Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan:

advertisement
Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan:
Langkah-Langkah Implementasi Rekomendasi Komite Anti Penyiksaan PBB
Pendahuluan
Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia (HAM) yang sui
generis (rights holders as sui generis) ditandai manakala Konvensi Hak Anak (KHA) telah
diratifikasi oleh 193 negara. Dengan demikian sebanyak 193 pemerintah telah menerima
kewajibannya untuk mengambil semua langkah-langkah legislative, administrative, sosial, dan
pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua bentuk-bentuk dan
manifestasi kekerasan. 1 Kendati ratifikasi KHA telah menunjukkan universalitas, namun
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan kekuasaan (children’s
protection from violence, exploitation, and abuse) masih sangat lemah. Anak sebagai bagian
integral dari komunitas, paling lemah kemampuannya untuk melindungi diri mereka sendiri,
malah mereka menjadi obyek segala bentuk dan manifestasi kekerasan. Penghukuman secara
fisik dan merendahkan martabat anak masih jamak dan meluas dilakukan dalam komunitas
seperti di sekolah, di rumah, dan masyarakat setempat.
Berdasarkan kondisi di atas, PBB melakukan studi global kekerasan terhadap anak pada
2003. Pesan utama dari studi tersebut yang diungkapkan oleh Pelapor Ahli Independen Paulo
Sérgio Pinheiro adalah tidak ada satu pun kekerasan terhadap anak dapat dibenarkan dan
segala bentuk kekerasan terhadap anak dapat dicegah. (No violence against children is
justifiable; all violence against children is preventable). 2
Pesan lebih jauh juga disampaikan oleh Komite Hak Anak (The Committee on the
Rights of the Child), pada Komentar Umum No. 8 bahwa hak anak untuk mendapatkan
perlindungan dari penghukuman fisik (corporal punishment) dan bentuk penghukum yang
kejam atau merendahkan martabat anak sebagaimana diatur dalam Pasal 19, 28 (2), dan 37,
inter alia, menjadi kewajiban setiap Negara. Bahkan dalam Komentar Umum tersebut
dinyatakan bahwa Negara harus segara melarang dan menghapus semua bentuk penghukuman
fisik dan bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan martabat.3
Implementasi kewajiban-kewajiban yuridis di atas, dapat dieksaminasi dengan melihat
pada rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh komite-komite PBB sesuai dengan
mandate yang diberikan oleh instrumen hukum HAM internasional. Komite-komite tersebut
memiliki otoritas untuk melihat tingkat kepatuhan Negara dalam mengimplementasikan
kewajiban-kewajiban yang diatur dalam setiap instrumen hukum HAM internasional tersebut.
Setiap komite menerbitkan Concluding Observation untuk merespon kinerja suatu Pemerintah
Lihat Pasal 19 (1) KHA:
”Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk
melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan
alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selam dalam pengasuhan (para) orang tua, wali hukum
atau orang lain manapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak.”
2 Lihat Report of the independent expert for the United Nations study on violence against children. The United Nations
Study on Violence against Children, 2003
3 Lihat GENERAL COMMENT No. 8 (2006) The right of the child to protection from corporal punishment and other
cruel or degrading forms of punishment (arts. 19; 28, para. 2; and 37, inter alia)
1
Hal. | 1
yang dilaporkan kepada komite. Dalam konteks Indonesia Concluding Observation komitekomite yang perlu dicermati, khususnya terkait monitoring implementasi kewajiban Negara
untuk menghapus penghukuman fisik dan bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan
martabat anak sebagai berikut:
1. Committee against Torture
2. Committee on the Rights of the Child
Rekomendasi-Rekomendasi
Internasional
Komite-Komite
dan
Amatan
Masyarakat
Rekomendasi-rekomendasi yang patut dicermati terkait dengan isu penghukuman fisik
(corporal punishment) dan bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan martabat anak
sebagai berikut:
Komite
Fokus Perhatian
Committee on
the Rights of the
Child
 Penghukuman fisik masih terjadi
secara meluas pada keluarga dan
sekolah, secara kultural dan
hukum juga masih diterima dan
dibenarkan
Rekomendasi

Memastikan amandemen peraturan
perundang-undangan yang melarang
tindakan penghukuman fisik pada
semua lingkungan termasuk pada
keluarga, sekolah, dan tempat-tempat
layanan anak lainnya

Melakukan kampanye mengenai
dampak negatif perlakuan salah
terhadap anak dan mempromosikan
pendisiplinan nir kekerasan sebagai
alternative pengganti penghukuman
badan.
 Tingginya tingkat kekerasan
terhadap anak di sekolah,
termasuk pemerasan dan tawuran
pelajar, serta tidak adanya hukum
yang mengatur disiplin sekolah
serta melindungi anak dari
kekerasan dan pelecehan di
sekolah.

