Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 PERKEMBANGAN PENGGUNAAN SISTEM SAPAAN DALAM BAHASA MELAYU JAMBI Hustarna ([email protected]) Masbirorotni ([email protected]) Universitas Jambi Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Melayu Jambi pada zaman dahulu dan sekarang dan pertimbangan penggunaan kata sapaan yang digunakan. Selain itu, peneliti juga mendeskripsikan perbedaan sistem sapaan yang digunakan dahulu dan sekarang, serta faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sistem sapaan tersebut. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Data dikumpulkan melalui tehnik wawancara dan observasi. Dari hasil wawancara terhadap 11 orang informan (4 informan beruasia 75-110 tahun, dan 6 informan berusia 20-45 tahun) dan hasil observasi, peneliti menemukan ada banyak variasi kata sapaan yang digunakan oleh para penutur bahasa Melayu Jambi dahulu dan sekarang. Pilihan kata sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang adalah dengan mempertimbangkan warna kulit, postur tubuh, dan posisi seseorang yang disapa dalam sebuah keluarga. Selain itu peneliti juga menemukan beberapa perbedaan sistem sapaan yang digunakan dahulu dan sekarang. Pada masa sekarang penutur bahasa Melayu Jambi cenderung untuk menggunakan kata-kata sapaan yang lebih bersifat umum, yang tidak mencirikan bagian dari bahasa Melayu Jambi misalnya kata ‘nenek’, ‘om’, ‘tante’, ‘umi, ‘abi’, dan ‘bunda’. Pada masa lalu kata sapaan bisa digunakan untuk melihat tingkatan seseorang dalam keluarga. Sedangkan pada masa sekarang kata sapaan yang digunakan sebagiannya tidak bisa lagi digunakan untuk melihat tingkatan seseorang dalam keluarga. Adapun faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan kata sapaan tersebut adalah adanya faktor gengsi (menganggap kata sapaan dari bahasa lain lebih bernilai dan modern), agama, pendidikan, intimasi (kedekatan), dan pernikahan campuran. Pada akhirnya jika perubahan ini terus terjadi maka bisa saja pada masa yang akan datang orang Melayu Jambi asli tidak akan mengenal sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi. Kata Kunci: Bahasa Melayu Jambi, perkembangan, kata sapaan. Pendahuluan Latar Belakang Indonesia memiliki beragam bahasa. Salah satunya adalah bahasa Melayu Jambi. Bahasa Melayu Jambi pun memiliki beragam dialek, yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Salah satu tempat dimana bahasa Melayu Jambi masih digunakan adalah di kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Meski Bahasa Melayu Jambi masih digunakan oleh masyarakat di beberapa kecamatan di sepanjang aliran sungai Batanghari (diantaranya kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan), banyak generasi mudanya tidak lagi memahami dan menggunakan bahasa asli Melayu Jambi tersebut. Banyak masyarakat di wilayah tersebut yang menggunakan bahasa Melayu yang telah bercampur dengan beragam dialek seperti dialek kota, dialek Jakarta, bahkan bercampur dengan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan bahasa asli Melayu Jambi bisa terancam kepunahan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Holmes (2001: 57) bahwa “The process of language death for the language comes about through this kind of gradual loss of fluency and competence by its 59 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 speakers (proses kepunahan bahasa berawal dari mulai berkurangnya kelancaran dan kompetensi bahasa tersebut oleh para penuturnya).” Diantara bagian bahasa Jambi yang sudah tidak sesuai lagi dengan yang biasa digunakan dahulu adalah dari segi kata sapaan. Kata sapaan merupakan salah satu bagian penting dalam bahasa. Kata sapaan digunakan bukan hanya untuk sekedar penanda bahasa tetapi juga digunakan sebagai penanda identitas diri penutur dan lawan bicara. Menurut Holmes (2001: 3) pilihan penggunan bentuk bahasa menentukan tidak hanya sebagai penanda linguistik tetapi juga sebagai alat penyampai informasi sosial. Sebagai penanda sosial, kata sapaan dalam bahasa Melayu Jambi memiliki beragam jenis kata sapaan. Kata sapaan untuk saudara ibu yang lebih tua misalnya tidak sama dengan kata sapaan untuk saudara ibu yang lebih muda. Kata sapaan untuk saudara ibu yang lebih tua bisa berupa kata ‘uwak’ sedangkan kata sapaan untuk saudara ibu yang lebih muda bisa berupa kata ‘paman’ atau ‘bibi’. Kata sapaan yang digunakan bisa mencerminkan tingkatan seseorang dalam sebuah keluarga besar. Akan tetapi seiring dengan perubahan waktu dan berkembangnya zaman, kata sapaan yang dulu biasa digunakan tidak lagi sama dengan kata sapaan yang sekarang digunakan. Kata ‘uwak’ dan yang sejenisnya banyak diganti dengan kata sapaan yang tidak lagi memperlihatkan tingkatan seseorang dalam keluarga besar. Misalnya kata ‘mamak’ tidak lagi digunakan hanya untuk menyapa ibu kandung tetapi juga digunakan sebagai kata sapaan untuk saudara ibu, baik yang lebih muda ataupun yang lebih tua. Fenomena ini menimbulkan kerancuan dalam