analisis semiotika maskulinitas dalam iklan televisi

advertisement
MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI
(ANALISIS SEMIOTIKA MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI
GUDANG GARAM MERAH VERSI “THE CAFÉ”)
Romi Comando Girsang
070904077
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Maskulinitas dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika
Maskulinitas Dalam Iklan Televisi Gudang Garam Merah Versi “The Cafe”). Iklan
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana maskulinitas ditampilkan dalam iklan
serta untuk mengetahui makna dan mitos apa saja yang muncul dalam iklan Gudang
Garam Merah versi The Cafe. Rokok sangat dekat dan melekat pada laki-laki. Dalam
iklan rokok, laki-laki selalu dicitrakan sebagai makhluk yang maskulin. Teori yang
digunakan, yaitu: Komunikasi, Komunikasi Massa, Iklan, Semiotika, Semiotika
Roland Barthes, Semiotika Komunikasi Visual, Maskulinitas. Penelitian ini
menggunakan kerangka analisis semiologi Roland Barthes, yaitu analisis leksia dan
analisis lima kode pembacaan dalam level denotasi, konotasi dan mitos. Hasil
penelitian ini menemukan Maskulinitas yang digambarkan dalam iklan Gudang
Garam Merah versi The Cafe adalah maskulinitas tradisional dan maskulinitas baru
(new masculinities). Makna denotasi yang terdapat dalam iklan ini yaitu laki-laki
yang disebut maskulin adalah laki-laki yang memiliki fisik kuat, keras, dan macho,
mampu menghangatkan suasana, dan mampu menunjukkan rasa kasih sayang kepada
orang lain. Makna konotasi yang terdapat dalam iklan ini digambarkan lewat simbolsimbol seperti harmonika, warna merah, simbol huruf „g‟, dan tag line. Mitos yang
terdapat dalam iklan ini adalah rokok merupakan lambang maskulinitas.
Kata kunci : Maskulinitas, Iklan Gudang Garam Merah, Iklan Televisi
PENDAHULUAN
Gaya hidup masyarakat saat ini sangat dekat dengan rokok. Tidak hanya orang
dewasa, remaja dan anak-anak sekarang juga sudah banyak yang mengkonsumsi
rokok. Iklan-iklan rokok menggiring anak-anak muda dan remaja untuk menjadi
perokok pemula sebagai pengganti perokok yang sudah berhenti karena sudah tua dan
sakit atau meninggal akibat merokok. Citra yang dibentuk iklan rokok membuat
seolah-seolah merokok itu adalah hal yang normal dan rokok adalah barang biasa.
Umumnya pencitraan dalam iklan televisi disesuaikan dengan kedekatan jenis objek
iklan yang diiklankan. Rokok merupakan benda konsumsi yang sangat dekat dan
melekat pada laki-laki. Sebagai tokoh utama yang ditampilkan dalam iklan rokok,
laki-laki selalu dicitrakan sebagai makhluk yang maskulin.
1
Namun saat ini tidak selamanya maskulinitas laki-laki dicitrakan atau
direpresentasikan sebagai makhluk yang macho, berani, tangguh, dan berwibawa.
Iklan rokok Gudang Garam Merah versi The Café berdurasi 45 detik. Tokoh utama
laki-laki dalam iklan rokok Gudang Garam Merah versi The Café ini digambarkan
sebagai laki-laki yang tidak memiliki keberanian, tidak macho, dan tidak kekar atau
gagah seperti yang biasa digambarkan pada iklan rokok lain.
Iklan (advertisement) adalah pesan komunikasi yang disebarluaskan kepada
khalayak untuk memberikan sesuatu atau untuk menawarkan barang dan jasa dengan
menyewa media massa (Effendi, 1989: 8). Iklan televisi merupakan media periklanan
yang menggunakan cerita-cerita pendek menyerupai karya film pendek. Dan karena
waktu tayangan yang pendek, maka iklan televisi berupaya keras meninggalkan kesan
yang mendalam kepada pemirsa dalam beberapa detik (Bungin, 2008: 110).