Memperluas upaya untuk mengatasi
masalah perlakuan salah dan
penelantaran, termasuk pelakuan
salah secara seksual, dan mendorong
adanya sistem nasional untuk
menerima, memantau, dan
menginvestigasi laporan dan
menuntut kasus secara hati-hati,
dengan memperhatikan sensifitas
anak dan privasi anak;
 Tingginya jumlah anak yang
menjadi korban kekerasan,
pelecehan dan ditelantarkan,
termasuk pelecehan seksual, di
sekolah, tempat-tempat umum
dan di tempat-tempat penahanan
serta dalam keluarga.

Memastikan bahwa korban
mempunyai akses ke konseling dan
mendapat bantuan pemulihan dan
reintegrasi, dan memastikan bahwa
panti hanyalah alternative terakhir
dalam penyatuan anak korban
pemerkosaan;

Memastikan pelaku kekerasan
dituntut di depan pengadilan;
Hal. | 2
Committee
Against Torture
 Ketiadaan registrasi yang
sistematis atas semua tahanan,
termasuk tahanan anak
 Penggunaan kekerasan yang
tidak seimbang dan meluasnya
penyiksaan, hukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi, dan
merendahkan martabat
seseorang dan penghukuman
oleh anggota militer, polisi, dan
kelompok paramiliter. Tindakan
serupa juga terjadi selama
operasi mililer khususnya di
Papua dan Aceh, dan propinsi
lain di mana konflik senjata
terjadi
 Tahanan Anak belum
sepenuhnya terpisah dengan
tahanan dewasa
 Masih banyak anak-anak yang
melakukan kejahatan ringan
ditahan
 Penghukuman fisik masih sering
terjadi dan dibenarkan secara
hukum
 Perlindungan terhadap anak
jalanan dari tindakan kekerasan
belum mendapatkan perhatian
yang layak
 Situasi pengungsi dan
pengungsi dalam negeri sebagai
akibat konflik bersenjata yang
hidup dalam camp pengungsian
sering kali menjadi korban

Memperluas upaya yang telah
dilakukan saat ini guna mengatasi
masalah pelecehan, penelantaran,
termasuk pelecehan seksual, dan
memastikan bahwa ada suatu system
nasional yangmenerima, mengawasi
dan menyelidiki laporan tentang
anak, dan bilaman perlu membawa
kasus ke pengadilan dengan cara
yang berpihak pada anak serta
menjamin kerahasiaan korban

Negara harus memastikan bahwa
semua tersangka yang sedang
diinvestigasi dalam proses peradilan
pidana harus teregistrasi termasuk
termasuk anak-anak

Negara harus mengambil semua
langkah-langkah untuk mencegah
polisi dan militer menggunakan
kekerasan yang berlebihan dan/atau
tindakan penyiksaan selama operasi
militer, khususnya terhadap anakanak

Negara harus menaikkan usia
pertanggung jawaban pidana anak
sesuai dengan norma dan standar
internasional
Menghapus semua bentuk
penghukuman fisik terhadap anak
Tindakan terhadap anak harus sesuai
dengan usia anak
Menjamin sistem peradilan pidana
anak berdasarkan pada Standard
Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice
(the Beijing Rules), Guidelines for
the Prevention of Juvenile
Delinquency (the Riyadh Guidelines)
dan Rules for the Protection of
Juveniles Deprived of Their Liberty
(the Tokyo Rules).




Negara harus mengambil upaya yang
efektif untuk mencegah kekerasan
terhadap anak yang berada dalam
pengungsian, membuatkan akta
kelahiran untuk mencegah anak
Hal. | 3
perlakuan salah
dilibatkan dalam konflik bersenjata
anak
 Ketiadaan data yang terpisah dan
komprehensif mengenai
tuntutan, penyelidikan,
penuntutan, dan penghukuman
terhadap kasus-kasus
penyiksaan dan perlakuan salah
yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum, militer,
termasuk pelaku trafiking,
penghilangan paksa, pengungsi
dalam negeri, kekerasan terhadp
anak, perlakuan salah terhdap
pekerja migrant,kekerasan
terhadap minoritas, dan
kekerasan seksual pada ranha
domestik.

Negara harus mengkompilasi data
statistic yang relevan guna
memonitor implementasi Konvensi
CAT dalam level nasional, termasuk
tuntutan, penyelidikan, penuntutan,
dan penhukuman terhadap kasus
penyiksaan, perlakuan salah,
terhadap anak-anak
Selain rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan oleh dua komite tersebut di atas,
realita ketiadaan instrumen hukum yang melindungi anak dari tindakan penghukuman badan,
sebagai salah satu bentuk dan manifestasi kekerasan yang menjadi ruang lingkup Konvensi
CAT4, dapat merujuk pada hasil amatan dari Global Initiative to End Corporal Punishment of
Children pada Januari 2008, Negara Indonesia termasuk salah satu
negara yang belum
memiliki komitmen secara legal untuk melarang tindakan penghukuman badan (prohibition
incomplete and no commitment to reform). Tabel di bawah ini menunjukkan hal tersebut.
