Dampak Kebijakan Perdagangan terhadap Dinamika Ekspor Karet

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan. Pertanian yang ingin diwujudkan adalah pertanian
yang maju, efisien, dan tangguh sehingga mampu meningkatkan dan
menganekaragamkan hasil, meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi
serta menunjang pembangunan wilayah. Melalui perdagangan, hasil-hasil
produksi pertanian dapat diserap oleh pasar baik domestik maupun internasional.
Secara khusus perdagangan internasional dapat meningkatkan pemberdayaan
sumberdaya domestik di suatu negara, sebagai sarana pelepasan atau penyaluran
surplus bagi komoditi-komoditi pertanian dan sebagai sumber devisa utama yang
pada akhirnya diharapkan memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi.
Karet sebagai salah satu komoditas unggulan nasional memberikan
sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara dan memiliki prospek ekonomi
yang cukup baik karena mampu bertahan selama masa krisis ekonomi yang
melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Dalam konteks perkembangan
ekspor dunia terlihat bahwa pada periode tahun 1994-1998 ekspor karet dunia
mengalami pertumbuhan sebesar 0.29 persen per tahun. Laju permintaan dunia
adalah sebesar 2.5 persen per tahun sedangkan laju penawaran hanya 0.2 persen
per tahun. Sedangkan jumlah ekspor karet alam dari Indonesia cukup berfluktuasi
dari tahun ke tahun pada periode 1998-2002, namun secara umum mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 13.14 persen per tahun. Hal ini menunjukkan
1
peluang pasar bagi ekspor komoditas karet Indonesia masih terbuka. Perhatian
yang ditujukan dalam upaya merespon peluang pasar karet alam ini tidak hanya
dalam bentuk peningkatan produksi tetapi juga harus memperhatikan sisi
perdagangan (Deperindag, 2004).
Thailand memegang peranan penting dalam perdagangan karet pada akhir
tahun 1980-an disaat Malaysia mengalami stagnasi produksi. Pada tahun 1969
pangsa ekspor karet Thailand baru mencapai sekitar 9.57 persen dari ekspor karet
dunia namun pada tahun 1998 pangsa ekspornya tumbuh menjadi 40.78 persen.
Pada periode yang sama, pangsa ekspor karet Indonesia adalah 22.8 persen dan
36.39 persen. Sementara itu pangsa ekspor Malaysia turun dari 44.81 persen pada
tahun 1969 menjadi 9.45 persen pada tahun 1998. Namun produksi karet di ketiga
negara tersebut terus meningkat. Pada periode 2001-2003, produksi karet alam
Thailand mengalami peningkatan sebesar 9.15 persen dari 2 350 ribu ton pada
tahun 2001 menjadi 2 565 ribu ton di tahun 2003, produksi karet alam Indonesia
meningkat sebesar 8.96 persen dari 1 540 ribu ton menjadi 1 678 ribu ton.
Sedangkan Malaysia mengalami peningkatan produksi sebesar 18.72 persen.
Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris secara tradisional merupakan negara
pengimpor utama karet alam. Pada tahun 1969 ketiga negara mengimpor sekitar
37.10 persen dari impor karet alam dunia. Pada tahun 1998 pangsa impor ketiga
negara mengalami peningkatan menjadi 42.16 persen. Perubahan pangsa impor
ketiga negara tersebut terjadi karena adanya perluasan pasar ekspor oleh negaranegara produsen terutama Malaysia.
Data Departemen Perindustrian dan perdagangan menunjukkan bahwa
impor karet alam Amerika Serikat pada periode 1998-2002 cenderung meningkat
2
secara perlahan dengan tren sebesar 13.2 persen. Sejalan dengan kenaikan impor,
konsumsi karet alam juga mengalami peningkatan. Hal yang sama terjadi untuk
Jepang, namun hal tersebut tidak terjadi untuk Inggris. Impor karet alam Inggris
saat ini sedang dalam kecenderungan menurun. Ketiga negara tersebut merupakan
negara-negara pengimpor yang cukup penting bagi Indonesia.
Malaysia merupakan pesaing utama Indonesia dalam perebutan pangsa
ekspor pada ketiga pasar di atas. Namun diperkirakan bahwa perkembangan
ekspor karet Malaysia akan tertahan oleh adanya keterbatasan sumberdaya dan
tingginya tingkat upah pekerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai potensi
untuk berkembang karena dukungan biaya produksi murah dan lahan yang
tersedia (Ditjenbun, 1998).