Fokus masalah dalam penelitian ini yang ditarik berdasarkan latar belakang
masalah diatas adalah :
1. “Bagaimana maskulinitas ditampilkan dalam iklan Gudang Garam Merah
versi The Café?”
2. “Makna dan mitos apa sajakah yang muncul dalam iklan Gudang Garam
Merah versi The Café?”
KAJIAN PUSTAKA
Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata
Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare
yang berarti “membuat sama” (to make common) (Mulyana, 2005: 41). Sebuah
defenisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell bahwa cara yang tepat untuk
menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who says what
in which channel to whom with what effect” Atau siapa yang menyampaikan, apa
yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya.
Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir seiring
dengan penggunaan alat- alat mekanik yang mampu melipat gandakan pesan-pesan
komunikasi. Dalam catatan sejarah publistik, komunikasi massa dimulai satu
setengah abad abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Johan Gutenberg (Wiryanto,
2004:67).
Iklan
Iklan merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada
informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun
sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah
2
pikiran orang untuk membeli. Sedangkan periklanan adalah keseluruhan proses yang
meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan
(Kotler, 2003: 206).
Iklan Televisi
Iklan televisi merupakan aktivitas dalam dunia komunikasi, karena iklan juga
menggunakan prinsip komunikasi massa. Komunikasi massa mutlak menggunakan
media massa dalam proses penyampaiannya. Iklan televisi mempunyai dua segmen
dasar, yaitu bagian visual yang dapat dilihat pada layar televisi dan audio, selain itu
juga disusun dari kata-kata yang diucapkan, musik, dan suara. Keutamaan televisi
yaitu bersifat dapat dilihat dan didengar, “Hidup” menggambarkan kenyataan dan
langsung menyajikan peristiwa yang terjadi di tiap rumah pemirsanya (Effendy,
1993:314).
Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tandatanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia
ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam
istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) (Sobur, 2009:15).
Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang gencar
mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan
kritikus sastra Perancis yang ternama. Roland Barthes adalah tokoh strukturalis
terkemuka dan juga termasuk ke dalam salah satu tokoh pengembang utama konsep
semiologi dari Saussure. Bertolak dari prinsip-prinsip Saussure, Barthes
menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menjelaskan gejala
budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya
sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang memiliki sistem relasi dan
oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang merupakan warisannya untuk dunia intelektual
adalah konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menganalisis budaya,
dan konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang
dalam kehidupan sehari-hari (Sobur, 2004:46).
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap
(two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara
signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini menggambarkan relasi
antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam tanda, dan antara tanda dan
dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini mengacu pada makna
sebenarnya (riil) dari penanda (objek). Dan sinifikasi tahap kedua adalah interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi). Dalam istilah yang digunakan
Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda
(konotasi, mitos, dan simbol) dalam tatanan pertanda kedua (signifikasi tahap kedua).
3
Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan
atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya.
Roland Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana
naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebutnya sebagai
leksia-leksia (lexias), yaitu satuan-satuan pembacaan (unit of reading) dengan
panjang pendek bervariasi. Sepotong bagian teks yang apabila diisolasikan akan
berdampak atau memiliki fungsi yang khas bila dibandingkan dengan teks lain
disekitarnya, adalah sebuah leksia. Sebuah leksia bisa berupa apa saja, berupa satudua patah kata, kelompok kata, beberapa kalimat, bahkan sebuah paragraf (Budiman,
2003:53).
Lima kode yang ditinjau Barthes yaitu (Sobur, 2004: 65-66) :
1. Kode Hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks,
kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi
tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan
suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.
2. Kode Proaretik, atau kode tindakan/lakuan dianggap sebagai perlengkapan
utama teks yang dibaca orang, yang artinya antara lain semua teks bersifat
naratif. Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi. Pada praktiknya
ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau
peristiwa karena kita dapat memahaminya.
3. Kode Simbolik, merupakan aspek pengodean yang paling khas bersifat
struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes pascastruktural.
Pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi kekuatan dan nilainilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat dikodekan.