Negara
Indonesia
Larangan
penghukuman
badan di
rumah
Larangan
penghukuman
badan di
sekolah
Belum ada
Belum ada
Larangan penghukuman badan di
sistem peradilan pidana
Tahanan/
narapidana
Ada
Tindakan
pendisiplinan
Belum ada
Larangan
penghukuman
badan di
tempat layanan
lain
Belum ada
Dalam studi ini terdapat catatan bahwa larangan penghukuman badan telah diatur dalam tetapi
justru terdapat dalam hukum syariah di Provinsi Aceh dan peraturan daerah berbasis hukum
Islam. 5
Lihat Pasal 16 ayat (1) Konvensi Anti Penyiksaan :
Setiap Negara Pihak harus mencegah, di wilayah kewenangan hukumnya perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia, yang tidak termasuk tindak penyiksaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1,
apabila tindakan semacam itu telah dilakukan oleh atau atas hasutan atau dengan persetujuan atau kesepakatan diam-diam pejabat
publik atau orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Secara khusus, kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam Pasal 10,
Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berlaku sebagai pengganti acuan terhadap tindak penyiksaan ke bentuk-bentuk lain dari
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
5 Lihat http://www.endcorporalpunishment.org/pages/pdfs/charts/Chart-Global.pdf
4
Hal. | 4
Hasil Konsultasi Anak tentang Kekerasan terhadap Anak6
Konsultasi Anak yang dilakukan di 18 provinsi dengan melibatkan sedikitnya 580 anak
pada Mei-Juni 2005, menghasilkan informasi yang sangat jelas bahwa kekerasan terhadap anak
terjadi pada ruang-ruang sosiologis yang sangat intim dan dekat dengan kehidupan anak. Locus
kekerasan tersebut terjadi pada :
1. Kekerasan terhadap anak di ranah rumah dan keluarga (Violence against Children in
the Home and the Family)
2. Kekerasan terhadap anak di ranah sekolah ( Violence against Children in Schools)
3. Kekerasan terhadap anak di ranah Institusi (Violence against Children in Institutions)
4. Kekerasan terhadap anak di ranah tempat bekerja (Violence against Children in Work
Situations
5. Kekerasan terhadap anak di ranah komunitas dan jalan (Violence against Children in
the Community and on the Street)
6. Kekerasan terhadap anak di ranah Institusi peradilan pidana (Violence against Children
in Conflict with the Law)
Kemudian bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak menurut hasil konsultasi tersebut meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
Kekerasan fisik
Kekerasan psikis
Eksploitasi fisik untuk kepentingan ekonomi
Kekerasan seksual dan eksplotasi seksual
Kekerasan yang diakibatkan tradisi atau adat
Untuk melindungi anak dari tindak kekerasan, konsultasi anak tersebut memberikan
rekomendasi sebagai berikut:
1. Pentingnya kampanye global untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
anak
2. Perubahan sistem hukum nasional yang lebih sensitive terhadap anak
3. Pembuatan regulasi di tingkat pusat maupun daerah yang melarang segala bentuk
penghukuman fisik pada anak di rumah dan di sekolah
4. Pembentukan institusi lokal untuk mengkaji dan mendiskusikan kembali kebiasaan dan
praktek-praktek adat yang melegitimasi kekerasan terhadap anak serta mengancam hakhak anak
5. Meningkatkan kapasitas anak dan masyarakat secara umum agar semua pihak lebih
memahami hak-hak anak
Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan
Kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari tindakan
bentuk penghukuman fisik dan bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan martabat
anak bermuara pada kebijakan publik. Keberpihakan Negara untuk merespon isu tersebut
dalam kebijakan publik semestinya berbentuk:
Lihat Kekerasan terhadap Anak di Mata Anak Indonesia: Hasil Konsultasi Anak tentang Kekerasan terhadap Anak di 18 Provnisi
dan Nasional, KPP, UNICEF, CCF, Plan, YKAI, YPHA, Save the Children, WVI, 2005
6
Hal. | 5
1.
2.
3.
4.
5.
Legislasi
Regulasi
Anggaran publik
Program
Perencanaan
Kewajiban negara
untuk mengambil kebijakan publik guna merespon permasalahan
penghukuman fisik dan bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan martabat anak
dimandatkan oleh instrumen Hukum HAM internasional terbaca pada Konvensi Hak Anak
(KHA) dan Konvensi Anti Penyiksaan.
Mandat perlindungan tersebut dalam KHA diatur dalam Pasal 37 menyatakan bahwa
tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain,
tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.
Kemudian Pasal dalam KHA yang relevan dengan kekerasan terhadap anak meliputi:7
1. Pasal 3 mengatur mengenai kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan
utama dalam mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan anak
2. Pasal 6 menetapkan bahwa memastikan menjamin sampai pada jangkauan semaksimum
mungkin ketahanan dan perkembangan anak.
3. Pasal 19 yang menyatakan bahwa Negara harus mengambil semua tindakan legislatif,
administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua
bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau
perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selama
dalam pengasuhan (para) orang tua, wali hukum atau orang lain manapun yang
memiliki tanggung jawab mengasuh anak.