berbahasa, khususnya dalam bahasa Melayu Jambi. Indikasi hilangnya atau berubahnya sebagian sistem sapaan dalam Bahasa Melayu Jambi membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Peneliti sangat tertarik untuk melihat perkembangan penggunaan bahasa Melayu Jambi khususnya dari segi penggunaan kata sapaan tersebut. Peneliti ingin mencari tahu apa saja jenis kata sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Melayu Jambi dulu dan sekarang, jenis kata sapaan apa yang telah berganti, serta apa penyebab pergantian penggunaan kata sapaan yang digunakan sekarang oleh penutur bahasa Melayu Jambi. Kajian Pustaka Definisi dan fungsi kata sapaan Ada banyak definisi kata sapaan yang dikemukakan oleh para ahli bahasa. Menurut Bowe dan Martin (2007) kata sapaan adalah bentuk bahasa yang digunakan sebagai identitas seseorang dalam masyarakat. Bowe dan Martin menganggap penggunaan sistem sapaan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi karena hal tersebut bisa berpengaruh pada hubungan sosial para penutur bahasa dalam bermasyarakat. Lebih lanjut Mauss (dalam Bowe dan Martin: 2007: 95) menyatakan bahwa “ Address form can contribute to a person’s sense of identity and can characterize an individual’s position in his family and in society at large: it defines his social personality”. In berarti bahwa kata sapaan bisa mencirikan seseorang bukan hanya dalam keluarga tetapi juga dalam masyarakat. Dalam Gorat (2012), seorang peneliti bahasa yang bernama Ervin dalam penelitiannya menyatakan bahwa kata sapaan yang digunakan oleh para penutur bahasa Inggris menggunakan kata ganti orang kedua. Selanjutnya Salzman (dalam Nugraha dan Ramadhoni, 2011) mendefinisikan kata sapaan sebagai kata yang digunakan untuk mengacu kepada seseorang baik dalam ucapan maupun dalam tulisan. Sedangkan menurut Holmes (2001) kata sapaan adalah kata-kata atau ungkapan yang digunakan untuk menyebut/memanggil mitra tutur. Holmes juga menganggap bahwa penggunaan kata sapaan merupakan bagian penting dalam bahasa yang bisa 60 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 mempengaruhi hubungan seorang penutur dengan para penutur lainnya dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Brown dan Gilman (dalam Rusbiantoro, 2011) menyatakan bahwa kata sapaan juga berfungsi sebagai simbol yang mengindikasikan kekuasaan dan kebersamaan. Kekuasaan ditentukan berdasarkan status sosial, usia, jenis kelamin, dan sebagainya yang menentukan hubungan antara atasan dan bawahan. Kebersamaan yang dimaksud adalah yang menunjukkan hubungan keakraban di antara para penutur bahasa dalam sebuah peristiwa bahasa. Berdasarkan definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa kata sapaan dalam bahasa Inggris umumnya merujuk pada kata-kata yang digunakan untuk orang kedua/mitra tutur. Sedangkan menurut Kridalaksana, dalam Bahasa Indonesia kata sapaan adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk merujuk orang pertama, kedua, dan ketiga. Berdasarkan fungsinya semua kata sapaan berfungsi sebagai identitas diri dalam keluarga dan masyarakat. Semua penutur bahasa mesti memperhatikan penggunaan kata sapaan dalam berkomunikasi karena kesalahan penggunaan kata sapaan bisa menimbulkan masalah dalam proses interaksi dalam masyarakat. Masalah yang timbul bisa berupa kerenggangan hubungan antara seorang penutur dengan mitra tuturnya. Kesalahan penggunaan kata sapaan bisa dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan seorang penutur kepada mitra tuturnya. Penutur tersebut bisa dianggap tidak menghormati mitra tuturnya. Selain itu ketidakfahaman seseorang akan bagaimana seharusnya menggunakan kata sapaan dalam berinteraksi juga bisa menimbulkan jarak sosial. Misalnya, jika seseorang tidak tahu bagaimana menyapa seseorang yang seharusnya ia sapa karena masih ada hubungan kerabat ketika bertemu di jalan maka untuk menghindari kesalahan penggunaan kata sapaan maka ia tidak jadi menyapa orang tersebut atau menyapa tanpa menggunakan kata sapaan. Mitra tuturnya bisa saja beranggapan bahwa ia tidak tahu hubungan kekerabatan diantara mereka dan/ atau bisa jadi akan dianggap sombong. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif terhadap hubungan sosial diantara mereka. Hal ini didukung oleh pendapat Kartomiharjo (dalam Rusbiantoro, 2011) bahwa penggunaan kata sapaan akan berpengaruh pada proses interaksi antara satu penutur dengan penutur lainnya. Lebih lanjut dikatakannya bahwa bukan hanya adat kebiasaan, norma, nilai dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat yang dijadikan pedoman yang digunakan untuk mengatur perilaku masyarakat, tetapi juga bahasa yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Faktor yang mempengaruhi pemilihan kata sapaan Holmes (2001) mengemukakan bahwa ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi seseorang dalam menggunakan kata sapaan. Dalam bahasa Inggris pemilihan penggunaan kata sapaan tergantung pada usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan status sosial (dilihat dari pendidikan dan pekerjaan), jarak sosial (jarak solidaritas para penutur), serta tingkat formalitas dari sebuah interaksi. Sedangkan dalam bahasa Jawa, pemilihan penggunaan kata sapaan selain tergantung pada usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan status sosial, jarak sosial (jarak solidaritas para penutur), serta tingkat formalitas dari sebuah interaksi, juga tergantung pada status seseorang dalam keluarga. Ervin (dalam Gorat, 2012) menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menggunakan kata sapaan. Yang pertama adalah faktor situasi, yang ditandai oleh status. Seorang penutur menyapa mitra tutur dengan memperhatikan tempat dimana status dan gaya bicara ditetapkan dengan jelas, seperti di ruang sidang pengadilan, ruang rapat kerja di sebuah perusahaan, dll. Dengan latar tersebut pemilihan kata sapaan seseorang diambil dari identitas sosialnya, misalnya pak hakim, bu guru, dll. Faktor kedua adalah pangkat. Pangkat merujuk pada tingkatan seseorang dalam suatu kelompok kerja. 61 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 Sedangkat faktor ketiga adalah perangkat identitas, berupa gelar dalam pekerjaan atau gelar kehormatan, misalnya pak dokter dan pak Professor. Perubahan Penggunaan Bahasa Perkembangan zaman pasti mengindikasikan perubahan. Perubahan yang terjadi tidak hanya dari segi geografi, topografi, sosial, ekonomi, dan budaya tapi juga bahasa. Hal ini terjadi karena bahasa mencerminkan budaya suatu bangsa. Bahasa merupakan salah satu unsur penting sebagai penanda suatu komunitas. Terjadinya perubahan penggunaan suatu bahasa secara terus menerus bisa menghilangkan bahasa itu sendiri. Dan akibat fatalnya adalah budaya yang ada juga ikut hilang. Menurut Dressler (dalam Adisaputera, 2013) kepunahan bahasa bisa diakibatkan oleh kedwibahasaan atau kemultibahasaan dan akibat desakan bahasa dominan. Sedangkan menurut Romaine (dalam Adisaputera, 2013), ada 10 faktor yang menyebabkan pergeseran suatu bahasa. Kesepuluh faktor tersebut adalah (1) kekuatan secara kuantitatif antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, (2) kelas sosial, (3) latar belakang agama dan pendidikan, (4) pola perkampungan/masyarakat, (5) kesetiaan terhadap tanah kelahiran, (6) derajat kesamaan antara bahasa mayoritas dan bahasa minoritas, (7) luas perkawinan campuran, (8) sikap mayoritas dan minoritas, (9) kebijakan pemerintah terhadap pengawasan bahasa dan pendidikan minoritas, dan (10) pola-pola penggunaan bahasa. Sedangkan menurut Crystal (2003) ada banyak hal yang bisa menyebabkan punahnya suatu bahasa. Pertama, punahnya suatu bahasa disebabkan oleh telah meninggalnya penutur bahasa tersebut, yang bisa disebabkan oleh suatu bencana. Kedua, bisa saja penuturnya masih ada tetapi telah terjadi akulturasi budaya sehingga bahasa asli mengalami perubahan akibat bercampurnya dua atau lebih budaya dalam sebuah komunitas. Faktor lain bisa berupa adanya kedwibahasaan. Bahasa dominan akan menggeser bahasa yang jarang dipakai. Selanjutnya perubahan sikap terhadap suatu bahasa juga bisa menyebabkan hilangnya suatu bahasa. Adanya sikap antipati terhadap bahasa lokal, karena dianggap kurang elit misalnya, bisa membuat para penuturnya beralih menggunakan bahasa lain yang dianggap lebih bernilai. Adanya media, perubahan sistem pendidikan, dan tekanan politik juga bisa menjadi salah satu faktor punahnya suatu bahasa. Penelitian- penelitian sebelumnya tentang kata sapaan Ada beberapa penelitian yang terkait dengan kata sapaan. Sayangnya tidak satupun penelitian tersebut yang berkaitan dengan kata sapaan dalam bahasa Melayu Jambi. Penelitian yang terkait dengan kata sapaan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tengku Syarfina (2007), Elfrida W.S Sumampouw (1990), Efsi Kurniasih, dkk (2014), Wenni Rusbiantoro ( 2011), dan Abdurrahman Adisaputera (2013). Bahasa Melayu Jambi Bahasa Melayu Jambi termasuk dalam bahasa Austronesia. Bahasa Melayu Jambi digunakan di sebagian besar wilayah Provinsi Jambi, kecuali di kabupaten Kerinci dan kota Sungai Penuh. Bahasa ini memiliki beragam dialek, diantaranya dialek Kota seberang, dialek Batanghari, dialek tebo, dll. Para pakar bahasa berbeda pendapat mengenai bahasa Melayu Jambi. Ada yang beranggapan bahwa bahasa Melayu Jambi hanya merupakan dialek dari bahasa Melayu. Sedangkan sebagian lainnya beranggapan bahwa Bahasa Melayu Jambi berdiri sendiri sebagai sebuah bahasa (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu_Jambi). Menurut sebagian ahli bahasa, bahasa Melayu Jambi merupakan salah satu bahasa yang terancam punah (http://lingweb.eva.mpg.de/jakarta/jambi_malay.php). Hal ini mungkin 62 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 disebabkan oleh berkurangnya penutur bahasa tersebut dan telah bercampurnya bahasa Melayu Jambi dengan bahasa-bahasa lain, yang didapat melalui proses interaksi dengan para penutur bahasa lain, perkawinan campuran, dan yang didapat melalui media cetak ataupun media elektronik. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dari penelitian ini adalah semua jenis kata sapaan yang digunakan dalam bahasa Melayu Jambi. Peneliti menggunakan sumber data lisan (sumber data hasil wawancara dengan penutur bahasa Melayu Jambi dan observasi). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak 11 orang. Kriteria pemilihan partisipan dalam penelitian ini berdasarkan tingkat usia dan kemampuannya dalam menggunakan bahasa Melayu Jambi. Usia partisipan dalam penelitian ini adalah antara 20 tahun – 110 tahun. Adapun kemampuan dalam menggunakan bahasa Jambi adalah berdasarkan dimana mereka lahir dan tempat tinggal mereka, dan lamanya mereka menetap di daerah tersebut. Para partisipan dalam penelitian ini adalah mereka yang lahir dan tinggal di daerah sepanjang aliran sungai Batanghari, khususnya yang tinggal di kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Ada dua jenis metode dalam pengumpulan data linguistik: (1) metode wawancara, dan (2) metode observasi. Hasil Dan Pembahasan Setelah peneliti mengumpulkan data dengan cara mewawancarai para informan dan melakukan pengamatan langsung serta berdasarkan pengetahuan peneliti sebagai penutur asli bahasa Melayu Jambi, didapatlah data yang berkaitan dengan sistem sapaan bahasa Melayu Jambi yang digunakan oleh para penutur bahasa Melayu Jambi pada masa lalu dan sekarang. Data tersebut didapat dari informan yang berusia di antara 20 - 110 tahun. 4 orang informan berasal dari generasi tua yaitu yang berusia di antara 70 – 110 tahun. Data dari mereka digunakan untuk mengetahui sistem sapaan yang dipakai pada masa lalu. Sedangkan 6 informan lainnya berusia antara 20 – 45 tahun. Data dari mereka digunakan untuk mengetahui sistem sapaan yang digunakan sekarang. Peneliti juga menggunakan pengetahuannya sebagai penutur asli bahasa Melayu Jambi untuk memperkaya data yang sudah didapat dari para informan. Sistem sapaan digunakan dalam hubungan kekerabatan dan non kekerabatan. Sistem sapaan dalam hubungan kekerabatan berdasarkan hubungan sedarah dan perkawinan. Sedangkan sistem sapaan dalam hubungan non kekerabatan berdasarkan pergaulan sosial, profesi, adat, pendidikan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti perkembangan sistem sapaan yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan. Di bawah ini adalah tabel kata sapaan yang digunakan oleh para penutur bahasa Melayu Jambi. Tabel. 1. Kata Sapaan yang Digunakan dalam Bahasa Melayu Jambi Pada Masa Lalu Kata sapaan yang digunakan Kata sapaan yang digunakan dulu untuk: Orang tua laki-laki Bapak/pak, baba, ayah, bak Orang tua perempuan mak Orang tua laki-laki ayah datuk Orang tua laki-laki ibu datuk Orang tua perempuan ayah nyai Orang tua perempuan ibu Nyai, gde Kakek ayah buyut 63 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 Kakek ibu Satu generasi di atas buyut Dua generasi di atas buyut Anak Anak dari anak Anak dari cucu saudara laki-laki ayah yang lebih tua Saudara laki-laki ayah yang lebih muda buyut Piyut, noneng, nenek Pokel, noneng, moyang Panggil nama cucu cicit Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik Pak nga, pak te, pak ning, pak muk, pak sak, pak njang, pak cik, pak ndek, pak do, pak busu/paksu Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik Bibi, bining, bite, binga, bindek, bisak, bicik, bido, meknga, mekte, mekcik, mekdo, mekyu, mek busu/meksu Abang, bangte, bangning (baning), bangndek, bangcik, bangmuk, bangsak Panggil nama Saudara perempuan ibu yang lebih tua Saudara perempuan ibu yang lebih muda Saudara laki-laki yang lebih tua Saudara laki-laki yang lebih muda Saudara perempuan yang lebih tua Mok, wo, mok ndak, mok ndek, mok te, mok yu, yu, mok nga, mok cik, mok ning,mok dang, Panggil nama Saudara perempuan yang lebih muda Panggilan khas untuk anak lakilaki Panggilan khas untuk anak perempuan saudara ipar laki-laki yang lebih tua saudara ipar laki-laki yang lebih muda saudara ipar perempuan yang lebih tua Bujang, kulup Supek Abang, Bangte, bangning (baning), bangndek, bangcik, bangmuk, bangsak Adik, panggil nama, adik dan nama panggilan Mok, mokte, moktam, moknyang, mokndek, mokndak, mokcik, moknga,mokning Adik, panggil nama, adik dan nama panggilan Bujang, kulup Saudara ipar perempuan yang lebih muda Panggilan khas untuk anak lakilaki Panggilan khas untuk anak perempuan Antar orang tua (orang tua istri ke orang tua suami dan sebaliknya) supek Besan 64 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 Orang tua suami Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik, pak nga, pak te, pak ning, pak muk, pak sak, pak njang, pak cik, pak ndek, pak do, pak busu/paksu. Sesuai dengan panggilan sebelum menikah Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik, bibi, bining, bite, binga, bindek, bisak, bicik, bido, meknga, mekte, mekcik, mekdo, mekyu, mek busu/meksu. Sesuai dengan panggilan sebelum