Upaya untuk merebut pasar ekspor dan meningkatkan serta menstabilkan
nilai ekspor terhambat oleh sifat dasar dari komoditas pertanian itu sendiri.
Komoditas pertanian yang dalam hal ini adalah komoditas primer, pada dasarnya
memiliki karakter permintaan dan penawaran yang inelastis dan tidak stabil yang
berakibat pada instabilitas harga. Permintaan yang inelastis disebabkan karena
perubahan pendapatan rumah tangga di negara maju sebagai importir tidak
menyebabkan perubahan yang nyata dalam pola konsumsi mereka. Sedangkan
penawaran
inelastis disebabkan karena
adanya kekakuan
internal atau
infleksibilitas dalam pengerahan sumberdaya khususnya dalam komoditi tanaman
keras yang memerlukan masa penanaman yang lama.
Putaran Uruguay yang ditandatangani pada tanggal 15 April 1994,
merupakan langkah besar menuju liberalisasi dalam perdagangan internasional.
Komoditas pertanian juga termasuk di dalam perjanjian liberalisasi tersebut.
3
Sama halnya seperti perjanjian Putaran Uruguay lainnya, liberalisasi pertanian
mulai efektif dilaksanakan pada tahun 1995 setelah terbentuknya World Trade
Organisation
(WTO),
dimana
negara-negara
maju
berkomitmen
untuk
memperluas pasar, mengurangi bantuan domestik, dan subsidi ekspor.
Perkembangan dalam perdagangan internasional ini tentunya akan mempengaruhi
arus perdagangan yang terjadi antar negara.
Potensi Indonesia untuk meningkatkan ekspor karet alam dengan
ketersediaan sumberdaya untuk meningkatkan produksi tidaklah cukup untuk
memicu peningkatan permintaan ekspor dan merebut pangsa pasar tanpa adanya
kegiatan pemasaran yang baik dan kebijakan perdagangan yang mendukung.
Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai pola dari arus perdagangan karet
alam Indonesia yang dapat menangkap dampak jangka pendek dan jangka panjang
dari perubahan pendapatan dan harga yang dapat digunakan untuk melakukan
prediksi dan simulasi dalam berbagai alternatif kondisi yang mungkin terjadi.
1.2. Perumusan Masalah
Pada awal tahun 2001 produksi karet alam internasional mencapai 3 460
ribu ton dengan tingkat pertumbuhan negatif sebesar 2.73 persen per bulan. IRSG
(International Rubber Study Group) meramalkan bahwa dalam 4 bulan, produksi
karet alam internasional akan meningkat menjadi 7 117 ribu ton dengan komposisi
peningkatan masing-masing untuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand adalah
sebesar 853 ribu ton, 295 ribu ton, dan 1 182 ribu ton. Indonesia merupakan
negara yang masih mengalami pertumbuhan produksi positif, yaitu 0.69 persen
per bulan. Sedangkan Malaysia dan Thailand menurunkan produksinya dengan
4
laju 0.45 persen dan 6.63 persen per bulan. Pada tahun 2003 produksi karet alam
Thailand, Indonesia, dan Malaysia masing-masing telah mencapai 2 565 ribu ton,
1 678 ribu ton dan 647 ribu ton dimana Gapkindo memperkirakan pada tahun
2004 akan terjadi peningkatan produksi karet alam sebesar 8.19 persen untuk
Thailand, 6.07 persen untuk Indonesia, dan 7.88 persen untuk Malaysia
(Deperindag, 2004).
Jumlah produksi karet alam Indonesia yang cenderung meningkat
dihadapkan pada masalah penetrasi pasar dimana harus bersaing dengan negaranegara produsen lain dan fluktuasi harga. Untuk merumuskan langkah-langkah
pengembangan produksi maupun ekspor, diperlukan informasi mengenai pola
perilaku dan tren atau kecenderungan dalam penawaran dan permintaan ekspor
dan impor karet alam pada perdagangan antara Indonesia sebagai eksportir dengan
negara-negara importir utama baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Harga karet alam pada pasar internasional cenderung fluktuatif dan
merupakan ciri yang berkelanjutan. Karet alam mengalami harga tertinggi pada
tahun 1979 yaitu sebesar US$ 2 778 per ton. Sedangkan harga karet terendah
yang pernah dicapai terjadi pada tahun 2000 yaitu hanya US$ 490 per ton. Pada
tahun 1998 hingga kini harga karet alam sedang berada pada tingkat yang relatif
rendah dan cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2002 harga karet mencapai US$
830 per ton dan pada tahun 2003 sedikit mengalami peningkatan dimana harga
berkisar antara US$ 940-960 per ton. Sedangkan kenaikan harga dalam rupiah
lebih disebabkan oleh dampak depresiasi nilai tukar.