4. Kode Kultural (Kode Gnomik), kode ini merupakan acuan teks ke bendabenda yang sudah diketahui dan sudah dikodifikasi oleh budaya. Menururt
Barthes, realisme tradisional didefenisi oleh acuan kepada apa yang telah
diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kecil
yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu.
5. Kode Semik atau kode konotatif menawarkan banyak sisi, dalam proses
pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan
satuan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita.
Semiotika Komunikasi Visual
Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat
sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,
baik tanda verbal yang mencakup bahasa yang kita kenal maupun tanda non verbal
4
yaitu bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan. Iklan juga menggunakan tiruan
indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2004: 116).
Semiotika komunikasi visual diperlukan untuk mengkaji tanda verbal (judul,
subjudul, dan teks) dan tanda visual ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual).
Diharapkan pisau analisis semiotika visual mampu menjadi salah satu pendekatan
untuk memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual
karya desain komunikasi visual (Tinarbuko, 2010: 9).
Maskulinitas
Berbicara rmengenai maskulinitas tentu saja tak bisa lepas dari pembicaraan
mengenai gender. Secara umum, gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin
dianggap sebagai konstruksi biologis yang dibawa setiap individu sesuai dengan
kodratnya sejak lahir di muka bumi ini. Konstruksi ini pada dasarnya tidak pernah
berubah. Sedangkan gender adalah kontruksi sosial dan budaya. Konstruksi ini
dibentuk melalui proses panjang dalam kehidupan berbudaya, dari waktu ke waktu,
oleh karena itu gender bersifat dinamis (Kurnia, 2004:18).
Maskulinitas merupakan suatu konsep yang hadir sebagai konstruksi sosial. Davies
mengatakan maskulinitas dan feminitas bukan milik pribadi tapi merupakan properti
struktural dari masyarakat kita. Dua konsep tersebut dikondisikan dan timbul dari
interaksi sosial. Pendapat Davies pada intinya bahwa konsep maskulinitas dibentuk
atau dengan sengaja dikonstruksi, yaitu melalui berbagai bentuk interaksi yang
melibatkan berbagai nilai yang berkembang di masyarakat (Wibowo, 2011:132).
Maskulinitas dalam Iklan
Rohlinger dalam Kurnia (2004:27) menyatakan bahwa pembahasan mengenai
maskulinitas dalam iklan selain berada dalam wilayah diskusi representasi gender,
juga berkenaan dengan permasalahan sistem ekonomi gtobal yang ada dalam
kapitalisme. Dalam era post-industrial sekarang ini para pengiklan turut berlomba
untuk mencari pasar baru. Imaji tentang laki-laki yang maskulin kemudian dijual
untuk menarik konsumen laki-laki baru sekaligus menarik perhatian perempuan yang
merasa dirinya merdeka. Imaji yang merepresentasikan maskulinitas laki-laki melalui
penampakan fisik ideal dari figur laki-laki atraktif sekaligus berotot untuk dijadikan
'pajangan' dalam iklan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalahmasalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang holistis, kompleks,
dan rinci. Dalam menganalisis media, paradigm yang lazim digunakan adalah
paradigma kritis. Paradigm kritis selalu curiga dan mempertanyakan kondisi
masyarakat dewasa ini. Dalam kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif, dan
bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan
menipu kesadaran khalayak.
5
Analisis semiotika termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini
percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol
kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan
mengontrol media. Tujuan dari penelitian kritis adalah mengkritik ketimpangan sosial
dalam masyarakat dan berusaha mengungkapkan realitas media yang semu sehingga
khalayak menjadi sadar media. Dalam paradigma kritis, penelitian yang bersangkutan
tidak bisa menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini bisa membuat
perbedaan penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87).
Objek Penelitian
Dalam peneletian ini yang menjadi objek penelitian adalah Iklan Gudang Garam
Merah Versi The Café tahun 2012. Peneliti mengunduh terlebih dahulu video iklan
tersebut dari situs Youtube, kemudian mengubah video tersebut menjadi potonganpotongan gambar yang akan dianalisis. Setelah dikonversi video iklan tersebut
menjadi 43 potongan gambar. Dari 43 gambar tersebut peneliti memilih 29 gambar
yang dianggap memenuhi kriteria untuk dianalisis yang kemudian peneliti bagi
kedalam enam scene. Peneliti menganggap 29 gambar yang dipilih telah
menggambarkan seluruh ide cerita dan penggambaran maskulinitas laki-laki dalam
iklan.