menikah. Sama seperti memanggil saudara ipar secara umum Orang tua istri Antar ipar (paduaian) Table 2. Kata Sapaan yang Digunakan dalam Bahasa Melayu Jambi Sekarang Kata sapaan yang digunakan Kata sapaan yang digunakan dulu untuk: Orang tua laki-laki Bapak/ Pak, Bak, ayah, aba, papa, abi Orang tua perempuan Mak, ibu, umi, bunda Orang tua laki-laki ayah Datuk Orang tua laki-laki ibu Datuk Orang tua perempuan ayah Nyai, nenek Orang tua perempuan ibu Nyai, gde, oma, nenek Kakek ayah Buyut Kakek ibu Buyut Satu generasi di atas buyut Nenek, ada yang tidak tahu, moyang Dua generasi di atas buyut Moyang, ada yang tidak tahu Anak Panggil nama Anak dari anak Cucu Anak dari cucu Cicit saudara laki-laki ayah/ibu yang Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, lebih tua wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik, pak muk, pak cik Saudara laki-laki ayah/ibu yang Pak nga, pak te, pak ning, pak muk, pak lebih muda sak, pak njang, pak cik, pak ndek, pak do, pak busu/paksu, paman, om Saudara perempuan ayah/ibu Wak, uwak, wak ning, wak te, wak muk, yang lebih tua wak nga, wak ndek, wak sak, wak cik, wakyu, meknjang, mamak, bunda, umi Saudara perempuan ayah/ ibu Bibi, bining, bite, binga, bindek, bisak, yang lebih muda bicik, bido, meknga, mekte, mekcik, mekdo, mekyu, mek busu/meksu, mak+nama, tante, anti Saudara laki-laki yang lebih tua Abang, bangte, bangning (baning), bangndek, bangcik, bangmuk, bangsak Saudara laki-laki yang lebih Panggil nama 65 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 muda Saudara perempuan yang lebih tua Saudara perempuan yang muda saudara ipar laki-laki yang tua saudara ipar laki-laki lebih muda saudara ipar perempuan lebih tua Mok, wo, mok ndak, mok ndek, mok te, mok yu, yu, mok nga, mok cik, mok ning, ayuk, kakak, oyu, oning, ote. Nama panggilan lebih lebih Abang, Bangte, bangning (baning), bangndek, bangcik, bangmuk, bangsak nama panggilan yang yang Mok, mokte, moktam, moknyang, mokndek, mokndak, mokcik, moknga,mokning, ayuk, kakak nama panggilan Saudara ipar perempuan yang lebih muda Antar orang tua (orang tua istri ke orang tua suami dan sebaliknya) Orang tua suami Besan Sesuai dengan panggilan suami ke orang tuanya: ayah, bapak, aba Sesuai dengan panggilan istri ke orang tuanya: mak, ibu, mama Sama seperti memanggil saudara ipar secara umum Orang tua istri Antar ipar (paduaian) Dari tabel hasil penelitian di atas kita bisa melihat bahwa ada begitu banyak kata sapaan yang digunakan dalam bahasa Melayu Jambi dulu dan sekarang. Berdasarkan informasi dari para informan yang berusia di atas 70 tahun (75- 110 tahun), peneliti menemukan ada 4 jenis kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orang tua laki-laki, yaitu ‘bapak/pak’, ‘bak’, ‘ayah’, dan ‘baba’. Ketiga kata sapaan (bapak/pak, bak, dan ayah) merupakan kata sapaan untuk orang tua laki-laki yang paling umum digunakan. Sedangkan kata ‘baba’ digunakan oleh penutur bahasa Melayu Jambi yang orang tuanya keturunan dari bangsa arab. Kata ‘nyai’ dan ‘gde’ digunakan untuk menyapa orang tua perempuan ayah dan ibu. Kata ‘nyai’ lebih umum digunakan dari pada kata ‘gde’, bisa untuk menyapa orang tua perempuan ibu dan ayah, serta saudara-saudara perempuan dari orang tua perempuan ibu dan ayah. sedangkan kata ‘gde’ biasanya dipakai hanya untuk orang tua perempuan ibu dan saudara-saudara perempuan orang tua perempuan ibu. Kata sapaan yang digunakan untuk anak adalah nama panggilan, misalnya Jamil, Leha, Topik, Supek, Bujang, Kulup, dan lain-lain. ‘Bujang’ dan ‘.Kulup’ merupakan panggilan khas untuk anak laki-laki, dan ‘Supek’ merupakan panggilan khas untuk anak perempuan. Ketiga nama panggilan ini sudah jarang digunakan pada masa sekarang. Untuk saudara laki-laki dan perempuan ayah dan ibu yang lebih tua, secara umum kata sapaan yang digunakan adalah ‘uwak/wak”. Kata ‘uwak/wak’ bisa ditambah dengan kata sapaan lain yang bisa disesuaikan dengan postur tubuh, urutan dalam anggota keluarga, atau pun warna kulit. Sehingga kata ‘uwak/wak’ memiliki variasi yang beragam (wak yu, wak ning, wak te, wak cik, wak muk, wak ndek, wak ndak, wak sak, wak nga, wak njang). Tambahan sapaan ‘yu’ jika yang disapa orangnya ayu atau berparas cantik/ menarik, ‘ning’ tambahan sapaan untuk orang yang kulitnya kuning langsat, ‘te’ dipakai jika yang disapa berkulit putih, ‘cik’ jika 66 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 yang disapa berpostur tubuh kecil/kurus, ‘muk’ untuk orang yang gemuk, ‘ndek’ dan ‘ndak’ untuk orang yang tubuhnya pendek, ‘sak’ untuk orang yang tubuhnya besar, ‘nga’ untuk orang yang didalam keluarganya berada diurutan tengah. Kata sapaan untuk saudara perempuan ayah dan ibu yang lebih muda juga bervariasi. Secara umum kata sapaan yang digunakan adalah ‘bibi’, ‘bi+’, dan ‘mek+, untuk bisa membedakan antara saudara perempuan ibu yang lebih muda yang satu dengan yang lain biasanya ditambah dengan kata ‘yu’, ‘ning’, ‘te’, ‘cik’, ‘muk’, ‘ndek’, ndak’, ‘sak’, ‘nga’, ‘do’, ‘busu/su’. Tambahan