35 BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah Kekerasan di sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, dari kepala sekolah, guru, Pembina sekolah, karyawan ataupun anatarsiswa. Bentuk- bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kepala sekolah guru, Pembina sekolah, karyawan, antara lain memukul dengan tangan kosong atau benda tumpul, melempar dengan penghapus, mencubit, menampar, mencekik, menyundut rokok, memarahi dengan ancaman kekerasan, menghukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid dilapangan, pelecehan seksual dan pembujukan persetubuhan.39 Kekerasan di sekolah tidak semata-mata kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seperti diskriminasi terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami kerugian, baik secara moril maupun materil. Diskriminasi ini bisa berupa diskriminasi terhadap suku, agama, kepercayaan, golongan, ras ataupun status social murid. Selain itu, penelantaran terhadap murid juga dapat terjadi, misalnya guru mengabaikan keselamatan murid jika di sekolah ada indikasi kekerasan yang dialami murid dan sebagainya. Kekerasan di sekolah bukanlah isapan jempol karena berbagai penelitian menunjukkan hal tersebut benar- benar terjadi. Misalnya, penelitian terhadap 2.600 siswa SD di kota Bandung dan kabupaten Bandung menunjukkan bahwa70 39 Hal.142 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, 35 35 Universitas Sumatera Utara 36 % mengaku pernah mendapatkan tindakan yang tidak menyenangkan selama belajar sehingga sulit konsentrasi selama belajar, contoh lainnya survey terhadap 300 responden Sekolah Menengah di kota Semarang untuk mengetahui rasa aman siswa ketika menuju sekolah, selama di sekolah dan selama perjalanan pulang dari sekolah. Survey menunjukkan bahwa 26,3 % dari responden mengatakan bahwa mereka merasa tidak aman ketika diejek lewat teriakan; 24.7 % dilecehkan; 19 % pernah disentuh buah dada atau pantatnya; dan 37,7 % pernah mengalami pemalakan/perkelahian.40 Siswa yang diancam atau disakiti biasanya tidak mempunyai posisi untuk mengentikan hal tersebut sehingga pihak sekolah patut memerhatikan siswa atau kelompok siswa yang berpotensi melakukan kekerasan. Agar kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah tidak terjadi maka perlu dibuat aturan sekolah yang bersifat menengah dan strategi mengelola kekerasan dengan tujuan untuk melindungi siswa korban kekerasan agar tidak mengalami kekerasan terus menerus. Kemampuan sekolah mencegah dan menyelesaikan kekerasan antarsiswa juga dipengaruhi keterbukaan sekolah yang bersangkutan terhadap isu kekerasan ini.41 Selain itu, sekolahpun harus menyiapkan siswa agar dapat mengatasi sendiri jika mengalami kekerasan. Akan tetapi, jika ternyata siswa tidak mamapu mengatasiny, pihak sekolah harus turut serta menyelesaikannya dengan melibatkan orangtua juga. Harus ada ketegasan pihak sekolah dan kejelasan sanksi yang diterapkan kepada pelaku agar pelaku berpikir ulang untuk melakukan 40 41 Ibid, hal. 142 Ibid, hal. 143 36 Universitas Sumatera Utara 37 kekerasan. Sanksi tersebut sebaiknya bertingkat dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah dan diserahkan ke penegak hukum. Dengan demikian, diharapkan sekolah menjadi tempat aman untuk proses belajarmengajar.42 Lebih jelasnya, Kekerasan yang terjadi di sekolah dapat terjadi dalam beragam bentuk. Bentuk - bentuk kekerasan di sekolah dibagi menjadi 5 jenis yaitu sebagai berikut. a. Kontak fisik langsung. Kontak fisik langsung dapat berupa memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain. b. Kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. c. Perilaku non-verbal langsung, seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh kekerasanfisik atau verbal.43 d. Perilaku non-verbal tidak langsung, seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. e. Pelecehan seksual, seperti perilaku agresi fisik atau verbal. 