4. Pasal 28 mengatur pemenuhan hak anak atas pendidikan dengan menyaratkan negara
harus mengambil langkah- langkah yang tepat untuk menjamin bahwa disiplin sekolah
dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia anak dan sesuai dengan
KHA.
5. Pasal 40 menegaskan dalam penegakan sistem peradilan pidana anak memiliki hak
untuk diperlakukan untuk diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan
peningkatan rasa penghormatan dan harga diri anak
Kemudian Komite Hak Anak melalui Komentar Umum (General Comment) melakukan
interpretasi legal untuk mengelaborasi kewajiban negara untuk melindungi anak dari tindakan
kekerasan.
1.
2.
Komentar Umum No. 1 mengenai tujuan dari pendidikan (the aims of education) , Pasal
29 (1) menyatakan bahwa :
Penghukuman fisik tidak sesuai dengan KHA, oleh karenanya pendidikan harus
menghormati martabat anak dan menghargai ekspresi anak di sekolah. Di
samping itu, pendidikan juga harus memajukan nilai-nilai nir kekerasan di
sekolah
Komentar Umum No. 8 mengenai Penghukuman Fisik8 menyatakan bahwa:
Peter Newell menunjuk Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 9, Pasal 12, Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 37
KHA untuk mendeskripsikan kewajiban Negara untuk melindungi anak dari tindak kekerasan. Lihat REPORT ON THE
EAST ASIA AND PACIFIC REGIONAL CONSULTATION ON VIOLENCE AGAINST CHILDREN, United
Nations Secretary General’s Study on Violence against Children, 2005
7
8
Komite Hak Anak dalam Komentar Umum No. 8 mendefinisikan penghukuman fisik dalam paragraph 11:
Hal. | 6
Kewajiban Negara untuk segera melarang dan menghapus semua bentuk
penghukuman fisik dan semua hukuman yang kejam atau penghukuman yang
merendahkan martabat anak seperti yang diatur dalam Pasal 19, Pasal 28 (2) dan
Pasal 37, mengadopsi dalam legislasi, melakukan penyadaran publik dan
menetapkan strategi untuk mengurangi dan mencegah segala bentuk kekerasan
anak di komunitas.
Selanjutnya, dalam konteks perlindungan anak terdapat 4 (empat) level respon Negara dalam
merespon penghukuman fisik terhadap anak di rumah, di sekolah, di institusi peradilan pidana,
dan institusi layanan sosial anak. Keempat level tersebut :9
Tidak memiliki
komitmen untuk
melarang
Berkomitmen penuh untuk
melarang dan/atau melalui
reformasi legal
(No commitment to
prohibition)
(Committed to full
prohibition and/or legal
reform under way)
Larangan melalui Putusan
Mahkamah Agung tetapi
belum diiadopsi dalam
legislasi
(Prohibition by Supreme
Court ruling but not yet
confirmed in legislation)
Larangan Penuh
dalam legislasi
(Full prohibition in
Legislation)
Idealnya respon Negara berada pada posisi level keempat dengan tindakan melislagi larangan
secara penuh terhadap tindakan penghukuman fisik pada locus sebagaimana tersebut di atas.
Kewajiban-kewajiban tersebut dikunci dengan ketentuan Pasal 4 KHA yang menyatakan bahwa:
Negara harus melakukan semua tindakan legislatif, administratif, dan tindakan lain
yang tepat untuk pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini.
Dengan kata lain Pasal ini mendelegasikan kepada negara untuk mengambil langkah-langkah
yang menjadi kewenangan atributifnya. Melalui kewenangannya tersebut, negara harus
mengambil semua langkah legislatif, administrasi, dan langkah lain yang tepat.10 Untuk itu
Tindakan tindakan yang harus diambil oleh Negara sesuai dengan kewajiban yang diatur dalam
pasal tersebut meliputi 11:
1. Memastikan bahwa semua peraturan perundang-undangan (legislative policy)
secara penuh berkesesuaian dengan prinsip-prinsip dan ketentuan KHA ;
2. Membuat suatu strategi nasional secara komprehensif guna memenuhi dan
Penghukuman fisik (corporal) sebagai setiap penghukuman yang mana kekuatan fisik dipergunakan dan ditujukan untuk
menyebabkan luka atau perasaan tidak nyaman , dan hal lain yang serupa. Perbuatan ini juga mencakup penghukuman non fisik
yang lain yang kejam dan merendahkan martabat anak dan tidak sesuai dengan KHA.
9 http://www.endcorporalpunishment.org/pages/frame.html
Rachel Hodgkin dan Peter Newell, Implementation Handbook for the Convention on The Rightd of the Child, UNICEF,
Geneva, Switzerland, 1998
11 Rachel Hodgkin dan Peter Newell, ibid
10
Hal. | 7
melindungi hak-hak anak ;
3. Pengalokasian dan analisis anggaran public berdasarkan kepentingan terbaik untuk
anak.