Kerangka Analisis
Penulis menggunakan analisis semiotika, dengan menggunakan teknik analisis
semiologi Roland Barthes signifikasi dua tahap (two order of signification); denotasi,
konotasi, dan mitologi. Dalam konsep semiologi Roland Barthes makan denotasi,
konotasi, dan mitologi yang ada dalam iklan tersebut akan dikaji lebih dalam lagi
dengan menggunakan lima kode pembacaan. Kelima kode tersebut adalah kode
hermeneutika, kode proairetik (proairetic code), kode simbolik (symbolic code), kode
cultural (cultural code), dan kode semik.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi dokumenter, yaitu dengan mengunduh video iklan Gudang Garam Merah
versi The Cafe tahun 2012 yang diunduh dari situs Youtube. Video tersebut
kemudian dikonversi menjadi gambar yang terdiri dari 43 potongan gambar.
Dari semua gambar tersebut kemudian diseleksi dan terpilih 29 gambar yang
peneliti anggap layak dan memenuhi kriteria untuk diteliti.
b. Studi Kepustakaan yaitu penelitian ini dilakukan dengan mencari dan
mengumpulkan data dari sumber buku dan literatur yang relevan seperti buku,
jurnal penelitian, dan dari sumber bacaan dari internet yang tentunya dapat
dipercaya keabsahan datanya.
Teknik Analisis Data
6
Penulis menggunakan analisis semiotika, dengan menggunakan teknik analisis
semiologi Roland Barthes signifikasi dua tahap (two order of signification); denotasi,
konotasi, dan mitologi.
Analisis Leksia
Leksia dipilih dan ditentukan berdasarkan pada kebutuhan pemaknaan yang akan
dilakukan. Oleh karena itu, leksia dalam narasi bahasa bisa didasarkan pada: kata,
frasa, klausa, ataupun kalimat. Sedangkan pada gambar, leksia biasanya didasarkan
pada satuan tanda-tanda (gambar) yang dianggap penting dalam pemaknaan.
Kode Pembacaan
Barthes menggunakan lima kode pembacaan untuk menganilisis lebih dalam
makna denotasi, konotasi dan mitologi yang terdapat dalam iklan tersebut. Kelima
jenis kode tersebut meliputi kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode
proairetik dan kode kultural.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis dari gambar yang diambil dari
potongan-potongan video iklan Gudang Garam Merah versi the cafe tahun 2012, lakilaki digambarkan dalam sosok maskulinitas tradisonal dalam sosok pemuda geng
motor. Penampilan yang garang, dingin, dan macho membuat mereka semakin
maskulin. Laki-laki yang disatu sisi mampu membuat dirinya terasa lebih superior
dan disisi lain membuat orang-orang di sekitarnya menjadi lebih lemah.
Laki-laki dengan ciri maskulinitas baru juga digambarkan dalam iklan ini. Laki-laki
yang trendy, wajah mulus dan terawat, dan juga hangat digambarkan dalam sosok
laki-laki yang pandai memainkan harmonika. Meskipun tidak unggul dalam
penampilan fisik yang berotot,gagah, atau macho, namun laki-laki tersebut dapat
menutupi kekurangannya dengan sikap yang mampu membuat suasana menjadi
hangat.
Berbagai bentuk penggambaran dan pembentukan citra laki-laki inilah yang
menjadi ideologi yang sengaja diciptakan untuk memengaruhi anak-anak muda.
Rokok dijadikan sesuatu yang wajib dikonsumsi oleh laki-laki agar pantas disebut
sebagai laki-laki sejati. Para produsen rokok juga memanfaatkan mitos-mitos yang
berkembang dan bertahan secara turun temurun di dalam masyarakat untuk
menguatkan idiologinya tersebut agar gampang diterima akal sehat. Rokok dianggap
sebagai lambang maskulinitas dari seorang pria. Laki-laki yang digambarkan dengan
tubuh sempurna, memiliki dada yang bidang, perut six pack, lengan yang berotot,
memiliki kumis atau jenggot, akan semakin terlihat maskulin dengan mengonsumsi
rokok. Ideologi inilah tanpa disadari oleh kalangan muda ditanamkan ke dalam
benak mereka melalui iklan rokok yang mereka tonton.