Fluktuasi harga berdampak pada arus perdagangan karet alam dan upaya
pengembangan ekspor karet alam Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa
5
yang memiliki konsekuensi pada perubahan lingkungan ekonomi atau kebijakan
perdagangan yang secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara importir terkait dengan
tingkat permintaan impor dari negara-negar tersebut. Untuk itu diperlukan
informasi mengenai seberapa besar dampak perubahan harga dan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara importir serta berapa lama perubahan tersebut dapat
mempengaruhi arus perdagangan yang diperlihatkan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
Negosiasi Perdagangan Multilateral dalam rangka Putaran Uruguay
akhirnya mencapai kesepakatan pada tanggal 15 Desember 1994. Dokumen akhir
Putaran Uruguay mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari putaran perjanjian
perdagangan sebelumnya, yaitu meliputi berbagai aspek ekonomi yang secara
nyata akan berpengaruh terhadap perekonomian dunia termasuk bidang pertanian.
Sebelum Putaran Uruguay, pertanian adalah bidang diluar cakupan GATT
(General Agreement on Tariffs and Trade), karena Amerika Serikat pada tahun
1950 dengan hak legal yang dimilikinya telah menghalangi pelaksanaan untuk
komoditas pertanian. Agreement on Agriculture (AoA) atau perjanjian pertanian
adalah salah satu isu yang menjadi perhatian. Sama halnya seperti perjanjian
Putaran Uruguay lainnya, AoA mulai efektif dilaksanakan pada tahun 1995
setelah terbentuknya World Trade Organization (WTO).
Persetujuan pada bidang pertanian, termasuk didalamnya karet alam,
mencakup aspek akses pasar (market acces), bantuan domestik (domestic
support), subsidi ekspor (export subsidy), perlakuan khusus (special and
differential treatment), dan ketentuan-ketentuan kesehatan (sanitary and
6
phytosanitary measures). Penerapan persetujuan bidang pertanian ini dimulai
tahun 1995 dimana komitmen negara-negara maju untuk memperluas pasar,
mengurangi bantuan domestik, dan subsidi ekspor diharapkan terpenuhi dalam
enam tahun, sedangkan komitmen negara-negara berkembang diharapkan selesai
dalam waktu sepuluh tahun.
Pada komoditas karet, liberalisasi perdagangan akan menurunkan tarif
impor sebesar 40 persen.
Negara-negara pengimpor karet seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Inggris akan menurunkan tarif impor dari 5.5 persen menjadi
3.2 persen. Penurunan tarif tersebut akan dilaksanakan secara bertahap mulai
tahun 1995. Pada sisi negara-negara pengekspor, hambatan untuk ekspor pernah
diterapkan dengan menggunakan instrumen pajak ekspor. Malaysia pernah
menerapkan pajak ekspor karet alam pada tingkat relatif tinggi, sedang dan rendah
dalam tiga periode yaitu tahun 1960-1983, 1984-1991, dan 1992-1998. Thailand
juga pernah menerapkan pajak ekspor karet dengan intensitas yang sama dengan
diatas pada periode tahun 1969-1982, 1983-1988, dan 1989-1998. Sedangkan
Indonesia pernah menerapkan pajak yaitu 10 persen pada tahun 1969-1975, 5
persen pada tahun 1976-1981, dan 0 persen sejak 1982 (Limbong, 1994).
Fluktuasi harga karet alam yang masih berlanjut mendorong Indonesia,
Malaysia, dan Thailand sebagai negara eksportir utama karet alam, sepakat untuk
membentuk International Tripartite Rubber Corporation (ITRO) yang disetujui
pada tanggal 12 Desember 2001. Organisasi baru ini bertujuan mengawasi
perdagangan dan produksi karet untuk mendongkrak harga karet alam di pasar
dunia. Program-program ITRO adalah dalam bentuk Supply Management Scheme
(SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). SMS adalah program
7
pengurangan produksi karet alam sebesar 4 persen yang dilaksanakan pada tahun
2002 dan 2003. Sedangkan AETS adalah program pengurangan ekspor karet
sebesar 10 persen yang dimulai pada 1 Januari 2002.