Instrumen Hukum HAM utama yang lain juga mutatis mutandis mengatur kewajiban Negara
memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari tindakan bentuk penghukuman fisik dan
bentuk penghukum yang kejam atau merendahkan martabat anak.
1. Konvensi Anti Penyiksaan
Pasal-pasal yang relevan antara lain:
a) Pasal 1
Untuk tujuan Konvensi ini, istilah "penyiksaan" berarti setiap perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperolah
pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah
dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa
orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap
bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan
oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.
Hal itu tidak meluputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari,
melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku. Pasal ini
tidak mengurangi berlakunya perangkat internasional atau peraturan
perundang-undangan nasional yang mengandung atau mungkin mengandung
ketentuan-ketentuan dengan penerapan yang lebih luas.
b) Pasal 2
Negara harus mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum, atau
langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah tindak penyiksaan di dalam
wilayah hukumnya.
c) Pasal 16
Negara harus mencegah, di wilayah kewenangan hukumnya perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia, yang tidak termasuk tindak penyiksaan sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 1, apa bila tindakan semacam itu telah dilakukan oleh atau atas hasutan
atau dengan persetujuan atau kesepakatan diam-diam pejabat publik atau orang
lain yang bertindak dalam jabatannya. Secara khusus, kewajiban-kewajiban yang
terkandung dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berlaku sebagai
pengganti acuan terhadap tindak penyiksaan ke bentuk-bentuk lain dari
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat manusia.
2. Kovenan Hak Sipil dan Politik
Kewajiban negara tersebut terdapat pada ketentuan sebagai berikut:
a) Pasal 7
Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau
hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
b) Pasal 10
Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi
dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia
c) Pasal 24 (1) :
Setiap anak berhak untuk mendapat hak atas langkah-langkah perlindungan
karena statusnya sebagai anak di bawah umur, terhadap keluarga, masyarakat
Hal. | 8
dan Negara tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna, jenis kelamin, bahasa,
agama, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan atau kelahiran
d) Pasal 26
Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang
sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun
seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asalusul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.
3. Komentar Umum Komite Hak Asasi Manusia No . 20
Komentar umum tersebut menyatakan bahwa
Larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Konvensi Anti Penyiksaan terkait tidak
hanya tindakan yang mengakibatkan luka tetapi juga tindakan yang menyebabkan
penderitaan mental bagi korban. Lebih jauh Komite juga menyatakan bahwa
larangan tersebut diperluas mencakup pula tindakan penghukuman fisik.
4. Kovenan Hak Ekonomi, Hak Sosial, dan Hak Budaya
a) Pasal 10 (3):
Langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus diberikan
untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa diskriminasi apapun
berdasarkan keturunan atau keadaan-keadaan lain.
b) Pasal 13 (1):
Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas
pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada
perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga
dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan
manusia yang mendasar.
5. Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya No. 13 tentang Hak
atas Pendidikan .
Adapun Komentar Umum tersebut menyatakan bahwa:
Penghukuman fisisk tidak sesuai dengan prinsip fundamental hukum HAM
Internasional yang tercantum dalam Deklarasi Umum Universal HAM dan
kedua Kovenan. Di sisi lain aspek penghukuman fisik juga bertentangan
dengan martabat manusia.
Berdasarkan paparan di atas salah satu upaya yang efektif untuk melindungi anak
dari tindakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat adalah larangan tindakan tersebut dinyatakan secara eksplisit
dalam hukum. Artinya anak-anak seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak untuk
mendapatkan perlindungan secara hukum dari tindakan pada semua lingkungan sosiologis
kehidupan mereka, seperti di rumah, di sekolah, di institusi peradilan pidana, institusi
layanan sosial, di komunitas, dan tempat kerja.