Apabila dibiarkan secara terus menerus anak-anak muda akan menganggap
merokok itu adalah sesuatu yang wajar dilakukan. Ancaman akan bahaya kesehatan
yang secara nyata dituliskan dalam iklan dan kemasan rokok menjadi tidak berguna.
7
Anak-anak muda seharusnya menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan rokok dan
juga dapat berpikir lebih bijak dalam memilih tren dan gaya hidup. Untuk menjadi
anak muda yang gaul dan up to date bisa didapatkan dengan mengikuti gaya hidup
positif dan pola hidup sehat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap 29 gambar yang terbagi kedalam enam scene
dari iklan Gudang Garam Merah versi the cafe tahun 2012, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Maskulinitas yang digambarkan dalam iklan tersebut terbagi dalam dua
bentuk. Pertama, maskulinitas tradisional yang menganggap tinggi nilai-nilai,
antara lain kekuatan, kekuasaan, penampilan fisik yang kuat, keras, beraroma
keringat, dilabeli sifat 'macho'. Di dalam iklan ini maskulinitas tradisional
dicitrakan dalam sosok laki-laki yang mengendarai motor besar (geng motor).
Penggambaran tersebut bisa kita lihat pada scene kedua, yaitu pada gambar 11
dimana terdapat enam orang laki-laki yang sedang memarkirkan sepeda motor
besar mereka. Kemudian pada scene ketiga, yaitu pada gambar 13 dan 14
dimana digambarkan keenam laki-laki tersebut memasuki cafe. Laki-laki
pertama berperawakan seram, memakai jaket kulit dan memiliki kumis dan
jenggot. Laki-laki kedua berpostur lebih tinggi dan lebih berisi daripada lakilaki pertama. Ciri-ciri fisik tersebut menunjukkan sisi maskulinitas mereka
yang tergolong kedalam maskulinitas tradisional.
2. Maskulinitas yang kedua adalah maskulinitas baru (new masculinitie). Iklan
sekarang memposisikan laki-laki sebagai obyek seksual. Iklan menciptakan
standar baru masyarakat untuk laki-laki, yakni sebagai sosok yang agresif
sekaligus sensitif, memadukan antara unsur kekuatan dan kepekaan sekaligus.
Laki-laki macho sudah tergantikan oleh sosok laki-laki yang kuat dan tegar di
dalam tetapi lembut di permukaan. Ungkapan untuk karakter ini adalah lakilaki metroseksual. Di dalam iklan ini maskulinitas baru dicitrakan dalam
sosok laki-laki yang pandai memainkan harmonika. Penggambaran tersebut
dapat kita lihat pada scene pertama, yaitu pada gambar 2,3,5, dan 6. Laki-laki
tersebut digambarkan sebagai sosok yang tampan, fashionable, dan lembut.
Kemudian pada scene kedua, yaitu pada gambar 7 dan 8 dimana kelembutan
dan kehangatan dari laki-laki tersebut ditonjolkan. Pada scene keempat yaitu
pada gambar 17 dan 18 laki-laki tersebut memperlihatkan kepekaannya dalam
mencari solusi. Pada scene kelima penggambaran maskulinitas baru ini
terdapat pada gambar 20, 21, 23, 24, dan 25. Laki-laki tersebut menunjukkan
sisi agresifitasnya dan sensitifitasnya dengan mengubah suasana cafe yang
tegang dan dingin menjadi hangat. Dengan memainkan harmonika laki-laki
tersebut menenangkan hati pacarnya dan menghangatkan suasana cafe. Hal
yang sama juga digambarkan pada scene keenam yaitu yang terdapat pada
gambar 26 dan 27.