Perubahan dalam berbagai kebijakan perdagangan tersebut dapat
mempengaruhi arus perdagangan karet antara Indonesia dengan negara-negara
importir utama. Oleh karena itu perlu dikaji berapa besar pengaruh kebijakan
tersebut dan berapa lama dampak kebijakan tersebut terlihat nyata dalam arus
perdagangan karet Indonesia untuk mengetahui efektivitas kebijakan yang
dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan-permasalahan yang coba
dijawab dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana tren atau kecenderungan dalam perdagangan karet alam antara
Indonesia dengan negara-negara importir utama karet alam yaitu Amerika
Serikat dan Jepang, serta negara eksportir pesaing yaitu Thailand sebagai
pembanding.
2.
Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari permintaan dan
penawaran impor dan ekspor karet alam asal Indonesia dan responnya
terhadap perubahan pendapatan di negara importir dan harga dunia.
3.
Apa dampak dari perubahan kebijakan perdagangan dan lingkungan ekonomi
terhadap arus perdagangan karet alam antara Indonesia dan negara-negara
importir utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang.
8
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pola
perdagangan karet alam Indonesia ke negara-negara importir utama. Secara lebih
terinci, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis tren atau kecenderungan dalam perdagangan karet alam antara
Indonesia dengan negara-negara importir utama karet alam yaitu Amerika
Serikat dan Jepang, dan negara pesaing utama yaitu Thailand sebagai
pembanding.
2. Menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari permintaan
dan penawaran impor dan ekspor karet alam asal Indonesia dan responnya
terhadap perubahan pendapatan di negara importir dan harga dunia.
3. Merumuskan implikasi dari perubahan kebijakan perdagangan dan lingkungan
ekonomi terhadap arus perdagangan karet alam antara Indonesia dan negaranegara importir utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pemegang kebijakan yang terkait dengan pengembangan perkaretan dan
perdagangan Indonesia dalam penyusunan kebijakan dan implikasinya yang
berguna untuk pengembangan perkaretan Indonesia ke depan. Khususnya manfaat
penelitian ini dapat diterapkan pada strategi pengembangan permintaan dan
penawaran karet alam Indonesia maupun strategi peningkatan daya saing ekspor
karet alam Indonesia di pasar internasional.
9
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk membangun model ekonometrika dinamis
yang dapat menangkap efek jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan
pendapatan dan harga pada perdagangan karet alam Indonesia ke Amerika Serikat
dan Jepang yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi dan simulasi
kebijakan dalam berbagai alternatif kondisi yang diasumsikan. Secara khusus,
model respon perilaku dari importir dan eksportir karet alam yang dibangun harus
memperhatikan hubungan jangka panjang antara tingkat pertumbuhan ekonomi
importir dengan tingkat impor karet alam di negara-negara tersebut, dan
kemampuan negara pengekspor untuk mempengaruhi tingkat ekspor mereka.
Analisis struktur dan parameter dari hubungan perilaku jangka panjang
pada pasar karet alam Indonesia menggunakan model ekonometrika dinamis
dalam bentuk persamaan error correction model (ECM) yang merupakan suatu
pendekatan untuk menghadapi masalah non stasioner dari time series dan spurious
correlation yang sering dihadapi untuk data deret waktu dari arus perdagangan.
Sedangkan kointegrasi digunakan untuk memisahkan spesifikasi dan estimasi dari
hubungan ekonomi jangka panjang dan penyesuaian dinamis jangka pendek yang
menuju ke keseimbangan jangka panjang.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dibedakannya bentuk dan
kualitas dari jenis karet alam yang akan diekspor dan diperdagangkan.
Permintaan karet alam dibatasi pada dua negara importir utama yaitu Amerika
Serikat dan Jepang. Sedangkan penawaran karet alam berasal dari dua negara
eksportir utama yaitu Indonesia dan Thailand sebagai pembanding.
10
Penelitian ini tidak memasukkan Malaysia sebagai salah satu produsen dan
eksportir karet alam yang cukup besar dalam analisis. Malaysia tidak dimasukkan
karena telah mengalami reorientasi perdagangan karet alam yang dilakukan
dengan mengembangkan industri pengolahan karet alam domestiknya dan
mengekspor barang jadi dengan harapan lebih memberikan keuntungan. Saat ini
ekspor dan produksi karet alam Malaysia cenderung mengalami penurunan dari
tahun ke tahun.
11
Download