Kendati reformasi hukum (law reform) merupakan upaya yang esensial dan
fundamental untuk melindungi hak anak, namun upaya tersebut harus dibarengi dengan
penyadaran pada aparat (awareness-raising) dan pendidikan publik (public education)
kepada masyarakat. Dengan kata lain ketiga pilar dari sistem hukum yaitu: (i) substansi
hukum; (ii)struktur hukum/ tatanan hukum; dan (iii) budaya hukum, harus menjadi strategi
Hal. | 9
untuk menginternalisasikan dan menginstitusionalisasikan prinsip-prinsip dan normanorma perlindungan anak. Secara skematik dapat divisualisasikan dalam bagan berikut:12
KHA dan Konveni Anti
Penyiksaan
Implementasi
Reformasi Hukum
Reformasi Institusional
Substansi Hukum
Pengembangan Institusi/
Pelatihan bagi Aparat
Struktur Hukum
Imlementasi dalam Program dan
Perencanaan
Penghormatan Terhadap Hak
Anak/Mengembangkan Lingkungan
yang Menghormati Hak Anak
Budaya Hukum
Dalam konteks mengeksaminasi implementasi KHA oleh suatu Negara , Komite Hak Anak
menetapkan Petunjuk Laporan Periodik (Guidelines for Periodic Reports) di mana dalam
petunjuk ini ditetapkan langkah yang dapat diambil yaitu dengan cara menciptakan lingkungan
yang kondisuf untuk memastikan menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin
ketahanan dan perkembangan anak, termasuk fisil, mental, spriritual, moral, psikologis, dan
pengembangan sosial, dengan cara yang sesuai dengan martabat anak sehingga mempersiapkan
Mengadopsi langkah-langkah yang telah diujicobakan pada 3 (tiga) negara di Amerika Latin, yakni : Costa Rica,
Venezuala, dan Brazilia. Semua proses selalu diawali pada upaya mereformasi tatanan hukum melalui program legislasi
nasional dalam rangka penyesuaian dengan prinsip-prinsip dan norma-norma KHA. Lihat, Dorothy Rozga, Applying a
Human Rights Based Approach to Programming : Experiences of UNICEF, Presentation Paper prepared for the Workshop on
Human Rights, Assets and Livelihood Security, and Sustainable Development, London, UK, 2001
12
Hal. | 10
kehidupan anak sebagai individu dalam komunitas. Selanjutnya Komite merekomendasikan
langkah implementasi tersebut dilaksanakan di luar ranah hukum sebagai berikut:
1. Memberikan pelatihan yang memadai dan sistematis dan kepekaan terhadap hak
anak seperti pada anggota parlemen, hakim, pengacara, penegak hukum, tenaga
medis, guru, administrasi dan staf sekolah, dan pekerja sosial
2. Mengembangkan metode untuk mempromosikan hak anak, khususnya pada
pemerintah daerah dan mendukung aktivitas NGO
3. Menerapkan prinsip-prinsip umum KHA dalam perencanaan dan pembuatan
kebijakan pada setiap level juga kepada pengambil kebijakan pada institusi sosial
dan kesejahteraanm pendidikan hakim, dan otoritas administrasi
4. Mengambil langkah efektif yang ditujukan untuk menghilangkan prasangka atau
tingkah laku yang diskriminatif
Lebih jauh Komite menyatakan bahwa nilai-nilai tradisi yang menjadi acuan tingkah laku
masyarakat membatasi penghormatan terhadap pandangan anak. Untuk itu Komite
merekomendasikan negara untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempromosikan dalam keluarga, sekolah, dan institusi demikian pula pada
peradilan dan prosedur administrasi untuk menghormati pandangan anak dan
memfasilitasi partisipasi mereka pada setiap permasalahan yang berpengaruh pada
kehidupan mereka
2. Mengambil langkah segera untuk menolak pemberlakuan budaya impunitas
terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap anak
3. Mengambil langkah yang memadai, mencakup kampanye pendidikan publik yang
komprehensif untuk mencegah dan menolak tindakan negatif masyarakat yang
membedakan kelompok secara etnis
4. Membuka akses atas dampak alokasi anggaran publik dalam mengimplementasikan
hak asasi anak
5. Memprioritaskan dan mentargetkan layanan sosial bagi anak-anak yang rentan.13
Upaya-upaya implementasi KHA tersebut ditujukan untuk mengembangkan lingkungan yang
protektif terhadap anak dari tindakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Untuk mengembangkan lingkungan yang
protektif terhadap anak terdapat 8 (delapan) elemen kunci, yaitu:14
1.
2.
Kapasitas dan komitmen Pemerintah (Government Commitment and Capacity)
Perlindunganmelalui upaya ini termasuk: meratifikasi konvensi internasional tanpa
reservasi, ketentuan alokasi anggaran publik yang melindungi anak, deklarasi komitmen
publik, kebijakan yang berpusat pada kepentingan anak dan mendukung usaha publik
Legislasi dan penegakan hukum (Legislation and Enforcement)
Upaya ini dilakukan melalui: inkorporasi standar internasional yang relevan, menuntut
pelaku, memfungsikan peradilan dan kepolisian tanpa intervensi, mekanisme ganti rugi
yang terakses, prosedur hukum yang rahasia dan ramah anak, ketersediaan bantuan
hukum, tidak melakukan kriminalisasi korban dan menempatkan rezim keadilan bagi
anak/keadilan restoratif
Karin Landgren, The Protective Environment: Development Support for Child Protection, HUMAN RIGHTS
QUARTERLY, Project Muse, 2005
14 Karin Landgren, ibid
13
Hal. | 11
3. Diskusi terbuka (Open Discussion )
Proteksi ini antara lain dilakukan melalui: kesepakatan antara masyarakat sipil dengan
media bahwa fenomena kekerasan tidak akan diberitakan oleh media dan tidak diakui,
kesalahan melindungi anak dinyatakan oleh komunitas dan Pemerintah, pengakuan
bahwa anak-anak dan remaja memiliki kemampuan untuk menyatakan
permasalahannya di sekolah, di rumah, dan tempat lain, korban bukan untuk
diasingkan, dan media dan LSM dapat bekerja sama.