8
3. Makna yang dapat digali dari iklan Gudang Garam Merah versi the cafe tahun
2012 yaitu makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi dari iklan
tersebut, yaitu iklan ini menggambarkan sosok laki-laki yang disebut
maskulin. Laki-laki yang disebut maskulin adalah laki-laki yang memiliki
fisik yang kuat, keras, dan macho. Selain itu laki-laki juga disebut maskulin
apabila mampu menghangatkan suasana dan menunjukan rasa kasih sayang
pada orang lain. Makna konotasi yang terdapat dalam iklan ini digambarkan
lewat simbol-simbol yang terkandung di dalam iklan. Harmonika adalah
konotasi dari wujud rokok Gudang Garam Merah. Warna merah yang
dominan dan tagline “merah itu hangat” merupakan konotasi dari warna
kemasan rokok Gudang Garam Merah dan rokok Gudang Garam Merah
memiliki kandungan cengkeh yang menciptakan rasa hangat. Tagline
“beginilah kualitas merah” bermakna Gudang Garam Merah merupakan rokok
yang berkualitas tinggi karena terbuat dari tembakau dan cengkeh kualitas
terbaik.
Mitos yang dapat digali dari pemaknaan dalam iklan televisi rokok Gudang
Garam Merah versi the cafe tahun 2012 ini adalah rokok merupakan lambang
maskulinitas. Laki-laki yang termasuk kedalam maskulinitas tradisional yaitu lakilaki yang memiliki fisik yang kekar, berotot, dan macho akan lebih terlihat maskulin
apabila mengonsumsi rokok. Begitu juga sebaliknya, maskulinitas baru yang tidak
lagi terpaku pada penampilan fisik yang kekar dan macho, bisa terlihat lebih maskulin
apabila mengonsumsi rokok.
Saran
Beberapa saran yang ingin diberikan penulis adalah :
1. Saran penelitian, peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat banyak
kekurangan dalam penelitian ini. Sulitnya peneliti mendapatkan data sejarah
dan budaya untuk beberapa konten analisis menjadi kelemahan dalam
penelitian ini. Peneliti berharap dapat memberikan hasil yang lebih
memuaskan pada penelitian-penelitian berikutnya.
2. Saran dalam kaitan akademis, mahasiswa komunikasi dituntut untuk menjadi
persona yang melek media. Untuk mengasah kemampuan dalam mengungkap
makna, realitas, dan konstruksi dalam sebuah media, mahasiswa
membutuhkan bimbingan dan pembelajaran yang lebih banyak mengenai
analasisi semiotika. Adanya pemaparan dan penjelasan yang lebih mendalam
tentang analisis semiotika di dalam mata kuliah teori komunikasi dan
komunikasi massa menjadi sebuah kebutuhan.
3. Saran dalam kaitan praktis, anak muda khususnya laki-laki yang menjadi
khalayak sasaran dari iklan rokok di berbagai media selayaknya dapat berpikir
lebih rasional dalam memaknai sebuah iklan. Rokok dapat merusak kesehatan.
Bahkan peringatan larangan merokok sudah berbunyi “rokok membunuhmu”.
Mulailah mengikuti gaya dan pola hidup sehat dengan tidak merokok. tidak
9
merokok bukan hanya melindungi kesehatan diri sendiri tetapi juga
melindungi kesehatan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman,Kris. 2003. Semiotika Visual. Yogyakarta : Buku Baik.
Bungin, Burhan, 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana.
Effendy,Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi.. Bandung : PT. Mandar Maju.
Effendy,Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.Bandung. PT
citra Aditya Bakti.
Kotler,Phillip. 2003. Manajemen Pemasaran: Analisa, Perencanaan, Implikasi dan
Kontrol, Jilid I. Jakarta. PT Prenhallindo.
Kurnia,Novi. 2004. Representasi Maskulinitas dalam Iklan. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UI Volume 8, Nomor 1. Jakarta.
Mulyana,Dedy, 2005: Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Newman,William Lawrence. 2000. Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approaches. University of Wiscoustin at Whitewater
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
__________. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Tinarbuko,Sumbo. 2010. Semiotika Komunikasi Visual. Jalasutra
Wibowo,Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media
Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Grasindo
10
Download