sapaan ‘yu’ hanya untuk saudara perempuan ayah dan ibu yang lebih tua. Tambahan sapaan ‘do’ dan ‘busu/su’ hanya untuk saudara laki-laki dan perempuan ayah dan ibu yang paling muda/bungsu. Kata sapaan yang digunakan oleh istri/suami untuk menyapa kedua orang tua suami/istri adalah kata-kata sapaan yang telah biasa digunakan ketika mereka belum menikah. Istri atau suami tidak boleh memanggil orang tua pasangannya dengan panggilan yang sama yang digunakan oleh pasangannya karena hal tersebut dianggap tabu. Jika seorang suami memanggil ibu dari istrinya dengan panggilan ‘mak’ maka dia akan dianggap menikahi saudara perempuan kandungnya, dan itu tidak dibolehkan secara adat dan agama. Berdasarkan informasi dari para penutur bahasa Melayu Jambi yang berusia 20 – 45 tahun, peneliti mendapatkan gambaran penggunaan kata sapaan yang digunakan pada masa sekarang. Untuk panggilan kepada orang tua laki-laki, kata sapaan yang digunakan lebih bervariasi yaitu’bapak/pak’, ‘bak’, ‘ayah’, ‘aba’, ‘papa’, dan ‘abi’. Untuk orang tua perempuan kata sapaan yang digunakan bukan hanya ‘mak’ tetapi ada lagi tambahannya yaitu ‘ibu’, ‘umi’, dan ‘bunda’. Dari data ini terlihat bahwa generasi sekarang lebih bervariasi dalam menggunakan kata sapaan untuk orang tua laki-laki dan orang tua perempuan. Kata ‘papa’ digunakan dengan alasan lebih terkesan berpendidikan dan lebih modern. Kata ‘abi’ dan ‘umi’ berasal dari bahasa arab yang artinya ‘ayahku’ dan ‘ibuku’. Sebagian informan mengatakan bahwa penggunaan kata ’abi’ dan ‘umi’ lebih terkesan relijius dan diharapkan anak-anaknya akan lebih terbiasa dengan istilah-istilah dalam agama islam. Kata ‘ibu’ digunakan karena menganggap bahwa kata ‘mak’ terkesan old fashioned atau kuno. Sedangkan kata ‘bunda’ digunakan karena kata ini dianggap lebih membawa kesan keibuan dan lebih modern dari pada kata sapaan ‘mak’. Para orang tua yang ingin anaknya memanggilnya dengan sapaan ‘abi’, ‘umi’, dan ‘bunda’ umumnya adalah para orang tua yang asli dari Jambi yang menikah dengan orang dari luar Jambi. Selain itu penggunaan kata sapaan ini bisa juga ditambah dengan faktor pendidikan dan pekerjaan. Mereka yang anaknya menyapanya dengan sapaan ini umumnya memiliki pendidikan yang cukup tinggi (sarjana) dan memiliki pekerjaan yang cukup baik (bukan yang pekerjaannya serabutan). Untuk orang tua laki-laki ayah kata sapaan yang digunakan masih sama dengan yang dahulu digunakan yaitu ‘datuk’. Sedangkan untuk menyapa orang tua perempuan ibu kata sapaan yang digunakan adalah ‘nyai’, ‘gde’, ‘nenek’ dan ‘oma’. Panggilan ‘nenek’ yang digunakan ada yang disebabkan oleh perbedaan suku dalam sebuah keluarga, misalnya orang suku melayu asli yang berasal dari Jambi seberang menikah dengan orang padang. Maka kata sapaan yang digunakan lebih bersifat umum secara nasional. Tetapi penggunaan kata ‘nenek’ ada juga yang disebabkan oleh rasa gengsi, dan merasa terkesan terlalu tua kalau dipanggil ‘nyai’. Perubahan kata sapaan ini ada yang disebabkan oleh yang disapa yang tidak mau disapa ‘nyai’ dan ada juga karena yang menyapa yang tidak suka menggunakan kata ‘nyai’. Begitupun dengan penggunaan kata ‘oma’, faktor gengsi juga terlibat di sini. penutur bahasa Melayu Jambi yang masih tinggal di seberang kota Jambi, yang diwawancarai peneliti mengatakan bahwa kata ‘nyai’ terkesan kuno, dan merasa sangat tua jika dipanggil ‘nyai’. Sehingga dia lebih suka dipanggil ‘oma’. Di lihat dari segi usia memang si penutur belum 67 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 terlalu tua, usianya masih sekitar 34 tahun, akan tetapi dari silsilah keluarga, dia sudah berada di posisi ‘nyai’. Kata sapaan untuk kakek ayah dan ibu adalah ‘buyut’. Sedangkan untuk kata sapaan satu generasi di atas buyut para informan ada yang mengatakan tidak tahu dan ada pula yang mengatakan bahwa kata sapaan yang digunakan adalah ‘nenek’, dan ada juga yang mengatakan ‘moyang’. Kata sapaan untuk dua generasi di atas buyut adalah ‘moyang’ dan beberapa diantara informan tersebut mengatakan mereka tidak tahu kata sapaan yang harus digunakan dengan beralasan bahwa mereka tidak pernah bertemu dengan generasi-generasi tua tersebut. Dari jawaban mereka terlihat bahwa mereka tidak begitu faham mengenai kata sapaan yang harus digunakan untuk generasi-generasi terdahulu. Pada generasi dahulu, jenis penggunaan kata sapaan secara jelas memperlihatkan tingkatan seseorang dalam keluarga. Jika seseorang disapa dengan kata ‘uwak/wak’ atau ‘wak+’ maka jelas seseorang tersebut lebih tua dari ayah atau ibu, sedangkan jika seseorang tersebut disapa dengan kata sapaan ‘paman’, ‘pak/pak+’, ‘bibi/bi+’, dan ‘mek+’, maka seseorang tersebut jelas berusia lebih muda dari ayah atau ibu. Akan tetapi kata-kata tersebut sudah mengalami perubahan penggunaan, kata ‘pak/pak+’ tidak lagi dipakai hanya untuk saudara ayah atau ibu yang lebih muda tetapi juga dipakai untuk saudara ayah atau ibu yang lebih tua. Alasan penggunaan tersebut adalah karena tidak mau dianggap tua, kata ‘uwak’ terkesan mengindikasikan yang disapa terlalu tua. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Kata ‘uwak’ memperjelas kedudukan seseorang terhadap orang tua si penutur. Penggunaan kata ‘mamak’, ‘umi’, dan ‘bunda’, yang seharusnya ‘uwak’ adalah karena menganggap penggunaan kata-kata tersebut terkesan lebih ‘intimate’ atau dekat. Perubahan seperti ini tentu saja menimbulkan kerancuan dalam berbahasa. Perubahan lainnya adalah adanya kata ‘om’ sebagai pengganti kata ‘paman’ atau ‘pak+’ dan ‘tante’, serta ‘anti’ sebagai pengganti ‘bibi/bi+’ dan ‘mek+’. Kata ‘om’, ‘tante’, dan ‘anti’ digunakan karena yang disapa menganggap kata ini lebih modern. Panggilan ‘om’ dan ‘tante’ ada juga yang disebabkan oleh adanya pernikahan campuran. Selanjutnya untuk saudara perempuan dan saudara ipar perempuan yang lebih tua kata sapaan yang digunakan adalah ’wo’, ‘mok/mok+ (yu, ning, te, nga, ndak, ndek, dang, sak, cik, njang, tam)’, ‘oyu’, ‘oning’, ‘ote’, ‘ayuk’, ‘kakak’. Kata ‘oyu’, ‘ote’, ‘oning’ adalah kata sapaan yang berasal dari kata ‘mokyu’, ‘mokte’, dan ‘mokning’. Perubahan ini hanya karena faktor fonologis. Si penutur sewaktu kecil tidak bisa mengucapkan kata-kata ‘‘mokyu’, ‘mokte’, dan ‘mokning’ dengan tepat. Saat ini meski kata ‘mok/mok+’ masih dipakai tetapi tidak semua penutur suka untuk menyapa atau disapa dengan kata sapaan ini. Untuk generasi sekarang lebih cenderung menggunakan kata sapaan ‘ayuk’ atau ‘kakak’. Padahal kata ‘ayuk’ dan ‘kakak’ bukanlah berasal dari bahasa Melayu Jambi. Kurang populernya kata sapaan ‘mok/mok+’ karena kata ini dianggap tidak modern. Kata sapaan berikutnya adalah yang berkaitan dengan hubungan pernikahan. Kata sapaan yang dipakai oleh istri untuk menyapa orang tua suami adalah sama dengan sapaan yang digunakan oleh suami ketika menyapa orang tuanya. Begitu pun sebaliknya kata sapaan yang dipakai suami untuk menyapa orang tua istrinya adalah sama dengan kata sapaan yang digunakan oleh istri ketika menyapa orang tuanya. Pertimbangan penggunaan kata sapaan tersebut adalah karena faktor ‘intimacy’, agar hubungan mertua dengan menantu menjadi lebih dekat. Kata sapaan yang digunakan antar ipar adalah sama seperti sapaan kepada saudara ipar secara umum. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa sistem sapaan dalam bahasa Melayu Jambi yang digunakan pada masa lalu dan sekarang ditentukan oleh jenis kelamin, usia, hubungan kekerabatan, dan kedekatan dengan mitra tutur. Hal ini hampir sama dengan pola sapaan 68 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 yang ada pada bahasa Melayu Kutai, yaitu ditentukan oleh status, usia, hubungan kekerabatan, dan kedekatan dengan mitra tutur (Rusbiantoro, 1999). Pada lapisan keluarga pola penyapaan dalam bahasa Melayu Jambi tidak sama dengan yang ada pada bahasa Melayu Langkat. Pada bahasa Melayu langkat sapaan dalam keluarga didasari oleh urutan kelahiran masing-masing anggota keluarga (Adisaputera, 2013). Selanjutnya, dari hasil penelitian ini peneliti juga menemukan bahwa kata sapaan dalam bahasa Melayu Jambi sekarang sudah mengalami pergeseran/perubahan yang disebabkan oleh gengsi, kedekatan (intimacy), reliji, pendidikan dan pernikahan campuran. Kata sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi terdahulu terkesan kuno atau tidak modern. Selain ini karena adanya rasa tidak mau dianggap terlalu tua. Misalnya seseorang yang seharusnya disapa dengan kata ‘uwak/wak+’ tetapi tidak mau disapa dengan kata tersebut sehingga lebih memilih dipanggil ‘pak+’. Perubahan yang seperti ini tentu saja menimbulkan kerancuan dalam berbahasa. Jika dahulu tingkatan seseorang dalam keluarga bisa diketahui secara jelas maka dengan perubahan ini akan sulit mengidentifikasi tingkatan seseorang dalam keluarga. Selain itu perubahan pada sistem sapaan ini juga bisa menimbulkan kesalahfahaman/ miskomunikasi antara satu penutur dengan penutur lainnya karena adanya perluasan makna dari salah satu atau beberapa kata sapaan yang digunakan, misalnya kesamaan kata sapaan untuk orang tua dan saudara orang tua (kata ‘umi’, ‘bunda’ dan ‘mamak’ yang digunakan bukan hanya oleh anak tetapi juga oleh keponakan). Sistem sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Melayu Jambi saat ini tidak lagi sepenuhnya sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Mauss (dalam Bowe dan Martin, 2007: 95) yang mengatakan bahwa “Address forms can contribute to a person’s sense of identity and can characterize an individual’s position in his family and in society at large: it defines his social personality”. Sistem sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Melayu Jambi sekarang lebih mengedepankan unsur kedekatan (intimacy) dibandingkan dengan unsur identitas (identity). Jika proses perubahan ini terus berlangsung, maka bisa saja generasi mendatang tidak akan memahami sistem sapaan asli yang ada dalam bahasa Melayu Jambi. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan karena seperti yang dikemukakan oleh Crystal (2003), bahasa sebuah komunitas bisa saja hilang karena adanya akulturasi budaya dalam komunitas tersebut, perubahan sikap (sikap antipati) terhadap bahasa lokal, dan menggunakan bahasa lain yang dianggap lebih bernilai. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari pemaparan hasil analisa dan pembahasan mengenai perkembangan sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi dahulu dan sekarang, ada beberapa hal yang akan penulis simpulkan. Pertama, ada banyak variasi kata sapaan yang digunakan dalam bahasa Melayu Jambi pada masa lalu dan sekarang. Pilihan variasi kata sapaan untuk beberapa mitra tutur yang setingkat dalam sebuah keluarga secara umum ditentukan oleh warna kulit, postur tubuh, dan posisi seseorang dalam sebuah keluarga. Walaupun pada prakteknya terkadang tidak sama dengan kriteria yang sudah ditentukan tersebut. Kedua, sistem sapaan dalam bahasa Melayu Jambi dahulu dan sekarang ditentukan oleh usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan dan kedekatan. Ketiga, terdapat beberapa perbedaan antara sistem sapaan yang digunakan pada masa lalu dan yang digunakan sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor gengsi, pendidikan, reliji, kedekatan, dan pernikahan campuran (akulturasi budaya). Pada akhirnya jika perubahan ini terus terjadi maka bisa saja pada masa yang akan datang orang Melayu Jambi asli tidak akan mengenal sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi. 69 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 Saran Bahasa merupakan cerminan dari suatu budaya. Dengan semakin tergerusnya bahasa maka budaya pun bisa ikut hilang. Dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan mengenai perubahan sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi peneliti menyarankan agar para penutur bahasa Melayu Jambi tetap mau menggunakan sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi pada masa lalu. Kata sapaan yang diambil dari bahasa lain belum tentu cocok dengan budaya yang ada dalam bahasa Melayu Jambi. Selain itu identitas seseorang dalam keluarga pada sistem sapaan dalam bahasa Melayu Jambi yang digunakan pada masa lalu lebih jelas dari pada sistem sapaan bahasa Melayu sekarang. Untuk itu para orang tua hendaknya tidak malu memperkenalkan kata-kata sapaan dalam bahasa Melayu Jambi kepada generasi muda sehingga para generasi muda bisa ikut serta dalam melestarikan sistem sapaan yang ada dalam bahasa Melayu Jambi. Untuk pemerintah, peneliti menyarankan agar pemerintah juga ikut serta dalam melestarikan bahasa Melayu Jambi dengan membuat kebijakan-kebijakan yang bisa mengangkat citra bahasa Melayu Jambi menjadi lebih baik, misalnya dengan menjadikan pelajaran bahasa Melayu Jambi sebagai muatan lokal di sekolah. Daftar Pustaka Adisaputera, Abdurahman. 2010. Perubahan Sosial Ekologi dan Perubahan Budaya Lingual dalam Sistem Kekerabatan Melayu Langkat. http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-23413 Abdurahman%20Adisaputera.pdf dan http://digilib.unimed.ac.id/qsearch.php?txtKey=abdurrahman+adisaputera&txt Mode=normal&Submit=SEARCH diakses tanggal 6 Februari 2015 Bahasa Melayu Jambi http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu_Jambi diakses tanggal 13 Pebruari 2015 Crystal, David. 2003. Language Death. Cambridge: Cambridge University Press. Gorat, Ricardo. 2012. Kata Sapaan dalam Bahasa Batak Toba. Skripsi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37383/4/Chapter%20II.pdf dan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37383/7/Cover.pdf diakses tanggal 6/12/2015 Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics (2nd Edition). England: Pearson Education Limited. Kurniasih, dkk. 2014. Sapaan dalam Bahasa Melayu Pontianak Wilayah Istana Kadriah. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol 3 No.1 http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/4204 diakes tanggal 13 Pebruari 2015 Martin, Kylie dan Bowe, Heater. 2007. Communication Across Culture. Australia: Cambridge University Press. Rusbiantoro, Wenny. 2011. Penggunaan Kata Sapaan dalam Bahasa Melayu Kutai. Parole: Journal of Linguistics and Education. Vol. 2 No. 1 http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=23093 diakses tanggal 13 Pebruari 2015. Sumampouw, 1990. Pola Penyapaan dalam Interaksi Verbal dengan Latar Multi Lingual: Studi Kasus Warga Kampus Universitas Sam Ratulangi. Disertasi 70 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Seni 2016 Jurusan PBS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Mendalo Darat, 5 Agustus 2016 http://books.google.co.id/books/about/Pola_penyapaan_dalam_interaksi_verba l_de.html?id=2r2KmgEACAAJ&redir_esc=y Syarfina, Tengku. 2007. Sistem Sapaan dan Istilah Kekerabatan dalam Bahasa Melayu Deli. Tesis.. Traditional Jambi Malay, http://lingweb.eva.mpg.de/jakarta/jambi_malay.php diakses tanggal 13 Pebruari 2015 71