4. Tradisi dan budaya (Culture and Customs)
Perlindungan ini dilakukan melalui: menciptakan lingkungan yang tidak diskriminatif,
mempraktikan kepedulian pada anak bukan penghukuman fisik, kekerasan bukan
komponen kunci identitas maskulin, orang tua menolak FGM, penyelesaian sengketa
secara damai, anak diperlakukan secara bermartabat, eksplotasi seksual secara sosial
tidak diterima, praktik-praktik kekerasan tidak didukung oleh umat beragama, dan
anak-anak difabel, dan penderita AIDS tidak distigmatisasi
5. Kecakapan hidup, Pengetahuan, dan Partisipasi (Children’s Life Skills, Knowledge,
Participation)
Perlindungan ini meliputi: lingkungan yang peduli bahwa anak memiliki hak asasi,
mendorong anak agar berpendapatan dan berekpresi, menyediakan kebutuhan atas
informasi, memiliki kemampuan memecahkan masalah dan bernegosiasi, mendorong
anak agar memiliki kepercayaan diri, dan anak-anak didengar pendapatnya di sekolah,
di rumah, dan di komunitas.
6. Kapasitas Keluarga dan komunitas (Capacity of Families and Communities)
Perlindungan ini mencakup : orang tua dan pemerhati anak yang lain mengawasi secara
proaktif praktik-praktik perlindungan anak, keluarga mendukung kebutuhan anak;
masyarakat mendukung dan mengawasi perlindungan anak, dan keseimbangan
eksistensi (orang dewasa tidak mendominasi)
7. Pelayanan dasar (Essential Services)
Perlindungan ini mencakup: pendidikan gratis bagi semua anak termasuk pengungsi,
ketentuan non diskriminasi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk pekerja
seks anak dan tahanan, memfungsikan sistem jaminan sosial, shelter, hotline; dan
training kepada guru.
8. Monitoring, Pelaporan, dan Kelalaian (Monitoring, Reporting, and Oversight)
Perlindungan ini mencakup: pengumpulan data secara sistematis, pelaporan data secara
transparan dan peninjauan oleh pembuat kebijakan, akses bagi pengamat independen
yang melakukan observasi terhadap kelompok anak yang secara tradisional
termarjinalkan, mendorong penghormatan peninjauan masyarakat sipil
Ke delapan elemen perlindungan anak di atas dapat divisualisasikan sebagai berikut:15
15 15
Karin Landgren, ibid
Hal. | 12
Mereformasi Hukum Indonesia
Sebagaimana telah disebut dimuka upaya yang harus menjadi prioritas utama (high
priority) untuk melindungi anak dari tindakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain
yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat melalui reformasi hukum. Reformasi
hukum tersebut pertama kali dengan cara mentransformasi paradigma hukum yang menjadi
spririt upaya reformasi hukum tersebut. Spirit untuk melakukan reformasi hukum dilandasi
dengan paradigma pendekatan berpusat pada kepentingan terbaik bagi anak (a child-centred
approach) berbasis pendekatan hak.
Untuk mengeksaminasi sampai sejauhmana reformasi hukum telah terjadi, salah satu
indikatornya adalah derajat kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip dan norma-norma KHA dan
instrumen hukum HAM internasional utama lainnya. Dengan kata lain KHA dan instrumen
hukum HAM internasional utama lainnya menjadi landasan minimal bagi penyelenggara
Negara dalam upaya menghargai, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak asasi anak.
Eksaminasi pertama berada pada ranah politik HAM, politik hukum, dan politik anggaran
publik yang ditetapkan oleh para penyelenggara Negara. Eksaminasi ini terefleksikan dalam
konstitusi, legislasi, regulasi, dan anggaran publik yang dibuat oleh para. konstitusi, legislasi,
regulasi, dan anggaran publik.
Dalam konteks Indonesia, hukum Indonesia belum sepenuhnya berkesesuaian dengan
prinsip-prinsip dan norma-norma instrumen hukum HAM Internasional khususnya dalam
memberikan perlindungan kepada anak dari tindakan penyiksaan atau perlakuan atau
hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.Rekomendasirekomendasi yang disampaikan Komite Hak Anak dan Komite Anti Penyiksaan menjadi
indikator adanya permasalahan dalam perlindungan anak tersebut. Mengacu pada paparan di
atas maka langkah-langkah legislasi dilakukan dengan cara :
Hal. | 13
1. Mengamandemen peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a) KUHP
Substansi yang harus dimasukkan adalah:
- Menetapkan definisi anak sesuai dengan KHA
- Menetapkan batas usia pertanggung jawaban pidana anak sesuai dengan
standar universal HAM
- Mengatur pertanggungjawaban pidana anak dalam peristiwa tindak pidana
yang dilakukan bersama-sama dengan orang dewasa
- Menetapkan bentuk-bentuk tindak pidana secara limitatif di mana anak
dapat dimintakan pertanggung jawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya
- Prinsip kepentingan terbaik bagi anak, diversi, keadilan restorative, dan
rehabilitasi berbasis komunitas dimasukkan sebagai prinsip-prinsip
perlindungan anak
- Mengatur
mengenai bentuk-bentuk perlakuan dan hukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang ditujukan
pada anak yang dilakukan di rumah, di sekolah (pendidikan), di institusi
peradilan pidana, dan di institusi layanan sosial anak
- Merinci elemen-elemen tindak pidana perlakuan dan hukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang ditujukan
pada anak pada setiap locus di atas
- Menghukum para pelaku yang melakukan bentuk-bentuk perlakuan dan
hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
manusia yang ditujukan pada anak yang dilakukan di rumah, di sekolah
(pendidikan), di institusi peradilan pidana, di tempat kerja, dan di institusi
layanan sosial anak
- Mengadopsi
definisi penghukuman fisik (corporal punishment) dan
mengatur mengenai bentuk-bentuk corporal punishment seperti yang telah
diatur dalam Komentar Umum Komite Hak Anak No. 8 mengenai
Perlindungan Anak dari Penghukuman Fisik dan tindakan lain yang kejam
atau penghukuman yang merendahkan martabat anak dan/ atau Negaranegara yang telah mengkriminalisasi tindakan corporal punishment
b) KUHAP
Substansi yang harus dimasukkan adalah:
- Mengadopsi prinsip-prinsip dan norma-norma yang diatur dalam Standard
Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (the Beijing Rules),
Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (the Riyadh
Guidelines) dan Rules for the Protection of Juveniles Deprived of Their
Liberty (the Tokyo Rules).
