tidak terlalu wah. Kemudian ada yang menyesuaikan nama-nama tersebut dengan kondisi lokal yaitu agar orang desa mudah mengingat dan menyebutkannya. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka juga membayangkan (imagine) dirinya atau anaknya nanti akan dieram-eramna (dianggap terlalu berlebihan) oleh warga sehingga mereka mengambil sikap kompromis. Oleh karena itu, akhirnya muncullah nama-nama campuran. Generasi sekarang di Dusun Wanalaya tidak sekedar nekat meninggalkan referensi-referensi kultural Jawa dalam penamaan. Mereka ternyata mengambil jalan tengah yang dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan sosial maupun kultural antara mereka selaku orang tua (author) dengan masyarakat umum dan para sesepuh. Jadi, kontrol sosial bukannya mangkir disana, melainkan bersifat paradoks. Disatu sisi mereka membiarkan nama-nama asing digunakan disana yang disebabkan oleh lemahnya pengetahuan tentang tradisi penamaan lokal, namun pembiaran tersebut tetap dengan syarat harus disesuaikan dengan lidah lokal agar masyarakat yang memanggilnya tidak terlalu kesusahan, atau dalam istilah Jawanya ngono yo ngono ning ojo ngono. Para orang tua berkompromi dengan cara mengapropriasi unsur-unsur global (luar) dan mengombinasikannya dengan nama-nama yang merepresentasikan lokalitas mereka. Adanya perbedaan perspektif mengenai umum dan ora umum dalam penamaan di Wanalaya disebabkan oleh karakter warganya yang memiliki sikap kolot (konservatif), moderat, dan terbuka terhadap nilai-nilai baru. Karakter dan kondisi masyarakat di Dusun Wanalaya yang berbeda-beda dari segi pendidikan, ekonomi (mata pencaharian), status sosial, tingkat religisuitas, maupun kesadaran 4 primordial, menimbulkan berbagai macam interpretasi yang berujung pada perbedaan perspektif tentang mana nama yang umum dan ora umum. Fenomena munculnya nama-nama campuran di Dusun Wanalaya tersebut menunjukkan adanya partikularitas dari friksi, yang muncul sebagai efek interkoneksi antara lokal-regional-global yang menciptakan ketidakstabilan (kerancuan) dan kreatifitas lokal. Disamping itu, munculnya fenomena nama-nama campuran di Dusun Wanalaya menjadikan nama sebagai sesuatu yang di negosiasikan (antara dunia lama dan dunia baru), dan menjadi ruang pemaknaan baru yang sangat fluid dan bersifat akomodatif. Lokalitas di Dusun Wanalaya tidak menelan mentah-mentah apa yang mereka dapatkan dari media massa, namun mereka me-reinterpretasi secara kreatif apa yang datang kepada mereka. Mereka tahu bagaimana caranya menjadi global sekaligus tetap lokal. Munculnya nama-nama campuran di Dusun Wanalaya tidak lain menjadi permainan tanda dimana simbol-simbol yang me-representasikan modernistas yang bersifat global oriented, kemudian dikonsumsi dan direinterpretasi secara kreatif guna mendukung aktivitas sosial mereka di level lokal. Dari fenomena munculnya nama-nama campuran di Dusun Wanalaya ini, menunjukkan betapa persinggungan kebudayaan memang telah dan masih terjadi dimanapun sampai saat ini maupun selanjutnya. Mereka yang berada di pusat kebudayaan, maupun yang berada di periferi kebudayaan, sama-sama merasakan persinggungan tersebut meskipun dalam lanskap lokalitas dan kecepatan yang berbeda-beda. Disadari atau tidak, dirasakan atau tidak, persinggungan tersebut sudah berada disekitar kita, didalam rumah kita, pada tubuh kita, dan didalam 5 kehidupan keseharian kita tanpa mampu untuk kita cegah. Salah satu hal yang dapat kita lakukan dalam menghadapi persinggungan ini adalah dengan mewarnai dan menyandingkannya dengan identitas lokal kita. Untuk membuatnya berwarna, kita tentu harus lebih kreatif dan bijak dengan tetap mempertahankan identitas lokal kita seperti halnya nama-nama campuran tersebut. 6