42 0p.cit, hal. 143-144 http://anwarwan43-anwar.blogspot.co.id/2014/11/a.html, diakses pada tanggal 22 Mei 2017, Pukul 16.00 WIB 43 37 Universitas Sumatera Utara 38 B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah Masalah pendidikan tidak henti-hentinya menjadi bahan pembicaraan sepanjang masa, mulai dari masyarakat awam, tokoh masyarakat, para pakar sampai pemerintah. Pendidikan menjadi tumpuan harapan banyak pihak sebagai sebuah jalan untuk menyelesaikan berbagai masalah kebodohan, kemiskinan, moralitas, dan sebagainya. Secara formal, pendidikan berlangsung dalam ruangruang kelas di sekolah dan masih menitikberatkan pada ranah kognitif. Pemahaman, pengetahuan, dan analisis masih menjadi fokus utama dalam pembelajaran. Selain itu sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan pendidikan yang baik yang diberikan oleh pendidik/pengajar yang tidak lain disebut dengan guru. Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, tidak berarti sanksi yang yang diberikan juga sama. Anak tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses pengembangan, fisik, mental, psikis dan sosial menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh dewasa. Konsekuensinya, reaksi terhadap anak tidak sama dengan reaksi yang diberikan orang dewasa, yang lebih mengarah kepada punitif. 44 Hal inilah yang berujung terjadinya kekerasan akibat sanksin yang diberikan. 44 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia , cetakan kedua, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012 , hal. 75 38 Universitas Sumatera Utara 39 Faktor- Faktor penyebab terjadinya Kekerasan di lingkungan sekolah 1. Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah, agresivitas, inisiasi awal perilaku kekerasaan, bentuk perilaku antisosial lain dan puberitas pada masa remaja) 2. Faktor keluarga (kriminalitas parental, penganiayaan terhadap anak, praktek manajemen keluarga yang kurang baik, keterlibatan parental yang kurang,perpisahan anak dan orangtua) 3. Faktor sekolah (kegagalan akademik, komitmen yang rendah terhadap sekolah pembolosan, drop out) 4. Faktor teman sebaya (kelompok sebaya yang terlibat kenakalan remaja, gangster) 5. Faktor masyarakat dan lingkungan tetangga (kemiskinan, lingkungan yang sarat kriminalitas) 6. Kekerasan di media (tayangan televisi yang menampilkan adegan kekerasan, film action dengan perkelahian, acara berita kriminal). 7. Faktor Emosional yang berlebihan sehingga sulit menahan diri.45 Semua pihak perlu memiliki persepsi yang sama bahwa spiral kekerasan di sekolah merupakan masalah serius yang harus segera di selesaikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan di sekolah adalah antara lain: 1. Meningkatkan kesadaran publik (public awareness raising) 45 http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._Psikologi_Pend_Dan_Bimbingan/196005011986 031Nandang_Rusmana/Memahami_dan_Mencegah_Terjadinya_Kekerasan_di_Sekolah_%28_%5 BCompatibility_Mode%5D.pdf, diakses Pada tanggal 20 Mei 207, Pukul 20.00 WIB 39 Universitas Sumatera Utara 40 2. Pendidikan (education) 3. Pelatihan (training) 4. Layanan untuk perempuan, anak-anak, dan pemuda (services for women, children, and young people) 5. Legislasi (legislation) 6. Strategi di tempat kerja (workplace strategies). Selama perjalanan penegakan Undang-Undang Perlindungan Anak, muncul sikap-sikap yang tidak setuju terhadap Undang-Undang tersebut. Pernah muncul wacana Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Wacana ini melakukan upaya pengecualian hukum pidana bagi kalangan penduduk yang melakukan kekerasan terhadap peserta didik. Lahir pula pendapat dan argument yang menyatakan Undang-Undang Perlindungan Anak akan menghambat proses pendidikan, menjadi penghalang dalam pelaksanaan tugas profesi sebagai guru. Alasannya sederhana, guru tidak bisa lagi menghukum siswa dengan kekerasan. Kata lain dari pendisiplinan yang menyebabkan kerugian bagi siswa, baik secara fisik maupun psikis.46 Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang sejuk, penuh keramahan, dan terciptanya suasana saling menghargai satu sama lain, justru harus tercoreng oleh ulah segelintir orang, terlepas apakah itu dilakukan oleh oknum guru, oknum peserta didik, ataupun kepala sekolah yang memberi kebijakan yang tidak memihak bagi keberlangsungan suatu pendidikan.47 46 http://yessyanjani.blogspot.co.id/2012/03/kekerasan-anak-di-sekolah-bab-i.html, diakses pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 04.00WIB 47 http://faisolakhmad.blogspot.co.id/2015/08/kekerasan-dalam-dunia-pendidikan.html, diakes pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 09.00 WIB 40 Universitas Sumatera Utara