c) Peraturan Perundangan yang mengatur Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman
- Menetapkan diversi sebagai kewenangan atributif bagi setiap aparat penegak
hukum apabila menghadapi kasus anak
d) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
- Menetapkan definisi anak sesuai dengan KHA
- Menetapkan batas usia pertanggung jawaban pidana anak sesuai dengan
standar universal HAM
- Mengatur pertanggungjawaban pidana anak dalam peristiwa tindak pidana
yang dilakukan bersama-sama dengan orang dewasa
- Menetapkan bentuk-bentuk tindak pidana secara limitatif di mana anak
dapat dimintakan pertanggung jawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya
Hal. | 14
-
Prinsip kepentingan terbaik bagi anak, diversi, keadilan restorative, dan
rehabilitasi berbasis komunitas dimasukkan sebagai prinsip-prinsip
perlindungan anak
- Menetapkan mekanisme penyelesaian di luar sistem hukum formal bagi
anak yang melakukan tindak pidana melalui mekanisme penyelesaian
masalah secara informal
- Menetapkan kewenangan diversion bagi aparat penegak hukum secara
atributif
e) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
- Mengadopsi
definisi penghukuman fisik (corporal punishment) dan
mengatur mengenai bentuk-bentuk corporal punishment seperti yang telah
diatur dalam Komentar Umum Komite Hak Anak No. 8 mengenai
Perlindungan Anak dari Penghukuman Fisik dan tindakan lain yang kejam
atau penghukuman yang merendahkan martabat anak atau Negara-negara
yang telah mengkriminalisasi tindakan corporal punishment
- Mengelaborasi elemen tindak pidana bentuk-bentuk corporal punishment
yang dilakukan di rumah, di sekolah (lembaga pendidikan), di institusi
peradilan pidana, di tempat kerja, dan institusi layanan sosial anak lainnya
- Mengadopsi prinsip-prinsip dan norma-norma yang diatur dalam Standard
Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (the Beijing
Rules), Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (the Riyadh
Guidelines) dan Rules for the Protection of Juveniles Deprived of Their
Liberty (the Tokyo Rules).
2. Meratifikasi instrumen Hukum HAM Internasional yang terkait dengan perlindungan
anak sesuai dengan Agenda RAN HAM 2004-2009 sebagai berikut:
a) Protokol Tambahan KHA tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata
b) Protokol Tambahan KHA tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan
Pornografi Anak
3. Meningkatkan landasan hukum ratifikasi KHA dari Keputusan Presiden menjadi
Undang-Undang
4. Memberikan landasan hukum terhadap penarikan reservasi terhadap KHA dengan UU
sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan UU No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
5. Meninjau ulang
Peraturan Daerah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan
norma-norma perlindungan yang tercantum dalam KHA dan instrumen hukum HAM
Internasional lainnya
Tindakan-Tindakan Lainnya
Kemudian tindakan lainnya yang signifikan dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka
melaksanakan kewajibannya sebagai berikut:
1. Meningkatkan alokasi anggaran publik bagi peningkatan program perlindungan anak
2. Melakukan pelatihan yang memadai dan secara sistematis mengenai hak asasi anak
khususnya bagi militer, polisi, jaksa, hakim, advokat, guru, tenaga medis, dan pekerja
sosial lainnya
3. Memasukkan hak asasi anak sebagai materi muatan kurikulum pendidikan dari tingkat
pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi
4. Membentuk kemitraan antara komunitas, organisasi keagamaan, anak-anak, korporasi
termasuk media, dan aparat pemerintah untuk melindungi anak-anak
Hal. | 15
5. Meningkatkan kapasitas anak untuk berpartisipasi
Hal. | 16
Download